KEMANDIRIAN LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA ABDI BINJAI
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi
Oleh:
SELFINA KURNIATI 071301009
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertandatangan di bawahini, menyatakan bahwa skripsi saya
yang berjudul
Kemandirian Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Abdi Binjai
Adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip
dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan
norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi
ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera
Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Medan, 10 Juli 2013
SELFINA KURNIATI
Kemandirian Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Abdi Binjai
Selfina Kurniati dan Ade Rahmawati Siregar
ABSTRAK
Kemandirian adalah kemampuan untuk mengatur perilaku sendiri untuk memilih dan memutuskan sendiri serta mampu melakukannya tanpa tergantung pada orang lain. Secara alami masa lansia merupakan masa yang tidak produktif lagi. Hal ini ditandai dengan adanya perubahan fisik, mental, psikologis dan sosial yang terjadi secara perlahan. Perubahan ini sangat berpengaruh terhadap kemandirian lansia untuk lebih aktif dalam kegiatan sehari-hari. Terutama pada lansia yang tinggal di panti sosial. Banyak permasalahan yang dirasakan lansia dengan munculnya pandangan yang semakin mendorong lansia untuk mengembangkan pola perilaku yang kurang mandiri. Sementara itu, lansia masih mampu untuk mengembangkan perilaku mandiri. Beberapa kegiatan lansia dapat dilihat dari seringnya menghabiskan waktu bersama dengan teman-temannya serta mampu mengatasi masalah yang terjadi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kemandirian lansia Panti Sosial Tresna Werdha Abdi Binjai. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif deskriftif. Bentuk skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala likert. Penelitian ini menggunakan satu skala yaitu skala kemandirian. Skala kemandirian disusun berdasarkan dimensi kemandirian Steinberg yaitu kemandirian perilaku, kemandirian emosi, dan kemandirian nilai. Skala ini mempunyai nilai reliabilitas (rxx’)=0.862 dan terdapat 28 aitem yang dapat digunakan untuk dalam penelitian.
Jumlah subjek dalam penelitian ini berjumlah 66 orang. Hasil yang diperoleh adalah kemandirian lansia yang tinggal di panti sosial Tresna Werdha Abdi Binjai rata-rata berada pada kategori tinggi sebanyak 38 orang (57,58%).
The Description of Independence of the Elderly at Resident
Selfina Kurniati and Ade Rahmawati Siregar
ABSTRACT
Independence is the ability to regulate their own behavior to choose and decide for themselves and be able to do it without depending on others. Naturally the elderly is a time period that is not productive anymore. It is characterized by a change in the physical, mental, psychological and social which occurs slowly. This change affects the independence of the elderly to be more active in daily activities. Especially the elderly at resident. Many problem experience of the elderly at looking appear so much to forward of the elderly for develop little behavior independence. While that, of the elderly still looking be able to develop behavior independence. Some activities of the elderly can look at by spent time together with their friends and be able for problem solved to happened with them. The purpose of this research is to describe the independence of the elderly at resident. It was used quantitative descriptiptive method. Model scale was used likert scale. It was used one scale is autonomy scale. Autonomy scale arrangement based on autonomy dimensions Steinberg are behavioural autonomy, emotional autonomy, and value autonomy. This scale has a value of reliability (rxx’)= 0.862 and have 28 aitem can used to research. The number of subject was 66. The result of this study research show that the independence of the elderly is in high category as much 38 people (57.38%).
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan tugas skripsi
bidang psikologi perkembangan yang berjudul “Kemandirian Lansia di Panti
Sosial Tresna Werdha Abdi Binjai”.
Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua tercinta yang
begitu luar biasa, Papa Makmur Nasution dan Mama Dra.Hj. Dora H, MAP, yang
selalu memberi do’a, cinta, kasih sayang, semangat, perhatian, pengorbanan yang
tidak mungkin bisa saya balas. Semoga Allah selalu memberikan kebahagiaan
kepada keduanya baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Selama proses pengerjaan penelitian ini, penulis menemui berbagai
hambatan. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, penulis akhirnya dapat
menyelesaikan proposal ini, meskipun masih terdapat kekurangan. Untuk itu
penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, Psikolog selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas
Sumatera Utara.
2. Ibu Ade Rahmawati Siregar, M.Psi, Psikolog sebagai dosen pembimbing
seminar dan skripsi yang selalu memberikan arahan, saran, dan kritikan dari
3. Para dosen yang berada di Departemen Psikologi Perkembangan yang telah
memberikan bimbingan, saran, masukan dan dukungan selama pengerjaan
skripsi ini.
4. Bapak H.Umar. S,Sos selaku kepala Upt. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Tresna
Werdha Abdi Binjai yang telah mengizinkan saya untuk melakukan penelitian,
terima kasih banyak atas segala bantuan yang bapak berikan.
5. Kakakku dr. Silfanny, abang Obbie dan abang Dody yang selalu ada untuk
berbagi segala suka duka, selalu mendukung, memotivasi, dan memberi
semangat penulis dalam mengerjakan skripsi ini. Terima kasih untuk banyak
waktu yang dihabiskan bersama.
6. Buat keponakan tersayang Fathir Aditya Arfanby terimakasih banyak karena
telah membuat hari-hari menjadi lebih seru. Senang punya ponakan yang
pintar, lucu dan menggemaskan.
7. Buat sahabatku Ghita dan Uyun yang selalu menemani hari-hari penulis
selama kuliah di Medan. Temen seperjuangan dalam intervensi berbagai mata
kuliah, temen yang selalu ada dalam suka dan duka. Terima kasih untuk
hal-hal menakjubkan yang kita lakukan bersama-sama. Hope we always to be a
good friend each other now and forever.
8. Buat Nana, Uma saranghae kombet, Lala sang kombet dan Fitri miss update
yang selalu membuat keceriaan dan sebagai sumber gossip tajam dan
terpercaya setiap harinya daebak. Terima kasih atas dukungan dan semangat
9. Para staf pengajar dan staf administrasi yang telah membantu saya dalam
penyelesaian skripsi dan pendidikan juga dalam urusan administrasi saya
selama kuliah di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
10.Terima kasih buat semua orang yang pernah membantu penyelesaian skripsi
saya. Walaupun tidak disebutkan satu per satu, namun bantuan yang diberikan
sangat berguna bagi saya. Semoga Tuhan membalas semua kebaikan kalian.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karenanya, penulis mengharapkan adanya kritik, saran serta
masukan yang sifatnya membangun dari semua pihak, guna menyempurnakan
penelitian ini agar menjadi lebih baikl agi. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat
bagi rekan-rekan semua pihak. Amin.
