• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Nafkah Rumah Tangga Petani Tunakisma di Desa Rajasinga, Kecamatan Terisi, Kabupaten Indramayu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Nafkah Rumah Tangga Petani Tunakisma di Desa Rajasinga, Kecamatan Terisi, Kabupaten Indramayu"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI TUNAKISMA

DI DESA RAJASINGA, KECAMATAN TERISI,

KABUPATEN INDRAMAYU

INTAN PERMATA SARI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Strategi Nafkah Rumah Tangga Petani Tunakisma di Desa Rajasinga, Kecamatan Terisi, Kabupaten Indramayu adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor

Bogor, Januari 2014

(4)

ABSTRAK

INTAN PERMATA SARI. Strategi nafkah rumah tangga petani tunakisma di Desa Rajasinga, Kecamatan Terisi, Kabupaten Indramayu. Dibimbing oleh

SATYAWAN SUNITO

Desa Rajasinga merupakan dataran rendah yang mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani. Rumah tangga petani tunakisma yang terdapat di Desa Rajasinga terdiri atas tunakisma mutlak dan tunakisma tidak mutlak (memiliki lahan garapan). Strategi nafkah yang diterapkan oleh rumah tangga petani tunakisma tidak hanya dari sektor pertanian melainkan juga dari sektor non-pertanian. Penerapan strategi nafkah yang dilakukan meliputi intensifikasi pendapatan di sektor pertanian maupun non-pertanian, pola nafkah ganda dan rekayasa spasial (migrasi). Bentuk strategi nafkah yang diterapkan dipengaruhi oleh pemanfaatan lima sumber daya penghidupan yang dimiliki rumah tangga. Sumber daya penghidupan tersebut terdiri atas struktur anggota rumah tangga, akses pada lahan pertanian, kepemilikan modal fisik, akses pada modal keuangan dan pemanfaatan hubungan sosial. sektor pertanian maupun non-pertanian memberi kontribusi yang hampir setara terhadap pembentukan struktur pendapatan rumah tangga petani tunakisma di Desa Rajasinga.

Kata kunci: petani tunakisma, strategi nafkah, sumber daya penghidupan

ABSTRACT

INTAN PERMATA SARI. Livelihood Strategy of Landless Peasant Household in Rajasinga Village, Terisi Sub-district. Indramayu Regency. Supervised by

SATYAWAN SUNITO

Rajasinga village is a lowland, majority of its villagers works as a landless Peasant household in Rajasinga consists of absolute landless and un-absolute landless (having cultivated land). Livelihood strategy of landless peasant household not only in agricultural sector but also in non-agricultural sector. Livelihood strategy of landless peasant household include income intensification in agricultural and non-agricultural sector, pattern of living double, and spatial engineering (migration). The livelihood strategy depends on five livelihood resources owned by household. Livelihood resources consists of structure household, agricultural access, owner of physical capital, finance capital access, and the utilization of social relationship. Agricultural and non-agricultural sector contributed almost equally to the formation of income structure of landless peasant household in Rajasinga village.

(5)

STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI TUNAKISMA

DI DESA RAJASINGA, KECAMATAN TERISI,

KABUPATEN INDRAMAYU

INTAN PERMATA SARI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(6)
(7)

Judul Skripsi : Strategi Nafkah Rumah Tangga Petani Tunakisma di Desa Rajasinga, Kecamatan Terisi, Kabupaten Indramayu

Nama : Intan Permata Sari NIM : I34100133

Disetujui oleh

Dr Satyawan Sunito Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Siti Amanah, MSc Ketua Departemen

(8)
(9)

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan kasih karunia dan rahmat-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Karya tulis yang dimulai sejak bulan September 2013 ini berjudul Strategi Nafkah Rumah Tangga Petani Tunakisma di Desa Rajasinga, Kecamatan Terisi, Kabupaten Indramayu.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Satyawan Sunito selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk memberi masukan serta saran yang berarti selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada Ayahanda DahmanSipakkar dan Ibunda Rufiyati, serta kedua abangku tercinta Rudy Sipakkar dan Antonius Sipakkar yang selalu berdoa serta melimpahkan kasih sayang dan semangat kepada penulis. Tidak lupa juga terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh teman-teman seperjuangan SKPM Angkatan 47 dan teman melewati suka dan duka selama di IPB (Nika Roslina Silaen) yang telah memberikan semangat dan menemani penulis dalam proses penulisan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Januari 2014

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Masalah Penelitian 3

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 4

PENDEKATAN TEORITIS 5

Tinjauan Pustaka 5

Kerangka Pemikiran 9

Hipotesis Penelitian 11

Definisi Konseptual 11

Definisi Operasional 12

METODE PENELITIAN 15

Pendekatan Lapang 15

Jenis Data, Lokasi dan Waktu Penelitian 15

Teknik Pengumpulan Data 16

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 17

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 19

Kondisi Geografis 19

Kondisi Demografi 20

Kondisi Sosial 22

Infrastuktur Desa 22

Ikhtisar 23

LIVEHOOD RESOURCES RUMAH TANGGA PETANI

TUNAKISMA

24

Struktur Anggota Rumah tangga 24

Jumlah Tenaga Kerja Rumah Tangga 24

Usia 25

Tingkat Pendidikan 26

Jenis Kelamin 28

Akses pada Lahan Pertanian 29

Karakteristik Lahan Pertanian 29

Sistem Sewa dan Lanja 29

Gadai 30

Ceblokan 31

Penguasaa Lahan Rumah Tangga Petani Tunakisma 31

Kepemilikan modal Fisik 35

Alat Produksi Pertanian 35

(11)

Akses pada Modal Keunagan 37

Pemanfaatan Modal Sosial 38

Ikhtisar 39

STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI TUNAKISMA 41

Pilihan-Pilihan Kesempatan Kerja 41

Tenaga Kerja dalam Pertanian 41

Industri Bata Merah 42

Pedagang 43

Buruh Bangunan 43

TKI 44

Pekerjaan Lain di Luar Desa 44

Bentuk Strategi Nafkah yang Diterapkan Rumah Tangga Petani Tunakisma di Desa Rajasinga

45

Intensifikasi Pendapatan Sektor Pertanian 45

Pola Nafkah Ganda 46

Intensifikasi Pendapatan Sektor Non-pertanian 48

Rekayasa Spasial (Migrasi) 49

KelenderKerja Rumah Tangga Petani Tunakisma 50

Ikhtisar 52

STRUKTUR PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI

TUNAKISMA

53

Pendapatan dari Sektor Pertanian 54

Pendapatan dari Sektor Non-Pertanian 55

Pendapatan Total Rumah Tangga 58

Ikhtisar 61

PENUTUP 63

Kesimpulan 63

Saran 64

DAFTAR PUSTAKA 65

LAMPIRAN 69

(12)

DAFTAR TABEL

1 Metode pengumpulan data 15

2 Luas lahan menurut jenis irigasi di Desa Rajasinga 19

3 Jumlah dan persentase penduduk menurut kelompok umur di Desa Rajasinga

20

4 Jumlah dan persentase penduduk menurut jenis mata pencaharian di Desa Rajasinga

21

5 Jumlah dan persentase penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Rajasinga

21

6 Jumlah layanan kesehatan yang terdapat di Desa Rajasinga 22

7 Jumlah sarana pendidikan yang terdapat di Desa Rajasinga 23

8 Jumlah dan persentase rumah tangga petani tunakisma menurut jumlah tenaga kerja di Desa Rajasinga

25

9 Jumlah dan persentase kepala rumah tangga petani tunakimsa menurut usia di Desa Rajasinga

26

10 Jumlah dan persentase kepala rumah tangga petani tunakisma menurut tingkat pendidikan di Desa Rajasinga

27

11 Jumlah dan persentase anggota rumah tangga petani tunakisma yang bekerja menurut tingkat pendidikan dan usia di Desa Rajasinga

28

12 Pembagian kerja pertanian di Desa Rajasinga 29

13 Jumlah dan persentase rumah tangga petani tunakisma menurut kategori lapisan penguasan lahan di Desa Rajasinga

33

14 Jumlah dan persentase rumah tangga petani penggarap menurut sistem penguasaan lahan di Desa Rajasinga

34

15 Jumlah dan persentase rumah tangga petani tunakisma menurut luas lahan garapan di Desa Rajasinga

35

16 Tingkat ketunakismaan dan luas lahan garapan rumah tangga petani tunakisma di Desa Rajasinga

35

17 Jumlah dan persentase rumah tangga petani tunakisma menurut kepemilikan alat produksi pertanian di Desa Rajasinga

36

18 Jumlah dan persentase rumah tangga petani tunakisma menurut kepemilikan aset rumah tangga di Desa Rajasinga

37

19 Jumlah lembaga keuangan di Desa Rajasinga 38

20 Jumlah dan persentase rumah tangga petani tunakisma menurut Pilihan pemanfaatan hubungan sosial di Desa Rajasingga

38

21 Jumlah dan persentase rumah tangga petani tunakisma menurut akses pada modal keuangan di Desa Rajasinga

39

22 Jumlah rumah tangga petani tunakisma menurut jenis pekerjaan di sektor pertanian dan non-pertanian

47

23 Jumah rumah tangga menurut pernah/tidak salah satu anggotanya melakukan migrasi internasional

(13)

24 Deskripsi pekerjaan yang dilakukan petani tunakisma menurut bulan di Desa Rajasinga

51

25 B/C ratio pertanian padi menurut status penguasaan lahan dan total luas lahan rumah tangga petani penggarap, Rp/Rataan luas lahan/tahun.

