PERANAN FOTOPERIODE DAN GA
3PADA
PEMBUNGAAN DAN PRODUKSI BENIH SEJATI
BAWANG MERAH (Allium cepa var aggregatum)
(TRUE SHALLOT SEED)
OLEH
GINA ALIYA SOPHA
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam Tesis
saya yang berjudul :
“Peranan Fotoperiode dan GA3 pada Pembungaan dan Produksi Benih Sejati
Bawang Merah (Allium cepa var aggregatum) (True Shallot Seed)”
merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri, dengan arahan dari
para komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.
Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar program sejenis di
perguruan tinggi lain.
Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat
diperiksa kebenarannya.
Bogor, Januari 2013
Gina Aliya Sopha
ABSTRACT
GINA ALIYA SOPHA. Effect of Photoperiod and GA3 on Flowering and True
Shallot Seed Production (Allium cepa var aggregatum). Under direction of WINARSO. D. WIDODO, ROEDHY POERWANTO, and ENDAH R. PALUPI.
This research was aimed to determine the effect of sowing time, day length and concentration of GA3 on flowering and true shallot seed (TSS)
production of Bali Karet Cultivar. The experiment was conducted at the Experimental Garden of Lembang Indonesian Vegetable Research Institute (IVEGRI) at altitude 1 250 m asl from June 2011 to April 2012. The research was arranged in two experiments. In the first experiment split plot design with three replications was used. The main plot was different sowing time i.e. the 4th week of June, September, December and March, while sub plot was concentration of GA3
i.e 0, 50, 100 and 200 ppm. The second experiment was also arranged in split plot design with the main plot was day length i.e. short day 10 hour, nature day (control), long day (nature day +2 and + 4 hour), while sub plot was concentration of GA3 i.e. 0, 50, 100 and 200 ppm.
The analysis of variance indicated that sowing time, day length and GA3
independently affected vegetative growth, flowering and TSS production significantly. Whereas interaction of sowing time and GA3 concentration affected
number of harvested umbel and pembentukan buah.
The results also showed that : sowing in December, or planting shallot at long day increase flowering, and those factors could not be subtitued by GA3
application. However sowing in March or long day (nature +4 hour), and application of 200 ppm GA3, all increase TSS production. The last two factors
increased seed yield by increasing number of fruit per umbel.
Keywords: photoperiode, GA3, shallot flowering, true shallot seed, Allium cepa
RINGKASAN
GINA ALIYA SOPHA. Peranan Fotoperiode dan GA3 pada Pembungaan dan
Produksi Benih Sejati Bawang Merah (Allium cepa var aggregatum) (True Shallot Seed). Dibimbing oleh WINARSO D WIDODO, ROEDHY POERWANTO, dan ENDAH R. PALUPI.
Penyediaan benih bermutu yang efesien menjadi permasalahan penting dalam budidaya bawang merah. True shallot seed adalah alternatif lain untuk mendapatkan bibit berkualitas yang ekonomis. Namun, rendahnya persentase tanaman berbunga secara alami menyebabkan pembungaan dan produksi TSS tidak maksimal. Penelitian ini ingin menjelaskan peranan fotoperiode serta giberelin dalam produksi TSS. Teknologi produksi TSS yang telah ada menerangkan bahwa vernalisasi dapat digunakan untuk menginduksi tanaman berbunga sehingga vernalisasi telah menjadi standar baku dalam produksi TSS. Oleh karena itu, penambahan fotoperiode ataupun giberelin diharapkan dapat meningkatkan pembungaan pada tanaman yang telah terinduksi lewat vernalisasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan fotoperiode yang dilaksanakan dalam dua percobaan yaitu pengaruh waktu tanam dan fotoperiode, serta mengetahui pengaruh konsentrasi GA3 terhadap pembungaan dan produksi
benih sejati bawang merah (TSS) kultivar Bali Karet.
Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) 1250 m dpl dari Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Penelitian dilaksanakan dalam dua percobaan, yang keduanya menggunakan rancangan petak terpisah dengan tiga ulangan. Dalam percobaan pertama, petak utamanya adalah waktu tanam, yaitu minggu ke-4 Juni, September, Desember dan Maret, sedangkan anak petaknya adalah konsentrasi GA3, yaitu 0,
50, 100 dan 200 ppm. Petak utama percobaan kedua adalah fotoperiode, yaitu hari pendek 10 jam, fotoperiode alami, dan hari panjang (alami +2 dan +4 jam night
break). Sementara anak petaknya adalah konsentrasi GA3 yaitu 0, 50, 100 dan 200
ppm.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa waktu tanam, fotoperiode dan konsentrasi GA3 berpengaruh terhadap peubah pembungaan, pembuahan dan
pembentukan biji dan produksi TSS. Waktu tanam berpengaruh terhadap peubah pembungaan yaitu waktu muncul bunga pertama, waktu blooming, persentase tanaman berbunga, jumlah umbel per rumpun dan per petak; berpengaruh terhadap peubah pembuahan dan pembentukan biji yaitu jumlah kapsul per umbel, jumlah kapsul bernas per umbel, jumlah biji per kapsul, per umbel, dan per rumpun; serta berpengaruh terhadap peubah produksi TSS yaitu bobot biji per 100 butir, per umbel, per rumpun dan per petak. Hari panjang meningkatkan peubah pembungaan yaitu jumlah umbel per rumpun dan panjang tangkai bunga; meningkatkan peubah pembuahan dan pembentukan biji yaitu jumlah kapsul per umbel dan per rumpun, jumlah kapsul bernas per umbel, jumlah biji per umbel dan per rumpun; serta berpengaruh terhadap peubah produksi yaitu bobot biji per umbel dan per rumpun. Aplikasi GA3 meningkatkan peubah pembungaan yaitu
jumlah biji per umbel dan per rumpun; meningkatkan peubah produksi TSS yaitu bobot biji per umbel, per rumpun dan per satuan percobaan.
Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa fotoperiode dan giberelin berperan dalam pembungaan dan produksi TSS. Fotoperiode berperan dalam induksi dan inisiasi bunga bawang merah. Hari panjang saat waktu tanam bersama dengan vernalisasi menginduksi bunga dengan meningkatkan persentase tanaman berbunga. Sementara hari panjang pada akhir masa vegetatif menginisiasi bunga dengan meningkatkan jumlah umbel per rumpun dan jumlah kapsul per umbel. Giberelin berperan dalam inisiasi bunga yaitu meningkatkan jumlah kapsul per umbel pada hari normal dan hari panjang. Kondisi hari pendek dapat menyebabkan devernalisasi sehingga tanaman gagal berbunga.
Waktu tanam terbaik untuk produksi TSS adalah Maret dengan bobot biji per petak mencapai 12.90 g yang tidak berbeda dengan waktu tanam Juni dengan produksi 10.53 g. Namun, untuk pembungaan serta jumlah biji per kapsul (jumlah pembentukan biji) terbaik diperoleh pada waktu tanam Desember dengan waktu blooming tercepat yaitu 52 HST dan jumlah biji per kapsul mencapai 5.39 biji per kapsul. Curah hujan, jumlah hari hujan dan kelembabab mempengaruhi gugur bunga dan kapsul serta keberhasilan fertilisasi bawang merah. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mencegah gugur bunga pada bulan Desember dan untuk meningkatkan jumlah pembentukan biji pada bulan Maret.
Bawang merah dapat berbunga pada fotoperiode alami namun tidak pada hari pendek. Peningkatkan fotoperiode meningkatkan produksi TSS melalui peningkatan jumlah kapsul per umbel atau jumlah floret per umbel. Fotoperiode terbaik adalah fotoperiode alami +4 jam dengan bobot TSS 0.66 g per umbel. Sementara GA3 tidak dapat menggantikan peran fotoperiode namun dapat
meningkatkan jumlah bunga tunggal (floret) per umbel, persentase kapsul bernas dan meningkatkan hasil TSS. Konsentrasi 200 ppm GA3 menghasilkan bobot
TSS yang paling tinggi dibandingkan konsentrasi lainnya yaitu 0.62 g per umbel.
@ Hak cipta milik IPB, tahun 2013
Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
PERANAN FOTOPERIODE DAN GA
3PADA
PEMBUNGAAN DAN PRODUKSI BENIH SEJATI
BAWANG MERAH (Allium cepa var aggregatum)
(TRUE SHALLOT SEED)
GINA ALIYA SOPHA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : PERANAN FOTOPERIODE DAN GA3 PADA
PEMBUNGAAN DAN PRODUKSI BENIH SEJATI
BAWANG MERAH (Allium cepa var aggregatum)
(TRUE SHALLOT SEED)
Nama : Gina Aliya Sopha
Nrp : A252100081
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Dr. Winarso D. Widodo, MS
Ketua
Prof. Dr. Roedhy Poerwanto, M.Sc
Anggota
Dr. Endah R Palupi, MSc
Anggota
Ketua Program Studi Agronomi dan
Hortikultura
Prof. Dr. Munif Ghulamahdi, MS
Direktur Program Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Untuk keluarga kecilku tercinta
Jajang Rudianto, Humaira Zeanova dan
Damara Ziaulhaq
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia
Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
ini adalah Pembungaan bawang merah dan Produksi True Shallot Seed dengan
judul “Peranan Fotoperiode dan GA3 dalam Pembungaan dan Produksi Benih
Sejati Bawang Merah (Allium cepa var aggregatum) (True Shallot Seed). Tesis ini
diharapkan dapat berguna bagi para mahasiswa, peneliti ataupun pengguna
lainnya yang berkecimpung dalam budidaya bawang merah serta dapat
memperkaya khazanah pengetahuan terutama bidang agronomi dan hortikultura.
