• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dan Serbuk Kayu Mahoni sebagai Bahan Baku Biopelet

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dan Serbuk Kayu Mahoni sebagai Bahan Baku Biopelet"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN LIMBAH KELAPA SAWIT

(Elaeis guineensis Jacq.) DAN SERBUK KAYU MAHONI SEBAGAI

BAHAN BAKU BIOPELET

WIHDATUL AZ-

ZAUZIYAH SA’ADAH

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dan Serbuk Kayu Mahoni sebagai Bahan Baku Biopelet adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

(4)

ABSTRAK

WIHDATUL AZ-ZAUZIYAH SA’ADAH. Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dan Serbuk Kayu Mahoni sebagai Bahan Baku Biopelet. Dibimbing oleh MUH YUSRAM MASSIJAYA dan GUSTAN PARI.

Limbah kelapa sawit memiliki potensi untuk dijadikan bahan bakar berupa biopelet. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan karakteristik biopelet dari kelapa sawit dan pengaruh penambahan serbuk kayu mahoni pada kualitas biopelet. Bahan baku yang digunakan berupa batang kelapa sawit bagian luar, batang kelapa sawit bagian dalam, pelepah, daun, dan bahan campuran berupa serbuk kayu mahoni (0%, 15%, 30%, 50%). Pembuatan biopelet menggunakan ukuran partikel 40-60 mesh, suhu pengempaan 200 ºC selama 15 menit. Pengujian karakteristik biopelet menggunakan standar SNI 06-4369-1996 dan SNI 01-2891-1992. Hasil penelitian karakteristik biopelet diperoleh nilai kadar air 0.14 % - 2.34 %, kadar zat terbang 62.34% - 76.29%, kadar abu 1.12% - 13.32%, kerapatan 0.65 g/cm3 – 0.94 g/cm3, nilai kalor 4269.27 kal/g – 4729.99 kal/g, kandungan sulfur 0.012% - 0.038%, nitrogen 0.290% - 1.95%, dan klorin lebih kecil dari 0.01%. Kata kunci: kelapa sawit, serbuk kayu, biopelet, nilai kalor

ABSTRACT

WIHDATUL AZ-ZAUZIYAH SA’ADAH.Utilization of Oil Palm Waste (Elaeis guineensis Jacq.) and Mahoni Sawdust as Biopellet Materials. Supervised by MUH YUSRAM MASSIJAYA and GUSTAN PARI.

Despite widely known for its use as food, palm’s wastes produced by the plantation aren’t optimally used yet. Palm waste has potential to be made into fuel, one of which is biopellet. This research aims to find out the biopellet’s characteristic made from palm waste and examine the effect of augmenting mahoni sawdust toward biopellet’s quality. Materials used are exterior part of palm plant’s trunks, interior part of palm’s trunks, palm’s midrib, leaves, and mixed materials such as mahoni sawdust (0%, 15%, 30%, 50%). Biopellet was made using 40-60 mesh particle and compressed in 200 oC temperature for 15 minutes. Biopellet characteristics were examined using SNI 06-4369-1996 and SNI 01-2891-1992 standard. Research results show that biopellet’s water content is 0.14% - 2.34%, with volatile matter 62.34% - 76.29%, 1.12% - 13.32% ash content, 0.65 g/cm3 – 0.94 g/cm3 density, calor value as much as 4269.27 cal/g – 4729.99 cal/g, sulphur content 0.012% - 0.038%, nitrogen 0.290% - 1.95%, and chlorine content < 0.01%.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada

Departemen Hasil Hutan

PEMANFAATAN LIMBAH KELAPA SAWIT

(Elaeis guineensis Jacq.) DAN SERBUK KAYU MAHONI

SEBAGAI BAHAN BAKU BIOPELET

WIHDATUL AZ-

ZAUZIYAH SA’ADAH

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dan Serbuk Kayu Mahoni sebagai Bahan Baku Biopelet

Nama : Wihdatul Az-zauziyah Sa’adah NIM : E24100040

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Muh. Yusram Massijaya, MS Pembimbing I

Prof (R) Dr Gustan Pari, M.Si Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan ini adalah energi biomassa, dengan judul Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) dan Serbuk Kayu Mahoni sebagai Bahan Baku Biopelet.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Muh. Yusram Massijaya, MS dan Prof (R) Dr Gustan Pari, M.Si selaku pembimbing yang telah memberikan arahan, masukan, bimbingan kepada penulis selama pelaksanaan penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Istie S. Rahayu, S.Hut, M.Si selaku pembimbing akademik, Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS dan Dr Ir Bahruni, MS atas masukan-masukan yang diberikan untuk perbaikan skripsi ini.

Ungkapan terima kasih kepada Bapak Atin, Bapak Ali, Bapak Mahfudin, Adi Setiadi, S.Hut dan teman-teman THH 47 yang telah banyak membantu dan memberi masukan selama penelitian berlangsung. Terima kasih kepada Ahmad Alkadri yang selalu menemani dan memberi semangat untuk menyelesaikan skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga tak lupa disampaikan kepada Umi, Abi, Aa Iid, Aa Zia, Teteh Haqim, Teteh Oneng, Mas Fajar, Aini, Taqi, Lulu dan kedua keponakan yang lucu (Jihad dan Jinan) serta seluruh keluarga atas segala dukungan, doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan dan Pendekatan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Bahan 2

