• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "GAMBARAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Oleh:

DWI ROSFAH AINAYYA G1C118014

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI

2023

(2)

ii

GAMBARAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI

Skripsi

Diajukan kepada Jurusan Psikologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi Untuk Memenuhi Sebagian dari Persyaratan Guna Memperoleh

Gelar Sarjana Psikologi

Diajukan Oleh:

DWI ROSFAH AINAYYA G1C118014

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI

2023

(3)

iii

(4)

iv

PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Dwi Rosfah Ainayya NIM : G1C118014

Program Studi : Psikologi

Judul Skripsi : Gambaran Psychological Well-Being Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Kota Jambi

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa tugas akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambilan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila kemudian hari dapat dibuktikan bahwa tugas akhir skripsi ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atau perbuatan tersebut.

Jambi, 20 Desember 2022 Yang membuat pernyataan

Dwi Rosfah Ainayya NIM. G1C118014

(5)

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamiin. Segala puji dan syukur peneliti panjatkan atas kehadirat Allah Ta’ala yang telah melimpahkan Rahmat, Nikmat dan Ridho-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gambaran Psychological Well-Being Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Kota Jambi”.

Dalam pembuatan skripsi ini peneliti mendapatkan bimbingan serta petunjuk dari banyak pihak sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Selanjutnya melalui tulisan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Drs. H. Sutrisno, M.Sc., Ph.D selaku Rektor Universitas Jambi

2. Dr. dr. Humaryanto, Sp.OT., M. Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi

3. Ibu Yun Nina Ekawati, S. Psi., M. Psi., Psikolog selaku Ketua Jurusan Psikologi Universitas Jambi

4. Bapak Agung Iranda, S. Psi., M.A selaku Pembimbing Utama dalam penyusunan proposal hingga hasil akhir skripsi yang telah membimbing dengan sabar dan berkenan meluangkan waktu, memberikan masukan sehingga selesainya penulisan skripsi

5. Bapak Jelpa Periantalo, S. Psi., M. Psi., Psikolog selaku Pembimbing Pendamping dalam penyusunan proposal hingga hasil akhir skripsi yang juga telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan masukan yang sangat membantu dalam menyempurnakan penulisan skripsi

6. Ibu Marlita Andhika Rahman, S. Psi., M. Psi., Psikolog selaku Pembimbing Akademik selama perkuliahan

7. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Psikologi Universitas Jambi yang telah memberikan banyak ilmu selama perkuliahan

8. Pihak Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur yang telah membantu dalam dan memberikan izin untuk melakukan penelitian di panti, serta partisipan yang sudah bersedia meluangkan waktu, membagikan pengalaman dan pembelajaran kepada peneliti

(6)

vi

9. Kedua orang tua tercinta, Papanda Fahruurrazi dan Almarhumah Mamanda Rosnaini yang selalu sabar dan sepenuh hati mencintai dan menyayangi, memberi dukungan, mendampingi serta selalu mendo’akan peneliti

10. Kakandaku, Almarhumah Ridzki Rosfah Puggaan yang dengan penuh menyemangati, memotivasi, menginspirasi, serta melimpahkan cinta dan kasih sayang kepada dinku satu-satunya

11. Abang, Nanda Tri Utama yang selalu sabar menemani dan mendampingi, menjadi tempat berkeluh kesah, senantiasa menyemangati, menjadi teman berdiskusi, dan sangat banyak membantu peneliti dalam penyusunan skripsi 12. Rekan satu bimbingan, Cia, Linda, May, Tedy, Indah, Puja, Fadli yang telah

saling menyemangati, memberi informasi, berdiskusi, dan berproses selama penulisan skripsi

13. Para sahabat, Ulul, Totox, Nunung, Amik, Yiyik, Yeni, Fadia, Feng Feng, Corr, Cecak, dan Cikun yang telah mau menjadi tempat berkeluh kesah dan selalu memberi semangat kepada peneliti

14. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan untuk dikirim ke e-mail (dwirosfahainayya@gmail.com) yang bersifat membangun dari berbagai pihak.

Semoga penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu, khususnya ilmu Psikologi.

Jambi, 20 Desember 2022

Dwi Rosfah Ainayya

(7)

vii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN... iii

PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

RIWAYAT HIDUP PENULIS ... xv

ABSTRACT ... xvi

ABSTRAK ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.3.1 Tujuan Umum ... 9

1.3.2 Tujuan Khusus... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

1.4.1 Manfaat Teoritis ... 9

1.4.2 Manfaat Praktis ... 9

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 10

1.6 Keaslian Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 15

2.1 Psychological Well-Being ... 15

2.1.1 Definisi Psychological Well-Being ... 15

2.1.2 Aspek-aspek Psychological Well-Being ... 16

2.1.3 Faktor-faktor Psychological Well-Being ... 18

2.2 Lansia ... 20

(8)

viii

2.2.1 Definisi Lansia ... 20

2.2.2 Pembagian Usia Lansia ... 20

2.2.3 Tugas Perkembangan Lansia ... 21

2.3 Panti Sosial ... 22

2.3.1 Definisi Panti Sosial Tresna Werdha ... 22

2.3.2 Tujuan dan Fungsi Panti Sosial Tresna Werdha ... 22

2.4 Kerangka Teori... 23

BAB III METODE PENELITIAN ... 24

3.1 Jenis Penelitian ... 24

3.2 Variabel Penelitian ... 24

3.3 Kerangka Konsep ... 26

3.4 Desain Penelitian ... 27

3.5 Tempat dan Waktu Penelitian ... 27

3.5.1 Tempat Penelitian ... 27

3.5.2 Waktu Penelitian ... 27

3.6 Subjek Penelitian ... 28

3.6.1 Populasi Penelitian ... 28

3.6.2 Sampel Penelitian ... 28

3.6.3 Kriteria Sampel Peleitian ... 29

3.7 Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 30

3.8 Instrumen Penelitian... 31

3.8.1 Teknik Penskalaan ... 32

3.8.2 Validitas ... 33

3.8.3 Indeks Diskriminasi Item ... 35

3.8.4 Reliabilitas ... 35

3.8.5 Norma ... 36

3.9 Sumber Data Penelitan ... 37

3.9.1 Data Primer ... 37

3.9.2 Data Sekunder ... 37

3.10 Teknik Analisis Data ... 37

3.11 Prosedur Penelitian ... 40

(9)

ix

3.12 Etika Penelitian ... 41

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 42

4.1 Gambaran Lokasi Penelitian ... 42

4.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 42

4.2.1 Skala Psychological Well-Being ... 42

4.3 Prosedur Penelitian... 47

4.4 Deskripsi Responden Penelitian ... 47

4.4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Data Demografi ... 48

4.5 Hasil Penelitian ... 49

4.5.1 Deskripsi Data Psychological Well-Being pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Kota Jambi berdasarkan Rentang Usia ... 51

4.5.2 Deskripsi Data Psychological Well-Being pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Kota Jambi berdasarkan Jenis Kelamin ... 52

4.5.3 Deskripsi Data Psychological Well-Being lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Kota Jambi berdasarkan Suku ... 53

4.5.4 Deskripsi Data Psychological Well-Being pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Kota Jambi berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 54

4.5.5 Deskripsi Data Psychological Well-Being pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Kota Jambi berdasarkan Status Pernikahan ... 55

4.5.6 Deskripsi Data Psychological Well-Being pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Kota Jambi berdasarkan Lamanya Tinggal... 56

4.5.7 Deskripsi Data Penelitian Psychological Well-Being pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Kota Jambi berdasarkan Komponen Pembentuknya ... 57

