• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biopelet Cangkang dan Tandan Kosong Kelapa Sawit sebagai Sumber Energi Alternatif Terbarukan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Biopelet Cangkang dan Tandan Kosong Kelapa Sawit sebagai Sumber Energi Alternatif Terbarukan"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BIOPELET CANGKANG DAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF TERBARUKAN

NOVI ARI CHRISTANTY

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Biopelet Cangkang dan Tandan Kosong Kelapa Sawit sebagai Sumber Energi Alternatif Terbarukan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

NOVI ARI CHRISTANTY. Biopelet Cangkang dan Tandan Kosong Kelapa Sawit sebagai Sumber Energi Alternatif Terbarukan. Dibimbing oleh DEDE HERMAWAN dan GUSTAN PARI.

Biopelet merupakan salah satu bahan bakar alternatif yang terbarukan dari bahan baku biomassa. Pada penelitian ini bahan baku yang digunakan adalah cangkang dan tandan kosong kelapa sawit berukuran 80 mesh. Penambahan tandan kosong kelapa sawit pada biopelet cangkang kelapa sawit ini adalah 0%, 25%, 50%, 75%, dan 100%. Pembuatan biopelet menggunakan alat kempa hidrolik bertekanan 526.48 kg/cm2 pada suhu 200 0C selama 15 menit. Kualitas biopelet dievaluasi dengan mengukur kerapatan, keteguhan tekan, uji proksimat (kadar air, kadar zat terbang, kadar abu, dan kadar karbon terikat) dengan menggunakan standar ASTM D 5142–02, dan nilai kalor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biopelet dengan penambahan tandan kosong kelapa sawit 25% paling baik untuk dijadikan bahan bakar alternatif karena memiliki nilai kalor yang tinggi, sedangkan kadar abu, kadar zat terbang, dan kadar air rendah. Kata kunci: biopelet, cangkang kelapa sawit, tandan kosong kelapa sawit

ABSTRACT

NOVI ARI CHRISTANTY. Palm Shells and Empty Fruit Bunches Biopellet as an Alternative Renewable Energy Resource. Supervised by DEDE HERMAWAN and GUSTAN PARI

Biopellet is one of alternative renewable fuels from biomass feedstocks. In this study, palm shells and empty fruit bunches with the size of 80 mesh were used. Palm shells biopellet was added with empty fruit bunches with the following composition 0%, 25%, 50%, 75%, and 100%. Biopellet was produced by using a pressurized hydraulic clamp of 526.48 kg/cm2 at a temperature of 200 0C for 15 minutes. The biopellet quality was evaluated by measuring the density, maximum crushing strength, proximate test (moisture content, volatile matter, ash content, and fixed carbon) with the standard of ASTM D 5142-02, and calorific value. The results showed that biopellet with the addition of 25% empty fruit bunches was the best alternative fuel because it had high calorific value, but low in the ash content, volatile matter, and moisture content.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Hasil Hutan

BIOPELET CANGKANG DAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF TERBARUKAN

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

(6)
(7)

Judul Skripsi : Biopelet Cangkang dan Tandan Kosong Kelapa Sawit sebagai Sumber Energi Alternatif Terbarukan

Nama : Novi Ari Christanty NIM : E24100051

Disetujui oleh

Dr Ir Dede Hermawan, MSc Pembimbing I

Diketahui oleh

Prof (R) Dr Gustan Pari, MSi Pembimbing II

Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian serta menyusun karya ilmiah yang berjudul “Biopelet Cangkang dan Tandan Kosong Kelapa Sawit sebagai Sumber Energi Alternatif Terbarukan”.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr Ir Dede Hermawan, MSc dan Bapak Prof (R) Dr Gustan Pari, MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberikan saran. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orangtua, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Serta teman-teman Departemen Hasil Hutan angkatan 47, Aulia, Dea, Meta, Rara, dan Yuyun yang telah membantu dan memberikan semangat selama penelitian.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kita dan dapat menambah pengetahuan kita.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Bahan 2

Alat 2

Prosedur Penelitian 3

Persiapan bahan 3

Pembuatan serbuk 3

Pencampuran cangkang dan tandan kosong kelapa sawit 3

Pencetakan biopelet 3

Pengujian biopelet 3

Prosedur Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Kerapatan 6

Keteguhan Tekan 7

Kadar Air 9

Kadar Zat Terbang 10

Kadar Abu 11

Kadar Karbon Terikat 13

Nilai Kalor 14

SIMPULAN DAN SARAN 16

Simpulan 16

Saran 16

(10)

LAMPIRAN 19

RIWAYAT HIDUP 24

DAFTAR TABEL

1 Perbandingan standar mutu kerapatan biopelet di beberapa negara 7 2 Perbandingan standar mutu kadar air biopelet di beberapa negara 10 3 Perbandingan standar mutu kadar abu biopelet di beberapa negara 13 4 Perbandingan standar mutu nilai kalor biopelet di beberapa negara 15

DAFTAR GAMBAR

1 Kerapatan biopelet cangkang kelapa sawit dengan penambahan tandan

kosong kelapa sawit 6

2 Keteguhan tekan biopelet cangkang kelapa sawit dengan penambahan

tandan kosong kelapa sawit 8

3 Kadar air biopelet cangkang kelapa sawit dengan penambahan tandan

kosong kelapa sawit 9

4 Kadar zat terbang biopelet cangkang kelapa sawit dengan penambahan

tandan kosong kelapa sawit 11

5 Kadar abu biopelet cangkang kelapa sawit dengan penambahan tandan

kosong kelapa sawit 12

6 Kadar karbon terikat biopelet cangkang kelapa sawit dengan

penambahan tandan kosong kelapa sawit 13

7 Nilai kalor biopelet cangkang kelapa sawit dengan penambahan tandan

kosong kelapa sawit 15

DAFTAR LAMPIRAN

1. Analisis data sidik ragam dan uji duncan kerapatan biopelet cangkang

dan tandan kosong kelapa sawit 19

2. Analisis data sidik ragam dan uji duncan keteguhan tekan biopelet

cangkang dan tandan kosong kelapa sawit 19

3. Analisis data sidik ragam dan uji duncan kadar air biopelet cangkang

dan tandan kosong kelapa sawit 20

4. Analisis data sidik ragam dan uji duncan kadar zat terbang biopelet

cangkang dan tandan kosong kelapa sawit 21

5. Analisis data sidik ragam dan uji duncan kadar abu biopelet cangkang

dan tandan kosong kelapa sawit 22

6. Analisis data sidik ragam dan uji duncan kadar karbon terikat biopelet

(11)
(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bahan bakar merupakan sumber energi untuk mendukung aktivitas rumah tangga dan industri. Masyarakat sering menggunakan bahan bakar fosil, yaitu bahan bakar minyak, batu bara, dan gas. Permintaan energi yang semakin meningkat mengakibatkan persediaan bahan bakar fosil menurun. Sehingga bahan bakar fosil mengalami peningkatan harga. Masalah krisis energi ini perlu diselesaikan dengan memproduksi bahan bakar yang mampu menggantikan bahan bakar fosil dari bahan yang banyak tersedia di alam, murah, dan dapat diperbaharui. Bahan bakar alternatif tersebut salah satunya adalah biomassa. Potensi energi biomassa di Indonesia sebesar 50.000 MW yang bersumber dari berbagai limbah biomassa pertanian (Prihandana dan Hendroko 2007). Limbah industri kelapa sawit merupakan salah satu limbah biomassa pertanian yang terdiri dari limbah cair, limbah gas, dan limbah padat.