Alat 2

Prosedur Kerja 3

Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Karakteristik Bahan Baku 6

Karakteristik Biopelet 7

Kadar Air 8

Kadar Zat Terbang 9

Kadar Abu 9

Kerapatan 10

Nilai Kalor 10

Kandungan Sulfur, Nitrogen, dan Klorin 11

SIMPULAN DAN SARAN 12

Simpulan 12

Saran 12

DAFTAR PUSTAKA 12

(10)

DAFTAR TABEL

1 Karakteristik bahan baku limbah kelapa sawit dan serbuk mahoni 6

2 Hasil pengujian karakteristik biopelet 8

3 Standar kualitas biopelet 8

4 Hasil analisis kandungan nitrogen, sulfur, dan klorin pada biopelet 11

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir pembuatan biopelet 3

2 Pembagian batang kelapa sawit 3

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan energi di Indonesia terus meningkat, namun ketersediaan bahan baku semakin sedikit. Bahan baku energi yang banyak dikonsumsi adalah batu bara untuk skala industri, sedangkan untuk skala rumah tangga adalah gas dan minyak tanah. Berdasarkan data total cadangan energi fosil, diperkirakan bahwa minyak bumi akan habis digunakan dalam waktu 43 tahun ke depan, sedangkan gas alam akan habis digunakan selama 61 tahun, dan batu bara 148 tahun ke depan (Wahyudi 2011). Permintaan energi yang terus meningkat tanpa adanya upaya pembaharuan mengakibatkan dalam beberapa tahun kedepan Indonesia dapat menjadi pengimpor penuh bahan bakar minyak bumi. Oleh karena itu, usaha untuk mencari bahan bakar alternatif yang dapat diperbaharui, ramah lingkungan, dan bernilai ekonomis semakin banyak dilakukan.

Biomassa merupakan bahan organik yang berpotensi sebagai energi alternatif. Menurut Dermibas (2006) dalam Telmo dan Lousada (2011) menyatakan bahwa biomassa memiliki potensi untuk dijadikan energi yang berkelanjutan dan dapat mengurangi gas rumah kaca. Pada umumnya, biomassa digunakan untuk tujuan primer yaitu bahan pangan, serat, pakan ternak, minyak/lemak, bahan bangunan, dan lain-lain. Namun, biomassa juga dapat digunakan sebagai sumber energi (bahan bakar).

Menurut Sumaryono (2006), terdapat beberapa tanaman yang berpotensi sebagai penghasil bioenergi yang salah satunya adalah kelapa sawit. Berdasarkan penelitian Mulyani dan Las (2008), Potensi kelapa sawit dilihat dari luas lahan pertanian di Indonesia sekitar 70.20 juta ha. Lahan yang telah dimanfaatkan sebagai penghasil bioenergi sekitar 13.90 juta ha salah satu diantaranya adalah kelapa sawit sekitar 6.30 juta ha. Tanaman ini merupakan jenis tanaman palm yang banyak dimanfaatkan untuk komoditas pangan seperti pemanfaatan minyak. Namun, tanaman tersebut belum banyak dimanfaatkan limbahnya seperti bagian batang, pelepah, daun, tandan kosong dan cangkang (Subdit Pengelolaan Lingkungan 2006).

Kelapa sawit merupakan tanaman yang memiliki umur produktif berkisar 25-30 tahun (Shaari 1991 dalam Balfas 2009). Tanaman kelapa sawit yang sudah tidak produktif akan ditebang dan batangnya dibiarkan di lahan perkebunan. Limbah yang dihasilkan dari perkebunan kelapa sawit yaitu berupa batang sekitar 200 m³/ha (Basiron et al. 2002 dalam Zamzami 2014). Berdasarkan hasil penelitian Bakar et al. (1998) mengenai sifat dasar kelapa sawit, diketahui bahwa batang kelapa sawit memiliki berat jenis yang rendah dan kadar air yang tinggi. Berdasarkan sifat keawetan dan mekanis batang kelapa sawit tergolong rendah. Selain itu ada kecenderungan penurunan berat jenis dari tepi kearah pusat batang. Seperti halnya hasil penelitian Balfas (2009), tanaman sawit yang sudah tua terjadi penurunan jumlah vaskular dari luar kedalam batang, dan penambahan jaringan dari pangkal ke arah tajuk pohon.

(12)

2

(2008) dalam Gil et al. (2010), biopelet dengan cepat menjadi sumber energi terbarukan penting dari produksi energi. Peluang biopelet di Indonesia masih terbuka lebar. Berdasarkan siaran pers nomor: S.108/PIK-1/2010 yang dikeluarkan oleh Kepala Pusat Informasi Kehutanan (Masyhud 2010) menyebutkan bahwa sampai tahun 2007 Indonesia baru mampu menghasilkan pelet kayu 40.000 ton, sedangkan produksi dunia telah menembus angka 10 juta ton. Jumlah ini belum memenuhi kebutuhan dunia pada tahun 2010 yang diperkirakan mencapai 2.7 juta ton. Peluang pengembangan bahan bakar sawit sangat terbuka luas mengingat limbah kelapa sawit yang sangat besar.

Perumusan dan Pendekatan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut, dapat dirumuskan permasalahan-permasalahan sebagai berikut :

a) Apakah limbah kelapa sawit dapat dijadikan sebagai bahan baku biopelet?

b) Bagaimana karakteristik biopelet dari limbah kelapa sawit?

c) Apakah penambahan serbuk kayu mahoni dapat mempengaruhi kualitas biopelet?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan karakteristik biopelet dari limbah kelapa sawit dan pengaruh penambahan serbuk kayu mahoni terhadap kualitas biopelet.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai karakteristik biopelet dari limbah kelapa sawit serta penambahan serbuk gergaji. Selain itu dapat dijadikan pertimbangan bagi pemilik perkebunan kelapa sawit untuk mengolah limbahnya menjadi bahan baku biopelet serta dapat berkontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan mengenai energi yang terbarukan dan ramah lingkungan.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2013 hingga Januari 2014 di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan IPB, Laboratorium Terpadu IPB, Laboratorium Kimia dan Energi Biomassa dan Laboratorium Terpadu Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, dan Balai Penelitian Tanah, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.

