• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. pertiga dalam kurun waktu Berdasarkan hal tersebut diatas Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. pertiga dalam kurun waktu Berdasarkan hal tersebut diatas Indonesia"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Millenium Dev elopment Goals (MDGs), Indonesia menargetkan pada tahun 2015 angka kematian bayi dan angka kematian balita menurun sebesar dua pertiga dalam kurun waktu 1990-2015. Berdasarkan hal tersebut diatas Indonesia mempunyai komitmen untuk menurunkan angka kematian bayi dari 68 menjadi 23/1.000 KH dan angka kematian balita dari 97 menjadi 32/1.000 KH pada tahun 2015. Menghadapi tantangan dan target MDGs tersebut maka perlu adanya program kesehatan anak yang mampu menurunkan angka kesakitan dan kematian pada bayi dan anak. Beberapa program dalam proses pelaksanaan percepatan penurunan angka kematian bayi dan angka kematian balita antara lain adalah program gizi, program ASI eksklusif, dan penyediaan konsultan ASI eksklusif di Puskesmas/Rumah Sakit (Kemkes, 2010).

Tujuan pembangunan kesehatan sebagaimana ditegaskan dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN), adalah tercapainya kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan nasional (Depkes RI. 2002).

Proses kehamilan hingga melahirkan bagi setiap wanita adalah sesuatu yang unik sekaligus sakral. Sehingga setiap tahapan sebisa mungkin ingin dirasakan dan dilewati si ibu secara alami, terutama pada saat persalinan. Hanya

(2)

saja, pada kondisi tertentu seperti panggul ibu yang sempit, demi kebaikan ibu dan janin, jalan operasi memang menjadi langkah yang bijaksana.

Panggul sempit dikatakan sebagai salah satu indikasi persalinan seksio sesarea yang menjadikannya semakin meningkat dalam tiga dekade terakhir. Angka seksio sesarea di Amerika Serikat meningkat dari 4,5% pada tahun 1965 menjadi 23% pada tahun 1985. Di Inggris insiden meningkat kurang dari 5% pada tahun 1973 mejadi 10% pada tahun 1986. Di Indonesia, angka seksio sesarea di RSUD. Dr. Pirngadi Medan Meningkat dari 20.4% pada tahun 1994 menjadi 34,83% pada tahun 1998 (Rahmad, 2000).

Peningkatan angka seksio sesarea ini bukan saja di sebabkan indikasi panggul sempit, namun sebagian besar disebabkan karena meningkatnya jumlah primigravida tua dan 30-40% dikarenakan riwayat seksio sesarea sebelumnya. Padahal sebenarnya mortalitas dan morbiditas lebih tinggi pada persalinan seksio sesarea sebanyak empat kali lipat dibandingkan partus pervaginam. Menurut Sibuea H.D (2007) pada tahun 2001-2003 di RS.H.Adam Malik Medan dan RSUD. Dr. Pirngadi Medan angka kematian ibu per 1000 ibu pada partus pervaginam sebanyak 6,9%, seksio sesarea elektif sebanyak 0,0% sementara pada seksio sesarea emergensi sebanyak 15,6% (Sibuea, HD, 2007)

Pengukuran panggul (pelvimetri) telah digunakan lebih dari 60 tahun untuk memprediksi luaran janin, walaupun cara pelaksanaannya bervariasi dan kegunaannya masih diperdebatkan. Namun pelvimetri meupakan cara pemeriksaan yang penting untuk mendapatkan keterangan tentang keadaan panggul. Menurut Liselele B Hubert pada wanita dengan tinggi badan kurang dari

(3)

150 cm dapat dicurigai adanya kesempitan panggul. Demikian juga menurut Rozenholc, et al dimana 12,1% mulltipara dengan tinggi badan <5 tahun persentile akan mengalami distosia pada persalinannya sehingga merupakan indikasi dilakukannya pemeriksaan pelvimetri (Alhanawi M, 2001)

Pelvimetri radiologis dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan X-ray (sinar misterius), CT scan dan MRI. X-ray (sinar misterius) pelvimetri telah bertahun-tahun dilakukan anatomi dan mengukur ukuran panggul ibu. Prosedur ini telah menjadi standarisasi untuk mencari ukuran diameter pelvic guna memprediksi persalinan pada penelitian pervaginam. Pada penelitian yang dilakukan Bruce K Young x-ray pelvimetri dapat memprediksi kejadian disproporsi fetopelvik dan malposisi janin pada pasien bekas seksio sesarea yang direncanakan VBAC pada persalinan yang kedua (Bruce, 2006)

Beradasarkan penelitian yang pernah dilakukan O’Brien Karen, et al (2002) yang menggunakan x-ray pelvimetri pasca persalinan menyimpulkan bahwa ukuran diameter anteroposterior dan transversa pintu atas panggul, pintu tengah panggul dan pintu bawah panggul pada pasien kehamilan 36 minggu dibandingkan denganx-ray pelvimetri yang dilakukan pasca persalinan tidak berbeda secara bermakna dan x-ray pelvimetri pasca persalinan dapat diunakan 100% untuk mempreiksi disproporsi fetopelvik dengan menggunakan indeks fetopelvik pada persalinan berikutnya. Pada penelitian ini, kami melakukan periksaan pelvimetri radiologis dengan menggunakan X-ray pelvimetri pada pasien pasca seksio sesarea dikarenakan untuk menghindari efek merugikan terhadap janin, X-ray pelvimetri lebih terjangkau masyaratkat dan hasilnya tidak

(4)

berbeda secara statistic dibandngkan CT pelvimetri, serta tidak hanya perubahan ukuran panggul yang bermakna sebelum dan setelah persalinan (Macones, 2009).

Penelitian yang serupa pernah dilakukan oleh Krishnamurthy (2005), dimana menurut standar radiologis pada 331 wanita yang melahirkan secara seksio sesarea pada kehamilan di dapati pelvis tidak adekuat sebanyak 248 kasus (75%) dan yang adekuat sebanyak 83 kasus (25%).

Berdasarkan data dari Rumah Sakir Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pada tahun 2012 jumlah pasien yang mengalami pelvik contraction berjumlah 34 orang. Berdasarkan hasil wawancara dengan 10 ibu yang berkunjung ke Rumah Sakit 7 orang diantara menyatakan tidak tahu tentang pelvik contraction, sedangkan 3 orang lagi mengetahuai tentang pelvik contraction, hal ini dikarenakan mereka mendapat informasi dari petugas kesehatan. Berdasarkan data tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “gambaran pengetahuan ibu tentang pelvik contraction (panggul sempit terhadap proses persalinan) ditinjau dari umur, paritas dan informasi di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas yang menjadi permasalahan adalah “Bagaimanakah gambaran pengetahuan ibu tentang pelvik contraction (panggul sempit terhadap proses persalinan) ditinjau dari umur, paritas dan informasi di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013”.

(5)

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang pelvik contraction (panggul sempit terhadap proses persalinan) ditinjau dari umur, paritas dan informasi di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang pelvik contraction (panggul sempit terhadap proses persalinan) ditinjau dari faktor umur b. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang pelvik contraction

(panggul sempit terhadap proses persalinan) ditinjau dari paritas

c. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang pelvik contraction (panggul sempit terhadap proses persalinan) ditinjau dari informasi

D. Manfaat Penelitian

1. Untuk Institusi Pendidikan

Sebagai salah satu Karya Tulis Ilmiah yang dapat menambah bahan bacaan bagi mahasiswa yang berguna untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan juga menambah perbendaharaan perpustakaan

2. Untuk Peneliti.

Dapat menambah pengalaman dalam bidang penulisan, khususnya mengenai pengetahuan ibu tentang pelvik contraction (panggul sempit terhadap proses persalinan) ditinjau dari umur, paritas dan informasi.

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan

1. Pengertian Pengetahuan

Menurut Baktiar (2005) pengetahuan adalah apa yang diketahui dan lebih jelas lagi bahwa pengetahuan atau tahu adalah mengerti sesudah melihat, menyaksikan, mengalami atau diajari. Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terdapat setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Menurut Sugono (2005) pengetahuan adalah keingintahuan seseorang terhadap permasalahan disekeliling baik sosial, mencenderungkan beranjak kepada keingintahuan ilmiah.

