• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Investasi Konstruksi dari Serangan Organisme Perusak Rayap Tanah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perlindungan Investasi Konstruksi dari Serangan Organisme Perusak Rayap Tanah"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN INVESTASI KONSTRUKSI DARI SERANGAN ORGANISME PERUSAK RAYAP TANAH

TARSIDOH

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa Skripsi dengan judul Perlindungan Investasi Konstruksi Dari Serangan Organisme Perusak Rayap Tanah adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dari komisi Pembimbing, dan belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber Informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

(4)

ABSTRAK

TARSIDOH. Perlindungan Investasi Konstruksi dari Serangan Organisme Perusak Rayap Tanah. Dibimbing oleh MACHMUD ARIFIN RAIMADOYA

Perencanaan masa layan suatu konstruksi, agar dapat memiliki kinerja seperti yang diharapkan sesuai umur layan yang diinginkan diperlukan suatu gambaran tentang tingkat bahaya serangan organisme di suatu daerah karena berdasarkan data yang ada kerusakan terbesar konstruksi bangunan yang ada adalah akibat serangan organisme perusak. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan tingkat intensitas serangan organisme perusak sehingga teknik perlindungan investasi bangunan yang diterapkan dapat efisien dan efektif sesuai kondisi daerah. Intensitas serangan rayap tanah berhubungan negatif dengan indeks iklim dan ketinggian tempat, yang berarti bahwa semakin rendah indeks iklim dan ketinggian tempat maka intensitas serangan rayap semakin besar. Berdasarkan Data Intensitas serangan selama 6 bulan pada kayu kelas kuat rendah (kelas IV) dan sedang (kelas III) untuk masing-masing kota Cirebon, dan Bogor secara berurutan adalah 31,68%, 26,75%, 86 %, dan 53,04 %. Kayu kelas I dan II untuk daerah Cirebon tidak terserang rayap, sedangkan intensitas serangan pada kayu kelas kuat I dan II untuk daerah bogor menunjukkan persentase yang sangat kecil namun terserang jamur hal ini disebabkan karena kelembaban tanah.

Kata Kunci: Intensitas serangan, perlindungan investasi, kayu, rayap.

ABSTRACT

TARSIDOH. Investment Protection Construction of Termite Land Attack Destroyer organisms. Supervised MACHMUD ARIFIN RAIMADOYA

Planning service life of a construction, in order to have the performance as expected with age desired serviceability needed a picture of the level of danger of attack because the organisms in an area based on the available data the greatest damage existing construction is due to attack organisms. The purpose of this study is to get the level of intensity of destructive organisms that construction investment protection techniques that can be applied efficiently and effectively according to local conditions. The intensity of the attack of subterranean termites negatively related to indices of climate and altitude, which means that the lower the index, the climate and altitude of the greater intensity of termite attack. Based on the intensity of attack data for 6 months on a low wood strength class (class IV) and moderate (grade III) for each city Cirebon and Bogor are respectively 31.68%, 26.75%, 86%, and 53, 04%. Wood class I and II for the Cirebon area is not attacked by termites, whereas the intensity of the attack on wood strength class I and II to Bogor area shows a very small percentage of the fungus, but this is because soil moisture.

(5)

PERLINDUNGAN INVESTASI KONSTRUKSI DARI SERANGAN ORGANISME PERUSAK RAYAP TANAH

TARSIDOH

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

Pada Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Perlindungan Investasi Konstruksi dari Serangan Organisme Perusak Rayap Tanah

Nama : Tarsidoh NIM : F44080022

Disetujui Oleh

Ir. Machmud Arifin Raimadoya, M.Sc Pembimbing

Diketahui Oleh

Prof. Dr.Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr

Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah perlindungan konstruksi, dengan judul Perlindungan Investasi Konstruksi dari Serangan Organisme Perusak Rayap Tanah.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Machmud Arifin Raimadoya, M.Sc selaku dosen pembimbing, Bapak Andik Pribadi, S.Tp.,M.Sc, dan Bapak Sutoyo, S.TP,M.Si atas saran dan bimbingannya. Disamping itu, penghargaan penullis sampaikan kepada teknisi dari Laboratorium Mekanika Tanah yang telah membantu selama penelitian. Serta seluruh Dosen dan Staf Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, atas bimbingan, dukungan, dan bantuannya. Terimakasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, serta seluruh keluarga, atas doa dan kasih sayangnya.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan sehingga saran dan kritik sangat penulis harapkan untuk perbaikan di masa depan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014

(9)

DAFTAR ISI

3.2.2 Pengkajian Pengaruh Kondisi Lingkungan Terhadap Serangan Organisme Perusak… ... 9

3.2.3 Intensitas Serangan Organisme Perusk. ... 11

3.2.4 Pengkajian tingkat efikasi bahan pengawet dan teknis perlindungan investasi konstruksi terhadap serangan organisme perusak ... 11

4.4.1 Tipe Iklim, Suhu, Kelembaban, dan Ketinggian Tempat Daerah Penelitian ... 14

(10)

DAFTAR PUSTAKA ... 23

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Rataan Presentase serangan jamur biru ... 8

Tabel 2. Keragaman jenis rayap daerah penelitian ... 13

Tabel 3. Data curah hujan Kecamatan Panguragan Kabupaten Cirebon Tahun 1996 – 2005 ... 14

Tabel 4. Frekuensi bulan basah, bulan lembab, dan bulan kering kabupaten Cirebon tahun 1996 – 2005 ... 15

Tabel 5. Data Tipe Iklim Schmidt – Furgeson (SF) ... 15

Tabel 6. Iklim, Indeks iklim dan ketinggian tempat ... 15

Tabel 7. Suhu dan Kelembaban Daerah penelitian ... 16

Tabel 8. Data rata-rata Ma, Mb, dan Mc untuk perhitungan kadar air ... 17

Tabel 9. Data Batas Cair tanah Sampel ... 17

Tabel 10. Efikasi Bahan Pengawet Golongan CCF dan CCB ... 19

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Contoh pemasangan kayu umpan ... 10

Gambar 2. Pemasangan kayu umpan ... 10

Gambar 3. Perlindungan kayu umpan ... 10

Gambar 4. Intensitas Serangan Rayap Tanah Daerah Cirebon dan Bogor .. 12

Gambar 5. Pengujian Bahan Organik Sample Tanah Cirebon dan Bogor. . 17

DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Data Curah Hujan Kota Bogor... 24

Lampiran 2. Foto Kegiatan Penelitian Sample Tanah di Laboratorium Mekanika Tanah IPB ... 25

(11)

1

1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Perencanaan bangunan selalu mempertimbangkan dua aspek penting yang berhubungan dengan masa layan yaitu kekuatan dan keawetan. Berkaitan dengan aspek kekuatan, pada umumnya struktur bangunan direncanakan berdasarkan beban yang kemungkinan terjadi dan kekuatan bahan struktur yang digunakan. Sedangkan untuk aspek keawetan dikaitkan dengan faktor-faktor lingkungan termasuk cuaca dan organisme perusak yang dapat menyebabkan terdegradasinya bahan bangunan dengan kemampuan bahan untuk menahan serangan dari faktor-faktor tersebut. Aspek kekuatan telah banyak mendapat perhatian melalui berbagai penelitian bahan, struktur dan konstruksi bangunan.