Bahan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah perkebunan kelapa sawit (batang, pelepah, dan daun) dan serbuk kayu mahoni. Bahan baku yang digunakan berasal dari perkebunan kelapa sawit, Jasinga, Bogor. Serbuk kayu mahoni berasal dari industri penggergajian Cibeureum Petir, Kecamatan Dramaga.

Alat

(13)

3

Pengeringan

Limbah Kelapa Sawit (Batang Luar, Batang Dalam, Pelepah, dan Daun)

Pencacahan

Penggilingan dengan

willey mill

Pengayakan 40-60 mesh

Pembuatan biopelet dengan mesin press hidrolik

Pengujian Karekteristik bahan baku

Suhu 200 ºC, Tekanan 1500 Psi, lama pengempaan 15 menit Pencampuran serbuk

gergaji (0%, 15%, 30%, 50%)

Pengujian karakteristik biopelet (kadar air, kadar zat terbang, kadar abu, kerapatan, nilai kalor, kandungan nitrogen,

sulfur, dan klorin)

Hitachi U2001, tanur, oven, cawan porselin, wadah, desikator, labu kjeldhal 100 ml, alat penyulingan, pemanas listrik dan neraca analitik.

Prosedur Kerja

Gambar 1 Diagram alir pembuatan biopelet Persiapan Bahan

Limbah kelapa sawit dicacah dan dikeringudarakan. Kemudian dilanjutkan dengan penggilingan menggunakan willey mill dan disaring hingga diperoleh ukuran 40-60 mesh. Serbuk disimpan dalam wadah tertutup. Sampel penelitian terdiri dari 4 bahan baku utama yaitu batang kelapa sawit bagian luar, batang kelapa sawit bagian dalam, pelepah, dan daun. Bahan baku tersebut dicampur dengan serbuk kayu mahoni dengan presentase 0%, 15%, 30%, dan 50%. Pembuatan biopelet menggunakan mesin hydraulic press. Suhu yang digunakan 200 oC dengan tekanan 1500 Psi selama 15 menit.

Gambar 2 Pembagian batang kelapa sawit Batang Luar (5 cm)

(14)

4

Pengujian Karakteristik Bahan

Bahan baku limbah kelapa sawit dan serbuk gergaji dilakukan analisis karakteristik bahan untuk mengetahui kadar lignin, selulosa, hemisolulosa, kadar air, dan kadar abu. Analisis ini dilakukan sebagai pertimbangan dalam pemilihan bahan baku biopelet.

Pengujian Karakteristik Biopelet Kadar Air (SNI 06-4369-1996)

Penetapan kadar air dilakukan dengan meletakan sampel biopelet pada cawan porselin yang bobotnya sudah diketahui. Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 103±2 ºC selama 24 jam hingga kadar air konstan. Kemudian didinginkan kedalam desikator sampai kondisi stabil dan ditimbang. Kadar air dapat dihitung dengan persamaan:

Keterangan:

KA : Kadar air (%)

BB : Berat sebelum dikeringkan dalam oven (g) BKT : Berat setelah dikeringkan dalam oven (g) Kadar Zat Terbang (SNI 06-4369-1996)

Prinsip penetapan kadar zat terbang adalah menguapkan bahan tanpa oksigen pada suhu 950 ºC. Selisih berat dihitung sebagai zat yang hilang. Penetapan kadar zat terbang dilakukan dengan meletakan satu buah sampel biopelet dalam cawan porselin bertutup yang sudah diketahui bobotnya. Cawan porselin dimasukan kedalam tanur pada suhu 950 ºC selama 10 menit. Setelah penguapan selesai, cawan didingikan di dalam desikator dan selanjutnya ditimbang. Kadar zat terbang dihitung menggunakan persamaan:

(15)

5 Kerapatan (SNI 06-4369-1996)

Penentuan kerapatan dinyatakan dalam hasil perbandingan antara berat dan volume biopelet. Kerapatan dihitung menggunakan persamaan:

Keterangan: m: massa (g) V: volume (cm³)

Nilai Kalor (SNI 06-4369-1996)

Prinsip penetapan nilai kalor yaitu dengan membakar sejumlah contoh uji dengan pengendalian kondisi dalam Oxygen Bomb Calorimeter. Contoh uji sebanyak ± 1 gram ditempatkan pada cawan silika dan diikat dengan kawat nikel. Contoh uji ini dimasukkan ke dalam tabung dan ditutup rapat. Tabung yang berisi contoh uji dialiri oksigen selama 30 detik. Tabung dimasukkan ke dalam Oxygen Bomb Calorimeter. Pembakaran dimulai pada saat suhu air sudah konstan. Kenaikan suhu diamati setiap satu menit hingga mencapai suhu yang optimal. Nilai kalor dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :

Keterangan :

NK : Nilai Kalor (kal/g)

Δt : perbedaan suhu sebelum dan sesudah pembakaran (ºC) mbb : massa bahan bakar (g)

B : koreksi panas pada kawat (kal/g) Kandungan Sulfur (Eviati et al. 2005)

