• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemandirian Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Abdi Binjai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kemandirian Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Abdi Binjai"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

KEMANDIRIAN LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA ABDI BINJAI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

SELFINA KURNIATI 071301009

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertandatangan di bawahini, menyatakan bahwa skripsi saya

yang berjudul

Kemandirian Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Abdi Binjai

Adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk

memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip

dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan

norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi

ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera

Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, 10 Juli 2013

SELFINA KURNIATI

(3)

Kemandirian Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Abdi Binjai

Selfina Kurniati dan Ade Rahmawati Siregar

ABSTRAK

Kemandirian adalah kemampuan untuk mengatur perilaku sendiri untuk memilih dan memutuskan sendiri serta mampu melakukannya tanpa tergantung pada orang lain. Secara alami masa lansia merupakan masa yang tidak produktif lagi. Hal ini ditandai dengan adanya perubahan fisik, mental, psikologis dan sosial yang terjadi secara perlahan. Perubahan ini sangat berpengaruh terhadap kemandirian lansia untuk lebih aktif dalam kegiatan sehari-hari. Terutama pada lansia yang tinggal di panti sosial. Banyak permasalahan yang dirasakan lansia dengan munculnya pandangan yang semakin mendorong lansia untuk mengembangkan pola perilaku yang kurang mandiri. Sementara itu, lansia masih mampu untuk mengembangkan perilaku mandiri. Beberapa kegiatan lansia dapat dilihat dari seringnya menghabiskan waktu bersama dengan teman-temannya serta mampu mengatasi masalah yang terjadi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kemandirian lansia Panti Sosial Tresna Werdha Abdi Binjai. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif deskriftif. Bentuk skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala likert. Penelitian ini menggunakan satu skala yaitu skala kemandirian. Skala kemandirian disusun berdasarkan dimensi kemandirian Steinberg yaitu kemandirian perilaku, kemandirian emosi, dan kemandirian nilai. Skala ini mempunyai nilai reliabilitas (rxx’)=0.862 dan terdapat 28 aitem yang dapat digunakan untuk dalam penelitian.

Jumlah subjek dalam penelitian ini berjumlah 66 orang. Hasil yang diperoleh adalah kemandirian lansia yang tinggal di panti sosial Tresna Werdha Abdi Binjai rata-rata berada pada kategori tinggi sebanyak 38 orang (57,58%).

(4)

The Description of Independence of the Elderly at Resident

Selfina Kurniati and Ade Rahmawati Siregar

ABSTRACT

Independence is the ability to regulate their own behavior to choose and decide for themselves and be able to do it without depending on others. Naturally the elderly is a time period that is not productive anymore. It is characterized by a change in the physical, mental, psychological and social which occurs slowly. This change affects the independence of the elderly to be more active in daily activities. Especially the elderly at resident. Many problem experience of the elderly at looking appear so much to forward of the elderly for develop little behavior independence. While that, of the elderly still looking be able to develop behavior independence. Some activities of the elderly can look at by spent time together with their friends and be able for problem solved to happened with them. The purpose of this research is to describe the independence of the elderly at resident. It was used quantitative descriptiptive method. Model scale was used likert scale. It was used one scale is autonomy scale. Autonomy scale arrangement based on autonomy dimensions Steinberg are behavioural autonomy, emotional autonomy, and value autonomy. This scale has a value of reliability (rxx’)= 0.862 and have 28 aitem can used to research. The number of subject was 66. The result of this study research show that the independence of the elderly is in high category as much 38 people (57.38%).

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

karena atas berkat rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan tugas skripsi

bidang psikologi perkembangan yang berjudul “Kemandirian Lansia di Panti

Sosial Tresna Werdha Abdi Binjai”.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua tercinta yang

begitu luar biasa, Papa Makmur Nasution dan Mama Dra.Hj. Dora H, MAP, yang

selalu memberi do’a, cinta, kasih sayang, semangat, perhatian, pengorbanan yang

tidak mungkin bisa saya balas. Semoga Allah selalu memberikan kebahagiaan

kepada keduanya baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Selama proses pengerjaan penelitian ini, penulis menemui berbagai

hambatan. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, penulis akhirnya dapat

menyelesaikan proposal ini, meskipun masih terdapat kekurangan. Untuk itu

penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, Psikolog selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas

Sumatera Utara.

2. Ibu Ade Rahmawati Siregar, M.Psi, Psikolog sebagai dosen pembimbing

seminar dan skripsi yang selalu memberikan arahan, saran, dan kritikan dari

(6)

3. Para dosen yang berada di Departemen Psikologi Perkembangan yang telah

memberikan bimbingan, saran, masukan dan dukungan selama pengerjaan

skripsi ini.

4. Bapak H.Umar. S,Sos selaku kepala Upt. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Tresna

Werdha Abdi Binjai yang telah mengizinkan saya untuk melakukan penelitian,

terima kasih banyak atas segala bantuan yang bapak berikan.

5. Kakakku dr. Silfanny, abang Obbie dan abang Dody yang selalu ada untuk

berbagi segala suka duka, selalu mendukung, memotivasi, dan memberi

semangat penulis dalam mengerjakan skripsi ini. Terima kasih untuk banyak

waktu yang dihabiskan bersama.

6. Buat keponakan tersayang Fathir Aditya Arfanby terimakasih banyak karena

telah membuat hari-hari menjadi lebih seru. Senang punya ponakan yang

pintar, lucu dan menggemaskan.

7. Buat sahabatku Ghita dan Uyun yang selalu menemani hari-hari penulis

selama kuliah di Medan. Temen seperjuangan dalam intervensi berbagai mata

kuliah, temen yang selalu ada dalam suka dan duka. Terima kasih untuk

hal-hal menakjubkan yang kita lakukan bersama-sama. Hope we always to be a

good friend each other now and forever.

8. Buat Nana, Uma saranghae kombet, Lala sang kombet dan Fitri miss update

yang selalu membuat keceriaan dan sebagai sumber gossip tajam dan

terpercaya setiap harinya daebak. Terima kasih atas dukungan dan semangat

(7)

9. Para staf pengajar dan staf administrasi yang telah membantu saya dalam

penyelesaian skripsi dan pendidikan juga dalam urusan administrasi saya

selama kuliah di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

10.Terima kasih buat semua orang yang pernah membantu penyelesaian skripsi

saya. Walaupun tidak disebutkan satu per satu, namun bantuan yang diberikan

sangat berguna bagi saya. Semoga Tuhan membalas semua kebaikan kalian.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari

sempurna. Oleh karenanya, penulis mengharapkan adanya kritik, saran serta

masukan yang sifatnya membangun dari semua pihak, guna menyempurnakan

penelitian ini agar menjadi lebih baikl agi. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat

bagi rekan-rekan semua pihak. Amin.

Medan, Juli 2013

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ...iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ...xi

DAFTAR GRAFIK ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ...xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 8

C. Pertanyaan Penelitian ... 8

(9)

E. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II LANDASAN TEORI ... 11

A. Kemandirian ... 11

1. Defenisi Kemandirian ... 11

2. Dimensi Kemandirian ... 12

3. Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian ... 15

4. Proses Pembentukan Kemandirian ... 16

B. LanjutUsia ... 17

1. Defenisi Lansia ... 17

2. Tugas Perkembangan Lansia ... 18

3.Perubahan Psikososial pada Lansia ... 19

C. Panti Sosial ... 20

D.Gambaran Kemandirian Lansia... 21

BAB III METODE PENELITIAN ... 24

A.Identifikasi Variabel Penelitian ... 24

B.Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 23

C.Populasi Pada Penelitian... 26

D.Metode Pengambilan Data ... 26

(10)

F. Prosedur Penelitian ... 34

G.Metode Analisa Data ... 36

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 38

A. Analisa Data ... 38

1. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 38

a. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin .. 38

b. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia ... 39

2. Hasil Penelitian ... 40

a. Hasil Utama Penelitian ... 41

B. Pembahasan ... 45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

A. Kesimpulan ... 47

B. Saran ... 47

1. Saran Metodologis ... 47

2. Saran Praktis ... 48

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

TABEL 1 Distribusi aitem-aitem sebelum ujicoba skala ... 29

kemandirian TABEL 2 Distribusi aitem skala kemandirian sebelum ujicoba ... 32

TABEL 3 Distribusi aitem skala kemandirian setelah ujicoba ... 33

TABEL 4 Distribusi aitem skala kemandirian untuk penelitian ... 34

TABEL 5 Pengelompokan subjek berdasarkan jenis kelamin ... 38

TABEL 6 Pengelompokan subjek berdasarkan usia ... 39

TABEL 7 Deskripsi umum skor kemandirian ... 41

TABEL 8 Norma kategorisasi kemandirian ... 41

TABEL 9 Kategorisasi data kemandirian ... 42

(12)

