• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produksi CMC-ase oleh Aspergillus flavus JPF14 pada Berbagai Substrat Limbah Pertanian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Produksi CMC-ase oleh Aspergillus flavus JPF14 pada Berbagai Substrat Limbah Pertanian"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

PRODUKSI CMC-ase OLEH Aspergillus flavus JPF14 PADA

BERBAGAI SUBSTRAT LIMBAH PERTANIAN

EKA WATI

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Produksi CMC-ase oleh Aspergillus flavus JPF14 Pada Berbagai Substrat Limbah Pertanian adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

EKA WATI. Produksi CMC-ase oleh Aspergillus flavus JPF14 Pada Berbagai Substrat Limbah Pertanian. Dibimbing oleh SYAMSUL FALAH dan EDDY JUSUF.

Aspergillus flavus dikenal sebagai fungi penyebab kerusakan pascapanen pada beberapa komoditas pertanian. Kemampuannya dalam mendegradasi selulosa yang merupakan komponen utama penyusun tanaman diduga merupakan hasil dari aktivitas enzim selulolitik yang disekresikannya. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan gambaran produksi CMC-ase yang dihasilkan A.flavus JPF14 pada berbagai substrat limbah pertanian. Limbah yang digunakan sebagai substrat dalam penelitian ini yaitu sekam gandum, sekam padi, dedak, dan TKKS. Aktivitas CMC-ase diuji dengan menggunakan metode Dinitrosalisilat (DNS) dengan mengukur kadar gula pereduksi yang dihasilkan. Produksi CMC-ase optimum terjadi pada kondisi pH 6, suhu 25o C, dan lama inkubasi 48 jam. Indeks selulolitik terbesar 0.4300 ditunjukkan oleh medium substrat sekam padi. CMC-ase optimum diproduksi pada medium fermentasi dedak, yaitu sebesar 0.1492 U/mL.

Kata kunci : Aspergillus flavus, CMC-ase, limbah pertanian, selulosa

ABSTRACT

EKA WATI. CMC-ase Production by Aspergillus flavus JPF14 in Various Agricultural By-product Substrates. Supervised by SYAMSUL FALAH and EDDY JUSUF.

Aspergillus flavus is known as postharvest pathogenic fungus in crops. Its ability in cellulose degradation, the main component of plants, is predicted as the action of extracellular cellulolytic enzyme. The objective of this study was testing the production of CMC-ase by A. flavus JPF14 in some agricultural by-products. Wheat husk bran, rice husk bran, rice bran, and Oil Palm Empty Fruit Bunch (OPEFB) were used as substrates in this study. The CMC-ase activity was tested by DNS method to evaluate the reducing sugar production. Optimum rate in CMC-ase activity hit in pH 6, at 25o C, for 48 hours. The highest cellulolytic ratio was shown in rice husk bran medium agar with 0.4300 in rate. The optimum production of CMC-ase hit 0.1492 U/mL which was shown in rice bran medium. Keywords : Aspergillus flavus, CMC-ase, agricultural by-products, cellulose

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Biokimia

PRODUKSI CMC-ase OLEH Aspergillus flavus JPF14 PADA

BERBAGAI SUBSTRAT LIMBAH PERTANIAN

EKA WATI

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul : Produksi CMC-ase oleh Aspergillus flavus JPF14 pada Berbagai Substrat Limbah Pertanian

Nama : Eka Wati NIM : G84070066

Disetujui oleh

Dr Syamsul Falah, S.Hut, M.Si Pembimbing I

Drs Eddy Jusuf DES Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir I Made Artika, M.App.Sc Ketua Depertemen

(8)

k

PRAKATA

Segala puji dan syukur hanyalah ditujukan kepada Allah SWT atas pertolongan, limpahan karunia, dan kemudahan yang diberikan oleh-Nya sehingga karya ilmiah yang merupakan hasil penelitian penulis yang berjudul Produksi CMC-ase Oleh Aspergillus flavus JPF14 Pada Berbagai Substrat Limbah Pertanian berhasil diselesaikan dengan baik. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan April 2013 hingga Juli 2014 di Laboratorium Rekayasa Genetika, Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Penulis berterima kasih kepada Bapak Dr Syamsul Falah, S.Hut, M.Si sebagai pembimbing pertama dan Drs Eddy Jusuf DES sebagai pembimbing kedua, serta Dr Iwan Saskiawan dari Pusat Penelitian Biologi LIPI Cibinong atas izinnya untuk menggunakan isolat dari koleksi Pusat Penelitian Biologi LIPI yang digunakan dalam penelitian ini. Penulis juga berterima kasih kepada Mbak Rere, Pak Partogi, Pak Ridwan, Mbak Neneng, Ibu Ides, Ibu Kusmiati, Mbak Lita, Mbak Martha, Ayi, dan Lisa atas bantuan, saran, inspirasi dan motivasi yang diberikan selama penulis melakukan penelitian di Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ayah, Ibu, Adik-adik, para musyrifah, teman-teman di kos Rumah Hijau, dan saudara-saudara seperjuangan di BKIM atas semangat yang ditularkan, dukungan, dan doa yang diberikan.

Karya ilmiah ini hanyalah secuil karya yang berusaha penulis torehkan dalam rangka memberikan sumbangsih bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan sebagai amal shaleh. Sebagai buah pikir dari akal manusia yang lemah, tentu karya ilmiah ini tak luput dari kekurangan dan kemungkinan terdapatnya kesalahan. Akhir kata, penulis berharap semoga karya ilmiah yang sederhana ini dapat menyediakan informasi pendahuluan bagi penelitian selanjutnya.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

METODE 2

Bahan dan Alat 2

Prosedur Penelitian 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Hasil 4

Pembahasan 8

SIMPULAN 14

SARAN 14

DAFTAR PUSTAKA 15

LAMPIRAN 18

(10)