Penentuan kandungan sulfur pada biopelet menggunakan alat Spektrofotometer Hitachi U2001 yang dilakukan di Balai Penelitian Tanah, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor. Sebelumnya sampel dipersiapkan dengan diberikan perlakuan bahan kimia. Sampel dihancurkan dan ditimbang 0.5 gram ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 5 ml asam nitrat p.a, dan 1 ml asam perkhlorat p.a, dan biarkan selama satu malam. Setelah itu sampel dipanaskan pada suhu 100 oC selama 1 jam 30 menit, suhu ditingkatkan menjadi 130 oC selama 1 jam, kemudian suhu ditingkatkan lagi menjadi 150 oC selama 2 jam 30 menit (sampai uap kuning habis, bila masih ada uap kuning, waktu pemanasan ditambah lagi). Setelah uap kuning habis, suhu ditingkatkan menjadi 170 oC selama 1 jam, kemudian suhu ditingkatkan lagi menjadi 200 oC selama 1 jam (terbentuk uap putih). Destruksi selesai dengan terbentuknya endapan putih. Ekstrak didinginkan kemudian diencerkan dengan air bebas ion menjadi 10 ml, lalu dikocok hingga homogen. Pipet ekstrak tersebut sebanyak 1 ml dan deret standar masing-masing kedalam tabung kimia. Ditambahkan 7 ml asam campuran dan 2.5 ml larutan BaCl2 kemudian kocok

hingga homogen dan dibiarkan selama 30 menit. Kemudian sampel ukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 432 nm.

Kandungan Klorin dan Nitrogen (SNI 01-2891-1992)

(16)

6

proses awal, persiapan sampel dengan membutuhkan volume tio 0.01 N antara 0.2 – 20 mL. kadar klorin 1 – 10 mg/L menggunakan 500 mL dan untuk kadar lebih besar dari 10 mL digunakan volume sampel lebih kecil dari 500 mL. kemudan ditambahkan 5 mL asam asetat glasial atau volume untuk membuat pH 3 – 4 dalam Erlenmeyer. Setelah itu ditambahkan KI sebanyak spatula dan dikocok hingga rata. Sampel tersebut ditrasi dengan tio 0.01 N atau 0.025 N dengan sari pati .

Prinsip dalam penentuan senyawa nitrogen dalam protein diubah menjadi ammonium sulfat oleh H2SO4 pekat. Ammonium sulfat yang terbentuk diuraikan dengan larutan NaOH pekat (sekitar 30% b/v). Amoniak yang dibebaskan diikat dengan asam borat berlebihan, kemudian dititrasi dengan larutan HCl. Penentuan kadar nitrogen dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:

Keterangan:

V1 : volume HCl 0.01 N yang dipergunakan pada penitaran contoh (mL) V2 : volume HCl 0.01 N yang digunakan pada penitaran blanko

N : normalitas HCl fk : faktor konversi fp : faktor pengenceran

Analisis Data

Pengolahan data penelitian ini menggunakan Microsoft Excel disajikan dalam bentuk rata-rata dan standar deviasi. Data yang diperoleh dibandingkan dengan standar biopelet dari negara Amerika (PFI) dan Prancis (ITEBE).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Bahan Baku

Bahan baku utama yang digunakan dalam pembuatan biopelet berasal dari limbah kelapa sawit berupa batang bagian dalam, batang bagian luar, pelepah, dan daun. Serbuk kayu mahoni sebagai bahan campuran biopelet. Pegujian karakteristik bahan baku (Tabel 1) diperlukan untuk mengetahui kualitas limbah kelapa sawit dan serbuk kayu mahoni yang digunakan.

Tabel 1 Karakteristik bahan baku limbah kelapa sawit dan serbuk mahoni

(17)

7 kandungan lignin batang kelapa sawit bagian luar lebih banyak daripada batang kelapa sawit bagian dalam yaitu 24.42% dan 23.42%. Serbuk kayu mahoni memiliki kandungan lignin 26.36 %. Sedangkan kandungan lignin pada pelepah 19.41% dan daun 33.99%.

Selulosa merupakan komponen utama dalam kayu. Selulosa yang terdapat pada kayu sekitar 40% – 45% dan terdapat pada dinding sel sekunder (Sjöström 1998). Hasil pengujian kadar selulosa tertinggi terdapat pada pelepah kelapa sawit sebesar 32.37%, sedangkan kadar selulosa terendah terdapat pada daun sawit sebesar 20.45%. Pada batang kelapa sawit bagian dalam memiliki kandungan selulosa lebih banyak daripada bagian luar yaitu 32.34% dan 29.77%. Kandungan selulosa pada batang bagian dalam diduga terdapat banyak kandungan pati dibandingkan selulosa pada batang bagian luar. Berdasarkan hasil penelitian Bakar et al. (1998), batang kelapa sawit bagian tengah dan pusat memiliki kandungan selulosa 42.16% dan 41.11% dengan kandungan pati sebesar 4.81% dan 5.90%. Berdasarkan hasil penelitian Nuryawan et al. (2012) mengenai sifat fisis ikatan pembuluh pada batang kelapa sawit yang dihasilkan dalam pemisahan dengan parenkim secara manual diperoleh kandungan lignin sebesar 22.20% dan kadar abu 2.01%.

Kadar air bahan baku yang paling tinggi adalah serbuk gergaji sebesar 15.64%. Bahan baku dari limbah kelapa sawit memililik kadar air kurang dari 10%. Bahan baku yang digunakan menghasilkan abu yang sedikit. Namun, untuk bahan baku dari daun lebih banyak menghasilkan abu 10.39%. Serbuk kayu mahohi yang dijadikan sebagai bahan campuran biopelet memiliki kadar abu yang rendah yaitu 0.58%.