Limbah industri kelapa sawit di Indonesia semakin meningkat akibat semakin luas lahan perkebunan kelapa sawit dan produksi kelapa sawit di Indonesia yang semakin meningkat. Pada tahun 2013 luas perkebunan kelapa sawit sebesar 10.010 juta hektar (Direktorat Jendral Perkebunan 2013) dan produksi kelapa sawit yang dihasilkan sebesar 24.43 ton (Kementerian Pertanian RI 2014). Limbah padat industri kelapa sawit yang berupa cangkang dan tandan kosong kelapa sawit memiliki jumlah yang cukup banyak. Menurut Fauzi et al. (2002) jumlah cangkang kelapa sawit mencapai 60% dari produksi minyak inti atau PKO (Palm Kernel Oil). Cangkang kelapa sawit mengandung 29.4% lignin, 27.7% hemiselulosa, 26.6% selulosa, dan 4.2% ekstraktif (Pranata 2007). Sedangkan jumlah tandan kosong kelapa sawit sekitar 23% dari total tandan buah segar (Syukri 2014). Tandan kosong kelapa sawit mengandung 36.81% selulosa, 27.01% hemiselulosa, dan 15.07% lignin (Novitri dan Nova 2010). Cangkang dan tandan kosong kelapa sawit biasanya digunakan sebagai bahan pembakaran boiler atau dibakar langsung menjadi abu.

Menurut Yamada et al. (2005) pembakaran secara langsung dan tanpa pengolahan akan menyebabkan timbulnya gangguan pernafasan karena adanya karbon monoksida, sulfur dioksida (SO2), dan endapan partikulat. Sehingga perlu teknologi baru untuk mengolah limbah tersebut menjadi bahan bakar yang ramah lingkungan dan menghasilkan nilai tambah yang tinggi. Salah satunya dengan pembuatan biopelet. Biopelet adalah salah satu bentuk energi biomassa yang diproduksi pertama kali di Swedia pada tahun 80-an (Obernberger dan Thek 2004). Biopelet merupakan bahan bakar padat berbasis biomassa yang berbentuk tabung padat atau pelet. Proses yang digunakan adalah pengempaan dengan suhu dan tekanan tinggi, sehingga membentuk produk yang seragam (Yang et al. 2005).

(14)

2

Kualitas biopelet tidak hanya ditentukan dari nilai kalornya tetapi juga ditentukan dari nilai daya tahan biopelet saat menahan tekanan dari luar sehingga memudahkan proses transportasi dan penyimpanan. Peningkatan daya tahan biopelet dapat dilakukan dengan menambahkan bahan lain dalam jumlah tertentu yang mampu meningkatkan daya tahan biopelet. Penelitian ini membuat biopelet dengan bahan baku utama cangkang kelapa sawit dengan penambahan tandan kosong kelapa sawit. Sehingga dihasilkan biopelet campuran cangkang kelapa sawit dan tandan kosong kelapa sawit yang memiliki daya tahan tinggi. Selain itu menekan biaya produksi serta harga biopelet cangkang kelapa sawit akibat semakin meningkatnya harga cangkang kelapa sawit di pasaran.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh penambahan tandan kosong kelapa sawit dalam pembuatan biopelet cangkang kelapa sawit dan karakteristik biopelet dari campuran cangkang dan tandan kosong kelapa sawit.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada masyarakat mengenai manfaat lain cangkang dan tandan kosong kelapa sawit sebagai sumber energi alternatif berupa biopelet.

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dimulai pada bulan Februari sampai Mei 2014 di Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan IPB, Laboratorium Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan IPB, Laboratorium Rekayasa Desain dan Bangunan Kayu Departemen Hasil Hutan IPB, Laboratorium Ilmu Teknologi Pakan Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan IPB, dan Laboratorium Terpadu Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor (P3HH), Gunung Batu, Bogor.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkang dan tandan kosong kelapa sawit. Bahan baku tersebut diperoleh dari PT. Muara Papan Partikel Seraya, Pekanbaru, Riau.

Alat

(15)

3 desikator, cawan porselen, bomb calorimeter, sendok, alat tulis, stopwatch, caliper, dan tanur.

Prosedur Penelitian Persiapan Bahan

Tahap persiapan dilakukan di Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan IPB dengan mempersiapkan bahan baku dan alat. Bahan baku cangkang dan tandan kosong kelapa sawit dikeringkan terlebih dahulu hingga didapatkan kadar air 10-20% sehingga memudahkan proses penggilingan.

Pembuatan Serbuk

Pembuatan serbuk cangkang dan tandan kosong kelapa sawit dilakukan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan IPB. Cangkang kelapa sawit ditumbuk dan tandan kosong kelapa sawit dibuat chips terlebih dahulu. Kemudian bahan tersebut secara terpisah digiling dengan hammer mill sehingga menjadi serbuk dan selanjutnya disaring dengan alat penyaring serbuk dengan ukuran 80 mesh.

Pencampuran Cangkang dan Tandan Kosong Kelapa Sawit

Biopelet cangkang dan tandan kosong kelapa sawit dibuat dengan perbandingan bahan baku, yaitu 100%:0%, 75%:25%, 50%:50%, 25%:75%, dan 0%:100%.

Pencetakan Biopelet

Pencetakan biopelet dilakukan di Laboratorium Terpadu Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor (P3HH), Gunung Batu, Bogor dengan menggunakan alat kempa hidrolik bertekanan 526.48 kg/cm2 dan ukuran diameter dies 11 mm. Suhu yang digunakan untuk mencetak adalah 200 0C dengan waktu pengempaan adalah 15 menit.

Pengujian Biopelet

Pengujian biopelet cangkang dan tandan kosong kelapa sawit meliputi uji kerapatan, keteguhan tekan, dan uji proksimat. Pengujian kerapatan dan uji proksimat yang terdiri dari pengujian kadar air, kadar zat terbang, dan kadar abu dilakukan di Laboratorium Terpadu Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor (P3HH), Gunung Batu, Bogor.