Penghargaan dan terima kasih Penulis ucapkan kepada Dr. Winarso D Widodo,
MS selaku ketua komisi, Prof. Dr. Roedhy Poerwanto, M.Sc dan Dr. Endah R
Palupi, M.Sc selaku anggota komisi yang telah memberikan arahan dan
bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di IPB. Serta kepada
Badan Litbang Pertanian atas kesempatan dan dana yang diberikan
Ucapan terima kasih tak terkira untuk Suamiku Jajang Rudianto, SP yang
telah memberikan dukungan dan pengertian selama penulis menjalankan tugas
belajar di IPB. Untuk putri-putriku Humaira Zeanova dan Damara Ziaulhaq atas
kebahagiaan yang diberikan. Untuk kedua orangtuaku H. Ahmad Supriadi dan Hj.
Hindun Rostini atas do’a yang senantiasa diberikan. Untuk Wasri Suherli atas
bantuannya selama penelitian di lapangan. Untuk rekan seperjuangan AGH 2010
Dian Fahrianty, Nur Maslahah, Yulia Delsi, Mutiara Dewi Puspitawati, Ida
Widiyawati, Ahmad Rifqi Fauzi, Engelbert Manaroinsong, Nope Gromikora,
Nofrianil, Toyip, Halim, Anita Darwis, Jorge Araujo De Jesus, Kartika Sangga
Mara dan Desty Sulistyowati atas kebersamaan dan semangat yang diberikan
selama Penulis menempuh studi di IPB.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Januari 2013
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ciparay Kabupaten Bandung, Jawa Barat pada
tanggal 22 November 1980 dari ayah H. Ahmad Supriadi dan ibu Hj. Hindun
Rostini. Penulis merupakan anak ke empat dari tujuh bersaudara.
Tahun 1998, penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas 11 Bandung. Pada
tahun yang sama melanjutkan pendidikan pada Jurusan Budidaya Pertanian,
Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung. Penulis
memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada tahun 2003.
Tahun 2004 penulis menikah dengan Jajang Rudianto, SP. Penulis
dikaruniai dua orang putri Humaira Zeanova lahir tahun 2005 dan Damara Ziaulaq
lahir tahun 2011.
Pada tahun 2005 penulis bekerja sebagai Peneliti Pertama di Balai
Penelitian Tanaman Sayuran Lembang di Kelti Ekofisiologi Tanaman. Tahun
2010 penulis mengikuti pendidikan Pascasarjana pada Program Studi Agronomi
dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor, dengan biaya Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Kementrian Pertanian Republik Indonesia.
DAFTAR ISI
Pembungaan dan Pembentukan Biji Bawang Merah……... Fotoperiode ...………... Analisis dan Model ………... Pelaksanaan Penelitian ………... Pengamatan ………...
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil ... Percobaan I Pengaruh Waktu Tanam dan GA3 terhadap
Pembungaan Bawang Merahdan Produksi TSS ... Kondisi umum selama percobaan 1 ...
Pembungaan Bawang Merah dan Produksi TSS... Pertumbuhan tanaman ... Pembungaan ... Pembuahan dan pembentukan biji ... Produksi TSS ... Pembahasan ...
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Pengaruh waktu tanam dan aplikasi GA3 terhadap tinggi
tanaman (cm) ... 2. Pengaruh waktu tanam dan aplikasi GA3 terhadap jumlah
daun dan jumlah anakan ... 3. Pengaruh waktu tanam dan GA3 terhadap waktu muncul
bunga pertama, waktu blooming dan persentase tanaman berbunga ... 4. Pengaruh waktu tanam dan GA3 terhadap jumlah umbel per
rumpun dan per petak ... 5. Pengaruh interaksi waktu tanam dan GA3 terhadap jumlah
umbel yang dipanen dan persentase kapsul bernas ... 6. Pengaruh waktu tanam dan GA3 terhadap jumlah kapsul per
umbel, jumlah kapsul bernas per umbel, jumlah biji per kapsul dan jumlah biji per umbel ... 7. Pengaruh waktu tanam dan GA3 terhadap persentase
pembentukan buah, pembentukan biji dan keberhasilan reproduksi ... 8. Pengaruh waktu tanam dan GA3 terhadap bobot biji per 100
butir, bobot biji per umbel, bobot biji per rumpun, dan bobot biji per petak ... 9. Pengaruh fotoperiode dan GA3 terhadap tinggi tanaman dan
jumlah anakan ... 10.Pengaruh interaksi fotoperiode dan GA3 terhadap jumlah
daun umur 30 hst ... 11.Pengaruh fotoperiode dan GA3 terhadap waktu muncul bunga
pertama, waktu blooming, persentase tanaman berbunga dan jumlah umbel per rumpun ... 12.Pengaruh fotoperiode dan GA3 terhadap panjang tangkai
bunga ... 13.Pengaruh fotoperiode dan GA3 terhadap jumlah kapsul per
umbel, jumlah kapsul per rumpun, jumlah kapsul bernas per umbel dan persentase kapsul bernas ... 14.Pengaruh fotoperiode dan GA3 terhadap jumlah biji per
kapsul, jumlah biji per umbel dan jumlah biji per rumpun ... 15.Pengaruh fotoperiode dan GA3 terhadap persentase
pembentukan buah, pembentukan biji dan keberhasilan reproduksi ... 16.Pengaruh fotoperiode dan GA3 terhadap bobot biji per umbel
dan bobot biji per rumpun...
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Deklanasi Matahari pada Bumi …...………... 2. Fotoperiode pada 6o LS ... 3. Suhu udara rataan minimum, harian dan maksimum selama
percobaan ... 4. Suhu udara rataan harian sejak tanam sampai berbunga 40%... 5. Curah hujan selama percobaan (mm) ... 6. Jumlah hari hujan selama percobaan ... 7. Kelembaban udara selama percobaan ...…………... 8. Jumlah anakan pada kontrol dan giberelin 200 ppm ... 9. Laju persentase tanaman berbunga pada waktu tanam yang
berbeda ... 10.Laju persentase tanaman berbunga pada fotoperiode yang
berbeda ... 11.Pengaruh GA3 pada laju persentase tanaman berbunga dalam
fotoperiode berbeda ... 12.Pembungaan bawang merah pada fotoperiode yang berbeda .
9 26
27 27 28 28 29 31
35
45
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Data Iklim Lembang (Juni 2012-Agustus 2012) ... 2. Hasil Pengujian Tanah Pra Penelitian ... 3. Sidik Ragam Percobaan 1 ... 4. Sidik Ragam Percobaan 2 ... 5. Perkembangan Bunga ... 6. Waktu Panen TSS ... 7. Hasil Uji Daya Berkecambah ...
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bawang merah (Allium cepa L grup Aggregatum atau Allium cepa L var
ascalonicum Backer) merupakan sayuran bumbu yang memiliki nilai ekonomis
penting di Indonesia (Fritsch & Friesen 2002). Budidaya bawang merah dihadapkan
pada permasalahan penyediaan benih bermutu yang murah. Penggunaan umbi sebagai
bibit memerlukan biaya yang cukup tinggi yaitu sekitar 40% dari total biaya
produksi. Selain itu, volume bibit yang besar memerlukan gudang penyimpanan yang
luas serta biaya angkut yang tinggi mengakibatkan budidaya bawang merah mahal
sejak awal sistem. Daya simpan umbi bibit pun tidak lama sehingga dapat terjadi
kelangkaan bibit di waktu-waktu tertentu. Penanaman umbi terus menerus
menyebabkan mutu umbi bibit kurang terjamin karena hampir selalu membawa
patogen penyakit seperti Fusarium sp, Colletotrichum sp, Alternaria sp dan virus dari
tanaman induk sehingga dapat menurunkan produktivitasnya (Suherman & Basuki
1990; Permadi 1993; Sulistyaningsih 2004).
True shallot seed (TSS) adalah cara alternatif lain untuk mendapatkan bibit
bawang merah. Teknologi budidaya bawang merah melalui TSS belum populer di
Indonesia. Biji sejati bawang merah atau true shallot seed (TSS) adalah biji yang
diperoleh dari umbel atau rangkaian bunga bawang merah. TSS memiliki beberapa
kelebihan selain dapat mengeleminasi virus dari jaringan vegetatif, juga dapat
mengurangi biaya bibit karena kebutuhan bibitnya lebih sedikit dan lebih murah.