53

26 Rata-rata pendapatan pertanian rumah tangga petani tunakisma per tahun menurut tingkat ketunakismaan di Desa Rajasinga

55

27 Rata-rata pendapatan rumah tangga petani tunakisma per tahun menurut sumber pendapatan non-pertanian di Desa Rajasinga

57

28 Total pendapatan rumah tangga petani tunakis mamenurut tingkat ketunakismaan di Desa Rajasinga

58

29 Persentase pendapatan rumah tangga petani tunakis mamenurut tingkat ketunakismaan per tahun menurut sektor di Desa Rajasinga

59

30 Jumlah dan persentase total pendapatan rumah tangga petani tunakisma di Desa Rajasinga

61

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka analisis penelitian 10

2 Grafik rata-rata pendapatan pertanian rumah tangga petani tunakisma per tahun menurut tingkat ketunakismaan di Desa Rajasinga

52

3 Grafik rata-rata pendapatan rumah tangga petani tunakisma per tahun menurut sumber pendapatan non-pertanian di Desa Rajasinga

54

4 Grafik persentase pendapatan rumah tangga petani tunakisma menurut sektor di Desa Rajasinga per tahun

56

5 Grafik persentase pendapatan rumah tangga petani tunakisma menurut sektor di Desa Rajasinga per tahun

58

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kerangka sampling penelitian di Desa Rajasinga 69

2 Kuesioner penelitian 77

3 Panduan wawancara mendalam 82

4 Jadwal pelaksanaan penelitian 83

5 Peta Lokasi Penelitian 84

6 Deskripsi pekerjaan, status dan luas lahan serta pendapatan 85

(14)

PENDAHULUAN

Bab pendahuluan ini berisi latar belakang, masalah penelitian, tujuan penelitian dan kegunaan penelitian. Latar belakang berisi alasan mengenai pemilihan topik penelitian. Masalah penelitian berisi permasalahan yang ingin diteliti, tujuan penelitian merupakan jawaban dari masalah penelitian dan kegunaan penelitian berisi kegunaan untuk berbagai pihak yang menjadi sasaran dari hasil penelitian. Berikut uraian dari masing-masing bagian tersebut.

Latar Belakang

Kemiskinan merupakan masalah yang sampai saat ini masih mengancam bangsa Indonesia. Berdasarkan data BPS September 2012 yang mencatat jumlah penduduk miskin di pedesaan dan di perkotaan mencapai 18.08 juta jiwa dan 10.51 juta jiwa. Hal ini berarti sebanyak 14.70 persen penduduk di pedesaan dan 8.60 persen penduduk di perkotaan berada di bawah garis kemiskinan.1 Sektor

pertanian dari dulu hingga sekarang masih menjadi tempat mayoritas rumah tangga miskin menggantungkan hidupnya. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah kemiskinan, salah satunya dengan program Bantuan Tunai Langsung (BLT). Akan tetapi, dampaknya masih kurang dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di desa.

Bahri et al. (2008) menyatakan bahwa tanah bagi rumah tangga petani di desa merupakan sumber nafkah yang menjadi faktor produksi utama. Petani yang tidak memiliki lahan disebut dengan istilah petani tunakisma akan terjebak dalam kehidupan ekonomi yang serba sulit. Meskipun sumber nafkah non-pertanian saat ini berkontribusi besar dalam pembentukan struktur pendapatan, namun akses dan kontrol pada lahan pertanian di desa tetap memegang peranan penting dalam menentukan status ekonomi petani. Hasil penelitian Amar (2002) menunjukkan bahwa distribusi penguasaan lahan sangat menentukan tingkat distribusi pendapatan rumah tangga, karena luas lahan merupakan faktor produksi dalam kegiatan usahatani.

Menurut UU No. 2/1960 pasal 1 tentang Perjanjian Bagi Hasil2, mendefinisikan petani adalah mereka yang mata pencaharian pokoknya mengusahakan tanah untuk pertanian. Mereka dapat mengusahakan tanah kepunyaan sendiri (pemilik-penggarap), mengusahakan tanah orang lain (penggarap) dan dapat pula mengusahakan tanah orang lain sebagai buruh tani. Petani yang tidak memiliki lahan berdasarkan status kepemilikan formal hanya dapat bekerja di sektor pertanian dengan mengusahakan tanah milik orang lain dan memperoleh pendapatan sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan. Dengan demikian, meraka hanya dapat bekerja sebagai petani penggarap maupun buruh tani.

1 Diakses dari http://www.bps.go.id/brs_file/kemiskinan_02jan13.pdf pada tanggal 1 April 2013,

pukul 13.04

2 Diakses dari http://www.dpr.go.id/uu/uu1960/UU_1960_2.pdf pada tanggal 9 September 2013,

(15)

Indramayu merupakan kabupaten yang memproduksi padi sawah terbesar di Jawa Barat dan menjadi salah satu daerah pemasok produksi beras nasional. Hasil produksinya saat ini mencapai 1 351 041 ton pertahun3. Prestasi tersebut tidak serta merta berdampak pada kehidupan ekonomi rumah tangga petani karena di tengah melimpahnya hasil produksi padi sawah, cukup banyak terdapat rumah tangga petani yang tidak memiliki lahan. Data kabupaten Indramayu4 menunjukkan pada tahun 2011 terdapat sekitar 632 458 orang petani, yang terdiri dari petani pemilik 124 647 orang, petani pemilik-penggarap 147 350 orang, petani penggarap 98 449 orang dan buruh tani 252 012 orang. Desa Rajasinga adalah salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Terisi, Kabupaten Indramayu. Keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh rumah tangga petani tunakisma di Desa Rajasinga membatasi peluang bagi mereka untuk bekerja di sektor pertanian maupun di sektor non-pertanian. Dengan demikian, mereka akan tetap bekerja di sektor pertanian sebagai buruh tani dan petani penggarap lahan milik orang lain, sedangkan di sektor non-pertanian mereka hanya dapat memasuki pekerjaan-pekerjaan yang tidak memerlukan syarat tingkat pendidikan tertentu.

Pembangunan di kota-kota besar seperti Jakarta dan infrastruktur di daerah Pantai Utara Jawa yang terus-menerus dilakukan cukup membantu masyarakat desa dalam mendapatkan pekerjaan di sektor non-pertanian. Akses jalan yang telah memadai mempermudah masyarakat untuk bekerja di kota-kota besar seperti Jakarta maupun ke luar negeri sebagai TKI. Kesulitan ekonomi di desa menjadi salah satu faktor yang mendorong masyarakat bekerja ke kota.

Dalam menghadapi situasi krisis, umumnya rumah tangga petani akan melakukan strategi nafkah yang berbeda-beda dan unik untuk memenuhi kebutuhan anggota rumah tangganya. Dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang dimiliki maka petani akan menggerakan seluruh anggota rumah tangganya untuk mencari dan memasuki pekerja yang mampu memberikan pendapatan. Mereka bersedia bekerja apa saja dengan tingkat upah berapa saja, asal dapat memenuhi kebutuhan akan makanan dan uang. Sifat akomodatif ekonomi pedesaan dan dinamikanya yang disebut dinamika “ekonomi tukang

sapu jalan” merupakan contoh yang barangkali tidak ditemukan di tempat lain, terutama bila dilihat petani yang tidak memiliki lahan mungkin dapat menggarap tanah di beberapa tempat sekaligus dan memperoleh bagian hasil di sana-sini (Kroef 2008).

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, menarik untuk diteliti bahwa suatu rumah tangga akan memanfaatkan beragam sumber daya yang dimiliki untuk memperoleh pekerjaan. Menurut Ellis (2000) 5 jenis livelihood resources tersebut, yakni: finansial capital, physical capital, natural capital, human capital, dan social capital. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi nafkah yang dibangun oleh rumah tangga petani tunakisma di Desa Rajasinga, Kecamatan Terisi, Kabupaten Indramayu.

3

http://jabar.bps.go.id/subyek/luas-panen-produktivitas-dan-produksi-padi-sawah-gkg-di-jawa-barat-1 pada tanggal 6 juni 2013 pukul 20.10

4 Diakses dari Diakses dari

(16)

3

Masalah Penelitian

Dalam masyarakat pertanian, setiap rumah tangga petani memiliki sumber daya yang berbeda-beda yang dapat dimanfaatkan untuk mencari nafkah. Struktur pemilikan dan penguasaan lahan berimplikasi dalam menentukan pekerjaan dan status ekonomi petani. Selain itu, sumber daya manusia, modal fisik, modal finansial dan modal sosial juga turut memainkan peran dalam menentukan aktifitas nafkah. Keterbatasan livelihood resources yang dimiliki petani akan membatasi peluang untuk bekerja di sektor pertanian maupun non-pertanian. Rumah tangga akan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki semaksimal mungkin untuk mendukung kehidupan anggota rumah tangganya. Untuk itu, menarik untuk diteliti bagaimana pemanfaatan livelihood resources yang dilakukan oleh rumah tangga petani tunakisma di Desa Rajasinga dalam menentukan strategi nafkah yang dibangun rumah tangga.