Kerapatan

(16)

4

Kerapatan= M V

Keterangan : M= Massa (g)

V= Volume benda yang diteliti (m3) Keteguhan Tekan

Prinsip yang digunakan dalam mengukur keteguhan tekan adalah menentukan kekuatan biopelet yang dihasilkan dalam menahan beban yang diterima hingga biopelet pecah. Pengujian keteguhan tekan biopelet ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa Desain dan Bangunan Kayu Departemen Hasil Hutan IPB. Keteguhan tekan biopelet dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut :

P=Mb A

Keterangan :

P = Keteguhan tekan biopelet (kgf cm-2)

Mb = beban yang diterima biopelet hingga biopelet pecah(kgf) A = Luas permukaan biopelet (cm2)

Kadar Air (ASTM D 5142 – 02)

Penetapan nilai kadar air dilakukan dengan satu gram sampel diletakkan pada cawan porselin yang bobotnya sudah diketahui. Kemudian dikeringkan dalam oven suhu 103± 2 0C selama 24 jam sampai kadar air konstan. Kemudian didinginkan dalam desikator sampai kondisi stabil dan ditimbang. Kadar air sampel dihitung dengan rumus :

Kadar air = BB - BKT

BKT � 100%

Keterangan :

BB = Berat sebelum dikeringkan dalam oven (g) BKT = Berat setelah dikeringkan dalam oven (g) Kadar Zat Terbang (ASTM D 5142 - 02)

Penetapan nilai zat terbang dilakukan dengan satu gram sampel diletakkan pada cawan porselin yang bobotnya sudah diketahui. Kemudian masukkan dalam oven suhu 950 ± 20 0C selama 7 menit. Kemudian didinginkan dalam desikator sampai kondisi stabil dan ditimbang. Kadar zat terbang sampel dihitung dengan menggunakan rumus :

Zat mudah menguap = B - C

(17)

5 Keterangan :

B = Berat sampel setelah dikeringkan dari uji kadar air (g) C = Berat sampel setelah dipanaskan dalam tanur (g) W = Berat awal sampel sebelum pengujian kadar air (g) Kadar Abu (ASTM D 5124 – 02)

Penetapan nilai kadar abu dilakukan dengan satu gram sampel diletakkan pada cawan porselin yang bobotnya sudah diketahui. Kemudian dimasukkan dalam oven suhu 600-900 0C selama 5-6 jam. Kemudian didinginkan dalam desikator sampai kondisi stabil dan ditimbang. Kadar abu sampel dihitung dengan menggunakan rumus :

Kadar abu= Berat abu

Berat sampel� 100%

Kadar Karbon Terikat (ASTM D 5124 – 02)

Penetapan nilai karbon terikat dilakukan setelah didapatkan hasil kadar air, zat terbang, dan kadar abu. Kadar karbon terikat dihitung dengan rumus :

Karbon Terikat = 100 – (kadar air + zat mudah menguap + kadar abu) Nilai Kalor

Penetapan nilai kalori dengan contoh uji sebanyak ±1 gram diletakkan dalam cawan silika dan diikat dengan kawat nikel, kemudian dimasukkan ke dalam tabung dan ditutup rapat. Tabung tersebut dialiri oksigen selama 30 detik. Tabung dimasukkan dalam Oxygen Bomb Calorimeter. Pembakaran dimulai disaat suhu air sudah tetap. Pengukuran dilakukan sampai suhu optimum. Pengujian nilai kalor ini dilakukan di Laboratorium Ilmu Teknologi Pakan Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan IPB. Besarnya nilai kalor suatu bahan sesuai dengan persamaan sebagai berikut :

NK=∆t x W mbb − �

Keterangan :

NK = Nilai kalor bahan (kal g-1) ∆t = Perbedaan suhu rata- rata (0C) W = Nilai air kalorimeter (Kal/0C) Mbb = Massa bahan bakar (g)

(18)

6

Prosedur Analisis Data

Pengolahan data penelitian ini menggunakan Microsoft excel 2007 dan SAS 9.1.3, yaitu dengan motode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan metode Deskriptif. Model matematisnya adalah sebagai berikut:

Yij = µ + αi + εij

Keterangan :

Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke– i dan ulangan ke– j µ = Nilai rata- rata ulangan

αi = Pengaruh perlakuan ke- i dan ulangan ke– j

εij = Kesalahan percobaan pada perlakuan ke- i dan ulangan ke- j

Apabila hasil yang didapat berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kerapatan

Kerapatan merupakan perbandingan antara massa dan volume pada biopelet (Saputro et al. 2012). Demirbas (1999) menambahkan bahwa kerapatan ditentukan oleh tekanan yang digunakan pada proses densifikasi. Kerapatan biopelet yang semakin tinggi dapat mempermudah proses penanganan, penyimpanan, dan transportasi (Adapa et al. 2009). Nilai kerapatan biopelet pada penelitian ini disajikan pada Gambar 1. Kerapatan biopelet yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 1.02-1.17g/cm3. Kerapatan biopelet yang memiliki nilai tertinggi terdapat pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 100% sebesar 1.17 g/cm3. Sedangkan nilai kerapatan biopelet terendah terdapat pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 0% sebesar 1.02 g/cm3.

Gambar 1 Kerapatan biopelet cangkang kelapa sawit dengan penambahan tandan kosong kelapa sawit

1.02b 1.11a 1.13a 1.14a 1.17a

(19)

7 Kerapatan biopelet yang dihasilkan pada penelitian ini telah memenuhi standar Swedia (SS 18 71 20), Amerika (PFI), dan Jerman (DIN 51371). Sedangkan yang memenuhi standar Austria (ONORM M 7135) terdapat pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 50%, 75%, dan 100%. Serta yang memenuhi standar Prancis (ITEBE) hanya terdapat pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 100%. Perbandingan nilai kerapatan biopelet hasil penelitian ini dengan nilai kerapatan di beberapa negara tersebut disajikan pada Tabel 1. Biopelet hasil penelitian ini menunjukkan penambahan tandan kosong kelapa sawit berbanding lurus dengan nilai kerapatan yang dihasilkan. Semakin tinggi penambahan tandan kosong kelapa sawit, maka kerapatan biopelet akan semakin tinggi. Berdasarkan hasil analisa ragam pada nilai kerapatan menunjukkan bahwa persentase penambahan tandan kosong kelapa sawit memberikan pengaruh nyata terhadap kerapatan biopelet yang dihasilkan (α=0.05). Hasil uji lanjut Duncan pada nilai kerapatan menunjukkan bahwa penambahan tandan kosong kelapa sawit 0% memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kerapatan biopelet lainnya. Sedangkan nilai kerapatan biopelet pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 25%, 50%, 75%, dan 100% memberikan pengaruh yang sama terhadap kerapatan biopelet.