Biaya bibit asal TSS lebih murah 50% dibandingkan benih umbi komersil serta
menghasilkan tanaman yang lebih sehat karena biji bebas patogen dan mampu
meningkatkan hasil panen sampai dua kali lipat dibandingkan asal umbi bibit
(Putrasamedja 1995; Basuki 2009). Selain itu, perbanyakan lewat biji dapat
meningkatkan keragaman budidaya bawang merah sehingga sangat berguna bagi
program pemuliaan bawang merah yang mengalami kendala keterbatasan dalam
Produksi dan pengembangan TSS di Indonesia menemui berbagai kendala
diantaranya adalah rendahnya persentase tanaman berbunga secara alami kurang lebih
30% dari populasi (Putrasamedja & Permadi 1994). Rendahnya persentase tanaman
berbunga diduga disebabkan oleh keadaan iklim di Indonesia, terutama fotoperiode
dan suhu yang tidak mendukung terjadinya inisiasi pembungaan. Fotoperiode di
Indonesia kurang lebih 12 jam dan suhu harian rata-ratanya adalah 210C. Sementara
untuk inisiasi pembungaan, tanaman bawang merah membutuhkan suhu rendah
(5-15oC) dan fotoperiode panjang (>12 jam) (Brewster 1994). Peningkatan produksi
TSS dapat dilakukan dengan cara meningkatkan pembungaan bawang merah.
Fotoperiode merupakan faktor eksogen yang langsung mempengaruhi pembungaan.
Fotoperiode di daerah tropis seperti Indonesia relatif konstan. Namun, pada
tanggal 22 Juni, bumi membentuk sudut 230 terhadap matahari (deklanasi matahari)
sehingga belahan bumi selatan mengalami siang hari kurang dari 12 jam, sebaliknya
pada 22 bulan Desember, kutub selatan membentuk sudut 230 terhadap matahari
sehingga belahan bumi selatan mengalami hari panjang (Tjasyono 2004; Gardner et
al. 2008). Di Indonesia pengaruh deklanasi tersebut tidaklah terlalu besar. Walaupun
demikian, hasil penelitian sebelumnya oleh Sumarni dan Soetiarso (1998) dan
Rosliani et al. (2005) menemukan bahwa waktu tanam berpengaruh terhadap
pembungaan bawang merah. Diduga adanya perbedaan fotoperiode, curah hujan,
suhu serta kelembaban pada waktu tanam yang berbeda dapat mempengaruhi
pembungaan bawang merah. Fotoperiode dan suhu mempengaruhi induksi dan
inisiasi pembungaan sementara curah hujan akan mempengaruhi kelembaban tanah
yang nantinya sangat mempengaruhi pembentukan biji.
Selain waktu tanam yang berbeda, pengaturan fotoperiode akan mempertegas
peranan fotoperiode dalam pembungaan bawang merah. Menurut Lewis (2000)
fotoperiode yang diberikan melebihi waktu kritis yang dibutuhkan tanaman hari
panjang (LDP) dapat menyebabkan tanaman berbunga lebih cepat dan serempak.
Demikian pula sebaliknya, bila fotoperiode yang diberikan lebih rendah dari waktu
kritis yang dibutuhkan maka dapat menunda waktu berbunga. Titik kritis fotoperiode
pembungaan pada bawang bombay dan bawang putih di daerah sub tropis, sementara
hari panjang dapat mendorong pembungaan dan pengumbian (Khokar et al. 2007;
Matthew et al. 2011).
Selain fotoperiode, giberelin ikut berperan dalam inisiasi pembungaan dan
dapat merangsang pembungaan, serta dapat menggantikan sebagian atau seluruh
fungsi suhu rendah untuk stimulasi pembungaan (Taiz & Zeiger 2002). Sumarni dan
Sumiati (2001) melaporkan bahwa aplikasi 100 ppm GA3 dan vernalisasi pada suhu
10oC selama 3-4 minggu dapat meningkatkan hasil biji TSS kultivar lokal Warso.
Selain itu, pemberian GA3 dengan konsentrasi 50-100 mg/l dapat mempercepat
inisiasi bunga dan meningkatkan kualitas bunga pada lili (Yursak 2003).
Respon tanaman terhadap fotoperiode dan giberelin berbeda tergantung jenis
dan kultivarnya. Informasi pembungaan dan produksi TSS pada bawang merah masih
sangat sedikit. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat peranan serta
pengaruh fotoperiode yang diterapkan dalam bentuk percobaan waktu tanam dan
pengaturan fotoperiode. Selain itu, untuk melihat pengaruh giberelin maka digunakan
GA3.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan teknologi produksi TSS, dengan
mempelajari beberapa hal sebagai berikut :
(1) Mengetahui waktu tanam terbaik untuk pembungaan dan produksi TSS.
(2) Mengetahui fotoperiode terbaik untuk pembungaan dan produksi TSS.
(3) Mempelajari peranan fotoperiode pada pembungaan bawang merah dan
produksi TSS.
(4) Mengetahui konsentrasi giberelin terbaik untuk pembungaan dan produksi
TSS.
(5) Mempelajari peranan giberelin pada pembungaan bawang merah dan produksi
Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah :
(1) Waktu tanam yang tepat dapat meningkatkan pembungaan dan produksi TSS.
(2) Hari panjang dapat meningkatkan pembungaan dan produksi TSS.
(3) Fotoperiode berperan dalam pembungaan bawang merah. Fotoperiode
panjang saat tanam dan saat fase vegetatif akhir dapat meningkatkan
pembungaan bawang merah. Fotoperiode panjang meningkatkan produksi
TSS dengan meningkatkan peubah pembungaan.
(4) Konsentrasi GA3 yang tepat dapat meningkatkan pembungaan dan produksi
TSS.
(5) Giberelin berperan dalam pembungaan bawang merah. Aplikasi giberelin
eksogen dapat meningkatkan pembungaan bawang merah. Aplikasi giberelin
TINJAUAN PUSTAKA
Pembungaan dan Pembentukan Biji Bawang Merah
Perbanyakan vegetatif menyebabkan variabilitas bawang merah rendah serta
umbi bibit dapat membawa patogen penyakit seperti Fusarium sp, Colletotrichum sp,
Alternaria sp dari tanaman asalnya sehingga dapat menurunkan produktivitasnya
(Walkey 1990; Permadi 1993). Selain itu, perbanyakan vegetatif memiliki berbagai
kekurangan diantaranya tingkat perbanyakan rendah, biaya umbi bibit tinggi, gudang
penyimpanan yang diperlukan besar, terjadi kehilangan selama penyimpanan karena
busuk dan berkecambah, rentan terhadap serangan hama dan soil borne disease serta
dapat mengeleminasi virus dari jaringan vegetatif. Peningkatan kontaminasi virus
pada bibit bawang merah dapat diikuti dengan penurunan hasil panen (Walkey 1990).
Kekurangan umbi bibit dapat diatasi dengan kultur meristem yang diikuti
dengan perbanyakan in vitro atau dengan menggunakan kultivar yang diperbanyak
dengan biji (Keller et al. 2000; Rabinowitch & Kamenetsky 2002). Perbanyakan
dengan biji dapat dilakukan dengan cepat, murah dan merupakan sistem alami yang
komplit dalam mengeliminasi virus (Grubben 1994). Selain itu fertilitas bawang
merah memungkinkan untuk seleksi pemuliaan galur superior misalnya dengan galur
mandul jantan sitoplasmik (Berninger 1965). Mandul jantan dapat digunakan dalam
berbagai perakitan varietas hibrida (Rabinowitch 1990). Oleh karena itu, pembungaan
menjadi hal yang sangat penting untuk memproduksi biji bawang merah.
Pada proses pembungaan terjadi perubahan fase atau transisi dari fase
vegetatif menjadi fase generatif. Kemampuan untuk berbunga dapat dicapai ketika
tanaman mencapai umur tertentu. Kondisi lingkungan yang mendukung sangat
penting bagi beberapa tumbuhan agar dapat berbunga. Faktor lingkungan yang sangat
menentukan dalam pembungaan adalah fotoperiode dan suhu (Taiz & Zeiger 2002)
lebih tepatnya adalah perlakuan suhu dingin atau vernalisasi (Michaels & Amasino
2000; Corbesier & Coupland 2006). Faktor lainnya yaitu zat pengatur tumbuh,
Menurut Bernier et al. (1985) terdapat dua teori pembungaan yaitu: teori
pertama menyatakan bahwa inisiasi pembungaan pada tanaman tidak akan terjadi
kecuali ada stimulasi, sedangkan teori kedua menyatakan bahwa tanaman selalu
berpotensi berbunga tetapi kadang-kadang tertekan oleh kondisi lingkungan yang
tidak sesuai. Namun, pada prinsipnya terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi
pembungaan, yaitu : (1) produksi hormon pembungaan atau florigen yang diinduksi
oleh kondisi lingkungan; (2) tersedianya kandungan nutrisi yang cukup untuk
mendukung perubahan dalam apikal; serta (3) perubahan respon biokimia pada apikal
yang memicu dihasilkannya unsur-unsur tertentu untuk menginduksi pembungaan
(Bidwell 1979).