Peningkatan harga-harga kebutuhan rumah tangga yang tidak sejalan dengan peningkatan jumlah pendapatan semakin mempersulit keadaan ekonomi rumah tangga petani tunakisma. Pada situasi tersebut, rumah tangga petani akan mengelolah struktur nafkah sehingga mampu meminimalkan resiko, tergantung kepada sumber daya yang dimiliki (Widiyanto et al. 2010). Rumah tangga petani tunakisma melakukan beragam strategi untuk memperoleh pendapatan sehingga kebutuhan anggota rumah tangganya terpenuhi. Mengacu pada scoones (1998), terdapat tiga strategi nafkah yang dilakukan oleh penduduk pedesaan, yaitu: (1) intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian, (2) diversifikasi nafkah, dan (3) migrasi (keluar). Untuk itu, menarik untuk diteliti bagaimana bentuk strategi nafkah yang dibangun oleh rumah tangga petani tunakisma di Desa Rajasinga.

Setiap pekerjaan yang dilakukan oleh anggota rumah tangga, baik di sektor pertanian maupun non-pertanian akan berkontribusi terhadap pembentukan struktur pendapatan rumah tangga. Besarnya pendapatan yang diterima cukup beragam tergantung pada jenis pekerjaan yang dilakukan. Petani penggarap akan memperoleh pendapatan yang berbeda dengan mereka yang hanya bekerja sebagai buruh tani. Demikian juga halnya pekerjaan-pekerjaan dalam sektor non-pertanian. Bentuk strategi nafkah yang diterapkan memainkan berperan dalam menentukan struktur pendapatan rumah tangga. Untuk itu, menarik untuk diteliti

bagaimana bentuk struktur pendapatan yang dibangun oleh rumah tangga petani tunakisma di Desa Rajasinga.

Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Menganalisis pemanfaatan livelihood resources yang dilakukan oleh rumah tangga petani tunakisma di Desa Rajasinga, Kecamatan Terisi, Kabupaten Indramayu dalam menentukan strategi nafkah yang dibangun rumah tangga. 2. Menganalisis bentuk strategi nafkah yang dibangun oleh rumah tangga petani

tunakisma di Desa Rajasinga, Kecamatan Terisi, Kabupaten Indramayu. 3. Menganalisis struktur pendapatan yang dibangun oleh rumah tangga petani

(17)

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengantar atau sebagai pengenalan lebih lanjut mengenai strategi nafkah yang dilakukan oleh rumah tangga petani tunakisma di Desa Rajasinga, Kecamatan Terisi, Kabupaten Indramayu. Melalui penelitian ini, terdapat juga beberapa hal yang ingin penulis sumbangkan pada berbagai pihak, yaitu:

1. Bagi akademisi, diharapkan tulisan ini menjadi referensi dalam melakukan penelitian-penelitian terkait strategi nafkah rumah tangga petani di pedesaan. 2. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan

pemahaman kepada masyarakat mengenai karakteristik rumah tangga petani dan strategi nafkah yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan hidup.

(18)

PENDEKATAN TEORITIS

Bab ini berisi bagian tinjauan pustaka, kerangka pemikiran, hipotesis penelitian dan definisi operasional. Tinjauan pustaka berisi teori-teori dan konsep-konsep dasar untuk menganalisis data hasil penelitian, kerangka pemikiran berisi alur pemikiran logis yang diteliti, hipotesis adalah dugaan sementara dari hasil penelitian, definisi konseptual berisi pengertian dari konsep-konsep yang digunakan dan definisi operasional berisi variabel-variabel yang diteliti. Berikut uraian dari masing-masing bagian tersebut.

Tinjauan Pustaka

Konsep Petani Tunakisma

Tanah merupakan sumber daya alam yang menjadi faktor produksi utama masyarakat petani. Petani berlahan sempit ataupun yang tidak memiliki lahan sangat erat kaitannya dengan kemiskinan. Mulyanto et al. (2009) menyatakan bahwa orang miskin adalah mereka yang tidak memiliki lahan garapan sendiri serta tiadanya kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok permanen. Kehidupan petani tunakisma sangat erat kaitannya dengan kemiskinan.

Wiradi dan Makali (2009) mengemukakan bahwa ciri masyarakat pedesaan Jawa adalah terbaginya penduduk ke dalam lapisan-lapisan berdasarkan perbedaan hak atas tanah serta kewajiban-kewajibannya. Lapisan pertama adalah mereka yang nenek moyangnya dulu merupakan pemukim pertaman di daerah tersebut sehingga mereka memiliki tanah yasan5 dan mempunyai pekarangan serta rumah sendiri. Lapisan kedua ialah mereka yang mempunyai rumah dan pekarangan sendiri tetapi belum atau tidak mempunyai sawah. Lapisan ketiga ialah mereka yang tidak mempunyai tanah dan tidak mempunyai pekarangan, tetapi mempunyai rumah sendiri. Lapisan keempat adalah mereka yang sama sekali tidak mempunyai apa-apa kecuali tenaganya. Umumnya merka yang masuk pada lapisan ke empat adalah petani miskin yang tidak mempunyai lahan (tunakisma). Petani tunakisma identik dengan buruh tani, namun petani tunakisma selain bekerja sebagai buruh tani, juga ada yang menjadi petani penyakap, bahkan pengemis (Saragih dan Susanto 2006)

Hasil penelitian Saragih dan Susanto (2006) menunjukan bahwa terdapat beberapa faktor utama petani tidak memiliki lahan atau tanah, antara lain: (1) tidak mendapat warisan lahan atau tanah dari orangtuanya sebab orangtuanya sendiri tidak mempunyai lahan atau tanah, (2) jika memiliki lahan dengan luas terbatas dijual untuk keperluan lainnya, misalnya untuk membayar hutang, keperluan pesta, dan menutupi kebutuhan sehari-hari, dan (3) berasal dari korban Putus Hubungan Kerja (PHK), tidak mempunyai keahlian lain dan tidak mempunyai modal sehingga mereka kembali ke desa untuk menjadi buruh tani.

(19)

Konsep Struktur Agraria

Wiradi (2009) memberikan definisi bahwa struktur agraria merupakan tata hubungan antar manusia menyangkut pemilikan, penguasaan, dan peruntukan tanah. Dalam masyarakat agraris, masalah pemilikan dan penguasaan tanah ini merupakan faktor penentu bangunan masyarakat secara keseluruhan. Masalah ini tidak hanya menyangkut hubungan teknis antara manusia dengan tanah, namun menyangkut juga hubungan sosial manusia dengan manusia.

Lebih lanjut Wiradi (2009) menyatakan bahwa struktur agraria adalah menyangkut masalah pembagian tanah, penyebaran dan distribusinya, yang pada gilirannya menyangkut hubungan kerja dan proses produksi. Dalam konsep struktur agraria tidak hanya berbicara mengenai kepemilikan lahan, melainkan bagaimana pola kebiasaan atau cara-cara yang melembaga untuk mengatur penguasaan atas sebidang tanah. Wiradi dan Makali (2009) mengemukakan bahwa bentuk-bentuk penguasaan lahan secara adat yang terdapat di Pulau Jawa secara garis besar adalah sebagai berikut:

1) Tanah Yasan, yaitu tanah yang diperoleh berkat usaha seseorang membuka

hutan atau “tanah liar” untuk dijadikan tanah garapan. Dengan kata lain, hak

seseorang atas tanah berasal dari fakta bahwa dia atau nenek moyangnya yang semula membuka tanah tersebut.

2) Tanah Gogolan, yaitu tanah pertanian milik masyarakat desa yang hak pemanfaatannya biasanya dibagi-bagi kepada sejumlah petani (biasanya disebut penduduk inti) secara tetap atau secaraa giliran berkala. Pemegang hak garap atas tanah ini tidak diberi hak untuk menjualnya atau memindahtangankan hak tersebut.

3) Tanah Titisara (Titisaro, Tanah Kas Desa, Tanah Bondo Deso), adalah tanah pertanian milik desa yang secara berkala bisa disakapkan atau disewakan dengan cara dilelang lebih dahulu. Hasilnya menjadi kekayaan desa yang biasanya digunakan untuk keperluan-keperluan desa.

4) Tanah Bengkok, yaitu tanah pertanian (umumnya sawah) milik desa yang diperuntukkan bagi pamong desa terutama kepala desa (lurah) sebagai

“gaji”nya selama menduduki jabatan itu.