Untuk dapat merencanakan masa layan suatu konstruksi, agar dapat memiliki kinerja seperti yang diharapkan sesuai umur layan yang diinginkan diperlukan suatu gambaran tentang tingkat bahaya serangan organisme di suatu daerah karena berdasarkan data yang ada kerusakan terbesar konstruksi bangunan yang ada adalah akibat serangan organisme perusak.

Organisme perusak bangunan antara lain rayap tanah, rayap kayu kering, bubuk kayu, dan jamur. Diantara berbagai jenis organisme perusak tersebut yang menimbulkan kerugian terbesar adalah rayap tanah. Untuk mencegah serangan rayap tanah pada bangunan baru telah disusun standar Tatacara Pencegahan Serangan Rayap pada Bangunan (SNI 03-2424-2000). Sedangkan untuk bangunan yang telah berdiri digunakan standar Tatacara Penanggulangan Serangan Rayap (SNI 03-2405-2000). Dalam kedua standar tersebut baik dosis maupun teknik-teknik pencegahan dan penanggulangannya sama untuk seluruh Indonesia.

Hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 2003 untuk kota-kota yang berada di Pulau Jawa menunjukkan kondisi yang berbeda. Tipe iklim, ketinggian daerah, jenis tanah dan ada tidaknya kebocoran bangunan sangat menentukan apakah bangunan yang ada di daerah tersebut mudah diserang rayap atau tidak. Pada dasarnya klasifikasi intensitas serangan rayap dapat dilakukan berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh pada suatu lokasi. Dengan adanya klasifikasi intensitas serangan rayap maka penerapan standar pencegahan maupun penanggulangan serangan rayap pada bangunan dapat disesuaikan dengan kondisi daerah berdasarkan kelas intensitas serangannya.

1.2 Tujuan

(12)

2

1.2Sasaran

Konsep petunjuk teknis perlindungan investasi bangunan sesuai dengan kelas intensitas serangan.

1.4 Manfaat Penelitian

a. Membantu pelaksana dalam menentukan penggunaan kayu bangunan dan bahan pengawet yang disesuaikan dengan intensitas serangan organisme perusak pada daerah tersebut.

b. Memperkecil kerugian rusaknya kayu bangunan dari serangan organisme perusak.

1.5 Hipotesis

1. Ketinggiantempat, kelembaban dan suhu mempengaruhi intensitas serangan rayap.

2.

Semakin tinggi suatu daerah semakin rendah intensitas serangan rayap.

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Organisme Perusak

(13)

3

Di Indonesia terdapat dua famili rayap tanah, yaitu Rhinotermitidae dan Termitidae. Golongan rayap ini terutama merusak kayu yang berhubungan dengan tanah, tetapi kayu yang tidak langsung berhubungan dengan tanah pun dapat diserang melalui terowongan yang dibuat dari tanah. Salah satu jenis yang termasuk ke dalam famili Rhinotermitidae adalah Coptotermes yang banyak merusak kayu, seperti pagar, tiang listrik dan kayu perumahan. Famili Termitidae dikenal jenis Odontotermes, Microtermes dan Macrotermes. Pusat sarang rayap ini pada umumnya terdapat di dalam tanah. Beberapa jenis rayap tanah dapat membangun bukit-bukit kecil di alas sarangnya. Rayap ini selalu mempunyai hubungan dengan tanah untuk mencukupi kebutuhan air.

Rayap merupakan organisme perusak pada bangunan. Rayap adalah serangga sosial yang hidup dalam suatu komunitas yang disebut koloni. Apabila rayap tidak berada di dalam koloninya, maka rayap tersebut tidak mempunyai kemampuan untuk hidup lebih lama. Dalam koloni, rayap terbagi berdasarkan spesialisasi atau kasta yang masing-masing kasta mempunyai bentuk dan peran yang berbeda dalam kehidupannya. Kasta tersebut meliputi kasta prajurit, kasta pekerja atau kasta palsu dan kasta reproduksi. Kasta prajurit dapat dengan mudah dikenali dari bentuk kepalanya yang besar dan mengalami penebalan yang nyata. Peranan kasta prajurit adalah melindungi koloni terhadap gangguan dari luar, khususnya semut atau vertebrata predator. Kasta pekerja merupakan anggota yang sangat penting dalam koloni rayap, karena 80 - 90 % populasi dalam koloni merupakan kasta pekerja (Nandika, D et al, 2003).

Penyebaran rayap berhubungan dengan suhu dan curah hujan sehingga sebagian besar jenis rayap terdapat di dataran rendah tropika dan hanya sebagian kecil ditemukan di dataran tinggi. Penyebaran ini tidak hanya di daerah tropika tetapi juga mencakup daerah sub tropika bahkan meluas ke daerah temperate dengan batas 50° Lintang Utara dan 50° 50° Lintang Selatan.

Berkembangnya permukiman di berbagai daerah akan cenderung meningkatkan serangan rayap, hal ini dikarenakan rendahnya tingkat keawetan kayu bangunan yang digunakan dan berkurangnya sumber makanan alami bagi rayap. Usaha pengendalian serangan rayap pada bangunan semakin berkembang, hal ini terlihat dari munculnya industri termitisida bahkan industri jasa pengendalian rayap. Pengendalian serangan rayap pada bangunan meliputi usaha pencegahan dan pemberantasan atau perbaikan bangunan yang terserang rayap. Tindakan pengendalian yang sangat dianjurkan adalah melakukan pencegahan serangan rayap pada saat pra konstruksi. Pengendalian ini masih menggunakan termitisida yang diaplikasikan baik pada kayu bangunan melalui pengawetan kayu (wood treatment) maupun dengan perlakuan tanah (soil treatment). Di samping dengan termitisida, juga telah berkembang cara pencegahan serangan rayap yang ramah lingkungan yaitu dengan bahan penghalang fisik (physical barrier) yang dapat mencegah penetrasi rayap tanah pada bangunan dan dengan teknologi pengumpanan (baitinq) yang dapat mengeliminasi koloni rayap. Prosedur untuk mendeteksi adanya serangan rayap tanah pada bangunan menurut Nandika et al (2003) sebagai berikut:

(14)

4

b. Bagian yang berhubungan dengan tanah harus diperiksa terlebih dahulu, termasuk bagian fondasi, sloat, lantai dasar, liang, serambi, dasar tangga dan sebagainya.

c. Tempat-tempat basah atau lembab seperti kamar mandi, ruang cuci, daerah sekitar AC dan saluran air merupakan tempat yang disenangi rayap dan paling mungkin terserang.

d. Liang kembara merupakan petunjuk adanya serangan rayap yang paling penting.

e. Apabila rayap ditemukan menyerang lantai atas tanpa ada serangan di lantai bawah, maka mungkin rayap menyerang melalui celah-celah pada dinding, saluran lift, saluran kabel listrik dan telepon.

f. Daerah di sekitar bangunan juga harus diperiksa untuk menemukan tempat-tempat yang diduga menjadi sarang rayap. Serangan rayap kayu kering diketahui dengan mengetuk-ngetuk dan menekan kayu dan ditandai dengan keluarnya butiran-butiran kecil berwarna kecoklatan seperti butiran kayu.