DAFTAR GRAFIK

Halaman

GRAFIK 1 Penyebaran subjek berdasarkan jenis kelamin ... 39

GRAFIK 2 Penyebaran subjek berdasarkan usia ... 40

GRAFIK 3 Penyebaran kemandirian berdasarkan kategorisasi ... 43

GRAFIK 4 Penyebaran skor berdasarkan dimensi kemandirian ... 44

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Data Ujicoba Skala

LAMPIRAN 2 Reliabilitas Ujicoba Skor Skala Kemandirian

LAMPIRAN 3 Data Penelitian

LAMPIRAN 4 Hasil Analisa Data

LAMPIRAN 5 Skala Penelitian

LAMPIRAN 6 Surat Izin Penelitian dari Fakultas Psikologi Sumatera Utara

(14)

Kemandirian Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Abdi Binjai

Selfina Kurniati dan Ade Rahmawati Siregar

ABSTRAK

Kemandirian adalah kemampuan untuk mengatur perilaku sendiri untuk memilih dan memutuskan sendiri serta mampu melakukannya tanpa tergantung pada orang lain. Secara alami masa lansia merupakan masa yang tidak produktif lagi. Hal ini ditandai dengan adanya perubahan fisik, mental, psikologis dan sosial yang terjadi secara perlahan. Perubahan ini sangat berpengaruh terhadap kemandirian lansia untuk lebih aktif dalam kegiatan sehari-hari. Terutama pada lansia yang tinggal di panti sosial. Banyak permasalahan yang dirasakan lansia dengan munculnya pandangan yang semakin mendorong lansia untuk mengembangkan pola perilaku yang kurang mandiri. Sementara itu, lansia masih mampu untuk mengembangkan perilaku mandiri. Beberapa kegiatan lansia dapat dilihat dari seringnya menghabiskan waktu bersama dengan teman-temannya serta mampu mengatasi masalah yang terjadi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kemandirian lansia Panti Sosial Tresna Werdha Abdi Binjai. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif deskriftif. Bentuk skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala likert. Penelitian ini menggunakan satu skala yaitu skala kemandirian. Skala kemandirian disusun berdasarkan dimensi kemandirian Steinberg yaitu kemandirian perilaku, kemandirian emosi, dan kemandirian nilai. Skala ini mempunyai nilai reliabilitas (rxx’)=0.862 dan terdapat 28 aitem yang dapat digunakan untuk dalam penelitian.

Jumlah subjek dalam penelitian ini berjumlah 66 orang. Hasil yang diperoleh adalah kemandirian lansia yang tinggal di panti sosial Tresna Werdha Abdi Binjai rata-rata berada pada kategori tinggi sebanyak 38 orang (57,58%).

(15)

The Description of Independence of the Elderly at Resident

Selfina Kurniati and Ade Rahmawati Siregar

ABSTRACT

Independence is the ability to regulate their own behavior to choose and decide for themselves and be able to do it without depending on others. Naturally the elderly is a time period that is not productive anymore. It is characterized by a change in the physical, mental, psychological and social which occurs slowly. This change affects the independence of the elderly to be more active in daily activities. Especially the elderly at resident. Many problem experience of the elderly at looking appear so much to forward of the elderly for develop little behavior independence. While that, of the elderly still looking be able to develop behavior independence. Some activities of the elderly can look at by spent time together with their friends and be able for problem solved to happened with them. The purpose of this research is to describe the independence of the elderly at resident. It was used quantitative descriptiptive method. Model scale was used likert scale. It was used one scale is autonomy scale. Autonomy scale arrangement based on autonomy dimensions Steinberg are behavioural autonomy, emotional autonomy, and value autonomy. This scale has a value of reliability (rxx’)= 0.862 and have 28 aitem can used to research. The number of subject was 66. The result of this study research show that the independence of the elderly is in high category as much 38 people (57.38%).

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Setiap individu menjalani periode perkembangan yang sama. Salah satu

masa perkembangan yang dijalani adalah masa lansia atau masa tua yang juga

dikenal dengan istilah masa penutup. Masa penutup merupakan masa dimana

individu telah mulai meninggalkan periode yang penuh manfaat dan lebih

menyenangkan yang dipengaruhi oleh perubahan peran dalam kehidupan dan

penurunan jumlah aktivitas (Hurlock, 1999).

Menurut Sarwono dan Koesoebjono (dalam Suara Pembaruan, 2004) hasil

sensus penduduk pada tahun 2000 dengan jumlah lansia sebesar 7,18% dari

seluruh penduduk Indonesia dan pada tahun 2005 jumlah lansia bertambah lagi

menjadi 8,48% dari seluruh penduduk Indonesia. Sementara itu, jumlah

penduduk lansia pada tahun 2010 diperkirakan sebesar 9,77%, dan pada tahun

2020 diperkirakan sebesar 11,34% dari populasi penduduk Indonesia serta usia

harapan hidup 71,1 tahun. Nugroho (2002) menambahkan jumlah lansia di

seluruh dunia diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan

diperkirakan pula tahun 2025 akan mencapai 1,2 miliyar. Berdasarkan data

tersebut dapat diperoleh bahwa jumlah lansia akan terus meningkat dari tahun

(17)

Masa lansia terkait dengan masa yang tidak produktif lagi. Hal ini ditandai

dengan adanya perubahan fisik, mental, psikologis dan sosial yang terjadi

secara perlahan. Perubahan fisik yang terjadi pada lansia seperti perubahan

pada penglihatan, pendengaran, perasa, penciuman, rambut yang menjadi putih

dan jarang, kulit yang makin kering dan keriput serta gigi yang sudah tanggal

(Hurlock, 1999). Perubahan fisik ini akan mempengaruhi perubahan mental

pada lansia sebagai akibat perubahan organ perasa dan kesehatan umum.

Perubahan mental ini juga berkaitan dengan dua hal yaitu memori dan

intelegensi. Perubahan memori mengakibatkan terjadinya perubahan ingatan

baik dalam memori jangka panjang maupun memori jangka pendek dan

perubahan intelegensi terjadi dalam gaya membayangkan (Nugroho, 2000).

Perubahan lain yang terjadi pada lansia adalah perubahan psikologis

seperti merasa tidak dihargai dan diacuhkan. Hal ini dapat disebabkan

perubahan peran yang terjadi pada lansia sehingga akan mempengaruhi

pandangan lansia terhadap hubungannya dengan diri sendiri dan lingkungan.

Menurut Monks (2002), lansia akan memandang lingkungannya sebagai

lingkungan yang bisa memberikan tantangan atau tidak kepadanya. Sementara

itu, perubahan sosial merupakan perubahan keberfungsian lansia yang dilihat

dari perubahan kekuatannya dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Kekuatan

dan energi lansia mengalami penurunan dalam melakukan berbagai

pekerjaannya (Hurlock, 1996). Perubahan sosial ini dapat dilihat dari sejauh

mana individu dapat melakukan peran sosial dibandingkan dengan anggota

(18)

Perubahan fisik, mental, psikologis dan sosial pada lansia dalam

menghadapi perubahan peran yang terjadi. Semakin banyaknya perubahan

peran yang terjadi maka akan semakin besar pula penolakan terhadap

perubahan tersebut sehingga lansia perlu beradaptasi dengan perubahan yang

terjadi karena hal ini tentu akan mempengaruhi peran lansia dalam aktivitas

sehari-hari.

Perubahan-perubahan tersebut juga dialami oleh seluruh lansia sehingga

lansia diharapkan untuk dapat menyesuaikan diri. Penyesuaian diri lansia

bertujuan untuk meningkatkan aktifitas dan interaksi lansia dengan

lingkungannya, serta memiliki aktivitas dalam masyarakat untuk menghadapi

perubahan sosialnya untuk mempertahankan kemandiriannya serta kemampuan

mereka melalui perubahan-perubahan. Salah satu caranya adalah dengan

menyusun kembali pola hidup sesuai dengan kehidupannya setelah masa

pensiun (Monks, 2002).

Penyusunan pola hidup lansia juga dilakukan dengan berbagai kegiatan

diantaranya dengan mengikuti pengajian yang diadakan setiap sore pada hari

tertentu, sholat subuh ke masjid secara bersama-sama dan pergi ketempat kerja.