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Jadi pengetahuan adalah hasil dari tahu. Dengan demikian pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

(7)

2. Tingkatan-tingkatan Pengetahuan

Menurut Notoadmodjo (2007) pengetahuan yang diinginkan didalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu :

a. Tahu (know)

Diartikan mengingat suatu materi yang dipelajari sebelumnya mengingat kembali termasuk (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan atau rangsangan yang diterima.

b. Memahami (Comprehension)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara luas.

c. Aplikasi (Aplication)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang nyata.

d. Analisis (Analysis)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek kedalam komponen-komponen tertentu, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan mempunyanyi hubungan satu sama lain.

e. Sintesis (Syntesis)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

f. Evaluasi (Evaluation)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek berdasarkan kriteria yang telah ditentukan.

(8)

3. Jenis Pengetahuan

Bakhtiar (2004) mengemukakan bahwa pengetahuan yang dimiliki manusia ada empat, yaitu :

a. Pengetahuan biasa

Pengetahuan biasa dalam ilmu filsafat dikatakan dengan istilah common sense, dan sering diartikan dengan good sense, karena seseorang memiliki sesuatu di mana ia menerima secara baik. Semua orang menyebut sesuatu itu merah karena memang itu merah, benda itu panas karena memang dirasakan panas dan sebagainya.

b. Pengetahuan ilmu

Pengetahuan ilmu adalah ilmu, terjemahan dari science , yang secara sempit diartikan untuk menunjukkan ilmu pengetahuan alam, yang sifatnya kuantitatif dan objektif. Ilmu dapat merupakan suatu metode berpikir secara objektif yang tujuannya untuk menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia faktual. Pengetahuan yang diperoleh dengan ilmu, diperolehnya melalui observasi, eksperimen, klasifikasi. Analisis ilmu itu objektif dan menyampingkan unsur pribadi, pemikiran logika diutamakan, netral, dalam arti tidak dipengaruhi oleh sesuatu yang bersifat subjektif, karena dimulai dengan fakta. Ilmu merupakan lukisan dan keterangan yang lengkap dan konsisten mengenai hal-hal yang dipelajarinya dalam ruang dan waktu sejauh jangkauan logika dan dapat diamati pancaindera manusia.

c. Pengetahuan filsafat

Pengetahuan filsafat adalah pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang bersifat kontemplatif dan spekulatif. Pengetahuan filsafat

(9)

lebih menekankan pada universalitas dan kedalaman kajian tentang sesuatu . Kalau ilmu hanya pada satu bidang pengetahuan yang sempit dan rigid, filsafat membahas hal yang lebih luas dan mendalam. Filsafat biasanya memberikan pengetahuan yang reflektif dan kritis sehingga ilmu yang tadinya kaku dan cenderung tertutup menjadi longgar kembali.

d. Pengetahuan agama

Pengetahuan agama yakni pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan lewat para utusan-Nya. Pengetahuan agama bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama. Pengetahuan agama mengandung beberapa hal yang pokok yaitu ajaran tentang cara berhubungan dengan Tuhan, yang sering juga disebut dengan hubungan vertikal dan cara berhubungan dengan sesama manusia, yang sering juga disebut dengan hubungan horizontal.

B. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu tentang pelvik kontraksi (panggul sempit terhadap proses persalinan sebagai berikut:

1. Umur

Umur mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan

(10)

lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini. Dua sikap tradisional mengenai jalannya perkembangan selama hidup : semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya. Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang sudah tua karena mengalami kemunduran baik fisik maupun mental. Dapat diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khususnya pada beberapa kemampuan yang lain seperti misalnya kosa kata dan pengetahuan umum. Beberapa teori berpendapat ternyata IQ seseorang akan menurun cukup cepat sejalan dengan bertambahnya usia.

2. Paritas

Menurut Chapman (2001) paritas adalah jumlah kelahiran yang pernah dialami ibu dengan mencapai viabilitas. Ditinjau dari tingkatannya paritas dikelompokkan menjadi tiga antara lain:

a. Paritas rendah atau primipara

Paritas rendah meliputi mullipara (jumlah anak 0) dan primipara (jumlah anak 2)

b. Paritas sedang atau multipara

Paritas sedang atau multipara digolongkan pada hamil dan bersalin dua sampai empat kali. Pada paritas sedang ini, sudah masuk kategori rawan terutama pada kasus-kasus obstetric yang jelek, serta interval kehamilan yang terlalu dekat kurang dari 2 tahun

(11)

c. Paritas tinggi

Kehamilan dan persalinan pada paritas tinggi atau grandemulti, adalah ibu hamil dan melahirkan di atas 5 kali. Paritas tinggi merupakan paritas rawan oleh karena paritas tinggi banyak kejadian-kejadian obstetri patologi yang bersumber pada paritas tinggi, antara lain :plasenta praevia, perdarahan postpartum, dan lebih memungkinkan lagi terjadinya atonia uteri. Pada paritas tinggi bisa terjadi pre eklamsi ringan oleh karena paritas tinggi banyak terjadi pada ibu usia lebih 35 tahun

Sedangkan menurut Manuaba (2008) paritas atau para adalah wanita yang pernah melahirkan dan di bagi menjadi beberapa istilah :

1) Primipara yaitu wanita yang telah melahirkan sebanyak satu kali

2) Multipara yaitu wanita yang telah pernah melahirkan anak hidup beberapa kali, di mana persalinan tersebut tidak lebih dari lima kali 3) Grandemultipara yaitu wanita yang telah melahirkan janin aterm lebih

dari lima kali (Manuaba, 2008)

Adapula sumber yang didapat dari wikipedia terdapat beberapa istilah tentang paritas yaitu :

1) Primipara adalah seorang wanita yang pernah melahirkan satu kali atau melahirkan untuk pertama kali

2) Multipara adalah seorang wanita yang telah melahirkan lebih dari satu kali

Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi

(12)

kematian maternal. Primipara dan gravida pada usia di atas 35 tahun merupakan kelompok risiko tinggi untuk toksemia gravidarum. Kematian maternal akan meningkat tinggi jika sudah menjadi eklamsi (Winkjosastro, 2002).

Paritas dapat mempengaruhi kecemasan dimana paritas merupakan faktor yang bisa dikaitkan dengan psikologis. Perlu mendapat perhatian, bahwa dua golongan wanita dalam masa ini diliputi oleh perasaan cemas, yakni :

c. Wanita yang mempunyai pengalaman yang tidak menyenangkan dalam kehamilan-kehamilan atau persalinan-persalinan sebelumnya dan primigravida yang pernah mendengar tentang pengalaman-pengalaman mengerikan dari wanita-wanita lain.

d. Multipara yang sudah lanjut umurnya dan mengalami kehamilan dan persalinan yang normal dan lancar. Kecemasan dan kekhawatiran yang timbul pada wanita ini tidak terhadap dirinya sendiri, melainkan terhadap janin yang sedang dikandung dan terhadap anak-anak lainnya (Prawirohardjo, 2001).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Arystiawati (2007) menunjukkan bahwa ibu primipara (yang baru pertama kali melahirkan) mempunyai tingkat kecemasan 60% lebih tinggi dibandingkan ibu grandemultipara (yang sudah melahirkan >4 kali).

3. Informasi

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact)

(13)

sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.

Menurut Notoatmodjo (2003) informasi merupakan segala bentuk paparan yang berisi pengetahuan dan disampaikan melalui bebrapa cara, informasi diyakini mampu meningkatkan bahkan merubah pengetahuan seseorang informasi dalam hal ini adalah informasi tentang penyapihan diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan ibu tentang penyapihan. Informasi tersebut dapat diperoleh melalui konseling, dan berbagai media. Informasi dapat diperoleh melalui beberapa media, diantaranya adalah media elektronik seperti televisi, radio, dan media masa lainnya seperti majalah, koran, buku serta seminar dan penyuluhan-penyuluhan. Melalui informasi yang diperoleh diharapkan siswi dapat mengerti dan paham tentang penyapihan. Seorang ibu yang mendapatkan banyak informasi tentang penyapihan maka secara langsung akan meningkatkan pengetahuannya tentang penyapihan. Umumnya ibu memperoleh informasi tentang

(14)

penyapihan sebagian besar mengaku mendapatkannya melalui petugas kesehatan (Notoatmodjo, 2003).

4. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seeorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut (Notoatmodjo, 2003) .