Aktivitas rayap di suatu daerah dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu: tanah, tipe vegetasi, Iklim, lingkungan dan ketersediaan air.

2.2 Iklim Indonesia

Klasifikasi iklim di Indonesia pada umumnya hanya memakai unsur iklim curah hujan, hal ini dikarenakan unsur iklim suhu udara di Indonesia sepanjang tahun hampir konstan, tetapi sebaliknya unsur iklim curah hujan sangat berubah terhadap musim. Schmidt dan Ferguson menentukan jenis iklim di Indonesia berdasarkan perhitungan jumlah bulan kering dan bulan basah yang didefinisikan dengan besaran Q. Nilai Q dihitung dengan rumus:

Q = Jumlah rata-rata bulan kering Jumlah rata-rata bulan basah

Klasifikasi iklim Indonesia tersebut sebagai berikut: A = 0 ≤Q < 0,143, daerah sangat basah, hutan hujan tropis;

B = 0,143 ≤Q < 0,333, daerah basah, hutan hujan tropis;

C = 0,333 ≤Q < 0,600, daerah agak basah, hutan rimba peluruh (daun gugur pada musim kemarau);

D = 0,600 ≤Q < 1,000, daerah sedang, hutan peluruh;

E = 1,000 ≤Q < 1,670, daerah agak kering, padang sabana.

(15)

5

ditumbuhi jenis rumput alpina, rhododendrom, dan lumut. Zone dingin pada ketinggian 3500 atau 4400 meter dpl, sering tertutup oleh salju seperti Puncak Jayawijaya, Papua.

Secara umum, Indonesia berada pada zone iklim tropis karena posisi lintangnya yang terletak antara 6°LU–11°LS. Namun karena adanya berbagai

faktor geografis, pola iklim negara Indonesia memiliki karakteristik tersendiri. Beberapa faktor yang mem pengaruhi pola iklim Indonesia antara lain sebagai berikut.

1. Letak wilayah Indonesia di sekitar ekuator mengakibatkan rata-rata suhu tahunan senantiasa tinggi (suhu bulan terdingin masih di atas 18°C), karena penyinaran Matahari senantiasa tegak.

2. Letak kepulauan Indonesia di sekitar ekuator mengakibatkan sebagian besar wilayahnya berada pada kawasan angin tenang (doldrum) sehingga terbebas dari bencana akibat badai tropis (siklon).

3. Bentuk wilayah Indonesia berupa kepulauan yang dikelilingi laut mengakibatkan rata-rata kelembapan udara tinggi, bahkan pada musim kemaraupun kelembapan relatifnya masih di atas 70%–80%.

4. Posisi negara Indonesia yang diapit oleh samudra dan benua

mengakibatkan pola iklim Indonesia dipengaruhi sirkulasi angin muson yang berembus dari benua Asia atau Australia.

2.3 Tanah

Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi, setempat-setempat dimodifikasi atau bahkan dibuat oleh manusia dari bahan bumi, mengandung gejala-gejala kehidupan, dan menopang atau mampu menopang pertumbuhan tanaman di luar rumah. Tanah meliputi horison-horison tanah yang terletak di atas bahan batuan dan terbentuk sebagai hasil interaksi sepanjang waktu dari iklim, organisme hidup, bahan induk dan relief (Hardjowigeno, S. 1993). Sifat fisik dan sifat kimia tanah meliputi tekstur tanah, kadar air tanah, pH tanah, suhu dan kelembaban tanah, dan kandungan bahan organik. Tekstur tanah, menunjukkan perbandingan butir-butir pasir (2 mm –5μ), debu (50 –2μ) dan liat (2μ) di dalam tanah. Berdasarkan diagram segitiga tanah, tekstur tanah dikelompokkan menjadi 12 kelas tekstur tanah meliputi pasir, pasir lempung, lempung berpasir, lempung, lempung berdebu, debu, lempung liat, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu, liat berpasir, liat berdebu dan liat. Komponen bahan organik yang terpenting adalah kadar C dan N. Kandungan bahan organik ini merupakan petunjuk besarnya akumulasi bahan organik dalam keadaan lingkungan yang berbeda.

(16)

6

memiliki kandungan bahan organik yang rendah. Hanya beberapa jenis rayap yang hidup di daerah padang pasir, tanah pasir yang terbuka dan memiliki sifat semi kering dan basah. Pada area berpasir, rayap dapat meningkatkan infiltrasi air dan mengembalikannya ke bagian atas tanah.

2.4 Tipe Vegetasi

Sarang rayap Anoplotermes paciticus yang terdapat di dalam tanah dapat dilubangi oleh akar tanaman. Akar-akar tanaman tersebut dimakan oleh rayap, tapi tidak menyebabkan tanaman tersebut mati, karena sebagian besar akar yang tidak dimakan oleh rayap dapat menyerap bahan-bahan organik yang ada pada sarang rayap. Hal ini menunjukkan adanya interaksi antara rayap dengan tumbuhan yang sama-sama menggunakan tanah sebagai tempat hidupnya.

2.5 Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangaan populasi rayap meliputi curah hujan, suhu, kelembaban, ketersediaan makanan, dan musuh alami. Faktor-faktor tersebut saling berinteraki dan saling mempengaruhi satu sama lain. Suhu dan kelembaban merupakan faktor yang secara bersama-sama mempengaruhi aktvitas rayap. Perubaahan kondisi lingkungan menyebabkan perubahan perkembangan, aktivitas, dan perilaku rayap.

a. Curah Hujan

Curah hujan merupakan pemicu perkembangan eksternal dan berguna untuk merangsang keluarnya kasta reproduksi dari sarang. Laron tidak keluar jika curah hujan rendah. Curah hujan yang terlalu tinggi juga dapat menurunkan aktivitas rayap. Curah hujan umumnya memberikan pengaruh fisik secara langsung pada kehidupan koloni rayap. Khususnya yang membangun sarang di dalam atau di permukan tanah. Curah hujan memberikan pengaruh tidak langsung melalui perubahaan kelembaban dan kadar air kayu.

b. Kelembaban

(17)

7

c. Suhu

Suhu merupakan faktor penting yang mempengaruhi hidup serangga, baik terhadap perkembangan maupun aktivitasnya. Pengaruh suhu pada serangga terbagi menjadi beberapa kisaran. Pertama suhu maksimum dan minimum yaitu kisaran suhu terendah dan tertinggi yang dapat menyebabkan kematian pada serangga; yang kedua adalah suhu estivasi atau hibernasi yaitu kisaran suhu di atas atau di bawah suhu optimum yang dapat mengakibatkan serangga mengurangi aktivitasnya atau dorman; dan ketiga adalah kisaran suhu optimum. Pada sebagian besar serangga suhu optimumnya adalah 15-18°C.