4.6 Pembahasan ... 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

(10)

x

5.1 Kesimpulan ... 67

5.2 Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 70

LAMPIRAN ... 73

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Data lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Kota Jambi

tahun 2018 - 2022... 4

Tabel 1.2 Penelitian Psychological Well-Being terdahulu ... 11

Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 25

Tabel 3.2 Alat Ukur Psychological Well-Being terdahulu ... 25

Tabel 3.3 Rencana Penelitian ... 28

Tabel 3.4 Blue Print Skala Psychological Well-Being... 31

Tabel 3.5 Pemberian Skor Skala Likert ... 32

Tabel 3.6 Klasifikasi Skor Validitas ... 34

Tabel 3.7 Klasifikasi Indeks Diskriminasi Item ... 35

Tabel 3.8 Klasifikasi Skor Reliabilitas... 36

Tabel 3.9 Norma Pengkategorian ... 37

Tabel 4.1 Skor Aitem Validitas Logis Aiken’s V ... 43

Tabel 4.2 Hasil Indeks Diskriminasi Item Skala Psychological Well-Being ... 46

Tabel 4.3 Hasil Uji Reliabilitas Skala Psychological Well-Being ... 47

Tabel 4.4 Frekuensi Responden Berdasarkan Data Demografi ... 48

Tabel 4.5 Deskripsi data Psychological Well-Being lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Kota Jambi ... 50

Tabel 4.6 Gambaran tingkat Psychological Well-Being pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Kota Jambi... 50

Tabel 4.7 Deskripsi Data Psychological Well-Being berdasarkan Rentang Usia ... 51

(12)

xii

Tabel 4.8 Deskripsi Data Tingkat Psychological Well-Being berdasarkan Rentang Usia ... 51 Tabel 4.9 Deskripsi Data Psychological Well-Being berdasarkan Jenis Kelamin ... 52 Tabel 4.10 Deskripsi Data Tingkat Psychological Well-Being berdasarkan Jenis Kelamin ... 52 Tabel 4.11 Deskripsi Data Psychological Well-Being berdasarkan Suku... 53 Tabel 4.12 Deskripsi Data Tingkat Psychological Well-Being berdasarkan Suku... 53 Tabel 4.13 Deskripsi Data Psychological Well-Being berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 54 Tabel 4.14 Deskripsi Data Tingkat Psychological Well-Being berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 54 Tabel 4.15 Deskripsi Data Psychological Well-Being berdasarkan Status Pernikahan ... 55 Tabel 4.16 Deskripsi Data Tingkat Psychological Well-Being berdasarkan Status Pernikahan ... 56 Tabel 4.17 Deskripsi Data Psychological Well-Being berdasarkan Lamanya Tinggal ... 56 Tabel 4.18 Deskripsi Data Tingkat Psychological Well-Being berdasarkan Lamanya Tinggal ... 57 Tabel 4.19 Psychological Well-Being Lansia berdasarkan 6 Aspek Teori ... 57 Tabel 4.20 Deskripsi Data Tingkat Psychological Well-Being berdasarkan Aspek Teori ... 58

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Proyeksi Persentase Kelompok Umur Penduduk di Indonesia

dan dunia tahun 2013, 2050, dan 2100 ... 2

Gambar 1.2 Persentase Penduduk Lansia Provinsi Jambi 1980-2020 ... 3

Gambar 2.1 Kerangka Teori ... 23

Gambar 3.1 Kerangka Konsep ... 26

Gambar 3.2 Prosedur Penelitian ... 40

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Surat Izin Pengambilan Data Awal ... 74

Lampiran 2: Formulir Informed Consent ... 75

Lampiran 3: Panduan Pertanyaan Wawancara Awal ... 77

Lampiran 4: Hasil Wawancara Data Awal Subjek ... 81

Lampiran 5: Hasil Wawancara Data Awal (Significant Other) ... 92

Lampiran 6: Surat Izin Validator ... 95

Lampiran 7: Surat Izin Penelitian ... 98

Lampiran 8: Hasil Aiken’s V Instrumen Penelitian ... 99

Lampiran 9: Lembar Skala Psychological Well-Being ... 102

Lampiran 10: Data Lansia Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Kota Jambi Tahun 2022 ... 104

Lampiran 11: Bobot Penilaian Jawaban Responden ... 106

Lampiran 12: Data Responden Penelitian ... 108

Lampiran 13: Hasil Cek Turnitin ... 110

(15)

xv

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Dwi Rosfah Ainayya, lahir di Jambi pada 14 Juni 2000, merupakan putri kedua dari bapak Ir. Fahruurrazi dan Almh. Ibu Ir. Rosnaini. Penulis merupakan lulusan dari SD IT Nurul Ilmi Kota Jambi pada tahun 2006-2012, MTs N Model Kota Jambi pada tahun 2012-2015, MAN 2 Kota Jambi pada tahun 2015-2018, dan resmi menjadi salah satu mahasiswa di Universitas Jambi pada program studi S1 Psikologi melalui tes Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) di tahun 2018.

Selama perkuliahan, penulis sempat aktif dalam organisasi kampus, penulis pernah tergabung sebagai staff media informasi dan komunikasi (medinfokom) pada organisasi Ikatan Mahasiswa Psikologi (IMA). Penulis juga pernah turut andil dalam kepanitiaan kampus, seperti Inaugurasi, Dies Natalis, serta Upgrading.

(16)

xvi

AN OVERVIEW OF ELDERLY’S PSYCHOLOGICAL WELL BEING AT TRESNA WERDHA BUDI LUHUR NURSING HOME JAMBI

1Dwi Rosfah Ainayya, 2Agung Iranda, 3Jelpa Periantalo

1Department of Psychology, Jambi University/dwirosfahainayya@gmail.com

2 Department of Psychology, Jambi University/agungiranda@unja.ac.id

3 Department of Psychology, Jambi University/jelp.8487@unja.ac.id ABSTRACT

Background: Tresna Werdha Budi Luhur Social Care Institution is a residence prepared to take care of the elders. The elders who live there are ought to adapt to the new settings in the institution. It's not uncommon to see the elderly struggle with both internal and external conflicts in the adaptation process that could affect their psychological well-being.

Purpose: This research aimed to describe the elders' psychological well- being in Jambi Tresna Werdha Budi Luhur Social Care Institution.

Methods: This research used quantitative descriptive method. The population involved in this research were the elders who live in Jambi Tresna Werdha Budi Luhur Social Care Institution. Sampling technique used was incidental sampling with total sample of 39 elders. Data were obtained by applying psychological well- being scale. Data analysis used was descriptive analysis.

Results: The description of the psychological well-being of the elderly at Jambi Tresna Werdha Budi Luhur Social Institution, had the highest score of 50, the lowest score of 23, and the mean score of 39.15. 18 people were classified as moderate category (46.15%), 11 people (28.21%) were classified as high category, 5 people (12.82%) were classified as low category , 4 people (10.26%) were classified as very low category, and 1 person (2.56%) was classified as very high category.

Conclusions and Suggestions: The level of psychological well-being of the elderly in Jambi Tresna Werdha Budi Luhur Social Institution is generally in the moderate category. Grounded on the results, the social care institution is expected to help improving the psychological well-being of the elderly who live there.

Keywords: Psychological Well-Being, Elderly, Tresna Werdha Social Institution

(17)

xvii

GAMBARAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI

1Dwi Rosfah Ainayya, 2Agung Iranda, 3Jelpa Periantalo

1Program Studi Psikologi, Universitas Jambi/dwirosfahainayya@gmail.com

2 Program Studi Psikologi, Universitas Jambi/ agungiranda@unja.ac.id

3 Program Studi Psikologi, Universitas Jambi/ jelp.8487@unja.ac.id ABSTRAK

Latar Belakang: Panti Sosial Tresna Werdha merupakan rumah kediaman yang merawat orang lanjut usia. Lansia yang tinggal di panti tentunya harus menyesuaikan diri dengan lingkungan baru di panti. Tak jarang pada proses tersebut mereka mengalami konflik internal maupun eksternal yang memengaruhi kondisi psychological well-being mereka.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran Psychological Well-Being Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Kota Jambi.

Metode: Penelitian kuantitatif dengan pendekatan deskriptif. Populasi penelitian adalah lansia yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Kota Jambi. Pengambilan sampel menggunakan teknik Incidental (kebetulan) dengan total subjek 39 lansia. Pengambilan data menggunakan skala alat ukur.

Teknik analisis data menggunakan teknik analisis deskriptif.

Hasil: Gambaran psychological well-being lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Kota Jambi memiliki skor tertinggi 50, skor terendah 23, skor rata-rata sebesar 39,15 dengan klasifikasi sedang sebanyak 18 orang (46,15%).