Medan, Juli 2013
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
LEMBAR PERNYATAAN ... ii
ABSTRAK ... iii
ABSTRACT ...iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ...xi
DAFTAR GRAFIK ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Tujuan Penelitian ... 8
C. Pertanyaan Penelitian ... 8
E. Sistematika Penulisan ... 9
BAB II LANDASAN TEORI ... 11
A. Kemandirian ... 11
1. Defenisi Kemandirian ... 11
2. Dimensi Kemandirian ... 12
3. Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian ... 15
4. Proses Pembentukan Kemandirian ... 16
B. LanjutUsia ... 17
1. Defenisi Lansia ... 17
2. Tugas Perkembangan Lansia ... 18
3.Perubahan Psikososial pada Lansia ... 19
C. Panti Sosial ... 20
D.Gambaran Kemandirian Lansia... 21
BAB III METODE PENELITIAN ... 24
A.Identifikasi Variabel Penelitian ... 24
B.Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 23
C.Populasi Pada Penelitian... 26
D.Metode Pengambilan Data ... 26
F. Prosedur Penelitian ... 34
G.Metode Analisa Data ... 36
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 38
A. Analisa Data ... 38
1. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 38
a. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin .. 38
b. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia ... 39
2. Hasil Penelitian ... 40
a. Hasil Utama Penelitian ... 41
B. Pembahasan ... 45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 47
A. Kesimpulan ... 47
B. Saran ... 47
1. Saran Metodologis ... 47
2. Saran Praktis ... 48
DAFTAR TABEL
Halaman
TABEL 1 Distribusi aitem-aitem sebelum ujicoba skala ... 29
kemandirian TABEL 2 Distribusi aitem skala kemandirian sebelum ujicoba ... 32
TABEL 3 Distribusi aitem skala kemandirian setelah ujicoba ... 33
TABEL 4 Distribusi aitem skala kemandirian untuk penelitian ... 34
TABEL 5 Pengelompokan subjek berdasarkan jenis kelamin ... 38
TABEL 6 Pengelompokan subjek berdasarkan usia ... 39
TABEL 7 Deskripsi umum skor kemandirian ... 41
TABEL 8 Norma kategorisasi kemandirian ... 41
TABEL 9 Kategorisasi data kemandirian ... 42
DAFTAR GRAFIK
Halaman
GRAFIK 1 Penyebaran subjek berdasarkan jenis kelamin ... 39
GRAFIK 2 Penyebaran subjek berdasarkan usia ... 40
GRAFIK 3 Penyebaran kemandirian berdasarkan kategorisasi ... 43
GRAFIK 4 Penyebaran skor berdasarkan dimensi kemandirian ... 44
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 Data Ujicoba Skala
LAMPIRAN 2 Reliabilitas Ujicoba Skor Skala Kemandirian
LAMPIRAN 3 Data Penelitian
LAMPIRAN 4 Hasil Analisa Data
LAMPIRAN 5 Skala Penelitian
LAMPIRAN 6 Surat Izin Penelitian dari Fakultas Psikologi Sumatera Utara
Kemandirian Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Abdi Binjai
Selfina Kurniati dan Ade Rahmawati Siregar
ABSTRAK
Kemandirian adalah kemampuan untuk mengatur perilaku sendiri untuk memilih dan memutuskan sendiri serta mampu melakukannya tanpa tergantung pada orang lain. Secara alami masa lansia merupakan masa yang tidak produktif lagi. Hal ini ditandai dengan adanya perubahan fisik, mental, psikologis dan sosial yang terjadi secara perlahan. Perubahan ini sangat berpengaruh terhadap kemandirian lansia untuk lebih aktif dalam kegiatan sehari-hari. Terutama pada lansia yang tinggal di panti sosial. Banyak permasalahan yang dirasakan lansia dengan munculnya pandangan yang semakin mendorong lansia untuk mengembangkan pola perilaku yang kurang mandiri. Sementara itu, lansia masih mampu untuk mengembangkan perilaku mandiri. Beberapa kegiatan lansia dapat dilihat dari seringnya menghabiskan waktu bersama dengan teman-temannya serta mampu mengatasi masalah yang terjadi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kemandirian lansia Panti Sosial Tresna Werdha Abdi Binjai. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif deskriftif. Bentuk skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala likert. Penelitian ini menggunakan satu skala yaitu skala kemandirian. Skala kemandirian disusun berdasarkan dimensi kemandirian Steinberg yaitu kemandirian perilaku, kemandirian emosi, dan kemandirian nilai. Skala ini mempunyai nilai reliabilitas (rxx’)=0.862 dan terdapat 28 aitem yang dapat digunakan untuk dalam penelitian.
Jumlah subjek dalam penelitian ini berjumlah 66 orang. Hasil yang diperoleh adalah kemandirian lansia yang tinggal di panti sosial Tresna Werdha Abdi Binjai rata-rata berada pada kategori tinggi sebanyak 38 orang (57,58%).
The Description of Independence of the Elderly at Resident
Selfina Kurniati and Ade Rahmawati Siregar
ABSTRACT
Independence is the ability to regulate their own behavior to choose and decide for themselves and be able to do it without depending on others. Naturally the elderly is a time period that is not productive anymore. It is characterized by a change in the physical, mental, psychological and social which occurs slowly. This change affects the independence of the elderly to be more active in daily activities. Especially the elderly at resident. Many problem experience of the elderly at looking appear so much to forward of the elderly for develop little behavior independence. While that, of the elderly still looking be able to develop behavior independence. Some activities of the elderly can look at by spent time together with their friends and be able for problem solved to happened with them. The purpose of this research is to describe the independence of the elderly at resident. It was used quantitative descriptiptive method. Model scale was used likert scale. It was used one scale is autonomy scale. Autonomy scale arrangement based on autonomy dimensions Steinberg are behavioural autonomy, emotional autonomy, and value autonomy. This scale has a value of reliability (rxx’)= 0.862 and have 28 aitem can used to research. The number of subject was 66. The result of this study research show that the independence of the elderly is in high category as much 38 people (57.38%).
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Setiap individu menjalani periode perkembangan yang sama. Salah satu
masa perkembangan yang dijalani adalah masa lansia atau masa tua yang juga
dikenal dengan istilah masa penutup. Masa penutup merupakan masa dimana
individu telah mulai meninggalkan periode yang penuh manfaat dan lebih
menyenangkan yang dipengaruhi oleh perubahan peran dalam kehidupan dan
penurunan jumlah aktivitas (Hurlock, 1999).
Menurut Sarwono dan Koesoebjono (dalam Suara Pembaruan, 2004) hasil
sensus penduduk pada tahun 2000 dengan jumlah lansia sebesar 7,18% dari
seluruh penduduk Indonesia dan pada tahun 2005 jumlah lansia bertambah lagi
menjadi 8,48% dari seluruh penduduk Indonesia. Sementara itu, jumlah
penduduk lansia pada tahun 2010 diperkirakan sebesar 9,77%, dan pada tahun
2020 diperkirakan sebesar 11,34% dari populasi penduduk Indonesia serta usia
harapan hidup 71,1 tahun. Nugroho (2002) menambahkan jumlah lansia di
seluruh dunia diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan
diperkirakan pula tahun 2025 akan mencapai 1,2 miliyar. Berdasarkan data
tersebut dapat diperoleh bahwa jumlah lansia akan terus meningkat dari tahun
Masa lansia terkait dengan masa yang tidak produktif lagi. Hal ini ditandai
dengan adanya perubahan fisik, mental, psikologis dan sosial yang terjadi
secara perlahan. Perubahan fisik yang terjadi pada lansia seperti perubahan
pada penglihatan, pendengaran, perasa, penciuman, rambut yang menjadi putih
dan jarang, kulit yang makin kering dan keriput serta gigi yang sudah tanggal
(Hurlock, 1999). Perubahan fisik ini akan mempengaruhi perubahan mental
pada lansia sebagai akibat perubahan organ perasa dan kesehatan umum.
Perubahan mental ini juga berkaitan dengan dua hal yaitu memori dan
intelegensi. Perubahan memori mengakibatkan terjadinya perubahan ingatan
baik dalam memori jangka panjang maupun memori jangka pendek dan
perubahan intelegensi terjadi dalam gaya membayangkan (Nugroho, 2000).
Perubahan lain yang terjadi pada lansia adalah perubahan psikologis
seperti merasa tidak dihargai dan diacuhkan. Hal ini dapat disebabkan
perubahan peran yang terjadi pada lansia sehingga akan mempengaruhi
pandangan lansia terhadap hubungannya dengan diri sendiri dan lingkungan.
Menurut Monks (2002), lansia akan memandang lingkungannya sebagai
lingkungan yang bisa memberikan tantangan atau tidak kepadanya. Sementara
itu, perubahan sosial merupakan perubahan keberfungsian lansia yang dilihat
dari perubahan kekuatannya dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Kekuatan
dan energi lansia mengalami penurunan dalam melakukan berbagai
pekerjaannya (Hurlock, 1996). Perubahan sosial ini dapat dilihat dari sejauh
mana individu dapat melakukan peran sosial dibandingkan dengan anggota
Perubahan fisik, mental, psikologis dan sosial pada lansia dalam
menghadapi perubahan peran yang terjadi. Semakin banyaknya perubahan
peran yang terjadi maka akan semakin besar pula penolakan terhadap
perubahan tersebut sehingga lansia perlu beradaptasi dengan perubahan yang
terjadi karena hal ini tentu akan mempengaruhi peran lansia dalam aktivitas
sehari-hari.
Perubahan-perubahan tersebut juga dialami oleh seluruh lansia sehingga
lansia diharapkan untuk dapat menyesuaikan diri. Penyesuaian diri lansia
bertujuan untuk meningkatkan aktifitas dan interaksi lansia dengan
lingkungannya, serta memiliki aktivitas dalam masyarakat untuk menghadapi
perubahan sosialnya untuk mempertahankan kemandiriannya serta kemampuan
mereka melalui perubahan-perubahan. Salah satu caranya adalah dengan
menyusun kembali pola hidup sesuai dengan kehidupannya setelah masa
pensiun (Monks, 2002).
