• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN LIMBUNGAN KABUPATEN LOMBOK TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN LIMBUNGAN KABUPATEN LOMBOK TIMUR"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN

LIMBUNGAN KABUPATEN LOMBOK TIMUR

Rina Sabrina, Antariksa, Gunawan Prayitno

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jl. Mayjen Haryono 167 Malang 65145, Indonesia

email: Sabrina_plano@yahoo.com

ABSTRAK

Karakter dari suatu suku dapat dilihat dari tradisi dan budaya yang terbentuk dalam suatu permukiman dan masih menjaga local wisdom mereka, hal ini dapat terlihat dari permukiman tradisional Suku Sasak di Dusun Limbungan Kabupaten Lombok Timur, yang menjaga rumah adat mereka dari segala perubahan. Tujuan dari studi adalah mengidentifikasi karakteristik non fisik sosial budaya masyarakat Dusun Limbungan, dan mengidentifikasi karakteristik fisik pola tata ruang permukiman yang terbentuk, menganalisis pola tata ruang permukiman tradisional yang terbentuk akibat pengaruh fisik dan non fisiknya, dan kearifan lokalnya, serta menentukan arahan pelestarian bagi permukiman tradisional Limbungan. Metode yang digunakan adalah deskriptif-evaluatif. Hasil studi menunjukkan bahwa konsep keruangan makro yang terbentuk dari tatanan fisik lingkungan hunian memperlihatkan adanya pembagian ruang permukiman berdasarkan guna lahan, yaitu tempat hunian di bagian tengah, dan lahan pertanian di bagian luar area permukiman. Dari hasil struktur ruang permukiman tradisional Suku Sasak Limbungan terbentuk berdasarkan konsep filosofi, yaitu konsep arah sinar matahari, konsep terhadap gunung rinjani, konsep pembangunan rumah dan elemennya secara berderet dan tanah berundak-undak, dan konsep bentuk rumah yang seragam terdiri dari rumah yang berjajar (suteran). Penempatan elemen rumah (bale) berupa panteq memiliki posisi saling berhadapan dengan bale. Pola pengembangan tata ruang masyarakat Sasak di Dusun Limbungan berorientasi pada nilai kosmologi berdasarkan sistem kepercayaan dan tradisi-tradisi masyarakat yang berbasis budaya sehingga menghasilkan ruang-ruang khusus.

Kata kunci: Pola tata ruang, Permukiman tradisioal Sasak Limbungan, Sosial budaya, Pelestarian

ABSTRACT

The characteristics of an ethnic group are able to be seen from the tradition and the culture that are formed in a settlement and still guard local their domestic tourists, this can be seen from the traditional settlement of the Sasak Ethnic Group in the Village Limbungan the Lombok Regency East, that is on duty at their traditional house from all the changes. The aim of the research is identify non physical the culture social characteristics of the Limbungan Village community, and identify the physical characteristics of the pattern of the layout of the settlement that is formed, as well as analyses the pattern of the layout of the traditional settlement that is formed resulting from the influence of the culture social system his community's, and his local wisdom, as well as determine the conservation directive for the traditional Limbungan settlement. The method used in this study is descriptive-evaluative. All data was collected through field observation, questionaire and in-depth interview. The study showed that the spatial concept formed by physical characters of the settlement, indicates a division of land us; housing area is located in the middle of settlement, and farming area is located outside of the housing area. From outcome of study the structure traditional settlement space of the Sasak Limbungan Ethnic Group is formed be based on the concept of philosophy, the concept of the direction of the sun rays, the concept against the mountain rinjani, the concept of the development of the house and his element in a lined-up manner and the land berundak-undak, and the concept of the form of the house that the uniform consists of the lined-up house (suteran). The allocation of the element of the house (bale) take the form of panteq have the position face each other with bale. The pattern of the development of the layout of the Sasak community in the Limbungan Village is oriented in the value of cosmology am based on the belief system and the community's based traditions the culture so as to produce special spaces.

Keyword: The housing pattern of the layout, The traditional Sasak Limbungan settlement, Social the culture, Conservation

(2)

LOMBOK TIMUR

PENDAHULUAN

Sejak lama disadari bahwa budaya memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk struktur ruang permukiman. Penggambaran struktur ruang permukiman juga dapat dilihat dari sisi budaya lain seperti pada pelaksanaan ritual dan acara keagamaan. Acara ini bersifat rutin akan tetapi ruang yang digunakan tidak semata untuk ritual saja, sehingga strukturnya juga nampak temporal. Masyarakat Sasak di Pulau Lombok juga sangat terkait dengan budaya dalam menata ruang permukimannya, ataupun pada ritual daur hidup dan berbagai acara keagamaan (Sasongko, 2005:5).

Dusun Limbungan yang terletak di kawasan kaki Gunung Rinjani ini memiliki kawasan rumah adat menempati dua gugus, yaitu Limbungan Timur sebanyak 68 unit rumah dan Limbungan Barat sebanyak 71 unit rumah. Kedua hunian itu dibatasi tanaman hidup dan pagar bambu yang dianyam kasar, yang mereka sebut kampu. Rumah-rumah mereka berdinding bambu yang dianyam, berlantai tanah campuran tahi kerbau, beratap alang-alang, dengan rangka konstruksi campuran kayu dan bambu.

Dusun ini sudah ditetapkan sebagai desa budaya oleh pemerintah Lombok Timur, sebagai salah satu perkampungan tradisional dengan rumah-rumah adat dengan keunikan sosial budaya yang masih kental.