Pada kebanyakan genotipe, proses pembungaan dapat dibagi menjadi empat
tahapan yaitu : (1) induksi bunga, inisiasi; (2) diferensiasi (organogenesis); (3)
pendewasaan dan perkembangan bagian bunga serta (4) antesis (Lang 1952). Induksi
pembungaan adalah suatu proses yang distimulasi oleh faktor luar dari apikal utama
yang mampu menginduksi pembentukan primordia bunga (Hempel et al. 2000). Pada
tahap induksi terjadi perubahan respon biokimia pada apikal yang menjadi sinyal
pertama perubahan fase vegetatif ke arah generatif. Hal ini ditandai oleh pelapisan
struktur apikal yang merupakan perubahan pertama bentuk morfologi dan struktur
vegetatif menjadi reproduktif. Sementara inisiasi bunga merupakan awal yang
menentukan terbentuknya organ reproduktif. Perubahan tunas apikal dan aksilar dari
fase vegetatif menjadi tunas bunga merupakan aktivitas hormonal yang berlangsung
pada tanaman tersebut yang umumnya diinduksi oleh kondisi lingkungan tertentu
seperti suhu dan perubahan fotoperiode. Induksi dan inisiasi pembungaan dipengaruhi
oleh genotipe dan lingkungan, interaksi keduanya mempengaruhi proses biokimia dan
molekular, membawanya ke masa transisi dari masa vegetatif ke generatif
(Rabinowitch & Kamenetsky 2002).
Berbeda dengan induksi pembungaan, diferensiasi bunga dapat tetap
berlangsung walaupun kondisi untuk induksi pembungaan sudah tidak ada (Erwin
2005). Selama tahap diferensiasi, struktur primordia bunga terlihat jelas dibawah
ketiga terjadi pematangan bagian-bagian bunga, seperti jaringan sporogenous, kepala
putik dan serbuk sari. Pada tahap akhir, bagian-bagian bunga mencapai ukuran
maksimum, stigma menjadi reseptif dan serbuk sari berkembang sempurna (Ryugo
1990). Pada bawang merah formasi perkembangan generatif bersimultan dengan
perkembangan vegetatif, daun terus terbentuk di meristem aksilar bersimultan dengan
perkembangan bunga di apikal utama. Selain itu, inisiasi dan diferensiasi dari
promordia bunga baru berlanjut secara berurutan dengan pertumbuhan dan
perkembangan bunga sebelumnya. Batang bunga bawang merah muncul dari
meristem utama (Rabinowitch & Kamentesky 2002).
Pada spesies Allium termasuk bawang merah pembungaan sangat dipengaruhi
oleh umur fisiologi dan kondisi lingkungan (Kamenetsky 2000). Masa juvenile
tergantung pada genetika tanaman dan lingkungan tumbuhnya. Kemampuan untuk
berbunga tidak hanya bergantung pada besarnya cadangan yang tersedia namun juga
pada ukuran meristem apikalnya (Kamenetsky & Rabinowitch 2002). Ukuran umbi
yang cukup besar (>5 g) mampu meningkatkan pembungaan dan produksi TSS
(Sumarni & Soetiarso 1998). Hal ini disebabkan ukuran umbi yang besar
menghasilkan sintesis de novo giberelin alami dengan konsentrasi tinggi. Semakin
tinggi ukuran umbi semakin tinggi karbohidratnya. Sedangkan karbohidrat
merupakan bahan baku dari asam amino kauren atau steviol yang digunakan sebagai
intermediet pembentukan giberelin (Sumiati & Sumarni 2006).
Vernalisasi dibutuhkan untuk induksi pembungaan pada bawang merah.
Tanaman bawang post-juvenile merespon vernalisasi baik pada saat penyimpanan
atau pun pada saat tumbuh di lapangan, dan sensitifitasnya terhadap vernalisasi
meningkat dengan bertambahnya usia. Suhu dingin dapat menginduksi pembungaan
namun sebaliknya suhu tinggi dapat memperlambat pembungaan (Kamenetsky &
Rabinowitch 2002). Suhu rendah 5oC dan 10oC, dapat menginduksi bunga pada
bawang merah namun sebaliknya suhu tinggi baik di gudang ataupun di lapangan
dapat menghambatnya. Suhu tinggi selama penyimpanan tidak hanya menghambat
pembungaan namun juga menunda umur berbunga, mengurangi jumlah bunga serta
1944 ; Krontal et al. 2000). Untuk bawang merah tropis yang tumbuh pada suhu
tinggi (29oC siang /21oC malam), bunga mekar normal hanya terjadi pada umbi yang
disimpan pada suhu 5oC, namun bila ditumbuhkan pada suhu yang lebih rendah
(17oC siang/9oC malam) hasil terbaik bila umbi disimpan pada suhu 10oC
(Kamenetsky & Rabinowitch 2002). Walau demikian hasilnya dapat berbeda untuk
setiap kultivar. Pada wortel, vernalisasi diikuti fotoperiode panjang dapat
meningkatkan persentase tanaman berbunga dibandingkan pada fotoperiode normal
(Dias-Tagliacozzo & Valio 1994).
Penggunaan kultivar yang diperbanyak dengan biji atau TSS (True Shallot
Seed) sebagai bibit memiliki beberapa keuntungan dibandingkan umbi bibit yaitu
dapat mengurangi biaya bibit hingga 50% dibanding umbi bibit komersil, volume
TSS rendah (kebutuhan benih TSS ± 7,5 kg/ha sementara umbi bibit mencapai ± 2
ton/ha) sehingga penyimpanannya lebih mudah dan biaya angkutnya lebih murah,
menghasilkan tanaman yang lebih sehat karena biji bebas patogen dan bebas virus
serta umbi yang dihasilkan lebih besar sehingga produktivitasnya tinggi (Ridwan et
al. 1989; Suherman & Basuki 1990; Permadi 1993; Putrasamedja 1995; Sumarni et
al. 2005; Basuki 2009).
Fotoperiode
Induksi fotoperiode terhadap pembungaan dilaporkan pertama kali pada tahun
1914 oleh Julien Tornois pada tanaman ‘hops’. Kemudian dilaporkan bahwa
fotoperioditas merupakan fenomena umum dan mampu mengontrol pembungaan
tanaman pada umunnya (Garner & Allard 1920). Daun merupakan penerima signal
fotoperiode (Knott 1934).
Fotoperiodisme adalah suatu mekanisme merespon durasi, kualitas dan energi
radiasi cahaya, sehingga membuat tanaman dapat merespon perubahan fotoperiode
dan berbunga di waktu tertentu dalam setahun (Iannucci et al. 2008). Pada tanggal 22
Juni, bumi membentuk sudut 230 terhadap matahari (Gambar 1) sehingga belahan
bumi utara mengalami siang hari yang lebih dari 12 jam dan belahan bumi selatan
kutub selatan memberntu sudut 230 terhadap matahari. Lembang terletak pada 60 LS,
artinya pada bulan Juni mengalami hari terpendek dan pada bulan Desember
mengalami hari terpanjang.
Gambar 1 Deklinasi Matahari pada Bumi.
Fotoperiode merupakan faktor lingkungan yang mengendalikan pembungaan.
Namun, studi berikutnya menerangkan bahwa niktoperiode (panjang malam) yang
merupakan faktor pengendali respon tanaman bukan fotoperiodenya. Hal ini
dibuktikan dengan apabila periode gelap diselingi oleh pencahayaan singkat maka
hasilnya adalah pengaruh hari panjang, namun sebaliknya bila periode terang
diinterupsi dengan periode gelap tidak memberikan pengaruh terhadap pembungaan
(Gardner et al. 2002). Fotoperiode dapat digunakan untuk menginduksi pembungaan
pada musim tertentu (Larson 1960). Kelompok cahaya yang aktif untuk induksi
fotoperiode pembungaan adalah cahaya merah dengan panjang gelombang 600-700
nm (Grant 1997).
Menurut Hillman (1962) klasifikasi tanaman berdasarkan responnya terhadap
fotoperiode sebagai berikut: (1) Tanaman hari pendek (short-day plants, SDP).
Pembungaan terjadi bila fotoperiode yang diterima lebih pendek daripada fotoperiode
seperti suhu; (2) Tanaman hari panjang (long-day plants, LDP). Pembungaan terjadi
bila fotoperiode yang diterima lebih panjang daripada fotoperiode minimum kritis;
(3) Tanaman hari pendek panjang (short-long-day plants, SLDP). Pembungaan
terjadi bila terkena serangkaian hari pendek kemudian diberi hari panjang, selain itu
diperlukan periode vernalisasi di antara waktu tersebut; (4) Tanaman hari panjang
pendek (long-short-day plants, LSDP). Pembungaan terjadi bila dikenai serangkaian
hari panjang kemudian dikenai serangkaian hari pendek; serta (5) Tanaman netral
(day-neutral plants, DNP). Pembungaan tidak peka terhadap fotoperiode tetapi
berhubungan dengan faktor usia yaitu bunga muncul setelah dicapai umur atau
ukuran minimum. Bawang merah termasuk dalam genus Allium yang merupakan
tanaman LDP (Rabinowitch & Kamenetsky 2002).
Thomas dan Vince-Prue (1997) menyatakan fotoperiode memungkinkan
terjadinya induksi pembungaan karena adanya sinyal perbedaan fotoperiode yang
diterima tanaman. Studi berikutnya menemukan dasar molekuler penerimaan sinyal
fotoperiode yaitu : phytochromes dan cryptochromes yang mampu memonitor
fotoperiode serta merupakan komponen jalur sinyal pembungaan yang berhubungan
dengan circadian clock (Michaels & Amasino 2000). Beberapa jenis tanaman sensitif
terhadap fotoperiode dan akan berbunga pada fotoperiode tertentu. Pemberian cahaya
tambahan selama periode gelap (night break) dapat dimulai segera sebelum
munculnya bunga serta dapat mendorong induksi pembungaan dan menyebabkan
pemanjangan batang tanaman seperti ditemukan pada tanaman Craspedia globosa
dan Lilium spp (Annis et al. 1992 ; Yursak 2003). Penambahan fotoperiode dapat
mempercepat waktu munculnya rangkaian bunga pada bawang Bombay (Khokar et
al. 2007). Sementara pada bawang putih night break dapat meningkatkan
pemanjangan tangkai bunga serta menambah jumlah floret (bunga tunggal) untuk
beberapa genotipe (Matthew et al. 2011).