Tabel 1 Perbandingan standar mutu kerapatan biopelet di beberapa negara Sumber Kerapatan (g/cm3) Standar Austria (ONORM M 7135)a >1.12

Swedia (SS 18 71 20)a >0.60

Standar Amerika (PFI)b >0.64

Standar Jerman (DIN 51371)a 1.00- 1.40

Prancis (ITEBE)C >1.15

Hasil Penelitian 1.02 - 1.17

Sumber : a)Hahn (2004); b)PFI (2007); c)Douard (2007)

Kerapatan biopelet yang semakin tinggi akibat penambahan tandan kosong kelapa sawit dapat dipengaruhi oleh tingginya kadar selulosa pada tandan kosong kelapa sawit. Menurut Pranata (2007) kadar selulosa cangkang kelapa sawit sebesar 26.6% sedangkan kadar selulosa tandan kosong kelapa sawit sebesar 36.81% (Novitri dan Nova 2010). Menurut Nelson dan Cox (2005), selulosa pada biomassa dapat memberikan kekuatan pada serat. Menurut Shaw (2008), lignin berperan sebagai perekat alami yang mampu berkontribusi terhadap kekuatan briket pada bahan lignoselulosa. Sehingga saat proses pengempaan dengan tekanan tinggi menyebabkan lignin masuk ke dalam rongga udara yang terdapat di antara partikel yang berukuran kecil dan seragam dan mengikat serat pada tandan kosong kelapa sawit. Selain itu tingginya kadar hemiselulosa pada tandan kelapa sawit mampu menjadi perekat alami. Menurut Bhattacharya et al. 1998, terjadi ikatan secara alami yang disebabkan oleh komponen perekat yang terdapat dalam hemiselulosa telah terdegradasi.

Keteguhan Tekan

(20)

8

tersebut pecah atau hancur. Uji keteguhan tekan biopelet bertujuan untuk menentukan daya tahan biopelet saat proses transportasi dan penyimpanan. Nilai keteguhan tekan biopelet berbanding lurus dengan daya tahan biopelet (Nurwigha 2012). Nilai keteguhan tekan biopelet pada penelitian ini disajikan pada Gambar 2. Keteguhan tekan biopelet yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 23.73-209.52 kgf/cm2. Keteguhan tekan biopelet yang memiliki nilai tertinggi terdapat pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 100% sebesar 209.52 kgf/cm2. Sedangkan nilai keteguhan tekan biopelet terendah terdapat pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 0% sebesar 23.73 kgf/cm2.

Biopelet hasil penelitian ini menunjukkan penambahan tandan kosong kelapa sawit berbanding lurus dengan nilai keteguhan tekan yang dihasilkan. Semakin tinggi penambahan tandan kosong kelapa sawit, maka nilai keteguhan tekan biopelet akan semakin tinggi. Berdasarkan hasil analisa ragam pada keteguhan tekan menunjukkan bahwa persentase penambahan tandan kosong kelapa sawit memberikan pengaruh nyata terhadap keteguhan tekan biopelet yang

dihasilkan (α=0.05). Hasil uji lanjut Duncan pada nilai keteguhan tekan

menunjukkan bahwa penambahan tandan kosong kelapa sawit 100% memberikan pengaruh nyata terhadap keteguhan tekan biopelet lainnya. Sedangkan nilai keteguhan tekan biopelet pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 0% dan 25% memberikan pengaruh yang sama terhadap keteguhan tekan biopelet. Selain itu nilai keteguhan tekan biopelet pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 50% dan 75% juga memberikan pengaruh yang sama terhadap keteguhan tekan biopelet.

Gambar 2 Keteguhan tekan biopelet cangkang kelapa sawit dengan campuran tandan kosong kelapa sawit

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerapatan dan keteguhan tekan biopelet berbanding lurus. Keteguhaan tekan biopelet yang semakin tinggi akibat penambahan tandan kosong kelapa sawit dapat dipengaruhi oleh tingginya kadar selulosa pada tandan kosong kelapa sawit. Menurut Pranata (2007) kadar selulosa cangkang kelapa sawit sebesar 26.6% sedangkan kadar selulosa tandan kosong kelapa sawit sebesar 36.81% (Novitri dan Nova 2010). Menurut Nelson dan Cox (2005), selulosa pada biomassa dapat memberikan kekuatan pada serat. Sehingga dengan adanya ikatan antar serat mampu meningkatkan nilai keteguhan tekan

23.73c 48.02

(21)

9 biopelet. Menurut Rahman (2011), ukuran serbuk yang semakin kecil dan seragam menghasilkan nilai keteguhan tekan yang semakin tinggi. Hal ini dapat terjadi karena ukuran bahan yang kecil mampu mengisi rongga udara pada biopelet, sehingga menutupi rongga udara pada biopelet. Pada penelitian ini ukuran serbuk seragam sehingga tidak memberikan pengaruh pada nilai keteguhan tekan biopelet akibat penambahan tandan kosong kelapa sawit.

Kadar Air

Kadar air adalah rasio kandungan air dalam bahan yang hilang selama proses pengeringan dibanding dengan berat bahan awal. Kadar air merupakan salah satu parameter penentu kualitas biopelet yang berpengaruh pada nilai kalor pembakaran, kemudahan menyala, daya pembakaran, dan jumlah asap yang dihasilkan selama pembakaran (Rahman 2011). Kadar air biopelet yang semakin tinggi menyebabkan nilai kalor pembakaran biopelet semakin rendah dan asap yang dihasilkan semakin banyak. Sehingga efisiensi pembakaran biopelet akan menurun dan saat proses penyalaan akan semakin sulit karena api terlebih dahulu menguapkan air (Hansen et al. 2009).

Nilai kadar air biopelet pada penelitian ini disajikan pada Gambar 3. Kadar air biopelet yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 2.38-4.76%. Kadar air biopelet yang memiliki nilai tertinggi terdapat pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 100% sebesar 4.76%. Sedangkan kadar air biopelet terendah terdapat pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 0% sebesar 2.38%. Kadar air biopelet yang dihasilkan pada penelitian ini telah memenuhi standar Austria (ONORM M 7135), Swedia (SS 18 71 20), Jerman (DIN 51371), dan Prancis (ITEBE). Perbandingan nilai kadar air biopelet hasil penelitian ini dengan nilai kadar air di beberapa negara tersebut disajikan pada Tabel 2.

Gambar 3 Kadar air biopelet cangkang kelapa sawit dengan campuran tandan kosong kelapa sawit

Biopelet hasil penelitian ini menunjukkan penambahan tandan kosong kelapa sawit berbanding lurus dengan kadar air yang dihasilkan. Semakin tinggi penambahan tandan kosong kelapa sawit, maka kadar air akan semakin tinggi. Berdasarkan hasil analisa ragam pada nilai kadar air menunjukkan bahwa persentase penambahan tandan kosong memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air biopelet yang dihasilkan (α=0.05). Hasil uji lanjut Duncan pada nilai

2.38c 3.23

(22)

10

kadar air menunjukkan bahwa penambahan tandan kosong kelapa sawit 0% memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar air biopelet lainnya. Selain itu, biopelet pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 100% juga memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar air biopelet lainnya. Tetapi, nilai kadar air biopelet dengan penambahan tandan kosong kelapa sawit 25%, 50%, dan 75% memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar air biopelet.