2.6 Teknik Perlindungan

Teknik perlindungan investasi konstruksi terhadap serangan organisme perusak yang sudah banyak dilakukan oleh masyarakat, terutama pada kayu bangunan yang digunakan adalah dengan pengawetan kayu yang menggunakan bahan pengawet. Pengawetan kayu merupakan suatu proses memasukkan bahan pengawet ke dalam kayu dengan tujuan untuk meningkatkan daya tahan kayu terhadap serangan organisme perusak, sehingga dapat memperpanjang masa pakai kayu. Cara pengawetan kayu bangunan yang umum digunakan adalah tekan, rendaman dingin dan rendaman panas dingin. Pengawetan secara vakum-tekan dilakukan dengan pemberian vakum dan vakum-tekanan salama proses memasukkan bahan pengawet ke dalam kayu bangunan. Pengawetan secara rendaman dingin adalah dengan merendam kayu bangunan ke dalam larutan bahan pengawet. Sedangkan pengawetan secara rendaman panas-dingin adalah dengan merendam kayu bangunan ke dalam larutan bahan pengawetan yang dilakukan secara panas-dingin.

(18)

8

2.7 Efikasi Bahan Pengawet

Efikasi bahan pengawet merupakan besarnya daya tahan bahan pengawet yang digunakan pada kayu bangunan terhadap serangan organisme perusak. Arifin, Z dan Irvin D.(2002) mengemukakan bahwa kayu pulai (Alstonia scholaris RBr.) bila dilakukan pengawetan secara pemulasan, pencelupan dan perendaman dengan menggunaan larutan bahan pengawet boraks 5%, menunjukkan hasil yang berbeda terhadap intensitas serangan jamur biru. Rataan persentase serangan jamur biru dijelaskan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rataan Presentase serangan jamur biru

Cara Pengawetan Rataan (%)

Pemulasaan 64.01

Pencelupan 42.20

Perendaman 11.55

Perbedaan intensitas serangan jamur biru pada kayu pulai terjadi karena peresapan bahan pengawet ke dalam kayu yang berbeda. Ekstrak daun tembakau di dalam air panas dengan formula 120 gram per 1000 ml air bila digunakan sebagai bahan pengawet pada kayu kelapa secara rendaman, menyebabkan mortalitas rayap kayu kering sebesar 96 % (Hadikusumo, S.A. dkk 2002).

3 METODA PENELITIAN

Penelitian ini dikelompokkan dalam beberapa tahapan kegiatan untuk mencapai sasaran yang diinginkan. Tahapan kegiatan tersebut meliputi:

1). Pengkajian tingkat serangan organisme perusak pada bangunan,

2). Pengkajian pengaruh kondisi lingkungan terhadap serangan organisme perusak,

3). Intensitas serangan organisme perusak dan

4). Pengkajian tingkat efikasi bahan pengawet dan teknis perlindungan investasi konstruksi terhadap serangan organisme perusak.

3.1

Pemilihan Lokasi

(19)

9

yang membagi menjadi lima tipe yaitu, A, B, C, D dan E. Karna ketrebatasan jarak maka hanya dipilih dua tipe iklim, yaitu tipe iklim B yang terdapat pada daerah Bogor dan tipe iklim D pada daerah Cirebon.

3.2Prosedur Penelitian

3.2.1 Pengkajian tingkat serangan organisme perusak pada bangunan Pada kegiatan pengkajian tingkat serangan organisme perusak pada bangunan, variabel yang diamati meliputi umur bangunan, peruntukan bangunan, tipe bangunan, kondisi bangunan dan jenis organisme perusak. Unit contoh yang dipilih berupa bangunan yang berfungsi sebagai hunian maupun peruntukan lain yang dipilih secara acak dengan sebaran yang merata di setiap lokasi/kota penelitian. Pada setiap unit contoh dilakukan pengamatan kondisi bangunan dan wawancara dengan penghuni atau pemilik bangunan. Pengambilan spesimen organisme perusak/rayap dilakukan secara langsung dengan tahapan sebagai berikut:

 Pada setiap bangunan yang diamati, dicari bagian bangunan yang terserang rayap atau di sekitar bangunan pada tunggak kayu atau potongan kayu, dan tanaman; atau dapat juga dikumpulkan dari tempat lain asal dari wilayah yang sama.

 Rayap yang dijumpai dikumpulkan sebanyak-banyaknya dengan menyertakan kasta pekerja dan prajurit.

 Rayap yang terkumpul dimasukkan pada betel koleksi yang berisi alkohol 70 %.

 Botol koleksi diberi label yang berupa nama lokasi, tanggal pengambilan dan jumlah rayap.

 Selanjutnya dilakukan identifikasi rayap di laboratorium.

3.2.2 Pengkajian pengaruh kondisi lingkungan terhadap serangan organisme perusak

Dalam pengkajian ini dilakukan pengamatan atau pengambilan data sekunder variabel lingkungan yaitu tipe iklim, ketinggian tempat/daerah, suhu, kelembaban dan tekstur tanah. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada setiap lokasi/kota penelitian.

Cara pengambilan sampel tanah sebagai berikut:

 Menggali atau membuat lubang pada tanah dari bagian permukaan tanah hingga kedalaman 30 cm dengan ukuran lubang tidak terlalu besar.

 Tanah bagian atas hingga kedalaman 30 cm dicampur dan diambil / dikumpulkan ke dalam kantung plastik sebanyak 0.5 kg.

(20)

10

 Kantung plastik diberi label lokasi dan waktu pengambilan.

Selain pengambilan data tersebut, juga dilakukan pemasangan kayu umpan. Kayu umpan yang dipasang terdiri dari tiga kelas awet yaitu kayu kelas awet rendah, kayu kelas awet sedang, dan kayu kelas awet tinggi. Lokasi pemasangan kayu umpan dipilih sedemikian rupa pada daerah-daerah yang diduga disukai oleh rayap seperti dekat perakaran tanaman, bukan daerah tergenang air atau terlalu basah, tidak terkena cucuran air hujan dari atap dan tidak terpapar sinar matahari yang terlalu tinggi.