Pola tata ruang permukiman tradisional serta gaya arsitektur tradisional yang terdapat di Dusun Limbungan merupakan salah satu bentuk pusaka budaya yang kaya akan nilai sejarah, filosofi, seni, dan budaya masyarakat setempat. Oleh karena itu sebagai salah satu desa adat yang memiliki pola tata ruang permukiman unik yang sarat akan nilai budaya, Dusun Limbungan perlu mendapatkan perhatian khusus yang dimaksudkan untuk tetap memperhatikan eksistensi dan kesinambungan prinsip-prinsip ke dalam tradisi yang baku, yaitu berupa pola tata ruang permukiman tradisional yang telah terwujud dalam ruang tradisional Dusun Limbungan.

Dengan menetapkan desa tradisional sebagai cagar budaya maka kepunahan suatu monumen hidup sisa budaya lama dapat dihindari (Soeroto, 2003:48). Oleh karena itu upaya pelestarian sebagai salah satu cara untuk mengantisipasi perubahan dan perkembangan yang terjadi sangat diperlukan. Pola tata ruang permukiman tradisional serta gaya arsitektur

yang kaya akan nilai sejarah, filosofi, seni, dan budaya masyarakat setempat.

Menurut Tanudirjo (2003), pelestarian justru harus dilihat sebagai suatu upaya untuk mengaktualkan kembali warisan budaya dalam konteks sistem yang ada sekarang. Pelestarian juga harus dapat mengakomodasikan kemungkinan perubahan karena pelestarian harus dianggap sebagai upaya untuk memberikan makna baru bagi warisan budaya itu sendiri Widayati (2002).

Pengambilan tema tentang pelestarian permukiman tradisional Dusun Limbungan, dilatarbelakangi oleh potensi budaya dan adat istiadat serta permukiman tradisionalnya yang masih tetap terjaga, yang dapat dikembangkan secara lebih jauh. Selain itu, juga dilatarbelakangi oleh beberapa permasalahan diantaranya: Terdapat beberapa bangunan tradisional tampak kurang terawat dan hilangnya beberapa elemen bangunan disebabkan pemeliharaan bangunan yang sangat tergantung pada tingkat ekonomi masing-masing pemiliknya, adanya kecenderungan masyarakat ingin mengalami perubahan dalam bentuk dan konstruksi bangunan rumah, terlihat dari berkembangnya ruang-ruang baru (rumah semi permanen) di sekitar batas pekarangan permukiman tradisional Dusun Limbungan yang dikhawatirkan akan merusak konsep tata ruang permukiman tradisional, belum adanya kebijakan khusus yang mengatur tentang bentuk pelestarian kawasan Desa budaya di Dusun Limbungan.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam studi ini adalah metode deskriptif evaluatif, melalui observasi, kuisioner, dan wawancara. Pengambilan sampel dihitung dengan rumus Slovin, menggunakan teknik pengambilan proporsional untuk mendapatkan sampel yang merata di seluruh wilayah studi. Kriteria pemilihan sampel, yaitu:

1. Bangunan harus masih memiliki ciri khas tradisional permukiman suku Sasak, berusia lebih dari 50 tahun;

2. Karakter bangunan menunjukkan adanya penerapan pola tata ruang berdasarkan konsep Islam dan kepercayaan animisme serta dinamisme; dan

3. Masih terdapat budaya dan tradisi lokal yang sering dilakukan dalam kawasan permukiman.

(3)

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010 89

Limbungan Barat sebanyak 71 unit rumah asli. Sampel masyarakat didapatkan dari perhitungan rumus Slovin sebanyak 82 sampel.

1. Tahap pertama: mengidentifikasi karakteristik sosial budaya masyarakat Dusun Limbungan.

a. Tinjauan sejarah dan perkembangan Dusun Limbungan dan budaya bermukim masyarakat Suku Sasak Limbungan yang meliputi sejarah munculnya dusun dan permukiman tradisional.

b. Analisis sosial budaya (Koentjaraningrat, 1982)

1) Sistem kelembagaan; 2) Sistem

kemasyarakatan/kekerabatan; 3) Kehidupan ekonomi; dan 4) Kehidupan budaya dan religi Hasil interpretasi sejarah dan pengaruhnya terhadap karakteristik sosial budaya masyarakat Dusun Limbungan, dijadikan dasar untuk mendukung kajian untuk analisis karakteristik pola tata ruang permukiman tradisional.

2. Tahap kedua: mengidentifikasi pola tata ruang permukiman Dusun Limbungan dan menganalisis kesesuaiannya dengan konsep pola tata ruang tradisional Suku Sasak. a. Analisis tata guna lahan dilakukan untuk

melihat elemen apa saja yang membentuk ruang permukiman, pengaruhnya terhadap pemanfaatan guna lahan, dan peletakan elemen berdasarkan konsep yang dikenal dalam pola tata ruang tradisional Suku Sasak. Selanjutnya, untuk melihat keterkaitan antar elemen-elemen pembentuk kawasan pedesaan, dilakukan analisis dengan teknik super impose guna lahan.