(15)

C. Anatomi Panggul

Pada tiap persalinan harus diperhatikan 3 faktor penting, yaitu jalan lahir, janin dan kekuatan yang ada pada ibu. Jalan lahir dibagi atas bagian lunak. Bagian tulang terdiri dari tulang-tulang panggul dengan sendi-sendinya (artikulasio), sedangkan baigian lunak terdiri atas otot, jaringan-jaringan dan ligamen-ligamen (Winkjosastro, 2002).

Tulang-tulang panggul terdiri atas 1). os koksa yang terdiri atas os ilium, os iskium, dan os pubis, 2). os sakum da 3) os koksigeun. Tulang-tulang ini satu dengan yang lainnya berhubungan. Di depan terdapat hubungan antara kedua 0s pubis kanan dan kiri yang disebut simfisis. Dibelakang terdapat sakro iliaka yang menghubungkan bergeser sedikit, tetapi pada kehamilan dan waktu persalinan dapat bergeser lebih jauh dan longgar, misalnya ujung os koksigeus dapat bergerak ke belakang sampai sejauh lebih kurang 2,5 cm (Winkjosastro. 2002)

Secara fungsional terdiri dari 2 bagian yang disebut pelvis minor. Pelvis mayor adalah bagian pelvis yang terletak di atas linea terminalis, disebut pula false pelvis. Bagian yang terletak di bawah linea terminalis disebut pelvis minor atau true pelvis. Bentuk pelvis minor ini menyerupai suatu saluran yang mempunyai sumbu melengkung ke depan (sumbu caru). Sumbu ini secara klasik adalah garis yang menghubungkan titik persekutuan antara diameter transversal dan konjugata vera pada pintu atas panggul dengan titk-titik sejenis di hodge II,III, dan IV. Sampai dekat hodge III sumbu itu harus, sejajar dengan skrum untuk selanjutnya melengkung ke depan, sesuai dengan lengkungn sacrum. (Winkjosastro, 2002).

(16)

Gambar 2.1 Sumbu Carus dan bidang hodge

Bidang atas saluran ini normal berbentuk hampir bulat, disebut pintu atas panggul (pelvic inlet). Bidang bawah saluran ini tidak merupakan suatu bidang seperti pintu atas panggul, akan tetapi terdiri atas dua bidang, disebut pintu bawah panggul (pelvic outlet). Diantara kedua pintu ini terdapat ruang panggul (pelvic cavity). Ruang panggul mempunyai ukuran yang paling luas dibawah pintu atas panggul, akan tetapi menyempit di panggul tengah, untuk kemudian menjadi luas lagi sedikit. Penyempitan di panggul tengah ini disebabkan oleh adanya spina iskiadika yang kadang-kadang menonjol ke dalam ruang panggul.

(17)

1. Pintu Atas Panggul (Pelvic inlet)

Pintu atas panggul merupakan suatu bidang yang dibentuk oleh promotorium korpus veterbrata akra 1, linea innominata, dan pinggir atas simfisis. Panjang jarak dari pinggir atas simsisi ke promotorium lebh kurang 11 cm disebut konjugata vera. Jarak terjauh garis melintang pada pintu atas panggul lebih kurang 12,5 – 13 cm, disebut diameter transversa. Bila ditarik garis dari artikulasio sakroiliaka ke titik perseketuan antara diameter trnsversa dan konjugata vera dan diteruskan ke linea innominata, ditemukan diameter yang disebut diameter oblique sepanjang lebih kurang 13 cm. jarak bagian bawah simpisis sampai ke konjugata vera sama dengan konjugata diagonalis dipotong dengan 1,5 cm. selain kedua konjugata ini dikenal juga konjugata obstetric, jarak dari bagian dalam tengah simpisis ke promontorium (Winkjosastro, 2002).

Gambar 2.3 Pintu atas panggul dengan konjugata vera, diameter transversa dan oblikua

Dalam obstetri dikenal 4 jenis panggul (pembagian Cadwell dan Molloy 1993) yang mempunyai ciri-ciri pintu atas panggul sebgai berikut:

(18)

a. Jenis gynaecoid

Merupakan jenis panggul yang ideal untuk persalinan unyuk pervaginam. Frekuensi sebanyak ± 50,6%. Diameter tranversal pintu atas panggul sedikit lebih besar dari atau kurang lebih sama dengan diameter anteroposterior, pintu atas panggul sedikit oval atau bulat. Dinding samping panggul lurs, spina iskiadika 10 cm atau lebih. Sacrum tidak miring atau ke posterior. Merupakan jenis panggul tipikal wanita (female type).

b. Jenis android

Merupakan jenis panggul tipikal pria (ale type) dengan frekuensi sebanyak ±22,4%. Diameter sagital posterior pintu atas panggul jauh lebih pendek dari pada diameter sagital anteriorrnya, sehingga membatasi penggunaan ruang posterior oleh kepala janin. Pada tipe ini bentuk pintu atas panggul hamper segitiga dan dinding samping panggul membentuk sudut yang makin sempit ke arah bawah sehingga paling sering menyebabkan posisi oksipitosterior dan posisi transversa persisten. Spina iskiadika menonjol dan arkus pubis menyempit. Sakrum biasanya lurus dengan sedikit atau tanpa lengkungan. Panggul android ekstrim menandai prognosis persalinan pervaginam yang sangat buruk.

c. Jenis anthropoid

Diameter anteroposterior lebih besar dari pada diameter transversanya. Merupakan tipikal panggul ape dengan frekuensi ±22,7%. Diameter anteroposterior berbentuk oval, dengan segmen anterior yang agak sempit dan runcing. Insisura sakroiskiadika besar, dan dinding sampingnya sering

(19)

kali konvergen. Sakrum biasanya mempunyai enam segmen dan lurus, sehingga membuat panggul anthropoid lebih dalam disbanding tipe-tipe lainya.

d. Jenis platypelloid

Menyerupai bentuk ginekoid pipih dengan diameter transversa yang lebar. Sacrum biasanya mempunyai lengkungan yang cukup baik dan terputar ke belakang. Oleh karena itu sakrum pendek dan panggul dangkal sehingga membentuk insisura sakroiskiadika yang lebar. Frekuensi ±4,4%.

Yang paling dijumpai adalah kombinasi keempat jenis klasik ini. Di sinilah letak kegunaan pelvimetri radiologis, untuk mengetahui jenis, bentuk dan ukuran-ukuran pelvis secara tepat.

(20)

2. Pintu tengah panggul (Midpelvic)

Midpelvis merupakan bidang sejajar spina ischiadica merupakan bidang dimensi pelvic terkecil yang menjadi bagian yang penting pada proses engagement kepala janin. Diameter interspina ± 10 cm atau lebih, dan merupakan diameter terkecil dari pelvis. Diameter anteroposterior melalui level spina ischiadica normalnya berukuran sekurang-kurangnya 11.5 cm. Komponen posteriornya antara titik tengah diameter interspinarum dengan sakrum disebut diameter sagitalis posterior yang sekurang-kurangnya berukuran 4.5 cm. Memperkirakan kapasitas midpelvik secara klinis (periksa dalam) dengan cara pengukuran langsung adalah tidak mungkin. Bila spina ischiadica begitu menonjol, dinding pelvis terasa cembung dan sacrum terasa datar ( tidak cekung), maka kesempitan panggul tengah bisa dicurigai.

3. Pintu bawah panggul (Pelvik Outlet)

Pintu bawah panggul tersusun atas 2 bidang datar berbentuk segi tiga, yaitu bidang yang dibentuk oleh garis antara kedua buah tubera ossis iskii dengan ujung os sakrum dan bagian bawah simfisis. Pinggir bawah simfisis berbentuk lengkung ke bawah dan merupakan sudut (arkus pubis). Dalam keadaan normal besarnya sudut ini ± 900 atau lebih sedikit.