DAFTAR GAMBAR

1 Profil fisik A.flavus JPF14 di bawah mikroskop : spora dengan perbesaran

400 x (1a), hifa dengan perbesaran 400 x (1b) 5

2 Zona bening pada berbagai substrat : (a) sekam padi, (b) sekam gandum, (c) dedak, (d) TKKS, (e) CMC, (f) avicel, (g) α-selulosa 5 3 Indeks selulolitik A.flavus JPF14 pada berbagai substrat pada hari ke-3

inkubasi 6

4 Pengaruh waktu inkubasi terhadap produksi ekstrak kasar CMC-ase

optimum 6

5 Pengaruh pH media (potato-dextrose-CMC cair) terhadap produksi

ekstrak kasar CMC-ase optimum 7

6 Pengaruh suhu terhadap produksi ekstrak kasar CMC-ase optimum 7 7 Aktivitas CMC-ase pada berbagai substrat limbah pertanian 7 8 Pengaruh lama inkubasi terhadap aktivitas CMC-ase pada media dengan

substrat dedak 8

9 Pengaruh suhu terhadap aktivitas CMC-ase pada media dengan substrat

dedak 8

DAFTAR LAMPIRAN

1 Alur penelitian 18

2 Penghitungan spora A.flavus JPF14 19

3 Perhitungan kadar CMC-ase 19

4 Pengukuran Indeks Selulolitik 20

5 Kurva standar glukosa 20

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Konversi material organik dalam pembuatan bioenergi dapat dilakukan melalui beberapa metode, antara lain pembakaran, gasifikasi, pirolisis, dan fermentasi (Bracmort 2011). Fermentasi merupakan metode yang dilakukan dengan pendekatan biologi dan biokimiawi dengan memanfaatkan enzim untuk mengubah selulosa menjadi molekul yang lebih sederhana seperti glukosa, etanol, dan berbagai produk biokimiawi lainnya (Li et al. 2009; Xia et al. 2013). Konversi material organik untuk pemanfaatan dalam bidang bioenergi adalah dengan konsep merubah makromolekul selulosa, yang merupakan komponen utama penyusun tanaman (del Campillo & Bennett 1996; Xia et al. 2013), menjadi monomer sederhananya yaitu glukosa dengan menggunakan selulase sebagai katalis biologis. Metode fermentasi dianggap yang paling ramah lingkungan. Namun demikian, metode ini juga memiliki kekurangan berupa penyediaan substrat yang kontinu dengan harga yang murah, serta diperlukan organisme penghasil selulase yang memiliki produktivitas tinggi dan aktivitas hidrolisis yang baik karena selulosa merupakan makromolekul kompleks yang sulit terhidrolisis.

Pemanfaatan limbah pertanian yang merupakan sumber potensial selulosa sebagai substrat untuk memproduksi biofuel, selain dapat membantu mengoptimalkan usaha mengurai limbah juga menambah nilai guna bagi limbah pertanian itu sendiri. Khalil et al (2006) melaporkan bahwa biomassa lignoselulosa dari limbah pertanian terdapat dalam jumlah yang jauh lebih besar dibandingkan dengan polimer sintetik. Jumlah produksinya diperkirakan 1.5 x 108 ton untuk polimer sintetik, dan 2 x 1011 untuk biomassa lignoselulosa (Reddy & Yang 2005). Angka ini menunjukkan potensi yang besar dalam pemanfaatan limbah biomassa lignoselulosa sebagai substrat untuk memproduksi enzim selulase.

Saat ini, sumber selulase yang pemanfaatannya secara komersial sudah sangat luas berasal dari fungi genus Trichoderma (Banerjee et al. 2010., Navarro et al. 2010 ; Liu et al. 2012). Selain dari genus Trichoderma, fungi yang juga telah banyak dimanfaatkan selulasenya adalah Aspergillus flavus, yang merupakan fungi yang sangat mudah ditemukan sebagai agen pembusuk di alam (Raper & Fennel 1965; Hedayati et al. 2007). A. flavus juga merupakan fungi yang secara alamiah hidup sebagai agen penyebab kerusakan pascapanen pada komoditas pertanian yang penting seperti jagung dan kacang tanah (Hedayati 2007). Hal ini menarik perhatian peneliti untuk mengetahui kemampuan degradasinya dalam merusak hasil-hasil pertanian yang diduga kuat merupakan aktivitas enzim selulase.

(12)

2

aktivitas selulase ditentukan dengan mengukur zona bening yang terbentuk dalam media padat. Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah mengetahui potensi CMC-ase yang dihasilkan oleh A.flavus JPF14 dan juga mendapatkan substrat terbaik yang dapat dihidrolisis secara optimum yang diperoleh dari bahan baku kontinu dan melimpah yang berasal dari limbah pertanian.

METODE

Bahan

Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain isolat A. flavus JPF14, sekam padi, sekam gandum, dedak padi, Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS), α-selulosa sintetik, Carboxymethilcellulose (CMC), avicel, akuades, bactoagar, pewarna rose bengal, beberapa mineral : KH2PO4, K2SO4, (NH4)2SO4, MgSO4.7H2O, CaCl2, NaCl, urea, kentang, dan glukosa.

Alat

Alat-alat yang digunakan terdiri dari mikroskop, sentrifugator, spektrofotometer UV-Vis, alat pengocok, penangas air, autoklaf, alat pengocok magnetik, laminar air flow cabinet, freezer, lemari es, oven, mesin penggiling, mesin vorteks, neraca analitik, newbauer chamber, pipet mikro, pH-meter, tabung vial, dan alat-alat gelas antara lain tabung reaksi, cawan Petri, labu Erlenmeyer, dan gelas ukur.

Metode

Penyiapan Substrat Media (modifikasi Hassan & Karim 2012)

Beberapa limbah pertanian yang digunakan sebagai substrat dalam penelitian ini (sekam padi, sekam gandum, dedak, TKKS terdelignifikasi) dihaluskan dengan mesin penggiling. Substrat pertama-tama dikeringkan di dalam oven pada suhu 60o C untuk mengurangi kelembaban. Setelah itu digiling dengan ukuran 200 mesh. Hasil penggilingan disimpan sebagai stok untuk digunakan pada perlakuan selanjutnya. Selain substrat limbah, substrat sintetik juga digunakan dalam penelitian ini. Substrat sintetik yang digunakan yaitu α-selulosa, avicel dan CMC. Substrat limbah dan substrat sintetik digunakan dalam tahap seleksi aktivitas selulolitik pada media padat. Substrat limbah digunakan pada tahap pengujian aktivitas selulolitik dalam medium cair.