Kajian elemen pembentuk kawasan pedesaan meliputi: 1) Perairan; 2) Hutan; 3) Permukiman; 4) Pertanian; 5) Infrastruktur; dan 6) Tanah kosong.

b. Analisis ruang budaya dilakukan untuk mengidentifikasi keberadaan hirarki ruang dan sifat penggunaan ruang yang ada di Dusun Limbungan. Pendekatan yang dilakukan adalah secara eksploratif, dengan melihat fungsi dan kepentingan ruang permukiman dari hasil analisis kehidupan budaya dan religi dan kegiatan masyarakat sehari-hari.

c. Analisis pola tata ruang tempat tinggal. Pada tahap ini, analisis dilakukan dengan mengidentifikasi tiga variabel, yaitu di antaranya:

1) Fisik bangunan dan pekarangan; 2) Struktur tata ruang tempat tinggal;

dan

3) Pola tata bangunan.

3. Tahap ketiga: menentukan arahan pelestarian secara fisik dan non fisik berdasarkan analisis pola permukiman sebelumnya dengan kondisi bangunan eksisisting yang ada.

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Sosial Budaya 1. Sistem Kelembagaan

Memiliki dua sistem pemerintahan, yaitu pemerintahan formal dan pemerintahan tradisional, atas beberapa kanoman (pemerintahan kecil), yaitu pimpinan para Kliang atau kepala dusun

Gambar 1. Sistem Pemerintahan Tradisional

Dengan toak memiliki peran menetapkan peraturan adat Dusun Limbungan,menjadi pemimpin penyelenggara upacara adat.

a. Hukum Adat

Peraturan adat yang mengatur permukiman adat di Limbungan:

(4)

LOMBOK TIMUR

a. Jika ingin membangun rumah permanen, maka pembangunan dilakukan diluar batas/area lingkungan permukiman adat. b. Tidak boleh mengubah dan merusak

permukiman adat, baik letak,bahan alami bangunan, harus sesuai dengan aturan adat. c. Tidak boleh membangun kamar mandi/ WC

di lingkungan permukiman adat.

d. Segala upacara Adat harus sesuai dengan izin pemangku adat.

e. Satu tahun sekali harus mengunjungi makam leluhur.

2. Sistem kekerabatan

Dalam kawasan limbungan, merupakan satu kerabat atau masih mempunyai hubungan darah, pernikahan sebagian besar dilakukan dengan kerabat sendiri, walau tidak tertutup kemungkinan mengambil calon istri/suami dari luar kawasan limbungan yang bukan kerabat.

Masyarakat Dusun Limbungan juga mengenal prinsip patrelinear yakni mengikuti garis keturunan ayah dan jika terjadi perkawinan maka anak hasil perkawinan tersebut akan mengikuti gelar kebangsawanan ayahnya.

Gambar 2. Sistem Kekerabatan di Dusun Limbungan

Hasil kuisoner didapatkan bahwa penduduk yang tinggal sejak lahir sebanyak 63,41%, pendatang (ikut istri/suami) sebanyak 25,61%, faktor lokasi kerja 4.88%.

3. Kehidupan Ekonomi

Lapisan sosial di Dusun Limbungan terdiri dari:

a. Lapisan Bangsawan (Golongan Menak) b. Lapisan Tokoh adat

c. Lapisan Ulama

d. Lapisan Masyarakat Biasa

Sebagian besar warga Dusun Limbungan bermata pencaharian sebagai petani sebesar (67%), pedagang sebesar (14%),dan PNS hanya 1 orang sebesar (0,19%), sebagian besar bekerja di bidang pertanian karena faktor lahan

4. Kehidupan Religi dan Budaya

Kepercayaan terhadap roh-roh nenek moyang, biasanya terdapat pada bukit-bukit tinggi tersebutlah roh nenek moyang bersemayam. Oleh sebab itu, mereka menyembah dan memuja roh-roh agar tidak terjadi bencana alam, mengakibatkan sebagian masyarakat Sasak di limbungan mengekeramatkan benda, dan makam keramat. Dalam kehidupan beragama, masyarakat Sasak limbungan merupakan masyarakat Islam tradisional yang fanatik.

Tatanan adat istiadat dan ikatan sosial kekerabatan yang berlaku di Dusun Limbungan masih begitu kuat upacara-upacara tersebut yaitu upacara kelahiran, upacara perkawinan, upacara

(5)

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010 91

a. Tahap kegiatan upacara 1) Upacara kelahiran

Tahap kegiatan berupa: Bretes ,Tukaq Ariq Kakaq, Polang duri, Ngurisang, Nyunatang.

Gambar 3. Upacara Kelahiran

Bretes

Melahirkan

Tukaq Ari Kakaq

Ngurisan

Keterenagan: 1 = Rumah inti 2 = Halaman rumah 3 = Masjid

Gambar 4. Pemakaian Ruang Mikro Upacara Kelahiran

2) Upacara perkawinan

Tahap kegiatan berupa: Midang, Memaling, Sejati, Selabar, Bait Wali, Bait Janji, Sorong Serah Aji Krama,Nyongkolan.

(6)

LOMBOK TIMUR

Gambar 5. Upacara Perkawinan

3) Upacara kematian

Tahap kegiatan, yaitu: pemberian aiq daun bidara, belangar, betukaq, memandikan, dan mengkafankan, mensholatkan jenazah,upacara penguburan, dan upacara setelah penguburan.

Gambar 6. Upacara Kematian

4) Upacara bertani

Gambar 7. Upacara Bertani

5) Upacara keagamaan

Acara kegiatan berupa: Nuzulul Qur’an, Maulid Nabi SAW, lebaran Idul Fitri, dan Lebaran Topat.

