• Tidak ada hasil yang ditemukan

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAN MASKAPAI PENERBANGAN TERHADAP BAGASI PENUMPANG PADA PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NO. 820K/PDT/2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TANGGUNG JAWAB PERUSAHAN MASKAPAI PENERBANGAN TERHADAP BAGASI PENUMPANG PADA PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NO. 820K/PDT/2013"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN MASKAPAI PENERBANGAN TERHADAP BAGASI PENUMPANG PADA PUTUSANMAHKAMAH

AGUNG REPUBLIK INDONESIA NO. 820K/PDT/2013 (Skripsi)

Oleh

INGGIT SUCI PRATIWI

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAN MASKAPAI PENERBANGAN TERHADAP BAGASI PENUMPANG PADA PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK

INDONESIA NO. 820K/PDT/2013

Oleh

INGGIT SUCI PRATIWI

Maskapai penerbangan berkewajiban mengangkut penumpang dan/atau bagasi dengan aman, utuh dan selamat sampai tujuan, sehingga ketika terjadi permasalahan terhadap bagasi penumpang maka maskapai harus bertanggung jawab. Salah satu kasus hilangnya bagasi milik penumpang dialami oleh Robet Mangatas Silitonga saat penerbangan dari Medan menuju Semarang menggunakan maskapai Lion Air yang kemudian kehilangan satu buah koper miliknya. Atas kehilangan bagasi tersebut maka pihak penumpang melakukan upaya hukum dengan mengajukan gugatan. Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah upaya hukum yang dilakukan penumpang terhadap kerugian bagasi yang hilang dan/atau rusak pada kasus tersebut dan tanggung jawab perusahaan maskapai penerbangan terhadap bagasi penumpang yang hilang dan/atau rusak pada putusan tersebut.

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach), dengan tipe penelitian deskriptif. Data yang digunakan adalah data skunder yang terdiri dari bahan hukum primer, dan bahan hukum sekunder, serta pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan. Pengolaan data dilakukan dengan cara pemeriksaan data, penandaan data, rekonstruksi data, dan sistematisasi data.

(3)

ii

kerugian yang melebihi nilai yang diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 yaitu sebesar Rp4000.000,00 menggunakan prinsip tanggung jawab karena kesalahan (fault of liability). Pengangkut harus bertanggunng jawab membayar segala kerugian yang timbul akibat kesalahan itu dan penumpang wajib membuktikan adanya kerugian yang terjadi.

(4)
(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Metro pada tanggal 7 Maret 1992 sebagai anak pertama dari empat bersaudara, yang merupakan anak perempuan pertama dari pasangan Bapak Ahmad Sapri dan Dra. Herlina. Kini penulis beralamat di Jalan Pulau Legundi, H2O No.15A, Kelurahan Sukarame, Kecamatan

Sukarame, Kota Bandar Lampung. Adapun riwayat pendidikan penulis, yaitu: Penulis menyelesaikan Studi di SD Kristen No.4 Lampung Timur pada 2004. Kemudian melanjutkan di SMP Negeri 1 Bandar Sribhawono, Lampung Timur dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2010 lulus dari SMA Negeri 3 Bandar Lampung.

(8)
(9)

MOTO

“Orang yang paling bijaksana adalah orang yang mengetahui bahwa dia tidak tahu.”

(Socrates)

Fiat Justicia Ruat Caelum.”

“Hendaklah keadilan ditegakkan, walaupun langit runtuh.”

(Lucius Calpurnius Piso Caesoninus)

(10)

PERSEMBAHAN

Atas Ridho Allah SWT dan dengan segala kerendahan hati kupersembahkan skripsiku ini kepada:

Kedua orangtuaku tercinta ayahanda Ahmad Sapri dan ibunda Herlina, terimakasih atas cinta kasih, perjuangan dan segala yang diberikan selama ini.

(11)

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil’alamin, Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan

rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Tanggung Jawab Perusahaan Maskapai Penerbangan terhadap Bagasi Penumpang pada Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 820K/PDT/2013” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung dibawah bimbingan dari dosen pembimbing serta atas bantuan dari berbagai pihak lain. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan sahabatnya.

Penyelesaian penelitian ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan saran dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;

2. Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H., M.Hum., Ketua Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung

(12)

pemikirannya, memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

4. Ibu Siti Nurhasanah, S.H., M.H., Pembimbing II yang telah bersedia untuk meluangkan waktunya, mencurahkan segenap pemikirannya, memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

5. Ibu Marindowati, S.H., M.H., Pembahas I yang telah memberikan kritik, saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini;

6. Ibu Selvia Oktaviana, S.H., M.H, Pembahas II yang telah memberikan kritik, saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini;

7. Bapak Depri Liber Sonata, S.H., M.H., Pembimbing Akademik, yang telah membantu penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Lampung;

8. Seluruh dosen dan karyawan/i Fakultas Hukum Universitas Lampung yang penuh dedikasi dalam memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis, serta segala bantuan yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan studi; 9. Secara khusus penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada papa Ahmad

Sapri yang penulis banggakan dan mama tercinta Dra. Herlina yang telah banyak memberikan dukungan dan pengorbanan baik secara moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik. Terimakasih atas segalanya semoga kelak dapat membahagiakan, membanggakan, dan selalu bisa membuat kalian tersenyum dalam kebahagiaan;

(13)

kasih dan semangat kalian. Terus berjuang agar kalian segera menyusul menjadi Sarjana.

11. Sahabat-sahabatku Rumah Bagus Production (RBP) Bagus Priasmoro, Ichsan Jaya Kelana, Muhammad Havez, Muhammad Insan Tarigan, Muhammad Jefri Rananda, Muhammad Rusjana, terimakasih atas persahabatan ini, perjuangan ini dan segala hal yang telah mendewasakan penulis.

12. Sahabat-sahabatku Aprina Tiarani, Bella Asih Cyntia, Desi Indriani, Dwi Kartika, Frederica Henrietta, Nurul Aini, terimakasih atas tawa ceria dan segala keanehan dan kegilaan yang kita lakukuan bersama.

13. Adinda- adinda HCM Hindiana Sava Husada, Maryanto, Nur Handayani, Rae Anggraini, Marulfa, terimakasih atas segala dukungan dan perhatian kalian kepada penulis.

14. Teman-teman HMI : Bang Yoni, bang Galuh, bang Andriawan, Aristo, Dani, Dian, Haikal, Zulkipli, Rindi, Jali (alm), dan semua kanda, yunda, serta adinda yang tidak bia disebutkan semua. Terimakasih atas segala perjuangan dan pembelajaran yang telah diberikan.

15. Terimakasih kepada Himpunan mahasiswa Islam khususnya Komisariat Hukum Unila Cabang Bandar Lampung. Semoga HmI selalu tetap pada misionnya. Yakin Usaha Sampai

16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, terimakasih atas semua bantuan dan dukungannya.

(14)

kekurangan dalam penulisan skripsi ini dan masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya bagi penulis dalam mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan.