Pembuatan Media Potato Dextrose Agar (PDA) Alami (modifikasi FDA 2001)

(13)

3 Penyiapan PDA untuk biakan dilakukan dengan cara mencampurkan sebanyak 230 ml filtrat steril, 770 ml air, 20 g glukosa dan 20 g agar. Semua bahan dicampur dan dipanaskan hingga larut. Sebelum digunakan, dilakukan sterilisasi terlebih dahulu dengan menggunakan autoklaf.

Peremajaan Isolat A. flavus JPF14 (modifikasi Sunatmo 2006)

Isolat stok A. flavus JPF14 disubkultur ke dalam sebanyak 20 buah tabung reaksi. Tabung reaksi yang berisi agar miring digores dengan menggunakan ose yang berisi isolat A. flavus JPF14. Goresan dalam agar miring dibuat dengan pola zig-zag yang dilakukan dengan cara menusukkan ose pada dasar tabung agar miring, kemudian dibuat goresan sampai ke bagian atas permukaan tabung yang berisi agar. Isolat stok disimpan di dalam lemari es. Tabung reaksi yang telah dibuat goresan isolat disumbat dengan kapas dan diinkubasi pada suhu ruang selama 7 hari. Setelah 7 hari, diambil salah satu tabung reaksi yang berisi isolat hasil peremajaan untuk ditumbuhkan dalam media cair untuk menguji produksi CMC-ase dalam kondisi optimum. Sisa dari isolat hasil peremajaan disimpan di dalam lemari es sebagai cadangan.

Penghitungan Jumlah Spora (Sunatmo 2006 ; Modifikasi Li et al 2010) Akuades steril sebanyak 10 mL dimasukkan ke dalam salah satu tabung reaksi yang berisi isolat hasil peremajaan. Dengan menggunakan ose, A. flavus yang tumbuh pada permukaan agar miring dikerok agar terlepas dan tercampur dengan akuades. Jumlah spora dihitung dengan menggunakan newbauer chamber di bawah mikroskop pada perbesaran 400 x.

Penentuan Kondisi Optimum Produksi CMC-ase (modifikasi Gomathi et al 2012)

Sebanyak 156.2500 mL ekstrak kentang, 3.1250 g CMC.Na, dan 0.3125 g MgSO4 dimasukkan ke dalam gelas ukur, kemudian ditambahkan akuades hingga volumenya 160 mL. Setelah itu dibagi ke dalam 5 buah gelas ukur dengan masing-masing volume setelah dibagi adalah 32 mL. Ke dalam kelima tabung reaksi ditambahkan larutan dapar sebanyak 93 mL. Keasaman (pH) dikondisikan pada rentang 4, 5, 6, 7, dan 8. Kondisi pH asam (4, 5, 6) dibuat dengan menambahkan larutan dapar sitrat fosfat. Kondisi pH basa (7, 8) dibuat dengan menambahkan larutan dapar fosfat. Selanjutnya, sebanyak 10 µL suspensi spora diinokulasikan ke dalam suspensi ini sebagai medium di dalam tabung reaksi. Inkubasi dilakukan pada suhu 25o C, 35o C, dan 50o C. Pemanenan CMC-ase dilakukan setelah 48 jam, 96 jam, 144 jam, 192 jam, dan 240 jam dengan menggunakan sentrifus dengan kecepatan 13,000 g pada suhu 4o C selama 10 menit. Total tabung sebanyak 125 buah. Bagian yang diambil adalah fase supernatan. Penentuan kadar protein dilakukan dengan merujuk pada Stoscheck (1990).

Pembuatan Medium Selektif Selulase (modifikasi Mandels 1969)

(14)

4

akuades. Komposisi agar substrat yaitu berbagai macam substrat berikut, yaitu : sekam padi, sekam gandum, dedak padi, TKKS, α-selulosa sintetik, CMC, dan avicel masing-masing dicampurkan dengan bactoagar 0,6 %, akuades dan pewarna rose bengal 500 µL. Agar mineral dan agar substrat disterilkan terlebih dahulu dengan autoklaf. Pertama-tama, dituangkan agar mineral sebanyak 10 mL ke dalam cawan Petri steril dan dibiarkan hingga mengeras. Setelah itu, dituangkan agar substrat sebanyak 10 mL di atas agar mineral dan dibiarkan hingga mengeras pula.

Penentuan Indeks Selulolitik (Modifikasi Eggins & Pugh 1962)

Sebanyak 10 µ L suspensi spora diinokulasikan ke permukaan agar selektif selulase tepat di tengah-tengah media agar. Inokulasi dilakukan di dalam laminar air flow chamber supaya agar medium selektif tidak terkontaminasi oleh organisme yang tidak dikehendaki. Kemudian diinkubasikan pada suhu ruang dan diukur pembentukkan zona bening yang terbentuk setiap hari selama tujuh hari. Pengukuran zona bening yang terbentuk dilakukan dengan menggunakan mistar.

Produksi Enzim pada Substrat Limbah (modifikasi Mandel 1969 ; Gomathi et al 2012)

Substrat yang digunakan untuk memproduksi enzim yaitu sekam gandum, dedak, TKKS, dan sekam padi. Substrat yang digunakan sebanyak 5 % dicampur dengan garam-garam mineral dengan komposisi sebagai berikut : KH2PO4 0,05 %, K2SO4 0,05 %, urea 0,1 %, MgSO4.7H2O 0,01 %, CaCl2 0,1 %, NaCl 0,6 % (formula Mandels 1969 yang dimodifikasi). Kemudian ditambahkan akuades hingga volumenya 250 mL. Produksi enzim dilakukan di dalam labu Erlenmeyer yang disumbat kapas dan ditutup plastik. Campuran ini kemudian diletakkan pada mesin pengocok. Enzim kasar dipanen dengan mengambil fraksi supernatan setelah disentrifugasi.