Hal ini memperlihatkan bahwa lansia dapat mengatasi perubahan peran yang

terjadi. Selain itu, kegiatan lain yang dilakukan antara lain adalah

menghabiskan kegiatan sehari-hari dengan berkebun serta berjualan. Hal ini

bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mengisi kekosongan

(19)

Berbagai kegiatan lansia juga akan mempengaruhi interaksinya dengan

lingkungan. Salah satunya yang dilakukan oleh lansia yang tinggal di Panti

Sosial Tresna Werdha sering menghabiskan waktunya bersama dengan

teman-temannya seusianya. Tujuannya untuk berbagi cerita pengalaman satu sama

lain yang didukung kemampuannya dalam mengetahui secara tepat kapan

harus meminta saran ataupun pendapat kepada orang lain. Hal ini sesuai

dengan perubahan peran yang terkait dengan usia dan melibatkan

tanggungjawab lebih besar, otoritas dan kemampuan untuk memberi nasehat

(Santrock, 2001).

Kemampuan untuk memberi nasehat berkaitan dengan kemampuan lansia

untuk bertindak dalam situasi sesuai dengan aturan-aturannya. Aturan ini ada

berdasarkan pada kepercayaan agama yang kuat dan pengetahuan serta

pengalaman sebagai sumber pegangan hidup. Hal ini dapat dilihat dari

bagaimana lansia memiliki, menetapkan dan menyadari apa yang dianggap

benar dan salah dalam tindakannya serta tentang apa yang dianggap penting

dan tidak penting (Santrock, 2001).

Keyakinan lansia juga dapat mempengaruhi dalam pandangan lansia

terhadap anak-anaknya serta mampu menjadi penengah dalam mengatasi

masalah yang terjadi di antara keluarga. Berdasarkan komunikasi personal di

Panti Sosial Tresna Werdha bahwa lansia juga mampu menjadi penengah

dalam mengatasi masalah yang muncul diantara teman seusianya karena

mereka semua juga termasuk dalam satu keluarga. Dalam keluarga besar,

(20)

komunitas dan diperkenankan untuk terlibat di dalam fungsi-fungsinya serta

berdampak terhadap hubungannya dengan keluarga (Santrock, 2001).

Dari berbagai kegiatan yang telah dijelaskan merupakan bagian dari

dimensi kemandirian yang dikemukakan oleh Steinberg (2002) yaitu

kemandirian perilaku, kemandirian emosi dan kemandirian nilai. Kemandirian

lansia akan lebih tergantung pada potensi-potensi mereka sendiri bagi

perkembangan dan kelangsungan hidupnya. Hal ini menunjukkan bahwa lansia

akan melaksanakan aktivitas sehari-harinya dengan sendiri dan tidak

bergantung pada keluarga dalam menghadapi perubahan yang menunjukkan

kemandirian lansia (Setiati, 2000).

Kemandirian merupakan kemampuan dalam mengaktualisasikan diri tanpa

ketergantungan dengan orang lain. Pada penelitian terhadap lansia di Sumatera

Barat (Rina, 2011) terlihat bahwa aktivitas sosial lansia yang didukung oleh

kemampuan untuk memiliki hubungan baik dengan keluarga dan orang lain

serta dukungan dari keluarga dan masyarakat. Pada penelitian tersebut juga

menyatakan bahwa kegiatan agama yang memainkan peran mendukung pada

lansia serta mendorong emosi positif pada lansia dan keimanan terhadap Tuhan

sebagai cara hidup yang baik. Oleh sebab itu, nilai agama juga memiliki

pengaruh positif pada lansia. Lansia juga dapat melakukan berbagai kegiatan

baik yang bersifat individual maupun kelompok. Secara individual, lansia

mampu untuk mengambil keputusan mengenai apa yang benar dan salah serta

apa yang penting dan tidak penting. Kondisi ini membuat para lansia merasa

(21)

membuatnya lebih senang hidup secara berkelompok. Sementara itu, dalam

kelompoknya, lansia lebih sering bersama dengan teman seusianya daripada

melakukan aktivitas secara sendiri (Maryam, 2008).

Menurut Sugana (dalam Suwarti, 2010), permasalahan yang banyak

dirasakan lansia adalah munculnya berbagai stigma dalam masyarakat yang

semakin mendorong lansia untuk mengembangkan pola perilaku kurang

mandiri. Stigma pada lansia dapat berupa kesulitan lansia dalam mempelajari

keterampilan yang baru serta sulitnya dalam melaksanakan kegiatan

sehari-hari. Disisi lain lansia masih merasa mampu untuk mandiri dan tidak

menggantungkan hidupnya pada lingkungan (Suwarti, 2010).

Secara fisik, lansia dianggap tidak berdaya, tidak produktif dan menjadi

beban masyarakat. Sementara itu, dalam masyarakat masih banyak dijumpai

lansia yang bekerja karena tidak ingin menjadi beban oleh keluarganya. Dalam

mengambil keputusan lansia dianggap tidak dapat mengambil keputusan untuk

kehidupan dirinya. Hal ini berbeda dengan kehidupan di masyarakat, lansia

dapat mengambil keputusan dengan berbekal pada pengalaman yang

dimilikinya dan juga memberikan referensi dalam memberikan nasehat kepada

keluarga dalam mengambil keputusan (Suwarti, 2010).

Dalam perkembangannya, lansia ingin diakui keberadaan dan

kemandiriannya dalam memutuskan hal-hal yang berhubungan dengan

kehidupannya. Lansia juga memiliki kebutuhan untuk berkomunikasi dan

(22)

tempat yang mefasilitasi lansia untuk dapat hidup secara berkelompok adalah

panti sosial. Panti sosial merupakan suatu institusi hunian bersama dari para

lansia yang secara fisik dan kesehatan masih mandiri dimana kebutuhan harian

dari para penghuni biasanya disediakan oleh pengurus panti (Darmodjo &

Martono, 1999). Tempat ini dikelola oleh pemerintah dan ada yang dikelola

oleh swasta. Di panti sosial para lansia akan menemukan banyak teman

sehingga mereka dapat saling berinteraksi untuk memberikan bantuan,

dukungan dan perhatian. Selain itu, dalam melakukan aktivitas di panti sosial

lansia dibantu oleh orang lain yang lebih muda untuk dapat menjalankan

kegiatan sehari-harinya (Soni, 2007).

Lansia yang sebaiknya tinggal di panti sosial adalah lansia yang

mengalami masalah kesehatan, status ekonomi atau kondisi lain yang tidak

memungkinkan mereka untuk melanjutkan hidup dirumah masing-masing dan

jika mereka tidak mempunyai keluarga yang dapat atau sanggup merawat

mereka (Hurlock, 1999). Permasalahan yang banyak dirasakan lansia adanya

munculnya pandangan dalam masyarakat yang semakin mendorong lansia

untuk mengembangkan pola perilaku kurang mandiri. Sementara itu, lansia

masih merasa mampu untuk mandiri dan tidak menggantungkan kehidupannya

dengan orang lain dan lingkungan (Suwarti, 2010).

Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat bahwa lansia dihadapkan pada

pandangan bahwa mereka tidak mampu dalam menghadapi perubahan fisik,

mental, psikologis dan sosial sehingga mengembangkan pola perilaku yang

(23)

tinggal di panti sosial umumnya dibantu oleh orang lain dalam beraktivitas.

Namun, dalam hal ini lansia masih merasa mampu dengan dirinya dan tidak

ingin menggantungkan dirinya dengan orang lain sehingga mereka tinggal di

panti sosial hanya untuk dapat berbagi cerita dan hidup secara berkelompok

dengan lansia lainnya. Salah satu panti sosial yang terdapat di Sumatera Utara

adalah panti sosial Tresna Werdha Abdi Binjai. Panti sosial ini merupakan

salah satu panti sosial terbesar, memiliki jumlah lansia terbanyak dan dikelola

oleh pemerintah. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melihat kemandirian

pada lansia yang tinggal di panti sosial.

B.TUJUAN PENELITIAN

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat

kemandirian lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Abdi Binjai.

C.PERTANYAAN PENELITIAN

Dari pemaparan diatas peneliti mengajukan pertanyaan penelitian yaitu

bagaimana tingkat kemandirian lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Abdi

Binjai?

D.MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan

sumbangan ilmu pengetahuan khususnya dibidang Psikologi

Perkembangan mengenai kemandirian lansia di Panti Sosial Tresna

(24)

2. Manfaat praktis

Sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya dalam melakukan

penelitian yang sama di masa mendatang.

E.SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah penelitian, tujuan

penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Disini digambarkan tentang berbagai tinjauan literatur dan

fenomena mengenai kemandirian dalam menjalankan

aktivitasnya.

BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari

masalah yang menjadi objek penelitian. Memuat landasan

teori tentang kemandirian dan faktor-faktor yang

mempengaruhi lansia dalam menjalankan aktivitasnya

sehari-hari.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini menguraikan identifikasi variabel penelitian,

definisi operasional variabel penelitian, populasi dan

metode pengambilan sampel, metode pengambilan data, uji

(25)

metode analisa data yang digunakan untuk mengolah data

hasil penelitian.