Respon tanaman terhadap fotoperiode terjadi karena adanya sinyal
pembungaan oleh stimulasi pembungaan (floral stimulus) yang ditranslokasikan dari
daun ke meristem apikal. Stimulasi pembungaan menginduksi pembungaan dan
tanaman membentuk kuncup bunga (Vince-Prue 2002). Sinyal pembungaan dapat
diterima oleh daun yang sudah mencapai kompetensi atau kematangan tanggap
(Bernier et al. 1985). Kompetensi tersebut bergantung pada spesiesnya (Salisbury &
Ross 1995). Pada bawang merah, kompetensi dapat terjadi setelah memiliki 6 helai
daun sejati (Kamenetsky & Rabinowitch 2002).
Giberelin
Giberelin atau GA adalah semua senyawa tetarasiklik diterpenoid dengan
sistem cincin ent-giberelan. Ditemukan pada tahun 1926 oleh E. Kurosawa, ilmuwan
Jepang yang menemukan cendawan penyebab elongasi pada batang padi, selanjutnya
cendawan tersebut diberi nama Gibberella fujikuroi (Audus 1972). Semua giberelin
bersifat asam dan dinamakan GA (asam giberelat) yang dinomori untuk
membeda-bedakannya. Biosintesis giberelin menggunakan asetil CoA dan respirasi (Taiz &
Zeiger 2002). Giberelin disintesis lewat jalur asam mevalonic dalam jaringan yang
sedang tumbuh dan biji yang sedang berkembang. Giberelin yang umumnya tersedia
di pasaran adalah asam giberelat yang dikenal dengan nama GA3 yang
ditranslokasikan melalui xylem dan phloem, serta merupakan giberelin komersial
pertama yang tersedia dan digunakan dalam sistem standar bioassay (Arteca 1995).
Giberelin berperan dalam pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman.
Giberelin memacu pembelahan, pertumbuhan dan pembesaran sel. Hormon ini
meningkatkan hidrolisis pati, dan fruktan menjadi glukosa dan fruktosa.
Heksosa-heksosa hasil dari hidrolisis pati merupakan sumber energi terutama untuk
pembentukan dinding sel, dan menyebabkan energi potensial air menjadi rendah.
Penurunan energi potensial air menyebabkan air dari luar sel mudah berdifusi ke
dalam sel, sehingga sel dapat membesar. Pembesaran sel yang disebabkan oleh GA3
dapat mencapai 15 kali lebih tinggi dari sel yang tidak diberi perlakuan GA3 (Davies
1995).
Giberelin memegang peranan penting dalam inisiasi pembungaan pada
beberapa tanaman, terutama pada tanaman bersifat rosette (Chailakhyan 1968). Pada
giberelin diaplikasikan pada tanaman rosette dalam kondisi non induktif untuk
berbunga akan mampu membuat tanaman tersebut bolting dan berbunga, namun bila
konsentrasinya rendah tanaman sanggup untuk bolting namun tidak berbunga.
Giberelin diduga memiliki pengaruh tidak langsung terhadap pembungaan (Stuart &
Cathey 1961). Pengaruh giberelin terhadap pembungaan tidak konsisten karena
kandungan auksin dan giberelin dalam tanaman dipengaruhi fotoperiode, hal ini
menyebabkan ambigu dengan reaksi pembungaan akibat fotoperiode (Chailakhyan &
Lozhinkova 1960; Chailakhyan 1968). Pada tanaman LDP kandungan GA tinggi
diperlukan untuk berbunga dan retardant GA dapat menunda pembungaan, sementara
pada tanaman SDP, aplikasi GA tidak berpengaruh namun retardant GA diperlukan
untuk berbunga pada kondisi non induktif (Gent & McAvoy 2000). Selain itu pada
tanaman yang membutuhkan vernalisasi, hubungan antara giberelin endogenous dan
pembungaan sangat bervariasi tergantung spesies (Chailakhyan & Lozhinkova 1960).
Pada tanaman olive vernalisasi diperlukan untuk menginduksi pembungaan.
Selama periode dingin, kandungan giberelin pada tanaman tersebut antara tunas
bunga dan tunas vegetatif berbeda. Kandungan giberelin pada rangkaian bunga
meningkat selama pertumbuhannya dan mencapai titik maksimum pada fase awal
perkembangannya kemudian menurun sampai titik minimum 2 minggu sebelum
mekar sempurna. Aplikasi giberelin eksogen tanpa vernalisasi gagal untuk
menginduksi pembungaan, hal ini mengindikasikan bahwa vernalisasi merangsang
proses pembungaan kemudian bekerja bersama giberelin endogenous untuk berbunga.
Selain itu, keseimbangan antara endogenous inhibitor dan giberelin merupakan faktor
yang berpengaruh terhadap induksi pembungaan (Badr et al. 1970). Namun, pada
beberapa species seperti Gailardia x Grandiflora giberelin dapat mensubtitusi
vernalisasi (Harkess & Lyons 1994).
Tanaman dapat menghasilkan giberelin endogen dalam jumlah yang berlebih
ataupun rendah, dan tidak semua giberelin yang terdapat pada tanaman tersebut
bersifat aktif. Kandungan GA dalam kodisi hari panjang meningkat dua sampai empat
kali lipat dibandingkan tanaman yang tumbuh pada hari pendek (Tanimoto & Harada
diinginkan oleh tanaman. Pada Silene armeria, pemberian GA3 pada kondisi hari
pendek menjadikan tanaman bolting namun tidak menginduksi bunga (Wellensiek
1972). Pada Lolium temulentum, efektifitas GA3 muncul ketika GA3 diaplikasikan
pada akhir periode terang, namun bila diberikan pada awal atau pertengahan periode
terang maka pengaruhnya kecil (Evans 1964).
Pengaruh giberelin pada tanaman yang memerlukan vernalisasi untuk
pembungaannya bervariasi (Tanimoto & Harlin ada 1985). Pada tanaman yang
membutuhkan vernalisasi untuk berbunga, pengaruh giberelin dapat menginduksi
bolting dan pembungaan atau hanya menyebabkan bolting saja (Audus 1972).
Vernalisasi adalah suatu proses yang dibutuhkan untuk spesies tanaman tertentu
termasuk Allium untuk memasuki fase reproduktif, melalui pemberian suhu rendah
bukan suhu beku (Streck 2003). Giberelin mampu menginduksi pembungaan pada
kondisi non induktif ditemukan pada tanaman Hyosyamus niger (Lang 1956),
Petrosilenum crispum, Daucus carota, Brassica napus (Lang 1957), B. oleraceae, B.
napobrassica, B. rapa, Digitalis purpurea, Bellis perennis, Matthiola incana, Viola
tricolor (Wittwer & Bukovac 1957), Apium graveolens, Beta vulgaris (Wittwer &
Bukovac 1958), Centaurium minus (McComb 1967) dan Chicorium intybus
(Michniewicz & Kamienska 1964). Sementara pada spesies lainnya hanya mampu
menyebabkan bolting saja tanpa menginduksi bunga contohnya aplikasi GA3 pada
Arabidopsis thaliana tidak dapat menginduksi pembungaan (Besnard-Wibaut 1981).
Efektifitas giberelin dalam menginduksi pembungaan sangat bervariasi
tergantung pada species dan GA yang diaplikasikan. Sedikitnya terdapat 90 macam
GA dan pengaruhnya pada tanaman berbeda (Arteca 1995). Pada Myosotis alpestris
aplikasi GA7 dapat menginduksi bolting dan pembungaan, sementara GA3 hanya
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai
Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus
2012. Lembang terletak pada 1070 36’ BT dan 60 49’ LS. Selama percobaan, suhu
harian rata-rata adalah 210C dengan suhu minimum 150C dan suhu maksimum 250C.
Kelembaban rata-rata adalah 85% dengan curah hujan rata-rata 154 mm per bulan
dan banyak hari hujan rata-rata 8 hari per bulan.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah bibit umbi bawang merah kultivar Bali Karet,
GA3, pupuk kandang ayam, pupuk NPK 15-15-15, plastik transparan, plastik hitam,
bambu, lampu hemat energi 23 watt (setara dengan 100 W), dan bahan pertanian
lainnya. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan Sartorius, tempat
vernalisasi (cold storage), tempat perkecambahan, alat pengatur waktu serta alat
pertanian lainnya.
Metode Penelitian
1. Percobaan Pengaruh Waktu Tanam dan GA3 terhadap Pembungaan Bawang
Merah dan Produksi TSS.
Percobaan dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012,
dengan Rancangan Petak Terpisah, dengan waktu tanam sebagai petak utama dan
perlakuan GA3 sebagai anak petaknya.