Bandar Lampung, 9 Oktober 2014 Penulis,

(15)

DAFTAR ISI

Cover ... i

Abstrak ... ii

Riwayat Hidup ... iii

Moto ... iv

Persembahan ...v

Sanwacana ... vi

Daftar Isi ... vii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...1

B. Rumusan masalah ...6

C. Ruang lingkup ...7

D. Tujuan Penelitian ...7

E. Kegunaan Penelitian ...8

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Pengangkutan Udara ...9

1. Subjek dan Objek Pengangkutan Udara ...13

2. Hak dan Kewajiban dalam Perjanjian Pengangkutan ...16

B. Dokumen Pengangkutan Udara ...17

C. Bagasi Penumpang...21

D. Tanggung Jawab Pengangkutan Udara ...23

1. Tanggung Jawab karena Kesalahan ...26

2. Tanggung Jawab Praduga Bersalah ...29

3. Tanggung Jawab Mutlak ...32

(16)

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian...35

B. Tipe Penelitian. ...36

C. Pendekatan Masalah...36

D. Sumber Data...37

E. Metode Pengumpulan Data...38

F. Metode Pengolahan Data. ...39

G. Analisis Data...39

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. UpayaHukum yang dilakukanPenumpangterhadapKerugian Bagasi yang Hilangdan/atauRusakpadaPutusanMahkamah AgungRepublik Indonesia No, 820 K/PDT/2013...…...40

B. TanggungJawab Perusahaan MaskapaiPenerbanganterhadap BagasiPenumpang yang HilangatauRusakpadaPutusan MahkamahAgungRepublik Indonesia No. 820 K/PDT...52

V. Kesimpulan A. Kesimpulan ...62

B. Saran. ...63

(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Transportasi merupakan bidang kegiatan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pentingnya transportasi di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya keadaan geografi Indonesia yang terdiri atas ribuan pulau besar dan kecil, serta perairan yang terdiri dari perairan besar seperti laut dan perairan kecil seperti sungai dan danau. Hal ini menyebabkan transportasi Indonesia dilakukan melalui darat, laut dan juga udara.

(18)

2

Angkutan umum yang biasa digunakan masyarakat adalah angkutan udara. Angkutan udara menjadi sangat penting karena memiliki efisiensi waktu bagi penggunanya. Transportasi udara ini menjadi pilihan karena keadaan geografis Indonesia yang luas sehingga memakan waktu terlalu lama apabila kita menggunakan transportasi darat maupun laut.

Angkutan udara sebagai salah satu model transportasi yang memiliki karakteristik dapat melayani angkutan penumpang, relative terbatas khususnya barang bernilai tinggi dan membutuhkan waktu cepat untuk dapat menempuh keseluruh wilayah yang tidak bias dijangkau.

Perkembangan dan pertumbuhan industri penerbangan tersebut tidak terlepas dari peningkatan jumlah pengguna jasa angkutan udara. Alasan penumpang menggunakan jasa angkutan udara diantaranya untuk kepentingan bisnis, kepentingan pariwisata, dan berbagai urusan lainnya. Dilihat dari aspek penyelenggaraan penerbangan terdapat dua bentuk kegiatan penerbangan, yaitu penerbangan komersil dan penerbangan bukan komersil. Penerbangan komersil atau niaga merupakan bentuk transportasi udara yang mengenakan biaya bagi penggunanya. Perkembangan dan pertumbuhan industri penerbangan tersebut tidak terlepas dari peningkatan jumlah pengguna jasa angkutan udara.

(19)

3

Penerbangan tidak terdapat pengertian angkutan udara niaga berjadwal (scheduled airlines), namun demikian dapat meminjam pengertian yang terdapat dalam keputusan Menteri Perhubungan Nomor SK 13/S/1971.1

Kemajuan pengangkutan udara sangat pesat baik dalam hal teknologinya, frekuensi penerbangan, manajemennya. Oleh karena itu tidak mengherankan apabila timbul banyak masalah akibat ketidaksesuaian ordonansi atau peraturan pengangkutan udara dengan kondisi saat ini. Kemajuan dan kelancaran pengangkutan akan menunjang pelaksanaan pembangunan berupa penyebaran kebutuhan, dan pendistribusian hasil pembangunan berbagai sektor keseluruh pelosok tanah air, misalnya sektor industri, perdagangan, pariwisata, dan pendidikan.2

Kegiatan pengangkutan udara niaga terdapat dua pihak yang melakukan kesepakatan, pertama yaitu pihak pengangkut yang dalam hal ini adalah perusahaan atau maskapai penerbangan dan pihak pengguna jasa atau konsumen. Para pihak tersebut terikat oleh suatu perjanjian, yaitu perjanjian pengangkutan. Suatu perjanjian merupakan manisfestasi dari hubungan hukum yang bersifat keperdataan maka di dalamnya terkandung hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan dan dipenuhi, yang biasa dikenal dengan istilah ‘prestasi’.

1

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor SK 13/s/1971 tentang Syarat-Syarat dan Ketentuan- ketentuan Mengenai Penggunaan Pesawat Terbang Secara Kormersil di Indonesia

2

(20)

4

Sebelum menyelenggarakan pengangkutan, terlebih dahulu harus ada perjanjian pengangkutan antara pengangkut dan penumpang. Perjanjian pengangkutan adalah persetujuan dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan penumpang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat dan penumpang atau pemilik barang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan. Perjanjian pengangkutan selalu diadakan secara lisan, tetapi didukung oleh dokumen yang membuktikan bahwa perjanjian sudah terjadi dan mengikat.3

Permasalahan yang menjadi perhatian adalah belum terpenuhinya peraturan dalam rangka perlindungan hukum bagi pengguna jasa atau pihak lain yang mengalami kerugian sebagai akibat dari kegiatan pengangkutan udara atas kerugian-kerugian yang terjadi. Bagaimanapun sebuah kegiatan itu tidak luput dari risiko. Demikian juga halnya dengan pengangkutan udara kemungkinan akan terjadinya kecelakaan itu selalu ada, baik dalam penerbangan domestik maupun penerbangan internasional maupun dalam masalah pelayanan terhadap penumpangnya.

Pemasalahan yang dihadapi dalam kegiatan penerbangan contohnya adalah keterlambatan jadwal penerbangan (delay) yang merugikan penumpang, kecelakaan penerbangan, buruknya fasilitas dan pelayanan di bandara, dan hilang atau rusaknya bagasi milik penumpang. Banyak sekali penumpang yang mengalami permasalahan bagasi mereka hilang dan diselesaikan melalui litigasi dan non litigasi.

3

(21)

5

Hilangnya bagasi penumpang dalam menggunakan jasa maskapai penerbangan sudah banyak terjadi, salah satunya adalah kasus yang dialami Robert Mangatas Silitonga, beralamat di Semarang Jalan Hanoman Raya 01/22, RT. 04, RW. 06, Perumahan Krapyak, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang. Robert Mangatas Silitonga dan istrinya yaitu Ruth Erlin Pujiati pada tanggal 3 Juli 2011, pukul 07.00 WIB berangkat dari Jakarta menuju Medan dengan pesawat Lion Air flight JT 300.