Kepemilikan tanah tidak selalu mencerminkan penguasaan petani atas tanah yang dimiliki. Bisa saja petani tidak memiliki sebidang tanah secara formal, namun menguasai lahan yang cukup luas. Mulyanto et al. (2009) menyatakan bahwa meskipun tidak punya lahan atau hanya memiliki lahan terbatas, warga tetap berupaya mengambil manfaat dari lahan, meskipun harus menyewa lahan orang lain. Dengan demikian, sebagian rumah tangga yag tidak memiliki lahan atau sering disebut dengan petani tunakisma tetap dapat memperoleh tanah garapan, dan sebaliknya ada sebagian pemilik tanah yang tidak menggarap sama sekali (Wiradi 2008).

Menurut Wiradi dan Makali (2009) pada kasus desa-desa di Pulau Jawa, ada beberapa kelembagaan atau kebiasaan setempat untuk mengatur pemilikan dan penguasaan atas lahan, antara lain:

(20)

7

Umumnya sistem gadai dilakukan oleh petani berlahan sempit kepada petani berlahan luas karena desakan kebutuhan.

2) Sistem sewa, yakni penyerahan sementara hak penguasaan tanah kepada orang lain, sesuai dengan perjanjian yang dibuat bersama pemilik dan penyewa.

3) Bagi hasil, yakni penyerahan sementara hak atas tanah kepada oranglain untuk diusahakan, dengan perjanjian si penggarap akan menanggung beban tenaga kerja keseluruhan dan menerima sebagian dari hasil tanahnya. Besar kecilnya bagian hasil yang harus diterima oleh masing-masing pihak pada umumnya disepakat bersama oleh petani pemilik dan penggarap sebelum penggarap mulai pengusahakan tanahnya.

Konsep Penghidupan di Pedesaan

Konsep penghidupan rumah tangga didefinisikan sebagai upaya pengadaan cadangan dan pasokan makanan serta uang tunai untuk memenuhi

kebutuhan rumah tangga. “Penghidupan” mengandung unsur kemampuan sumber

daya alam dan sosial, saluran perolehan sumber-sumber daya tersebut, serta kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mempertahankan hidup rumah tangga (Mulyanto et al. 2009).

Desa terdiri dari rumah tangga petani dengan kegiatan produksi, konsumsi dan investasi sebagai hasil dari keputusan keluarga secara bersama. Dalam hal ini, anggota rumah tangga dipandang sebagai satu kesatuan yang membangun struktur nafkah, dalam hal pendapatan, pengeluaran, dan investasi. Dengan demikian, sebagai besar rumah tangga di pedesaan akan mengerakkan anggota rumah tangganya yang dianggap telah mampu menjadi tenaga kerja untuk mencari nafkah sebagai penambah sumber pendapatan. Mulyanto et al. (2009) menyatakan bahwa sumber daya penghidupan meliputi sumber daya alam seperti kesuburan tanah, cuaca dan iklim, vegerasi, air dan perubahan-perubahannnya, serta sumber daya sosial meliputi komposisi dan jumlah anggota rumah tangga dan politik atau kekuasaan, sedangkan lembaga-lembaga sosial hanya berberperan sebagai arena

atau “aturan main” bagi kegiatan pengalihan sumber daya.

Konsep Strategi Nafkah

Dharmawan (2007) menyatakan bahwa bentuk-bentuk strategi nafkah yang terbangun akan sangat ditentukan bagaimana petani dan rumah tangganya

“memainkan peran” kombinasi sumber daya nafkah (livelihood resources) yang tersedia bagi mereka. Menurut Ellis (2000) terdapat 5 jenis livelihood resources yang dapat dimanfaatkan untuk bertahan hidup atau sekerdar mempertahankan krisis ekonomi serta mengembangkan derajat untuk menghadapi krisis, yaitu: finansial capital, physical capital, natural capital, human capital, dan social capital.

(21)

2) Modal alam (natural capital) meliputi segala bentuk sumber daya alam seperti air, tanah, hewan, udara, pepohonan yang menghasilkan pangan, dan sumberdaya lainnya yang dapat dimanfaatkan manusia untuk keberlangsungan hidupnya.

3) Modal sosial (social capital) yakni berupa jaringan sosial dan lembaga sebagai pola hubungan yang mengatur seorang untuk berpartisipasi dan memperoleh dukungan kerja untuk kelangsungan hidupnya.

4) Modal finansial (financial capital and substitutes) merupakan saluran keuangan yang dapat dimanfaatkan dalam memenuhi kebutuhan hidup, yakni berupa tabungan dan kredit dalam bentuk bantuan dan persediaan uang tunai yang bisa diakses untuk keperluan produksi dan konsumsi.

5) Modal fisik (physical capital) yaitu berbagai benda yang dimiliki untuk menunjang proses produksi, meliputi mesin, alat-alat, instrumen dan berbagai benda fisik lainnya.

Rumah tangga akan memanfaatkan beragam sumber daya yang dimiliki untuk memasuki saluran-saluran penghidupan. Berbagai strategi nafkah dilakukan oleh rumah tangga untuk memperoleh pendapatan, baik dari sektor pertanian maupun non-pertanian. Scoones (1998) membagi tiga klasifikasi strategi nafkah (livelihood strategy) yang mungkin dilakukan oleh rumah tangga petani, yaitu:

1) Rekayasa sumber nafkah pertanian, yang dilakukan dengan memanfaatkan sektor pertanian secara efektif dan efisien baik melalui penambahan input eksternal seperti teknologi dan tenaga kerja (intensifikasi), maupun dengan memperluas lahan garapan (ekstensifikasi).

2) Pola nafkah ganda (diversifikasi), yang dilakukan dengan menerapkan keanekaragaman pola nafkah dengan cara mencari pekerjaan lain selain pertanian untuk menambah pendapatan, atau dengan mengerahkan tenaga kerja keluarga (ayah, ibu dan anak) untuk ikut bekerja selain di sektor pertanian sehingga memperoleh pendapatan.

3) Rekayasa spasial (migrasi), merupakan usaha yang dilakukan dengan melakukan mobilitas ke daerah lain di luar desanya, baik secara permanen maupun sirkuler untuk memperoleh pendapatan.

Sektor pertanian dan non-pertanaian memegang peran penting dalam menentukan struktur pendapaan. Menurut Ellis (1998) dalam Widiyanto (2009) pembentuk strategi nafkah dibedakan menjadi tiga, yaitu:

1. Berasal dari on-farm: Strategi nafkah yang didasarkan dari sumber hasil pertanian dalam arti luas (pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan, dll)

2. Berasal dari off-farm: Strategi nafkah dalam kerja pertanian berupa upah tenaga kerja pertanian, sistem bagi hasil (harvest share system), konrak upah tenaga kerja non upah dan lain-lain.

3. Berasal dari non-farm: Sumber pendapatan berasal dari luar kegiatan pertanian yang dibagi menjadi lima, yaitu: upah tenaga kerja pedesaan bukan pertanian, usaha sendiri di luar kegiatan pertanian, pendapatan dari hak milik (misalnya: sewa), kiriman dari buruh migran yang pergi ke kota, dan kiriman dari buruh migran yang pergi ke luar negeri

(22)

9

mengembangkan ragam nafkah dengan dengan menggunakan tenaga kerja dalam rangka akumulasi modal serta pengembangan partisipasi kelembagaan, sedangkan pada petani miskin cenderung survival (bertahan hidup). Berbagai cara ditempuh penduduk miskin untuk mempertahankan kehidupannya mulai dari mengembangkan strategi penganekaragaman jenis pekerjaan di sektor pertanian maupun non-pertanian. Di sektor pertanian mereka bekerja sebagai petani pemilik maupun petani penggarap, sedangkan di sektor non-pertanian mereka bekerja sebagai buruh bangunan, buruh pabrik, buruh industri dan pegawai negeri (Kutanegara 2000).

Kerangka Pemikiran

(23)

Keterangan:

: Berhubungan

: Bagian dari pekerjaan yang bisa dilakukan

Gambar 1 Kerangka analisis penelitian

Akses pada Modal Keuangan

1. Tabungan/investasi 2. Kredit (pinjaman)

Pertanian

- Petani

penggarap

- Buruh tani

Non-pertanian

- Jasa - Non-jasa - Kiriman

Stuktur Pendapatan Rumah Tangga

1. Tingkat pendapatan pertanian 2. Tingkat pendapatan non-pertanian

Pilihan Strategi Nafkah

1. Rekayasa sumber nafkah pertaniaan 2. Pola nafkah ganda

3. Rekayasa spasial (migrasi) Livelihood Resources

Struktur Anggota Rumah Tangga

1. Jumlah tenaga kerja 2. Umur/Usia

3. Tingkat pendidikan 4. Jenis Kelamin

Akses pada Lahan Pertanian

1. Tingkat

ketunakismaan 2. Status penguasaan

lahan

Kepemilikan Modal Fisik

1. Kepemilikan aset produksi pertanian 2. Kepemilikan aset

rumah tangga

Pemanfaatan Hubungan Sosial

1. Hubungan kekerabatan/tetangga 2. Perkenalan/jaringan luar desa 3. Kelompok tani

Akses pada Modal Keuangan

(24)

11

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dirumuskan maka dapat disusun hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Diduga terdapat hubungan antara pemanfaatan livelihood resources yang terdiri atas struktur anggota rumah tangga, akses pada lahan pertanian, kepemilikan modal fisik, akses pada modal keuangan dan pemanfaatan hubungan sosial yang dilakukan rumah tangga,kio menentukan strategi nafkah yang dibangun rumah tangga petani tunakisma di Desa Rajasinga.