(21)

Gambar 2.5 Bidang pintu bawah panggul

D. Disproporsi Sefalo-Pelvik/Feto-Pelvik

Istilah disproporsi sefalopelvik mulai dipakai sebelum abad ke-20 yaitu persalinan macet akibat dari ketidakseimbangan antara ukuran kepala janin dan ukuran panggul ibu. Ketidakseimbangan fetopelvik bisa karena panggul sempit, ukuran janin yang besar, atau biasanya kombinasi dari dua di atas Menurut Althaus, dkk bahwa disproporsi sefalopelvik, dimana kepala janin adalah terlalu besar untuk melewati panggul ibu, tetap menjadi indikasi kunci seksio sesaria di Amerika Serikat. Sering, diagnosisnya tetap diagnosis retrospektif yang ditegakkan hanya setelah intervensi multipel untuk melakukan persalinan pervaginam selama periode waktu yang panjang

1. Dimensi Janin Pada Disproporsi Fetopelvik

Ukuran janin sendiri jarang menjadi penjelasan yang tepat untuk persalinan yang gagal. Bahkan dengan evolusi teknologi sekarang, batas ukuran janin untuk memprediksi disproporsi fetopelvik masih sukar dijelaskan. Kebanyakan kasus disproporsi berasal dari janin yang memiliki berat badan dalam

(22)

rentang populasi obstetrik umum. Dua pertiga neonatus yang membutuhkan seksio sesaria setelah persalinan forseps yang gagal memiliki berat kurang dari 3700 gr. Dengan demikian, faktor lain seperti malposisi kepala, macetnya pasase janin melalui jalan lahir. Ini mencakup asinklitismus, posisi oksiput posterior, dan presentasi wajah dan dahi.

2. Perkiraan Ukuran Kepala Janin

Usaha untuk memprediksi disproporsi fetopelvik secara klinis dan radiologis berdasarkan ukuran kepala janin terbukti mengecewakan. Müller (1880) and Hillis (1930) menjelaskan perasat klinis untuk memprediksi disproporsi. Regio dahi dan suboksipital dipegang dengan jari jari tangan melalui dinding abdomen dan penekanan yang kuat diarahkan ke bawah sesuai aksis dari pintu atas panggul. Bila tidak ada disproporsi, kepala dengan mudah memasuki panggul, dan persalinan pervaginam memungkinkan untuk dilakukan. Thorp dkk (1993) melakukan evaluasi prospektif terhadap Mueller-Hillis maneuver dan menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara distosia dan penurunan kepala janin yang gagal selama manuver.

Pengukuran diameter kepala janin dengan menggunakan teknik radiografi polos tidak digunakan karena distorsi paralaks. Diameter biparietal dan lingkar kepala dapat diukur dengan ultrasonografi, dan telah ada usaha untuk menggunakan informasi ini dalam tatalaksana distosia. Thurnau dkk (1991) menggunakan fetal-pelvic index untuk mengidentifikasi komplikasi persalinan. Sayangnya, pengukuran tersebut dalam memprediksi disproporsi sefalopelvik memiliki sensitivitas yang jelek. Sekarang ini tidak ada metode yang memuaskan

(23)

untuk prediksi akurat disproporsi fetopelvik berdasarkan ukuran kepala. Pemeriksaan besar janin dapat dilakukan sesaat sebelum partus atau waktu partus. Kalau bentuk normal dan letak anak memanjang, yang menentukan imbang feto-pelvik ialah kepala, maka disebut imbang sefalo-feto-pelvik. Besarnya kepala rata-rata tergantung dari besarnya (berat) janin. Oleh karena itu sebagian ukuran kepala digunakan Berat Badan (BB) janin:

a. Umur kehamilan dan taksiran persalinan (rumus Naegle)

b. Berat badan ditaksir melalui palpasi kepala pada abdomen (EBW). Cara ini memerlukan latihan dan pengalaman yang agak lama.

c. Perhitungan menurut Poulsson-Langstadt

Uterus dianggap sebagai suatu benda yang terdiri dari bahan homogen berbentuk ellips jika letak janin memanjang. Volume tergantung dari diameter transversa dan diameter longitudinal dari uterus yang diukur dengan menggunakan jangka Baudeloque. Kemudian secara empiris dibuat suatu grafik yang menggambarkan hubungan antara BB dan jumlah kedua diameter.

Rumus Johnson-Toshack Berdasarkan atas ukuran Mac Donald, yaitu jarak antara simfisis pubis dan batas antara f.u. melalui konveksitas abdomen: BBJ = (MD-12) x 155 gram

BBJ = Berat badan janin dalam gram MD = Ukuran Mac Donald dalam cm

Kepala belum di H III: (MD-13), Kepala di H III; (MD-12), Kepala lewat H III: (MD-11) Bila ketuban sudah pecah ditambah 10% Dengan menggunakan alat-alat canggih seperti ultrasonografi, diameter biparietalis dapat diukur.

(24)

E. Panggul Sempit

Panggul disebut sempit apabila ukurannya 1-2 cm kurang dari ukuran yang normal. Kesempitan panggul bisa pada pintu atas panggul, ruang tengah panggul, pintu bawah panggul atau kombinasi dari ketiganya.

1. Pembagian Panggul Sempit

a. Kesempitan pintu atas panggul (pelvic inlet) :

Conjugata diagonal (CD) + 13.5 cm. Conjugata vera (CV) + 12.0 cm. Dikatakan sempit bila CV kurang dari 10 cm atau diameter transversa kurang dari 11,5 cm. Pembagian tingkatan panggul sempit: Tingkat I : CV = 9-10 cm = borderline

Tingkat II : CV = 8-9 cm = relative Tingkat III : CV = 6-8 cm = ekstrim Tingkat IV : CV = 6 cm = mutlak

b. Kesempitan pintu tengah panggul (mid pelvis) :

Distansia interspinarum (DI) + 10.5 cm. Diameter anterior posterior (AP) + 11.5 cm, diameter sagitalis posterior 5 cm. Dikatakan sempit bila diameter interspinarum <10 cm atau <9,5cm atau ≤9cm atau bila diameter interspinarum ditambahkan dengan diameter sagitalis posterior kurang dari 13,5 cm. 5,6,24

c. Pintu bawah panggul (pelvic outlet) :

Diameter sagitalis posterior (AP) + 7.5 cm. Distansia intertuberosum + 10.5 cm. Dikatakan sempit bila jumlah kedua diameter < 15 cm atau bila diameter intertuberosum < 8 cm. Kelainan bentuk atau

(25)

ukuran panggul dapat diketahui dari anamnesis dan pemeriksaan yang baik. 5,24 Anamnesis perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu, ada/tidak penyakit rachitis, patah tulang panggul, coxitis dan sebagainya. Pelvimetri klinik atau radiologik harus dapat menentukan perkiraan bentuk dan ukuran panggul dengan baik. 5,24 Sebenarnya, melalui mata telanjang calon ibu bisa mengetahui luas panggulnya. Kalau ibu bertubuh tinggi besar, bisa dipastikan ukuran panggulnya relatif luas. Sedangkan ibu yang tidak terlalu tinggi, hanya 145 cm atau malah kurang, kemungkinan besar ukuran panggulnya kecil dan sempit. Namun pengamatan ini hanya asumsi. Pemeriksaan yang akurat hanya bisa dilakukan secara klinis dengan roentgen.

Eller dan Mengert 1947, menyatakan bahwa ada hubungan antara ukuran pintu tengah panggul dengan ukuran pintu bawah panggul dimana bila ada kesempitan pintu bawah panggul biasanya menyebabkan adanya kesempitan pintu tengah panggul. Hubungan ini diperlihatkanoleh hubungan yang konstan antara diameter intertuberum (ukuran pintu bawah panggul) dan diameter interspinarum (ukuran pintu bawah panggul) dimana penyempitan diameter interspinarum dapat diharapkan terjadi bila ada kesempitan diameter intertuberum.

Menurut Liselele HB dkk, 2001 yang mencari hubungan tinggi badan dan pelvimetri eksterna dalam memprediksi disproporsi sefalopelvik pada nulipara menyimpulkan bahwa tinggi badan < 150 cm dan diameter transversa < 9,5 cm paling sering berhubungan dengan

(26)

disproporsi sefalopelvik. Kennedy dan Greenwald dkk menyatakan bahwa wanita dengan perawakan pendek (<152 cm atau 60 inci) dan ukuran sepatu kecil (<4.5) lebih mungkin persalinannya mengalami komplikasi disproporsi sefalopelvik atau terhentinya dilatasi dan penurunan janin, dengan demikian lebih mungkin mengalami panggul sempit.

Mahmood A.Tahir 1988 dkk menyatakan bahwa ukuran sepatu bukanlah predictor klinis untuk meramalkan disproporsi sefalopelvik dan walaupun tinggi badan ibu adalah panduan yang lebih baik untuk meramalkan adekuasi panggul pada persalinan, 80% ibu dengan tinggi badan kurang dari 160 cm melahirkan secara pervaginam.