(7)

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010 93

b. Pemakaian ruang makro 1) Upacara Kelahiran LEGENDA Jalan Utama Jalan Lingkungan Rumah Tradisional Rumah Panitia tempat Khitanan Rumah Anak yang disunat Jalur Bejaran 50m 100 25 0 Masjid/Musholla Rumah Ketua Adat Kali 7. Jal ur bejaran Hutan Limbungan

Putra Amaq Min

Putra Amaq Kar Putra Amaq Amir

Putra Amaq Nasiadi

Makam leluhur Batu Maliq

Kali

Kali

Jalur proses pemandian

Jalur Bek ayu dan Jal ur ke makam l eluh ur 4 1 3 2 4 7 5 2 6 6 Masjid Masjid

Gambar 9. Pemakaian Ruang Makro Upacara Sunatan

2) Upacara perkawinan

Gambar 10. Pemakaian Ruang Makro Upacara Perkawinan

LEGENDA Jalan Utama Jalan Lingkungan Rumah Tradisional Rumah Ketua Adat Laki-laki Rumah Laki-laki Rumah Perempuan Jalur Nyongkol Masjid/Musholla Rumah Ketua Adat Perempuan Rumah Kyai Jalur upac ara pe rka win an 1 1 2 3 4 5 6

(8)

LOMBOK TIMUR 3) Upacara kematian Sawah LEGENDA Jalan Utama Jalan Lingkungan Persil Rumah Tradisional MAKAM Masjid/Musholla Rumah Duka Rumah Kyai Jalur ke Makam Makam Umum Jalur melayat ke rum ah d uka Jalur pe mak am an Jalur pemak aman 1 2 4 5 5 6 50 100 m 25 0

Gambar 12. Pemakaian Ruang Makro Upacara Kematian

4) Upacara bertani

Gambar 13. Pemakaian Ruang Makro Upacara Bertani

- Acara Mundak - Menggala - Penanaman padi - Panen Sawah Rumah permanen Ruang yang terbentuk karena kegiatan Upacara Bertani Rumah Tradisional Jalan Lingkungan Jalan Utama LEGENDA

Makam Batu Maliq

Jal ur upacara B ertan i Jalur upacara B ert an i Ja lur ke maka m lel u hu r Sawah

(9)

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010 95

5) Upacara keagamaan

Gambar 1 Pemakaian Ruang Makro Upacara Keagamaan

4. Guna Lahan

a. Elemen pembentuk kawasan pedesaan 1) Perairan

Dusun Limbungan dilewati oleh sungai bernama Kokok Limbungan dengan lebar 15 meter, perairan (sungai) sangat penting dalam pemilihan tempat bermukim. Selain itu penduduk yang sebagian besar bekerja di sawah sehingga sangat tergantung pada lokasi sungai untuk aliran irigasi sawah selain sungai, penduduk juga memanfaatkan sumber mata air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan mengairi sawah mereka

Sekitar tahun 1997, pemerintah kabupaten Lombok Timur membangun proyek irigasi melalui pemasangan pipa-pipa distribusi dari sumber mata air ke rumah-rumah penduduk sehingga penduduk tidak perlu lagi mengambil air ke atas bukit.

2) Hutan

Tahun 1980 Limbungan masih ditutupi oleh lahan hutan. Kemudian pada tahun 1980-an, pengalihan kepemilikan hutan adalah negara (Perhutani Lombok Timur). Dengan lahan yang masih dimanfaatkan oleh masyarakat dan untuk kepentingan negara yaitu sebagian pengalihan hutan menjadi sawah, hutan, dan kebun.

3) Pertanian

Penduduk Limbungan membuka lahan hutan menjadi lahan pertanian dan bermukim pada tahun 1919 yang berupa sawah, ladang

kebun. Sebagian besar penduduk bekerja di lahan pertanian.

4) Permukiman

Tahun 1919 – 1960 fase awal, yaitu dari lahan hutan menjadi bentuk repoq-repoq, yaitu terbentuknya suatu pola permukiman yang umumnya berada di tengah-tengah lahan persawahan, tahun 1920 mulai terbangun permukiman tradisional Sasak ini yang berbahan baku ilalang, tanah liat, dan getah tumbuh-tumbuhan yang pada saat ini disebut dengan permukiman bale adat Sasak kemudian bertambahnya rumah semi permanen maka rumah-rumah tersebut berkembang menyeluruh linear mengikuti jalan ke arah timur dengan area central bale adat.

5) Infrastuktur

Pada awal perkembangannya tahun 1919, jalan menuju permukiman di Dusun Limbungan dan dusun sekitarnya merupakan jalan makadam tanah yang berbatu-batu, dengan sarana yang ada berupa masjid dan makam. Tahun 1961-1990 permukiman masih berupa jalan tanah makadam, namun sudah tidak berbatu-batu SD Nomor 4 Perigi tahun 1980-an serta musholla. Pada tahun 1994, pemerintah kabupaten Lombok Timur mulai membangun jalan aspal yang menghubungkan ibu kota kecamatan Pringgabaya. LEGENDA Jalan Utama Jalan Lingkungan Ruang yang terbentuk karena kegiatan penduduk mengikuti peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 0 Masjid/Musholla Rumah Kyai Persil Rumah Tradisional Jalu r perayaan Maul id N abi 2 2 2 2 2 1 1 3

(10)

LOMBOK TIMUR

b. Peletakan elemen permukiman

Pembentukan elemen-elemen yang membentuk ruang permukiman menggunakan Bale, Panteq yang terdiri dari Lumbung dan Berugaq serta istilah dalam permukiman tradisional Dusun Limbungan terdapat rumah

yang berjajar yang disebut suteran, dan di antara suteran terdapat lorong atau penggorong. Kumpulan Suteran disebut gubug, kampu atau dasan.