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang hasil penelitian yang disertai

interpretasi dan hasil penelitian tambahan yang didapat serta

pembahasan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menguraikan kesimpulan sebagai jawaban hasil

penelitian berdasarkan tingkat kemandirian. Diskusi

membahas mengenai kesesuaian maupun ketidaksesuaian

antara data penelitian yang diperoleh dengan teori yang ada

dan saran penelitian yang meliputi saran metodologis dan

(26)

BAB II

LANDASAN TEORI

A.KEMANDIRIAN 1. Defenisi Kemandirian

Menurut Steinberg (2002) kemandirian adalah kemampuan individu untuk

bertingkah laku secara seorang diri. Steinberg (2006) juga menjelaskan bahwa

kemandirian adalah kemampuan untuk mengatur perilaku sendiri untuk

memilih dan memutuskan sendiri serta mampu melakukannya tanpa tergantung

pada orang lain.

Pendapat lain dikemukakan oleh Lerner (2001) yang menyatakan bahwa

kemandirian merupakan kemampuan seseorang untuk tidak tergantung pada

orang lain serta bertanggung jawab atas apa yang dilakukan. Menurut Bhatia

(1999) yang mengatakan kemandirian sebagai perilaku yang aktivitasnya

diarahkan pada diri sendiri, tidak mengharapkan pengarahan dari orang lain

dan mencoba menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa meminta bantuan dari

orang lain.

Zulfajri (2009) mengatakan kemandirian adalah kemampuan atau keadaan

dimana individu mampu mengurus atau mengatasi kepentingannya sendiri

tanpa bergantung dengan orang lain. Sedangkan Maslow (1997)

(27)

orang-orang yang mampu mengaktualisasikan diri dan didorong oleh motivasi

untuk berkembang sebagai kepuasan utama.

Menurut Ryan dan Lynch (2005) kemandirian diartikan sebagai

kemampuan untuk mengatur tingkah laku, menyeleksi, dan membimbing

keputusan atau tindakan seseorang tanpa pengawasan. Maryam (2008)

mengatakan kemandirian berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan

pribadi yang masih aktif.

Mu’tadin (2002) kemandirian mengandung pengertiannya itu suatu

keadaan dimana seseorang yang memiliki keputusan dan inisiatif untuk

mengatasi masalah yang dihadapi, memiliki kepercayaan diri dalam

mengerjakan tugas-tugasnya, bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukan.

Mu’tadin (2002) juga menambahkan bahwa kemandirian merupakan suatu

sikap dimana individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam

menghadapi berbagai situasi dilingkungan sehingga individu pada akhirnya

akan mampu berpikir dan bertindak sendiri.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kemandirian menurut

Steinberg adalah kemampuan individu untuk bersikap dan berperilaku sendiri

untuk memilih dan memutuskan sendiri serta mampu melakukannya tanpa

(28)

2. Dimensi Kemandirian

Steinberg (2002) membagi kemandirian dalam tiga dimensi, yaitu

a. Kemandirian Perilaku (Behavioral Autonomy)

Kemandirian perilaku mencakup kemampuan untuk meminta

pendapat orang lain jika diperlukan, menimbang berbagai pilihan yang ada

dan pada akhirnya mampu membuat keputusan dengan mandiri dan dapat

mempertanggungjawabkannya. Dalam dimensi ini terdapat beberapa

indikator. Pertama, changes in decision-making, perubahan dalam

kemampuan mengambil keputusan yang meliputi dalam menyadari

konsekuensi yang muncul pada pengambilan keputusan, dan menghargai

serta berhati-hati terhadap saran yang diterima. Kedua, changes in

susceptibility, perubahan dalam penyesuaian terhadap kerentanan

pengaruh-pengaruh dari luar yang berupa menghabiskan waktu di luar

keluarga dan mampu mempertimbangkan berbagai alternatif dari tindakan.

Ketiga, changes in feelings of self reliance, perubahan dalam rasa percaya

diri serta mampu mengekspresikan tindakannya.

b. Kemandirian Emosi (Emotional Autonomy)

Kemandirian emosi didefinisikan sebagai sebuah aspek dari

kemandirian yang menyatakan perubahan hubungan individual dengan

orang terdekat.Seperti hubungan emosional dengan keluarganya. Dalam

(29)

memandang orang terdekat sebagaimana adanya, maksudnya tidak

memandang sebagai orang yang sempurna dalam melakukan kesalahan.

Kedua, seeing parent as people, mampu memandang orang terdekat

seperti orang lainnya yang dapat menempatkan posisi sesuai dengan

situasi dan kondisi. Ketiga, non dependency, mampu lebih bersandar pada

kemampuan dirinya sendiri, daripada membutuhkan bantuan orang

terdekatnya, tetapi tidak sepenuhnya lepas dari pengaruh orang

terdekatnya. Keeempat, individuated, mampu dan memiliki kelebihan

secara pribadi untuk mengatasi masalah dalam hubungannya dengan orang

terdekat ataupun keluarganya. Lansia percaya bahwa ada sesuatu tentang

lansia yang tidak diketahui oleh keluarganya.

c. Kemandirian Nilai (Value Autonomy)

Kemandirian nilai merupakan kemampuan seseorang untuk

mengambil keputusan sendiri dan lebih berpegang pada prinsip yang

dimiliki. Dengan kata lain, menggambarkan kemampuan untuk bertahan

pada tekanan apakah akan mengikuti permintaan orang lain yang dalam

arti memiliki prinsip tentang benar atau salah, tentang apa yang penting

dan tidak penting. Kemandirian memiliki beberapa indikator.Pertama,

moral development, bagaimana bertindak dalam suatu situasi, bila

dikaitkan dengan perilaku menolong, individu bersedia menolong sesama.

Kedua, political thinking, mampu berpikir lebih abstrak, misalnya bila

(30)

kenyamanan, menuntun orang sehingga tidak sebatas untuk membuat

orang tidak mencuri. Ketiga, religious belief, seperti moral dan

kepercayaan prinsip menjadi lebih abstrak, lebih prinsip dan lebih bebas.

Kepercayaan lebih berorientasi pada spiritual dan bukan hanya mengamati

pada kebiasaan agama.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dimensi

kemandirian adalah kemandirian perilaku (behavioral autonomy),

kemandirian emosi (emotional autonomy) dan kemandirian nilai (value

autonomy).

3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian

Menurut Allen dkk (dalam Kulbok, 2004) terdapat beberapa hal yang

mempengaruhi kemandirian, yaitu;

a. Jenis kelamin

Perbedaan kemandirian dipengaruhi oleh jenis kelamin. Dalam hal ini,

laki-laki memiliki kemandirian yang lebih tinggi dibandingkan

perempuan.

b. Usia

Semenjak usia muda berusaha mandiri manakala mulai mengeksplorasi

lingkungan atas kemauan sendiri, sehingga semakin bertambahnya usia

(31)

c. Struktur keluarga

Keluarga sekarang sangat bervariasi, karena tidak hanya keluarga

tradisional yang seperti dulu lagi. Banyaknya perubahan memberikan

dampak pada kemandirian.

d. Budaya

Setiap daerah mempunyai adat istiadat yang berbeda. Pada budaya barat,

lansia lebih mandiri.

e. Lingkungan

Manusia sebagai makhluk sosial memang tidak dapat dipisahkan dengan

manusia lain dan juga lingkungan tempat tinggalnya. Lingkungan yang

baik dapat mendukung lansia untuk mandiri,

f. Keinginan individu untuk bebas

Setiap individu berbeda, ada yang ingin melakukan sesuatu dengan bebas

tanpa harus dikekang oleh orang lain. Perbedaan setiap individu ini juga

mempengaruhi keinginan setiap orang untuk mandiri.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor - faktor

yang mempengaruhi kemandirian adalah jenis kelamin, usia, struktur

keluarga, budaya, lingkungan dan keinginan individu untuk bebas.

4. Proses Pembentukan Kemandirian

Kemandirian merupakan kemampuan individu untuk bersikap dan

bertingkah laku tanpa ketergantungan dengan orang lain. Proses

(32)

sosial yang diantaranya pada nilai dukungan mana dianggap baik dan

salah, memiliki pengertian tentang berbagai masalah sosial, serta memiliki

kemampuan untuk memilih mana yang dianggap penting dan tidak

penting. Selain itu, pada saat remaja juga memiliki pandangan terhadap

agama dan menganggap agama berperan penting dalam kehidupan antara

lain tampak dengan membahas agama di sekolah dan perguruan tinggi, dan

menghadiri atau mengikuti upacara agama (Hurlock, 1999).