Thoms (1937) mempelajari 362 nullipara dan menemukan rata-rata berat badan lahir bayi adalah secara bermakna lebih rendah (280 gr) pada kelompok wanita dengan panggul sempit (pelvis kecil) dibandingkan kelompok wanita dengan panggul adekuat. Dengan demikian wanita dengan panggul sempit memiliki kemungkinan juga memiliki berat badan janin lahir yang lebih kecil juga.

Pada mullipara normal, bagian terbawah janin pada waktu aterm umumnya turun ke dalam rongga panggul. Bila ada kesempitan pintu atas panggul penurunan bagian terbawah janin tidak terjadi sampai setelah onset persalinan. Presentasi kepala tetap dominan, tetapi karena kepala floating dengan bebas di atas pelvic inlet atau terletak lebih lateral pada

(27)

fossa iliaka, kekuatan yang sedikit saja dapat menyebabkan janin mengambil presentasi lain.

d. Komplikasi Panggul Sempit pada Kehamilan

Apabila persalinan dengan panggul sempit dibiarkan berlangsung sendiri tanpa pengambilan tindakan yang tepat, timbul bahaya pada ibu dan janin. Bahaya pada ibu dapat berupa partus lama yang dapat menimbulkan dehidrasi serta asidosis, dan infeksi intrapartum, ruptur uteri mengancam serta resiko terjadinya fistula vesikoservikalis, atau fistula vesikovaginalis, atau fistula rektovaginalis karena tekanan yang lama antara kepala janin dengan tulang panggul. Sedangkan bahaya pada janin dapat berupa meningkatkan kematian perinatal, dan perlukaan pada jaringan di atas tulang kepala janin bahkan bisa menimbulkan fraktur pada os parietalis.

e. Penanganan Panggul Sempit

Dewasa ini 2 cara merupakan tindakan utama untuk menangani persalinan pada panggul sempit, yakni seksio sesaria dan partus percobaan. Seksio sesaria Seksio dapat dilakukan secara elektif atau primer, yakni sebelum persalinan mulai atau pada awal persalinan, dan secara sekunder, yakni sesudah persalinan berlangsung selama beberapa waktu.

Berdasarkan perhitungan konjugata vera pada pintu atas panggul dapat diambil tindakan yaitu:

(28)

2) panjang CV 6-8 cm → SC primer 3) panjang CV < 6 cm → SC absolut. f. Partus Percobaan

Adalah suatu partus fisiologis yang dilakukan pada kehamilan aterm, anak presentasi belakang kepala dengan suspek disproporsi sefalopelvik (CPD). Tindakan partus percobaan adalah memastikan ada tidaknya CPD. Dimulai saat penderita dinyatakan in partu, dengan penilaian kemajuan persalinan dimulai setelah persalinan masuk fase aktif. Penilaian terhadap kemajuan persalinan, turunnya kepala dan putar paksi dalam dilakukan setiap 2 jam. Bila pada setiap penilaian per 2 jam tersebut terdapat perubahan yang bermakna komponen yang dinilai itu, maka partus percobaan dikatakan ada kemajuan dan diteruskan. Bila dari 3 komponen tersebut tidak ada kemajuan yang bermakna, maka partus percobaan dikatakan gagal, dipastikan ada CPD dan persalinan diakhiri dengan seksio sesaria.

Penelitian Krishnamurthy tahun 2005 pada 331 wanita yang melahirkan secara seksio sesaria pada kehamilan pertamanya, menurut standar radiologi di dapati hasil pelvis tidak adekuat sebanyak 248 ( 75%) dan yang adekuat sebanyak 83 ( 25 %). Wanita yang secara radiologis pelvisnya tidak adekuat sebanyak 172 melakukan seksio sesaria elektif pada kehamilan berikutnya dan 76 wanita dilakukan percobaan melahirkan pervaginam. Hasilnya sebanyak 51 wanita berhasil melahirkan secara vagina dan 25 wanita menjalani seksio sesaria

(29)

emergensi. Pada wanita yang secara radiologi pelviknya adekuat, 61 wanita berhasil melahirkan secara pervaginam, sebanyak 22 wanita melahirkan secara seksio sesaria. Terdapat 3 kasus ruptura uteri yang terjadi pada wanita yang secara radiologi memeliki pelvis yang adekuat.

Menurut Mahmood A.Tahir 2008, yang melakukan lateral X-ray pelvimetri pada 424 ibu hamil yang akan melahirkan dengan partus percobaan atas indikasi presentasi bokong. Di peroleh kesimpulan bahwa partus percobaan tingkat keberhasilannya lebih tinggi pada ukuran pelvik inlet yang lebih lebar, dan berat janin yang > 3500 gr memiliki kesempatan < 50% untuk partus pervaginam.

Pelvimetri dapat dilakukan secara manual dengan pemeriksaan ataupun dengan pemeriksaan radiologis. Pevimetri dengan pemeriksaan dalam (manual) mempunyai arti yang penting untuk menilai secara agar kasar pintu atas panggul serta panggul tengah, dan untuk memberi gambaran yang jelas mengenai pintu bawah panggul. Dengan pelvimetri radiologis diperoleh gambaran yang jelas tentang bentuk panggul dan ukuran-ukuran dalam ketiga bidang panggul. Akan tetapi pemeriksaan ini dalam masa kehamilan beresiko, khususnya bah janin walapun hal ini masih kontrversi. Sementara itu pelvimetri luar dapat juga dilakukan, namun cara ini mulai ditinggalkan karena tidak banyak artinya, kecuali untuk pengukuran pintu bawah panggul, dan dalam beberapa hal yang khusus misalnya panggul miring. Menurut Barron, et al pemeriksaan x-ray (sinar misterius) pelvimetri lebih dibandingkan pemeriksaan manual

(30)

dalam menentukan ukuran panggul. Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan Floberg J pada 798 primigravia diperoleh nilai yang bersamaan antara pemeriksaan klinis dengan x-ray (sinar misterius) namun pemeriksaan secara klinis nilai sensitifitasnya lebih kecil jika dibandingkan x-ray pelvimetri (Winkjosastro, 2002).

F. Perubahan Anatomi Panggul Pada Wanita Hamil

Pemeriksaan radiologi pada pelvis wanita tidak hamil menunjukkan adanya celah antara tulang pubis yang normalnya sekitar 4 – 5 mm, dalam kehamilan oleh karena pengaruh hormonal yang dapat menyebabkan relaksasi pada ligamentum-ligamentum dan tulang hingga celah tersebut bertambah 2 - 3 mm. Sehingga suatu keadaan yang normal apabila ditemukan celah antara tulang pubis mencapai 9 mm pada wanita hamil.

G. Teknik Pengukuran Panggul Ada dua cara mengukur panggul: 1. Pemeriksaan Klinis

Pemeriksaan dilakukan dengan jari pada usia kehamilan 36 minggu. Caranya, dokter akan memasukkan dua jarinya (jari telunjuk dan tengah) ke jalan lahir hingga menyentuh bagian tulang belakang/promontorium. Setelah itu, dokter akan menghitung jarak dari tulang kemaluan hingga promontorium untuk mengetahui ukuran pintu atas panggul dan pintu tengah panggul. Melalui pemeriksaan ini kita akan mendapatkan Conjugata diagonal (jarak antara promontorium dengan

(31)

simfisis bawah), untuk mendapatkan Conjugata vera, maka conjugata diagonal − 1,5 cm. Jarak minimal antara tulang kemaluan dengan promontorium adalah 11 cm. Jika kurang maka dikategorikan sebagai panggul sempit. Namun, jika bayi yang akan lahir tidak terlalu besar, maka ibu berpanggul sempit dapat melahirkan secara normal.