Optimasi aktivitas CMC-ase (modifikasi Gomathi et al 2012)

Analisis gula pereduksi dilakukan dengan menggunakan metode Dinitrosalisilat (DNS) merujuk pada Miller (1959). Pertama-tama, dibuat larutan standar glukosa dengan konsentrasi 0, 5, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90, 100 ppm. Kemudian disiapkan sampel enzim kasar yang akan dianalisis. Enzim kasar diperoleh dari kultur medium substrat cair yang terdiri dari TKKS, dedak padi, sekam gandum, dan sekam padi. Inkubasi dilakukan pada suhu 30o C, 37o C, dan 45o C dengan perlakuan waktu 60, 90, 120, 180, dan 240 menit. Prosedur analisis dilakukan dengan menggunakan pereaksi dinitrosalisilat dalam kondisi basa dengan penambahan KOH. Pengukuran kadar glukosa yang terbentuk dilakukan dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Profil Pertumbuhan Hifa dan Spora Aspergillus flavus JPF14

(15)

5 melihat bentuk fisik spora dan hifa A.flavus JPF14. Spora berbentuk bulat mulus dan berwarna hialin. Hifa berbentuk seperti benang berwarna hialin dengan gumpalan bulat tidak merata pada ujungnya. Penampakkan mikroskopis spora dan hifa disajikan pada Gambar 1.

(1a) (1b)

Gambar 1 Profil fisik A. flavus JPF14 di bawah mikroskop : spora dengan perbesaran 400 x (1a), hifa dengan perbesaran 400 x (1b)

Indeks Selulolitik (IS)

Pengujian IS dilakukan untuk mendapatkan data kualitatif berupa gambar zona bening yang terdokumenntasi pada Gambar 2 dan juga kuantitatif berupa nilai IS yang ditunjukkan pada Gambar 3. IS terbesar untuk substrat limbah ditunjukkan oleh sekam padi yaitu 0.4300, sedangkan pada substrat sintetik ditunjukkan oleh avicel yaitu 0.7700.

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

(g)

(16)

6

Gambar 3 Indeks Selulolitik A.flavus JPF14 pada berbagai substrat pada hari ke-3 inkubasi

Kondisi Optimum Produksi CMC-ase

Tahap ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kondisi optimum disekresikannya CMC-ase oleh A.flavus JPF14. Setelah perlakuan, konsentrasi CMC-ase optimum dihasilkan dengan waktu inkubasi selama 48 jam, dengan konsentrasi CMC-ase kasar rata-rata 0.5555 mg/mL (Gambar 4). pH optimum produksi ekstrak kasar CMC-ase ditunjukkan pada skala 6 dengan konsentrasi ekstrak kasar CMC-ase rata-rata yang dihasilkan sebesar 0.3962 mg/mL (Gambar 5). Ekstrak kasar CMC-ase optimum diproduksi pada suhu 25o C dengan kadar ekstrak kasar CMC-ase rata-rata 0.3930 mg/mL (Gambar 6).

Gambar 4 Pengaruh waktu inkubasi terhadap produksi ekstrak kasar CMC-ase

(17)

7

Gambar 5 Pengaruh pH media (potato-dextrose-CMC cair) terhadap produksi ekstrak kasar CMC-ase optimum

Gambar 6 Pengaruh suhu terhadap produksi ekstrak kasar CMC-ase optimum

Aktivitas CMC-ase Pada Berbagai Substrat Limbah Pertanian

Aktivitas katalitik ekstrak kasar CMC-ase yang diproduksi dalam berbagai substrat limbah pertanian diukur dengan metode DNS. Hasilnya ditunjukkan pada Gambar 7. Aktivitas CMC-ase kasar optimum pada berbagai substrat berbeda-beda. Pada TKKS 0.1489 U/mL, pada dedak 0.1492 U/mL, pada sekam gandum 0.1488 U/mL, dan pada padi 0.1484 U/mL.

(18)

8

Substrat terbaik yang menghasilkan CMC-ase optimum dalam penelitian ini ditunjukkan oleh dedak. Hasil pengujian lama waktu inkubasi optimum selanjutnya hanya dilakukan pada substrat dedak yang ditunjukkan oleh Gambar 8. Dan hasil pengujian suhu optimum ditunjukkan pada Gambar 9.

Gambar 8 Pengaruh lama inkubasi terhadap aktivitas CMC-ase pada media dengan substrat dedak

Suhu (o C)

Gambar 9 Pengaruh suhu terhadap aktivitas CMC-ase pada media dengan substrat dedak

Pembahasan

Profil Pertumbuhan Hifa dan Spora Aspergillus flavus JPF14 Organisme penghasil CMC-ase yang digunakan dalam penelitian ini diidentifikasi sebagai Aspergillus flavus dengan nomor koleksi JPF14. Identifikasi ini dilakukan dari aspek penampakkan fisik secara makroskopis yang nampak seperti beludru berwarna hijau. Merujuk kepada Hedayati et al. (2007), Aspergillus flavus merupakan fungi yang tumbuh dengan penampakkan

(19)

9 makroskopis seperti beludru dan berwarna hijau. Isolat ini diperoleh dari limbah sekam padi yang digunakan sebagai substrat pada media tumbuh jamur Champignon (Agaricus sp.). Sebelum dilakukan uji produksi CMC-ase optimum, pertumbuhan isolat yang optimum perlu dipastikan dengan menyediakan nutrisi yang dibutuhkan. Penentuan jumlah spora yang diinokulasikan ke dalam media berkaitan erat dengan substrat yang disediakan sebagai media tumbuh yang juga merupakan substrat yang akan dihidrolisis oleh enzim ekstraseluler yang disekresikan A.flavus. Hal ini berkaitan dengan fungsi spora sebagai organ bakal calon organisme baru yang bertindak sebagai bentuk pertahanan diri, di mana nantinya organisme baru ini juga akan mensekresikan enzim ekstraseluler untuk menghidrolisis substrat makanannya yang sekaligus media tempat tumbuh fungi (Machida & Gomi 2010).