Tabel 2 Perbandingan standar mutu kadar air biopelet di beberapa negara

Sumber Kadar air (%)

Standar Austria (ONORM M 7135)a <10

Swedia (SS 18 71 20)a ≤10

Standar Jerman (DIN 51371)a <12

Prancis (ITEBE)b ≤15

Hasil Penelitian 2.38 - 4.76

Sumber : a)Hahn (2004); b)Douard (2007)

Kadar air biopelet yang semakin tinggi akibat penambahan tandan kosong kelapa sawit dapat dipengaruhi oleh tingginya kadar air pada tandan kosong kelapa sawit. Menurut Nurwigha (2012) kadar air cangkang kelapa sawit sebesar 8.91% sedangkan kadar air tandan kosong kelapa sawit sebesar 15.3% (Nugraha 2014). Selain itu, pada proses densifikasi tinggi rendahnya tekanan mesin dapat mempengaruhi nilai kadar air biopelet. Tekanan yang tinggi menyebabkan biopelet semakin padat, halus, dan seragam, sehingga partikel biomassa mengisi pori yang kosong dan menurunkan molekul air yang dapat menempati pori-pori tersebut (Rahman 2011). Karena adanya pemanasan saat pencetakan biopelet sehingga molekul air dalam bahan baku menguap.

Kadar Zat Terbang

Kadar zat terbang merupakan kandungan hidrokarbon dalam suatu bahan bakar (Zamirza 2009). Kadar zat terbang bahan bakar yang semakin tinggi akan menghasilkan jumlah asap yang semakin tinggi (Hendra dan Pari 2000). Nurwigha (2012) menambahkan bahwa kadar zat terbang yang semakin tinggi akan menghasilkan efisiensi pembakaran yang semakin rendah. Nilai kadar zat terbang biopelet pada penelitian ini disajikan pada Gambar 4. Kadar zat terbang biopelet yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 67.24-72.83%. Kadar zat terbang biopelet yang memiliki nilai tertinggi terdapat pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 100% sebesar 72.83%. Sedangkan kadar zat terbang biopelet terendah terdapat pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 0% sebesar 67.24%.

(23)

11 bahwa penambahan tandan kosong kelapa sawit 0% memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar zat terbang biopelet lainnya. Selain itu, biopelet pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 100% memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar zat terbang biopelet lainnya. Hasil biopelet dengan penambahan tandan kosong kelapa sawit 75% memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar zat terbang biopelet lainnya namun memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar zat terbang biopelet pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 50%. Selain itu, pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 25% memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar zat terbang biopelet lainnya namun memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar zat terbang biopelet pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 50%.

Gambar 4 Kadar zat terbang biopelet cangkang kelapa sawit dengan campuran tandan kosong kelapa sawit

Kadar zat terbang yang semakin tinggi akibat penambahan tandan kosong kelapa sawit dapat dipengaruhi oleh tingginya kadar hemiselulosa dan air pada tandan kosong kelapa sawit. Menurut Fuwape dan Akindele (1997) kadar zat terbang yang tinggi dipengaruhi oleh komponen kimia seperti zat ekstraktif, hemiselulosa, dan air yang mudah menguap pada saat pembakaran suhu tinggi. Kadar hemiselulosa pada tandan kosong kelapa sawit cukup tinggi dan kadar air pada tandan kosong kelapa sawit lebih tinggi dibandingkan cangkang kelapa sawit. Sehingga kadar zat terbang akan semakin tinggi dengan penambahan tandan kosong kelapa sawit. Selain itu, kadar zat terbang biopelet yang tinggi disebabkan karena tidak adanya proses karbonisasi. Liliana (2010) menyatakan bahwa karbonisasi mampu mengurangi kadar zat terbang karena tidak terdapat oksigen dalam proses karbonisasi yang menyebabkan hilangnya komponen zat terbang dari bahan dan karbon tetap tertinggal dalam bahan.

Kadar Abu

Kadar abu merupakan bahan sisa proses pembakaran yang tidak memiliki unsur karbon atau nilai kalor (Nugrahaeni 2008). Komponen utama abu dalam biomassa berupa kalsium, potassium, magnesium, dan silika (Ragland dan Aerts 1991). Kadar abu yang tinggi beresiko terbentuknya endapan atau kerak mineral pada saat pembakaran, sehingga mengakibatkan permukaan tungku kotor, korosi,

67.24d 69.39c 70.23bc 70.66b 72.83a

(24)

12

dan konduktifitas termal serta kualitas pembakaran menurun. Kadar abu yang semakin rendah akan menghasilkan biopelet yang semakin baik (Prasetyo 2004).

Nilai kadar abu biopelet pada penelitian ini disajikan pada Gambar 5. Kadar abu biopelet yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 4.50-7.41%. Kadar abu biopelet yang memiliki nilai tertinggi terdapat pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 0% sebesar 7.41%. Sedangkan kadar abu biopelet terendah terdapat pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 25% sebesar 4.50%. Kadar abu biopelet yang dihasilkan pada penelitian ini tidak memenuhi standar Austria (ONORM M 7135), Swedia (SS 18 71 20), Amerika (PFI), dan Jerman (DIN 51371). Namun, biopelet yang dihasilkan pada penelitian ini memenuhi standar Prancis (ITEBE) kecuali pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 0%. Perbandingan nilai kadar abu biopelet hasil penelitian ini dengan nilai kadar abu di beberapa negara tersebut disajikan pada Tabel 3.

Gambar 5 Kadar abu biopelet cangkang kelapa sawit dengan campuran tandan kosong kelapa sawit

Hasil penelitin Saragih (2013) menunjukkan bahwa kadar abu biopelet yang mengandung cangkang kelapa sawit murni sebesar 1.59%. Sehingga penambahan tandan kosong kelapa sawit berbanding lurus dengan kadar abu yang dihasilkan. Semakin tinggi penambahan tandan kosong kelapa sawit, maka kadar abu biopelet akan semakin tinggi. Berdasarkan hasil analisa ragam pada nilai kadar abu menunjukkan bahwa persentase penambahan tandan kosong kelapa sawit memberikan pengaruh nyata terhadap kadar abu biopelet yang dihasilkan (α=0.05). Hasil uji lanjut Duncan pada nilai kadar abu menunjukkan bahwa penambahan tandan kosong kelapa sawit 0% berbeda nyata terhadap kadar abu biopelet lainnya. Hasil biopelet dengan penambahan tandan kosong kelapa sawit 100% memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar abu biopelet lainnya namun memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar abu biopelet pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 75%. Biopelet pada penambahan tandan kosong 50% dan 75% memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar abu biopelet. Pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 25% memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar abu biopelet lainnya namun memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar abu biopelet pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 50%.