Penyusunan pola hidup lansia juga dilakukan dengan berbagai kegiatan
diantaranya dengan mengikuti pengajian yang diadakan setiap sore pada hari
tertentu, sholat subuh ke masjid secara bersama-sama dan pergi ketempat kerja.
Hal ini memperlihatkan bahwa lansia dapat mengatasi perubahan peran yang
terjadi. Selain itu, kegiatan lain yang dilakukan antara lain adalah
menghabiskan kegiatan sehari-hari dengan berkebun serta berjualan. Hal ini
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mengisi kekosongan
Berbagai kegiatan lansia juga akan mempengaruhi interaksinya dengan
lingkungan. Salah satunya yang dilakukan oleh lansia yang tinggal di Panti
Sosial Tresna Werdha sering menghabiskan waktunya bersama dengan
teman-temannya seusianya. Tujuannya untuk berbagi cerita pengalaman satu sama
lain yang didukung kemampuannya dalam mengetahui secara tepat kapan
harus meminta saran ataupun pendapat kepada orang lain. Hal ini sesuai
dengan perubahan peran yang terkait dengan usia dan melibatkan
tanggungjawab lebih besar, otoritas dan kemampuan untuk memberi nasehat
(Santrock, 2001).
Kemampuan untuk memberi nasehat berkaitan dengan kemampuan lansia
untuk bertindak dalam situasi sesuai dengan aturan-aturannya. Aturan ini ada
berdasarkan pada kepercayaan agama yang kuat dan pengetahuan serta
pengalaman sebagai sumber pegangan hidup. Hal ini dapat dilihat dari
bagaimana lansia memiliki, menetapkan dan menyadari apa yang dianggap
benar dan salah dalam tindakannya serta tentang apa yang dianggap penting
dan tidak penting (Santrock, 2001).
Keyakinan lansia juga dapat mempengaruhi dalam pandangan lansia
terhadap anak-anaknya serta mampu menjadi penengah dalam mengatasi
masalah yang terjadi di antara keluarga. Berdasarkan komunikasi personal di
Panti Sosial Tresna Werdha bahwa lansia juga mampu menjadi penengah
dalam mengatasi masalah yang muncul diantara teman seusianya karena
mereka semua juga termasuk dalam satu keluarga. Dalam keluarga besar,
komunitas dan diperkenankan untuk terlibat di dalam fungsi-fungsinya serta
berdampak terhadap hubungannya dengan keluarga (Santrock, 2001).
Dari berbagai kegiatan yang telah dijelaskan merupakan bagian dari
dimensi kemandirian yang dikemukakan oleh Steinberg (2002) yaitu
kemandirian perilaku, kemandirian emosi dan kemandirian nilai. Kemandirian
lansia akan lebih tergantung pada potensi-potensi mereka sendiri bagi
perkembangan dan kelangsungan hidupnya. Hal ini menunjukkan bahwa lansia
akan melaksanakan aktivitas sehari-harinya dengan sendiri dan tidak
bergantung pada keluarga dalam menghadapi perubahan yang menunjukkan
kemandirian lansia (Setiati, 2000).
Kemandirian merupakan kemampuan dalam mengaktualisasikan diri tanpa
ketergantungan dengan orang lain. Pada penelitian terhadap lansia di Sumatera
Barat (Rina, 2011) terlihat bahwa aktivitas sosial lansia yang didukung oleh
kemampuan untuk memiliki hubungan baik dengan keluarga dan orang lain
serta dukungan dari keluarga dan masyarakat. Pada penelitian tersebut juga
menyatakan bahwa kegiatan agama yang memainkan peran mendukung pada
lansia serta mendorong emosi positif pada lansia dan keimanan terhadap Tuhan
sebagai cara hidup yang baik. Oleh sebab itu, nilai agama juga memiliki
pengaruh positif pada lansia. Lansia juga dapat melakukan berbagai kegiatan
baik yang bersifat individual maupun kelompok. Secara individual, lansia
mampu untuk mengambil keputusan mengenai apa yang benar dan salah serta
apa yang penting dan tidak penting. Kondisi ini membuat para lansia merasa
membuatnya lebih senang hidup secara berkelompok. Sementara itu, dalam
kelompoknya, lansia lebih sering bersama dengan teman seusianya daripada
melakukan aktivitas secara sendiri (Maryam, 2008).
Menurut Sugana (dalam Suwarti, 2010), permasalahan yang banyak
dirasakan lansia adalah munculnya berbagai stigma dalam masyarakat yang
semakin mendorong lansia untuk mengembangkan pola perilaku kurang
mandiri. Stigma pada lansia dapat berupa kesulitan lansia dalam mempelajari
keterampilan yang baru serta sulitnya dalam melaksanakan kegiatan
sehari-hari. Disisi lain lansia masih merasa mampu untuk mandiri dan tidak
menggantungkan hidupnya pada lingkungan (Suwarti, 2010).
Secara fisik, lansia dianggap tidak berdaya, tidak produktif dan menjadi
beban masyarakat. Sementara itu, dalam masyarakat masih banyak dijumpai
lansia yang bekerja karena tidak ingin menjadi beban oleh keluarganya. Dalam
mengambil keputusan lansia dianggap tidak dapat mengambil keputusan untuk
kehidupan dirinya. Hal ini berbeda dengan kehidupan di masyarakat, lansia
dapat mengambil keputusan dengan berbekal pada pengalaman yang
dimilikinya dan juga memberikan referensi dalam memberikan nasehat kepada
keluarga dalam mengambil keputusan (Suwarti, 2010).
Dalam perkembangannya, lansia ingin diakui keberadaan dan
kemandiriannya dalam memutuskan hal-hal yang berhubungan dengan
kehidupannya. Lansia juga memiliki kebutuhan untuk berkomunikasi dan
tempat yang mefasilitasi lansia untuk dapat hidup secara berkelompok adalah
panti sosial. Panti sosial merupakan suatu institusi hunian bersama dari para
lansia yang secara fisik dan kesehatan masih mandiri dimana kebutuhan harian
dari para penghuni biasanya disediakan oleh pengurus panti (Darmodjo &
Martono, 1999). Tempat ini dikelola oleh pemerintah dan ada yang dikelola
oleh swasta. Di panti sosial para lansia akan menemukan banyak teman
sehingga mereka dapat saling berinteraksi untuk memberikan bantuan,
dukungan dan perhatian. Selain itu, dalam melakukan aktivitas di panti sosial
lansia dibantu oleh orang lain yang lebih muda untuk dapat menjalankan
kegiatan sehari-harinya (Soni, 2007).
Lansia yang sebaiknya tinggal di panti sosial adalah lansia yang
mengalami masalah kesehatan, status ekonomi atau kondisi lain yang tidak
memungkinkan mereka untuk melanjutkan hidup dirumah masing-masing dan
jika mereka tidak mempunyai keluarga yang dapat atau sanggup merawat
mereka (Hurlock, 1999). Permasalahan yang banyak dirasakan lansia adanya
munculnya pandangan dalam masyarakat yang semakin mendorong lansia
untuk mengembangkan pola perilaku kurang mandiri. Sementara itu, lansia
masih merasa mampu untuk mandiri dan tidak menggantungkan kehidupannya
dengan orang lain dan lingkungan (Suwarti, 2010).
Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat bahwa lansia dihadapkan pada
pandangan bahwa mereka tidak mampu dalam menghadapi perubahan fisik,
mental, psikologis dan sosial sehingga mengembangkan pola perilaku yang
tinggal di panti sosial umumnya dibantu oleh orang lain dalam beraktivitas.
Namun, dalam hal ini lansia masih merasa mampu dengan dirinya dan tidak
ingin menggantungkan dirinya dengan orang lain sehingga mereka tinggal di
panti sosial hanya untuk dapat berbagi cerita dan hidup secara berkelompok
dengan lansia lainnya. Salah satu panti sosial yang terdapat di Sumatera Utara
adalah panti sosial Tresna Werdha Abdi Binjai. Panti sosial ini merupakan
salah satu panti sosial terbesar, memiliki jumlah lansia terbanyak dan dikelola
oleh pemerintah. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melihat kemandirian
pada lansia yang tinggal di panti sosial.
B.TUJUAN PENELITIAN
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat
kemandirian lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Abdi Binjai.
C.PERTANYAAN PENELITIAN
Dari pemaparan diatas peneliti mengajukan pertanyaan penelitian yaitu
bagaimana tingkat kemandirian lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Abdi
Binjai?