A. flavus sebagai organisme penghasil selulase perlu dipastikan pertumbuhannya dalam medium peremajaan untuk meyakinkan bahwa medium yang digunakan sesuai untuk mendukung pertumbuhannya. Hal ini penting untuk memastikan keberlanjutan perlakuan dalam tahapan berikutnya. Peremajaan A.flavus dalam penelitian ini dilakukan dalam suhu ruang (berkisar 35o C – 38o C) selama 7 hari dalam lemari kedap cahaya. Suhu ini masih berada dalam rentang adalah PDA (Potato Dextrose Agar) sintetik. Sedangkan pertumbuhan koloni lebih cepat pada medium Malt Extract Agar (Gandjar 1999). Dalam penelitian ini digunakan medium alami yang terbuat dari ekstrak kentang dan sukrosa serta agar komersial sebagai bahan pemadat. Hasilnya, A. flavus dapat tumbuh dengan baik sehingga dapat dikatakan bahwa selain bahan sintetik, bahan alami juga cukup baik untuk digunakan sebagai medium tumbuh dan peremajaan A. flavus.

(20)

10

menginokulasikan 106 spora ke dalam media. Jumlah ini cukup untuk mendapatkan produksi CMC-ase yang optimum.

Indeks Selulolitik (IS)

Penentuan IS dalam penelitian ini dilakukan untuk seleksi awal pemilihan substrat limbah preferensi, pendugaan awal keberadaan komponen utama selulase, dan juga untuk mendapatkan data makroskopis mengenai selulase dalam hal kemampuannya menghidrolisis berbagai jenis sumber karbon yang dijadikan medium tumbuh. Tahap ini dilakukan dengan menginokulasikan sebanyak 10 µ L suspensi spora pada medium agar dua lapis dengan lapisan bawah berupa agar mineral dengan formulasi yang merujuk pada Mandels et al. (1969) untuk memenuhi kebutuhan utama akan mineral bagi pertumbuhan fungi. Pada lapisan atas adalah agar substrat yang diberikan pewarna rose bengal. Pewarna rose bengal digunakan sebagai indikator yang menginformasikan terjadinya lisis pada agar substrat. Pembuatan media agar dua lapis ini adalah modifikasi teknik untuk memudahkan substrat yang sulit larut supaya homogen sebagai media substrat. Prinsip pewarnaan dalam seleksi substrat selulosa yaitu dengan penandaan sebagai zona yang menunjukkan warna yang berbeda antara daerah yang telah terhidrolisis oleh kompleks selulase dengan zona yang belum atau tidak terhidrolisis. Zona yang terhidrolisis disebut sebagai zona bening. Zona bening yaitu area pada permukaan agar substrat yang berubah warna dari merah muda menjadi tidak berwarna ataupun memudar seiring dengan bertambahnya waktu inkubasi. Beragam jenis pewarna dapat digunakan sebagai penanda untuk mengamati terbentuknya zona bening dengan prinsip selama pewarna yang digunakan tidak toksik bagi organisme penghasil selulase. Inkubasi dilakukan selama 7 hari dan zona bening terbaik yang disajikan sebagai data diperoleh pada hari ke-3 inkubasi. Setelah hari ke-3, zona bening tidak lagi dapat teramati secara teliti karena koloni telah memenuhi permukaan media agar substrat.

(21)

11 Telah banyak literatur menyebutkan bahwa selulase merupakan sistem multienzim yang terdiri dari tiga kelas enzim yaitu : endo-1,4-β-D-glukanase (EC 3.2.1.4), ekso-1,4-β-D-glukanase (EC 3.2.1.91), dan β-glukosidase (selobiase, EC 3.2.1.21) (Gomathi et al. 2012). Selulase dapat memutus ikatan β-1,4 glikosidik yang menyatukan unit glukosa berulang penyusun komponen selulosa (Xia et al. 2013). Ketiga komponen utama selulase ini bekerja secara sinergis. Jadi, hipotesis yang dimunculkan dalam penelitian ini adalah ketiga komponen utama selulase dihasilkan oleh A.flavus JPF14 yang pada tahapan lanjut pengukuran aktivitas selulolitik menunjukkan hasil positif. Untuk mempelajari ketiga kelas enzim ini, digunakan substrat yang berbeda. Hal ini disebabkan karena enzim bekerja secara spesifik terhadap jenis substrat tertentu (Lehninger 1982). Dua jenis substrat yang digunakan dalam penelitian ini merupakan substrat yang digunakan untuk menyelidiki keberadaan endo-1,4-β-D-glukanase (EC 3.2.1.4) yaitu CMC dan avicel yang digunakan untuk memastikan keberadaan ekso-1,4-β-D-glukanase (EC 3.2.1.91). Terbentuknya zona bening pada substrat CMC dan avicel menunjukkan bahwa ekstrak kasar selulase yang dihasilkan A.flavus dalam penelitian ini memiliki kompleks endo-1,4-β-D-glukanase dan juga ekso-1,4-β -D-glukanase. Terbentuknya zona bening pada medium dengan substrat α-selulosa menunjukkan bahwa A.flavus JPF14 juga menghasilkan enzim α-selulase. Perbedaan kecepatan terbentuknya zona lisis dan besarnya zona lisis yang terbentuk pada tiap media dengan substrat yang berbeda menunjukkan perbedaan kemampuan enzim dalam menghidrolisis substrat tersebut. Terbentuknya zona bening memberikan informasi awalan bahwa telah terjadi proses enzimatis terhadap substrat yang digunakan dalam media.

Kondisi Optimum Produksi CMC-ase

Parameter yang menentukan dihasilkannya CMC-ase secara optimum ditetapkan. Faktor-faktor yang memengaruhi optimalisasi produksi ekstrak kasar CMC-ase yang meliputi pengaruh suhu, pH, dan waktu fermentasi diuji dalam penelitian ini. Optimasi produksi ekstrak kasar CMC-ase dilakukan dengan menambahkan CMC sebagai substrat sintetik dalam medium fermentasi. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa ekstrak kasar enzim yang terdeteksi oleh spektrofotometer pada panjang gelombang 560 nm merupakan salah satu bagian dari kompleks selulase, yaitu CMC-ase.