Sebagai petak utama adalah waktu tanam (W) terdiri atas W1 = Minggu IV Juni
2011, W2 = Minggu IV September 2011, W3 = Minggu IV Desember 2011 dan W4
= Minggu IV Maret 2012. Sebagai anak petak adalah konsentrasi GA3 (G) terdiri atas
G1 = 0 (tanpa GA3) (kontrol), G2 = GA3 50 ppm, G3 = GA3 100 ppm dan G4 = GA3
200 ppm
Dari dua faktor perlakuan, diperoleh 16 kombinasi perlakuan. Setiap
kombinasi perlakuan diulang 3 kali, sehingga secara keseluruhan terdapat 42 unit
sehingga diperoleh 100 tanaman per petak. Kultivar yang digunakan adalah Bali
Karet dengan ukuran bibit > 5 gram dan ≤ 20 gram yang telah divernalisasi selama 3
minggu pada suhu 100C.
2. Percobaan Pengaruh Fotoperiode dan GA3 terhadap Pembungaan Bawang Merah
dan Produksi TSS.
Percobaan dilaksanakan di dataran tinggi Kebun Percobaan Margahayu Lembang
1250 m dpl pada bulan Desember 2011 sampai dengan April 2012, dengan
Rancangan Petak Terpisah. Petak utama merupakan fotoperiode dan perlakuan GA3
sebagai anak petak.
Petak utama adalah fotoperiode (F) terdiri atas : F1 = Fotoperiode 10 jam, F2 =
Fotoperiode alami (kontrol), F3 = Fotoperiode alami + 2 jam night break dan F4 =
Fotoperiode alami + 4 jam night break. Anak petak adalah konsentrasi GA3 (G)
terdiri atas G1 = 0 (tanpa GA3) (kontrol), G2 = GA3 50 ppm, G3 = GA3100 ppm dan
G4 = GA3 200 ppm.
Dari dua faktor perlakuan, diperoleh 16 kombinasi perlakuan. Setiap kombinasi
perlakuan diulang 3 kali, sehingga secara keseluruhan terdapat 42 satuan percobaan.
Setiap satuan percobaan terdiri atas 3 polybag ukuran 30 cm atau 8 kg tanah, masing
– masing polybag ditanam 3 umbi bawang merah. Kultivar yang digunakan adalah
Bali Karet dengan ukuran bibit > 5 gram dan ≤ 20 gram yang telah divernalisasi
selama 3 minggu pada suhu 100C.
Analisis dan Model
1. Pengaruh Waktu Tanam dan GA3 terhadap Pembungaan Bawang Merah dan
Produksi TSS.
Persamaan matematik dari rancangan yang digunakan adalah :
Yijk = µ + ρi+ αj + γij+ βk + (αβ)jk + εijk
Keterangan :
i = 1,2,3 (ulangan)
j = 1,2,3,4 (waktu tanam)
Yijk = Hasil pengamatan pengaruh waktu tanam ke-j, konsentrasi GA3 ke-k pada
ulangan ke-i
µ = Nilai tengah
ρi = Pengaruh ulangan ke-i
αj = Pengaruh waktu tanam (petak utama) ke-j γij = Pengaruh galat waktu tanam ke-j, ulangan ke-i βk = Pengaruh konsentrasi (anak petak) GA3 ke-k
(αβ)jk = Pengaruh interaksi antara waktu tanam ke-j dan konsentrasi GA3 ke-k εijk = Pengaruh galat waktu tanam ke-j dan konsentrasi GA3 ke-k pada ulangan
ke-i
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (uji F). Apabila dengan uji
F menunjukkan pengaruh nyata, uji wilayah Berganda Duncan (DMRT) pada α = 5%
dilakukan untuk menguji beda nyata antar perlakuan. Pengolahan data menggunakan
program SAS volume 9 Portable.
2. Percobaan Pengaruh Fotoperiode dan GA3 terhadap Pembungaan Bawnag Merah
dan Produksi TSS.
Persamaan matematik dari rancangan yang digunakan adalah :
Yijk= µ + ρi + αj + γij+ βk+ (αβ)jk + εijk
Keterangan :
i = 1,2,3 (ulangan)
j = 1,2,3,4 (fotoperiode)
k = 1,2,3,4 (konsentrasi GA3)
Yijk = Hasil pengamatan pengaruh fotoperiode ke-j, konsentrasi GA3 ke-k pada
ulangan ke-i
µ = Nilai tengah
ρi = Pengaruh ulangan ke-i
(αβ)jk = Pengaruh interaksi antara fotoperiode ke-j dan konsentrasi GA3 ke-k
εijk = Pengaruh galat fotoperiode ke-j dan konsentrasi GA3 ke-k pada ulangan ke-i
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (uji F). Apabila dengan uji
F menunjukkan pengaruh nyata, uji wilayah Berganda Duncan (DMRT) pada taraf α
= 5% dilakukan untuk menguji beda nyata antar perlakuan. Pengolahan data
menggunakan program SAS volume 9 Portable.
Pelaksanaan Penelitian Pengambilan sampel tanah sebelum penelitian
Sampel yang diambil sebelum penelitian adalah sampel tanah sebelum
percobaan yaitu sebelum lahan diolah. Pengujian sampel ini diperlukan untuk
mengetahui kandungan hara yang terkandung dalam sampel.
Cara pengambilan sampel tanah adalah dengan sistem bongkah komposit
yaitu mengambil 2 kg tanah pada lapisan topsoil dari beberapa titik. Sampel yang
sudah diperoleh dianalisis di Laboratorium Tanah Balai Penelitian Tanaman Sayuran
(BALITSA) Lembang.
Persiapan lahan
Pengolahan tanah dilakukan satu bulan sebelum tanah agar tanah menjadi
gembur, menghilangkan gulma dan memperbaiki sirkulasi udara serta aerasi dalam
tanah, tanah diolah sedalam ± 20 cm. Model penanaman bawang merah adalah diatas
bedengan bukan surjan untuk setiap perlakuan. Tinggi bedengan sekitar 15 cm untuk
setiap perlakuan. Bedengan bawang merah dibuat sedemikian rupa sehingga galian
subsoil berada dibawah tanah galian topsoil.
Vernalisasi
Sebelum tanam bibit yang akan digunakan diseleksi terlebih dahulu. Bibit
yang digunakan adalah bibit yang sehat dan berukuran besar (> 5 gram), yang
kemudian dibersihkan dari daun menjadi bentuk protolan. Protolan bibit dihamparkan
dalam wadah dan dimasukkan dalam ruang vernalisasi selama 3 minggu dengan suhu
Penanaman dan aplikasi GA3
Aplikasi GA3 diberikan dengan cara pencelupan bagian basal (dasar) umbi
sebelum tanam. Umbi bibit bawang merah dicelup dalam larutan GA3 sesuai dengan
perlakuan selama 15 menit.
Pada percobaan I setiap lubang tanam, ditanami satu umbi bibit, selanjutnya
dilakukan penyulaman pada umur 7 HST. Jarak tanam yang digunakan adalah 15 cm
x 20 cm. Untuk percobaan II penanaman dilakukan pada polybag ukuran 8 kg dengan
jumlah bibit 3 umbi per polybag.
Pengairan
Pengairan diberikan melalui penyiraman menggunakan embrat dan selang air.
Penyiraman dilakukan seminggu dua kali pada pagi dan sore hari kecuali saat hari
hujan. Penyiraman dilakukan sampai dengan tanaman memasuki fase vegetatif akhir
yaitu ketika 50% daun per rumpun mulai menguning sekitar usia 10 s.d. 12 MST.
Pemupukan
Pupuk dasar yang diberikan berupa pupuk kandang ayam dengan dosis 15 ton
ha-1. Dosis pupuk yang diberikan sesuai dengan dosis rekomendasi 1000 kg/ha NPK
(15-15-15) pada saat tanam, 2 dan 4 MST. Pupuk susulan diberikan dalam bentuk
lajur di samping kanan dan kiri baris tanaman.
Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman meliputi penyiangan, serta pengendalian hama,
penyakit dan gulma. Penyiangan gulma dilakukan secara manual setiap seminggu
sekali untuk menghindari kompetisi, kelembaban tanah yang tinggi serta terhindar
dari serangan penyakit. Pengendalian hama penyakit disesuaikan dengan jenis hama
dan penyakit yang menyerang baik secara manual maupun dengan aplikasi insektisida
dan fungisida.
Pemasangan naungan transparan pada percobaan I
Naungan transparan dipasang setelah muncul bunga. Pemasangan naungan
gugur bunga. Naungan di pasang mengikuti arah bedeng dengan ketinggian ± 2.5 m
di atas permukaan bedeng.
Perlakuan fotoperiode pada percobaan II
Tambahan hari panjang berupa night break diberikan pada pukul 22.00-24.00
(untuk fotoperiode alami + 2 jam) dan 22.00-02.00 (untuk fotoperiode alami + 4 jam).
Lampu yang digunakan adalah lampu hemat energi 23 watt (setara dengan 100 W).
Sementara pengurangan fotoperiode dilakukan dengan cara penyungkupan dengan
plastik hitam pada pukul 16.00 dan dibuka pada pukul 06.00 keesokan harinya
(fotoperiode 10 jam). Perlakuan fotoperiode diberikan selama 2 minggu yaitu pada
umur 3 sd 5 MST.