Karakteristik Biopelet

Dalam penelitian ini, biopelet yang dibuat berasal dari limbah kelapa sawit dengan campuran serbuk gergaji memiliki diameter rata-rata 1.60 cm dengan panjang rata-rata 2.40 cm. Selama proses pembuatan biopelet dari bahan baku serbuk hingga menjadi produk biopelet menghasilkan rendemen sebesar 76.93%.

(18)

8

Tabel 2 Hasil pengujian karakteristik biopelet Bahan Campuran Kadar Air

(%) 15% 0.20±0.13 73.32±0.01 2.17±0.32 0.89±0.06 4533.91±92.54 30% 0.14±0.08 72.84±0.01 2.15±0.22 0.82±0.03 4540.80±103.43 50% 0.38±0.12 75.10±0.70 1.79±0.12 0.81±0.00 4642.73±49.49 Batang

Dalam

0% 0.22±0.13 74.85±0.10 1.92±0.02 0.89±0.05 4450.82±146.36 15% 0.17±0.10 74.46±0.36 1.73±0.07 0.81±0.09 4557.54±77.63 30% 0.51±0.16 74.96±0.41 1.50±0.02 0.73±0.01 4729.99±52.32 50% 0.54±0.15 76.29±0.44 1.12±0.18 0.72±0.04 4536.33±74.82

Daun

0% 0.25±0.17 62.34±1.09 13.32±0.32 0.84±0.08 4357.33±38.30 15% 0.15±0.06 63.75±0.27 10.91±0.28 0.76±0.02 4361.11±62.14 30% 0.24±0.26 68.18±1.29 8.87±0.16 0.75±0.01 4269.27±76.96 50% 0.25±0.03 68.69±0.44 6.76±0.05 0.83±0.03 4581.48±31.71

Pelepah

0% 0.41±0.14 74.02±1.28 2.89±0.11 0.85±0.03 4414.45±37.63 15% 2.34±0.135 70.86±1.66 3.15±0.05 0.81±0.06 4519.33±111.24 30% 0.96±1.21 75.34±0.03 2.06±0.05 0.73±0.02 4543.02±72.74 50% 0.23±0.21 76.19±0.02 1.61±0.08 0.65±0.01 4401.49±63.93

Tabel 3 Standar kualitas biopelet

Parameter Satuan Amerika(a) Prancis(b)

Diameter mm 6.35 – 7.94 6 – 16

Sumber : (a)Peksa-Blanchard (2007) ; (b)Douard (2007)

Kadar Air

(19)

9 Berdasarkan hasil penelitian, nilai kadar air yang diperoleh pada biopelet berkisar 0.14% - 2.34%. Kadar air terendah pada batang bagian luar dengan campuran serbuk gergaji 30% dan teringgi pada pelepah dengan campuran serbuk gergaji 15%. Semua jenis biopelet yang dihasilkan memiliki nilai kadar air kurang dari 10%. Kadar air yang dihasilkan telah memenuhi standar biopelet dari negara Prancis (ITEBE). Sedangkan strandar Amerika (PFI) tidak mensyaratkan nilai kadar air pada biopelet.

Kadar air biopelet yang dihasilkan lebih rendah daripada kadar air bahan baku biopelet. Penurunan kadar air terjadi karena proses pencetakan bahan baku menjadi bentuk biopelet. Pada proses pencetakan, suhu yang digunakan yaitu 200 ºC dengan lama pengempaan 15 menit. Tingginya suhu pengempaan berdampak pada penghilangan kandungan air pada bahan baku yang dikempa menjadi bentuk biopelet. Kayu yang dipanaskan pada suhu 110-270 ºC mengalami proses penguapan kadar air dan beberapa komponen kayu mulai terdekomposisi.

Kadar Zat Terbang

Zat terbang merupakan zat yang dapat menguap sebagai hasil dekomposisi senyawa-senyawa di dalam suatu bahan selain air (Hendra 2012). Kandungan zat yang mudah menguap pada biomassa terjadi pada pemanasan 950 oC (Purwitasari 2011 dalam Mulyasari 2013). Menurut Hansen (2009) dalam Saragih (2013), kadar zat terbang yang tinggi dapat menurunkan efesiensi pembakaran dan menimbulkan asap pada proses pembakaran.

Kadar zat terbang biopelet yang dihasilkan berkisar 62.34% - 76.29%. Kadar zat terbang terbesar terdapat pada batang kelapa sawit bagian dalam dengan campuran 50 %, sedangkan terendah pada daun kelapa sawit dengan campuran 0%. Daun kelapa sawit memiliki kadar zat terbang yang lebih rendah dari jenis bahan lain dengan berbagai campuran berturut-turut 62.34%, 63.75%, 68.18%, dan 68.69%. Penambahan serbuk mahoni dapat meningkatkan kadar zat terbang pada biopelet.

Kadar Abu

Abu merupakan hasil sampingan dari proses pembakaran yang sudah tidak memiliki unsur karbon. Abu memiliki unsur utama yaitu silika berpengaruh terhadap nilai kalor pembakaran. Semakin banyak silika pada biopelet, maka kualitas biopelet akan semakin rendah. Berdasarkan hasil penelitian Intara dan Dyah (2012) menunjukkan bahwa limbah kelapa sawit (batang, pelepah, dan daun sawit) memiliki kandungan silika yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 1.60% - 3.50%. Sedangkan kayu mahoni memiliki kandungan silika yang rendah yaitu 0.1% (Martawijaya et al. 1981). Kadar abu merupakan salah satu parameter yang penting karena bahan bakar tanpa abu (seperti minyak dan gas) memiliki sifat pembakaran yang lebih baik (White dan Paskett 1981 dalam Zamizar 2009).