Sebanyak 11 orang (28,21%) terklasifikasi tinggi, sebanyak 5 orang (12,82%) terklasifikasi rendah, sebanyak 4 orang (10,26%) terklasifikasi sangat rendah, dan sebanyak 1 orang (2,56%) terklasifikasi sangat tinggi.

Kesimpulan dan Saran: Tingkat psychological well-being lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Kota Jambi umumnya berada pada kategori sedang. Dengan begitu diharapkan panti dapat membantu meningkatkan psychological well-being para lansia yang tinggal disana.

Kata Kunci: Psychological Well-Being, Lansia, Panti Sosial Tresna Werdha

(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Saat ini dunia sedang mengalami fenomena penuaan penduduk (Ageing Population), Penuaan penduduk adalah suatu fenomena yang terjadi akibat dari menurunnya jumlah kelahiran dan meningkatnya harapan hidup (Nation, 2015).

Sejalan dengan definisi ini, Kemenkes RI (2019) menyebutkan bahwa fenomena penuaan penduduk terjadi akibat meningkatnya usia harapan hidup (UHH) yang diikuti dengan meningkatnya jumlah populasi lansia (https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/).

Berdasarkan UU Nomor 4 tahun 1965 yang dimaksud dengan orang jompo atau lansia yaitu setiap individu yang berhubungan dengan lanjutnya usia, individu tersebut tidak berkemampuan dalam mencukupi nafkah untuk kebutuhan pokok sehari-harinya (https://peraturan.bpk.go.id/). Kemudian UU Nomor 13 tahun 1998 mendefinisikan lansia sebagai individu yang sudah memenuhi usia 60 (enam puluh) bahkan lebih (http://www.bphn.go.id/). Rentang usia pada usia lanjut terbagi dua, yakni usia lanjut dini sekitar usia 60 - 70 tahun, dan usia lanjut sekitar usia 70 tahun hingga dengan akhir hayat (Hurlock, 1980). Sedangkan menurut Santrock (2012) rentang usia pada lansia diawali dari usia 60 tahun hingga mencapai kematian.

Badan Pusat Statistik (2021) menyatakan secara global, terdapat 727 juta orang dengan usia 65 tahun atau lebih di tahun 2020. Jumlah tersebut diproyeksikan akan berlipat ganda mencapai angka 1,5 miliar orang di tahun 2050 (www.bps.go.id/). Kemenkes RI (2014) juga mempublikasikan data meningkatnya persentase populasi lansia 60 tahun atau lebih di Indonesia dan di dunia pada tahun 2013, 2050, dan 2100 (http://pusdatin.kemkes.go.id/).

(19)

Gambar 1.1 Proyeksi Persentase Kelompok Umur Penduduk di Indonesia dan dunia tahun 2013, 2050, dan 2100

Sumber: Infodatin Kemenkes RI 2014, Hal. 2 (http://pusdatin.kemkes.go.id/)

Berdasarkan gambar 1.1 diatas terlihat adanya peningkatan persentase kelompok lanjut usia dibanding dengan kelompok usia lain. Di Indonesia, peningkatan persentase tersebut terlihat pada tahun 2013 sebanyak 8,9 persen, kemudian akan meningkat pada 2050 sebanyak 21,4 persen, dan pada 2100 diperkirakan akan mencapai angka 41 persen. Hal ini juga terjadi pada populasi lansia di dunia, terlihat adanya peningkatan yang terjadi pada tahun 2013 sebanyak 13,4 persen, kemudian meningkat lagi pada tahun 2050 sebanyak 25,3 persen, dan pada 2100 diduga dapat mencapai 35,1 persen.

Menurut Badan Pusat Statistik (2021) dalam waktu lima puluh tahun terakhir, persentase penduduk lanjut usia di Indonesia meningkat mulai 4,5 persen di tahun 1971 menjadi 10,7 persen di tahun 2020. Hal ini diduga dapat terus meningkat hingga mencapai 19,9 persen di tahun 2045. Jumlah populasi lansia di Indonesia di tahun 2021 terhitung sebanyak 10,82 persen atau sama dengan 29,3 juta jiwa yang terdiri dari lansia muda (usia 60-69) sebanyak 63,65 persen, lansia madya (usia 70- 79) sebanyak 27,66 persen dan lansia tua (usia 80+) sebanyak 8,68 persen. Menurut data jenis kelamin, populasi penduduk lansia laki-laki lebih rendah dibanding lansia perempuan, yakni 47,68 persen berbanding 52,32 persen (www.bps.go.id/).

Berdasarkan data di Provinsi Jambi, jumlah penduduk Provinsi Jambi juga terus mengalami peningkatan. Menurut data Sensus Penduduk (2020) mendapat

(20)

3

jumlah penduduk Provinsi Jambi di bulan September tahun 2020 sejumlah 3,55 juta jiwa. Bersamaan dengan meningkatnya usia harapan hidup maka persentase penduduk lansia (60 tahun ke atas) di Provinsi Jambi juga ikut meningkat (https://jambi.bps.go.id/).

Gambar 1.2 Persentase Penduduk Lansia Provinsi Jambi 1980-2020 Sumber: Badan Pusat Statistika, hasil Sensus Penduduk 2020 Provinsi Jambi

(https://jambi.bps.go.id/)

Berdasarkan Gambar 1.2 diatas, persentase populasi lansia di Provinsi Jambi meningkat tiap tahunnya. Data diatas menunjukkan peningkatan persentase penduduk lansia dari tahun 1980 hingga 2020. Peningkatan yang cukup pesat terjadi sejak 10 tahun terakhir, jumlah persentase lansia didapati 5,48 persen di tahun 2010, kemudian meningkat hingga menduduki angka 7,77 persen di tahun 2020. Hasil Susenas (2020) menunjukkan bahwa proporsi lansia perempuan di Provinsi Jambi tercatat lebih tinggi yaitu 8,00 persen, berbanding dengan proporsi lansia laki-laki yaitu 7,80 persen. (https://jambi.bps.go.id/).

Di masa kini seiring dengan perkembangan teknologi, tak jarang lagi terdengar kelompok usia lanjut yang bermukim serta melanjutkan hidupnya di Panti Sosial. Panti Sosial yang bertanggung jawab menaungi kelompok usia lanjut yang diselenggarakan oleh pemerintah adalah Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW).

Sejalan dengan pengertian dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), panti dapat diartikan sebagai rumah atau kediaman, sedangkan wreda berarti rumah tempat mengurus dan merawat orang jompo (https://kbbi.web.id/panti). Dengan hal ini

(21)

dapat disimpulkan bahwa Panti Werdha berarti rumah kediaman yang merawat orang yang telah berusia lanjut.

Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Kota Jambi merupakan satu-satunya wadah yang menaungi kelompok usia lanjut di daerah Jambi. Tabel dibawah ini merupakan data jumlah lansia yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Kota Jambi tahun 2018, 2019, 2020, 2021 dan 2022.

Tabel 1.1 Data lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Kota Jambi dari tahun 2018 - 2022

Tahun Jenis Kelamin Jumlah Lansia

Pertahun

L P

2018 31 39 70

2019 34 36 70

2020 34 34 68

2021 29 25 54

2022 31 27 58

Utomo & Prasetyo (2012) menyebutkan bahwa lansia seringkali dianggap sebagai hambatan dalam keluarga, lansia dipandang sebagai pembawa kesulitan bagi keluarga itu sendiri. Maka dari itu keluarga tidak segan-segan mempercayakan Panti Tresna Werdha untuk tinggal orang tua yang sudah lansia. Tentunya ditemui bermacam alasan yang melatarbelakangi mengapa lansia bisa tinggal di Panti Sosial pada masa akhir periode kehidupannya.

Berdasarkan hasil penelitiannya, Dewi (2019) menyimpulkan bahwa terdapat empat alasan lansia dititipkan di Panti Sosial yaitu; Pertama, anak sibuk bekerja serta sibuk mengurus keluarganya, akibatnya anak tidak mempunyai cukup waktu merawat orang tuanya. Kedua, lokasi tempat tinggal yang jauh dan sering berpindah-pindah tempat. Ketiga, anak sama sekali tidak mau merawat orang tuanya. Keempat, lansia itu sendiri yang menginginkan untuk berdiam diri di panti sosial karena tidak mau menyusahi orang lain.