Menurut Sule S.T dan Matawal B.I 2005, Yang melakukan penelitian retrospektif pemeriksaan pelvimetri klinis dan outcome persalinannya pada 268 primigravida, dimana disimpulkan bahwa pemeriksaan pelvimetri klinis merupakan pemeriksaan yang sangat berguna dalam memprediksi outcome janin dan sebaiknya dilakukan pada semua primigravida yang fasilitas monitoring janinnya sangat terbatas. Namun menurut penelitian yang dilakukan Blackadar Charles,S 2003 terhadap 461 orang yang dilakukan pemeriksaan pelvimetri klinis secara rutin dari 660 wanita yang akan menjalani partus percobaan dimana 21% nya atau 141 orang memiliki panggul yang tidak adekuat. Namun dari 141 orang hanya 2 orang yang kontrol ulang untuk menjalani pelvimetri radiologis dan keduanya partus pervaginam, sementara yang lainnya tidak datang lagi pada kontrol berikutnya sehingga tidak ada keterangan mengenai cara persalinannya. Sehingga disimpulkan bahwa pemeriksaan pelvimetri klinis tidak berpengaruh terhadap cara persalinan bahkan menimbulkan ketidaknyamanan bagi pasien.

(32)

2. Pemeriksaan Rontgen

X-ray pelvimetri pertama sekali diperkenalkan pada tahun 1900 oleh Denticle dari Leipzig dan semakin dikenal sampai sekarang. Pada tahun 1944 Colcher AE dan Sussman W menemukan tehnik praktis pada pelvimetri dan kemudian dimodifikasi oleh Robert C Brown pada tahun 1972. X-ray pelvimetri dilakukan dengan cara memotret panggul ibu, menggunakan alat rontgen. Selama pemotretan ibu diminta duduk, persis seperti tindakan rontgen pada anggota tubuh lain, hanya saja intensitas cahaya yang digunakan lebih rendah. Hasil foto dianalisa untuk mengetahui ukuran panggul. Bahkan aneka kelainan letak bayi pun sebetulnya bisa terdeteksi dengan cara ini. Dibanding pengukuran secara klinis, pengukuran dengan alat rontgen menghasilkan data yang lebih terperinci mengenai diameter pintu panggul. Namun bahaya radiasi terutama dengan proyeksi Thoms dimana posisi pasien setengah duduk dan jika letak janin dalam letak kepala, maka alat kelamin janin berada diatas dan dekat dengan tabung rontgen. Dengan demikian akan meningkatkan radiasi pada alat kelamin janin.

Indikasi pemeriksaan Rontgen pada kehamilan bila ada kecurigaan fetopelvik disproporsi atau kecurigaan panggul sempit, riwayat operasi seksio sesaria atau riwayat forcep serta riwayat kematian janin dalam persalinan. X-ray pelvimetri juga dilakukan bila pada pemeriksaan klinis didapati ukuran konjugata diagonal < 11,5 cm atau diameter intertuberous < 8 cm serta bila kepala janin tidak masuk pintu

(33)

atas panggul dan malposisi letak janin seperti pada presentasi bokong, wajah atau letak lintang. Masih terdapat kontroversi pendapat tentang pengaruh penggunaan X-ray pelvimetri pada akhir kehamilan terhadap ibu dan janin. Secara teori dapat membahayakan janin dan kehidupan selanjutnya berupa resiko leukemia dan kelainan pada gonad berupa kongenital malformasi pada generasi selanjutnya. Stewart dkk menemukan resiko leukemia yang meningkat pada ibu yang mendapat X-ray pelvimetri pada masa kehamilan, sementara Townsend menemukan resiko leukemia yang minimal di Australia.

Menurut Tolaymat Lama, MD 2006, penggunaan X-ray pelvimetri dapat dilakukan pada trimester 2 dan 3 kehamilan dengan tingkat radiasi yang minimal, sedangkan penggunaan CT scan dengan dosis di bawah 1,5 rad masih cukup aman bagi janin. Menurut Raman S, dkk yang membandingkan pemeriksaan X-ray pelvimetri dengan CT pelvimetri dalam menentukan ukuran panggul, diperoleh kesimpulan bahwa dari 24 pasien yang diperiksa dengan X-ray dan CT pelvimetri pasca melahirkan tidak didapati perbedaan secara statistik dalam ukuran panggul. Namun CT pelvimetri lebih dipilih karena tingkat radiasinya rendah, lebih menyenangkan bagi pasien dan waktunya lebih singkat serta mudah pembacaannya jika dibandingkan dengan X-ray pelvimetri.

(34)

BAB III

KERANGKA KONSEP PENELITIAN

A. Kerangka Penelitian

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Jadi pengetahuan adalah hasil dari tahu. Dengan demikian pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Variabel yang akan di teliti adalah umur, paritas dan informasi, bedasarkan uraian diatas maka dapat dilihat kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Pengetahuan ibu Umur

Paritas

Variabel Independen Variabel Dependen

Informasi

(35)

B. Definisi Operasional

No Variabel Definisi

Operasional

Cara Ukur Alat

ukur

Hasil ukur Skala

Ukur Variabel Dependen 1 Pengetahuan ibu Hal-hal yang diketahui ibu tentang pelvik contraction Menyebarkan kuesioner dengan kategori: - Tinggi, bila 4 , 9  x - Rendah, bila 4 , 9  x Kuesioner Tinggi Rendah Ordinal Variabel Independen 2 Umur Lamanya seseorang hidup sampai pada saat penelitian ini Menyebarkan kuesioner dengan kategori : - Umur Dewasa Muda, bila responden berumur antara 20 sampai dengan 34 tahun - Umur Dewasa Pertengahan, bila responden berumur lebih dari 35 Kuesioner - Dewasa Muda - Dewasa Pertengahan Ordinal 3 Paritas Jumlah kelahiran yang pernah dialami ibu dengan mencapai viabilitas Menyebarkan kuesioner dengan kategori : - Primipara bila responden baru melahirkan 1 kali - Multipara bila responden melahirkan 2 kali - Grande multipara bila responden melahirkan lebih dari 5 kali Kuesioner - Primipara - Multipara - Grande multipara Ordinal

(36)

Informasi Segala bentuk informasi yang diperoleh tentang pelvik contraction Menyebarkan kuesioner dengan kategori: - Pernah, bila 4 , 2  x

- Tidak pernah, bila 4 , 2  x Kuesioner Pernah Tidak pernah Ordinal

(37)

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional untuk melihat gambaran pengetahuan ibu tentang pelvik kontraksi (panggul sempit terhadap proses persalinan) ditinjau dari umur, paritas dan informasi di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah dr.Zainoel Abidin Banda Aceh pada tangga 17 – 22 Juli 2013

C. Populasi Dan Sampel 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang berkunjung di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh berjumlah 34 orang.

2. Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara accidental sampling yaitu pengambilan data seadanya pada waktu penelitia yang berjumlah 32 orang. dengan kriterianya adalah :

- Ibu yang mau menjadi responden - Ibu yang bisa menulis dan membaca - Ibu yang berkunjung pada bulan Juli 2013

(38)

D. Alat Pengukuran Data

Alat pengukuran data terdiri dari 2 bagian :

1. Bagian a merupakan data demografi yaitu meliputi umur, pendidikan, pekerjaan, dan paritas

2. Bagian b berisi mengenai data tentang pengetahuan ibu tentang pelvik kontraksi.

E. Cara Pengumpulan Data 1. Data Primer

Data pengetahuan, umur, paritas dan informasi yang dilakukan dengan cara menyebar kuesioner kepada ibu-ibu yang berkunjung ke Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

2. Data Skunder

Untuk melengkapi data primer penelitian memperoleh data dari Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

F. Pengolahan Data

Proses pengolahan data dapat dilakukan melalui beberapa tahap. Menurut Arikunto (2003) tahap pengolahan data meliputi :

1. Editing,adalah memeriksa dan menyesuaikan dengan rencana semula seperti apa yang diinginkan.

2. Coding, adalah mengklasifikasikan jawaban menurut jenisnya dengan memberikan kode tertentu.

(39)

3. Transfering, yaitu memindahkan jawaban responden dalam bentuk tabel pengolahan data

4. Tabulating, adalah data yang sudah benar kemudian dimasukkan dalam tabel distribusi frekuensi

G. Analisa Data

Analisa data yang dilakukan meliputi analisa univariat, untuk melihat distribusi frekuensi masing variabel. Adapun pengkategorian masing-masing variabel sebagai berikut:

Untuk menilai persentase kategori, pengelompokkan kata dipakai rumus persentase sebagai berikut (Sudjana, 2005)

% 100 x n f P Keterangan : P = Persentase

f = Jumlah responden menurut kategori n = Jumlah sampel

100% = bilangan tetap

H. Penyajian Data

Data yang telah diperoleh dalam pengolahan data. Selanjutnya data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi untuk variabel dan narasi serta tabulasi silang untuk melihat kecenderungan hubungan variabel independen dan dependen.