Pada masa dewasa kemampuan dalam kemandirian sudah semakin

stabil seperti pada kemandirian emosi. Kemandirian emosi pada masa

dewasa sudah lebih mampu dalam memecahkan masalah-masalah dengan

cukup baik dan tenang serta. Begitu juga dalam kemandirian nilai, menurut

Hurlock (1999) pada masa dewasa mereka sudah dapat memutuskan apa

yang dianggap penting dan tidak penting untuk dirinya sendiri seperti

keyakinan dalam berperilaku berpenampilan yang baik dan benar.

Dalam proses menjadi tua seseorang dipandang dalam hubungannya

dengan dirinya sendiri dan lingkungannya dalam kemandirian. Lansia

dipandang sebagai seseorang yang utuh. Berhubungan dengan lansia

semakin bertambahnya usia akan merubah kemampuan kemandirian dari

lansia antara lainnya seperti pada ingatan, melakukan aktivitas sehari hari

dan juga dalam berbagai proses pengambilan keputusan. Walaupun

kemampuan lansia semakin menurun dalam kegiatan sehari-harinya

(33)

dalam memecahkan masalah yang membebaninya secara interpersonal

ataupun emosional (Papalia, 2008).

B.LANSIA 1. Defenisi Lansia

Menurut Hardywinoto dan Setiabudhy (2005) lansia adalah kelompok

penduduk yang berusia 60 tahun keatas. Pendapat lain dikemukakan oleh

Nugroho (2002) lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah

memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya.

Lee dkk (2007) mengatakan lansia sebagai status minoritas, yaitu dimana

suatu pengalaman dimana setiap orang akan mengalaminya. Menurut Hurlock

(1999), tahap terakhir dalam rentang kehidupan sering dibagi menjadi usia

lanjut dini yang berkisar antara usia 60-70 tahun, dan usia lanjut yang mulai

pada usia 70 tahun sampai akhir kehidupan seseorang. Individu dalam usia 60

tahunan biasanya digolongkan sebagai usia tua yang berarti antara sedikit lebih

tua atau setelah usia madya dan usia lanjut setelah mereka mencapai usia 70

tahun, yang menurut standar kamus, semakin lanjut usia seseorang dalam

periode hidupnya dan telah kehilangan kejayaan masa mudanya.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa lansia adalah

(34)

2. Tugas Perkembangan Lansia

Tugas perkembangan masa lansia ditemukan oleh Havighurst (dalam

Hurlock, 1999) yang terdiri atas :

a) Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan.

b) Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya penghasilan.

c) Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup.

d) Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes.

e) Membentuk hubungan dengan orang-orang yang seusia.

f) Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan.

3. Perubahan Psikososial Pada Lansia

Banyak lanjut usia yang menilai kembali hidup mereka, meyelesaikan

urusan yang belum terselesaikan, dan memutuskan cara terbaik menyalurkan

energi mereka dan menghabiskan hari-hari, bulan, dan tahun yang tersisa. Pola

kualitas tertentu yang terus ada memberikan kontribusi terhadap lansia dalam

kemampuan beradaptasi dengan penuaan dan dapat memprediksi kesehatan dan

usia. Lansia yang hidup seorang diri umumnya berada pada kondisi kesehatan

yang kurang baik dan terutama pada yang oldest old akan menjadi kesepian

dan kurang mandiri (Papalia, 2008).

Kurangnya kemampuan pada lansia dapat mempengaruhi dalam

melaksanakan aktivitas sehari-hari.Lansia juga masih mampu mempelajari

hal-hal yang baru tetapi memerlukan waktu yang lebih banyak sehingga

menyulitkan dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Hal ini akan berdampak

(35)

(dalam Papalia, 2008) mengatakan ketika orang menua, mereka cenderung

menghabiskan sisa waktunya dengan orang lain. Dalam aktivitas lansia yang

secara berkelompok seperti pergi ke pengajian dapat membantu lansia untuk

tetap terhubung dengan teman seusianya. Hal ini merupakan nilai penting

dalam diri mereka sendiri.

Kemampuan lansia juga dipengaruhi oleh berat ringannya perubahan pada

lansia. Fungsi dan aktivitas individu yang normalnya dilakukan tanpa bantuan

orang lain (Wallace, 1998). Menurut Stanhope dan Knolmuller (1997)

menjelaskan bahwa kegiatan sehari-hari adalah hal yang dilakukan seseorang

dengan dirinya sendiri dalam mempertahankan hidup, kesehatan, dan

kesejahteraan. Katz, dkk (2005) juga menambahkan bahwa kegiatan sehari-hari

dalam fungsi yang biasanya dilakukan tanpa bantuan, meliputi kegiatan mandi,

berpakaian, dan makan.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan

sehari-hari adalah kegiatan rutin yang secara normal dapat dilakukan tanpa bantuan

orang lain meliputi; mandi, berpakaian, makan yang dilakukan agar kesehatan

dan kesejahteraan seseorang individu tetap terjaga (Nugroho, 2000).

C.PANTI SOSIAL

Hurlock (1999) panti sosial adalah tempat tinggal yang dirancang khusus

untuk orang lansia, yang didalamnya disediakan semua fasilitas-fasilitas

(36)

Menurut Depsos RI (2003) menyatakan bahwa panti sosial merupakan unit

pelaksana teknis yang memberikan pelayanan sosial bagi lansia yang berupa

pemberian penampungan, jaminan hidup seperti makanan dan pakaian,

pemeliharaan kesehatan, pengisian waktu luang seperti rekreasi, bimbingan

sosial, mental agama, sehingga para lanjut usia dapat menikmati hari tuanya

dengan diliputi ketentraman lahir dan bathin.

Santrock (2002) mengatakan panti sosial merupakan lembaga perawatan

ataupun rumah perawatan yang dikhususkan untuk orang-orang lansia yang

menyediakan fasilitas kesehatan serta berbagai macam kebutuhan yang

dibutuhkan oleh lansia.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa panti sosial adalah

tempat tinggal yang dirancang khusus untuk orang lansia yang menyediakan

berbagai fasilitas yang dibutuhkan oleh para lansia.

D.GAMBARAN KEMANDIRIAN LANSIA

Lansia merupakan individu yang memiliki usia 60 tahun ke atas (Hurlock,

1999). Dalam usia ini, lansia memiliki tugas perkembangan untuk dapat

menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi, seperti

perubahan psikososial. Hal ini membuat lansia untuk dapat mengembangkan

kemandiriannya dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Menurut Steinberg

(2002) kemandirian adalah kemampuan untuk mengatur perilaku sendiri dalam

memilih dan memutuskan sendiri serta mampu melakukannya tanpa tergantung

(37)

Kemandirian individu memiliki hubungan dengan usianya. Hal ini

didukung oleh penelitian Rina (2011) yang melaporkan bahwa adanya

hubungan positif antara usia dengan kemandirian pada lansia, yang mana

semakin meningkatnya usia maka akan semakin berkurangnya kemampuan

dalam beraktivitas. Hal ini sesuai dengan pendapat Papalia (2008) yaitu dengan

meningkatnya usia maka secara alamiah akan terjadi penurunan kemampuan

fungsi untuk merawat diri sendiri maupun berinteraksi dengan masyarakat

sekitarnya dan akan semakin bergantung pada orang lain.

Salah satu hasil penelitian dari Perig-Chiello, dkk (2006) melaporkan

bahwa kemandirian dalam kegiatan sehari - hari memiliki hubungan yang

positif dengan usia. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi usia maka

tingkat kemandirian semakin melemah.

Penelitian lain juga dilakukan oleh Haak, dkk (2007) yang menunjukkan

bahwa lingkungan tempat tinggal lansia serta keinginan hidup untuk bebas

memiliki hubungan positif dengan kemandirian, dimana lansia akan

terus-menerus berjuang untuk hidup menjadi lebih mandiri ditempat tinggalnya

dalam menjalani kehidupan sehari–hari dan mampu memberi kebebasan dalam

melakukan hal-hal yang diinginkan. Hal ini juga dapat dilihat dalam penelitian

Oswald (2007) yang mengatakan bahwa adanya hubungan antara kemandirian

dengan jangkauan tempat tinggal dan kontrol hidup dalam kegiatan sehari-hari.