Selain itu, penelitian yang dilakukan Istiqamah et al., (2021) menjelaskan bahwa alasan keluarga menitipkan orang tua lansia ke panti sosial yakni karena tidak ada orang yang bisa mengurus dan menjaga lansia, serta jarak tinggal antara keluarga dan lansia yang berjauhan. Penelitian oleh Aisyah & Hidir (2014) juga

(22)

5

menjelaskan faktor orang tua lansia yang dititipkan ke panti sosial dikarenakan ekonomi yang rendah, konflik antara anak dan menantu, serta keinginan sendiri dari orang tua lansia agar tidak merepotkan keluarga untuk merawatnya.

Hasil beberapa penelitian diatas sesuai dengan studi awal yang peneliti lakukan. Pengurus panti menjelaskan bahwa kebanyakan lansia yang bermukim di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Kota Jambi merupakan lansia dengan kondisi terlantar. Kondisi terlantar yang dimaksud adalah: pertama, lansia tersebut dalam kondisi pasangannya meninggal dan tidak memiliki anak, sehingga lansia hidup sebatang kara dan tidak ada lagi keluarga yang dapat merawatnya. Kedua, lansia tersebut hidup di keluarga dengan ekonomi rendah yang mana keluarganya bergantung pada bantuan hidup dari pemerintah, seperti program keluarga harapan (PKH). Ketiga, para kerabat lansia yang tinggal jauh dari domisili tempat lansia tersebut tinggal.

Tinggal di panti merupakan keputusan yang tidak mudah, para lansia yang tinggal di panti biasanya jarang dikunjungi keluarga dan sejawatnya, kondisi ini dapat memicu perasaan kesepian dan mengakibatkan kesehatan psikologis lansia menjadi menurun. Hasil penelitian menyatakan lansia yang tinggal di Panti Wreda menghadapi emotional loneliness (kesepian emosional) yang tinggi. Emotional loneliness ini terjadi akibat kurangnya kunjungan, perhatian, serta kasih sayang keluarga terhadap lansia, hal ini mengakibatkan muncul perasaan dirinya tidak lagi berarti. Tinggal di panti membuat lansia kesulitan menemukan sosok sebagai tempatnya berkeluh kesah dan berbagi cerita (Septina & Priyanto, 2017).

Selain itu, ada pula beberapa tantangan yang dapat menjadi permasalahan bagi lansia seperti; kondisi fisik melemah, kesehatan menurun, ekonomi terancam, serta hubungan terbatas yang mengakibatkan lansia bergantung terhadap orang lain (Kurniawan & Susilarini, 2021). Lansia yang telah memasuki masa pensiun dan tidak bekerja akan merasa bahwa dirinya tidak lagi berguna. Akibatnya, lansia memandang masa-masa ini sebagai masa krisis dalam hidup dan akan merasa kehilangan harga diri (Parkinson et al., 1990).

Peneliti juga melakukan wawancara dengan lansia yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Kota Jambi, untuk menggali kendala atau

(23)

tantangan apa yang mereka hadapi selama tinggal di panti. Salah satu lansia mengungkapkan tentang hubungannya dengan lansia lain di panti:

“Ngga, ku ngga begitu seneng aku. Orang sini gampang mudah tersinggung, kami duduk disini bae banyak seng ngga seneng, kadang-kadang kursi aku balek kamar digeret sampe belakang”(Ujar PA dalam wawancara pada 21 Januari 2022)

Lebih lanjut PA menjelaskan:

“Ntah ado orang nee di dalam, sekarang musuhan kami tapi aku cuek bae, biarlah kamu mau jadi apa terserah, penting aku nggak, cuek we…” (Ujar PA dalam wawancara pada 21 Januari 2022)

Dari hasil wawancara diatas, ditemui bahwa lansia memiliki hubungan yang kurang baik dengan teman satu wismanya. Menurut Septina & Priyanto (2017) wisma menjadi ruang yang terasa asing dibandingkan tinggal di rumah dengan keluarga bagi lansia. Para lansia yang tinggal di wisma panti akan menghadapi perubahan lingkungan dikarenakan lansia harus menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan orang-orang baru. Tidak jarang pula mereka kesulitan dalam proses penyesuaian tersebut, sehingga terdapat hambatan dan kesulitan dalam membangun kedekatan dengan orang yang baru. Lansia yang hidup di panti akan menemui kelompok usia sebayanya yang memiliki sifat serta karakter yang bermacam-macam. Kondisi ini mengakibatkan lansia harus dapat beradaptasi terhadap lingkungan barunya, jika tidak ia akan merasa kesepian dan kesejahteraannya akan menurun (Utomo & Prasetyo, 2012).

Peneliti juga menanyakan mengenai hambatan dan kesulitan lain yang dirasakan lansia selama tinggal di panti, salah satu lansia mengungkapkan:

“Ada sih, kadang kan saya sakit, mau minta obat orang nggak ada, jadi yaa diem aja. Saya ngelapor-ngelapor ndak pernah, yoo orang nanti segan dengan kito yoo begitulah” (Ujar AM dalam wawancara pada 21 Januari 2022)

Pernyataan AM diatas menunjukkan bahwa ia tidak mau merepotkan orang lain, bahkan ketika kondisinya sedang sakit. Ia merasa orang lain akan segan dengannya. Dijelaskan Hurlock (1980) ciri-ciri lansia cenderung mengarah pada penyesuaian diri yang buruk dibanding baik, serta menuju ke perasaan menderita dibanding kesenangan. Salah satu perubahan mental pada usia lanjut yakni mental

(24)

7

yang kaku sehingga menjadi hambatan bagi lansia agar dapat menyesuaikan diri dengan situasi yang baru di Panti Werdha.

Peneliti juga melakukan wawancara terhadap pengurus Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Kota Jambi (significant other) dalam penelitian:

“…tapi disini tu senioritas, jadi dia kek lebih menguasai wisma itu banyak, itu namanya senioritas jadi kek merasa aku paling lama disini, aku yang bisa menguasai tv nya, kipasnya lah, yang katanya ngga mau ngepel ngga mau bantuin kan, itu ada beberapa lah, tapi yaa pasti ada” (Ujar AKD dalam wawancara pada 8 Februari 2022)

Pernyataan diatas menjelaskan bahwa beberapa lansia di panti bersikap senioritas, sikap tersebut terlihat pada lansia senior atau sudah lebih lama tinggal di panti dibandingkan dengan lansia yang baru. Sikap senioritas merupakan faktor penghambat yang menyebabkan ketidaknyamanan dan berujung masalah bagi sesama lansia di panti (Retnawati et al., 2017). Hal ini juga berkaitan dengan aspek psychological well-being yakni penguasaan lingkungan.

Utomo & Prasetyo (2012) mengungkapkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melihat well-being, seperti bagaimana hubungan lansia di panti dengan keluarganya, perselisihan dengan orang lain, keakraban bersama orang lain, kemandirian, kemampuan menyelesaikan masalah, penguasaan lingkungan, pertumbuhan personal, dan fasilitas yang disediakan panti. Terdapat keterkaitan anatar kondisi-kondisi tersebut dalam membentuk well-being, jika hal itu tidak terpenuhi akibatnya well-being lansia dapat menurun.

Psychological well-being bisa dimaknai dengan kondisi seseorang yang mampu membangun relasi yang baik terhadap orang lain, dapat menguasai lingkungannya, bersikap mandiri saat berhadapan dengan situasi sosial, menerima keadaan diri apa adanya, mampu mengembangkan potensi, serta mempunyai arah hidup. Fokus pada pengaktualisasian diri dan dapat merasakan kebahagiaan adalah cara memperjuangkan kemampuan tersebut (Ryff, 1989).

Havighurst dalam Hurlock (1980) mengungkapkan tugas-tugas perkembangan lansia, salah satunya yaitu penyesuaian diri terhadap kemunduran kemampuan fisik serta kesehatan, hal ini seiring dengan aspek psychological well- being yakni menerima diri. Lansia yang mampu menerima kondisinya yang

(25)

sekarang dengan apa adanya akan mampu mencapai tugas perkembangan tersebut.