(40)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin beralamat di Jl. Tgk. H.M.Daud Beureueh No.118 Banda Aceh, memiliki luas area 196.480 m2 dengan luas bangunan 25.760 m2 (termasuk 2 buah ramp/tangga untuk menaikkan pasien) dan 1 buah lift. Rumah sakit ini berbatasan langsung dengan:

Sebelah Timur : AKPER, BPOM dan Stadion H.Dimurtala. Sebelah Utara : Jln.Tgk. H.Daud Beureueh, Hotel Kuala Raja. Sebelah Selatan : Akbid Depkes dan Rumah Sakit Jiwa.

Sebelah Barat : Beurawe dan Bank Muamalat.

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin terletak pada 2°-6° LU dan 95°-6° BT dan wilayah kerjanya mencakup seluruh desa, kecamatan, kotamadya dan kabupaten yang ada di Provinsi Aceh.

B. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis laksanakan pada tanggal 17 sampai dengan 22 Juli 2013 terhadap 32 responden dengan cara membagikan kuesioner. Adapun hasil penelitian ini dari seluruh yang diteliti maka didapat hasil seperti pada tabel di bawah ini :

(41)

1. Karakteristik Responden a. Pendidikan

Tabel 5.1

Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013

No Pendidikan Frekuensi % 1 2 3 Dasar Menengah Tinggi 12 16 4 37,5 50,0 12,5 Total 32 100

Berdasarkan Tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari 32 responden yang berpendidikan menengah yaitu sebanyak 16 orang (50,0%).

b. Pekerjaan

Tabel 5.2

Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013

No Pekerjaan Frekuensi % 1 2 IRT PNS 29 3 90,6 9,4 Total 32 100

Berdasarkan Tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari 32 responden yang berpekerjaan IRT yaitu sebanyak 29 orang (90,6%).

(42)

2. Analisa Univariat a. Umur

Tabel 5.3

Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013

No Umur Frekuensi % 1 2 Dewasa muda Dewasa pertengahan 28 4 87,5 12,5 Total 32 100

Berdasarkan tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari 32 responden yang berumur dewasa muda yaitu sebanyak 28 orang (87,5%).

b. Paritas

Tabel 5.4

Distribusi Responden Berdasarkan Paritas di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013

No Paritas Frekuensi Persen (%)

1 2 3 Primipara Multipara Grande multipara 6 21 5 18,8 65,6 15,6 Total 32 100

Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari 32 responden yang multipara yaitu sebanyak 21 orang (65,6%).

(43)

c. Informasi

Tabel 5.5

Distribusi Responden Berdasarkan Informasi di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013

No Informasi Frekuensi % 1 2 Pernah Tidak pernah 19 13 59,4 40,6 Total 32 100

Berdasarkan Tabel 5.5 menunjukkan bahwa dari 32 responden yang pernah mendapatkan informasi tentang pelvik contraction (panggul sempit) yaitu sebanyak 19 orang (59,4%).

d. Pengetahuan

Tabel 5.6

Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang pelvik contraction (panggul sempit) Di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin

Banda Aceh Tahun 2013

No Pengetahuan Frekuensi % 1 2 Tinggi Rendah 24 8 75,0 25,0 Total 32 100

Berdasarkan Tabel 5.6 menunjukkan bahwa dari 32 responden yang berpengetahuan tinggi tentang pelvik contraction (panggul sempit) yaitu sebanyak 24 orang (75,0%).

(44)

3. Tabel Silang a. Umur

Tabel 5.7

Distribusi Pengetahuan Ibu Tentang Pelvik Contraction (Panggul Sempit) Ditinjau Dari Faktor Umur di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin

Banda Aceh Tahun 2013

No Umur Pengetahuan Jumlah % Tinggi Rendah F % f % 1 2 Dewasa muda Dewasa pertengahan 21 3 75,0 75,0 7 1 25,0 25,0 28 4 100 100 Total 24 8 32

Berdasarkan Tabel 5.7 menunjukkan bahwa dari 28 orang yang kelompok umur dewasa muda terdapat 21 orang (75,0%) yang mempunyai pengetahuan tinggi.

b. Paritas

Tabel 5.8

Pengetahuan Ibu Tentang Pelvik Contraction (Panggul Sempit) Ditinjau Dari Paritas di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin

Banda Aceh Tahun 2013

No Paritas Pengetahuan Jumlah % Tinggi Rendah f % f % 1 2 3 Primipara Multipara Grande multipara 6 13 5 100 61,9 100 0 8 0 0 38,1 0 6 21 5 100 100 100 Total 24 8 32

Berdasarkan Tabel 5.8 menunjukkan bahwa dari 21 orang yang multipara terdapat 13 orang (61,9%) yang mempunyai pengetahuan tinggi.

(45)

c. Informasi

Tabel 5.9

Pengetahuan Ibu Tentang Pelvik Contraction (Panggul Sempit) Ditinjau Dari Informasi di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin

Banda Aceh Tahun 2013

No Informasi Pengetahuan Jumlah % Tinggi Rendah F % f % 1 2 Pernah Tidak pernah 14 10 73,7 76,9 5 3 26,3 23,1 19 13 100 100 Total 26 8 32

Berdasarkan Tabel 5.9 menunjukkan bahwa dari 19 orang yang pernah mendapatkan informasi terdapat 14 orang (73,7%) yang mempunyai pengetahuan tinggi.

C. Pembahasan 1. Umur

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 32 responden yang berumur dewasa muda yaitu sebanyak 28 orang (87,5%).

Umur mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca. Kemampuan

(46)

intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini. Dua sikap tradisional mengenai jalannya perkembangan selama hidup : semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya. Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang sudah tua karena mengalami kemunduran baik fisik maupun mental.

Menurut asumsi peneliti sebagian besar responden berada kelompok umur dewasa muda. Maka responden lebih bijaksana dalam pemecahan masalah terutama tentang masalah pelvik contraction (panggul sempit terhadap proses persalinan).

2. Paritas

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 32 responden yang multipara yaitu sebanyak 21 orang (65,6%).

Paritas dapat mempengaruhi kecemasan dimana paritas merupakan faktor yang bisa dikaitkan dengan psikologis. Perlu mendapat perhatian, bahwa dua golongan wanita dalam masa ini diliputi oleh perasaan cemas, yakni multipara yang sudah lanjut umurnya dan mengalami kehamilan dan persalinan yang normal dan lancar. Kecemasan dan kekhawatiran yang timbul pada wanita ini tidak terhadap dirinya sendiri, melainkan terhadap janin yang sedang dikandung dan terhadap anak-anak lainnya (Prawirohardjo, 2001).

(47)

Menurut asumsi peneliti sebagian besar responden yang berkunjung ke Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh ibu multigravida hal ini dikarenakan ibu telah melahirkan lebih dari 1 kali.

3. Informasi

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 32 responden yang pernah mendapatkan informasi tentang pelvik contraction (panggul sempit) yaitu sebanyak 19 orang (59,4%).

Sumber informasi adalah sesuatu yang menjadi perantara dalam menyampaikan informasi,merangsang pikiran dan kemampuan. Semakin sering orang mendengar informasi tentang Artritis Rheumatoid, maka akan semakin mengerti dengan keadaannya (Andreas Halim, 2009)

Menurut Notoatmodjo (2003) informasi merupakan segala bentuk paparan yang berisi pengetahuan dan disampaikan melalui bebrapa cara, informasi diyakini mampu meningkatkan bahkan merubah pengetahuan seseorang informasi dalam hal ini adalah informasi tentang penyapihan diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan ibu tentang penyapihan. Informasi tersebut dapat diperoleh melalui konseling, dan berbagai media. Informasi dapat diperoleh melalui beberapa media, diantaranya adalah media elektronik seperti televisi, radio, dan media masa lainnya seperti majalah, koran, buku serta seminar dan penyuluhan-penyuluhan.

Menurut asumsi peneliti sebagian besar responden pernah mendapatkan informasi tentang pelvik contraction (panggul sempit terhadap

(48)

proses persalinan). Hal ini dikarenakan sebagian besar responde mendapatkan informasi dari petugas kesehatan.