7.41a

(25)

13 Tabel 3 Perbandingan standar mutu kadar abu biopelet di beberapa negara

Sumber Kadar abu (%)

Standar Austria (ONORM M 7135)a <0.50

Swedia (SS 18 71 20)a <0.70

Amerika (PFI)b <3.00 (Premium)

<1.00 (Standar)

Standar Jerman (DIN 51371)a ≤1.5

Prancis (ITEBE)c ≤6.00

Hasil Penelitian 2.38 - 4.76

Sumber : a)Hahn (2004); b)PFI (2007); c)Douard (2007)

Kadar abu biopelet yang semakin tinggi akibat penambahan tandan kosong kelapa sawit dapat dipengaruhi oleh kadar abu tandan kosong kelapa sawit lebih tinggi dibandingkan cangkang kelapa sawit. Kadar abu cangkang kelapa sawit sebesar 0.6% (Pranata 2007) dan kadar abu tandan kelapa sawit sebesar 1.6% (Eka 2000). Menurut Rahman (2011) kadar silika pada biomassa yang semakin tinggi, akan menghasilkan abu yang semakin tinggi saat proses pembakaran.

Kadar Karbon Terikat

Karbon terikat menunjukkan jumlah material padat terbakar setelah komponen zat terbang menghilang dari bahan tersebut. Karbon terikat adalah komponen fraksi karbon (C) yang terdapat di dalam bahan selain air, abu, dan zat terbang (Speight 2005). Kadar karbon sebagai parameter kualitas bahan bakar karena mempengaruhi besarnya nilai kalor. Kandungan kadar karbon terikat yang semakin tinggi akan menghasilkan nilai kalor semakin tinggi, sehingga kualitas bahan bakar akan semakin baik (Saputro et al. 2012). Karbon terikat dipengaruhi oleh unsur penyusunnya seperti karbon, hidrogen, dan oksigen (Basu 2010). Nilai kadar karbon terikat biopelet pada penelitian ini disajikan pada Gambar 6. Kadar karbon terikat biopelet yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 17.36%-22.97%. Kadar karbon terikat biopelet yang memiliki nilai tertinggi terdapat pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 0% sebesar 22.97%. Sedangkan kadar karbon terikat terendah terdapat pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 100% sebesar 17.36%.

Gambar 6 Kadar karbon terikat biopelet cangkang kelapa sawit dengan campuran tandan kosong kelapa sawit

22.97a 22.89a

(26)

14

Biopelet hasil penelitian ini menunjukkan penambahan tandan kosong kelapa sawit berbanding terbalik dengan kadar karbon terikat yang dihasilkan. Semakin tinggi penambahan tandan kosong kelapa sawit, maka kadar karbon terikat biopelet akan semakin rendah. Berdasarkan hasil analisa ragam pada nilai kadar air menunjukkan bahwa persentase penambahan tandan kosong kelapa sawit memberikan pengaruh nyata terhadap kadar karbon terikat biopelet yang dihasilkan (α=0.05). Hasil uji lanjut Duncan pada nilai kadar karbon terikat menunjukkan bahwa penambahan tandan kosong kelapa sawit 100% memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar karbon terikat biopelet lainnya. Sedangkan biopelet pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 0%, 25%, dan 50% memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar karbon terikat biopelet. Serta biopelet pada penambahan tandan kosong 75% memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar karbon terikat biopelet lainnya namun memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar karbon terikat biopelet pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 50%.

Hasil penelitian menunjukkan kadar karbon terikat biopelet dipengaruhi oleh kadar zat terbang dan kadar abu. Kadar zat terbang dan kadar zat abu yang semakin tinggi akan menghasilkan kadar karbon terikat yang semakin rendah. Karena menurut Nurwigha (2012) selama proses pembakaran dalam menghasilkan energi jumlah karbon yang bereaksi dengan oksigen rendah. Kadar zat terbang yang semakin tinggi akibat penambahan tandan kosong kelapa sawit dipengaruhi oleh rendahnya kadar lignin pada tandan kosong kelapa sawit. Menurut Pranata (2007) kadar lignin cangkang kelapa sawit sebesar 29.4%, sedangkan kadar lignin pada tandan kosong kelapa sawit sebesar 15.07% (Novitri dan Nova 2010). Kadar karbon di dalam lignin relatif tinggi dibandingkan selulosa dan hemiselulosa, sehingga mampu menaikkan kadar karbon terikat pada biopelet.

Nilai Kalor

(27)

15

Gambar 7 Nilai kalor biopelet cangkang kelapa sawit dengan campuran tandan kosong kelapa sawit

Nilai kalor biopelet pada penelitian ini telah memenuhi standar Swedia (SS 18 71 20) dan Prancis (ITEBE). Biopelet yang memenuhi standar Austria (ONORM M 7135) terdapat pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 0%, 25%, dan 50%. Serta biopelet yang memenuhi standar Jerman (DIN 51371) terdapat pada penambahan tandan kosong kelapa sawit 25%, 50%, dan 75%. Perbandingan nilai kalor biopelet hasil penelitian ini dengan nilai kalor di beberapa negara tersebut disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Perbandingan standar mutu nilai kalor biopelet di beberapa negara

Sumber Kalor (kal/g)

Standar Austria (ONORM M 7135)a ≥4299.3

Swedia (SS 18 71 20)a ≥4036.6

Standar Jerman (DIN 51371)a 4179.9-4657.6

Prancis (ITEBE)b ≥4036.6

Hasil Penelitian 4172.5-4666

Sumber : a)Hahn (2004); b)Douard (2007)

Biopelet hasil penelitian ini menunjukkan penambahan tandan kosong kelapa sawit berbanding terbalik dengan nilai kalor yang dihasilkan. Semakin tinggi penambahan tandan kosong sawit kelapa sawit, maka nilai kalor akan semakin rendah. Hal ini dipengaruhi oleh kandungan lignin tandan kosong kelapa sawit lebih rendah dibandingkan cangkang kelapa sawit. Menurut Pranata (2007) kadar lignin cangkang kelapa sawit sebesar 29.4%, sedangkan kadar lignin pada tandan kosong kelapa sawit sebesar 15.07% (Novitri dan Nova 2010). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kadar air yang semakin tinggi menghasilkan nilai kalor yang semakin rendah. Karena kalor terlebih dahulu digunakan untuk menguapkan komponen air dalam biopelet (Nurwigha 2012). Selain itu, nilai kadar karbon terikat yang semakin tinggi menghasilkan nilai kalor yang semakin tinggi. Hal ini terjadi karena tingginya kandungan karbon dalam biopelet yang dapat terbakar (Nurwigha 2012).

4666 4456.50 4389

(28)

16

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penambahan tandan kosong kelapa sawit pada biopelet dapat menaikkan kerapatan, keteguhan tekan, kadar air, kadar zat terbang, dan kadar abu. Namun penambahan tandan kosong kelapa sawit pada biopelet dapat menurunkan kadar karbon terikat dan nilai kalor biopelet. Biopelet yang dihasilkan memiliki nilai kerapatan berkisar antara 1.02-1.17g/cm3, keteguhan tekan berkisar antara 23.73-209.52 kgf/cm2, kadar air berkisar antara 2.38-4.76 %, kadar zat terbang berkisar antara 67.24-72.83 %, kadar abu berkisar 4.50-7.41%, kadar karbon terikat berkisar antara 17.36-22.97%, dan nilai kalor berkisar antara 4172.5-4666 kal/g. Biopelet dengan penambahan tandan kosong kelapa sawit 25% bagus untuk dijadikan bahan bakar alternatif karena memiliki nilai kalor yang tinggi, sedangkan kadar abu, kadar zat terbang, dan kadar air rendah.