(20)

10

Kadar abu yang dihasilkan pada penelitian ini memenuhi standar Amerika yang mensyaratkan kadar abu lebih kecil dari 3% dan standar Prancis yang mensyaratkan kadar abu biopelet lebih kecil dari 6%. Namun biopelet dari daun kelapa sawit dengan berbagai campuran serbuk mahoni belum memenuhi standar Amerika maupun Prancis karena memiliki kadar abu yang lebih dari 6%.

Kerapatan

Kerapatan merupakan perbandingan antara massa kayu dengan volume kayu (Haygreen dan Bowyer 1996). Nilai kerapatan biopelet yang tinggi dapat memudahkan dalam hal penyimpanan, penanganan, dan transportasi biopelet (Adapa et al. 2007 dalam Nurwigha 2012). Tinggi-rendahnya kerapatan pada biopelet dipengaruhi oleh tekanan pada saat pengempaan. Nilai kerapatan yang dihasilkan berkisar 0.65 g/cm3 - 0.94 g/cm3. Kerapatan tertinggi pada biopelet dari batang kelapa sawit dengan campuran serbuk gergaji 0%. Sedangkan kerapatan terendah pada biopelet dari pelepah kelapa sawit dengan campuran serbuk mahoni 50%. Kerapatan yang dihasilkan belum memenuhi standar biopelet Prancis (ITEBE). Namun, kerapatan hasil penelitian ini memenuhi standar Amerika (PFI) yang mensyaratkan nilai kerapatan lebih dari 0.64 g/cm3.

Biopelet dari batang kelapa sawit bagian luar, batang kelapa sawit bagian dalam dan pelepah sawit terjadi penurunan nilai kerapatan dari campuran 0% hingga 50%. Biopelet dari daun kelapa sawit mengalami penurunan kerapatan pada campuran serbuk mahoni 15% dan 30%. Namun kerapatan biopelet dari daun kelapa sawit meningkat pada campuran 50%. Pencampuran serbuk mahoni dapat menurunkan nilai kerapatan. Semakin tinggi presentase pencampuran serbuk mahoni, tingkat homogenitas biopelet semakin redah dan nilai kerapatannya semakin kecil. Menurut Stelte et al. (2011) biopelet memiliki struktur yang lebih homogen dan memungkinkan terjadi pembakaran yang kontinyu dalam sistem boiler. Selain itu campuran pada biopelet merupakan jenis kayu yang berbeda dengan jenis bahan bakunya (limbah kelapa sawit) sehingga permukaan partikelnya berbeda.

Nilai Kalor

Parameter utama dalam menentukan kualitas bahan bakar biopelet adalah nilai kalor pembakaran. Pengujian nilai kalor bertujuan untuk mengetahui nilai panas pembakaran biopelet. Faktor yang mempegaruhi nilai kalor yaitu kadar air, karbon terikat, zat terbang, dan abu (Basu 2012 dalam Mulyasari 2013). Berdasarkan data hasil pengujian nilai kalor (Tabel 2), nilai kalor biopelet dari limbah kelapa sawit berkisar antara 4269.47 kal/g – 4729.99 kal/g. Biopelet dari limbah kelapa sawit memiliki nilai kalor yang lebih tinggi daripada biopelet dari bahan sekam padi dengan nilai kalor 3590.82 kal/g (Rahman 2011).

(21)

11 Kandungan Sulfur, Nitrogen, dan Klorin

Pengujian kandungan sulfur, nitrogen, dan klorin bertujuan untuk mengetahui kandungan unsur tersebut pada biopelet dan emisi yang diakibatkan dari proses pembakaran biopelet. Menurut McKendry (2001) dalam Nurwigha (2012), komponen utama dalam biomassa berupa karbon (C) oksigen (O), dan Hidrogen (H). Namun beberapa biomassa juga mengandung sebagian kecil nitrogen, belerang, klor, dan abu. Menurut Pastre (2002) dalam Sultana dan Kumar (2012), jerami memiliki kandungan nitrogen, klorin, dan sulfur lebih banyak dari pada kayu. Pada proses pembakaran, komponen ini keluar dalam bentuk gas yang dapat menjadi polutan atmosfer seperti Nitrogen Oksida (NO, NO2), Sulfur Dioksida (SO2), Hidrogen Klorida (HCl), dan Hidrokarbon

Terklorinasi. Bahan bakar mengandung nitrogen dapat menyebabkan emisi NOx. Pada proses pembakaran, bahan bakar yang mengandung sulfur akan menimbulkan polutan SOx dan meyebabkan iritasi pada saluran pernafasan. Kandungan klorin pada saat pembakaran dapat menyebabkan korosi. Namun kandungan sulfur dan klorin pada kayu sangat rendah.

Kandungan sulfur, nitrogen, dan klorin rata-rata (Tabel 4) yang terdapat pada biopelet dari limbah kelapa sawit yaitu 0.012% - 0.038% ; 0.29% - 1.965% dan lebih kecil dari 0.010 %. Kandungan sulfur dan klorin sesuai dengan standar biopelet dari negara Prancis (ITEBE). Sedangkan negara Amerika tidak mensyaratkan kandungan unsur tersebut pada biopelet. Kandungan nitrogen yang tidak memenuhi standar yaitu biopelet dari daun kelapa sawit (0%, 15%, 30%, 50%), batang bagian luar (0% dan 15%), dan batang bagian dalam (30%).