D.MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan
sumbangan ilmu pengetahuan khususnya dibidang Psikologi
Perkembangan mengenai kemandirian lansia di Panti Sosial Tresna
2. Manfaat praktis
Sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya dalam melakukan
penelitian yang sama di masa mendatang.
E.SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari latar belakang masalah penelitian, tujuan
penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
Disini digambarkan tentang berbagai tinjauan literatur dan
fenomena mengenai kemandirian dalam menjalankan
aktivitasnya.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari
masalah yang menjadi objek penelitian. Memuat landasan
teori tentang kemandirian dan faktor-faktor yang
mempengaruhi lansia dalam menjalankan aktivitasnya
sehari-hari.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menguraikan identifikasi variabel penelitian,
definisi operasional variabel penelitian, populasi dan
metode pengambilan sampel, metode pengambilan data, uji
metode analisa data yang digunakan untuk mengolah data
hasil penelitian.
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang hasil penelitian yang disertai
interpretasi dan hasil penelitian tambahan yang didapat serta
pembahasan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini menguraikan kesimpulan sebagai jawaban hasil
penelitian berdasarkan tingkat kemandirian. Diskusi
membahas mengenai kesesuaian maupun ketidaksesuaian
antara data penelitian yang diperoleh dengan teori yang ada
dan saran penelitian yang meliputi saran metodologis dan
BAB II
LANDASAN TEORI
A.KEMANDIRIAN 1. Defenisi Kemandirian
Menurut Steinberg (2002) kemandirian adalah kemampuan individu untuk
bertingkah laku secara seorang diri. Steinberg (2006) juga menjelaskan bahwa
kemandirian adalah kemampuan untuk mengatur perilaku sendiri untuk
memilih dan memutuskan sendiri serta mampu melakukannya tanpa tergantung
pada orang lain.
Pendapat lain dikemukakan oleh Lerner (2001) yang menyatakan bahwa
kemandirian merupakan kemampuan seseorang untuk tidak tergantung pada
orang lain serta bertanggung jawab atas apa yang dilakukan. Menurut Bhatia
(1999) yang mengatakan kemandirian sebagai perilaku yang aktivitasnya
diarahkan pada diri sendiri, tidak mengharapkan pengarahan dari orang lain
dan mencoba menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa meminta bantuan dari
orang lain.
Zulfajri (2009) mengatakan kemandirian adalah kemampuan atau keadaan
dimana individu mampu mengurus atau mengatasi kepentingannya sendiri
tanpa bergantung dengan orang lain. Sedangkan Maslow (1997)
orang-orang yang mampu mengaktualisasikan diri dan didorong oleh motivasi
untuk berkembang sebagai kepuasan utama.
Menurut Ryan dan Lynch (2005) kemandirian diartikan sebagai
kemampuan untuk mengatur tingkah laku, menyeleksi, dan membimbing
keputusan atau tindakan seseorang tanpa pengawasan. Maryam (2008)
mengatakan kemandirian berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan
pribadi yang masih aktif.
Mu’tadin (2002) kemandirian mengandung pengertiannya itu suatu
keadaan dimana seseorang yang memiliki keputusan dan inisiatif untuk
mengatasi masalah yang dihadapi, memiliki kepercayaan diri dalam
mengerjakan tugas-tugasnya, bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukan.
Mu’tadin (2002) juga menambahkan bahwa kemandirian merupakan suatu
sikap dimana individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam
menghadapi berbagai situasi dilingkungan sehingga individu pada akhirnya
akan mampu berpikir dan bertindak sendiri.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kemandirian menurut
Steinberg adalah kemampuan individu untuk bersikap dan berperilaku sendiri
untuk memilih dan memutuskan sendiri serta mampu melakukannya tanpa
2. Dimensi Kemandirian
Steinberg (2002) membagi kemandirian dalam tiga dimensi, yaitu
a. Kemandirian Perilaku (Behavioral Autonomy)
Kemandirian perilaku mencakup kemampuan untuk meminta
pendapat orang lain jika diperlukan, menimbang berbagai pilihan yang ada
dan pada akhirnya mampu membuat keputusan dengan mandiri dan dapat
mempertanggungjawabkannya. Dalam dimensi ini terdapat beberapa
indikator. Pertama, changes in decision-making, perubahan dalam
kemampuan mengambil keputusan yang meliputi dalam menyadari
konsekuensi yang muncul pada pengambilan keputusan, dan menghargai
serta berhati-hati terhadap saran yang diterima. Kedua, changes in
susceptibility, perubahan dalam penyesuaian terhadap kerentanan
pengaruh-pengaruh dari luar yang berupa menghabiskan waktu di luar
keluarga dan mampu mempertimbangkan berbagai alternatif dari tindakan.
Ketiga, changes in feelings of self reliance, perubahan dalam rasa percaya
diri serta mampu mengekspresikan tindakannya.
b. Kemandirian Emosi (Emotional Autonomy)
Kemandirian emosi didefinisikan sebagai sebuah aspek dari
kemandirian yang menyatakan perubahan hubungan individual dengan
orang terdekat.Seperti hubungan emosional dengan keluarganya. Dalam
memandang orang terdekat sebagaimana adanya, maksudnya tidak
memandang sebagai orang yang sempurna dalam melakukan kesalahan.
Kedua, seeing parent as people, mampu memandang orang terdekat
seperti orang lainnya yang dapat menempatkan posisi sesuai dengan
situasi dan kondisi. Ketiga, non dependency, mampu lebih bersandar pada
kemampuan dirinya sendiri, daripada membutuhkan bantuan orang
terdekatnya, tetapi tidak sepenuhnya lepas dari pengaruh orang
terdekatnya. Keeempat, individuated, mampu dan memiliki kelebihan
secara pribadi untuk mengatasi masalah dalam hubungannya dengan orang
terdekat ataupun keluarganya. Lansia percaya bahwa ada sesuatu tentang
lansia yang tidak diketahui oleh keluarganya.
c. Kemandirian Nilai (Value Autonomy)
Kemandirian nilai merupakan kemampuan seseorang untuk
mengambil keputusan sendiri dan lebih berpegang pada prinsip yang
dimiliki. Dengan kata lain, menggambarkan kemampuan untuk bertahan
pada tekanan apakah akan mengikuti permintaan orang lain yang dalam
arti memiliki prinsip tentang benar atau salah, tentang apa yang penting
dan tidak penting. Kemandirian memiliki beberapa indikator.Pertama,
moral development, bagaimana bertindak dalam suatu situasi, bila
dikaitkan dengan perilaku menolong, individu bersedia menolong sesama.
Kedua, political thinking, mampu berpikir lebih abstrak, misalnya bila
kenyamanan, menuntun orang sehingga tidak sebatas untuk membuat
orang tidak mencuri. Ketiga, religious belief, seperti moral dan
kepercayaan prinsip menjadi lebih abstrak, lebih prinsip dan lebih bebas.
Kepercayaan lebih berorientasi pada spiritual dan bukan hanya mengamati
pada kebiasaan agama.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dimensi
kemandirian adalah kemandirian perilaku (behavioral autonomy),
kemandirian emosi (emotional autonomy) dan kemandirian nilai (value
autonomy).
3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian
Menurut Allen dkk (dalam Kulbok, 2004) terdapat beberapa hal yang
mempengaruhi kemandirian, yaitu;
a. Jenis kelamin
Perbedaan kemandirian dipengaruhi oleh jenis kelamin. Dalam hal ini,
laki-laki memiliki kemandirian yang lebih tinggi dibandingkan
perempuan.
b. Usia
Semenjak usia muda berusaha mandiri manakala mulai mengeksplorasi
lingkungan atas kemauan sendiri, sehingga semakin bertambahnya usia
c. Struktur keluarga
Keluarga sekarang sangat bervariasi, karena tidak hanya keluarga
tradisional yang seperti dulu lagi. Banyaknya perubahan memberikan
dampak pada kemandirian.
d. Budaya
Setiap daerah mempunyai adat istiadat yang berbeda. Pada budaya barat,
lansia lebih mandiri.
e. Lingkungan
Manusia sebagai makhluk sosial memang tidak dapat dipisahkan dengan
manusia lain dan juga lingkungan tempat tinggalnya. Lingkungan yang
baik dapat mendukung lansia untuk mandiri,
f. Keinginan individu untuk bebas
Setiap individu berbeda, ada yang ingin melakukan sesuatu dengan bebas
tanpa harus dikekang oleh orang lain. Perbedaan setiap individu ini juga
mempengaruhi keinginan setiap orang untuk mandiri.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor - faktor
yang mempengaruhi kemandirian adalah jenis kelamin, usia, struktur
keluarga, budaya, lingkungan dan keinginan individu untuk bebas.