2. Diduga rumah tangga petani tunakisma di Desa Rajasinga akan melakukan beragam strategi nafkah untuk memperoleh pendapatan.

3. Diduga peran sektor pertanian dan non-pertanian memiliki kontribusi dalam pembentukan struktur pendapatan rumah tangga petani tunakisma di Desa Rajasinga.

Definisi Konseptual

1. Rumah tangga petani tunakisma adalah rumah tangga yang salah satu anggota rumah tangganya bekerja di lahan pertanian, namun tidak memiliki lahan berdasarkan status kepemilikan formal. Mereka yang tidak memiliki lahan dapat bekerja sebagai petani penggarap di lahan milik orang lain dengan sistem sewa, bagi-hasil, tanah gadai atau hanya bekerja sebagai buruh tani upahan.

2. Struktur anggota rumah tangga adalah human capital yang menjadi modal utama rumah tangga petani tunakisma, berupa tenaga kerja yang tersedia di dalam rumah tangga pada tingkat usia, tingkat pendidikan dan jenis kelamin tertentu.

3. lahan pertanian adalah sumber daya alam yang dimanfaatkan petani tunakisma untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan pertanian. Lahan pertanian yang dimafaatkan petani tunakisma di Desa Rajasinga terdiri atas lahan pertanian di hutan dan sawah irigasi.

4. Modal fisik adalah berbagai benda yang dimiliki untuk menunjang proses produksi pertanian seperti: cangkul, mesin pembajak dan lainnya. Selain itu, modal fisik juga mencangkup peralatan lain yang dimiliki di luar pertanian dan dimanfaatkan untuk memperoreh pendapatan, seperti: sepeda motor, angkot, mesin jahit, warung kecil dan lainnya.

5. Modal finansial adalah saluran keuangan yang dapat dimanfaatkan untuk mengelola sumber daya dalam memenuhi kebutuhan hidup, yakni berupa tabungan dan kredit dalam bentuk uang tunai.

(25)

Definisi Operasional

1. Jenis kelamin adalah pembedaan petani secara biologis. Jenis kelamin dapat digolongkan menjadi dua kategori:

a) Laki-laki (Kode 1) b) Perempuan (Kode 2)

2. Umur/usia adalah rentang kehidupan yang diukur dengan tahun. Kategori variabel umur diperoleh dari data di lapang. Umur dapat digolongkan menjadi 4 kategori:

a) Umur antara 15-29 tahun (Kode 1) b) Umur antara 30-44 tahun (Kode 2) c) Umur antara 35-59 tahun (Kode 3) d) Umur ≥ 60 tahun (Kode 4)

3. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang dijalani. Kategori tingkat pendidikan diperoleh dari data di lapang. Tingkat pendidikan dapat digolongkan menjadi 4 kategori:

a) Tidak lulus SD (Kode 1) b) lulus SD (Kode 2)

c) Lulus SMP/sederajat (Kode 3) d) Lulus SMA/sederajat (Kode 4)

4. Jumlah tenaga kerja adalah jumlah anggota rumah tangga yang sedang bekerja untuk memperoleh pendapatan. Kategori jumlah tenaga kerja diperoleh dari data di lapang. Jumlah tenaga kerja dapat digolongkan menjadi tiga kategori:

a) ≤ 2 orang (Kode 1) b) 3-4 orang (Kode 2) c) ≥ 5 orang (Kode 3)

5. Status penguasaan lahan adalah status tanah yang digarap oleh petani tunakisma dan pada dasarnya sesuai dengan kebiasaan atau aturan yang berlaku dalam suatu masyarakat. Status penguasaan lahan digolongkan menjadi 4 kategori:

a) Tanah gadai : sebidang tanah milik orang lain yang diserahkan hak penguasaanya kepada orang lain dengan pembayaran berupa uang tunai ataupun barang dan akan memperoleh hak kembali dengan jalan menebusnya. (Kode 1)

b) Sistem sewa: penyerahan sementara hak penguasaan tanah kepada orang lain, bersarnya harga sewa sesuai dengan perjanjian yang menjadi kesepakatan bersama antara pemilik dan penyewa. (Kode 2)

c) Sistem lanja: penyerahan hak penguasaan tanah kepada orang lain, banyaknya gabah sebagai ganti biaya sewa ditentukan atas dasar kesempatan bersama antara pemilik dan penggarap. (Kode 3)

d) Bagi-hasil: petani diberi hak untuk mengusahakan lahan yang ada dan pemilik lahan memperoleh sebagian hasil dari tanahnya sesuai dengan kebiasaan yang berlaku. (Kode 4)

(26)

13

a) Tunakisma mutlak, tidak memiliki lahan garapan berdasarkan status kepemilikan sementara. (Kode 1)

b) Tunakisma tidak mutlak, memiliki lahan garapan berdasarkan status kepemilikan sementara. (Kode 2)

7. Rumah tangga petani tunakisma dapat dibedakan berdasarkan lapisan penguasaan lahan pertanian. Berdasarkan data di lapang kategori rumah tangga tersebut dibedakan menjadi:

a) Penggarap (Kode 1)

b) Penggarap+buruh tani (Kode 2) c) Buruh tani (Kode 3)

8. Luas lahan diukur berdasarkan luas lahan garapan yang dikuasai oleh petani tunakisma berdasarkan status kepemilikan sementara.

a) 0 ha (Kode 1)

b) 0,01-0,5 ha (Kode 2) c) 0,51- 1 ha (Kode 3) d) >1 ha (Kode 4)

9. Kepemilikan alat produksi rumah tangga merupakan alat-alat pertanian yang digunaka dalam bekerja di lahan pertanian. Berdasarkan data di lapang, kepemilikan modal fisik dapat di kategorikan menjadi:

a) Cangkul (Kode 1) b) Arit (Kode 2) c) Gebotan (Kode 3) d) Gelaran (Kode 4) e) Pedangan (Kode 5) f) Tank semprot (Kode 6) g) Mesin diesel (Kode 7)

10.Kepemilikan aset rumah tangga merupakan benda atau barang yang dimiliki rumah tangga untuk mencari nafkah. Berdasarkan data di lapang, kepemilikan aset rumah tangga dapat dikatergorikan menjadi:

a) Sepeda (Kode 1)

b) Kendaraan beroda 2 (Kode 2) c) Becak (Kode 3)

d) Warung (Kode 4)

e) Peralatan bangunan (Kode 5) f) Alat musik suling (Kode 6)

11.Akses pada modal keuangan diukur berdasarkan sumber modal yang menjadi pilihan responden untuk membuka usaha atau sebatas memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Berdasarkan data di lapang, akses pada modal keuangan dapat di kategorikan menjadi:

a) Modal sendiri/tabungan (Kode1) b) Pinjaman (kode 2)

12.Pemanfaatan modal sosial merupakan hubungan sosial yang dipilih rumah tangga petani tunakisma untuk membantu kehidupan anggota rumah tangganya. Berdasarkan data di lapang, pemanfaatan modal sosial dapat di kategorikan menjadi:

a) Kerabat/tetangga (Kode 1)

(27)

13.Strategi nafkah adalah cara-cara yang dilalukan suatu rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan hidup. Scoones (1998) membagi tiga klasifikasi strategi nafkah (livelihood strategy) yang mungkin dilakukan oleh rumah tangga petani, yaitu:

a) Rekayasa sumber nafkah pertanian, yang dilakukan dengan memanfaatkan sektor pertanian secara efektif dan efisien baik melalui penambahan input eksternal seperti teknologi dan tenaga kerja (intensifikasi), maupun dengan memperluas lahan garapan (ekstensifikasi). (Kode 1)

b) Pola nafkah ganda (diversifikasi), yang dilakukan dengan menerapkan keanekaragaman pola nafkah dengan cara mencari pekerjaan lain selain pertanian untuk menambah pendapatan, atau dengan mengerahkan tenaga kerja keluarga (ayah, ibu dan anak) untuk ikut bekerja selain di sektor pertanian sehingga memperoleh pendapatan. (Kode 2)

c) Rekayasa spasial (migrasi), merupakan usaha yang dilakukan dengan melakukan mobilitas ke daerah lain di luar desanya, baik secara permanen maupun sirkuler untuk memperoleh pendapatan. (Kode 3) 14.Tingkat pendapatan pertanian adalah total uang yang diterima oleh rumah

tangga dari bekerja di sektor pertanian. Pekerjaan tersebut terdiri dari: petani penggarap dengan sistem sewa, bagi hasil, tanah gadai dan buruh tani

15.Tingkat pendapatan non-pertanian adalah total uang yang diterima oleh rumah tangga dari bekerja di sektor non-pertanian sebagai pengrajin, buruh pabrik, pedagang kecil-menengah, sopir angkot, ojek dan lainnya. Selain itu, pendapatan non-pertanian juga terdiri atas kiriman dari pekerja migran, yakni total uang yang diterima oleh rumah tangga dari upah yang diterima anggota rumah tangganya yang bekerja di luar desa.