Tahapan pemasangan kayu umpan dilakukan sebagai berikut :

 Kayu-kayu umpan yang telah dipersiapkan, ditanam ke dalam tanah pada lima lokasi pengamatan di setiap lokasi kota penelitian.

 Kedalaman penanaman kayu umpan adalah 17 cm.

 Kayu umpan diletakkan di halaman bangunan yang disurvei yang dipilih terutama yang telah terserang rayap.

 Lama pengumpanan adalah 45 - 60 hari.

 Setelah 45 - 60 hari kayu umpan dicabut dengan hati-hati dan rayap yang menyerang kayu umpan dikumpulkan pada betol koleksi.

 Botol koleksi diberi label yang berupa nama lokasi, tanggal pengambilan dan jumlah rayap.

 Selanjutnya dilakukan identifikasi rayap di laboratorium. Pada kayu umpan yang terserang rayap, dilakukan penghitungan persen kerusakan kayu yang terjadi.

(21)

11

3.2.3 Intensitas serangan organisme perusak

Intensitas serangan rayap diperoleh dengan menggunakan model yang dikembangkan berdasarkan data yang diperoleh dari kegiatan pengkajian tingkat serangan organisme perusak pada bangunan dan pengkajian pengaruh kondisi lingkungan terhadap serangan organisme perusak.

3.2.4 Pengkajian tingkat efikasi bahan pengawet dan teknis perlindungan investasi konstruksi terhadap serangan organisme perusak.

Pada kegiatan ini dilakukan dengan pengumpulan data sekunder dan desk study. Pengolahan data dan penentuan kelas bahaya rayap pada setiap lokasi/kota penelitian ditentukan berdasarkan intensitas serangan rayap yang terjadi. Pengelompokan kelas bahaya dilakukan dengan analisis gerombol atau cluster.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tingkat Serangan Rayap pada Bangunan – Bogor

(22)

12

4.2 Tingkat Serangan Rayap pada Bangunan – Cirebon

Tingkat serangan rayap pada bangunan di kota Cirebon relatif sedang, hal ini terlihat dari sebagian besar bangunan yang disurvei tidak mengalami kerusakan serius akibat serangan rayap tanah, walaupun bangunan tersebut telah berumur puluhan tahun. Kerusakan bangunan pada kusen jendela, kusen pintu dan sebagainya pada umumnya terserang oleh rayap kayu kering dan bangunan tersebut telah berumur puluhan tahun. Sebagian masyarakat telah menggunakan residu atau oli bekas sebagai bahan pengawet kayu yang digunakan pada bangunan maupun pada fondasi sebelum bangunan tersebut berdiri. Masyarakat mempunyai keyakinan bahwa penggunaan residu ini mampu menghalau serangan rayap. Organisme perusak yang dijumpai adalah rayap kayu kering, hal ini terlihat dari butiran kecil-kecil halus berbentuk lonjong yang berwarna coklat dan merupakan kotoran rayap tersebut yang terdapat di dalam kayu. Pengambilan specimen rayap kayu kering, kesulitan untuk dilakukan karena pada umumnya pemilik atau penghuni bangunan tidak mengijinkan dengan alasan memperparah kerusakan kayu. Sementara organisme perusak rayap tanah tidak ditemukan menyerang bangunan.

a. Serangan rayap pada b. Liang kembebara pada c. hasil penanaman umpan bangunan kota bogor bangunan Kota Bogor kota bogor

d. Serangan Rayap Pada e. Serangan Rayap pada f. Hasil penanaman Umpan bangunan Kota Cirebon Bangunan Kota Cirebon Kota Cirebon

(23)

13

4.3 Keragaman Jenis Rayap

Keragaman jenis rayap yang menyerang bangunan maupun yang menyerang contoh kayu umpan dan yang diketemukan di sekitar bangunan yang menyerang tanaman atau memakan serasah di beberapa wilayah seperti Kota Bogor dan Cirebon, secara lengkap dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Keragaman Jenis Rayap Daerah Penelitian

No Kota Jenis Rayap

1 Cirebon Odontotermes

Microtermes

2 Bogor Coptotermes

Microtermes Macrotermes

Rayap tanah Coptotermes merupakan jenis yang paling mampu beradaptasi di dalam lingkungan permukiman yang menjadi habitat manusia termasuk menyesuaikan terhadap kondisi lingkungan mikro di dalam bangunan. Oleh karena itu rayap jenis ini paling sering dijumpai menyerang bangunan dan bahkan mampu membuat sarang-sarang antara di dalamnya (secondary nest) pada tempat-tempat yang tidak secara langsung berhubungan dengan tanah. Di samping itu kemampuannya dalam menyerang bangunan ditunjang oleh kemampuan jelajahnya yang tinggi baik pada arah jelajah horisontal maupun vertikal dan ukuran populasinya yang besar. Kehadiran rayap Coptotermes pada bangunan maupun di lingkungan permukiman merupakan indikasi bahaya rayap yang potensial atau hama bangunan yang utama, karena mampu menyerang bagian-bagian komponen bangunan yang tinggi seperti rangka atap dengan tingkat kerusakan yang tinggi.

Jenis rayap tanah yang lain dan menyerang kayu pada bangunan adalah Macrotermes, Microtermes dan Odontotermes. Rayap tanah Macrotermes merupakan hama bangunan sekunder, hanya mampu menyerang bagian-bagian komponen bangunan yang rendah seperti kusen pintu maupun jendela dan tidak menyerang struktur atap. Di sekitar bangunan lebih berperan sebagai hama tanaman. Rayap microtermes sangat jarang menyerang bangunan dan lebih berperan sebagai hama tanaman dan decomposer.

4.4 Karakteristik Lingkungan

(24)

14

4.4.1 Tipe Iklim, Suhu, Kelembaban, dan Ketinggian Tempat Daerah Penelitian

Iklim merupakan keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun yang penyelidikannya dalam waktu yang lama dan meliputi wilayah yang luas. Untuk menentukan tipe iklim pada daerah penelitian digunakan perhitungan berdasarkan kategori tipe iklim Schmidt & Ferguson sebagai berikut:

Q = Md/Mw x 100% Dengan Q : Tipe iklim SF

Md : Rata-rata Bulan kering Mw : Rata-rata Bulan Basah

Adapun kondisi curah hujan pada daerah penelitian berdasarkan pengamatan curah hujan selama 10 tahun (1996-2005) yang diperoleh dari UPTD PSDA Kecamatan Panguragan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Data Curah Hujan Kecamatan Panguragan Kabupaten Cirebon Tahun 1996 – Sumber: UPTD PSDA Kecamatan Panguragan, 2005.