(22)

12

pengaruh terhadap kandungan nitrogen. Pencampuran serbuk mahoni dapat mengurangi kandungan sulfur dan nitrogen pada biopelet.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Limbah kelapa sawit dan serbuk kayu mahoni dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biopelet. Pencampuran serbuk mahoni dapat meningkatkan nilai kalor biopelet. Selain itu, pencampuran serbuk mahoni juga dapat menurunkan kerapatan, kadar abu, nitrogen, dan sulfur pada biopelet. Biopelet dari batang kelapa sawit (bagian luar dan dalam) dan pelepah baik untuk dijadikan sebagai bahan baku biopelet karena memiliki kadar abu dan nilai kalor yang sesuai dengan standar biopelet dari Prancis (ITEBE) dan Amerika (PFI). Daun kelapa sawit kurang baik sebagai bahan bakar biopelet karena memiliki nilai kadar abu lebih besar dari 6%, kadar nitrogen lebih besar dari 0.8% dan tidak memenuhi standar biopelet dari Prancis dan Amerika.

Saran

Saran untuk penelitian selanjutnya adalah perlu dilakukan uji ketahanan dan pembakaran biopelet pada bahan baku dari batang kelapa sawit dan pelepah agar penggunaan biopelet dapat maksimal. Selain itu perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai biopelet dari daun kelapa sawit dengan pencampuran bahan lain yang dapat mengurangi nilai kadar abu.

DAFTAR PUSTAKA

Bakar ES, Rachman O, Hermawan D, Karlina L, Rosdiana N. 1998. Pemanfaatan batang kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) sebagai bahan bangunan dan furniture (I): Sifat fisis, kimia, dan keawetan alami kayu kelapa sawit. JTHH 11 (1): 1-12

Balfas J. 2009. Karakteristik kayu kelapa sawit tua. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 27 (3): 1-15

Douard F. 2007. Challenges in Expanding French Pellet Market. ITEBE Pellet Conference. Wels, Austria.

Eviati, Sulaeman, Suparto. 2005. Petunjuk teknis analisis kimia tanah, tanaman, air, dan pupuk. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanah, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.

Gil MV, Oulego P, Casal MD, Pevida C, Pis JJ, Rubiera F. 2010. Mechanical durability and combustion characteristics of biopelets from biomass blends. Bioresource Technology 101 (2010): 8859-8867.

Haygreen JG, Bowyer JL. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Sutjipto AH, penerjemah; Soenardi P, editor. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: Forest Product and Wood Science, an Introduction. Hendra D. 2012. Rekayasa pembuatan mesin pellet kayu dan pengujian hasilnya.

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 30 (2): 144 – 154.

(23)

13 Martawijaya A, Iding K, Kasasi K, dan Soewanda AP. 1981. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Bogor (ID): Balai Penelitian Hasil Hutan, Badan Penelitian dan Pegembangan Pertanian.

Masyhud. 2010. Wood Pellet sumber energi dari limbah kayu. [internet]. [diunduh

2013 Mei 22]. Tersedia pada:

http://www.dephut.go.id/index.php?q=id/node/6179

Mulyani A, Las I. 2008. Poetensi sumber daya lahan dan optimalisasi pengembangan komoditas penghasil bioenergi Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 27 (1): 31-41.

Mulyasari T. 2013. Karakteristik beberapa jenis kayu sebagai bahan baku 13nergy biomassa [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Nurwigha R. 2012. Pembuatan biopelet dari cangkang kelapa sawit dengan penambahan arang cangkang sawit dan serabut sawit sebagai bahan bakar alternatif terbarukan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Nuryawan A, Dalimunthe A, Saragih RN. 2012. Sifat fisik dan kimia ikatan pembuluh pada batang kelapa sawit. FORESTA, Indonesian Journal of Forestry 1(2):34 – 40.

Telmo G, Lousada J. 2011. Heating value of wood biopelets from different species. Biomass and Bioenergy 35 (2011): 2634-2639.

Pari G, Sofyan K, Syafii W, Buchari. Kajian struktur arang dari lignin. 2006. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 24(1): 1-16.

Peksa-Blanchard M, Dolzan P, Grassi A, Heinimo J, Junginger M, Ranta T, Walter A. 2007. Gloobal wood pellet market and industry: polcy drivers, market status and raw material potential. IEA Bioenergy. [Internet]. [diunduh 2013 Desember 8]. Tersedia pada: http://www.bioenergytrade.org/

Rahman. 2011. Uji keragaman biopelet dari biomassa limbah sekam padi (Oryza sativa sp.) sebagai bahan bakar alternatif terbarukan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Ramsay WS. 1982. Energy from Forest Biomass. New York (US): Academis Press, Inc.

Saragih AE. 2013. Karakteristik biopelet dari campuran cangkang sawit dan kayu sengon sebagai bahan bakar alternative terbarukan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sjöström E. 1998. Kimia Kayu, Dasar-Dasar dan Penggunaan. Harjono S, penerjemah; Soenardi P, editor. Yogyakarta (ID): Gajah mada University Press. Terjemahan dari: Wood Chemistry, Fundamental and Application. Ed-2. Stelte W, Holm JK, Sanadi AR, Barsberg S, Ahrenfeldt J, Henriksen UB. 2011. A

study of bonding and failure mechanisms in fuel pellets from different biomass resources. Biomass and Bioenergy. 35 (2011): 910-918.