(22)

12

cepat substrat terurai menjadi produk. Perbedaan organisme penghasil selulase diduga juga turut berpengaruh terhadap produksi selulase optimum yang dihasilkan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ali et al. (2008), organisme penghasil selulase yang digunakan adalah Aspergillus niger dan Aspergillus nidulans.

pH media berpengaruh terhadap produksi CMC-ase optimum yang dihasilkan A.flavus. Dalam penelitian ini, ekstrak kasar CMC-ase optimum dihasilkan pada pH 6 (Gambar 5). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gomathi et al. (2012). Sherief et al. (2010) juga melaporkan bahwa kondisi keasaman yang dibutuhkan untuk menghasilkan selulase maksimum ada pada rentang pH 5-6. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Jaradat et al. (2008) menunjukkan rentang pH 4-7 untuk produksi selulase, dengan pH 6 untuk kondisi optimumnya. Produksi enzim terbanyak dapat tercapai dalam kondisi pH optimumnya, yang masing-masing jenis enzim memerlukan derajat keasaman yang berbeda-beda secara spesifik. Pada kondisi derajat keasaman yang lebih rendah atau lebih tinggi, produksi selulase yang dihasilkan oleh suatu organisme dapat berkurang (Jahangeer et al. 2005). Hubungan antara keasaman media dengan produksi ekstrak kasar CMC-ase yang dihasilkan dapat dijelaskan dengan mengaitkannya dengan pertumbuhan A.flavus. Puntambekar et al. 1995 melaporkan bahwa selulase dihasilkan dalam pH sedikit asam, yaitu kondisi yang sama yang diperlukan untuk pertumbuhan organisme penghasil selulase. Dugaan yang dapat dikemukakan adalah bahwa A.flavus harus tumbuh optimum terlebih dahulu dalam kondisi keasaman yang sesuai sebelum akhirnya mampu menghidrolisis substrat karbon, yang dalam hal ini adalah CMC.

Produksi CMC-ase optimum tidak dihasilkan sebelum pertumbuhan optimum dapat tercapai. Penelitian yang dilakukan oleh Gomathi et al. (2012) mengkondisikan pH 5.6 untuk mendapatkan pertumbuhan A.flavus optimum. Sementara itu, produksi ekstrak kasar CMC-ase yang diperoleh dalam penelitian ini dan beberapa penelitian lain melaporkan pH 6 sebagai kondisi keasaman optimum. Sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan linear antara kondisi optimum yang diperlukan untuk pertumbuhan A.flavus dan produksi ekstrak kasar CMC-ase. Pada kondisi pH 6 dalam penelitian ini, ekstrak kasar CMC-ase rata-rata yang dihasilkan sebesar 0.3926 mg/mL. Sehingga dapat dikatakan bahwa pH optimum yang dicapai dalam penelitian ini berada dalam rentang kondisi keasaman yang dibutuhkan untuk produksi CMC-ase. Adapun produksi ekstrak kasar CMC-ase maksimum yang dihasilkan dapat sangat berbeda hasilnya antara satu penelitian dengan penelitian yang lain walaupun organisme penghasil CMC-ase yang digunakan sama. Penjelasan mengapa hal tersebut dapat terjadi dikemukakan oleh Godfrey (1996), yaitu bahwa konsentrasi substrat, komposisi, dan kualitas medium fermentasi, serta konsentrasi dan waktu inkubasi merupakan kondisi berbeda yang menyumbangkan hasil yang berbeda dalam untuk produksi enzim pada tiap-tiap penelitian yang dijalankan.

(23)

13 CMC-ase semakin menurun. Gomathi et al. (2012) juga membuat variasi suhu dalam penelitiannya. Suhu dibuat dalam rentang 10o. Suhu terendah dibuat 20o C dan suhu tertinggi 60o C. Dilaporkan dalam penelitiannya bahwa ekstrak kasar CMC-ase dihasilkan optimal pada suhu 30o C. Nilai produksi CMC-ase optimum dalam penelitian ini dan penelitian yang dilakukan oleh Gomathi et al. (2012) tidak dapat dibandingkan karena perbedaan rentang suhu yang diterapkan dalam penelitian. Walaupun suhu optimum yang diperlukan untuk memproduksi ekstrak kasar CMC-ase dapat berbeda, hal yang dapat dimungkinkan sama adalah kondisi ketika suhu semakin meningkat, produksi CMC-ase semakin menurun. Hal ini menurut Gomathi et al. (2012) dimungkinkan karena suhu tinggi dapat mengubah komposisi membran dari organisme penghasil CMC-ase yang diinokulasikan ke dalam medium fermentasi. Peningkatan suhu juga mempengaruhi penghambatan pertumbuhan fungi, yang dalam hal ini adalah A.flavus. Jadi, cukup beralasan jika peningkatan suhu yang diterapkan menyebabkan penurunan produksi ekstrak kasar CMC-ase.

Aktivitas CMC-ase

Mekanisme kerja selulase dalam menghidrolisis selulosa terjadi sangat kompleks. Penyederhanaan yang dijelaskan dalam beberapa literatur telah membantu memberikan pemahaman tentang kerja selulase. Dalam laporannya, Margeot et al (2009) menerangkan bahwa endo-β-1.4-glukanase (EG, EC 3.1.2.4) menyerang bagian dalam rantai selulosa dan selobiohidrolase (CBH, EC 3.2.1.91) bekerja pada bagian ujung polimer yaitu bagian kristalin. Produk yang dihasilkan berupa selobiosa yang merupakan disakarida. Selobiosa kemudian dihidrolisis oleh β-glukosidase (BG, EC 3.2.1.21) menjadi glukosa yang merupakan monosakarida.

Dalam penelitian ini, ekstrak kasar CMC-ase diuji kemampuan katalitiknya dengan mengukur konsentrasi glukosa yang terbentuk. Glukosa yang terbentuk setelah proses hidrolisis diukur kadarnya menggunakan metode Dinitrosalisilat (DNS). Metode ini menggunakan prinsip kolorimetri untuk mendeteksi satu jenis gula pereduksi tertentu, yang dalam hal ini adalah glukosa. Glukosa yang terbentuk setelah proses hidrolisis dioksidasi oleh asam 3,5-dinitrosalisilat pada gugus aldehidnya, berubah menjadi gugus karboksil yang akan menghasilkan warna 3-amino-5-salisilat, pada kondisi basa, yang terdeteksi pada panjang gelombang 540 nm (Bintang 2010). Penelitian ini menggunakan CMC sebagai substrat untuk mengukur kemampuan hidrolisis ekstrak kasar CMC-ase yang diproduksi A.flavus JPF14 yang difermentasikan dalam medium substrat limbah TKKS, dedak, sekam gandum, dan sekam padi. Tujuannya adalah untuk mengetahui kemungkinan terdapatnya perbedaan kemampuan hidrolisis CMC-ase yang diproduksi dengan menggunakan substrat limbah yang berbeda.