(25)

15

Tabel 4. Frekuensi bulan basah, bulan lembab, dan bulan kering kabupaten Cirebon tahun 1996 – 2005

No Kriteria Bulan Frekuensi

1 Bulan Kering (Ch < 60 mm) 45

2 Bulan Lembab (Ch 60 – 100 mm) 10

3 Bulan Basah (> 100 mm) 65

TOTAL 120

Dari data frekuensi bulan basah, bulan lembab, dan bulan kering didapatkan nilai Md (rata-rata bulan kering), dan Mw (rata-rata bulan basah) berturut-turut, 4,5 dan 6,5. Dari data tersebut maka dihasilkan nilai Q daerah Cirebon sebesar 69,2%.

Nilai Q untuk menentukan klasifikasi Schmidt – Ferguson dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Data Tipe Iklim Schmidt – Ferguson

No Nilai Q Tipe Iklim Sifat

1 0 – 14.3 A Sangat basah

2 14.3 – 33.3 B Basah

3 33.3 – 60 C Agak basah

4 60 – 100 D Sedang

5 100 – 167 E Agak kering

6 167 – 300 F Kering

7 300 – 700 G Sangat kering

8 ≥700 H Luar biasa kering

Sumber:Rafi’i, 1995

Dari perhitungan diatas dapat diketahui bahwa menurut klasifikasi Schmidt dan Furgeson daerah penelitian Cirebon diperoleh nilai Q = 69.2%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kota Cirebon termasuk kedalam tipe iklim D yang memiliki sifat sedang. Adapun suhu minimun rata-rata 26°C, dan suhu maksimum rata-rata adalah 28 °C.

Dengan perhitungan yang sama dari data curah hujan di Bogor, dapat disimpulkan Kota Bogor termasuk ke dalam tipe iklim B yang memiliki sifat basah, dengan suhu minimum rata-rata 21.8 °C, dan suhu maksimum rata-rata adalah 26 °C.

Indeks iklim dan ketinggian tempat yang dimiliki oleh setiap lokasi penelitian sebagai berikut:

Tabel 6. Iklim, Indeks iklim dan ketinggian tempat.

No kota Iklim Indeks Iklim Ketinggian Tempat

(mdpl)

1 Cirebon D 69.2% 7,5

(26)

16

Suhu dan kelembaban rata-rata setiap lokasi penelitian terdapat pada Tabel 7.

Tabel 7. Suhu dan Kelembaban daerah penelitian

No Kota Suhu (°C) Kelembaban (%)

1 Cirebon 26 – 28 °C 58% 2 Bogor 21.8 – 26 °C 70 %

Suhu merupakan faktor penting yang mempengaruhi kehidupan serangga, baik terhadap perkembangan hidup maupun aktivitasnya. Pengaruh suhu terhadap perkembangan serangga terbagi dalam kisaran suhu yaitu suhu maksimum dan minimum yang merupakan kisaran suhu tertinggi dan terendah yang dapat menyebabkan kematian serangga, suhu estivasi atau hibernasi merupakan kisaran suhu di atas atau di bawah suhu optimum yang mengakibatkan serangga mengurangi aktivitasnya atau dorman, dan kisaran suhu optimum yang merupakan kisaran suhu dimana serangga dapat berkembangbiak dan menjalankan aktivitasnya. Pada sebagian besar serangga kisaran suhu optimumnya adalah 15 °C - 38°C.

Dari data suhu yang diperoleh, menunjukkan bahwa daerah Bogor memungkinkan perkembangan hidup dan aktivitas serangga termasuk rayap. Perubahan kelembaban sangat mempengaruhi aktivitas jelajah rayap. Pada kelembaban yang rendah, rayap bergerak menuju daerah dengan suhu yang lebih rendah. Rayap mempunyai kemampuan untuk menjaga kelembaban di dalam liang-liang kembara sehingga rayap dapat bergerak ke daerah yang lebih kering. Rayap tanah seperti Coptotermes, Macrotermes, Odontotermes dan sebagainya memerlukan kelembaban yang tinggi. Kelembaban optimum untuk aktivitas dan perkembangan rayap sebesar 75% - 90%. Pada rayap kayu kering Cryptotermes tidak memerlukan kelembaban yang tinggi. Suhu dan kelembaban merupakan faktor yang secara bersama-sama mempengaruhi aktivitas rayap. Perubahan kondisi lingkungan akan mengakibatkan perubahan perkembangan, aktivitas dan perilaku rayap.

4.4.2 Unsur Hara dan Kandungan Bahan Organik Sampel Tanah

(27)

17

a. Pengujian bahan organik b. Pengujian bahan organik Sampel tanah bogor Sampel tanah Cirebon Gambar 5. Pengujian Bahan Organik Sample tanah Cirebon dan Bogor

4.4.3 Kadar air Tanah Sampel

Tabel 8. Data rata-rata Ma, Mb, dan Mc untuk perhitungan kadar air. SAMPEL

TANAH

Mc Ma Mb w

CIREBON 23.3 56.02 47.98 34.036%

BOGOR 23.58 49.82 40.7 53.27%

Keterangan: Mc = Berat wadah

Ma = Berat wadah dan tanah sebelum di oven Mb = Berat wadah dan tanah setelah di oven w = Kadar air tanah

Dari data tersebut dihasilkan kadar air tanah masing-masing daerah penelitian Cirebon dan Bogor berturut-turut adalah 34,036% dan 53,27%, Hasil perhitungan tersebut menunjukkan kadar air sampel tanah Bogor lebih tinggi tanah dengan kadar air yang tinggi lebih disenangi oleh rayap tanah, sehingga daerah Bogor lebih mudah terserang rayap tanah dibandingkan dengan daerah Cirebon yang memiliki kadar air lebih rendah dari kadar air Bogor.

(28)

18

4.5 Intensitas Serangan Rayap

Intensitas serangan rayap menunjukkan tingkat kerusakan yang terjadi pada bangunan akibat serangan rayap. Dari hasil pemasangan contoh kayu umpan pada daerah Bogor, terlihat bahwa baik kayu kelas awet rendah maupun kayu kelas awet sedang telah terserang rayap tanah pada umur pemasangan 2 bulan. Kayu kelas awet rendah (Kelas IV) rata-rata telah terserang rayap sebesar 30 % dan kayu kelas awet sedang (III) terserang 20 %. Kondisi ini menggambarkan bahwa serangan rayap di daerah ini relatif tinggi. Sedangkan hasil pemasangan kayu umpan yang berumur 2 bulan pada daerah Cirebon menunjukan hanya kayu kelas awet rendah (kelas IV) yang terserang rayap tanah dengan kerusakan sebesar 10 %.

Berdasarkan Data Intensitas serangan selama 6 bulan pada kayu kelas kuat rendah (kelas IV) dan sedang (kelas III) untuk masing-masing kota Cirebon, dan Bogor secara berurutan adalah 31.68%, 26.75%, 86 %, dan 53.04 %. Kayu kelas I dan II untuk daerah Cirebon tidak terserang rayap, sedangkan intensitas serangan pada kayu kelas kuat I dan II untuk daerah bogor menunjukan persentase yang sangat kecil namun terserang jamur hal ini disebabkan karena kelembaban tanah.