Gambar 2. Pola Elemen pada Permukiman Tradisional Limbungan

Gambar 3. Transek Dusun Limbungan Melintang Vertikal Arah Utara - Selatan

Keterangan: A = Bale

(11)

Gambar 4. Transek Dusun Limbungan Melintang Horizontal Arah Barat-Timur

Pembagian ruang di Dusun Limbungan sesuai dengan tata peletakan elemen ruang permukiman tradisional:

a) Kawasan permukiman terdiri dari rumah permanen, rumah tradisional, fasilitas umum berupa Masjid, Musholla. Perkembangan rumah tradisional mengelompok di wilayah ujung bagian barat dan timur, yang dikelilingi pagar tanaman hidup. Di sebelah dan dekat dengan permukiman tradisional terdapat kandang sebagai lahan peternakan. Sedangkan untuk rumah permanen umumnya menyebar linear sepanjang jalan utama, untuk Masjid serta Musholla terletak dekat dengan permukiman tradisional yang

letaknya menyebar merata di bagian barat dan timur. Dan untuk fasilitas umum yaitu berupa SD yang terletak di ujung sebelum memasuki kawasan permukiman tradisional; b) Lahan pertanian yang yang dijadikan sebagai

lahan yaitu sawah dan kebun yang terletak di luar area permukiman; dan

c) Di luar areal pertanian terdapat area hutan luas yang masih terlindungi, dan di dalam hutan ini membentuk ruang ritual, di dalam hutan terdapat makam leluhur masyarakat Limbungan yang tiap waktu tertentu dikunjungi penduduk.

Gambar 5. Penggunaan Fungsi Ruang Di Dusun Limbungan

Limbungan B arat Limbu ngan Timu r Ruang Sacred (Permukiman Adat) Ruang Budaya Ruang Makro (permukiman, lahan pertanian)

(12)

Gambar 6. Pergerakan Penduduk Dusun Limbungan Dalam Home Range

5. Struktur Ruang Berdasarkan Ritual

Pemakaian ruang pada upacara ritual masing-masing upacara menggunakan ruang permukiman adat secara mikro serta makam leluhur secara makro.

6. Struktur Ruang Permukiman

a. Konsep filosofis

1) Konsep arah sinar matahari

Gambar 7. Pola Arah Hadap timur

Semua permukiman adat di Dusun Limbungan menghadap ke arah timur(sinar matahari) menunjukkan pembentukan karakter

masyarakat Sasak bahwa yang muda juga harus melindungi yang tua, dan jika ada musuh menyerang maka kaum yang mudalah yang terlebih dahulu harus menyerang

b. Terhadap gunung rinjani

Masyarakat Suku Sasak Limbungan meyakini Gunung Rinjani sebagai sumber kekuatan supranatural di Lombok dan tempat bermukimnya Dewi Anjani yang dihormati oleh Suku Sasak. Semakin tinggi suatu tempat dan semakin mendekati gunung rinjani maka sifat kesakralannya semakin tinggi, Dalam struktur pembangunan rumah, maka sang orang tua selalu bertempat tinggal di tempat yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tempat tinggal anak-anaknya. Begitu pun juga untuk anak yang tertua, maka peletakan posisi rumahnya berada pada bagian yang paling tinggi jika dibandingkan dengan adik-adiknya. Nilai filosofis yang terkandung di dalamnya bahwa orang tua harus menurunkan/memberikan panutan dengan sifat-sifat leluhur pada anaknya.

(13)

c. Konsep pembangunan Rumah dan elemennya secara berderet dan tanah berundak-undak

Pembangunan rumah dengan konsep ini mencerminkan penduduk yang terdiri dari satu

kelompok dan dapat dikatakan secara keseluruhan merupakan satu warga besar yang terdiri atas anak, cucu, kemenakan, merupakan satu kesatuan dari keluarga majemuk.

Gambar 9. Pola Bangunan Secara Berderet

Konsep undak-undakan ini diiterprestasikan pada baris horizontal maupun vertikal. Dari baris horizontal semakin ke tengah undak-undakannya semakin rendah, dan dari baris vertikal semakin ke arah belakang maka undak-undakannya semakin tinggi selain memiliki fungsi dari segi keamanan agar menghindari bencana alam jika suatu saat terjadi, serta terhindar dari malapetaka yang dapat menimpa Dusun Limbungan, juga menjaga agar rumah generasi tua yang terletak di baris belakang, akan tetap mendapatkan sinar matahari yang cukup mengingat tempatnya yang lebih tinggi dari baris didepannya.

(14)

LOMBOK TIMUR

Gambar 11. Konsep Undak-Undak Vertikal

7. Struktur Ruang Permukiman

Berdasarkan Aktivitas Kegiatan

a. Bale Adat (rumah adat), selain sebagai tempat tinggal juga sebagai pusat aktivitas. Bale adat merupakan inti dari Dusun Limbungan, karena fungsinya dimanfaatkan penduduk Limbungan selain sebagai tempat tinggal juga sebagai kegiatan upacara adat, dan ritual budaya

b. Masjid (langgar), sebagai sub pusat aktivitas. Elemen tempat ibadah ini merupakan simbol pemersatu penduduk Limbungan, karena fungsinya dimanfaatkan oleh semua penduduk Dusun Limbungan (multi fungsi). c. Sawah/ladang, sebagai tempat/ ruang bekerja. d. Makam leluhur, sebagai tempat ritual. Ruang

ini memiliki fungsi teritori tersier yang dianggap penting, karena merupakan ruang publik yang memiliki nilai sakral yang tinggi.