4. Proses Pembentukan Kemandirian
Kemandirian merupakan kemampuan individu untuk bersikap dan
bertingkah laku tanpa ketergantungan dengan orang lain. Proses
sosial yang diantaranya pada nilai dukungan mana dianggap baik dan
salah, memiliki pengertian tentang berbagai masalah sosial, serta memiliki
kemampuan untuk memilih mana yang dianggap penting dan tidak
penting. Selain itu, pada saat remaja juga memiliki pandangan terhadap
agama dan menganggap agama berperan penting dalam kehidupan antara
lain tampak dengan membahas agama di sekolah dan perguruan tinggi, dan
menghadiri atau mengikuti upacara agama (Hurlock, 1999).
Pada masa dewasa kemampuan dalam kemandirian sudah semakin
stabil seperti pada kemandirian emosi. Kemandirian emosi pada masa
dewasa sudah lebih mampu dalam memecahkan masalah-masalah dengan
cukup baik dan tenang serta. Begitu juga dalam kemandirian nilai, menurut
Hurlock (1999) pada masa dewasa mereka sudah dapat memutuskan apa
yang dianggap penting dan tidak penting untuk dirinya sendiri seperti
keyakinan dalam berperilaku berpenampilan yang baik dan benar.
Dalam proses menjadi tua seseorang dipandang dalam hubungannya
dengan dirinya sendiri dan lingkungannya dalam kemandirian. Lansia
dipandang sebagai seseorang yang utuh. Berhubungan dengan lansia
semakin bertambahnya usia akan merubah kemampuan kemandirian dari
lansia antara lainnya seperti pada ingatan, melakukan aktivitas sehari hari
dan juga dalam berbagai proses pengambilan keputusan. Walaupun
kemampuan lansia semakin menurun dalam kegiatan sehari-harinya
dalam memecahkan masalah yang membebaninya secara interpersonal
ataupun emosional (Papalia, 2008).
B.LANSIA 1. Defenisi Lansia
Menurut Hardywinoto dan Setiabudhy (2005) lansia adalah kelompok
penduduk yang berusia 60 tahun keatas. Pendapat lain dikemukakan oleh
Nugroho (2002) lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah
memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya.
Lee dkk (2007) mengatakan lansia sebagai status minoritas, yaitu dimana
suatu pengalaman dimana setiap orang akan mengalaminya. Menurut Hurlock
(1999), tahap terakhir dalam rentang kehidupan sering dibagi menjadi usia
lanjut dini yang berkisar antara usia 60-70 tahun, dan usia lanjut yang mulai
pada usia 70 tahun sampai akhir kehidupan seseorang. Individu dalam usia 60
tahunan biasanya digolongkan sebagai usia tua yang berarti antara sedikit lebih
tua atau setelah usia madya dan usia lanjut setelah mereka mencapai usia 70
tahun, yang menurut standar kamus, semakin lanjut usia seseorang dalam
periode hidupnya dan telah kehilangan kejayaan masa mudanya.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa lansia adalah
2. Tugas Perkembangan Lansia
Tugas perkembangan masa lansia ditemukan oleh Havighurst (dalam
Hurlock, 1999) yang terdiri atas :
a) Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan.
b) Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya penghasilan.
c) Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup.
d) Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes.
e) Membentuk hubungan dengan orang-orang yang seusia.
f) Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan.
3. Perubahan Psikososial Pada Lansia
Banyak lanjut usia yang menilai kembali hidup mereka, meyelesaikan
urusan yang belum terselesaikan, dan memutuskan cara terbaik menyalurkan
energi mereka dan menghabiskan hari-hari, bulan, dan tahun yang tersisa. Pola
kualitas tertentu yang terus ada memberikan kontribusi terhadap lansia dalam
kemampuan beradaptasi dengan penuaan dan dapat memprediksi kesehatan dan
usia. Lansia yang hidup seorang diri umumnya berada pada kondisi kesehatan
yang kurang baik dan terutama pada yang oldest old akan menjadi kesepian
dan kurang mandiri (Papalia, 2008).
Kurangnya kemampuan pada lansia dapat mempengaruhi dalam
melaksanakan aktivitas sehari-hari.Lansia juga masih mampu mempelajari
hal-hal yang baru tetapi memerlukan waktu yang lebih banyak sehingga
menyulitkan dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Hal ini akan berdampak
(dalam Papalia, 2008) mengatakan ketika orang menua, mereka cenderung
menghabiskan sisa waktunya dengan orang lain. Dalam aktivitas lansia yang
secara berkelompok seperti pergi ke pengajian dapat membantu lansia untuk
tetap terhubung dengan teman seusianya. Hal ini merupakan nilai penting
dalam diri mereka sendiri.
Kemampuan lansia juga dipengaruhi oleh berat ringannya perubahan pada
lansia. Fungsi dan aktivitas individu yang normalnya dilakukan tanpa bantuan
orang lain (Wallace, 1998). Menurut Stanhope dan Knolmuller (1997)
menjelaskan bahwa kegiatan sehari-hari adalah hal yang dilakukan seseorang
dengan dirinya sendiri dalam mempertahankan hidup, kesehatan, dan
kesejahteraan. Katz, dkk (2005) juga menambahkan bahwa kegiatan sehari-hari
dalam fungsi yang biasanya dilakukan tanpa bantuan, meliputi kegiatan mandi,
berpakaian, dan makan.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan
sehari-hari adalah kegiatan rutin yang secara normal dapat dilakukan tanpa bantuan
orang lain meliputi; mandi, berpakaian, makan yang dilakukan agar kesehatan
dan kesejahteraan seseorang individu tetap terjaga (Nugroho, 2000).
C.PANTI SOSIAL
Hurlock (1999) panti sosial adalah tempat tinggal yang dirancang khusus
untuk orang lansia, yang didalamnya disediakan semua fasilitas-fasilitas
Menurut Depsos RI (2003) menyatakan bahwa panti sosial merupakan unit
pelaksana teknis yang memberikan pelayanan sosial bagi lansia yang berupa
pemberian penampungan, jaminan hidup seperti makanan dan pakaian,
pemeliharaan kesehatan, pengisian waktu luang seperti rekreasi, bimbingan
sosial, mental agama, sehingga para lanjut usia dapat menikmati hari tuanya
dengan diliputi ketentraman lahir dan bathin.
Santrock (2002) mengatakan panti sosial merupakan lembaga perawatan
ataupun rumah perawatan yang dikhususkan untuk orang-orang lansia yang
menyediakan fasilitas kesehatan serta berbagai macam kebutuhan yang
dibutuhkan oleh lansia.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa panti sosial adalah
tempat tinggal yang dirancang khusus untuk orang lansia yang menyediakan
berbagai fasilitas yang dibutuhkan oleh para lansia.
D.GAMBARAN KEMANDIRIAN LANSIA
Lansia merupakan individu yang memiliki usia 60 tahun ke atas (Hurlock,
1999). Dalam usia ini, lansia memiliki tugas perkembangan untuk dapat
menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi, seperti
perubahan psikososial. Hal ini membuat lansia untuk dapat mengembangkan
kemandiriannya dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Menurut Steinberg
(2002) kemandirian adalah kemampuan untuk mengatur perilaku sendiri dalam
memilih dan memutuskan sendiri serta mampu melakukannya tanpa tergantung
Kemandirian individu memiliki hubungan dengan usianya. Hal ini
didukung oleh penelitian Rina (2011) yang melaporkan bahwa adanya
hubungan positif antara usia dengan kemandirian pada lansia, yang mana
semakin meningkatnya usia maka akan semakin berkurangnya kemampuan
dalam beraktivitas. Hal ini sesuai dengan pendapat Papalia (2008) yaitu dengan
meningkatnya usia maka secara alamiah akan terjadi penurunan kemampuan
fungsi untuk merawat diri sendiri maupun berinteraksi dengan masyarakat
sekitarnya dan akan semakin bergantung pada orang lain.
Salah satu hasil penelitian dari Perig-Chiello, dkk (2006) melaporkan
bahwa kemandirian dalam kegiatan sehari - hari memiliki hubungan yang
positif dengan usia. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi usia maka
tingkat kemandirian semakin melemah.