(29)

19

4.6 Efikasi Bahan Pengawet

Bahan pengawet yang digunakan dalam pengawetan kayu bangunan, telah dilakukan pengujian efikasi bahan pengawet terhadap organisme perusak. Beberapa hasil pengujian efikasi bahan pengawet terhadap organisme perusak disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 10. Efikasi Bahan Pengawet Golongan CCF dan CCB No Tipe Bahan

Cryptotermes >6.4 >14.1

Cryptotermes 6.4 39.6

3 CCB (2) Coptotermes Pinus >10 >73.7

Coptotermes Karet <2.0 <6.2

Cryptotermes 4.0 19.6

4 CCB (3) Coptotermes Pinus >4.6 >21.0

Coptotermes Karet <4.5 <18.2

Cryptotermes >4.6 >9.5

Cryptotermes 10 42.7

Cryptotermes <4.5 <26.3

(30)

20

dengan konsentrasi larutan 6.4 % untuk bahan pengawet CCB (1), retensi sebesar

≤ 6.2 kg dengan konsentrasi larutan ≤ 2.0 % untuk bahan pengawet CCB (2),

dan ≤ 18.2 kg dengan konsentrasi larutan ≤4.5 % untuk bahan pengawet CCB (3).

Jenis kayu pinus sangat mempengaruhi besarnya retensi yang dapat mematikan rayap tanah Coptotermes, hal ini kemungkinan disebabkan zat kimia yang terkandung di dalam kayu tersebut dapat menetralisir sebagian bahan pengawet yang masuk ke dalam kayu pinus. Mempertimbangkan hat tersebut, untuk kayu-kayu yang berasal dari kelompok kayu lunak (softwood) besarnya retensi bahan pengawet yang terdapat di dalam standar sebaiknya ditinjau kembali. Hal ini berkaitan dengan hasil pengujian pada rayap Coptotermes, retensi bahan pengawet yang mematikan rayap tersebut lebih besar dari ketentuan standar. Sementara pada kayu-kayu keras (hardwood), hasil pengujian menunjukkan ada besaran retensi bahan pengawet yang lebih rendah maupun yang lebih tinggi dari standar yang mematikan rayap tanah Coptotermes. Khusus bahan pengawet CCB (2), retensi yang mematikan rayap tanah sebesar ≤ 6.2 kg , besarnya retensi ini lebih rendah daripada ketentuan standar. Sementara untuk bahan pengawet CCB (3) retensi yang mematikan rayap tanah sebesar

≤18.2 kg , hal ini lebih tinggi dari ketentuan standar. Bila memperhatikan ketentuan dalam standar Pengawetan Kayu untuk Perumahan dan Gedung (SNI 03-5010.1-1999) besamya retensi yang harus dicapai pada pengawetan kayu untuk penggunaan di luar atap sebesar 8.6 kg .

4.7 Teknik Perlindungan

Beberapa teknik perlindungan bangunan terhadap serangan rayap yang telah dilakukan oleh masyarakat antara lain dengan pengawetan kayu bangunan baik dengan bahan pengawet maupun dengan menggunakan residu atau oli bekas. Residu ini bukan merupakan bahan pengawet yang dapat digunakan untuk menahan serangan rayap, namun bahan ini sudah memasyarakat dan mudah didapat di setiap toko material. Masyarakat percaya bahwa dengan menggunakan residu, bangunannya akan terhindar dari serangan rayap. Pengawetan kayu dengan residu biasanya dilakukan dengan cara pengecatan. Selain dengan residu, masyarakat mempercayai bahwa dengan melakukan pengecatan pada kayu bangunan dengan cat kayu juga dapat menghindarkan kayu tersebut dari serangan rayap. Disamping pengawetan kayu, masyarakat juga telah melakukan perlakuan tanah atau pondasi dengan menggunakan residu dengan cara menaburkannya pada bagian tersebut.

(31)

21

rayap pada bangunan. Disamping pengawetan kayu, masyarakat melakukan perlindungan bangunan dengan memperbaiki bagian-bagian bangunan yang mengalami kerusakan akibat kebocoran serta menjaga kebersihan bangunan tersebut.

Pada bangunan gedung atau pemerintah terutama yang mendapat bantuan dana dari luar negeri mensyaratkan dalam pembangunannya untuk melakukan pengawetan kayu dan perlakuan tanah pada bangunan yang akan didirikan. Sedangkan pada bangunan yang sudah berdiri, akan dilakukan penanggulangan serangan rayap bila serangan tersebut sudah dianggap parah dan membahayakan keselamatan penghuni. Dalam standar SNI 03-2404-2000 tatacara pencegahan serangan rayap pada bangunan rumah dan gedung, pada bangunan yang akan didirikan terlebih dahulu dilakukan perlakuan tanah/tapak dimana bangunan tersebut didirikan dan dilakukan pengawetan kayu bangunan yang mempunyai kelas awet III - V serta kayu gubal kelas awet I - II. Demikian juga dalam SNI 03-2405-2000 tatacara penanggulangan serangan rayap pada bangunan rumah dan gedung, namun dilakukan pengeboran dan injeksi pada tanah dan dinding. Selain itu pengawetan kayu dapat juga dilakukan dengan injeksi larutan bahan pengawet atau dengan pasak pengawet. Kedua standar tersebut berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia.

Hubungan Intensitas Serangan Rayap dengan Faktor lingkungan Dari hasil analisis regresi hubungan intensitas serangan rayap dengan indeks iklim dan ketinggian tempat berdasarkan data hasil penelitian Departemen Pekerjaan Umum Kota Bandung, diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:

IS = 2,71 - 0,0133IK- 0,134 KT Keterangan:

IS = intensitas serangan IK = indeks iklim KT = ketinggian tempat

Nilai koefisien determinasi sebesar 53.4 %, hal ini menggambarkan bahwa bila terjadi perubahan pada intensitas serangan rayap, hanya dapat dijelaskan sebesar 53.4 % saja oleh indeks iklim dan ketinggian tempat. Sedangkan sisanya sebesar 46.6 % disebabkan faktor-faktor lain. Dalam persamaan tersebut terlihat bahwa indeks iklim dan ketinggian tempat berpengaruh nyata pada taraf 40 %. Intensitas serangan berhubungan negatif dengan indeks iklim dan ketinggian tempat, yang berarti semakin rendah indeks iklim dan ketinggian tempat maka intensitas serangan rayap semakin besar. Sedangkan hasil penelitian ini menunjukan bahwa ketinggian tempat berhubungan positif dengan intensitas serangan rayap tanah, yang berarti semakin tinggi ketinggian tempat maka intensitas serangan semakin besar.