Salah satu lingkungan lansia yang mempengaruhi tingkat kemandirian

(38)

bersama keluarga atau lansia yang tinggal di institusi tertentu seperti panti

jompo. Menurut Noro & Aro (1997) yang melakukan penelitian mengenai

kemandirian pada lansia yang tinggal di rumah bersama keluarga dan lansia

yang tinggal di institusi sosial. Hal ini menunjukkan bahwa lansia yang tinggal

di institusi sosial memiliki kemandirian yang rendah dibandingkan lansia yang

tinggal di rumah bersama keluarga. Penelitian lain pada lansia juga dilakukan

oleh Sherlock dan Redondo (2009) yang menunjukkan bahwa lansia yang

tinggal di panti jompo memiliki kemandirian yang rendah dalam melakukan

kegiatan sehari-harinya.

Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat bahwa terdapat hubungan antara

usia dengan kemandirian pada lansia yang menunjukkan bahwa lansia

memiliki kemandirian yang rendah. Lingkungan lansia seperti tempat tinggal

lansia juga mempengaruhi kemandirian lansia, dimana lansia yang tinggal di

(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan unsur penting di dalam penelitian ilmiah

karena metode yang digunakan dalam penelitian dapat menentukan apakah

penelitian tersebut dapat dipertanggung jawabkan hasilnya (Hadi, 2000). Metode

yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif deskriptif.

Menurut Azwar (2000) metode deskriptif merupakan metode yang

bertujuan untuk menggambarkan secara sistematik dan akurat, fakta dan

karakteristik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu. Dalam penelitian

ini, data yang dikumpulkan bersifat deskriptif, tidak bermaksud mencari

penjelasan, menguji hipotesis, membuat prediksi maupun mempelajari implikasi.

Jenis penelitian ini mempersoalkan antar variabel dan tidak melakukan pengujian

hipotesis. Hasil penelitiannya berupa deskriptif mengenai variabel-variabel

tertentu dengan menyajikan frekuensi, angka rata-rata atau kualifikasi lainnya

untuk setiap kategori di suatu variabel. Dalam pengolahan dan analisa data

menggunakan pengolahan statistik yang bersifat deskriptif (Faisal, 1999).

A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Variabel adalah sesuatu yang berbeda atau bervariasi (Brown dalam

(40)

B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN

Berdasarkan penelitian defenisi operasional kemandirian merupakan

kemampuan individu untuk mampu bertingkah laku dan menyelesaikan masalah

dengan sendiri dan tidak tergantung pada orang lain yang diukur dari total skor

tiga dimensi kemandirian pada skala kemandirian Steinberg (2002). Tiga dimensi

dari kemandirian Steinberg (2002) yaitu sebagai berikut;

a. Kemandirian Perilaku (Behavioral Autonomy), mencakup kemampuan

untuk meminta pendapat orang lain jika diperlukan, menimbang berbagai

pilihan yang ada dan pada akhirnya mampu mengambil kesimpulan untuk

suatu keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan, tetapi bukan berarti

lepas dari pengaruh orang lain.

b. Kemandirian Emosi (Emotional Autonomy), mencakup perubahan

kedekatan hubungan emosional antar individu, seperti hubungan

emosional antara lansia dengan keluarganya.

c. Kemandirian Nilai (Value Autonomy), mencakup pada kemampuan lansia

untuk bertahan serta memiliki prinsip tentang benar dan salah.

Skor skala dalam penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi skor

jawaban maka semakin tinggi tingkat kemandirian pada lansia dan apabila

semakin rendah skor jawaban berarti semakin rendah tingkat kemandirian pada

(41)

C.POPULASI PADA PENELITIAN

Masalah populasi dan sampel yang dipakai dalam penelitian merupakan

salah satu faktor penting yang harus diperhatikan. Populasi adalah kelompok

objek dengan ukurannya tidak terhingga, yang karakteristiknya dikaji atau diuji

melalui sampling (Tedjo, 2007).

Populasi pada penelitian adalah Panti sosial yang terdapat di Sumatera

Utara yaitu Panti Sosial Tresna Werdha Abdi Binjai yang merupakan salah satu

panti sosial terbesar di Sumatera Utara yang dikelola oleh pemerintah dan

memiliki lansia berjumlah 160 lansia. Karakteristik populasi dalam penelitian ini

adalah lanjut usia yang tinggal di panti sosial.

D.METODE PENGAMBILAN DATA

Metode pengumpulan data dalam kegiatan penelitian memiliki tujuan

untuk mengungkap fakta mengenai variabel yang diteliti (Azwar, 2009). Dalam

suatu penelitian, metode pengumpulan data adalah cara untuk memperoleh data.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode skala.Skala adalah

suatu prosedur pengambilan data dan merupakan suatu alat ukur aspek efektif

yang merupakan konstruk atau konsep psikologis serta menggambarkan aspek

kepribadian individu (Azwar, 2009).

(42)

1. Stimulusnya berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung

mengungkap atribut yang hendak diukur melainkan mengungkap indikator

perilaku dari atribut yang bersangkutan.

2. Dikarenakan atribut psikologis diungkap secara tidak langsung lewat

indikator-indikator perilaku sedangkan indikator perilaku diterjemahkan

dalam bentuk aitem-aitem, maka skala psikologi selalu banyak berisi

aitem-aitem.

3. Respons subjek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban benar atau salah.

Semua jawaban dapat diterima sepanjang diberikan secara jujur dan

sungguh-sungguh. Hanya saja jawaban yang berbeda diinterpretasikan

secara berbeda pula.

Skala memiliki ciri pengukuran terhadap performansi tipikal yaitu

performansi yang menjadi karakter tipikal seseorang dan cenderung dimunculkan

secara sadar dan tidak sadar dalam bentuk respons terhadap situasi tertentu yang

sedang dihadapi (Cronbach dalam Azwar, 2009).

Menurut Hadi (2000), skala psikologis mendasarkan diri pada

laporan-laporan pribadi (self report). Selain itu skala psikologis memiliki kelebihan

dengan asumsi bahwa subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya,

apayang dikatakan oleh subjek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya

serta interpretasi subjek tentang pernyataan-pernyataan yang diajukan sama

dengan apa yang dimaksud oleh peneliti.

Bentuk skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan

(43)

skala ini diekspresikan dalam nilai berupa sangat tidak sesuai, tidak sesuai, netral,

sesuai dan sangat sesuai (Azwar, 2009). Hal ini untuk memudahkan subjek dalam

memberikan jawaban. Penelitian ini menggunakan satu skala yaitu skala

kemandirian.

Skala kemandirian disusun berdasarkan dimensi yang ditemukan oleh

Steinberg (2002) yaitu kemandirian perilaku (behavioral autonomy), kemandirian

emosi (emotional autonomy) dan kemandirian nilai (value autonomy). Setiap

dimensi akan diuraikan ke dalam sejumlah pernyataan favorable dan unfavorable,

dimana subjek diberikan lima alternatif pilihan yaitu sangat tidak sesuai, tidak

sesuai, netral, sesuai dan sangat sesuai. Penilaian untuk aitem favorable adalah

skor 1 untukpilihan sangat tidak sesuai, skor 2 untuk tidak sesuai, skor 3 untuk

netral, skor 4 untuk sesuai, dan skor 5 untuk sangat sesuai. Sedangkan untuk aitem

unfavorable skor 5 untuk pilihan sangat tidak sesuai, skor 4 untuk tidak sesuai,

skor 3 untuk netral, skor 2 untuk sesuai dan skor 1 untuk sangat sesuai. Skor skala

ini menunjukkan bahwa semakin tinggi skor jawaban maka semakin tinggi tingkat

kemandirian pada lansia dan apabila semakin rendah skor jawaban berarti

(44)

Tabel 1.

Distribusi Aitem-Aitem Sebelum Uji Coba Skala Kemandirian

E.UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR

Tujuan dilakukan uji coba alat ukur adalah untuk melihat seberapa jauh

alat ukur dapat mengukur dengan tepat apa yang hendak diukur dan seberapa jauh

alat ukur menunjukkan kecermatan pengukuran (Azwar, 2009).

a. Uji Validitas

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana

ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya

(Azwar, 2009). Suatu tes atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai

validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau

(45)

tersebut. Valid atau tidaknya suatu alat ukur tergantung pada mampu tidaknya

alat ukur tersebut mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat.

Sisi lain dari pengertian validitas adalah aspek kecermatan pengukuran. Suatu

alat ukur yang valid, tidak sekedar mampu mengungkapkan data dengan tepat

akan tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data

tersebut (Azwar, 2009 ).

Untuk mengkaji validitas alat ukur dalam penelitian ini, peneliti melihat

alat ukur berdasarkan arah isi yang diukur yang disebut dengan validitas isi

(content validity). Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat

pengujian terhadap isi tes dengan analisa rasional atau lewat professional

judgment. Dalam penyusunan tes memanfaatkan blue print, yang mana memuat

cakupan isi tentang apa yang hendak diukur. Oleh karena itu, penggunaan blue

print sangat membantu untuk tercapainya validitas suatu alat ukur.