(28)

METODELOGI PENELITIAN

Metode penelitian berisi informasi mengenai pendekatan penelitian, jenis data, lokasi dan waktu penelitian, teknik pengumpulan data serta teknik pengolahan dan analsis data. Berikut uraian dari masing-masing bagian berikut.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan pendekatan kualitatif. Paduan kedua pendekatan diharapkan mampu menjawab masalah penelitian terkait strategi nafkah rumah tangga petani tunakisma di Desa Rajasinga, kecamatan Terisi, Kabupaten Indramayu. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan metode survey kepada kepala rumah tangga petani tunakisma yang menjadi responden. Penelitian survey adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang lengkap (Singarimbun dan Effendi 1989). Pendekatan kualitatif dilakukan melalui pendekatan lapang secara langsung. Data kualitatif diperoleh melalui wawancara mendalam dan observasi. Wawancara mendalam dilakukan kepada responden dan informan dengan panduan pertanyaan untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat.

Jenis Data, Lokasi dan Waktu Penelitian

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan skunder. Data primer diperoleh melalui penelitian langsung dengan menggunakan instrumen kuesioner dan wawancara mendalam kepada responden dan informan. Sementara data skunder diperoleh dari data monografi desa, dokumen kependudukan dan hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan di Desa Rajasinga, Kecamatan Terisi, Kabupaten Indramayu.

(29)

Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan instrumen kuesioner. Penggumpulan data kualitatif dilakukan dengan wawancara mendalam dan observasi. Pengumpulan data dijelaskan pada Tabel 1.

Tabel 1 Metode pengumpulan data

Teknik pengumpulan

data

Data yang dikumpulkan Sumber data

Kuantitatif (Kuesioner)

- Karakteristik responden

- Data komposisi anggota rumah tangga - Pemanfaatan livelihood resource

- Struktur pendapatan rumah tangga petani

tunakisma, meliputi: pendapatan pertanian, pendapatan dan non-pertanian.

- Kesempatan-kesempatan kerja di sektor

pertanian dan non-pertanian.

- Strategi nafkah yang dibangun oleh rumah

tangga dan alasan yang menyertainya.

- Peran sektor pertanian dan non-pertanian

dalam menopang kehidupan ekonomi.

Observasi - Aktivitas yang dilakukan rumah tangga

petani tunakisma untuk memperoleh pendapatan.

(30)

17

Pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan menggunakan metode wawancara mendalam terhadap responden maupun informan. Informan dipilih secara purposive atau sengaja. Informan dalam penelitian ini berasal dari berbagai kalangan mulai dari kepala aparat desa, tokoh masyarakat, petani pemilik lahan. Adapun panduan wawancara bisa dilihat pada Lampiran 3. Selain itu data kualitatif juga diperoleh melalui observasi lapang di lokasi penelitian guna melihat fenomena faktual yang terjadi dan juga mengkaji dokumen yang ada seperti data monografi desa dan data pertanian di Desa Rajasinga, Kecamatan Terisi, Kabupaten Indramayu.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

(31)
(32)

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Bagian ini membahas lokasi penelitian yang terdiri atas gambaran umum mengenai kondisi geografis, kondisi demografis, kondisi sosial dan kondisi infrastruktur desa. Gambaran umum tersebut perlu diketahui sebagai pengantar hasil penelitian yang telah dilakukan.

Kondisi Geografis

Gambaran umum mengenai kondisi geografis merupakan gambaran mengenai lokasi penelitian yang dilihat berdasarkan bentang alam. Desa Rajasinga merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian 13 meter di atas permukaan laut. Hal ini yang menyebabkan daerah ini mempunyai suhu rata-rata harian yang cukup tinggi. Desa Rajasinga adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan Terisi, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Lokasi desa merupakan pusat pemerintahan Kecamatan Terisi sehingga hampir seluruh kantor pemerintahan (kantor camat, Koramil, Polsek, Kantor Urusan Agama) berada di Desa Rajasinga. Jarak Desa Rajasinga ke kota kabupaten adalah 13 km. Desa yang memiliki luas wilayah 570 ha dengan 7 071 jiwa berbatasan dengan wilayah-wilayah sebagai berikut:

Sebelah utara Sebelah Timur Sebelah Selatan Sebelah Barat

: Desa Karangasem : Desa Cikedung : Desa Jatimunggul : Desa Plosokerep

Luas wilayah 570 ha dimanfaatkan untuk lahan sawah dan lahan bukan sawah, seperti: lahan pemukiman, perkantoran, pekarangan, kuburan dan lainnya. Luas lahan yang dimanfaatkan untuk persawahan sebanyak 496 ha dan yang bukan sawah sebanyak 74 ha. Hal ini menunjukkan bahwa 87 persen lahan yang terdapat di Desa Rajasinga dimanfaatkan untuk lahan sawah dan hanya 13 persen yang dimanfaatkan untuk lahan bukan sawah. Lahan persawahan seluas 496 ha memiliki jenis irigasi yang beragam. Klasifikasi lahan pertanian menurut jenis irigasi di Desa Rajasinga dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Luas lahan menurut jenis irigasi di Desa Rajasinga

No Jenis Irigasi Luas Lahan (ha)

1 Teknis 236

2 ½ Teknis 260

3 Tersier -

4 Tadah hujan -

Total 496

Sumber: Potensi Kecamatan Terisi, 2011

(33)

digunakan untuk dua kali panen padi. Rata-rata curah hujan tertinggi berada pada bulan Januari dan Februari, yakni sekitar 195 mm sehingga masyarakat kegiatan nandur pada awal bulan Januari untuk musim tanam pertama. Selain padi, hasil pertanian lainnya adalah sayuran, palawija dan mangga. Rata-rata produktivitas padi di Desa Rajasinga mencapai 50 kw/ha. Hasil dari kegiatan usaha tani padi merupakan sumber pendapatan utama dari rumah tangga petani yang tinggal di Desa Rajasinga.

Kondisi Demografis

Desa Rajasinga terdiri atas lima blok yaitu blok Rajasinga, Terisi, Embos, Karangturi dan Sukawera. Masyarakat terbagi ke dalam tujuh RW dan 37 RT. Di Blok Rajasinga terdapat tiga RW, di Blok Terisi terdapat tiga RW dan di tiga blok berikutnya masyarakat tersebar dalam satu RW. Berdasarkan data Monografi desa tahun 2011, penduduk Desa Rajasinga adalah masyarakat asli dan pendatang yang berjumlah 7 071 jiwa, dengan proporsi laki-laki 3 693 jiwa dan perempuan 3 378 jiwa. Total jiwa tersebut terbagi dalam 2 071 kepala rumah tangga. Klasifikasi jumlah dan persentase penduduk menurut kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Jumlah dan persentase penduduk menurut kelompok umur di Desa Rajasinga

No Kelompok umur (tahun) Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1 0-4 568 8.03

2 5-14 1 389 19.64

3 15-29 1 860 26.31

4 30-59 2 726 38.55

5 ≥60 528 7.47

Total 7 071 100.00

Sumber: monografi Desa Rajasinga, 2011

Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah usia produktif (usia kerja) di Desa Rajasinga lebih banyak dari pada usia non-produktif. Rusli (1995) menyatakan bahwa usia kerja yang dimaksud yakni antara usia 10 sampai 64 tahun. Sebagian besar penduduk berada pada rentang usia kerja tersebut, namun tidak semua penduduk yang termasuk dalam usia kerja tergolong dalam angkatan kerja yang aktif secara ekonomi.

(34)

21

Tabel 4 Jumlah dan persentase penduduk menurut jenis mata pencaharian di Desa Rajasinga

No Jenis mata matapencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1 PNS 73 1.03

2 TNI/POLRI 13 0.18

3 Pensiunan 67 0.95

4 Pedagang 218 3.08

5 Petani 1 075 15.21

6 Buruh 2 156 30.49

7 Pelajar 1 164 16.46

8 Mahasiswa 66 0.93

9 Lainnya 2 239 31.67

Total 7 071 100.00

Sumber: monografi Desa Rajasinga, 2011

Tabel 4 menunjukkan bahwa sebanyak 2 156 jiwa penduduk bekerja sebgai buruh dan diikuti oleh sebanyak 1 075 jiwa penduduk bekerja sebagai petani. Cukup sulit bagi masyarakat memperoleh pekerjaan sebagai PNS, TNI/POLRI dan pekerjaan lainnya yang membutuhkan tingkat pendidikan tertentu karena pada dasarnya penduduk Desa Rajasinga memiliki tingkat pendidikan yang tergolong rendah. Mereka hanya dapat memasuki pekerjaan yang tidak membutuhkan persyaratan tingkat pendidikan. Selain memiliki pekerjaan utama maka sebagian dari penduduk Desa Rajasinga memiliki pekerjaan sampingan untuk menambah pendapatan rumah tangga. Jenis pekerjaan yang dilakukan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Jumlah dan persentase penduduk Desa Rajasinga menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Jumlah dan persentase penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Rajasinga

No Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1 Tidak/belum sekolah 1 347 19.05

2 Tidak tamat SD 2 127 30.08

3 Tamat SD 2 552 36.09

4 Tamat SMP 648 9.16

5 Tamat SMA 258 3.66

6 Tamat Perguruan Tinggi 139 1.96

Total 7 071 100.00

Sumber: Data monografi Desa Rajasinga, 2011

(35)

Kondisi Sosial

Penduduk Desa Rajasinga merupakan penduduk dataran rendah yang mayoritas bekerja di sektor pertanian. Mereka tinggal dalam rumah-rumah yang lokasinya berdekatan dengan tetangga sehingga sering terjadi interaksi. Dalam satu RT biasanya dihuni oleh mereka yang masih memiliki ikatan kekerabatan sehingga derajat saling mengenal antara satu penduduk dengan penduduk yang lain relatif tinggi.