Tugas perkembangan berikutnya yaitu membangun kedekatan dengan lansia lain, hal ini sejalan dengan salah satu aspek psychological well-being yakni relasi positif terhadap orang lain. Jika lansia di panti mampu untuk membangun hubungan positif bersama lansia lain, maka ia mampu mencapai tugas perkembangan tersebut.

Tugas perkembangan lain yaitu membentuk dan menata kembali model kehidupan sejalan dengan keadaan yang dialami dan menyesuaikan diri terhadap peranan sosial secara leluasa, sejalan dengan aspek psychological well-being yakni penguasaan lingkungan. Menyesuaikan diri terhadap masa pensiun, berkurangnya penghasilan (income), sampai pada kematian pasangan juga merupakan tugas perkembangan pada lansia. Tugas perkembangan sangat erat kaitannya dengan kesejahteraan. Apabila seorang lansia bisa mencapai tugas perkembangannya dengan baik, ia dapat merasa sejahtera. Sebaliknya, jika seorang lansia tidak bisa menyelesaikan tugas perkembangannya, akan berdampak pada kesejahteraan yang menurun (Utomo & Prasetyo, 2012).

Dari uraian-uraian diatas tentu menjadi pertanyaan mengenai bagaimana psychological well-being lansia yang melanjutkan hidupnya di Panti Sosial Tresna Werdha. Tentunya para lansia akan mengalami hambatan dan permasalahan di lingkungan barunya tersebut. Maka dari itu, keenam aspek diatas merupakan aspek- aspek penting demi mewujudkan psychological well-being. Untuk itu peneliti mengangkat topik penelitian dengan judul “Gambaran Psychological Well-Being Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Kota Jambi”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan penjabaran latar belakang penelitian diatas, lalu diperlukan perumusan masalah sebagai fokus pada penelitian, yaitu:

1. Bagaimana gambaran psychological well-being lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Kota Jambi berdasarkan aspek pembentuknya?

2. Bagaimana gambaran psychological well-being lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Kota Jambi ditinjau dari karakteristik

(26)

9

demografi (usia, jenis kelamin, suku, status pernikahan, tingkat pendidikan, dan lamanya tinggal di panti)?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan umum penelitian yakni untuk memberikan gambaran psychological well-being pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Kota Jambi.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran psychological well-being lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Kota Jambi berdasarkan aspek pembentuknya

2. Untuk mengetahui gambaran psychological well-being lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Kota Jambi ditinjau dari karakteristik demografi (usia, jenis kelamin, suku, status pernikahan, tingkat pendidikan, dan lamanya tinggal di panti).

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Peneilitian ini diharapkan menjadi upaya pemahaman serta pengetahuan tentang psychological well-being

2. Memberikan konstribusi untuk pengembangan ilmu Psikologi khususnya pada bidang Psikologi Positif. Penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan perbandingan untuk penelitian berikutnya yang juga membahas tentang psychological well-being dan lansia.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Instansi Panti Sosial, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran apabila psychological well-being lansia di Panti Sosial Tresna Werdha tergolong rendah, maka Panti Sosial Tresna Werdha dapat menciptakan program-program yang membantu guna meningkatan psychological well-being lansia di Panti Sosial

(27)

2. Bagi masyarakat umum, apabila psychological well-being lansia di Panti Sosial Tresna Werdha tergolong tinggi, maka Panti Sosial Tresna Werdha memiliki pelayanan serta perawatan yang baik bagi para lansia yang tinggal disana

3. Bagi Peneliti selanjutnya, penelitian ini diharapkan bisa menjadi referensi kepada para praktisi atau ilmuan sosial sebagai bahan acuan dalam meneliti dan memberikan informasi.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini akan meneliti tentang gambaran psychological well-being lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Kota Jambi ditinjau pada komponen pembentuknya dan karakteristik demografi subjek penelitian, diantaranya; usia, jenis kelamin, suku, status pernikahan, tingkat pendidikan, dan lamanya tinggal di panti. Jenis penelitian yakni penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif. Penelitian ini akan memakai alat ukur psikologi berupa skala likert mengenai psychological well-being (Kesejahteraan Psikologis) lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Kota Jambi.

Populasi pada penelitian ini merupakan kelompok usia lanjut yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Kota Jambi. Sedangkan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik Incidental (kebetulan) yakni lansia yang dipilih sesuai kriteria inklusi yang ditetapkan sendiri oleh peneliti dan lansia tersebut bersedia sebagai partisipan selama pelaksanaan penelitian. Penelitian ini berjalan selama 2 bulan (April dan Mei) diawali dengan pengambilan data hingga tahap analisis. Analisis data penelitian yaitu uji statistika dengan JASP tepatnya analisis data statistik deskriptif. Penelitian ini dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Kota Jambi yang bertempat di Jl. Pangeran Hidayat, No. 97, Paal Lima, Kec.

Kota Baru, Kota Jambi, Jambi 36128.

(28)

11

1.6 Keaslian Penelitian

Penelitian ini mendeskripsikan psychological well-being lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Kota Jambi dengan ruang lingkup yang sudah dibahas sebelumnya. Beberapa penelitian diperlukan untuk tinjauan dan bahan referensi. Tabel berikut memaparkan beberapa penelitian terdahulu yang sudah dilaksanakan bertautan dengan variabel pada penelitian ini.

Tabel 1.2 Penelitian Psychological Well-Being terdahulu

No Judul Peneliti

Jurnal/

Artikel/

Naskah Publikasi

Desain Penelitian

Hasil dan Kesimpulan

1. Gambaran Psychological Well-Being pada Lansia di Panti Werdha

Noni Mailisa, Khairani

Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Keperawatan , Vol.2, No.4, 2017

-Metode penelitian kuantitatif dengan desain descriptive -Teknik pengambilan sampel menggunakan metode total sampling -Jumlah sampel sebanyak 52 lansia -Kuisioner dengan bentuk skala likert -Analisa data terdiri dari analisa univariat

Hasil penelitian psychological well- being pada lansia di Panti Werdha mengungkapkan pada kategori kurang yakni 65.4%

yang terbagi dalam 6 sub yaitu;

penerimaan diri baik (53.8%), relasi positif terhadap orang lain kurang (55.8%),

kemandirian baik (57.7%), tujuan hidup kurang (65.4%), perkembangan pribadi (65.4%), dan penguasaan

lingkungan baik (61.5%).

(29)

2. Well-Being pada lansia yang tinggal di Panti Werdha atas dasar keputusan sendiri

Tjahyo Utomo dan Eli Prasetyo

Experientia:

Jurnal Psikologi Indonesia, Vol. 1, No, 1, 2012

-Metode Penelitian Kualitatif pendekatan studi kasus

-Teknik pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling -Subjek penelitian sebanyak 2 orang -Analisis menggunakan inductive thematic analysis

Hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu bagaimana lansia memiliki hubungan dengan keluarga, pertarungan dengan orang lain, relasi dengan orang lain, kemandirian, problem solving, dominasi lingkungan, pertumbuhan personal dan fasilitas panti.

seluruh hal akan saling berkaitan dalam membentuk well-being. Ketika salah satu hal tadi tidak terpenuhi maka dapat menurunkan well- being seorang.

3. Perbedaan Psychological Well-Being pada lansia berdasarkan lokasi tempat tinggal

Havid Ahmad, Niken Hartati, dan Farah Aulia

Jurnal Riset Aktual Psikologi (RAP) Universitas Negeri Padang, Vol.

5, No. 2, 2014

-Metode kuantitatif, desain deskriptif komparatif -Teknik pengambilan sampel purposive sampling -Subjek berjumlah 40 orang di kota X

Dari hasil analisis stastistik memakai teknik t-test, didapati nilai p sebesar 0,017 (p <

0,05) berarti dugaan pada penelitian ini diterima.

(30)

13

dan 40 orang di desa Y

-Analisis stastistik menggunakan teknik t-test 4. Gambaran

Psychological Well-Being di Komunitas Lansia Adi Yuswo Gereja St.

Albertus Agung Harapan Indah Bekasi

Yulius Mario Kurniaw an dan Tanti Susilarini

Jurnal IKRA-ITH Humaniora, Vol. 5, No.