Dalam seleksi aitem skala psikologi yang mengukur atribut afektif,

parameter yang paling penting adalah daya beda atau daya diskriminasi aitem.

Daya diskriminasi aitem adalah sejauhmana aitem mampu membedakan antara

individu atau kelompok individu yang memiliki dan yang tidak memiliki

atribut yang diukur (Azwar, 2009). Menurut Ebel (dalam Azwar, 2009) kriteria

evaluasi indeks diskriminasi aitem yaitu nilai 0,3 sudah dianggap bagus

walaupun masih mungkin untuk ditingkatkan. Penghitungan daya diskriminasi

aitem dalam uji coba ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS

(46)

b. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya.

Reliabilitas sebenarnya mengacu pada konsistensi atau keterpercayaan hasil

ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar,2009). Uji

reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi internal

(Cronbach’s alpha coeffecient), yaitu suatu bentuk tes yang hanya memerlukan

satu kali pengenaan tes tunggal pada sekelompok individu sebagai subjek

dengan tujuan untuk melihat konsistensi antar item atau antar bagian dalam

skala. Teknik ini dipandang ekonomis dan praktis (Azwar, 2009).

Penghitungan koefisien reliabilitas dalam uji coba dilakukan dengan

menggunakan program SPSS version 20.0 For Windows.

c. Uji Coba Alat Ukur

Sebelum menjadi alat ukur yang sebenarnya, skala diujicobakan terlebih

dahulu kepada sejumlah responden yang sesuai dengan karakteristik sampel

yang digunakan dalam penelitian. Tujuan dilakukan ujicoba alat ukur adalah

untuk mengetahui kalimat dalam aitem mudah dan dapat dipahami oleh

responden sebagaimana diinginkan peneliti (Azwar, 2009).

Pelaksanaan ujicoba berlangsung pada lansia yang tinggal di panti jompo

Tresna Werdha Abdi Binjai.Skala sebelum ujicoba terdiri dari 50 aitem yang

disebarkan pada 80 orang lansia. Tabel 2 menunjukkan distribusi aitem skala

(47)

Tabel 2.

Distribusi Aitem Skala Kemandirian Sebelum Uji Coba

Komponen Objek Sikap

Indikator

Perilaku No. Aitem Jumlah

Kemandirian Perilaku (Behavioral Autonomy)

Changes in (Emotional Autonomy)

De-idealized 4, 14, 24, 34, 44 5

Hasil ujicoba alat ukur penelitian diolah melalui dua kali perhitungan agar

memperoleh reliabilitas yang memenuhi standar ukur dan indeks daya beda aitem

diatas 0,25. Pada perhitungan pertama reliabilitas alat ukur yang diujicobakan

adalah sebesar 0,693 dengan rxx’ yang bergerak dari -0,329 sampai 0,551 dan

terdapat 22 aitem yang memiliki indeks daya beda aitem dibawah 0,25. Pada

perhitungan kedua reliabilitas alat ukur yang diujicobakan sebesar 0,862 dengan

rxx’ yang bergerak dari 0,291 hingga 0,547 untuk 28 aitem yang diujicobakan.

Terdapat 28 aitem yang dapat digunakan dalam penelitian dengan reliabilitas alat

(48)

Tabel 3.

Distribusi Aitem Skala Kemandirian Setelah Uji Coba (Behavioral Autonomy)

Changes in

decision making 11, 31 2

Changes in

susceptibility 12, 22, 32 3

Changes in feelings of self

reliance

3, 13, 23, 33 4

Kemandirian Emosi (Emotional Autonomy)

De-idealized 14, 34 2

Selanjutnya 28 aitem yang lolos seleksi dikompilasi menjadi alat ukur

penelitian yang sesungguhnya dan akan disusun kembali distribusi aitem pada

(49)

Tabel 4.

Distribusi Aitem Skala Kemandirian Untuk Penelitian (Behavioral Autonomy)

Changes in (Emotional Autonomy)

De-idealized 10, 20 2

Dalam rangka pelaksanaan penelitian ini ada beberapa hal yang perlu

dipersiapkan oleh peneliti antara lain :

a. Pembuatan alat ukur

Pada tahap ini, alat ukur yang terdiri dari skala kemandirian dibuat sendiri

oleh peneliti berdasarkan teori yang diuraikan sebelumnya. Dalam

melakukan penyusunan aitem peneliti dibantu oleh profesional judgment.

(50)

memiliki lima alternatif jawaban berupa sangat tidak sesuai (1), tidak sesuai

(2), netral (3), sesuai (4) dan sangat sesuai (5) sehingga memudahkan subjek

dalam memberikan jawaban.

b. Permohonan izin

Sebelum peneliti melakukan pengambilan data, terlebih dahulu diawali

dengan pengurusan surat izin untuk pengambilan data.

d. Uji coba alat ukur

Uji coba dilaksanakan pada tanggal 13-22 Maret 2013. Total skala yang

disebar berjumlah 80 eksemplar.

e. Revisi alat ukur

Setelah peneliti melakukan uji coba alat ukur yang dilakukan pada 80 orang

subjek, peneliti menguji reliabilitas skala kemandirian menggunakan

koefisien reliabilitas Alpha dari Cronbach dengan bantuan aplikasi program

SPSS 20.0 For Windows. Setelah diketahui aitem-aitem yang reliabel,

peneliti memperoleh 28 aitem yang digunakan dalam skala untuk

pengambilan data penelitian.

2. Pelaksanaan Penelitian

Setelah skala penelitian lulus dalam uji validitas dan reliabilitas maka

aitem-aitem dalam skala tersebut disusun kembali. Selanjutnya, aitem-aitem-aitem-aitem yang

sudah lulus seleksi aitem dijadikan alat pengambilan data pada sampel

penelitian yang sesungguhnya. Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada

tanggal 30 Maret - 3 April 2013 di Panti Sosial Tresna Werdha Abdi. Skala

(51)

ini, skala yang dijadikan untuk data penelitian adalah 66 eksemplar dan untuk 4

eksemplar telah gugur karena pada saat dipertengahan pertanyaan lansia

memiliki kesibukan dan menolak untuk melanjutkannya.

3. Tahap Pengolahan Data

Setelah data diambil dan dikumpulkan, maka data hasil penelitian dari skor

skala kemandirian diolah dan dianalisis dengan bantuan program SPSS 20.0

For Windows. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis

statistik.Analisis statistik digunakan karena dapat menunjukkan kesimpulan

atau generalisasi dari penelitian.Statistik sendiri mempunyai ciri-ciri yang

bekerja dengan angka, bekerja objektif dan bersifat universal dan bisa

digunakan hampir dalam semua bidang pendidikan (Hadi, 2000).

G.METODE ANALISA DATA

Metode analisa data yangdigunakan dalam penelitian ini adalah statisik

deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang hanya melibatkan satu

variable pada satu kelompok tanpa menghubungkan dengan variable lain atau

membandingkan dengan kelompok lain. Penelitian dilakukan atas satu kelompok

dalam satu hal variable (Purwanto, 2008). Hadi (2000) menyatakan bahwa penelitian

deskriptif akan menganalisa dan menyajikan fakta secara sistematis sehingga dapat

lebih mudah dipahami dan disimpulkan. Kesimpulan yang diberikan selalu jelas

dasar faktualnya sehingga semuanya selalu dapat dikembalikan langsung pada data

(52)

Data yang akan diolah yaitu skor minimum, skor maksimum, mean, dan

standart deviasi. Azwar (2001) menyatakan bahwa uraian kesimpulan dalam

penelitian deskriptif didasari oleh angka yang diolah secara tidak terlalu mendalam.

Data yang diperoleh dengan menggunakan bantuan program SPSS 20.0 for Windows

(53)

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan keseluruhan hasil penelitian. Penjelasan dalam bab

ini diawali dengan gambaran umum subjek penelitian yang dilanjutkan dengan

analisa data penelitian sesuai dengan masalah yang akan dijawab dan analisa

tambahan dari data yang ada.

A.ANALISA DATA

1. Gambaran Umum Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah lanjut usia yang tinggal di Panti Sosial Tresna

Werdha Abdi. Jumlah keseluruhan sampel yang diperoleh adalah 66 orang.

Seluruh subjek penelitian dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin dan

usianya.

a. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin

Subjek dalam penelitian ini berjumlah 66 orang. Subjek dikelompokkan

berdasarkan jenis kelamin yang dikelompokkan seperti tabel 5 berikut :

Tabel 5.