Penduduk Desa Rajasinga sebagian besar beragama Islam dan 25 orang dari keseluruhan jumlah penduduk beragama kristen. Aktivitas keagaman yang terdapat di Desa Rajasinga cukup maju terlihat dari minat orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya ke pesantren maupun mengikuti berbagai macam kegiatan keagamaan di desa, seperti: pengajian, Taman Belajar Alquran serta terdapat fasilitas keagaman yang memadai. Di Desa Rajasinga terdapat empat masjid dan 20 mushola.

Berdasarkan Penguasan lahan di Desa Rajasinga, petani dibagai atas: petani pemilik, penyewa, penggarap dan buruh tani. Lahan pertanian masih menjadi modal utama masyarakat mencari nafkah. Semakin luas lahan yang digarap maka semakin tinggi tingkat pendapatan dari usaha tani. Petani tunakisma yang tidak memiliki lahan garapan yang paling sedikit memperoleh manfaat dari lahan pertanian karena mereka hanya dapat bekerja sebagai buruh tani yang tidak memiliki penghasilan pasti.

Infrastruktur Desa

Desa Rajasinga terdiri atas lima blok, yaitu Rajasinga, Terisi, Embos, Karangturi dan Sukawera. Sarana dan prasarana di Desa rajasinga cukup memadai, namum belum tersebar merata di setiap blok. Jumlah dan persentase layanan kesehatan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Jumlah layanan kesehatan di Desa Rajasinga

No Layanan kesehatan Jumlah

1 Puskesmas 1

2 Pos kades 1

3 Posyandu 9

4 Dokter 1

5 Bidan 3

6 Paramedis 2

7 Dukun bayi 4

Total 21

Sumber: Potensi Kecamatan Terisi, 2011

(36)

23

Tabel 7 Jumlah dan persentase sarana pendidikan yang terdapat di Desa Rajasinga

No Sarana Pendidikan Jumlah

1 TK 1

2 SD 3

3 SMP 3

4 SMA 2

Total 9

Sumber: Potensi Kecamatan Terisi, 2011

Di blok Embos hanya terdapat satu SD yang merupakan sekolah pengembangan dari SDN 3 Rajasinga, namun hanya terdiri atas 3 ruang kelas. Muris kelas 1 dan 2 SD belajar dalam satu kelas, sedangkan murid kelas 3 dan 4 SD memiliki ruang kelas masing-masing. Saat masuk kelas 5 SD maka anak-anak harus sekolah ke SD lain yang letaknya cukup jauh dari blok Embos, meskipun masih dalam Desa Rajasinga. Selain sarana pendidikan, akses jalan menuju Embos kurang mamadai, lebarnya kurang lebih 3 meter, tidak diaspal dan penuh dengan batu serta lubang-lubang. Hal ini yang menghambat aktivitas sekolah anak-anak sehingga banyak yang berhenti di kelas 4 SD. Selain itu, akses jalan yang tidak memadai menyulitkan masyarakat dalam aktivitas ekonomi, baik menjual hasil pertanian langsung ke pasar atau sekedar membeli kebutuhan rumah tangga.

Ikhtisar

Desa Rajasinga merupakan dataran rendah yang moyaritas penduduknya bekerja sebagai petani. Sebagian besar lahan yang ada di Desa Rajasinga dimanfaatkan untuk lahan sawah. Hasil pertanian yang menjadi komoditas utama adalah padi dengan jenis ciherang. Petani dapat menanam padi dua kali setahun sesuai musim hujan. Selain petani, pekerjaan lain penduduk Desa Rajasinga adalah pedagang, buruh, PNS, TNI/POLRI, pensiunan dan lainnya. Tingkat pendidikan penduduk Desa Rajasinga masih tergolong rendah karena sebagian besar hanya tamat SD dan tidak tamat SD.

(37)
(38)

LIVEHOOD RESOURCES RUMAH TANGGA PETANI TUNAKISMA

Bab ini membahas mengenai livelihood resources yang dimiliki oleh masing-masing rumah tangga petani tunakisma di Desa Rajasinga. Di tengah kondisi yang tidak mempunyai lahan, bagaimana rumah tangga memanfaatkan sumber daya yang dimiliki untuk mencari saluran-saluran penghidupan. Pembahasan terkait sumber daya tersebut, terdiri atas struktur anggota rumah tangga, akses pada lahan pertanian, kepemilikan modal fisik, akses pada modal keuangan dan pemanfaatan modal sosial.

Struktur Anggota Rumah tangga

Struktur anggota rumah tangga adalah human capital yang menjadi modal utama rumah tangga petani miskin di desa, khususnya rumah tangga yang tidak memiliki lahan. Modal ini berupa tenaga kerja yang tersedia di dalam rumah tangga pada tingkat usia, tingkat pendidikan dan jenis kelamin tertentu. Perbedaan tingkat pendidikan, usia dan jenis kelamin menentukan pekerjaan-pekerjaan apa yang dapat dimasuki dan dilakukan oleh masing-masing anggota rumah tangga.

Jumlah Tenaga Kerja Rumah Tangga

Jumlah tenaga kerja adalah jumlah anggota rumah tangga yang sedang bekerja untuk memperoleh pendapatan. Klasifikasi responden berdasarkan jumlah tenaga kerja yang tersedia di dalam rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Jumlah dan persentase rumah tangga petani tunakisma menurut jumlah tenaga kerja di Desa Rajasinga

No Jumlah tenaga Kerja ∑ Persentase (%)

1 2 3

≤ 2

3-4

≥ 5

21 13 1

60 37 3

Total 35 100

Tabel 8 menunjukkan bahwa 60 persen rumah tangga memiliki jumlah tenaga kerja kurang atau sama dengan dua orang, 37 persen rumah tangga memiliki jumlah tenaga kerja 3 sampai 4 orang dan hanya satu persen rumah tangga memiliki jumlah tenaga kerja lebih besar atau sama dengan 5 orang. Jumlah tenaga kerja yang tersedia di dalam rumah tangga mempengaruhi kemampuan rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan hidup seluruh anggota rumah tangga. Selain kepala keluarga, anggota rumah tangga yang ikut bekerja adalah istri, anak dan kerabat lain yang tinggal dalam satu atap.

(39)

tunakisma sebagian besar ditopang dari pekerjaan kepala rumah tangga dan istrinya. Meskipun anak telah menginjak usia kerja, namun mereka masih berstatus pelajar atau ada yang telah membina keluarga baru. Suami dan istri bekerja di sektor pertanian maupun non-pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidup seluruh anggota rumah tangganya.

“Bapak dan ibu saja yang bekerja di rumah ini. Kalau lagi musim nandur dan panen cari kerja ke sawah orang. Kalau musim kemarau sama-sama kerja ke pembuatan bata. Anak yang laki-laki satu kadang-kadang saja ikut kerja, kalaupun kerja upahnya hanya untuk kantongnya saja”. (SPN, 55 tahun buruh tani)

Usia

Usia seseorang mempengaruhi aktifitas nafkah yang dilakukan. Golongan usia muda dirasa lebih kuat dan mampu melakukan pekerjaan-pekerjaan yang berat di sektor pertanian maupun non-pertanian. dapat dikatakan bahwa usia dapat mempengaruhi produktifitas seseorang dalam bekerja. Data primer di lapangan menunjukkan bahwa usia kepala rumah tangga petani tunakisma di Desa Rajasinga beragam antara 30 hingga 70 tahun. Klasifikasi kepala rumah tangga menurut kelompok usia dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Jumlah dan persentase kepala rumah tangga petani tunakisma menurut usia di Desa Rajasinga

No Kelompok usia ∑ (orang) Persentase (%)

1 2 3

30-44 45-59

≥ 60

16 12 7

46 34 20

Total 35 100

Tabel 9 menunjukkan bahwa 46 persen kepala rumah tangga berada pada usia 33 sampai 44 tahun, 34 persen kepala rumah tangga berada pada usia 45 sampai 59 tahun dan 20 persen kepala rumah tangga berada pada usia diatas 60 tahun. Ada beberapa dari kepala rumah tangga yang sejak kecil sudah bekerja di sawah membantu orangtua dan ada juga kepala rumah tangga yang memilih bekerja di pertanian setelah menikah. Sebelum menikah mereka banyak yang bekerja di kota sebagai buruh pikul, sopir maupun pedagang.