2, Juli 2021

-Metode kualitatif studi kasus

-subjek 3 orang - Pengambilan sampel dengan snowball sampling - Pengumpulan data dengan wawancara semi terstruktur dan observasi tidak sistematis -Analisis data dengan pattern matching dan keabsahan data dengan triangulasi

Hasilnya memperlihatkan ketiga subjek mempunyai keenam dimensi

psychological well- being. Akan tetapi, terdapat beberapa aspek berdasarkan dimensi-dimensi tersebut yang tidak dapat tercapai.

5. Studi Deskriptif mengenai Psychological Well-Being pada lansia di taman lansia An-Naba Tanggulangin Gunungkidul

Sukadari, Mahulda Dea Komalas ari, dan Ahmad Mabruri Wihasko ro

G-COUNS:

Jurnal Bimbingan dan Konseling, Vol. 4, No.

1, Desember 2019

-Metode kualitatif, studi kasus intrinsik, model deskriptif -Teknik

pengambilan sampel purposive sampling -Jumlah subjek 3 orang

Ketiga subjek mampu mencapai dimensi-dimensi Psychological Well- Being. Dimensi kemandirian merupakan dimensi yang paling menonjol, sedangkan penerimaan diri

(31)

-Pengumpulan data dengan wawancara dan dianalisis dengan teknik analisis tematik

menjadi dimensi yang kurang menonjol.

Berdasarkan pemaparan tabel penelitian terdahulu, dapat diketahui persamaan dan perbedaan penelitian ini jika dibandingkan dengan kelima penelitian terdahulu. Persamaannya yakni penelitian di atas meneliti mengenai psychological well-being sebagai variabel penelitian, dan penggunaan subjek yang sama. Ada kesamaan juga pada judul yang mengangkat tentang gambaran psychological well- being para lansia yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha serta metode dan jenis penelitian yang sama.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu diatas terdapat pada populasi dalam penelitian, dimana penelitian ini dilakukan pada lansia yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Kota Jambi sebagai populasi, penelitian terdahulu diatas juga dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha namun dengan daerah yang berbeda-beda. Waktu serta lokasi pada penelitian juga berbeda, penelitian ini dilakukan di tahun 2022 dan tempat penelitian di Kota Jambi.

Kemudian perbedaan lainnya juga terdapat pada tujuan penelitian yang ingin dicapai.

Alasan lain juga dikarenakan hasil dari penelitian yang berbeda-beda sehingga peneliti ingin mengetahui serta menggambarkan penelitian yang diajukan peneliti. Hal-hal yang sudah diuraikan diatas merupakan bukti keaslian penelitian ini dan menjadi penjelas bahwa penelitian ini berbeda dari penelitian sebelumnya, yang berarti penelitian ini merupakan penelitian asli hasil karya peneliti sendiri.

(32)

15 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Psychological Well-Being

2.1.1 Definisi Psychological Well-Being

Ryff (1989) memaknai psychological well-being sebagai situasi seseorang yang dapat mewujudkan relasi yang baik bersama orang lain, menerima keadaan sendiri seperti apa adanya, menjadi seseorang yang mandiri, dapat menentukan tujuan hidup, mampu menguasai lingkungan, dan dapat menumbuhkan potensi diri.

Menurut Ryff & Keyes (1995) Psychological Well-Being merupakan situasi individu merasa bisa hidup atas perasaan bahagia melalui pengalaman yang telah dilalui semasa hidupnya.

Psychological Well-Being adalah sebuah konsep yang ada kaitannya dengan individu terhadap kegiatan sehari-hari dalam mengevaluasi diri dan pengalaman dalam hidupnya. Evaluasi diri yang pasrah terhadap pengalamannya akan mengakibatkan psychological well-being orang tersebut rendah, sedangkan seseorang yang berusaha untuk membenahi hidupnya maka mengakibatkan psychological well-being orang itu menjadi meningkat. Kondisi ini bermakna bahwa psychological well-being yang tinggi maupun rendah tergantung pada kondisi diri seseorang yang mengatur sumber internal dan eksternal disekitarnya secara efektif (Fitriani, 2016).

Psychological well-being adalah orang yang dapat berlaku baik dengan keadaan mental yang positif. Orang dengan kesehatan mental yang baik seringkali menunjukkan sikap positif pada dirinya sendiri bahkan pada orang lain, mempunyai tujuan untuk hidup, mampu menyesuaikan keadaan dirinya sendiri terhadap lingkungan, membangun hubungan positif bersama orang lain juga melakukan upaya pengembangan diri (Rachmayani & Ramdhani, 2014).

Mailisa & Khairani (2017) psychological well-being berarti nilai-nilai positif bagi mental yang sehat, kondisi ini terdiri atas menerima diri, relasi positif terhadap orang lain, mandiri, memiliki arah dalam hidup, mengembangkan diri, dan menguasai lingkungan sosial. Kurniawan & Susilarini (2021) psychological well-

(33)

being berarti evaluasi seseorang terhadap rutinitas keseharian yang menjurus ke pengungkapan perasaan akibat pengalaman masa lalu yang dilalui dalam hidupnya.

Berdasarkan kutipan-kutipan di atas, maka di tarik kesimpulan psychological well-being yakni keadaan seseorang yang hidup karena perasaan bahagia melalui pengalaman masa lalu semasa hidupnya dengan terus mengembangkan dan mengevaluasi dirinya. Hal tersebut dapat diwujudkan melalui enam aspek psychological well-being, diantaranya yakni mampu menerima diri sendiri, mampu menciptakan relasi positif bersama orang lain, bersikap mandiri, dapat mengontrol lingkungan, mempunyai tujuan akan hidup, serta mampu membangun potensi diri.

2.1.2 Aspek-aspek Psychological Well-Being

Aspek-aspek dari psychological well-being yang diciptakan oleh Ryff (1989) terwujud berdasarkan beberapa teori para ahli, seperti teori Positive Psychological Functioning oleh Abraham Maslow, Carl Rogers, Carl Gustav Jung, dan Gordon Allport. Kemudian teori perkembangan oleh Erik Erikson, Karl Buhler, dan Neugarten. Serta teori kesehatan mental oleh Jahoda. Adapun keenam aspek psychological well-being yang diciptakan Ryff yaitu:

1. Penerimaan Diri (Self Acceptance)

Orang yang menerima diri dengan baik mampu mengakui keadaannya secara apa adanya, mampu bersikap positif terhadap dirinya, dan dapat memandang positif pengalaman di masa lalunya. Sedangkan orang yang menerima diri dengan buruk akan merasa kecewa terhadap dirinya, merasa tidak senang dengan kejadian di masa lalunya, serta mempunyai keinginan untuk tidak menjadi dirinya sendiri.

2. Hubungan Positif dengan Orang Lain (Positive Relations with Others) Orang yang memiliki relasi positif bersama orang lain akan mampu menciptakan relasi yang memuaskan, hangat, serta memiliki rasa untuk saling percaya. Merasa prihatin dengan ketentraman orang lain, dapat berempati, dapat berbagi rasa kasih dan sayang, pengertian, memberi dan menerima relasi antar sesama. Sedangkan orang dengan relasi yang rendah atau relasi negative terhadap orang lain akan memiliki sedikit rasa kedekatan

(34)

17

dan rasa saling percaya. Ia akan merasa kesusahan dalam bersikap secara hangat, perduli, serta membuka diri. Ia merasa terisolasi serta kecewa dalam membangun relasi interpersonal, dan tidak ingin berkompromi melanjutkan relasi tersebut.

3. Kemandirian (Autonomy)

Individu dengan kemandirian yang baik akan dapat menyelesaikan permasalahan sosial dengan cara tertentu dalam berpikir dan bertindak, mampu mengontrol perilakunya sendiri, serta mengevaluasi diri berdasar atas standar yang dimiliki. Sebaliknya yaitu individu dengan kemandirian yang buruk dapat merasa khawatir terhadap penilaian dan harapan dari orang lain tentang dirinya. Ia akan mengandalkan penilaian atau pandangan orang-orang dalam menentukan pilihan dan keputusan penting bagi dirinya.