Tanggal 12 Juli 2011 Robert Mangatas Silitonga dan Ruth Erlin Pujiati pulang dari Medan menuju Semarang dengan pesawat Lion Air flight JT387 yang seharusnya berangkat pukul 14.00 WIB dari Medan namun delay selama 2 jam dan transit di Jakarta dan pindah pesawat Lion Air ke Semarang. Sesampai di Bandara A. Yani Semarang Robert Mangatas Silitonga dan Ruth Erlin Pujiati tidak menemukan satu buah travel bag hitam merk Polo dengan nomor bagasi 0990 JT 321743 dan hanya menemukan dua buahtravel bagmereka.

(22)

6

Tanggung jawab maskapai penerbangan menjadi sorotan dalam kasus kehilangan ataupun kerusakan bagasi penumpang dalam sistem pengangkutan udara di Indonesia. Maskapai penerbangan berkewajiban mengangkut penumpang dan bagasi dengan aman, utuh dan selamat sampai tujuan, berarti adanya kewajiban pengangkut yang belum terpenuhi. Peristiwa hukum tersebut merupakan permasalahan yang dihadapi perusahaan maskapai penerbangan dan penumpang sebagai pengguna jasa maskapai penerbangan.

Uraian-uraian diatas menarik perhatian penulis untuk diteliti lebih lanjut. Untuk itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitan dengan judul: “Tanggung Jawab

Perusahaan Maskapai Penerbangan Terhadap Bagasi Penumpang Pada Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 820k/Pdt/2013”

.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah:

1. Bagaimanakah upaya-upaya hukum yang dilakukan penumpang terhadap kerugian bagasi yang hilang atau rusak pada Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 820K/PDT/2013?

(23)

7

C. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup bidang ilmu penelitian ini adalah Ilmu Hukum Perdata pada umumnya, khususnya bidang Pengangkutan Niaga. Sedangkan ruang lingkup bidang kajian pada penelitian ini adalah mengkaji tentang Tanggung Jawab Perusahaan Maskapai Penerbangan terhadap Bagasi Penumpang yang dibatasi pada ketentuan hukum yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, dan Peraturan Mentri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkuta Udara.

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuan utama penelitian ini adalah untuk menganalisa hal-hal sebagai berikut:

1. Upaya-upaya hukum yang dapat dilakukan penumpang apabila penumpang menderita kerugian yang disebabkan kelalaian perusahaan maskapai penerbangan. 2. Tanggung jawab perusahaan maskapai penerbangan apabila terjadi kehilangan

atau kerusakan pada bagasi milik penumpang.

E. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis

(24)

8

2. Kegunaan Praktis

(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Perjanjian

Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Perikatan yang berasal dari perjanjian dikehendaki oleh dua orang atau dua pihak yang membuat perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang dibuat atas dasar kehendak yang berhubungan dengan perbuatan manusia yang terdiri dari dua pihak.1 Hukum perjanjian diatur dalam Buku III Burgerlijk Wetboek (KUHPerdata). Pada pasal 1313 KUHPerdata, dikemukakan tentang defenisi daripada perjanjian. Menurut ketentuan pasal ini, “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu

orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.

Para Sarjana Hukum Perdata umumnya juga berpendapat bahwa defenisi perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan di atas adalah tidak lengkap dan juga terlalu luas.2 Untuk itu perlu dirumuskan kembali tentang perjanjian.

1

Suharnoko, Hukum Perjanjian, Prenada Media, Jakarta, 2004, hlm. 117

2

(26)

10

Menurut R. Subekti yang dimaksud dengan perjanjian adalah Suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.3

Menurut Yahya Harahap Perjanjian atau verbintenis mengandung suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi.4

Menurut Abdul Kadir Muhammad Perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk melaksanakan sesuatu dalam lapangan harta kekayaan.5

Secara etimologi, ‘pengangkutan’ berasal dari kata ‘angkut’ yang berarti mengangkut dan membawa, sedangkan istilah pengangkutan dapat diartikan sebagai pembawa barang-barang atau orang-orang (penumpang).6 HMN Purwosutjipto mendefinisikan, pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut sebagai pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat.

Sedangkan, menurut Pasal 1 Ayat 26 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Pengangkut adalah badan usaha angkutan udara niaga, pemegang izin

3

R. Subekti,Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Bandung, 1987, hlm.9

4

M. Yahya Harahap,Segi-Segi Hukum Perjanjian, Penerbit Alumni, Bandung, 1986, hlm. 6.

5

Abdulkadir Muhammad,Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990, hlm. 78

6

(27)

11

kegiatan angkutan udara bukan niaga yang melakukan kegiatan angkutan udara niaga berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini, dan/atau badan usaha selain badan usaha angkutan udara niaga yang membuat kontrak perjanjian angkutan udara niaga.

Pasal 1 Ayat 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, perjanjian pengangkutan udara adalah perjanjian antara pengangkut dan pihak penumpang dan/atau pengirim kargo untuk mengangkut penumpang dan/atau kargo dengan pesawat udara, dengan imbalan bayaran atau dalam bentuk imbalan jasa yang lain.

Pasal 1 Ayat 13 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, angkutan udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara.

Dalam perkembangannya, konsep pengangkutan dapat di golongkan meliputi tiga aspek, yaitu:7

1. Pengangkutan sebagai usaha (business). 2. Pengangkutan sebagai perjanjian (agreement).

3. Pengangkutan sebagai proses penerapan (applying process).

7

(28)

12

Pengangkutan sebagai perjanjian selalu didahului oleh kesepakatan antara pihak pengangkut dan pihak penumpang atau pengirim. Kesepakatan tersebut pada dasarnya berisi kewajiban dan hak, baik pengangkut dan penumpang maupun pengirim.

Perjanjian pengangkutan adalah persetujuan dimana pihak pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan penumpang dan/atau barang dari satu tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat dan penumpang atau pemilik barang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan.8

Perjanjian pengangkutan pada umumnya bersifat lisan (tidak tertulis), tetapi selalu didukung oleh dokumen pengangkut. Dokumen pengangkutan berfungsi sebagai bukti sudah terjadi perjanjian pengangkutan dan wajib dilaksanakan oleh para pihak yang mengadakan perjanjian. Dokumen pengangkutan barang lazim disebut surat muatan, sedangkan dokumen pengangkutan penumpang disebut karcis pengangkutan. Perjanjian pengangkutan juga dapat dibuat tertulis yang disebut perjanjian carter (charter party), seperti carter pesawat udara untuk mengangkut jemaah haji dan carter kapal untuk mengangkut barang dagangan.9

Menurut Pasal 33 Konvensi Warsawa 1929, perusahaan penerbangan maupun penumpang dan/atau pengirim barang bebas membuat perjanjian transportasi udara internasional asalkan perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan

ketentuan-8

Suwardjoko Warpani,Merencanakan Sistem Pengangkutan, Penerbit ITB, Bandung, 1990, hlm. 46

9Ibid

(29)

13

ketentuan yang diatur dalam konvensi Warsawa 1929, sedangkan berlakunya konvensi Warsawa 1929 diatur di dalam Pasal 34.10

Perjanjian pengakutan udara merupakan perjanjian timbal balik dan sepihak yang merupakan salah satu dari jenis-jenis perjanjian yang mewajibkan kedua belah pihak melakukan prestasi secara timbal balik. Dalam setiap perikatan ataupun perjanjian apapun, tentunya perlu adanya ketentuan yang jelas tentang subjek, objek dan hak serta kewajiban para pihak.