Pola Permukiman tradisional Suku Sasak Dusun Limbungan.

(15)

8. Pola tata ruang tempat tinggal

a. Bale Adat Sasak

Semua bale adat Sasak Limbungan menghadap ke arah timur, dan setiap rumah memiliki elemen berupa Lumbung yang juga

disebut panteq. Penempatan elemen rumah berupa panteq memiliki posisi saling berhadapan dengan bale, dan masing-masing bale memiliki satu panteq.

Gambar 13. Konsep Arah Hadap Bale Sasak

Ciri khas Bale Sasak yang terdapat di Dusun Limbungan dalam bentuk arsitektur:

a) Bale menghadap arah timur/terbitnya sinar matahari, berfungsi sebagai faktor keamanan.

b) Rumah yang dibangun seragam baik dari bentuk dan bahannya yang mencerminkan kekompakan penduduknya, yang masih memegang teguh adat dan budayanya serta menjaga tradisi gotong royong penduduknya dalam melakukan pelaksanaan setiap upacara.

c) Dibangun diatas pondasi dan undak-undak yaitu untuk menghindari banjir tahunan dan menghangatkan ruangan pada waktu cuaca dingin

d) Bale sasak mengandung konsep Islami yang menerapkan konsep Habluminanas

(hubungan antar sesama manusia) yaitu terdapatnya Bale sebagai bangunan utama yaitu rumah tinggal yang berjejer dan didepannya terdapat Panteq yang salah satunya terdiri dari Berugaq memiliki fungsi sebagai ruang publik (untuk menerima tamu, untuk bersantai, tempat tidur anak laki-laki (berugaq) yang menerapkan konsep bertetangga, dan silaturahim.

b. Rumah permanen

Rumah permanen (Bale Batu) yang terdapat di Dusun Limbungan mengalami perkembangan setelah tahun 1990-an.

(16)

LOMBOK TIMUR

Gambar 14. Rumah Permanen

Tabel 1. Hasil Penemuan Konsep Di Limbungan

No. Konsep Hasil

Temuan Keterangan 1. Tahun pembangunan 1920-1940 Pembangunan awal rumah tradisional didirikan pada tahun 1920-an sebesar 31%, pada tahun 1930-an sebesar 41%, dan pada tahun 1940-an sebesar 28%.

22. Orientasi bangunan

Timur Semua bangunan (100%) tradisional di Limbungan menghadap ke arah timur. Hal ini terkait dengan faktor kepercayaan dan keamanan. 3. Bahan Bangunan Terbuat dari bahan alami Semua rumah tradisional Limbungan terbuat dari bahan alami yaitu ilalang untuk atap, serta dinding terbuat dari bambu yang dianyam rapat, lantai rumah terbuat dari campuran tanah liat, bagian permukaan lantai terbuat dari getah pohon kayu banten dan bajur (istilah lokal), dicampur elemen hitam yang ada dalam batu bateri, abu jerami yang dibakar, kemudian diolesi dengan kotoran sapi.

9. Struktur Tata Ruang Tempat Tinggal

a. Elemen-elemen pembentuk ruang dalam permukiman tradisional Suku Sasak

1) Bale Sasak

Bale Sasak ini memiliki denah berbentuk segi empat, yang terbagi menjadi dua ruang yaitu ruang sengko (ruang bawah) yang berfungsi sebagai ruang tamu (sesangkok), dan dalem bale (ruang atas) yang terdiri dari kamar tidur, dan dapur, antara ruang sengko dan dalam bale dibatasi oleh undak-undak (anak tangga).

Gambar 15. Struktur ruang Bale

Fungsi elemen-elemen ruang rumah pada bagian dalem bale (ruang atas) tersebut antara lain:

a) Dalem bale (Ruang Tidur) berfungsi untuk tempat tidur biasanya masyarakat Limbungan digunakan untuk para wanita baik istri maupun anak, dan ruang khusus bila perempuan akan melahirkan atau mayat seseorang disemayamkan sebelum dikebumikan.

b) Pawon atau dapur bagi masyarakat Limbungan difungsikan sebagai tempat memasak

c) Sempare (ruang simpan barang), letak sempare biasanya berada di atas dapur/ langit-langit rumah atau di sebelah kiri tempat tidur.

(17)

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010 103

d) Ruang Sengko (Ruang Bawah) yang terdiri dari sesangkok (ruang tamu) yang letaknya berada di depan pintu masuk rumah utama sebagai tempat menerima tamu dan tempat duduk-duduk.

2) Panteq

Terdiri dari Lumbung yang berfungsi sebagai tempat menyimpan padi dan Berugaq sebagai ruang sosial.

Gambar 17 Panteq di Limbungan

3) Kandang

Kandang komunal yang dijadikan satu dan berada di luar ruang atau halaman besar permukiman asli Sasak, terletak di bagian pinggir

permukiman. Hal ini karena kandang sapi dianggap kotor sehingga harus berada di luar areal permukiman.

Gambar 18. Kandang di Limbungan

4) Masjid

Permukiman tradisional di Limbungan juga dicirikan dengan keberadaan Masjid di bagian depan dan musholla di bagian belakang, hal ini

merupakan simbol bahwasanya penduduk Limbungan merupakan penduduk beragama Islam yang taat beribadah.