Hasil analisis regresi hubungan antara frekuensi serangan rayap pada bangunan dengan indeks iklim dan ketinggian tempat berdasarkan data penelitian Departemen Pekerjaan Umum Kota Bandung, diperoleh persamaan sebagai berikut:

F =68,4 - 0,263 IK - 1,15 KT

(32)

22

sedangkan 43.2 % sisanya disebabkan oleh faktor-faktor lain. Dalam persamaan tersebut juga terlihat bahwa indeks iklim berpengaruh nyata pada taraf 25 %. Sedangkan ketinggian tempat tidak berpengaruh nyata. Frekuensi serangan rayap berhubungan negatif dengan indeks iklim yang berarti bahwa semakin rendah indeks iklim maka frekuensi serangan rayap semakin besar.

5. PENUTUP

5.1 SIMPULAN

Genus-genus rayap yang ditemukan di lingkungan permukiman di lokasi penelitian adalah genus Microtermes, Coptotermes, Macrotermes, dan Cryptotermes. Intensitas serangan rayap tanah berhubungan negatif dengan indeks iklim, yang berarti bahwa semakin rendah indeks iklim maka intensitas serangan rayap semakin tinggi sedangkan intensitas serangan rayap tanah berhubungan positif dengan ketinggian tempat, yang berarti semakin tinggi suatu tempat maka intensitas rayap tanah semakin tinggi. Sehingga intensitas serangan rayap pada daerah Bogor lah yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah Cirebon. Kondisi lingkungan antara lain suhu, kelembaban, jenis tanah dan iklim daerah penelitian, memungkinkan perkembangan rayap di daerah tersebut. Kondisi lingkungan daerah Bogor yang paling di kondusif untuk aktivitas hidup rayap tanah. Kayu kelas kuat satu dan kelas kuat dua yang tahan terhadap serangang rayap tanah pada kota penelitian (Bogor dan Cirebon). Hasil pengujian efikasi bahan pengawet untuk besaran retensi menunjukkan hasil yang berbeda dengan ketentuan standar yang berlaku.

5.2 SARAN

(33)

23

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Z dan Irvin, D. 2002. Pengawetan Kayu Pulai (Alstonia scholaris R. Br).dan Pengaruhnya terhadap Intensitas Serangan Jamur Biru. Prosiding Seminar Nasional V Mapeki. Puslitbang Teknologi Hasil Hutan dengan Mapeki. Bogor.

Badan Standardisasi Nasional. 1991. Tatacara Pencegahan Serangan Rayap pada Bangunan Rumah dan Gedung dengan Termitisida. SNI 03-2404-1991.

Badan Standardisasi Nasional. 1991. Tatacara PenanggulanganSerangan Rayap pada Bangunan Rumah dan Gedung dengan Termitisida. SN I. 03_2405-1991.

Badan Standardisasi Nasional. 1998. Tatacara Pengawetan Kayu untuk Bangunan Rumah dan Gedung. SNI 03-3233-1998.

Badarn Standardisasi Nasional. 2002. Spesifikasi Kayu Awet untuk Perumahan dan Gedung. SNI 03-6839-2002.

Hadikusumo, S.A. dkk. 2002. Pengaruh Ekstrak Daun Tembakau sebagai Bahan Pengawet Kayu terhadap Serangan Rayap Kayu Kering pada Kayu Kelapa. 21 Prosiding Seminar Nasional V Mapeki. Puslitbang Teknologi Hasil Hutan dengan Mapeki. Bogor.

Hardjowigeno, S., 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo. Jakarta.

Nandika, Yudi R dan Farah D. 2003. Rayap Biologi dan Pengendaliannya. Muhammadiyah University Press. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Supriana, N dan A. Martawijaya. 1973. Risalah Pengawetan Kayu. No. 35.

(34)
(35)

25

Lampiran 2. Foto Kegiatan Penelitian Sample Tanah di Laboratorium Mekanika Tanah IPB

Sampel tanah Cirebon dan Bogor

Uji unsur Organik Tanah

Uji Agreget Tanah

(36)

26

Lanjutan Lampiran 2

Lampiran 3. Foto Identifikasi Rayap

a. Macrotermes, sp b. Coptotermes,sp c. Microtermes,sp

(37)

27

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cirebon pada tanggal 28 April 1989 dari ayah Abdul Rohim dan ibu Dayu. Penulis adalah putri ke enam dari delapan bersaudara. Tahun 2008 penulis lulus dari MAN MODEL Babakan Ciwaringin Cirebon dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengajar matematika tingkat SD untuk anak-anak lingkar kampus. Penulis juga aktif sebagai staf soskemas di KSR IPB, staf syiar di Forum Bina Islami (FBI) FATETA IPB, dan ketua Perhimpunan Mahasiswa Peduli (PMP) Balumbang Jaya Bogor.

Gambar

Gambar 4. Intensitas Serangan Rayap Tanah Daerah Cirebon dan Bogor
Tabel 3. Data Curah Hujan Kecamatan Panguragan Kabupaten Cirebon Tahun 1996 –
Tabel 7. Suhu dan Kelembaban daerah penelitian
Gambar 5. Pengujian Bahan Organik Sample tanah Cirebon dan Bogor
+2

Referensi

Dokumen terkait

Inti pemikiran Gadamer yang bertumpu pada “pemahaman” merujuk pada bahwa dalam memahami sesuatu yang sifatnya telah lampau pun, pemahaman ini bisa digunakan untuk

Pada penelitian ini, penulis menemukan 35 ciri agresif pada tokoh perempuan, yang mana dua diantaranya merupakan data yang sama pada masing-masing tokoh,

Menghitung Tingkat Produkvitas Masing-Masing Sektor (Lapangan Usaha) yaitu dengan cara membagi PDRB masing-masing lapangan usaha dengan distribusi tenaga kerja yang bekerja

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Ada pengaruh positif dan signifikan ketersediaan sumber belajar terhadap hasil belajar IPS siswa SMP Negeri 1 Turi

Berdasarkan uraian di atas terdapat beberapa masalah yang perlu untuk dikaji dan diteliti, tetapi karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan maka penelitian akan dibatasi

Dari hasil penelitian di SMKN 4 Bondowoso yang menunjukkan sebagian besar remaja berpengetahuan cukup dan baik karena disamping tempatnya sudah berada dekat kota

Penjelasan bahwa kata ragi memiliki makna figuratif ada dalam ayat-ayat berikutnya yang menjelaskan bahwa yang dimaksud Yesus Kristus tentang ragi bukan ragi

Klon Balithi NL.97.030-12 mempunyai bunga berwarna kuning muda kehijauan dengan bentuk tepi mahkota bunga (petal) keriting, yang unik dan merupakan bentuk baru ditambah dengan