Penyerbukan
Penyerbukan bunga dilakukan dengan menggunakan tangan dengan cara
mengusap bunga yang telah terbuka agar serbuk sari jatuh ke kepala putik. Selain itu,
ditanam pula bunga Tagetes di areal pertanaman untuk menarik serangga penyerbuk
supaya terjadi penyerbukan oleh serangga.
Panen umbel dan biji bawang merah
Panen umbel dan biji bawang merah dilakukan pada saat biji telah matang
fisiologi. Kriteria yang digunakan adalah umbel telah merekah sempurna dan telah
terjadi penyerbukan serta fertilisasi (membentuk biji). Secara visual hampir seluruh
daun bawang telah rebah dan tangkai bunga berwarna cokelat.
Pengamatan Pengamatan Utama
Pengamatan dilakukan terhadap tanaman contoh secara acak pada setiap petak
percobaan. Petak panen bawang merah adalah semua rumpun dalam bedengan pada
percobaan 1 dan semua rumpun pada 9 polybag pada percobaan 2. Adapun peubah
Pertumbuhan bawang merah
Pengamatan pertumbuhan tanaman dilakukan terhadap 5 tanaman contoh
secara acak ketika umur 15, 30 dan 45 HST untuk percobaan 1 dan 3 tanaman contoh
ketika umur 30 dan 45 HST untuk percobaan 2. Pengamatan pertumbuhan meliputi :
1. Tinggi tanaman (cm). Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang sampai
ke ujung daun tertinggi.
2. Jumlah daun (kapsul). Jumlah daun per tanaman adalah seluruh daun yang
ada pada setiap rumpun termasuk daun termuda (apabila sudah 3 cm)
sampai daun tertua yang sebagian besar masih berwarna hijau dan tidak
layu.
3. Jumlah anakan per tanaman (kapsul). Jumlah anakan per tanaman adalah
jumlah tunas yang muncul dan telah membentuk batang semu.
Pembungaan bawang merah
Pengamatan pembungaan bawang merah meliputi :
1. Persentase tanaman berbunga (%). Persentase tanaman berbunga dihitung
dengan cara menghitung jumlah tanaman yang berbunga dibagi populasi
seluruh tanaman dikali 100%. Pengamatan dilakukan setiap seminggu
sekali sejak waktu muncul bunga sampai dengan pembungaan maksimal.
Data yang ditampilkan adalah jumlah persentase pembungaan maksimal
dari populasi.
2. Waktu bunga muncul (HST). Waktu bunga muncul dihitung dengan cara
menghitung jumlah hari sejak saat tanam sampai dengan waktu bunga
muncul 10%.
3. Waktu blooming (HST). Waktu blooming dihitung dengan cara
menghitung jumlah hari sejak saat tanam sampai dengan populasi tanaman
berbunga 40%.
4. Jumlah umbel per rumpun. Pada percobaan 1 dihitung dengan cara
membagi jumlah umbel seluruh sampel dengan banyaknya sampel. Pada
percobaan 2 dihitung dengan cara membagi jumlah umbel per 9 rumpun
5. Jumlah umbel per petak. Jumlah umbel per satuan percobaan dihitung
dengan cara mencacah jumlah umbel bunga yang terbentuk per petak (100
rumpun) pada percobaan 1.
6. Untuk percobaan 2 ditambah dengan peubah panjang tangkai bunga (cm).
Panjang tangkai bunga dihitung dengan cara mengukur panjang tangkai
bunga dari pangkal batang sampai dengan dasar dari rangkaian bunga
(umbel).
Pembuahan dan pembentukan biji
Pengamatan hasil biji bawang merah meliputi :
1. Jumlah umbel yang dipanen. Jumlah umbel yang dipanen dihitung dengan
cara mencacah semua umbel yang dapat dipanen.
2. Jumlah kapsul per umbel. Jumlah kapsul per umbel dihitung dengan cara
menjumlahkan jumlah kapsul bernas dan tidak bernas pada setiap umbel.
3. Jumlah kapsul bernas per umbel. Jumlah kapsul bernas dihitung dengan
cara mencacah jumlah kapsul bernas atau berbiji pada setiap umbel.
4. Persentase pembentukan buah. Persentase pembentukan buah dihitung
dengan cara membagi jumlah kapsul bernas dengan jumlah kapsul per
umbel dikali 100%. Jumlah kapsul per umbel diasumsikan sebagai jumlah
bunga tunggal (floret) per umbel.
5. Jumlah biji per umbel. Jumlah biji per umbel dihitung dengan mencacah
jumlah biji pada setiap umbel.
6. Jumlah biji per kapsul. Jumlah biji per kapsul dihitung dengan cara
membagi jumlah biji per umbel dengan jumlah kapsul yang bernas dari
umbel tersebut.
7. Persentase pembentukan biji. Persentase pembentukan biji dihitung
dengan cara membagi jumlah biji per kapsul dengan jumlah ovule
kemudian dikali 100%. Jumlah ovule bawang merah adalah 6.
8. Keberhasilan reproduksi. Keberhasilan reproduksi dihitung dengan cara
mengalikan persentase pembentukan buah dengan persentase
Produksi TSS
1. Bobot biji per 100 butir. Bobot biji per 100 butir dihitung dengan cara
membagi bobot biji per umbel dengan jumlah biji per umbel sehingga
diperoleh bobot biji per butir. Kemudian bobot biji per butir dikali 100
sehingga diperoleh bobot biji per 100 butir.
2. Bobot biji per umbel. Bobot biji per umbel didapat dengan cara
menimbang biji atau TSS seluruh sampel kemudian dibagi jumlah sampel.
3. Bobot biji per rumpun. Bobot biji per rumpun diperoleh dengan cara
mengalikan bobot biji per umbel dengan jumlah umbel per rumpun.
4. Bobot biji per petak. Bobot biji per petak pada percobaan 1 dihitung
dengan cara menimbang seluruh biji non sampel kemudian ditambahkan
dengan biji sampel.
Data Pendukung
Data pendukung adalah data yang diperoleh dari pihak lain tanpa di analisis
secara statistika dan digunakan untuk mendukung percobaan yang dilakukan. Data
pendukung terdiri atas daya berkecambah, komponen iklim, dan analisis tanah.
Daya Berkecambah
Daya berkecambah dihitung dengan cara menghitung jumlah benih yang
tumbuh dibagi jumlah benih yang diuji di kali 100%. Sebelum diuji benih
dimasukkan kedalam ruang pendingin 5oC selama 1x 24 jam. Pengujian dilakukan di
Lab Teknologi Benih Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang.
Komponen Iklim
Komponen iklim yang dijadikan data pendukung adalah : suhu minimum,
suhu rata-rata harian, suhu maksimum, kelembaban, banyak hari hujan serta curah
hujan untuk setiap musim tanam. Komponen iklim diperoleh dari Stasiun Cuaca
Margahayu Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang.
Analisis tanah
Analisis kimia tanah sebelum percobaan meliputi : tekstur tanah, kandungan
dilakukan sebelum percobaan. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Tanah Balai
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kondisi klimatologi selam percobaan mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Curah hujan serta jumlah hujan yang tinggi dapat
menurunkan kualitas umbel serta pembentukan biji, sementara suhu udara harian
yang hangat dapat mempercepat pembungaan. Selai itu, berdasarkan sidik ragam
sebagian besar peubah pengamatan pada ke dua percobaan dipengaruhi perlakuan
secara terpisah. Namun, terdapat pula beberapa peubah yang interaksinya nyata
antara waktu tanam dengan GA3 ataupun fotoperiode dan GA3.
Percobaan I Percobaan Pengaruh Waktu Tanam dan GA3 terhadap
Pembungaan Bawang Merah dan Produksi TSS Kondisi umum selama percobaan I
a. Iklim
Pada awal pertumbuhan, tanaman bulan Juni mengalami fotoperiode
terpendek, dikuti September dan Maret fotoperiode normal dan fotoperiode terlama
pada tanaman bulan Desember (Gambar 2). Fotoperiode bulan Desember 18 menit
lebih lama dibanding Maret, 23 menit lebih lama dibanding September dan 42 menit
lebih lama dibanding Juni. Sementara pada waktu induksi bunga yaitu umur 3 sd 5
MST tanaman bulan Juni masa induksinya jatuh pada bulan Juli-Agustus dengan
fotoperiode 708-716 menit, tanaman bulan September jatuh pada bulan
Oktober-November dengan fotoperiode 735-743 menit, tanaman bulan Desember jatuh pada
bulan Januari dengan fotoperiode 747 menit, tanaman bulan Maret jatuh pada bulan
April-Mei dengan fotoperiode 710-719 menit.
Tanaman bulan Juni pada awal pertumbuhannya atau fase vegatatifnya
mengalami fotoperiode pendek (706-719 menit) kemudian pada fase selanjutnya yaitu
fase generatif mengalami fotoperiode normal (720-730 menit). Tanaman bulan
September pada awal pertumbuhan mengalami fotoperiode normal kemudian
fotoperiode panjang (731-748 menit). Tanaman bulan Desember pada awal
tanaman bulan Maret pada awal pertumbuhan mengalami fotoperiode normal diikuti
fotoperiode pendek.
Gambar 2 Fotoperiode pada 60 LS.