Saran

Perlu adanya penelitian lanjutan untuk mengurangi nilai kadar air, kadar zat terbang, dan kadar abu biopelet. Serta upaya meningkatkan nilai kerapatan, keteguhan tekan, dan kadar karbon terikat. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan nilai kalor biopelet cangkang dan tandan kosong kelapa sawit. Serta perlu adanya uji pembakaran biopelet cangkang dan tandan kosong kelapa sawit yang meliputi laju konsumsi dan efisiensi pembakaran.

DAFTAR PUSTAKA

Adapa P, Tabil L, Schoenau G. 2009. Compression Characteristics of Selected Ground Agricultural Biomass. Agricultural Engineering International: the CIGR Ejournal. Manuscript 1347. Vol. XI.

American Society for Testing and Materials. 2002. ASTM. Standard Coal and Coke D 5. Philadelphia.

Basu P. 2010. Biomass Gasification and Pyrolysis, Practical Desaign and Theory. (US): Academic Pr.

Bhattacharya SC. 1998. Appropriate Biomass Energy Technologies: Issues and Problems. Invited Paper for Seminar on Renewable Energy Sources for Rural Areas, Nadi, Fiji, 20-25 July, 1998.

Demirbas A. 1999. Properties of charcoal derived from hazelnut shell and the production of briquettes using pyrolitic oil. Energy 24: 141 – 150.

[DirJenBun] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2013. Luas Perkebunan Kelapa Sawit 2013. Departemen Pertanian.

Douard F. 2007. Chalange in The Expanding French Pellet Market. ITEBE Pellet 2007 Conference. Wells, Austria.

(29)

17 Fang S, Zhai J, Tang LL. 2013. Clonal variation in growth, chemistry, and caloric value of new poplar hybrids at nursery stagee. Biomass Bioenergy 54: 303-311.

Fauzi, Y. Widyastuti, Y.E. dan Satyawibawa, I. 2002. Pemanfaatan Hasil dan Limbah Analisis Usaha dan Pemasaran Kelapa Sawit Seri Agribisnis. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Fuwape JA, Akindele SO. 1997. Biomass yield and energy value of some fast growing multi purpose trees in Nigeria. Biomass Energy 12(2): 101-106. Hahn B. 2004. Existing Guidelines and Quality Assurance for Fuel Pellets.

Austria: Umbera.

Hansen MT, Jein AR, Hayes S, Bateman P. 2009. English Handbook for Wood Pellet Combustion. Intelligent Energi for Europe.

Haygreen JG, Bowyer JL. 1986. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu, Suatu Pengantar. Hadikusumo SA. Penerjemah; Prawirohatmodjo S. Editor. Yogyakarta(ID): UGM Press. Terjemahan dari : Forest Product and Wood Science, an Introduction.

Hendra D, Pari G. 2000. Penyempurnaan Teknologi Pengolahan Arang. Laporan Hasil Penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutan, Bogor.

Kementerian Pertanian RI. 2014. Produksi kelapa sawit 2013.

Liliana W. 2010. Peningkatan kualitas biopelet bungkil jarak pagar sebagai bahan bakar melalui teknik karbonisasi [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Nelson DL and Cox MM. 2005. Lehninger Principles of Biochemistry. New York (NY): W.H. Freeman and Company.

Novitri dan Nova A. 2010. Pabrik phenol dari tandan kelapa sawit dengan proses pirolisis. Surabaya (ID): Institut Teknologi Surabaya.

Nugraha E. 2014. Karakteristik pelet campuran tandan kosong kelapa sawit (Elaesis guineensis Jacq) dan arang [Skipsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Nugrahaeni Jl. 2008. Pemanfaatan limbah tembakau (Nicotiana tabacum L.) untuk bahan pembuatan briket arang sebagai bahan bakar alternatif [Skipsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Nurwigha R. 2012. Pembuatan biopelet dari cangkang kelapa sawit dengan penambahan arang cangkang sawit dan serabut sawit sebagai bahan bakar alternatf terbarukan [Skipsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Obernberger I, Thek G. 2004. Physical characteriztion and chemical composition of densified biomass fuels with regard to their combustion behavior. Biomass and bioenergy. 27 653- 669.

[PFI] Pellet Fuel Institute. 2007. Pellets: Industry Spesifics. http:www.peletheat.org/3/industryspecipics.html.

Pranata. 2007. Pemanfaatan sabut dan tempurung kelapa serta cangkang sawit untuk pembuatan asap cair sebagai pengawet makanan alami. Teknik Kimia, Universitas Malikussaleh Lhokseumawe.

(30)

18

Prihandana R dan Hendroko R. 2007. Energi Hijau. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Ragland KW, Aerts DJ. 1991. Properties of Wood for Combustions Analysis. Wisconsin (US): University of Wisconsin-Madison Pr.

Rahman. 2011. Uji keragaan biopelet dari biomassa limbah sekam padi (Oryza sativa sp.) sebagai bahan bakar alternatif terbarukan [Skipsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Ramsay, W.S. 1982. Energy from Forest Biomass. Ed Academic Press, Inc. New York.

Saptoadi H. 2006. The Best Biobriquette Dimension and its Particle Size. Proceedings of Sustainable Energy and Environment (SEE) 2006. Bangkok, 21-23 November 2006, Thailand.

Saputro DD, Hidayat W, Rusiyanto, Saptoadi H, Fauzun. 2012. Karakteristik briket dari limbah pengolahan kayu sengon dengan metode cetak panas. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi (SNAST) Periode III; 2012. Nov 3; Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta (ID): ISSN. Hlm 394-400.

Saragih AE. 2013. Karakteristik biopelet dari campuran cangkang sawit dan kayu sengon sebagai bahan bakar alterntif terbarukan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Shaw M. 2008. Feedstock and Process Variables Influencing Biomass Densification. M. Sc. [tesis]. Departemen of Agricultural and Bioresource Engineering, University of Saskatchewan. Canada.

Speight JG. 2005. Handbook of Coal Analsis.New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Syukri MN. 2014. Karakteristik Kelapa Sawit Sebagai Bahan Baku Bioenergi.

Kutai Timur (ID): PT Insan Fajar Mandiri Nusantara.

White RH. 1987. Effect of lignin content and extractive on the higher heating value of wood. Wood Fiber Sci. 19(4): 446-452.

Yamada K, Kanada M, Wang Q, Sakamoto K, Uchiyama I, Mizoguchi T, Zhou Y. 2005. Utility of Coal - Biomass Briquette for Remediation of Indoor Air Pollution Caused by Coal Burning in Rural Area, in China. Proceedings of Indoor Air 2005-3671.