Penelitian lain juga dilakukan oleh Haak, dkk (2007) yang menunjukkan
bahwa lingkungan tempat tinggal lansia serta keinginan hidup untuk bebas
memiliki hubungan positif dengan kemandirian, dimana lansia akan
terus-menerus berjuang untuk hidup menjadi lebih mandiri ditempat tinggalnya
dalam menjalani kehidupan sehari–hari dan mampu memberi kebebasan dalam
melakukan hal-hal yang diinginkan. Hal ini juga dapat dilihat dalam penelitian
Oswald (2007) yang mengatakan bahwa adanya hubungan antara kemandirian
dengan jangkauan tempat tinggal dan kontrol hidup dalam kegiatan sehari-hari.
Salah satu lingkungan lansia yang mempengaruhi tingkat kemandirian
bersama keluarga atau lansia yang tinggal di institusi tertentu seperti panti
jompo. Menurut Noro & Aro (1997) yang melakukan penelitian mengenai
kemandirian pada lansia yang tinggal di rumah bersama keluarga dan lansia
yang tinggal di institusi sosial. Hal ini menunjukkan bahwa lansia yang tinggal
di institusi sosial memiliki kemandirian yang rendah dibandingkan lansia yang
tinggal di rumah bersama keluarga. Penelitian lain pada lansia juga dilakukan
oleh Sherlock dan Redondo (2009) yang menunjukkan bahwa lansia yang
tinggal di panti jompo memiliki kemandirian yang rendah dalam melakukan
kegiatan sehari-harinya.
Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat bahwa terdapat hubungan antara
usia dengan kemandirian pada lansia yang menunjukkan bahwa lansia
memiliki kemandirian yang rendah. Lingkungan lansia seperti tempat tinggal
lansia juga mempengaruhi kemandirian lansia, dimana lansia yang tinggal di
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan unsur penting di dalam penelitian ilmiah
karena metode yang digunakan dalam penelitian dapat menentukan apakah
penelitian tersebut dapat dipertanggung jawabkan hasilnya (Hadi, 2000). Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif deskriptif.
Menurut Azwar (2000) metode deskriptif merupakan metode yang
bertujuan untuk menggambarkan secara sistematik dan akurat, fakta dan
karakteristik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu. Dalam penelitian
ini, data yang dikumpulkan bersifat deskriptif, tidak bermaksud mencari
penjelasan, menguji hipotesis, membuat prediksi maupun mempelajari implikasi.
Jenis penelitian ini mempersoalkan antar variabel dan tidak melakukan pengujian
hipotesis. Hasil penelitiannya berupa deskriptif mengenai variabel-variabel
tertentu dengan menyajikan frekuensi, angka rata-rata atau kualifikasi lainnya
untuk setiap kategori di suatu variabel. Dalam pengolahan dan analisa data
menggunakan pengolahan statistik yang bersifat deskriptif (Faisal, 1999).
A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN
Variabel adalah sesuatu yang berbeda atau bervariasi (Brown dalam
B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN
Berdasarkan penelitian defenisi operasional kemandirian merupakan
kemampuan individu untuk mampu bertingkah laku dan menyelesaikan masalah
dengan sendiri dan tidak tergantung pada orang lain yang diukur dari total skor
tiga dimensi kemandirian pada skala kemandirian Steinberg (2002). Tiga dimensi
dari kemandirian Steinberg (2002) yaitu sebagai berikut;
a. Kemandirian Perilaku (Behavioral Autonomy), mencakup kemampuan
untuk meminta pendapat orang lain jika diperlukan, menimbang berbagai
pilihan yang ada dan pada akhirnya mampu mengambil kesimpulan untuk
suatu keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan, tetapi bukan berarti
lepas dari pengaruh orang lain.
b. Kemandirian Emosi (Emotional Autonomy), mencakup perubahan
kedekatan hubungan emosional antar individu, seperti hubungan
emosional antara lansia dengan keluarganya.
c. Kemandirian Nilai (Value Autonomy), mencakup pada kemampuan lansia
untuk bertahan serta memiliki prinsip tentang benar dan salah.
Skor skala dalam penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi skor
jawaban maka semakin tinggi tingkat kemandirian pada lansia dan apabila
semakin rendah skor jawaban berarti semakin rendah tingkat kemandirian pada
C.POPULASI PADA PENELITIAN
Masalah populasi dan sampel yang dipakai dalam penelitian merupakan
salah satu faktor penting yang harus diperhatikan. Populasi adalah kelompok
objek dengan ukurannya tidak terhingga, yang karakteristiknya dikaji atau diuji
melalui sampling (Tedjo, 2007).
Populasi pada penelitian adalah Panti sosial yang terdapat di Sumatera
Utara yaitu Panti Sosial Tresna Werdha Abdi Binjai yang merupakan salah satu
panti sosial terbesar di Sumatera Utara yang dikelola oleh pemerintah dan
memiliki lansia berjumlah 160 lansia. Karakteristik populasi dalam penelitian ini
adalah lanjut usia yang tinggal di panti sosial.
D.METODE PENGAMBILAN DATA
Metode pengumpulan data dalam kegiatan penelitian memiliki tujuan
untuk mengungkap fakta mengenai variabel yang diteliti (Azwar, 2009). Dalam
suatu penelitian, metode pengumpulan data adalah cara untuk memperoleh data.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode skala.Skala adalah
suatu prosedur pengambilan data dan merupakan suatu alat ukur aspek efektif
yang merupakan konstruk atau konsep psikologis serta menggambarkan aspek
kepribadian individu (Azwar, 2009).
1. Stimulusnya berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung
mengungkap atribut yang hendak diukur melainkan mengungkap indikator
perilaku dari atribut yang bersangkutan.
2. Dikarenakan atribut psikologis diungkap secara tidak langsung lewat
indikator-indikator perilaku sedangkan indikator perilaku diterjemahkan
dalam bentuk aitem-aitem, maka skala psikologi selalu banyak berisi
aitem-aitem.
3. Respons subjek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban benar atau salah.
Semua jawaban dapat diterima sepanjang diberikan secara jujur dan
sungguh-sungguh. Hanya saja jawaban yang berbeda diinterpretasikan
secara berbeda pula.
Skala memiliki ciri pengukuran terhadap performansi tipikal yaitu
performansi yang menjadi karakter tipikal seseorang dan cenderung dimunculkan
secara sadar dan tidak sadar dalam bentuk respons terhadap situasi tertentu yang
sedang dihadapi (Cronbach dalam Azwar, 2009).
Menurut Hadi (2000), skala psikologis mendasarkan diri pada
laporan-laporan pribadi (self report). Selain itu skala psikologis memiliki kelebihan
dengan asumsi bahwa subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya,
apayang dikatakan oleh subjek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya
serta interpretasi subjek tentang pernyataan-pernyataan yang diajukan sama
dengan apa yang dimaksud oleh peneliti.
Bentuk skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan
skala ini diekspresikan dalam nilai berupa sangat tidak sesuai, tidak sesuai, netral,
sesuai dan sangat sesuai (Azwar, 2009). Hal ini untuk memudahkan subjek dalam
memberikan jawaban. Penelitian ini menggunakan satu skala yaitu skala
kemandirian.
Skala kemandirian disusun berdasarkan dimensi yang ditemukan oleh
Steinberg (2002) yaitu kemandirian perilaku (behavioral autonomy), kemandirian
emosi (emotional autonomy) dan kemandirian nilai (value autonomy). Setiap
dimensi akan diuraikan ke dalam sejumlah pernyataan favorable dan unfavorable,
dimana subjek diberikan lima alternatif pilihan yaitu sangat tidak sesuai, tidak
sesuai, netral, sesuai dan sangat sesuai. Penilaian untuk aitem favorable adalah
skor 1 untukpilihan sangat tidak sesuai, skor 2 untuk tidak sesuai, skor 3 untuk
netral, skor 4 untuk sesuai, dan skor 5 untuk sangat sesuai. Sedangkan untuk aitem
unfavorable skor 5 untuk pilihan sangat tidak sesuai, skor 4 untuk tidak sesuai,
skor 3 untuk netral, skor 2 untuk sesuai dan skor 1 untuk sangat sesuai. Skor skala
ini menunjukkan bahwa semakin tinggi skor jawaban maka semakin tinggi tingkat
kemandirian pada lansia dan apabila semakin rendah skor jawaban berarti
Tabel 1.