Suhu rataan harian saat tanam bulan Desember lebih tinggi dibandingkan
waktu tanam Juni, September ataupun Maret (Gambar 3). Begitu pula dengan rataan
suhu minimum dan maksimumnya. Selain itu, suhu harian rata-rata pada tanaman
bulan Desember sampai dengan masa generatif (waktu blooming) lebih tinggi
dibandingkan waktu tanam lainnya (Gambar 4). Pada fase vegetatif tanaman bulan
Juni suhu rataan hariannya adalah 19.90C sementara fase generatifnya adalah 20.80C.
Tanaman bulan September rataan suhu harian fase vegetatifnya adalah 20.90C dan
fase generatifnya adalah 21.40C. Tanaman bulan Desember rataan suhu harian fase
vegetatifnya adalah 21.40C dan fase generatifnya adalah 20.70C. Tanaman bulan
Maret rataan suhu harian fase vegetatifnya adalah 20.30C dan fase generatifnya
adalah 20.50C.
Tanaman bulan Juni mengalami musim kering pada fase vegetatif dengan
curah hujan rata-rata 30.4 mm per bulan dan pada fase generatif mengalami musim
basah dengan curah hujan rata-rata 187.4 mm per bulan (Gambar 5). Tanaman bulan
September baik pada fase vegetatif dan generatif mengalami musim basah dengan
curah hujan rata-rata 224.2 mm per bulan dan 312 mm per bulan. Tanaman bulan
Desember mengalami musim basah pada fase vegetatif dan generatif dengan curah
hujan rata-rata 312 mm per bulan dan 279.7 mm per bulan. Sementara tanaman bulan
Maret pada fase vegetatif mengalami musim basah dengan curah hujan rata-rata
181.8 mm per bulan kemudian diikuti musim kering dengan curah hujan rata-rata
26.9 mm per bulan. Hal ini sejalan dengan banyaknya jumlah hari hujan pada periode
tersebut (Gambar 6).
Gambar 3 Suhu udara rataan minimum, harian dan maksimum selama percobaan.
Gambar 4 Suhu udara rataan harian sejak tanam sampai berbunga 40%
5 10 15 20 25 30
suhu miniumum suhu harian suhu maksimum
15 16 17 18 19 20 21 22 23
1 4 7 10131619222528313437404346495255586164677073
su
h
u
(
oC)
hari setelah tanam
Tanam Juni Tanam September
Gambar 5 Curah hujan selama percobaan.
Gambar 6 Jumlah hari hujan selama percobaan.
Pada waktu tanam Juni, September dan Desember kelembaban udara cukup
tinggi. Namun, pada waktu tanam Maret kelembaban udara rendah (Gambar 7).
Kelembaban tanaman bulan Juni, September dan Desember selama masa
pertumbuhannya tidak terlalu berbeda. Namun, pada tanaman bulan Maret terjadi
penurunan kelembaban di akhir masa pertumbuhan. Kelembaban rata-rata fase
vegetatif tanaman bulan Juni, September dan Desember berturut turut adalah 86%,
88%, dan 88% sementara rata-rata fase generatifnya adalah 87%, 88% dan 86%.
kelembaban rata-rata fase vegetatif tanaman bulan Maret adalah 85% dan fase
Gambar 7 Kelembaban udara selama percobaan.
Masa blooming tanaman bulan Juni adalah pada bulan September, tanaman
bulan September pada bulan Desember, tanaman bulan Desember pada bulan
Februari dan tanaman bulan Maret pada bulan Juni. Masa blooming tanaman bulan
September dan Desember memiliki curah hujan yang tinggi, sementara tanaman
bulan Juni dan Maret curah hujannya rendah. Kelembaban pada masa blooming
tanaman bulan Maret adalah rendah yaitu 82% sedangkan pada tanaman bulan Juni,
Desember dan September tinggi yaitu 86-90% (Lampiran 1).
Jumlah hari hujan mempengaruhi intensitas cahaya matahari. Pada bulan
Desember walaupun fotoperiodenya terpanjang namun memiliki curah hujan serta
jumlah hari hujan yang tinggi. Hal ini menyebabkan ukuran umbel tanaman bulan
tersebut lebih kecil dibandingkan umbel pada tanaman bulan lainnya. Artinya
memiliki bunga tunggal (floret) yang lebih sedikit dibandingkan tanaman bulan
lainnya. Fotoperiode yang panjang dan suhu yang hangat menginisiasi bunga lebih
cepat dan lebih banyak, namun curah hujan, jumlah hujan dan kelembaban yang
tinggi dapat menurunkan kualitas bunga (jumlah kapsul per umbel sedikit).
b. Tanah
Tanah yang digunakan untuk penelitian adalah jenis tanah Andisol Lembang
yang pada umumnya memiliki sifat masam, N rendah, P tersedia rendah serta K yang
sedang (Lampiran 2). Pemupukan diberikan agar tidak terjadi kekahatan unsur hara
65 70 75 80 85 90 95
K
e
le
mb
a
b
a
n
(
dan pertumbuhan bawang merah dapat maksimal, sehingga mendukung pembungaan,
pembuahan dan pembentukan biji.
Pertumbuhan tanaman
Tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah anakan merupakan peubah
pengamatan yang digunakan sebagai parameter pertumbuhan serta untuk mengukur
pengaruh perlakuan yang diberikan. Waktu tanam berpengaruh terhadap tinggi
tanaman pada umur 15, 30 dan 45. Penanaman pada bulan Desember menghasilkan
tanaman yang lebih tinggi dengan jumlah daun dan jumlah anakan paling banyak
dibandingkan dengan waktu tanam lain, sementara penanaman bulan Maret
sebaliknya (Tabel 1). Konsentrasi GA3 berpengaruh pada umur 15 dan 45 HST.
Aplikasi GA3 meningkatkan tinggi tanaman dibandingkan kontrol. Peningkatan
tinggi tanaman terjadi sejak 15 HST sampai 45 HST yaitu fase akhir pertumbuhan
vegetatif.
Tabel 1 Pengaruh waktu tanam dan aplikasi GA3 terhadap tinggi tanaman (cm)
Perlakuan Tinggi tanaman (cm)
15 HST 30 HST 45 HST Tidak ada interaksi antara petak utama dan anak petak (Lampiran 3)
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf 5%
Waktu tanam berpengaruh terhadap jumlah daun dan jumlah anakan pada
umur 15, 30 dan 45 HST (Tabel 2). Namun, GA3 hanya berpengaruh pada fase akhir
pertumbuhan yaitu pada umur 45 HST. Konsentrasi 50 ppm GA3 sudah dapat
meningkatkan jumlah daun dan jumlah anakan. Tanaman bulan Desember memiliki
berbeda dengan tanaman bulan Juni dan September. Tanaman bulan Desember
memiliki jumlah anakan pada umur 15 dan 30 yang terbaik. Namun, pada umur 45
HST tanaman bulan September memberikan nilai yang tertinggi, sementara tanaman
bulan Desember tidak berbeda dengan tanaman bulan Juni. Hal ini menunjukkan
pertumbuhan maksimal tanaman bulan Juni dan September terjadi pada umur 30
sampai dengan 45 HST.
Pengaruh GA3 terhadap jumlah anakan jelas terlihat pada Gambar 6. Aplikasi
GA3 meningkatkan jumlah anakan pada bawang merah. Namun, besarnya konsentrasi
GA3yang diberikan tidak berpengaruh terhadap peubah tersebut.
Tabel 2 Pengaruh waktu tanam dan aplikasi GA3 terhadap jumlah daun dan jumlah
anakan
Perlakuan Jumlah daun Jumlah anakan
15 HST 30 HST 45 HST 15 HST 30 HST 45 HST Tidak ada interaksi antara petak utama dan anak petak (Lampiran 3)
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf 5%
Gambar 8 Jumlah anakan pada kontrol dan giberelin 200 ppm. GA3 200 ppm
Pembungaan
Hasil percobaan menunjukkan adanya pengaruh waktu tanam terhadap waktu
muncul bunga pertama, waktu blooming, persentase tanaman berbunga, serta jumlah
umbel per rumpun dan per petak. Tanaman bulan September dan Desember
memberikan tanaman paling cepat berbunga, namun paling cepat mekar ditunjukkan
oleh tanaman bulan Desember saja (Tabel 3). Sementara itu persentase tanaman
berbunga serta jumlah umbel per rumpun dan per petak tertinggi diperoleh pada
tanaman bulan Desember dan Maret (Tabel 3 dan 4).
Tabel 3 Pengaruh waktu tanam dan GA3 terhadap waktu muncul bunga pertama,
waktu blooming dan persentase tanaman berbunga
Perlakuan Tidak ada interaksi antara petak utama dan anak petak (Lampiran 3)
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf 5%
Tanaman bulan Desember memberikan waktu muncul bunga pertama dan
waktu blooming paling awal serta persentase tanaman berbunga tertinggi
dibandingkan waktu tanam lainnya (Tabel 3). Sementara tanaman bulan Maret,
walaupun waktu muncul bunga pertama dan waktu bloomingnya lambat, namun
mampu memberikan persentase tanaman berbunga yang tinggi dan tidak berbeda
dengan tanaman bulan Desember. Pada umumnya, tanaman berhasil berbunga pada
setiap waktu tanam yaitu minimal 50% dari populasi. Jumlah umbel per rumpun dan