1. Subjek dan Objek Perjanjian Pengangkutan Udara

Di dalam sebuah perjanjian terdapat subjek dan objek perjanjian begitu juga di dalam pengangkutan udara.

Subjek hukum pengangkutan merupakan badan atau orang yang dikenakan hak dan kewajiban. Subjek hukum pengangkutan antara lain adalah:11

a. Pihak yang secara langsung terikat dalam perjanjian yaitu mereka yang secara langsung terikat memenuhi kewajiban dan memperoleh hak dalam perjanjian pengangkutan. Mereka adalah pengangkut, penumpang, pengirim barang, dan adakalanya penerima dimasukkan.

b. Pihak yang tidak secara langsung terikat dengan perjanjian yaitu mereka yang secara tidak langsung terikat pada perjanjian pengangkutan karena bukan termasuk pihak dalam perjanjian pengangkutan, melainkan bertindak

10

K. Martono, Amad sudiro, Hukum Angkutan Udara.PT. Rajagrafindo Persada. Jakarta.2011, hal 256.

11

(30)

14

untuk atas nama, kepentingan pihak lain atau karena sesuatu alasan mereka Objek hukum adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mencapai tujuan hukum.

Berdasarkan pengetian diatas, maka subjek perjanjian pengangkutan dalam peristiwa hukum pengangkutan udara yang akan dianalisis dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 820K/PDT/2013 adalah:

a. Pihak Pengangkut

Pihak pengangkut dalam hal ini adalah perusahaan maskapai penerbangan. Subjek hukum pengangkut dapat bertatus badan hukum, persekutuan bukan badan hukum, atau perseorangan. Maskapai penerbangan adalah sebuah organisasi yang menyediakan jasa penerbangan bagi penumpang dan barang. Mereka menyewa atau memiliki pesawat terbang untuk menyediakan jasa tersebut dan dapat membentuk kerjasama atau aliansi dengan maskapai lainnya untuk keuntungan bersama. Maskapai penerbangan nasional adalah sebuah perusahaan transportasi udara yang diregistrasi secara lokal di dalam suatu negara. mereka bisa berupa perusahaan milik negara, dioperasikan pemerintah, atau dirancang oleh pemerintah sebagai perusahaan yang mewakili negara.

b. Pihak Penumpang

(31)

15

Objek hukum pengangkutan adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mencapai tujuan hukum pengangkutan. Tujuan hukum pengangkutan adalah terpenuhinya kewajiban dan hak pihak-pihak dalam pengangkutan, maka yang menjadi objek hukum pengangkutan adalah:12

1) Muatan barang. 2) Muatan penumpang. 3) Alat pengangkutan. 4) Biaya pengangkutan

Pengangkut berkewajiban untuk mengangkut barang dengan selamat atau mengantarkan penumpang dengan selamat sampai ke tempat tujuan. Sedangkan hak pengangkut adalah mendapatkan upah atau ongkos dari penumpang atau pengirim barang. Kewajiban penumpang adalah membayar upah atau ongkos kirim kepada pengangkut sedangkan haknya diangkut dari satu tempat ke tempat tertentu dengan selamat. Manfaat terjadinya pengangkutan ini yaitu meningkatkan nilai dan daya guna dari orang atau barang yang diangkut.

12

(32)

16

2. Hak dan Kewajiban para Pihak dalam Perjanjian Pengangkutan

Pihak-pihak yang yang terlibat di dalam perjanjian pengangkutan antara lain:13

a. Pihak Pengangkut

Secara umum, di dalam Kitab Undang-Undang Hukum dagang (KUHD) tidak dijumpai defenisi pengangkut, kecuali dalam pengangkutan laut. Akan tetapi, dilihat dari pihak dalam perjanjian pengangkutan, pengangkut adalah pihak yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan orang (penumpang) dan/atau barang.

b. Pihak Penumpang

Peraturan pengangkutan di Indonesia menggunakan istilah “orang” untuk pengangkutan penumpang. Akan tetapi, rumusan mengenai “orang” secara

umum tidak diatur. Dilihat dari pihak dalam perjanjian pengangkutan orang, penumpang adalah orang yang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan dan atas dasar ini dia berhak untuk memperoleh jasa pengangkutan.

c. Pihak Pengirim

Kitab Undang-Undang Hukum dagang (KUHD) Indonesia juga tidak mengatur defenisi pengirim secara umum. Akan tetapi, dilihat dari pihak dalam perjanjian pengangkutan, pengirim adalah pihak yang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan barang dan atas dasar itu dia berhak memperoleh pelayanan

13Ibid

(33)

17

pengangkutan barang dari pengangkut. Dalam bahasa inggris, pengirim disebut consigner, khusus pada pengangkutan perairan pengangkut disebutshipper.

B. Dokumen Pengangkutan Udara

Dokumen pengangkutan udara dengan pesawat udara menurut Pasal 150 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Angkutan Udara terdiri atas:

1. Tiket Penumpang

Menurut Pasal 1 Ayat 27 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Angkutan Udara tiket adalah dokumen berbentuk cetak, melalui proses elektronik, atau bentuk lainnya, yang merupakan salah satu alat bukti adanya perjanjian angkutan udara antara penumpang dan pengangkut, dan hak penumpang untuk menggunakan pesawat udara atau diangkut dengan pesawat udara. Pengangkut wajib menyerahkan tiket kepada penumpang perseorangan atau penumpang kolektif.

Pasal 150 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Pengangkutan Udara mengatur bahwa tiket pesawat harus memuat:

a. Nomor, tempat, dan tanggal penerbitan; b. Nama penumpang dan nama pengangkut;

(34)

18

e. Tempat pendaratan yang direncanakan antara tempat pemberangkatan dan tempat tujuan, apabila ada; dan

f. Pernyataan bahwa pengangkut tunduk pada ketentuan dalam undang-undang.

Konsumen sebagai pengguna jasa angkutan udara yang berhak menggunakan tiket penumpang adalah orang yang namanya tercantum dalam tiket dan dibuktikan dengan dokumen identitas diri yang sah.

2. Tiket Masuk Pesawat Udara (Boarding Pass)

Boarding Passadalah sebuah dokumen yang diberikan oleh maskapai penerbangan kepada para penumpangnya pada saatceck indi bandara.Bording Passini berguna sebagai ‘izin’ masuk kedalam pesawat untuk penerbangan tertentu. Menurut Pasal

152 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan,Boarding Passpesawat udara paling sedikit memuat:

a. Nama penumpang; b. Rute penerbangan; c. Nomor penerbangan;

d. Tanggal dan jam keberangkatan; e. Nomor tempat duduk;

(35)

19

Secara umum, penumpang yang mempunyai tiket elektronik (etiket) hanya membutuhkan Boarding Pass untuk dapat masuk kedalam pesawat. Lain halnya dengan penumpang yang mempunyai tiket manual atau paper ticket, kupon penerbangan pada tiket manual terebut diperlukan bersamaan dengan Boarding Passagar dapat masuk kedalam pesawat.

Boarding Pass ini dikumpulkan oleh pihak bandara untuk melakukan cross check jumlah peumpang yang akan berangkat. Boarding Pass ini biasanya memiliki barcode(kode bar).