Yang YB, Ryu C, Khor A, Yates NE, Sharifi VN, Switthenbank J. 2005. Effect of fuel properties on biomass combustion. Part I. Department of Chemical and Process Engineering, Sheffield University Waste Incineration Centre (SUWIC), Sheffield, UK.

Yuniarti, Theo YP, Faizal Y, Arhamsyah. 2011. Briket arang dari serbuk gergajian kayu meranti dan arang kayu galam. J. Riset Industri Hasil Hutan 3(2): 37-42.

(31)

19 0.680723 3.764036 0.042032 1.116667

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 10 Error Mean Square 0.001767 Number of

Means

2 3 4 5

Critical Range 0.07647 0.07991 0.08193 0.08323

Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N Perlakuan

A 1.17000 3 T100

Error 10 2692.49080 269.24908 Corrected

Total

(32)

20

R-Square Coeff Var Root MSE Respon Mean

0.959604 15.67292 16.40881 104.6953 Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 10 Error Mean Square 269.2491 Number of

Means

2 3 4 5

Critical Range 29.85 31.20 31.99 32.49

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N Perlakuan

A 209.52 3 T100

B 124.71 3 T75

B

B 117.50 3 T50

C 48.02 3 T25

C

C 23.73 3 T0

Kadar Air

Source DF Squeres Means

Square

F Value Pr > F Model 4 9.35890667 2.33972667 13.96 0.0004

Error 10 1.67613333 0.16761333 Corrected

Total

14 11.03504000

R-Square Coeff Var Root MSE Respon Mean

0.848108 11.34717 0.409406 3.608000

Alpha 0.05

(33)

21 Number of

Means

2 3 4 5

Critical Range 0.7448 0.7783 0.7981 0.8107

Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N Perlakuan

A 4.7567 3 T100

B 4.0000 3 T75

B

B 3.6700 3 T50

B

B 3.2300 3 T25

C 2.3833 3 T0

Kadar Zat Terbang

Source DF Squeres Means

Square

F Value Pr > F Model 4 49.44950667 12.36237667 32.63 0.0001

Error 10 3.78826667 0.37882667 Corrected

Total

14 53.23777333

R-Square Coeff Var Root MSE Respon Mean

0.928843 0.878408 0.615489 70.06867

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 10 Error Mean Square0.378827 Number of

Means

2 3 4 5

(34)

22

Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N Perlakuan

A 72.8300 3 T100

B 70.6567 3 T75

B

C B 70.2333 3 T50

C

C 69.3867 3 T25

D 67.2367 3 T0

Kadar Abu

Source DF Squeres Means

Square

F Value Pr > F Model 4 17.25420000 4.31355000 150.96 0.0001

Error 10 0.28573333 0.02857333 Corrected

Total

14 17.53993333

R-Square Coeff Var Root MSE Respon Mean

0.983710 3.193384 0.169036 5.293333

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 10 Error Mean Square 0.028573 Number of

Means

2 3 4 5

Critical Range 0.3075 0.3214 0.3295 0.3347 Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N Perlakuan

A 7.4067 3 T0

B 5.0533 3 T100

B

C B 4.8367 3 T75 C

C D 4.6733 3 T50 D

(35)

23 Kadar Karbon Terikat

Source DF Squeres Means

Square

F Value Pr > F Model 4 63.38789333 15.84697333 22.08 0.0001

Error 10 7.17600000 0.71760000 Corrected

Total

14 70.56389333

R-Square Coeff Var Root MSE Respon Mean

0.898305 4.028243 0.847113 21.02933

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 10 Error Mean Square 0.7176 Number of

Means

2 3 4 5

Critical Range 1.541 1.610 1.651 1.677

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N Perlakuan

A 22.9700 3 T0

A

A 22.8867 3 T25

A

B A 21.4233 3 T50 B

B 20.5100 3 T75

(36)

24

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bojonegoro pada tanggal 9 Februari 1992, anak pertama dari tiga bersaudara dari keluarga Bapak Aman Suyadi dan Ibu Suwarsih. Pendidikan SD ditempuh penulis di SD Negeri Ngrowo 1 Bojonegoro pada tahun 1998 sampai tahun 2004. Penulis melanjutkan pendidikan menengah pada tahun 2004 di SMP Negeri 4 Bojonegoro dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2007 pula penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 3 Bojonegoro dan menyelesaikannya pada tahun 2010.

Pada tahun yang sama penulis diterima di Program Sarjana Program Studi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai pengurus Gentra Kaheman, BEM Fakultas Kehutanan, dan Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (HIMASILTAN). Penulis telah mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di KPH Cilacap-Baturaden tahun 2012 dan Praktek Pengolahan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Kabupaten Sukabumi tahun 2013. Pada tahun 2013 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang selama satu bulan di Kesatuan Bisnis Mandiri Industri Kayu Brumbung Perum Perhutani Unit 1 Semarang, Jawa Tengah.

Gambar

Gambar 1 Kerapatan biopelet cangkang kelapa sawit dengan penambahan  tandan kosong kelapa sawit
Gambar 2 Keteguhan tekan biopelet cangkang kelapa sawit dengan campuran  tandan kosong kelapa sawit
Gambar 3 Kadar air biopelet cangkang kelapa sawit dengan campuran tandan  kosong kelapa sawit
Gambar 4 Kadar zat terbang biopelet cangkang kelapa sawit dengan campuran  tandan kosong kelapa sawit
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian diketahui bahwa nilai kandungan minyak awal (sebelum penambahan Abu Tandan Kosong Kelapa Sawit) pada sampel limbah cair pabrik kelapa sawit sebesar

Biopelet dari batang kelapa sawit (bagian luar dan dalam) dan pelepah baik untuk dijadikan sebagai bahan baku biopelet karena memiliki kadar abu dan nilai kalor

Berdasarkan hal-hal di atas maka perlu dilakukan pemanfaatan limbah tandan kosong kelapa sawit sebagai alternatif bahan baku pulp dengan menggunakan metode yang

Penelitian ini bertujuan untuk membuat bahan bakar alternatif yaitu briket arang dari tandan kosong kelapa sawit dengan bahan perekat tepung tapioka.. Permasalahan yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tankos (tandan kosong) kelapa sawit yang selama ini menjadi limbah dari pengolahan kelapa sawit ternyata memiliki potensi yang

Padahal tandan kosong kelapa sawit berpotensi untuk dikembangkan menjadi bahan dasar yang lebih berguna dalam proses industri lainnya, salah satunya serat TKKS tersebut dimanfaatkan

Judul : Perbaikan Subsoil Dengan Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Media Tanam Pembibitan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Menyatakan bahwa semua data dan informasi

Tujuan penelitian ini adalah untuk Menghasilkan produk asap cair dari limbah kebun kelapa sawit berupa pelepah dan tandan kosong sawit serta untuk mengetahui kandungan