Subdit Pengelolaan Lingkungan. 2006. Pedoman Pengolahan Limbah Industri Kelapa Sawit. Jakarta (ID): Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian, Departemen Pertanian.

Sultana A, Kumar A. 2012. Ranking of biomass pellets by integration of economic, environmental and technical factors. Biomass and Bioenergy 30(2012): 1-12.

(24)

14

Seminar Bioenergi: Prospek bisnis dan peluang investasi. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta.

Wahyudi Sugeng. 2011. Energi fosil dan persebarannya di dunia. Majalah 1000 guru [Internet]. [diunduh 2014 April 30]. Tersedia pada: http://majalah1000guru.net/2011/09/energi-fosil-persebarannya-dunia/

Zamirza F. 2009. Pembuatan biopelet dari bungkil jarak pagar (Jathropa curcas L.) dengan penambahan sludge dan perekat tapioka [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

(25)

15

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 9 Desember 1992. Anak ke-4 dari pasangan M. Mir Purnama dan Diah Sutarsih serta memiliki tiga orang kakak dan tiga orang adik. Penulis tinggal dan tumbuh besar di Bekasi, Jawa Barat.

Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN Jatisari II Bekasi, dilanjutkan dengan pendidikan pesantren di Madrasah Tsanawiyah Al-Hamid, Jakarta Timur. Lulus dari MTs, penulis meneruskan jenjang pendidikannya di SMA Negri 105 Jakarta. Setelah lulus dari SMA pada tahun 2010, penulis melanjutkan studinya di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama menempuh pendidikan sarjana, penulis mengikuti beberapa praktek lapang yang diadakan oleh Fakultas Kehutanan yaitu PPEH (Praktek Pengenalan Eksositem Hutan) di Sancang Barat dan Kamojang, PPH (Praktek Pengelolaan Hutan) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), dan PKL (Praktek Kerja Lapang) di KBM Industri Kayu Brumbung, Perum Perhutani Regional I Jawa Tengah. Selain itu, penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan organisasi dan kepanitiaan di IPB. Organisasi dan kepanitiaan yang diikuti penulis yaitu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Pramuka IPB tahun 2010 sebagai anggota, Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) periode 2011-2012 sebagai staf Kementerian Lingkungan Hidup, Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (Himasiltan) tahun 2012-2013 sebagai anggotan divisi eksternal, UKM Agreemove IPB sebagai ketua program Bank Sampah Asrama TPB IPB, Ketua panitia kegiatan Himasiltan Care 2013, dan ketua divisi konsumsi pada kegiatan Malam Penganugerahan Rimbawan 2012.

Selain kepanitian dan organisai, penulis juga aktif dalam kegiatan sosial dan lingkungan. Kegiatan sosial dan lingkungan yang diikuti diantaranya menjadi pengajar di Rumah Sahabat (program paguyuban Karya Salemba Empat IPB), tim pendiri komunitas lingkungan yaitu Rumah Kembara, pendiri program Saung Briket di Desa Hegarmanah, Sukabumi. Penulis juga mendapatkan dana hibah pada Pekan Kreativitas Mahasiswa tahun 2011 dengan program Bank Sampah Sengked yang dibimbing oleh Prof Dr Clara M. Kushantoro, M.Sc. Penulis pernah memenangkan juara harapan 1 tingkat nasional dalam kegiatan Young Entrepreneurship Spirit Competition 2013. Saat skripsi ini disusun, penulis bekerja paruh-waktu sebagai pemandu di IPB Agroedutourism, pengajar privat SD, dan mengisi pelatihan-pelatihan mengenai pengolahan sampah.

(26)
(27)
(28)

Gambar

Gambar 1 Diagram alir pembuatan biopelet
Tabel 1  Karakteristik bahan baku limbah kelapa sawit dan serbuk mahoni
Gambar 3 Sampel biopelet
Tabel 2  Hasil pengujian karakteristik biopelet
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tampak hasil uji statistik gambaran karakteristik kedua kelompok yang meliputi usia, Indeks Massa Tubuh dan lama paparan sinar matahari tidak menunjukkan ada perbedaan yang

JUDUL : DOKTOR HONORIS CAUSA UGM UNTUK DUA PERAIH NOBEL MEDIA : BERNAS. TANGGAL : 11

Tujuan utama penelitian tindakan kelas ini adalah untuk mengetahui sikap estetis anak di RA Islamiyah Tanjung Morawa, dan untuk mengetahui peningkatan sikap estetis pada

Tidak ada Kredit Dukungan yang akan jatuh tempo yang disebabkan target tidak terpenuhi karena penyebab-penyebab di luar kendali yang wajar dari SAP Fieldglass atau (i)

Sementara sesekali sakit punggung atau leher sakit bukanlah alasan untuk alarm, jika rutin terjadi rasa sakit atau ketidaknyamanan diabaikan, kerusakan fisiologis

Pelaku bisnis memerlukan informasi tentang laporan keuangan lrnti~k pengambilan keputusan-keputusan bisnis. Untuk menjamin ketepatan perigambilan kepi~tusan yang

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) seberapa besar penilaian kinerja keuangan ditinjau dari rasio likuiditas, rasio solvabilitas dan rasio rentabilitas

Hasil analisis menunjukkan bahwa (1) lele Budidaya di Desa Mojomulyo Puger Jember Kabupaten layak secara finansial usaha dengan NPV positif kriteria investasi 130,113,461.00, Net B /