3. Tanda Pengenal Bagasi (Baggage Identification/ Claim Tag)

Tanda pengenal bagasi adalah dokumen yang diberikan pada penumpang saat penumpang menyerahkan barang bagasinya kepada maskapai penerbangan saat melakukancheck-in.

Mengenali bagasi masing-masing penumpang maka pengangkut wajib menyerahkan tanda pengenal bagasi kepada penumpang. Tanda pengenal bagasi ini diserahkan pada saat penumpang check-in. Menurut Pasal 153 Ayat (2) Peraturan Mentri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara Tanda Pengenal bagasi paling sedikit harus memuat:

a. Nomor tanda pengenal bagasi;

(36)

0

4. Surat Muatan Udara (Airway Bill)

Pasal 1 Angka 28 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan menyatakan bahwa:

“Surat Muatan Udara (Airway Bill) adalah dokumen berbentuk cetak, melalui proses elektronik, atau bentuk lainnya yang merupakan salah satu bukti adanya perjanjian pengangkutan udara antara pengirim kargo dan pengangkut, dan hak dimana penerima kargo untuk mengambil kargo.”

Pasal 155 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan mengatur bahwa Surat muatan udara sebagaimana dimaksud paling sedikit memuat:

a. Tanggal dan tempat surat muatan udara dibuat; b. Tempat pemberangkatan dan tujuan;

c. Nama dan alamat pengangkut pertama; d. Nama dan alamat pengirim kargo;

e. Nama dan alamat penerima kargo;

f. Jumlah, cara pembungkusan, tanda-tanda istimewa, atau nomor kargo yang ada;

g. Jumlah, berat, ukuran, atau besarnya kargo; h. Jenis atau macam kargo yang dikirim; dan

i. Pernyataan bahwa pengangkutan kargo ini tunduk pada ketentuan dalam undang-undang ini.

(37)

✁1

C. Bagasi Penumpang

Definisi bagasi secara singkat adalah barang yang dibawa penumpang di dalam penerbangan. Pengertian bagasi secara lebih luas adalah barang bawaan, artikel, harta benda, dan baran-barang milik pribadi penumpang, baik bagasi tercatat, bagasi kabin, maupun bagasi tak tercatat yang diizinkan oleh perusahaan penerbangan untuk dapat diangkut di pesawat udara guna keperluan pribadi untuk dipakai atau digunakan oleh penumpang selama melakukan perjalanan atau di tempat tujuan penumpang beraktifitas.14

Pasal 1 Ayat (8) yang di maksud dengan Bagasi Tercatat adalah barang penumpang yang diserahkan oleh penumpang kepada pengangkut untuk diangkut dengan pesawat udara yang sama. Sedangkan menurut Pasal 1 Ayat (9) yang dimaksud dengan Bagasi Kabin adalah barang yang dibawa oleh penumpang dan berada dalam pengawasan penumpang sendiri.

Berdasarkan definisi tersebut di atas, dapat diartikan bahwa barang milik pribadi untuk keperluan sehari-hari yang diperlukan penumpang selama perjalanan harus dibedakan antara barang yang dibawa penumpang dengan barang yang dikirim. Barang bawaan yang dibawa sendiri oleh penumpah disebut bagasi. Sementara itu, barang kiriman yang tidak dibawa sendiri oleh penumpang disebutunccompained.15

14

Suharto Abdul Majid dan Eko Probo D,W,Ground Handling Manajemen Pelayaran Darat Perusahaan Penerbangan,(Jakarta : Rajawali Pers, 2010), hlm 68

(38)

✂✂

Menurut penjelasan di atas maka kita dapat mengegolongkan bagasi penumpang ke dalam tiga golongan utama, yaitu:16

a. Chacked Baggageadalah bagasi terdaftar dan termuat di tempat khusus barang di dalam pesawat yang disebut cargo compartement. Bagasi Tercatat menurut pasal 1 UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan adalah barang penumpang yang diserahkan oleh penumpang kepada pengangkut untuk diangkut dengan pesawat udara yang sama. Sebelum dimasukkan kedalam pesawat, barang tersebut akan ditimbang untuk mengetahui beratnya. Setiap kelebihan berat yang ditentukan oleh perusahaan, akan dikenakan biaya bagasi lebih.

b. Unchecked Baggage menurut pasal 1 UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan adalah barang bawaan yang dibawa sendiri oleh penumpang kedalam kabin pesawat. Barang bawaan itu berada dibawah pengawasan dan tanggung jawab penumpang sendiri. Unchecked baggage biasanya diletahkan dibawah kursi penumpang atau di dalam rak yang biasanya terletak diatas penumpang. Beberapa nama lain unchecked baggage adalah personal effect, IATA free articles as carry on board,free carry on item, dancabin baggage.

Bagasi penumpang harus ditimbang. Jumlah bagasi penumpang yang boleh dibawa di dalam penerbangan dibatasi jumlahnya sesuai dengan kelas pelayanan dan sesuai dengan ketentuan pada masing-masing perusahaan maskapai penerbangan.

16

(39)

✄ ☎

Mengenali bagasi masing-masing penumpang maka pengangkut wajib menyerahkan tanda pengenal bagasi kepada penumpang. Tanda pengenal bagasi ini diserahkan pada saat penumpang ceck in. Menurut Pasal 153 Ayat (2) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara Tanda Pengenal bagasi paling sedikit harus memuat:

a. Nomor tanda pengenal bagasi;

b. Kode tempat keberangkatan dan tempat tujuan; dan c. Berat bagasi.

D. Tanggung Jawab Pengangkutan Udara

Tanggung jawab (liability) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adalah menanggung segala sesuatu kerugian yang terjadi akibat perbuatannya atau perbuatan orang ain yang bertindak untuk dan atas namanya. Pada dunia penerbangan internasional di atur juga tentang ketentuan tanggung jawab maskapai penerbangan. Liability dapat pula diartikan sebagai kewajiban untuk membayar uang atau melaksanakan jasa lain, kewajiban yang pada akhirnya harus dilaksanakan.17

Convention for Unification of Certain Rules relating to International Carriage by Air yang di kenal dengan Konvensi Warsawa 1929 dan pada Tahun 1955 konvensi ini telah di tambah dengan Protocol The Hangue, namun masih banyak kekurangan dalan konvensi ini seperti jumlah penggantian nilai yang terlalu kecil dan merugikan

17

(40)

✆ ✝

penumpang. Ordonansi Pengangkutan Udara Luchtvervoer Ordonantie menyatakan bahwa pengangkut bertanggung jawab atas kerusakan dan kehilangan bagasi namun limit penggantian yang ditentukan peraturan ini sudah sama sekali tidak sesuai dengan keadaan ekonomis dewasa ini.

Tanggung jawab maskapai penerbangan dalam bagasi yang rusak maupun hilang sudah jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan Pasal 144 yaitu “Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh

penumpang karena bagasi tercatat hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama bagasi tercatat berada dalam pengawasan pengangkut”. Pasal 168 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan ayat (1) yaitu “Jumlah ganti kerugian untuk setiap bagasi tercatat dan kargo

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144 dan Pasal 145 ditetapkan dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2009”.

Pasal 1 Ayat (3) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara juga memberikan definisi tanggung jawab pengangkut, yaitu “Kewajiban perusahaan angkutan udara untuk mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau pengirim barang serta pihak ketiga”.