(18)

Gambar 19 Masjid di Limbungan

5) Jalan

Jalan di lingkungan permukiman bale asli terdiri dari jalan besar dan jalan setapak. Jalan besar yang merupakan sirkulasi lalu lintas utama serta sebagai ruang dalam upacara seperti

pernikahan dan kematian. Dan jalan setapak, yang berfungsi sebagai pembatas antara baris rumah serta ruang sirkulasi untuk membawa hasil pertanian dan jalan menuju kandang.

Gambar 20. Jalan Setapak Permukiman Tradisional Limbungan

6) Halaman

Berfungsi sebagai ruang sirkulasi lalu lintas penduduk, halaman depan sebagai tempat kegiatan budaya seperti acara pernikahan, khitanan, kematian, dan lain-lain. Halaman samping dan belakang berfungsi sebagai kebun kecil yang ditanami tanaman berupa sayur-sayur, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari

(19)

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010 105

Gambar 21. Leleah Permukiman Tradisional

7) Pagar

Pagar ini barasal dari bambu dan kayu banten yang kuat. Pada ruang mikro setiap 2 (dua) sampai 5 (lima) rumah dibatasi dengan pagar pada saat pagi hari pagar dibuka dan pada malam hari pagar ditutup, hal ini terkait dengan fungsi keamanan. Sedangkan pada ruang makronya permukiman tradisional dikelilingi oleh pagar yang terbuat dari kayu banten yang kuat sebagai simbol keamanan dan pembatas.

Gambar 22. Pagar Permukiman Tradisional

8) Bong

Gambar 23. Bong di Permukiman Tradisional

10.Struktur Tata Ruang Berdasarkan Sistem Kekerabatan

Gambar 24. Pola Skema Kekerabatan Tipologi I

Gambar 25. Pola Skema Kekerabatan Tipologi II

11.Kedudukan Elemen Bangunan

Berdasarkan Konsep Ketinggian Dan Kepercayaan

Pembangunan bale dan panteq saling berhadapan seperti konsep cermin, satu bale memiliki satu panteq. Hal ini menunjukkan bahwa panteq memiliki nilai sakral yang memiliki simbol ekonomi. Untuk pembangunan bale yang dibangun secara berderet berdasarkan sistem kekerabatan. Bale dan panteq dibangun berdasarkan kriteria tinggi rendah berdasarkan

(20)

LOMBOK TIMUR

senioritas dalam tingkatan usia. Orang yang lebih tua membangun rumahnya pada tempat tertinggi

dan yang lebih muda berada di tempat yang lebih rendah.

Gambar 26. Konsep Pola Kedudukan Elemen Bangunan

Distribusi ruang antara secret dan profane, yang ditunjukkan oleh pentingnya nilai lumbung yang dapat disetarakan dengan kehidupan, juga

berugaq selain untuk menyambut tamu,

pertemuan antar warga juga acara ritual digunakan di berugaq.

Gambar 27 Ekisting Kedudukan Antar Elemen Bangunan Suku Sasak di Dusun Limbungan

12.Pola Tatanan Bangunan

Pola pengembangan tata ruang masyarakat Sasak di Dusun Limbungan berorientasi pada nilai cosmo/ kosmologi berdasarkan sistem kepercayaan dan tradisi-tradisi masyarakat yang berbasis budaya, sebagian masyarakat Limbungan

Kepercayaan penduduk terhadap kekuatan

khusus yang dikeramatkan penduduk yaitu Makam-makam leluhur penduduk Limbungan yang terdiri dari makam tingkatan rendah sampai tinggi yaitu makam rujuq, batu maliq, pepadang, gunung bentar, dan samak borok.

Adapun fungsi masing-masing makam sesuai tingkatannya, sebagai berikut:

(21)

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010 107

1)Makam rujuq yang berfungsi sebagai tempat pertapaan, pencarian benda pusaka, dan mendalami ilmu-ilmu mistik;

2)Makan batu maliq dan pepadang berfungsi sebagai tempat masyarakat memohon do’a setiap melakukan upacara budaya seperti pernikahan, kelahiran, tolak bala, minta hujan,

dan keagamaan seperti hari besar Idul Fitri, dan Idul adha; dan

3) Makam gunung dan samak borok berfungsi sebagai permohonan untuk menyembuhkan penyakit.

Gambar 28. Tingkatan Makam leluhur Dusun Limbungan

13. Arahan Pelestarian a. Arahan pelestarian fisik

Dalam menentukan arahan pelestarian fisik, yaitu menggunakan langkah yaitu:

1) Preservasi berupa: pemelihaaraan secara berkala, mengganti bahan bangunan yang sudah rusak/ lapuk, mempertahankan arah hadap, bahan dan konstruksi bangunan, serta aturan adat pembangunan rumah. Menjaga elemen permukiman tradisional dari kerusakan seperti elemen panteq, jalan di dalam permukiman adat, pagar dan bong serta perawatan makam leluhur secara berkala;

2) Konservasi (rehabilitasi) berupa Pengembalian kondisi bangunan yang telah rusak atau menurun berupa atap,lantai, dinding, sehingga dapat berfungsi kembali seperti sedia kala; dan

3) Konservasi (rekonstruksi) berupa upaya mengembalikan kondisi dan membangun kembali bangunan dan elemen panteq yang telah hilang semirip mungkin dengan penampilan seperti aslinya.

b. Arahan pelestarian Non fisik

1) Pelestarian dari sisi Ekonomi berupa: Insentif pajak dan subsidi;

2) Sisi Sosial berupa: pemberian penghargaan dari pemerintah, publikasi yang luas, dilakukan upaya penyuluhan terkait pentingnya pelestarian pola permukiman Dusun Limbungan; dan

3) Sisi Hukum berupa Legal designation (perlindungan yang sah), zoning (penentuan wilayah), ownership (kepemilikan).