(40)

27

Hasil wawancara dengan beberapa kepala rumah tangga yang menjadi responden menunjukkan bahwa kembali ke desa dan bekerja di lahan pertanian sebagai petani penggarap maupun buruh tani upahan mampu menjamin kehidupan mereka sampai tua dibandingkan bekerja di luar desa yang resikonya jauh lebih tinggi. Sektor pertanian masih menjadi tumpuan rumah tangga miskin yang tinggal di Desa Rajasinga. Meskipun pendapatan dari sektor non-pertanian lebih besar dibandingkan dengan pendapatan dari sektor pertanian, namun mereka tidak serta merta meninggalkan pekerjaan-pekerjaan di lahan pertanian. Jika tiba waktunya bekerja di lahan pertanian maka mereka cenderung meninggalkan pekerjaan-pekerjaan di sektor non-pertanian. Imbalan sejumlah padi yang diperoleh dengan membantu pemilik tanah memanen padi di sawah dapat dijadikan cadangan makanan untuk beberapa bulan ke depan.

Terdapat juga petani tunakisma yang sudah bekerja di lahan pertanian sejak kecil. Pada dasarnya orangtua mereka memang tidak mempunyai lahan untuk diwariskan sehingga beberapa dari mereka sudah ikut bekerja di sawah setelah pulang sekolah. Sampai saat ini mereka tetap memanfaatkan lahan pertanian untuk menopang kehidupan rumah tangga.

“Kalau ditanya sudah berapa lama jadi petani, jawabannya sudah seumur hidup. Dari kecil sudah bantu-bantu orangtua bekerja di sawah dan ikut memburuh saat panen. Jadi sudah biasa bermain-main dengan tanah. Sekarang sudah jarang memburuh karena sudah tua jadi anak yang lebih sering kerja.”(KAS, 63 tahun, petani penggarap)

Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang dijalani. Selain usia, ternyata tingkat pendidikan masing-masing kepala rumah tangga juga beragam. Berdasarkan data dilapang maka tingkat pendidikan anggota rumah tangga petani tunakisma di Desa Rajasinga terbagi menjadi empat kategori, yaitu: SD tidak lulus, lulus SD, SMP dan SMA.Klasifikasi kepala rumah tangga berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Jumlah dan persentase kepala rumah tangga petani tunakisma menurut tingkat pendidikan di Desa Rajasinga

No Tingkat Pendidkan ∑ (orang) Presentase (%)

(41)

pendidikan kepala rumah tangga petani tunakisma masih tergolong rendah. Sebagian besar hanya lulus SD dan masih ada yang tidak lulus SD. Keterbatasan biaya menjadi faktor penyebab mereka tidak melanjutkan sekolah. Dengan demikian, mereka cenderung bekerja sebagai petani yang tidak memerlukan pendidikan formal atau memilih menjadi buruh dengan keterampilan yang bersifat otodidak.

Saat ini, kesadaran orangtua akan pendidikan anak semakin meningkat. Hal ini terbukti dari rata-rata tingkat pendidikan anggota rumah tangga yang tergolong usia muda. Para orangtua berusaha menyekolahkan anak-anaknya dengan harapan mendapatkan kehidupan ekonomi yang lebih baik daripada kehidupanan orangtuanya. Dari 35 rumah tangga yang menjadi responden terdapat 89 orang yang aktif bekerja. 89 orang tersebut termasuk suami, istri, anak dan anggota keluarga lain yang tinggal bersama dalam satu atap. Tabel usia dan tingkat pendidikan anggota rumah tangga petani tunakisma yang bekerja di Desa Rajasinga dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Jumlah dan persentase anggota rumah tangga petani tunakisma yang bekerja menurut tingkat pendidikan dan usia di Desa Rajasinga

No Tingkat

Tabel 11 menunjukkan bahwa persentase terbesar anggora rumah tangga yang berada pada kategori usia 15 sampai 29 tahun memiliki tingkat pendidikan SD, persentase terbesar anggota rumah tangga yang berada pada kategori usia 30 sampai 44 tahun memiliki tingkat pendidikan SD, persentase terbesar anggota rumah tangga yang berada pada kategori usia 45 sampai 59 tahun memiliki tingkat pendidikan SD dan persentase terbesar anggota rumah tangga yang berada pada kategori usia lebih besar atau sama dengan 60 tahun adalah tidak lulus SD. Namun, dari keseluruhan data dapat dilihat bahwa semakin banyak golongan usia muda (15-29 tahun) yang memiliki tingkat pendidikan SMP dan SMA, meskipun masih terdapat 40 persen yang hanya lulus SD. Secara keseluruhan tingkat pendidikan anggota rumah tangga masih tergolong rendah, hanya 21.3 persen anggota rumah tangga yang lulus SMP dan SMA, sedangkan untuk jenjang Perguruan Tinggi belum ada.

(42)

29

Jenis Kelamin

Laki-laki dan perempuan di Desa Rajasinga dapat bekerja di sektor pertanian maupun non-pertanian. Pembagian kerja di sektor pertanian berdasarkan jenis kelamin masih terlihat di Desa Rajasinga. Akibat pembagian kerja itu, upah yang dibayar kepada buruh tani perempuan sedikit lebih rendah daripada upah buruh tani laki-laki. Buruh tani perempuan diupah sebesar Rp30 000 sampai Rp35 000 untuk setengah hari kerja, sedangkan laki-laki diupah sebesar Rp40 000 sampai Rp50 000 untuk setengah hari kerja. Hal ini terus dipertahankan dengan alasan bahwa jenis pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan dipandang lebih ringan dibandingkan dengan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh laki-laki di lahan pertanian. Pembagian kerja di lahan pertanian dapat di lihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Pembagian kerja pertanian di Desa Rajasinga

No Jenis pekerjaan Pihak yang melakukan

1 Semai Laki-laki > perempuan

2 Membajak dengan tratkor Laki-laki

3 Teplok Laki-laki

4 Garok Perempuan > laki-laki

5 Menanam (nandur) Perempuan > laki-laki

6 Mengoyos Perempuan > laki-laki

7 8

Semprot

Memanen (derep)

Laki-laki

Laki-laki = perempuan

Tabel 12 menunjukakn bahwa laki-laki cenderung dapat melakukan semua pekerjaan yang dibutuhkan di lahan pertanian, sedangkan perempuan cenderung hanya melakukan pekerjaan garok, nanam dan mengoyos. Terdapat pekerjaan yang umumnya hanya dilakukan oleh laki-laki, yakni membajak dengan traktor, teplok dan menyemprot.

Pekerjaan di sektor non-pertanian bagi lak-laki dan perempuan juga beragam. Untuk menjadi buruh di pembuatan bata siapa saja boleh yang penting memiliki kemauan dan mampu melakukan pekerjaan yang cukup berat, seperti kuli angkut bata. Namun, para ibu rumah tangga cenderung memilih pekerjaan yang dirasa cukup ringan, seperti membuka warung dan menjadi pembantu rumah tangga. Pekerjaan menjadi buruh bangunan, pabrik dan ojek sudah pasti dilakukan oleh kaum laki-laki.

Gambar

Gambar 1 Kerangka analisis penelitian
Tabel 4  Jumlah dan persentase penduduk menurut jenis mata pencaharian di Desa  Rajasinga
Tabel 22  Jumlah  rumah  tangga  petani  tunakisma  menurut  jenis  pekerjaan  di  sektor pertanian dan non-pertanian
Tabel 24  Deskripsi pekerjaan yang dilakukan petani tunakisma menurut bulan di  Desa Rajasinga
+7

Referensi

Dokumen terkait

 Konsep rumah tangga pertanian adalah rumah tangga yang salah satu atau lebih anggota rumah tangganya melakukan dan bertanggungjawab dalam kegiatan pembudidayaan,

 Konsep rumah tangga pertanian adalah rumah tangga yang salah satu atau lebih anggota rumah tangganya melakukan dan bertanggungjawab dalam kegiatan pembudidayaan,

 Konsep rumah tangga pertanian adalah rumah tangga yang salah satu atau lebih anggota rumah tangganya melakukan dan bertanggungjawab dalam kegiatan pembudidayaan,

 Konsep rumah tangga pertanian adalah rumah tangga yang salah satu atau lebih anggota rumah tangganya melakukan dan bertanggungjawab dalam kegiatan pembudidayaan,

 Konsep rumah tangga pertanian adalah rumah tangga yang salah satu atau lebih anggota rumah tangganya melakukan dan bertanggungjawab dalam kegiatan pembudidayaan,

 Konsep rumah tangga pertanian adalah rumah tangga yang salah satu atau lebih anggota rumah tangganya melakukan dan bertanggungjawab dalam kegiatan pembudidayaan,

 Konsep rumah tangga pertanian adalah rumah tangga yang salah satu atau lebih anggota rumah tangganya melakukan dan bertanggungjawab dalam kegiatan pembudidayaan,

 Konsep rumah tangga pertanian adalah rumah tangga yang salah satu atau lebih anggota rumah tangganya melakukan dan bertanggungjawab dalam kegiatan pembudidayaan,