(41)

✞ ✟

pengangkutan adalah suatu perbuatan yang dibebankan kepada kedua belah pihak yang bersifat mengikat atas dasar perjanjian pengangkutan.18

Ajaran hukum yang berlaku di Common Law System maupun Continental System, perusahaan penerbangan sebagai pengangkut yang menyediakan jasa transportasi udara untuk umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau pengiriman barang. Menurut ajaran hukum tersebut, untuk keperluan tanggung jawab (liabilyty) majikan dengan karyawan, pegawai, atau agen atau perwakilannya atau orang yang bertindak untuk dan atas nama perusahaan penerbangan tersebut dianggap seseorang, karena itu berdasarkan ajaran hukum doctrine terebut, perusahaan penerbangan harus bertangung jawab terhadap penumpang, pengiriman barang, maupun pihak ketiga.19

Hukum pengangkutan udara mengenal tiga konsep dasar tanggung jawab hukum , yaitu tanggung jawab atas dasar kesalahan kesalahan (based on fault liability), tanggung jawab hukum tanpa bersalah (presumption of liability), dan tanggung jawab mutlak (absolute liabilityataustrict liability).20

18

E. Suherman,Tanggung Jawab Pengangkutan Dalam Hukum Udara Indonesia, (Bandung : N.V.Eresco I, 1962), hlm 12

19

H.K Martono dan Agus Pramono, Hukum Udara Perdata Internasional dan Nasional, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2013), hlm 10

20Ibid

(42)

✠6

1. Tanggung Jawab karena Kesalahan (Fault of Liability)

Prinsip tanggung jawab karena kesalahan, setiap pengangkut yang melakukan kesalahan dalam penyelenggaraan pengangkutan harus bertanggung jawab membayar segala kerugian yang timbul akibat kesalahan itu. Pihak yang menderita kerugian wajib membuktikan kesalahan pengangkut. Beban pembuktian ada pada pihak yang dirugikan, bukan pada pengangkut. Prinsip ini dianut dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia tentang Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatigdaad) sebagai aturan umum (general rule).21

Pasal 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tanggung jawab hukum kepada orang yang menderita kerugian tidak hanya terbatas kepada perbuatan sendiri, melainkan juga terhadap perbuatan, karyawan, pegawai, agen, perwakilannya apabila menimbulkan kepada orang lain , sepanjang orang tersebut bertindak sesuai dengan tugas dan kewajiban yang dibebankan kepada orang tersebut.

Tanggung jawab atas dasar kesalahan harus memenuhi unsur-unsur :22

a. Ada kesalahan (fault) dan kerugian (damages)

Kerugian tersebut harus ada hubungannya dengan kesalahan, maka perusahaan penerbangan tidak bertangung jawab, demikian pula ada kesalahan tetapi tidak menimbulkan kerugian, maka perusahaan

21

Abdulkadir Muhammad,Hukum Pengangkutan Niaga, Op.Cit., hlm 49

22

(43)

✡ ☛

penerbangan juga tidak bertanggung jawab. Dalam konsep ini yang harus membuktikan adalah korban.

b. Beban pembuktian dan besaran ganti rugi

Apabila penumpang dan/atau pengirim barang sebagai korban yang menderita kerugian mampu membuktikan adanya kesalahan perusahaan penerbangan, ada kerugian dan kerugian tesebut akibat dari kesalahan, maka perusahaan penerbangan harus membayar seluruh kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau pengirim barang.

c. Kedudukan para pihak

Konsep tanggung jawab hukum berdasarkan kesalahan kedudukan para pihak adalah sama dalam arti mempunyai kemampuan saling membuktikan kesalahan pihak yang lain.

Pasal 2 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara, Pengangkut yang mengoperasikan pesawat udara wajib bertanggung jawabatas kerugian terhadap:

a. Penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap atau luka-luka; b. Hilang atau rusaknya bagasi kabin;

c. Hilang, musnah, atau rusaknya bagasi tercatat d. Hilang, musnah, atau rusaknya kargo;

(44)

☞8

Tanggung jawab terhadap hilang atau rusaknya bagasi kabin diatur dalam Pasal 4 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara yaitu:

a. Pengangkut tidak bertanggung jawab untuk kerugian karena hilang atau rusaknya bagasi kabin, kecuali apabila penumpang dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan pengangkut atau orang yang dipekerjakannya.

b. Apabila pembuktian penumpang sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dapat diterima oleh pengangkut atau berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap (inkracht) dinyatakan bersalah, maka ganti kerugian ditetapkan setinggi tingginya sebesar kerugian nyata penumpang.

Tanggung jawab terhadap penumpang yang mengalami hilang, musnah atau rusaknya bagasi tercatat selanjutnya diatur dalam Pasal 5 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara yaitu :

a. Jumlah ganti kerugian terhadap penumpang yang mengalami kehilangan, musnah atau rusaknya bagasi tercatat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c ditetapkan sebagai berikut:

(45)

✌9

rupiah) per kg dan paling banyak Rp.4.000.000,00 (empat juta rupiah) per penumpang; dan

2) kerusakan bagasi tercatat, diberikan ganti kerugian sesuai jenisnya bentuk, ukuran dan merk bagasi tercatat.

b. Bagasi tercatat dianggap hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila tidak diketemukan dalam waktu 14 (empat belas) hari kalender sejak tanggal dan jam kedatangan penumpang di bandar udara tujuan.

c. Pengangkut wajib memberikan uang tunggu kepada penumpang atas bagasi tercatat yang belum ditemukan dan, belum dapat dinyatakan hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebesar Rp. 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) per hari paling lama untuk 3 (tiga) hari kalender.

2. Tanggung Jawab Praduga Bersalah (Presumption of Liability)

Konsep tanggung jawab hukum (legal liability) atas dasar praduga bersalah (Presumption of Liability) mulai ditetapkan sejak Konvensi Warsawa 1929.23 Menurut konsep hukum praduga bersalah perusahaan dinggap bersalah, sehingga perusahaan penerbangan demi hukum harus membayar ganti rugi yang diderita oleh penumpang dan/atau pngirim barang tanpa dibuktikan kesalahan lebih dahulu,

23

(46)

✍0

kecuali perusahaan penerbangan dapat membuktikan tidak bersalah, maka dia dibebaskan dari tanggung jawab membayar ganti kerugian itu.24

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Indonesia juga menganut prinsip karena praduga bersalah. Apabila barang yang diangkut itu tidak diserahkan sebagian atau seluruhnya atau rusak, pengangkut bertanggung jawab menganti kerugian kepada pengirim, kecuali jika dia dapat membuktikan bahwa tidak diserahkan sebagian atau seluruh atau rusaknya barang itu karena peristiwa yang tidak dapat dicegah atau tidak dihindari terjadinya.25

Unsur-Unsur konsep tanggung jawab praduga bersalah (presumption of liability) adalah:26

a. Beban Pembuktian Terbalik

Konsep tanggung jawab bersalah yang harus membuktikan adanya kesalahan adalah perusahaan penerbangan yang disebut dengan beban pembuktian terbalik atau pembuktian negatif. Apabila perusahaan penerbangan, termasuk karyawan, pegawai, agen, atau perwakilannya dapat membuktikan tidak bersalah, maka perusahaan penerbangan bebas tidak bertanggung jawab dalam arti tidak akan membayar ganti rugi yang diderita oleh penumpang dan/atau pengiri barang sedikitpun juga.