KESIMPULAN

Pola permukiman Dusun Limbungan dipengaruhi oleh faktor berikut:

1. Faktor kepercayaan penduduk terhadap faktor keamanan dan rumah penduduk dalam memperoleh cahaya matahari karena bagunan rumah yang tidak memiliki jendela, hal ini yang memandang arah timur sebagai arah yang diutamakan sebagai sumber kekuatan selain itu juga didukung sebagai alat pertahanan untuk mengetahui saat mereka saat diserang oleh musuh.

2. Faktor hukum adat yang menuntut penduduk Limbungan untuk menjaga rumah asli mereka baik dari bahan rumah yang terbuat dari bahan alam, orientasi massa bangunan, serta pola rumah asli Suku Sasak tersebut. Adanya kepatuhan penduduk terhadap hukum adat dan kearifan lokal (genius local) penduduk merupakan faktor paling penting terhadap pelestarian keutuhan rumah asli ini. 3. Membentuk pola grid yang mengelompok

menjadi satu kesatuan, rumah-rumah dan elemennya disusun berjejer rapi seperti tusuk sate, pola ini mencerminkan sistem kekerabatan.

4. Pola rumah tradisional di Dusun Limbungan membentuk ruang-ruang yang communal space, yaitu di antara jejeran bale yang berhadapan ini merupakan daerah comunal

(22)

LOMBOK TIMUR

space bagi penduduk dusun, yaitu

terdapatnya lumbung dan berugaq sebagai tempat bersosialisasi penduduk dusun. Selain itu dapat dilihat perletakkan bale yang berhadapan dan sejajar dengan panteq yang terdiri dari Lumbung dan berugaq yang telah menerapkan konsep Islam yaitu konsep tawazun dan fungsional. Konsep tawazun (keseimbangan) dapat dilihat posisi berugaq sebagai bangunan publik dan merupakan communal space saling berhadapan dengan bale (bangunan privat). Konsep fungsional tercermin dalam posisi lumbung yang mewakili satu bale selain berfungsi sebagai ruang bersama sekaligus digunakan untuk mengawasi dan memberi kemudahan melayanai bangunan bale.

SARAN

Studi lanjutan dapat membahas aspek spasial pada permukiman tradisional Sasak Limbungan, aspek ekonomi masyarakat maupun aspek sosial budaya dalam permukiman tradisional Sasak Limbungan yang tidak lepas dari tuntutan perkembangan zaman, dan melanjutkan Permukiman tradisional Limbungan sebagai daya tarik wisata budaya Suku Sasak yang masih asli.

Pemerintah harus ikut campur tangan dalam arahan pelestarian permukiman dengan cara memberi bantuan dana, promosi, dan memberikan penyuluhan kepada warga mengenai pentingnya pelestarian pada rumah tradisional Limbungan, karena jika pemerintah tidak memberikan bantuan dan dukungan dikhawatirkan masyarakat akan lebih tertarik untuk tinggal di rumah permanen.

DAFTAR PUSTAKA

Koentjaraningrat. 1982. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: UI Press.

Oswald, F. & Baccini, P. 2003. Netzstadt Einführung in das Stadtentwerfen. Berlin: Birkhäuser-Verlag für architektur.

Tanudirjo,A. 2003.’Warisan Budaya Untuk Semua Arah Kebijakan Pengelolaan Warisan Budaya Indonesia di Masa Mendatang. Makalah Kongres Kebudayaan V. Bukit Tinggi, 2002.

Widayati, N. 2002. Permukiman Pengusaha Batik Di Laweyan Surakarta. Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Sastra Universitas Indonesia.

Gambar

Gambar 2. Sistem Kekerabatan di Dusun Limbungan  Hasil  kuisoner  didapatkan  bahwa
Gambar  4. Pemakaian Ruang Mikro Upacara  Kelahiran
Gambar 7.  Upacara Bertani  5)  Upacara keagamaan
Gambar 12. Pemakaian Ruang Makro Upacara Kematian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jenis penelitian yang dilakukan adalah survei bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui keberadaan zat pewarna rhodamin B yang terdapat pada lipstik dan untuk

Faktanya, melalui berbagai eksperimen psikologis, berbagai peneliti di bidang psikologi mampu mengungkap bahwa keputusan yang diambil oleh setiap orang dipengaruhi

Indikator ketercapaian dalam penelitian ini yaitu peningkatan kemampuan guru dalam merencanakan pembelajaran, kemampuan guru dalam melaksanakan pembalajara dan

[r]

Pada tingkatan madrasah, kepala madrasah sebagai figur dalam pendorong perkembangan dan kemajuan madrasah. Perlu disadari bahwa warga madrasah maupun masyarakat

Rele jarak sebagai pengaman utama saluran transmisi akan bekerja lebih dulu saat berfungsi sebagai proteksi cadangan jauh pada gangguan di 100% zona proteksi dalam

Warna yang digunakan dalam karya lebih condong pada kategori warna kontras yang digoreskan dengan intensitas tekanan yang kuat dan digoreskan dengan melebihi outline

Syukur Alhamdulillah peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, serta selawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW karena dengan berkat dan