(24)

14

tercampur dengan kemungkinan terdapatnya glukosa dalam medium substrat maupun ekstrak kasar CMC-ase sebelum direaksikan. Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas CMC-ase optimum dengan lama inkubasi 180 menit (Gambar 8). Suhu optimum yang dibutuhkan untuk mendapatkan aktivitas CMC-ase optimum adalah 37o C (Gambar 9). Secara umum, penelitian ini menunjukkan bahwa dedak (Gambar 7) merupakan substrat yang memberikan aktivitas CMC-ase terbaik dari semua substrat limbah yang digunakan dalam penelitian ini. Perbedaan ini diduga disebabkan oleh perbedaan kandungan nutrisi yang terkandung di dalam tiap jenis substrat yang memengaruhi produksi CMC-ase optimum yang dihasilkan oleh A.flavus JPF14. Selain itu, komposisi selulosa dan kompleksitas struktur yang berbeda pada tiap jenis substrat juga diduga menyumbangkan pengaruh mengapa hasil yang diperoleh berbeda untuk tiap jenis substrat limbah.

SIMPULAN

Produksi optimum CMC-ase oleh A.flavus JPF14 terjadi pada kondisi waktu inkubasi 48 jam, pada pH 6, dan suhu 25o C. Rasio indeks selulolitik terbesar untuk substrat limbah ditunjukkan oleh sekam padi dengan nilai 0.4300 dan untuk substrat sintetik ditunjukkan oleh avicel dengan nilai 0.7700. Aktivitas ekstrak kasar optimum CMC-ase diperoleh pada medium substrat dedak pada kondisi suhu 37o C, waktu inkubasi 180 menitdengan nilai 0.1492 U/mL.

SARAN

Pengujian lanjutan terhadap ketiga komponen kompleks selulase yang meliputi CMC-ase, avicelase, dan selobiose perlu dilakukan dengan menggunakan metode analisis protein SDS-PAGE untuk mengetahui keberadaan ketiganya. Optimasi produksi ekstrak enzim perlu dilakukan dalam rentang suhu, pH, dan waktu inkubasi yang lebih sempit, serta pengulangan yang cukup untuk mendapatkan kondisi optimum yang lebih teliti. Data mengenai komposisi selulosa pada tiap jenis substrat limbah perlu diketahui untuk memperkuat hasil dan analisis yang diperoleh dalam penelitian lanjutan. Pemurnian selulase juga perlu dilakukan untuk dapat menentukan parameter kinetika enzim yang umum (Km dan Vmax).

DAFTAR PUSTAKA

Ali FU, El-Den SSH. 2008. Production and partial purification of cellulase complex by Aspergillus niger and A. nidulans grown on water Hyacinth Blend. J Applied Sci Res. 4 (7):875-891.

(25)

15 Bintang M. 2010. Biokimia teknik penelitian. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Bracmort K. Schnepf R, Stubbs M., Yacobucci B. D. 2011. Cellulosic Biofuels :

Analysis Of Policy Issues For Congress. Dalam Buku Biomass for Energy : Renewable Energy Research, Development, and Policies. Nova Science Publishers, Inc.

Del Campillo E, Bennett AB. 1996. Pedicel breakstrenght and cellulase gene expression during tomato flower abscission. Plant Physiol (111) : 813-820. Eggins HOW, Pugh GJF. 1962. Isolation of cellulose-decomposing fungi from

soil. Nature, London. 193, 94-95.

FDA.2001.http://www.fda.gov/Food/FoodScienceResearch/LaboratoryMethods/u cm063519.htm. Diakses tanggal 19 Desember 2014.

Gandjar I, Samson RA, Tweel-Vermeulen, KVD, Oetari A, Santoso I. 1999. Pengenalan Kapang Tropik Umum. Universitas Indonesia. Yayasan Obor Indonesia.

Godfrey T. 1996. Textiles : Baking and key characteristics of enzymes. In : T. Godfrey, S. West (eds). Industrial enzymology. 2nd ed. London : Macmillan

Press Ltd.

Gomathi D, Muthulakshmi C, Kumar DG, Ravikumar G., Kalaiselvi M, Uma C. 2012. Submerged fermentation of wheat bran by Aspergillus flavus for production and characterization of carboxy methyl cellulase. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine. Elsevier. S67-S73.

Hassan H, Karim KA. 2012. Utilization of agricultural by-products for alpha-amylose production under solid state fermentation by Bacillus subtilis. Article. Engineering journal. Volume 16. Issue 6. Malaysia. DOI : 10.4186/ej.2012.16.5.177.

Hedayati MT, Pasqualotto AC, Warn PA, Bowyer P, Denning DW. 2007. Aspergillus flavus : human pathogen, allergen, and mycotoxin producer. Review Article. Microbiology (153) : 1677-1692.

Jahangeer S, Khan N, Sohail M, Shahzad S, Ahmad A, Khan, SA.2005. Screening and characterization of fungal cellulases isolated from the native environmental source. Pak J Bot ; 37 (3) : 739-748.

Jaradat Z, Dawagreh A, Ababneh Q, Saadoun I. 2008. Influence of culture conditions on cellulase production by Streptomyces Sp. (Strain J2). Jordan J Biol Sci ; 1 (4) : 141-146.

Khalil HPSA, Alwani MS, Omar AKM. 2006. Chemical composition, anatomy, lignin distribution, and cell wall structure of malaysian plant waste fibers. Peer-reviewed article. NCSU.edu. BioResources 1 (2), 220-232.

Kresze G. 1983. Methods of enzymatic analysis (H.U. Bergmeyer, ed.), 3rd Ed., Vol. 2, p. 84. Verlag Chemie, Deerfield Beach, Florida.