24

H.K Martono dan Agus Pramono, Hukum Udara Perdata Internasional dan Nasional, Op.Ci., hlm 13

25

Pasal 468 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Indonesia

26

(47)

✎1

b. Tanggung Jawab Terbatas

Sebagai konsekuensi konsep tanggung jawab hukum praduga bersalah maka perusahaan penerbangan demi hukum bertangung jawab tanpa dibuktikan lebih dahulu secara hukum, namun demikian tanggung jawab perusahaan penerbangan terbatas jumlah kerugian yang ditetapkan dalam konvensi internasional atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berapapun kerugian yang diderita oeh penumpang tidak akan memperoleh ganti rugi seluruhnya.

c. Perlindungan Hukum

Tanggung jawab praduga bersalah menganggap perusahaan bersalah tanpa dibuktikan terlebih dahulu, namun demikian perusahaan penerbangan juga berhak untuk melindungi diri.

d. Ikut Bersalah

Perusahaan penerbangan tidak hanya dapat melindungi diri tetapi perusahaan penerbangan juga dapat membuktikan bahwa penumpang dan/atau pengirim barang juga ikut melakukan kesalahan.

Konsep tanggung jawab bersalah dapat kita lihat pada Pasal 6 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 yang berbunyi:

“(1) Pengangkut dibebaskan dari tuntutan ganti kerugian terhadap hilangnya

(48)

✏ ✑

terdapat barang berharga atau barang yang berharga, dan pengangkut setuju untuk mengangkutnya. (2) Dalam hal pengangkut menyetujui barang berharga atau barang yang berharga di dalam bagasi tercatat diangkut sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), pengangkut dapat meminta kepada penumpang untuk mengasuransikan barang tersebut”.

3. Tanggung Jawab Multak (Absolute Liability)

Prinsip pengangkut harus bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dalam pengangkutan yang diselenggarakannya tanpa keharusan pembuktian ada tidaknya kesalahan pengangkut.27 Berdasarkan konsep tanggung jawab ini korban tidak perlu membuktikan kesalahan dari maskapai penerbangan, tetapi otomatis memperoleh ganti rugi. Para korban cukup memberitahu bahwa menderita kerugian akibat jatuhnya pesawat udara atau orang dan barang-barang dari pesawat udara.

Konsep tanggung jawab multlak terdapat dalam Pasal 144 Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang penerbangan yang berbunyi:

“Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang karena bagasi tercatat hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama bagasi tercatat berada dalam pengawasan pengangkut.”

Tanggung jawab pengangkut terhadap bagasi tercatat dimulai sejak pengangkut menerima bagasi tercatat pada saat pelaporan (check-in) sampai dengan diterimanya bagasi tercatat oleh penumpang sebagaimana hal in termuat dalam

27

(49)

✒✒

pasal 18 Ayat (2) Peraturan Menteri perhubungan No. 77 Tahun 2007 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Udara

E. Kerangka Pikir

Keterangan

Kegiatan pengangkutan terdiri dari dua pihak yaitu pihak penumpang dan pengangkut udara sebagai penyedia jasa angkutan udara. Kegiatan ini menimbulkan hubungan hukum yaitu perjanjian angkutan udara. Didalam melakukan hubungan hukum antara penumpang dan jasa angkutan yang terikat dalam perjanjian pengangkutan tentu tidak luput dari masalah. Salah satu masalah yang dihadapi adalah hilang dan/atau

Tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap bagasi

penumpang Upaya hukum penumpang

terhadap kerugian bagasi yang hilang atau rusak

Putusan Pengadilan Negri-Putusan Pengadilan Tinggi-Putusan Mahkamah Agung No.

820K/PDT/2013 Tanggung Jawab Pengangkutan

Udara

Penumpang Pengangkut Udara

Perjanjian Pengangkutan Udara

(50)

✓ ✔

(51)

III. METODE PENELITIAN

Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran, secara sistematis, metodologis, dan konsisten. Sistematis artinya menggunakan sistem tertentu, metodologis artinya menggunakan metode atau cara tertentu dan konsisten berarti tidak ada hal yang bertentangan dalam kerangka tertentu. Penelitian sangat diperlukan untuk memperoleh data yang akurat sehingga dapat menjawab permasalahan sesuai dengan fakta atau data yang ada dan dapat mempertanggungjawabkan kebenaranya.1

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif atau metode penelitian hukum kepustakaan adalah metode atau cara yang digunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada.2 Untuk itu penelitian ini akan menjelaskan secara lengkap, rinci, jelas dan sistematis dari peraturan

1

Abdulkadir Muhammad,Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hal. 2

2

(52)

✕6

perundang-undangan, kontrak dan kodifikasi tentang Tanggung Jawab Perusahaan Maskapai Penerbangan terhadap Bagasi Penumpang pada Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 820 K/PDT/2013.

B. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan dan menguraikan pokok bahasan yang telah disusun dalam penelitian ini adalah tipe deskriptif. Tipe deskriptif bertujuan untuk memperoleh pemaparan (deskripsi) secara lengkap, rinci, jelas, dan sistematis tentang beberapa aspek yang diteliti pada undang-undang, peraturan pemerintah, atau objek kajian lainnya.3 Untuk itu, penelitian ini akan menggambarkan secara lengkap, rinci, jelas, dan sistematis mengenai Tanggung Jawab Perusahan Maskapai Penerbangan trerhadap Bagasi Penumpang yang didasari pada peraturan perundang-undangan yang terkait serta putusan Pengadilan Nomor 820K/PDT/2013.

C. Pendekatan Masalah

Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan, dengan pendekatan tersebut peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabanya. Metode pendekatan penelitian ini adalah pendekatan peraturan undang-undang (statute approach) suatu penelitian normatif tentu harus harus menggunakan pendekatan perundang-undangan, karena yang akan diteliti adalah berbagai atauran hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral

3

(53)

37

suatu penelitian.4 Adapun yang menjadi subtansi hukum pada penelitian ini yaitu, Tanggung Jawab Perusahaan Maskapai Penerbangan terhadap Bagasi Penumpang yang diatur dalam Undang-Undang dan yang telah diputus oleh Pengadilan.

D. Sumber Data

Jenis data dapat dilihat dari sumbernya, dapat dibedakan antara data yang diperoleh langsung dari masyarakat dan data yang diperoleh dari bahan pustaka.5 Adapun dalam mendapatkan data atau jawaban yang tepat dalam membahas skripsi ini, serta sesuai dengan pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini maka jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan, bahan-bahan hukum yang terdiri dari:6

1. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).

b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.

c. Konvensi Warsawa 1929 tentangConvention for the Unification of Certain Rules Relating to International by Air.

d. Peraturan Menteri Perhubungan No. 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara.

e. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 820 K/PDT/2013.

4

Peter Mahmud Marzuki, 2008,Penelitian Hukum, Kencana Prenada Group, Jakarta, hal.93.