4. Penguasaan Lingkungan (Environmental Mastery)

Orang yang dapat mengontrol lingkungan dengan baik akan mempunyai kontrol dan kendali yang baik untuk menata lingkungannya, ia dapat mengendalikan aktivitas eksternal, bisa memanfaatkan kesempatan dengan efektif, dan juga ia dapat menciptakan serta memilih lingkungan sesuai dengan kondisi atau kebutuhan dirinya. Sebaliknya, individu yang penguasaan lingkungannya buruk dapat merasa kesusahan untuk mengatur aktivitas kesehariannya. Ia tidak dapat mengontrol dan memperbaiki lingkungannya, tidak sadar akan kesempatan yang ada disekitarnya, serta sulit memegang kendali di lingkungannya.

5. Tujuan Hidup (Purpose in Life)

Orang dengan tujuan hidup yang baik dapat teratur dalam menempuh tujuan hidup, mampu memaknai kehidupannya dimasa lalu dan masa kini, yakin akan tujuan hidupnya dapat tercapai. Sedangkan individu dengan tujuan hidup yang buruk akan merasa hidupnya kurang bermakna, tidak mengetahui tujuan dan sasaran hidupnya, tidak dapat memperkirakan tujuan apapun dimasa lalu bahkan masa kini.

6. Pengembangan Diri (Personal Growth)

Individu dengan pengembangan diri yang baik akan memiliki keinginan

(35)

untuk terus tumbuh dan meningkatkan diri, terbuka untuk mencoba pengalaman-pengalaman baru, memahami potensi yang dimilikinya, dapat mengembangkan kualitas diri serta perilaku tahap demi tahap. Sedangkan sebaliknya, individu yang perkembangan dirinya buruk akan merasa dirinya tidak mampu berkembang, tidak adanya peningkatan bahkan perubahan tahap demi tahap, adanya perasaan jenuh dan tidak tertarik terhadap kehidupan, serta tidak bisa menumbuhkan perilaku atau sikap yang baru.

2.1.3 Faktor-faktor Psychological Well-Being

Bersumber dari penelitian terdahulu yang dilangsungkan oleh ahli didapati berbagai faktor yang bisa berpengaruh pada psychological well-being seseorang, bersumber pada penelitian Ryff & Keyes (1995) ditemukan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi psychological well-being diantaranya; usia, gender, status sosial ekonomi, budaya, dan kepribadian. Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap psychological well-being seseorang menurut Ryff dalam Ramadhani et al., (2016) yaitu dukungan sosial, evaluasi pengalaman hidup, dan Locus Of Control (LOC).

1. Usia

Dari aspek penguasaan terhadap lingkungan dan kemandirian (otonom) terlihat adanya peningkatan yang sejalan dengan bertambahnya usia. Selain itu menurut Prabowo (2017) hasil penelitian lain juga menunjukkan aspek tujuan hidup dan perkembangan personal ikut meningkat sejalan dengan usia yang terus bertambah.

2. Gender

Wanita cenderung mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan pria jika dilihat dari aspek relasi positif terhadap orang lain dan aspek pertumbuhan personal.

3. Status Sosial Ekonomi

Adanya perbedaan tingkat status sosial ekonomi bisa berpengaruh pada kondisi psychological well-being seseorang. Orang dengan status sosial ekonomi yang tinggi cenderung memandang masa lalu dan dirinya secara

(36)

19

lebih positif, dapat hidup yang lebih terarah dari pada seseorang yang status sosial ekonominya rendah.

4. Budaya

Hasil penelitian Ryff di Korea Selatan mengenai psychological well- being mendapati bahwa responden penelitiannya menghasilakan nilai yang lebih tinggi untuk aspek relasi positif terhadap orang lain, namun rendah di aspek penerimaan diri.

5. Kepribadian

Seseorang yang mempunyai kemampuan secara pribadi dan sosial, misalnya menerima diri, memiliki kemampuan membangun relasi positif terhadap lingkungan, coping skill yang efektif akan lebih mudah mengatasi konflik dan stres.

6. Dukungan Sosial

Dukungan sosial bermakna seperti rasa nyaman, penghargaan, perhatian, atau pertolongan bagi seseorang yang diperoleh dari berbagai asal usul antara lain keluarga, sahabat atau kawan, rekan sejawat, bahkan organisasi sosial.

7. Evaluasi Dalam Pengalaman Hidup

Pengalaman hidup melibatkan bermacam rentang periode dalam kehidupan. Evaluasi seseorang pada pengalaman hidupnya dapat berpengaruh pada psychological well-being orang tersebut.

8. Locus Of Control (LOC)

Locus Of Control diartikan menjadi suatu ukuran harapan umum seseorang tentang pengendalian (kontrol) pada penguatan (reinforcement) yang mengikuti perilaku tertentu, hal ini memberikan pandangan terhadap psychological well-being.

Dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan faktor usia, gender, status sosial ekonomi, budaya, kepribadian, dukungan sosial, evaluasi pengalaman hidup, dan Locus Of Control (LOC) adalah faktor-faktor yang bisa berpengaruh pada kondisi psychological well-being seseorang.

(37)

2.2 Lansia

2.2.1 Definisi Lansia

Santrock (2012) rentang usia lanjut diawali dengan usia 60 tahun sampai pada akhir hayat. Unhcr & Handbook (2022) lansia berarti orang yang sudah menginjak usia di atas 60 tahun (https://emergency.unhcr.org/entry/43935/older-persons). UU Nomor 13 tahun 1998 mengenai kesejahteraan lanjut usia mendefinisikan bahwa lansia berarti mereka yang menduduki usia 60 (enam puluh) tahun lebih (http://www.bphn.go.id/). Menurut UU Nomor 4 tahun 1965 yang dimaksud dengan orang jompo yakni setiap individu yang berhubungan dengan lanjutnya usia, individu tersebut tidak sanggup dalam mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan pokoknya (https://peraturan.bpk.go.id/).

Usia lanjut sering diartikan menjadi periode kemunduran, Hurlock (1980) perubahan dalam hal kemunduran itu dapat berpengaruh pada struktur baik fisik, psikologis, dan fungsi kerjanya. Penyebab dari kemunduran fisik ini karena terjadi adanya perubahan jaringan dalam tubuh, hal ini bukan terjadi oleh suatu penyakit khusus, namun dikarenakan terjadinya proses menua. Sukadari, Komalasari, &

Wihaskoro (2019) periode lansia yaitu periode seseorang akan menghadapi bermacam kemunduran fungsi, baik itu fisiologis, psikologis, bahkan sosial.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa lansia berarti orang dengan usia 60 tahun atau lebih sampai dengan akhir hayat. Masa lansia dikenal dengan masa kemunduran dan terjadinya perubahan-perubahan secara fisiologis, psikologis, sosial, serta fungsi-fungsinya. Akibatnya lansia tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

2.2.2 Pembagian Usia Lansia

Secara sederhana, lansia didefinisikan sebagai individu dengan usia kronologis 65 tahun keatas, sedangkan lansia dengan usia 65 - 74 tahun disebut lansia awal dan lansia dengan usia di atas 75 tahun disebut lansia akhir (Orimo et al., 2006). Menurut Hurlock (1980) rentang usia pada lansia dibedakan menjadi dua yakni: Pertama, lansia dini atau sekitar usia 60 - 70 tahun. Kedua, lansia lanjut atau sekitar usia 70 tahun hingga pada kematian.

(38)

21

WHO (World Health Organization) dibawah United Nations secara resmi merevisi standar usia pada tahun 2015 (Dyussenbayev, 2017). Menurut WHO klasifikasi usia yang baru yaitu:

1. Usia tua yakni 60 - 75 tahun

2. Usia tua (pikun) yakni 75 - 90 tahun

3. Usia tua berumur panjang yakni 90 tahun lebih.

2.2.3 Tugas Perkembangan Lansia

Tugas perkembangan yakni tugas yang timbul pada fase tertentu di kehidupan seseorang, yang apabila berhasil dicapai dapat menumbuhkan rasa bahagia serta memudahkan seseorang dalam menjalankan tugas perkembangan selanjutnya.