Lehninger AL. 1982. Dasar-dasar biokimia. Penerjemah : Maggy Thenawidjaja. Judul asli : Principles of biochemistry. Jakarta (ID) : Penerbit Erlangga. Li W, Huan X, Zhou Y, Ma Q, Chen Y. 2009. Simultaneous Cloning and

(26)

16

From Golden Takin (Budorcas taxicolor Bedfordi). Biochem. Biophys. Res. Commun. (383) : 397-400.

Li, Xing-hua, Yang Hua-jun, Roy Bhaskar, Park Enoch Y, Jiang Li-jun, Wang, Miao Yun-gen. 2010. Enhanced cellulase production of the Trichoderma viride mutated by microwave and ultraviolet. Microbiological Research Volume 165, Issue 3. Pages 190-198

Liu M, Yu H. 2012. Co-production of a whole system in Escherichia coli. Biochemical Engineering Journal (69) : 204-210. Elsevier.

Mandels M., Weber J. 1969. Production of cellulase. Adv. Chem. Ser. 95 : 391-414.

Margeot A, Hahn-Hagerdal B, Edlund M, Slade R, Monot F. 2009. New improvements for lignocellulosic ethanol. Elsevier. Science Direct. Current Opinion in Biotechnology, 20:372-380.

Miller GL. 1959. Use of dinitrosalicylic acid reagent of determination of reducing sugar. Anal Chem. 31 (3):246-248. Doi:10.1021/ac60147a030

Navarro D., Couturier M, Da Silva G.G, Berrin JG, Rouau X, Asther M, Bignon C. 2010. Automated assay for screening the enzymatic release of reducing sugars from micronized biomass. Microb. Cell Fact (9) : 58.

Puntambekar US. 1995. Cellulase production by the edible mushroom Volvariella diplasis. World J Microbiol Biotechnol ; 11 : 695.

Raper KB, Fennel DI. 1965. The Genus Aspergillus. Baltimore : Williams & Wilkins.

Reddy N, Yang Y. 2005. Biofibers from agriculture by products for industrial applications. TRENDS in Biotechnology. 23 (1), 22-27.

Sherief AA, El-Tanash, Atia N. Cellulase production by Aspergillus fumigatus grown on mixed substrate of rice straw and wheatbran. 2010. Res J Microbiol ; 5 (3) : 199-211.

Stoscheck CM. 1990. Quantitation of protein. In M.P. Deutscher. Guide to protein purification : Methods in enzymology. Vol 182. P.50-68.

Sunatmo TI. 2006. Eksperimen mikrobiologi dalam laboratorium. Penerbit Ardy Agency, Jakarta.

(27)

17 Lampiran 1 Alur Penelitian

Pengujian aktivitas CMC-ase Penyiapan inokulum Aspergillus flavus JPF14

Optimasi produksi ekstrak

kasar CMC-ase

Skrining substrat

Fermentasi dengan menggunakan limbah sebagai substrat sekam gandum, sekam padi, dedak, dan

(28)

18

Lampiran 2 Penghitungan spora A.flavus JPF14

= (275+215+179+435+235+207+145+257+262+239+260+417+281+269+318+360 ) x 4 x 106

(29)

19 Lampiran 4 Pengukuran Indeks Selulolitik

Substrat Diameter koloni Diameter zona bening Indeks selulolitik 1 2 3

(30)

20

Lampiran 6 Aktivitas CMC-ase pada berbagai substrat limbah pertanian Substrat Ulangan Absorbansi

Persamaan garis kurva standar glukosa adalah : Y = 9.458 x – 15.227 Konsentrasi glukosa (mg/L) = Absorbansi terkoreksi + 15.227

(31)

21 = 0.001 + 15.227

9.458 = 15.228 9.458 = 1.6101 mg/L

Aktivitas (U/mL) = konsentrasi glukosa sampel x 1000 V.t.BM

= 1.6101 mg x 1000

L 1 mL x 60 menit x 180

(32)

22

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan putri pertama dari empat bersaudara dari Bapak Muhammad Hasroji dan Ibu Sopinah. Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 4 Juli 1988. Pendidikan penulis dimulai di SD Uswatun Hasanah dan SDN 011 Jakarta Utara. Pendidikan dilanjutkan di SMPN 231 dan SMAN 75 Jakarta Utara. Pada tahun 2007 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur ujian Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dengan pilihan mayor Biokimia, pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Gambar

Gambar 2 Zona bening pada berbagai substrat : (a) sekam padi, (b) sekam gandum,
Gambar 3 Indeks Selulolitik  A.flavus JPF14 pada berbagai substrat pada hari ke-3
Gambar 5 Pengaruh pH media (potato-dextrose-CMC cair) terhadap produksi
Gambar 8 Pengaruh lama inkubasi terhadap aktivitas CMC-ase pada media

Referensi

Dokumen terkait

Pada bulan Februari 2015, 3 (tiga) kelompok yang ada memberikan andil/sumbangan deflasi di Kota Padang antara lain kelompok bahan makanan sebesar 2,06 persen,

El Filibusterismo Kabanata 1 – Sa Kubyerta Tauhan: Donya Victorina Kapitan Don Custodio Ben-Zayb Padre Irene Simoun Padre Camorra Padre Sybila Padre Salvi Pangyayari:.. Sa Bapor Tabo

3.Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati (mendengar, melihat, membaca) dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk

3.2 Total waktu aktual pengerjaan komponen yang diperoleh dari SAP Data mengenai waktu aktual yang terjadi pada proses maintenance wheel dan brake terekam dalam SAP selama

Dari uraian tersebut maka penulis tertarik untuk menulis karya tulis ilmiah dengan judul “Asuhan Kebidanan Pada Akseptor Baru Kontrasepsi Implant norplant-2 Pada

Berdasarkan pengamatan terhadap kandungan hidrokarbon terendah yang dijumpai menunjukkan bahwa dosis nutrisi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu NP 100+50 mg kg -1

Dari bahasan terdahulu tentang pengertian TQM, penulis mengambil suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan Total Quality Manajemen (TQM) atau Manajemen Mutu Terpadu