Pengelompokan Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin

JENIS KELAMIN JUMLAH ( ORANG )

PRESENTASI (%)

Laki - Laki 25 37.88

Perempuan 41 62.12

(54)

Berdasarkan tabel 5 ditunjukkan bahwa jumlah subjek laki-laki

lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah subjek perempuan. Subjek

laki-laki berjumlah 25 orang atau 37.88 % dan subjek perempuan berjumlah 41

orang atau 62.12 % dengan penyebarannya dapat dilihat pada grafik 1

berikut :

Grafik 1.

Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin

b. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia

Subjek penelitian dapat dikelompokkan berdasarkan usia yang dapat

dilihat pada tabel berikut :

Tabel 6.

Pengelompokan Subjek Berdasarkan Usia

(55)

Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat bahwa dari 66 orang, jumlah

responden terbanyak berusia diatas 70 tahun yaitu 36 orang atau 54.55 %

dari jumlah responden. Sementara, 30 orang responden berusia 60 – 70

tahun atau 45.45 % responden. Penyebaran subjek penelitian berdasarkan

usia ini dapat dilihat pada grafik 2 berikut :

Grafik 2.

Penyebaran Subjek Berdasarkan Usia

2. Hasil Penelitian

Dalam penelitian ini akan dianalisis secara deskriptif. Tujuan dari analisis

adalah menjelaskan dan mendeskripsikan karakteristik variabel yang diteliti

yaitu gambaran kemandirian lanjut usia di panti sosial. Fungsi analisis

deskriptif adalah menyederhanakan kumpulan data dari hasil pengukuran

sedemikian rupa sehingga kumpulan data tersebut berubah menjadi informasi

yang berguna. Secara teknis, analisis deskriptif merupakan kegiatan meringkas

kumpulan data menjadi ukuran tengah dan ukuran variasi. Selanjutnya,

membandingkan data kelompok subjek satu dan yang lainnya (Hastono, 2001).

(56)

a. Hasil Utama Penelitian

Hasil utama penelitian ini berupa gambaran kemandirian lanjut usia yang

akan dikategorikan kedalam tiga kategori berdasarkan model distribusi normal,

yaitu kemandirian tinggi, sedang dan rendah. Berikut akan diuraikan deskripsi

umum skor kemandirian pada subjek penelitian yaitu :

Tabel 7.

Deskripsi Umum Skor Kemandirian

DATA N MIN MAX MEAN STANDAR

DEVIASI

Hipotetik 66 28 140 84 18.66

Empirik 66 92 124 104.76 7.190

Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui bahwa nilai mean yang diperoleh dari

data hipotetik lebih rendah dibandingkan dengan mean yang diperoleh dari data

empirik. Nilai minimum data hipotetik lebih rendah daripada data empirik,

namun nilai maksimum dan standar deviasi data hipotetik lebih tinggi

dibandingkan data empirik.

Subjek penelitian dapat dikategorisasikan berdasarkan skor kemandirian

yang diperoleh dari penelitian. Norma kategorisasi kemandirian yang

digunakan adalah sebagai berikut :

Tabel 8.

Norma Kategorisasi Kemandirian

RENTANG NILAI KATEGORI

X < (μ - 1.0σ) Rendah

(μ - 1.0 σ) ≤ X ≤ (μ + 1.0 σ) Sedang

(57)

Keterangan :

X = Skor yang diperoleh subjek

μ = Mean hipotetik skala kemandirian

σ = Standar deviasi

Besar nilai rata-rata empirik kemandirian diri adalah 104.76 dengan

standar deviasi 7.190 sehingga kategorisasi yang diperoleh adalah sebagai

berikut :

Tabel 9.

Kategorisasi Data Kemandirian RENTANG NILAI KATEGORI JUMLAH

(N)

PERSENTASE (%)

X < 65 Rendah 0 0

65 ≤ X < 103 Sedang 28 42.42

X ≥ 103 Tinggi 38 57.58

JUMLAH 66 100

Berdasarkan tabel 9, tidak ada kemandirian yang tergolong rendah.

Sementara itu, kemandirian yang tergolong sedang dengan jumlah subjek 28

orang atau 42.42 % dan kemandirian yang tergolong tinggi dengan jumlah

subjek 38 orang atau 57.58 %. Penyebaran kategorisasi kemandirian pada

(58)

Grafik 3.

Penyebaran Kemandirian Berdasarkan Kategorisasi

Data penelitian yang ada juga digunakan untuk melihat gambaran skor

yang diperoleh subjek penelitian berdasarkan dimensi dari kemandirian. Hal ini

dapat dilihat dari tabel berikut :

Tabel 10.

Skor Berdasarkan Dimensi Kemandirian

NO DIMENSI SKOR TOTAL MEAN

1 Kemandirian Perilaku 2253 34.14

2 Kemandirian Emosi 2239 33.92

3 Kemandirian Nilai 2422 36.70

Berdasarkan tabel 10 dapat dilihat bahwa skor tertinggi terdapat pada

dimensi kemandirian nilai dengan skor total 2422 dan mean 36.70. Sementara

itu skor terendah terdapat pada dimensi kemandirian emosi dengan skor total

(59)

2100

2239 dan mean 33.92. Penyebaran skor berdasarkan dimensi kemandirian

dapat dilihat pada grafik berikut :

Grafik 4.

Penyebaran Skor Berdasarkan Dimensi Kemandirian

Penyebaran nilai mean dari skor berdasarkan dimensi kemandirian

juga dapat dilihat pada grafik berikut :

Grafik 5.

(60)

B.PEMBAHASAN

Setiap individu menjalani periode perkembangan dengan tugas

perkembangan pada masing-masingnya. Salah satunya adalah masa lanjut usia

yang berada pada rentang usia diatas 60 tahun. Pada periode ini, lansia

mengalami proses penuaan yang terkait dengan masa yang tidak produktif lagi.

Hal ini ditandai dengan perubahan fisik, mental, psikologis dan sosial yang

terjadi secara perlahan. Perubahan tersebut mempengaruhi kemampuan lansia

dalam mengaktualisasikan diri dan tingkat ketergantungannya dengan orang

lain yang dikenal dengan istilah kemandirian.

Dalam perkembangannya, lansia ingin diakui keberadaan dan kemandirian

dalam memutuskan hal-hal yang berhubungan dengan kehidupannya. Lansia

juga memiliki kebutuhan untuk berkomunikasi dan bersosialisasi dengan orang

lain, khususnya dengan sesama lansia lain hidup secara berkelompok. Salah

satu tempat yang menfasilitasi lansia untuk dapat hidup secara berkelompok

adalah panti sosial. Salah satunya adalah Panti Sosial Tresna Werdha Abdi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 66 orang subjek lansia yang

tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Abdi diperoleh bahwa gambaran

kemandirian lansia secara umum tergolong tinggi yaitu 38 orang (57.58%). Hal

ini menggambarkan bahwa lansia yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha

Abdi memiliki kemampuan untuk bersikap dan bertingkah laku dengan sendiri

dan tanpa ketergantungan dengan orang lain. Lansia memiliki kemampuan

untuk menimbang berbagai pilihan yang ada dan pada akhirnya mampu

Gambar

Tabel 1. Distribusi Aitem-Aitem Sebelum Uji Coba
Tabel 2. Distribusi Aitem Skala Kemandirian
Tabel 3. Distribusi Aitem Skala Kemandirian
Tabel 4. Distribusi Aitem Skala Kemandirian
+7

Referensi

Dokumen terkait

kelalaian yang terjadi bahwa pihak PT. Anugrah Cipta Karsa di dalam kontrak perjanjian, misalnya pada perjanjian dengan ketentuan waktu. Secara teoritis dalam hal

pembelajaran adalah suatu cara yang digunakan untuk tujuan suatu pembelajaran, juga sebagai.. alat atau cara mendampingi guru pada saat pembelajaran berlangsung atau

Dari hasil penelitan yang telah dilakukan oleh penulis dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan Diklat Prajabatan pada Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Daerah

Hasil penelitian ini menjukkan bahwa sebelum dilakukan konseling perilaku pemilihan makan pada remaja kurang tepat, dimana banyak sekalai subjek yang menyukai makanan

Tanggal Perkiraan periode pernyataan kehendak pemegang saham 24 November – 01 Desember 2011 Public Sorini yang berkehendak untuk menjual sahamnya. Tanggal efektif penggabungan

Dalam mengikuti tes masuk perguruan tinggi terdapat 120 soal, ditetapkan bahwa setiap menjawab soal benar diberi skor 4, menjawab soal salah diberi skor –2

‘I didn’t think it would be like this,’ said Kadiatu.. ‘I didn’t think it would be so complicated.’ She lowered her

Sistem Peringatan Kerusakan Perangkat Jaringan Base Transceiver Station Berbasis Sistem Informasi Geografi untuk memberikan visualisasi beserta informasi kepada