Namun apabila gagal, maka dapat menyebabkan rasa kecewa atau frustasi dan merasa kesusahan untuk melalui tugas perkembangan selanjutnya (Havighurst dalam Hurlock, 1980). Berikut ini tugas-tugas perkembangan lansia menurut Havighurst:

1. Mencocokkan diri pada kondisi kesehatan dan fisik yang menurun

2. Mencocokkan diri terhadap periode tua dan pendapatan (income) keluarga yang berkurang

3. Mempersiapkan diri terhadap kematian pasangan 4. Membangun relasi bersama lansia lainnya

5. Membentuk dan menata kembali model kehidupannya agar sejalan dengan kondisi yang dirasakan

6. Mencocokkan diri terhadap peranan sosial dengan leluasa.

Tujuan tugas perkembangan dibagi menjadi tiga yaitu; pertama, sebagai penuntun seseorang guna mengetahui harapan masyarakat pada tiap-tiap usia perkembangan tertentu. Kedua, menjadi motivasi seseorang untuk mencapai harapan masyarakat. Ketiga, menunjukkan seseorang agar siap menghadapi dan bertindak sesuai harapan masyarakat ketika berada pada fase perkembangan berikutnya.

(39)

2.3 Panti Sosial

2.3.1 Definisi Panti Sosial Tresna Werdha

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) panti bermakna rumah atau kediaman, sedangkan wreda berarti rumah tempat mengurus dan merawat orang jompo (https://kbbi.web.id/panti). Dengan hal ini dapat disimpulkan bahwa Panti Werdha merupakan rumah kediaman yang merawat orang yang telah lanjut usia.

Panti Sosial yang bertanggung jawab menaungi kelompok usia lanjut yang dikelola oleh pemerintah atau pihak swasta adalah Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW).

2.3.2 Tujuan dan Fungsi Panti Sosial Tresna Werdha

Menurut Permensos Nomor 106 tahun 2009, Panti Sosial Tresna Werdha memiliki fungsi untuk memberikan bimbingan, pelayanan dan rehabilitasi sosial yang bersifat kuratif, rehabilitatif, promotif dalam bentuk bimbingan pengetahuan dasar pendidikan, fisik, mental, sosial, pelatihan keterampilan, resosialisasi untuk lansia terlantar dan rawan terlantar supaya bisa hidup dengan nyaman dalam kehidupannya sendiri, keluarga, dan bermasyarakat, serta pengkajian dan penyiapan standar pelayanan dan rujukan (http://www.bphn.go.id/).

PERGUB Jambi nomor 14 tahun 2018, UPTD PSTW Budi Luhur mengemban kewajiban untuk melakukan sebagian tugas teknis operasional pada dinas di bidang pelayanan dan rehabilitasi sosial lansia terlantar (https://peraturan.bpk.go.id/). Dengan begitu, UPTD PSTW Budi Luhur mengusakan fungsi yakni:

a. Melaksanakan pelayanan dan rehabilitasi sosial yang mencakup bimbingan sosial, mental, fisik serta kesehatan dan keterampilan bagi lansia terlantar b. Melaksanakan pemberian perlindungan sosial, advokasi sosial, informasi dan

rujukan bagi lansia terlantar.

(40)

23

2.4 Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha

Psychological Well-Being

Faktor-faktor Psychological Well-Being (Ryff dan Keyes, 1995):

- Usia

- Gender

- Status Sosial Ekonomi

- Budaya

- Kepribadian

- Dukungan Sosial

- Evaluasi Diri

- Locus of Control (LOC) Aspek-aspek Psychological Well-Being

(Ryff, 1989):

- Penerimaan Diri (Self Acceptance)

- Hubungan Positif Dengan Orang Lain (Positive Relations With Others)

- Mandiri (Autonomy)

- Penguasaan Lingkungan (Environmental Mastery)

- Tujuan Hidup (Purpose In Life)

- Pengembangan Diri (Personal Growth)

Tugas Perkembangan Lansia (Havighurts dalam Hurlock, 1980):

- Mencocokkan diri pada kondisi kesehatan dan fisik yang menurun

- Mencocokkan diri terhadap periode tua dan pendapatan (income) keluarga yang berkurang

- Mempersiapkan diri terhadap kematian pasangan

- Membangun relasi bersama lansia lainnya

- Membentuk dan menata kembali model kehidupannya agar sejalan dengan kondisi yang dirasakan

- Mencocokkan diri terhadap peranan sosial dengan leluasa Pembagian Usia Lansia (WHO, 2015):

- Usia tua 60 - 75 tahun

- Usia tua (pikun) 75 - 90 tahun

- Usia tua berumur panjang 90 tahun lebih

(41)

24 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini memakai metode penelitian kuantitatif, penelitian kuantitatif berarti metode guna mendapatkan pengetahuan berdasarkan data dalam bentuk angka untuk mendapatkan kejelasan dari hal yang hendak diketahui (Periantalo, 2016). Metode penelitian kuantitatif merupakan data-data berupa angka yang diperoleh lewat prosedur pengukuran serta digarap dengan analisis statistika (Azwar, 2017). Penelitian ini memakai salah satu jenis pada penelitian kuantitatif yaitu deskriptif. Penelitian deskriptif berarti penelitian yang menggambarkan suatu fenomena atau kondisi yang terjadi tanpa banyak memperhatikan hubungan, pengaruh, maupun perbedaan pada variabel (Periantalo, 2016). Penelitian deskriptif dilaksanakan untuk menyajikan data kuantitatif dan data kualitatif secara akurat dan sistematis dari fakta dan karakter kelompok atau bidang tertentu (Azwar, 2017).

Berdasarkan waktu, penelitian ini bersifat cross sectional, yakni data dan informasi didapat sekaligus dan peneliti mengumpulkan data penelitian dalam satu kurun waktu tertentu yang bersifat relatif pendek (Periantalo, 2016). Sedangkan jika dikaji berdasarkan perlakuan yang diberikan oleh peneliti, penelitian ini dikategorikan jenis penelitian survei. Penelitian survei merupakan penelitian dimana subjek tidak diberikan perlakuan apapun sehingga penelitian ini dilakukan secara alami (Periantalo, 2016). Penelitian survei bertujuan untuk mendeskripsikan secara akurat beberapa variabel dari suatu populasi subjek dengan menggunakan sampel besar (Azwar, 2017). Teknik analisis yang dipakai adalah statistik deskriptif, yakni: frekuensi, tendensi sentral, ukuran variabilitas.

3.2 Variabel Penelitian

Periantalo (2016) menjelaskan bahwa variabel penelitian perlu diartikan dengan jelas, sehingga tiap orang bisa mempersepsikan dengan sama mengenai variabel yang akan diteliti. Definisi operasional yaitu sebuah definisi terkait variabel yang dirumuskan dari karakteristik variabel yang dipahami (Azwar, 2004).

Referensi

Dokumen terkait

Serta dapat mengirimkan SMS mengenai jumlah paket data berdasarkan protocol dan juga dapat memberikan perintah untuk mematikan atau me- restart server.Kesimpulan yang

Penelitian ini mengkaji peningkatan keaktifan dan kemampuan siswa kelas XI IPS SMA Sang Timur Yogyakarta Tahun Ajaran 2010/2011 dalam pembelajaran menulis proposal kegiatan

Manfaat dari tesis ini adalah hasil evaluasi yang telah dilakukan melalui pengujian secara eksperimen maupun parameter model dapat memberikan informasi apakah kapal perang

Kandungan COD yang tinggi dalam limbah cair industri Batik, disebabkan pada proses produksi Batik X menggunakan berbagai zat warna organik yang terbawa pada aliran

Setiap saat orang selau diliputi kebutuhan dan sebagian besar kebutuhan itu tidak cukup kuat untuk mendorong seseorang berbuat sesuatu pada suatu waktu

Spearman’s Rho menunjukkan nilai r sebesar 0,003 dengan nilai signifikansi sebesar 0,489 (P&gt;0,05), yang bermakna tidak ada hubungan antara penalaran moral

hipotesis penelitian Dengan demikian kesimpulan analisa adalah terdapat pengaruh pelatihan interval renang gaya bebas terhadap kecepatan renang gaya bebas 25 meter mahasiswa

Dalam mengikuti tes masuk perguruan tinggi terdapat 120 soal, ditetapkan bahwa setiap menjawab soal benar diberi skor 4, menjawab soal salah diberi skor –2