4. Pengetahuan ibu

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 32 responden yang berpengetahuan tinggi tentang pelvik contraction (panggul sempit) yaitu sebanyak 24 orang (75,0%).

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. (Notoatmodjo, 2003). Menurut WHO pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Selanjutnya menurut Poedjawijatna (1991) orang yang tahu disebut mempunyai pengetahuan. Jadi pengetahuan adalah hasil dari tahu. Dengan demikian pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).

Menurut asumsi peneliti sebagian besar responden berpengetahuan tinggi, hal ini karenakan mereka pernah mendapatkan informasi dari petugas kesehatan tentang pelvik contraction (panggul sempit terhadap proses persalinan).

(49)

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan tentang gambaran pengetahuan ibu tentang pelvik contraction (panggul sempit terhadap proses persalinan) di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Dari 32 responden yang berumur dewasa muda yaitu 28 orang (87,5%). 2. Dari 32 responden yang multipara yaitu 21 orang (65,6%).

3. Dari 32 responden yang pernah mendapatkan informasi tentang pelvik contraction (panggul sempit) yaitu 19 orang (59,4%).

4. Dari 32 responden yang berpengetahuan tinggi tentang pelvik contraction (panggul sempit) yaitu 24 orang (75,0%).

B. Saran

1. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai salah satu Karya Tulis Ilmiah yang dapat menambah bahan bacaan bagi mahasiswa yang berguna untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan juga menambah perbendaharaan perpustakaan

2. Bagi Peneliti.

Dapat menambah pengalaman dalam bidang penulisan, khususnya mengenai pengetahuan ibu tentang pelvik contraction (panggul sempit terhadap proses persalinan)

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Alhanawi M, 2001. Komunikasi Organisasi. Jakarta : Bumi Aksara.

Arystiawati,2007. Tips Libatkan Suami Saat Persalinan Remaja. Rosdakarya. Jakarta

Andreas Halim, 2009. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Surabaya : Sulita Jaya Baktiar, 2005. Epistemologi, Pengetahuan Dan Filasafat

Bakhtiar. 2004. Filsafat Ilmu. Jakarta : RajaGrafindo Persada

Blackadar Charles,S 2003. What‟s the Big Idea? A Critical Exploration of the Concept of Social Capital and its Incorporation into Leisure Policy Discourse. Leisure Studies

Bruce, 2006. Saku Obstetri dan Ginekologi. Edisi 9. Jakarta: EGC.

Chapman, 2001. Introduction to Materials Management. 4th Ed. New Jersey : Prentice Hall.

Depkes RI. 2002. Pedoman pemberantasan penyalit saluran pernafasan akut. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

Kemenkes, 2010. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2009. Jakarta

Liselele HB dkk, 2001. Maternal Height and externalpelvimetry to predict cephalopelvic disproportion in nulliparous African women: a cohort study; BJOG

Macones, 2009. Predicting Failure of a Vaginal Birth AttemptAfterCesarean Delivery. American Journal of Obstetri and Gynecology.

Mahmood A.Tahir 2008. Personal Law In Islamic Countries, New Delhi: Academy of Law and Religion.

Manuaba, 2008. Buku Ajar Patologi Obstetri – Untuk Mahasiswa Kebidanan, EGC. Jakarta

Notoatmodjo, 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Rhineka Cipta, Jakarta

Notoatmodjo, 2007. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rhineka Cipta, Jakarta

(51)

Prawirohardjo, 2001. Ilmu Kebidanan, Jakarta : Yayasan Bina PustakaSarwono Prawirohardjo

Rahmad, 2000. Psikologi Komunikasi. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya

Sibuea, HD, 2007. Manajemen Seksio Sesarea Emergensi, Masalah dan Tantangan; Medan, FK-USU.

Sudjana, 2006. Dasar-Dasar Statisti. Sugeng Seto. Jakarta

Sugono, 2005. Proses Penyapihan Balita Ditinjau dari Aspek Budaya, Rhineka Cipta, Jakarta

Winkjosastro, 2002. Ilmu Kandungan, Edisi 2. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirorahardjo. Jakarta

Thorp dkk, 1993. Chilhood obesity in New York City elementary school student. The American Juonal of public Health

Thurnau dkk, 1991. Thurnau GR, Hales KA, Morgan MA. Evaluation Of The Feral Pelvic Relationship. Clin Obstet Gynecol

Tolaymat Lama, MD 2006. Imbang Foto Pelvic Mimeograft, Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fak KedoK Univ Indonesia, Jakarta,

(52)

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PELVIK KONTRAKSI (PANGGUL SEMPIT TERHADAP PROSES PERSALINAN) DITINJAU

DARI UMUR, PARITAS DAN INFORMASI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. ZAINOEL ABIDIN

BANDA ACEH

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Program Studi Diploma III Kebidanan STIKes U’budiyah

Banda Aceh

Disusun Oleh:

REFNI KARLINA NIM: 10010081

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN U’ BUDIYAH PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN BANDA ACEH

(53)

KUESIONER PENELITIAN

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PELVIK KONTRAKSI (PANGGUL SEMPIT TERHADAP PROSES PERSALINAN) DITINJAU

DARI UMUR, PARITAS DAN INFORMASI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. ZAINOEL ABIDIN

BANDA ACEH A. Karakteristi Responden No Responden : Umur : Pendidikan : Pekerjaan : Paritas : B. Informasi

1. Apakah ibu pernah mendapatkan informasi tentang panggul sempit dari petugas kesehatan

a. Pernah b. Tidak pernah

2. Apakah ibu pernah mendapatkan informasi tentang panggul sempit dari Keluarga

a. Pernah b. Tidak pernah

3. Apakah ibu pernah mendapatkan informasi tentang panggul sempit dari lingkungan

a. Pernah b. Tidak pernah

4. Apakah ibu pernah mendapatkan informasi tentang panggul sempit dari majalah

a. Pernah b. Tidak pernah

5. Apakah ibu pernah mendapatkan informasi tentang panggul sempit dari televise

a. Pernah b. Tidak pernah

(54)

C. Pengetahuan

No Pernyataan Benar Salah

1 Yang dimaksud dengan panggul sempit yaitu suatu saluran yang melengkung di bagian panggul 2 Panggul sempit akan mengakibatkan bahaya pada

ibu berupa persalinan lama dan pada janin dapat meningkatkan kematian

3 Proses persalinan pada panggul sempit seharusnya dengan operasi

4 Panggul sempit akan mengakibatkan tindakan yang susah pada saat persalinan normal

5 Pemeriksaan panggul dilakukan dengan jari pada usia kehamilan 36 minggu

6 Pemeriksaan panggul yang normal merupakan pemeriksaan yang sangat berguna dalam menentukan letak janin

7 Pemeriksaan panggul yang normal seharusnya dilakukan tiap kali berkunjung kerumah sakit 8 Yang dimaksud dengan panggul sempit adalah

ukuran panggul 1-2 cm

9 Pemeriksaan panggul yang sempit seharusnya pada orang yang ahli seperti bidan atau dokter 10 Panggul sempit dapat membahayakan janin pada

saat persalinan

Gambar

Gambar 2.1 Sumbu Carus dan bidang hodge
Gambar 2.3 Pintu atas panggul dengan konjugata vera, diameter transversa dan  oblikua
Gambar 2.4 Female pelvis
Gambar 2.5 Bidang pintu bawah panggul
+2

Referensi

Dokumen terkait

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah-Nya, salawat dan salam penulis haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW serta

Puji syukur kehadirat Allah SWT, serta shalawat dan Salam senantiasa ditujukan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, karena atas limpahan rahmat

Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat ALLAH SWT beserta junjungan besar Nabi Muhammad SAW, atas segala rahmat dan karunia yang telah diberikan kepada penulis sehingga

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT dan junjungan Nabi Agung Muhammad SAW karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan

Segala Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan berkat dan rahmat-Nya, serta sholawat junjungan Nabi Muhammad SAW senhingga

Alhamdulillah puji syukur atas kehadirat Allah SWT beserta junjungan besar Nabi Muhammad SAW, atas segala rahmat dan karunia yang telah diberikan kepada peneliti sehingga

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT beserta junjungan besar Nabi Muhammad SAW, atas semua limpah rahmat dan karunia- Nya sehingga penulis dapat

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala rahmat dan karunia-Nya serta shalawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi besar Muhammad