Distribusi Aitem-Aitem Sebelum Uji Coba Skala Kemandirian
E.UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR
Tujuan dilakukan uji coba alat ukur adalah untuk melihat seberapa jauh
alat ukur dapat mengukur dengan tepat apa yang hendak diukur dan seberapa jauh
alat ukur menunjukkan kecermatan pengukuran (Azwar, 2009).
a. Uji Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana
ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya
(Azwar, 2009). Suatu tes atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai
validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau
tersebut. Valid atau tidaknya suatu alat ukur tergantung pada mampu tidaknya
alat ukur tersebut mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat.
Sisi lain dari pengertian validitas adalah aspek kecermatan pengukuran. Suatu
alat ukur yang valid, tidak sekedar mampu mengungkapkan data dengan tepat
akan tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data
tersebut (Azwar, 2009 ).
Untuk mengkaji validitas alat ukur dalam penelitian ini, peneliti melihat
alat ukur berdasarkan arah isi yang diukur yang disebut dengan validitas isi
(content validity). Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat
pengujian terhadap isi tes dengan analisa rasional atau lewat professional
judgment. Dalam penyusunan tes memanfaatkan blue print, yang mana memuat
cakupan isi tentang apa yang hendak diukur. Oleh karena itu, penggunaan blue
print sangat membantu untuk tercapainya validitas suatu alat ukur.
Dalam seleksi aitem skala psikologi yang mengukur atribut afektif,
parameter yang paling penting adalah daya beda atau daya diskriminasi aitem.
Daya diskriminasi aitem adalah sejauhmana aitem mampu membedakan antara
individu atau kelompok individu yang memiliki dan yang tidak memiliki
atribut yang diukur (Azwar, 2009). Menurut Ebel (dalam Azwar, 2009) kriteria
evaluasi indeks diskriminasi aitem yaitu nilai 0,3 sudah dianggap bagus
walaupun masih mungkin untuk ditingkatkan. Penghitungan daya diskriminasi
aitem dalam uji coba ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya.
Reliabilitas sebenarnya mengacu pada konsistensi atau keterpercayaan hasil
ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar,2009). Uji
reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi internal
(Cronbach’s alpha coeffecient), yaitu suatu bentuk tes yang hanya memerlukan
satu kali pengenaan tes tunggal pada sekelompok individu sebagai subjek
dengan tujuan untuk melihat konsistensi antar item atau antar bagian dalam
skala. Teknik ini dipandang ekonomis dan praktis (Azwar, 2009).
Penghitungan koefisien reliabilitas dalam uji coba dilakukan dengan
menggunakan program SPSS version 20.0 For Windows.
c. Uji Coba Alat Ukur
Sebelum menjadi alat ukur yang sebenarnya, skala diujicobakan terlebih
dahulu kepada sejumlah responden yang sesuai dengan karakteristik sampel
yang digunakan dalam penelitian. Tujuan dilakukan ujicoba alat ukur adalah
untuk mengetahui kalimat dalam aitem mudah dan dapat dipahami oleh
responden sebagaimana diinginkan peneliti (Azwar, 2009).
Pelaksanaan ujicoba berlangsung pada lansia yang tinggal di panti jompo
Tresna Werdha Abdi Binjai.Skala sebelum ujicoba terdiri dari 50 aitem yang
disebarkan pada 80 orang lansia. Tabel 2 menunjukkan distribusi aitem skala
Tabel 2.
Distribusi Aitem Skala Kemandirian Sebelum Uji Coba
Komponen Objek Sikap
Indikator
Perilaku No. Aitem Jumlah
Kemandirian Perilaku (Behavioral Autonomy)
Changes in (Emotional Autonomy)
De-idealized 4, 14, 24, 34, 44 5
Hasil ujicoba alat ukur penelitian diolah melalui dua kali perhitungan agar
memperoleh reliabilitas yang memenuhi standar ukur dan indeks daya beda aitem
diatas 0,25. Pada perhitungan pertama reliabilitas alat ukur yang diujicobakan
adalah sebesar 0,693 dengan rxx’ yang bergerak dari -0,329 sampai 0,551 dan
terdapat 22 aitem yang memiliki indeks daya beda aitem dibawah 0,25. Pada
perhitungan kedua reliabilitas alat ukur yang diujicobakan sebesar 0,862 dengan
rxx’ yang bergerak dari 0,291 hingga 0,547 untuk 28 aitem yang diujicobakan.
Terdapat 28 aitem yang dapat digunakan dalam penelitian dengan reliabilitas alat
Tabel 3.
Distribusi Aitem Skala Kemandirian Setelah Uji Coba (Behavioral Autonomy)
Changes in
decision making 11, 31 2
Changes in
susceptibility 12, 22, 32 3
Changes in feelings of self
reliance
3, 13, 23, 33 4
Kemandirian Emosi (Emotional Autonomy)
De-idealized 14, 34 2
Selanjutnya 28 aitem yang lolos seleksi dikompilasi menjadi alat ukur
penelitian yang sesungguhnya dan akan disusun kembali distribusi aitem pada
Tabel 4.
Distribusi Aitem Skala Kemandirian Untuk Penelitian (Behavioral Autonomy)
Changes in (Emotional Autonomy)
De-idealized 10, 20 2
Dalam rangka pelaksanaan penelitian ini ada beberapa hal yang perlu
dipersiapkan oleh peneliti antara lain :
a. Pembuatan alat ukur
Pada tahap ini, alat ukur yang terdiri dari skala kemandirian dibuat sendiri
oleh peneliti berdasarkan teori yang diuraikan sebelumnya. Dalam
melakukan penyusunan aitem peneliti dibantu oleh profesional judgment.
memiliki lima alternatif jawaban berupa sangat tidak sesuai (1), tidak sesuai
(2), netral (3), sesuai (4) dan sangat sesuai (5) sehingga memudahkan subjek
dalam memberikan jawaban.
b. Permohonan izin
Sebelum peneliti melakukan pengambilan data, terlebih dahulu diawali
dengan pengurusan surat izin untuk pengambilan data.
d. Uji coba alat ukur
Uji coba dilaksanakan pada tanggal 13-22 Maret 2013. Total skala yang
disebar berjumlah 80 eksemplar.
e. Revisi alat ukur
Setelah peneliti melakukan uji coba alat ukur yang dilakukan pada 80 orang
subjek, peneliti menguji reliabilitas skala kemandirian menggunakan
koefisien reliabilitas Alpha dari Cronbach dengan bantuan aplikasi program
SPSS 20.0 For Windows. Setelah diketahui aitem-aitem yang reliabel,
peneliti memperoleh 28 aitem yang digunakan dalam skala untuk
pengambilan data penelitian.
2. Pelaksanaan Penelitian
Setelah skala penelitian lulus dalam uji validitas dan reliabilitas maka
aitem-aitem dalam skala tersebut disusun kembali. Selanjutnya, aitem-aitem-aitem-aitem yang
sudah lulus seleksi aitem dijadikan alat pengambilan data pada sampel
penelitian yang sesungguhnya. Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada
tanggal 30 Maret - 3 April 2013 di Panti Sosial Tresna Werdha Abdi. Skala
ini, skala yang dijadikan untuk data penelitian adalah 66 eksemplar dan untuk 4
eksemplar telah gugur karena pada saat dipertengahan pertanyaan lansia
memiliki kesibukan dan menolak untuk melanjutkannya.
3. Tahap Pengolahan Data
Setelah data diambil dan dikumpulkan, maka data hasil penelitian dari skor
skala kemandirian diolah dan dianalisis dengan bantuan program SPSS 20.0
For Windows. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis
statistik.Analisis statistik digunakan karena dapat menunjukkan kesimpulan
atau generalisasi dari penelitian.Statistik sendiri mempunyai ciri-ciri yang
bekerja dengan angka, bekerja objektif dan bersifat universal dan bisa
digunakan hampir dalam semua bidang pendidikan (Hadi, 2000).