5Ibid

., hlm 93

6Ibid

(54)

38

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer berupa peraturan pelaksanan dan peraturan pelaksana tekhnis yang berkaitan dengan pokok bahasan, seperti literature, norma-norma hukum yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini.

3. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum tersier ini meliputi literatur-literatur ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan tanggung jawab perusahaan maskapai penerbangan terhadap bagasi penumpang dan kamus besar bahasa Indonesia.

E. Metode Pengumpulan

(55)

39

F. Metode Pengolahan Data

Data yang diperoleh baik dari hasil studi kepustakaan selanjutnya diolah dengan mengunakan metode:7

1. Pemeriksaan data (editing), yaitu data yang diperoleh diperiksa apakah masih terdapat kekurangan serta apakah data tersebut sesuai dengan permasalahan. 2. Penandaan data (coding), yaitu memberi catatan atau data yang menyatakan

jenis sumber data (buku literatur, dan perundang-undangan).

3. Rekonstruksi data, (reconstructing),yaitu menyusun ulang data secara teratur, berurutan, logis, sehingga mudah dipahami dan diinterprestasikan.

4. Sistematisi data(sistematizing), yaitu melakukan penyusunan dan penempatan data pada tiap pokok bahasan secara sistemasi sehingga memudahkan pembahasan.

G. Analisis Data

Analisis data dimaksudkan untuk menyederhanakan data yang ada dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan dipahami. Terhadap data primer dilakukan metode deskriptif, yaitu untuk menemukan data-data yang selanjutnya untuk mempermudah dalam menemukan semua permasalahan yang ada dalam penulisan skripsi ini. Sedangkan terhadap data sekunder akan dilakukan secara kualitatif berdasarkan hasil analisis maka ditarik kesimpulan berdasarkan metode deduktif, yakni suatu cara berpikir yang berdasarkan pada fakta bersifat umum kemudian diambil kesimpulan secara khusus.

7Ibid,

(56)

V. PENUTUPAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kasus yang dialami Robert Mangatas Silitonga yang kehilangan bagasi miliknya dalam penerbangan menggunakan maskapai Lion Air merupakan kesalahan pihak maskapai Lion Air. Kasus tersebut telah diselesaikan melalui putusan dari Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan dikuatkan dengan putusan kasasi di Mahkamah Agung. Putusan Mahkamah Agung menguatkan putusan Pengadilan Negeri Semarang dan Pengadilan Tinggi Semarang untuk menghukum PT Lion Mentari Airlines untuk membayar ganti kerugian material gugatan penggugat sebesar Rp. 19.115.000,00.

(57)

63

jawab karena kesalahan (fault of liability). Pengangkut harus bertanggung jawab membayar segala kerugian yang timbul akibat kesalahan itu dan penumpang wajib membuktikan adanya kerugian yang terjadi.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang didapat maka dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Pihak pegawai maskapai penerbangan sebaiknya hati-hati dalam menyimpan bagasi milik penumpang. Pihak pegawai maskapai penerbangan sebaiknya menanyakan isi dari bagasi penumpang/konsumen pada saat proses ceckin.. Apabila terdapat barang berharga maka pihak maskapai sebaiknya meminta kepada konsumen untuk membawaa barang berharga tersebut kedalam bagasi kabin dan atas pengawasan konsumen sendiri. Dalam proses penyelesaian sengketa bagasi peumpang yang dilakukan secara mediasi, sebaiknya maskapai lebih menunjukkan tanggung jawabnya dengan memberikan uang tunggu. 2. Penumpang sebaiknya tidak membawa barang berharga kedalam bagasi

(58)

DAFTAR PUSTAKA

Bambang Sunggono, 2010,Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta

Brad Kizza1980,Liability of Air Carrier for Injuries to Passengers Resulting From Domestic Hijaking and Related to Incidents. Vol46(1)JALC151

Campbell, Hendry, 1990, Black’s Law Dictionary, West Publishing Co,St Paul E. Suherman,1962,Tanggung Jawab Pengangkutan Dalam Hukum Udara Indonesia,

N.V.Eresco, Bandung

G Kantasapoetra , Rein ,1988, Pengantar Ilmu Hukum Lengkap, Bina Aksara , Jakarta

H.K Martono dan Agus Pramono, 2013, Hukum Udara Perdata Internasional dan Nasiona, Raja Grafindo Persada, Jakarta

H.K. Martono dan Amad sudiro, 2011, Hukum Angkutan Udara, PT. Rajagrafindo Persada. Jakarta..

Kansil, C.S.T., 2006, Modul Hukum Perdata Termasuk Asas-Asas Hukum Perdata, PT. Pradnya Paramita, Jakarta

Muhammad, Abdulkadir, 2008, Hukum Acara Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung,

---,2008,Hukum Pengangkutan Niaga, Citra Aditya Bakti, Bandung

---,1990,Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung

(59)

Citra Aditya Bakti. Bandung

---,2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung

M. Yahya Harahap, 1986, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Penerbit Alumni, Bandung Peter Mahmud Marzuki, 2008,Penelitian Hukum, Kencana Prenada Group, Jakarta

Subekti, 1987,Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Bandung Suharnoko, 2004,Hukum Perjanjian, Prenada Media, Jakarta

Suharto Abdul Majid dan Eko Probo D,W, 2010,Ground Handling Manajemen Pelayaran Darat Perusahaan Penerbangan,Rajawali Pers, Jakarta Soerjono Soekamto, 2009, Penelitian Hukum Normatif,Rajawali Pers, Bandung Suwardjoko Warpani, 1990,Merencanakan Sistem Pengangkutan, Penerbit ITB,

Bandung

W.J.S. Poerwadarminta, 1976, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Departemen P dan K, Balai Pustaka, Jakarta

Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan

Peraturan Mentri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara

Lain-lain

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2005 Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga, Balai Pustaka, Jakarta

Referensi

Dokumen terkait

Pelaksanaan tanggung jawab maskapai penerbangan Lion Air dalam pengembalian uang (refund) tiket penumpang akibat wanprestasi yang dilakukan pelaku usaha wajib

Permasalahan yang menjadi sorotan pada maskapai penerbangan udara PT Sriwijaya Airlines adalah hilangnya bagasi penumpang, dalam hal penyelesaian hampir semua

seperti: bagasi tercatat yang diterima penumpang dalam keadaan rusak (pada saat bagasi tercatat diambil oleh penumpang), menurut Peraturan Menteri Perhubungan

Oleh sebab itu, diperlukan adanya tanggung jawab dari pihak maskapai penerbangan dalam mengatasi kerugian yang telah timbul tersebut dengan berdasarkan pada

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hak dan kewajiban maskapai penerbangan menurut ketentuan hukum internasional, serta mengkaji bentuk tanggung jawab

TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT UDARA ATAS KETERLAMBATAN PENGANGKUTAN PENUMPANG DALAM PENERBANGAN DOMESTI K..

dalam pelaksanaan penerbangan yang dimana maskapai penerbangan berkewajiban mengangkut penumpang atau bagasi dengan aman, utuh dan selamat sampai di tempat tujuan,

Adapun kesimpulan dari penulis skripsi ini adalah Maskapai penerbangan sebagai badan usaha wajib bertanggung jawab atas segala sesuatu yang menjadi ruang