G.METODE ANALISA DATA
Metode analisa data yangdigunakan dalam penelitian ini adalah statisik
deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang hanya melibatkan satu
variable pada satu kelompok tanpa menghubungkan dengan variable lain atau
membandingkan dengan kelompok lain. Penelitian dilakukan atas satu kelompok
dalam satu hal variable (Purwanto, 2008). Hadi (2000) menyatakan bahwa penelitian
deskriptif akan menganalisa dan menyajikan fakta secara sistematis sehingga dapat
lebih mudah dipahami dan disimpulkan. Kesimpulan yang diberikan selalu jelas
dasar faktualnya sehingga semuanya selalu dapat dikembalikan langsung pada data
Data yang akan diolah yaitu skor minimum, skor maksimum, mean, dan
standart deviasi. Azwar (2001) menyatakan bahwa uraian kesimpulan dalam
penelitian deskriptif didasari oleh angka yang diolah secara tidak terlalu mendalam.
Data yang diperoleh dengan menggunakan bantuan program SPSS 20.0 for Windows
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan keseluruhan hasil penelitian. Penjelasan dalam bab
ini diawali dengan gambaran umum subjek penelitian yang dilanjutkan dengan
analisa data penelitian sesuai dengan masalah yang akan dijawab dan analisa
tambahan dari data yang ada.
A.ANALISA DATA
1. Gambaran Umum Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah lanjut usia yang tinggal di Panti Sosial Tresna
Werdha Abdi. Jumlah keseluruhan sampel yang diperoleh adalah 66 orang.
Seluruh subjek penelitian dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin dan
usianya.
a. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin
Subjek dalam penelitian ini berjumlah 66 orang. Subjek dikelompokkan
berdasarkan jenis kelamin yang dikelompokkan seperti tabel 5 berikut :
Tabel 5.
Pengelompokan Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin
JENIS KELAMIN JUMLAH ( ORANG )
PRESENTASI (%)
Laki - Laki 25 37.88
Perempuan 41 62.12
Berdasarkan tabel 5 ditunjukkan bahwa jumlah subjek laki-laki
lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah subjek perempuan. Subjek
laki-laki berjumlah 25 orang atau 37.88 % dan subjek perempuan berjumlah 41
orang atau 62.12 % dengan penyebarannya dapat dilihat pada grafik 1
berikut :
Grafik 1.
Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin
b. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia
Subjek penelitian dapat dikelompokkan berdasarkan usia yang dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 6.
Pengelompokan Subjek Berdasarkan Usia
Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat bahwa dari 66 orang, jumlah
responden terbanyak berusia diatas 70 tahun yaitu 36 orang atau 54.55 %
dari jumlah responden. Sementara, 30 orang responden berusia 60 – 70
tahun atau 45.45 % responden. Penyebaran subjek penelitian berdasarkan
usia ini dapat dilihat pada grafik 2 berikut :
Grafik 2.
Penyebaran Subjek Berdasarkan Usia
2. Hasil Penelitian
Dalam penelitian ini akan dianalisis secara deskriptif. Tujuan dari analisis
adalah menjelaskan dan mendeskripsikan karakteristik variabel yang diteliti
yaitu gambaran kemandirian lanjut usia di panti sosial. Fungsi analisis
deskriptif adalah menyederhanakan kumpulan data dari hasil pengukuran
sedemikian rupa sehingga kumpulan data tersebut berubah menjadi informasi
yang berguna. Secara teknis, analisis deskriptif merupakan kegiatan meringkas
kumpulan data menjadi ukuran tengah dan ukuran variasi. Selanjutnya,
membandingkan data kelompok subjek satu dan yang lainnya (Hastono, 2001).
a. Hasil Utama Penelitian
Hasil utama penelitian ini berupa gambaran kemandirian lanjut usia yang
akan dikategorikan kedalam tiga kategori berdasarkan model distribusi normal,
yaitu kemandirian tinggi, sedang dan rendah. Berikut akan diuraikan deskripsi
umum skor kemandirian pada subjek penelitian yaitu :
Tabel 7.
Deskripsi Umum Skor Kemandirian
DATA N MIN MAX MEAN STANDAR
DEVIASI
Hipotetik 66 28 140 84 18.66
Empirik 66 92 124 104.76 7.190
Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui bahwa nilai mean yang diperoleh dari
data hipotetik lebih rendah dibandingkan dengan mean yang diperoleh dari data
empirik. Nilai minimum data hipotetik lebih rendah daripada data empirik,
namun nilai maksimum dan standar deviasi data hipotetik lebih tinggi
dibandingkan data empirik.
Subjek penelitian dapat dikategorisasikan berdasarkan skor kemandirian
yang diperoleh dari penelitian. Norma kategorisasi kemandirian yang
digunakan adalah sebagai berikut :
Tabel 8.
Norma Kategorisasi Kemandirian
RENTANG NILAI KATEGORI
X < (μ - 1.0σ) Rendah
(μ - 1.0 σ) ≤ X ≤ (μ + 1.0 σ) Sedang
Keterangan :
X = Skor yang diperoleh subjek
μ = Mean hipotetik skala kemandirian
σ = Standar deviasi
Besar nilai rata-rata empirik kemandirian diri adalah 104.76 dengan
standar deviasi 7.190 sehingga kategorisasi yang diperoleh adalah sebagai
berikut :
Tabel 9.
Kategorisasi Data Kemandirian RENTANG NILAI KATEGORI JUMLAH
(N)
PERSENTASE (%)
X < 65 Rendah 0 0
65 ≤ X < 103 Sedang 28 42.42
X ≥ 103 Tinggi 38 57.58
JUMLAH 66 100
Berdasarkan tabel 9, tidak ada kemandirian yang tergolong rendah.
Sementara itu, kemandirian yang tergolong sedang dengan jumlah subjek 28
orang atau 42.42 % dan kemandirian yang tergolong tinggi dengan jumlah
subjek 38 orang atau 57.58 %. Penyebaran kategorisasi kemandirian pada
Grafik 3.
Penyebaran Kemandirian Berdasarkan Kategorisasi
Data penelitian yang ada juga digunakan untuk melihat gambaran skor
yang diperoleh subjek penelitian berdasarkan dimensi dari kemandirian. Hal ini
dapat dilihat dari tabel berikut :
Tabel 10.
Skor Berdasarkan Dimensi Kemandirian
NO DIMENSI SKOR TOTAL MEAN
1 Kemandirian Perilaku 2253 34.14
2 Kemandirian Emosi 2239 33.92
3 Kemandirian Nilai 2422 36.70
Berdasarkan tabel 10 dapat dilihat bahwa skor tertinggi terdapat pada
dimensi kemandirian nilai dengan skor total 2422 dan mean 36.70. Sementara
itu skor terendah terdapat pada dimensi kemandirian emosi dengan skor total
2100
2239 dan mean 33.92. Penyebaran skor berdasarkan dimensi kemandirian
dapat dilihat pada grafik berikut :
Grafik 4.
Penyebaran Skor Berdasarkan Dimensi Kemandirian
Penyebaran nilai mean dari skor berdasarkan dimensi kemandirian
juga dapat dilihat pada grafik berikut :
Grafik 5.
B.PEMBAHASAN
Setiap individu menjalani periode perkembangan dengan tugas
perkembangan pada masing-masingnya. Salah satunya adalah masa lanjut usia
yang berada pada rentang usia diatas 60 tahun. Pada periode ini, lansia
mengalami proses penuaan yang terkait dengan masa yang tidak produktif lagi.
Hal ini ditandai dengan perubahan fisik, mental, psikologis dan sosial yang
terjadi secara perlahan. Perubahan tersebut mempengaruhi kemampuan lansia
dalam mengaktualisasikan diri dan tingkat ketergantungannya dengan orang
lain yang dikenal dengan istilah kemandirian.
Dalam perkembangannya, lansia ingin diakui keberadaan dan kemandirian
dalam memutuskan hal-hal yang berhubungan dengan kehidupannya. Lansia
juga memiliki kebutuhan untuk berkomunikasi dan bersosialisasi dengan orang
lain, khususnya dengan sesama lansia lain hidup secara berkelompok. Salah
satu tempat yang menfasilitasi lansia untuk dapat hidup secara berkelompok
adalah panti sosial. Salah satunya adalah Panti Sosial Tresna Werdha Abdi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 66 orang subjek lansia yang
tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Abdi diperoleh bahwa gambaran
kemandirian lansia secara umum tergolong tinggi yaitu 38 orang (57.58%). Hal
ini menggambarkan bahwa lansia yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha
Abdi memiliki kemampuan untuk bersikap dan bertingkah laku dengan sendiri
dan tanpa ketergantungan dengan orang lain. Lansia memiliki kemampuan
untuk menimbang berbagai pilihan yang ada dan pada akhirnya mampu