i
SKRIPSI
TANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN
TERHADAP PENUMPANG ATAS TERTUNDANYA
PENERBANGAN (
DELAY
) BERDASARKAN PERATURAN
MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 77 TAHUN 2011
TENTANG TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT
ANGKUTAN UDARA
BOBBY FERDINAL PURWANTO NIM. 1116051208
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
ii
TERHADAP PENUMPANG ATAS TERTUNDANYA
PENERBANGAN (
DELAY
) BERDASARKAN PERATURAN
MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 77 TAHUN 2011
TENTANG TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT
ANGKUTAN UDARA
Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana
BOBBY FERDINAL PURWANTO NIM. 1116051208
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
vi
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan
Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir
Skripsi yang berjudul “Tanggung Jawab Maskapai Penerbangan Terhadap
Penumpang Atas Tertundanya Penerbangan (Delay) Berdasarkan Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Angkutan
Udara” tepat pada waktunya.
Penyusunan skripsi ini adalah merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Udayana. Adapun dalam
penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya
kepada :
1. Bapak Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, SH.,MH, Dekan Fakultas Hukum
Universitas Udayana
2. Bapak I Ketut Sudiarta, SH., MH, Pembantu Dekan I Fakultas Hukum
Universitas Udayana.
3. Bapak I Wayan Bela Siki Layang, SH.,MH, Pembantu Dekan II Fakultas
Hukum Universitas Udayana.
4. Bapak I Wayan Suardana, SH.,MH, Pembantu Dekan III Fakultas Hukum
Universitas Udayana.
5. Bapak A.A Gede Oka Parwata, SH.,MH, Ketua Program Ekstensi Fakultas
vii
6. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, SH.,MH, Ketua Bagian Hukum Perdata Fakultas
Hukum Universitas Udayana.
7. Bapak Ngakan Ketut Dunia, SH.,M.,Hum, Dosen Pembimbing I yang telah
banyak memberikan petunjuk serta bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
8. Ibu Ni Putu Purwanti, SH.,MH, Dosen Pembimbing II yang dengan penuh
kesabaran telah memberikan bimbingan dan telah banyak memberikan petunjuk
serta saran-saran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
9. Ibu Ni Ketut Supasti Darmawan, SH.,M.,Hum, Pembimbing Akademik yang
memberikan pengarahan terhadap mata kuliah yang ditempuh selama penulis
mengikuti perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Udayana.
10.Seluruh Bapak/Ibu Dosen dan Staff Pegawai Tata Usaha Fakultas Hukum
Universitas Udayana, yang telah memberikan sumbangsih berupa ilmu
pengetahuan dan pelayanan administrasi kepada penulis.
11.Kepada seluruh Pegawai PT. Garuda dan PT. Lion Air yang telah memberikan
ijin dan membantu dalam penelitian skripsi ini.
12.Kepada Papa dan Mama yang selalu memberikan doa, perhatian, nasehat dan
semangat dalam penyusunan skripsi ini.
13.Kepada Kakek dan Nenek yang selalu memberikan semangat dan dukungan
untuk menyelesaikan skripsi ini.
14.Kepada Melia In Diana, SH, dan Yogi Prasada, SH, yang selalu memberikan
viii
15.Kepada senior dan teman-teman UMCC Adhitya Wisadha, Gusti Ayu Cindy,
Surya Senimurtikawati, Ngurah Indra Suastina, Teuku Fahri, Tasya Nahak, Nik
Mirah, Desi Adilia, Riyani Kartikasari, Dasri Librayanti, Gung Christ, Cintya
Virgyanti, Elcintya Yasana, Gung gek, Alvin Janitra, Gung Bayu Pemayun,
Trisna Anggita, Kevin Saputra, Yudi Gabriel, Triantaka, Gung Ari, Zaky, Gekin
Damayanti, Catur Adnyana, yang memberikan semangat selama pendidikan
hingga skripsi ini terselesaikan.
16.Kepada teman-teman angkatan 2011 Kadek Dwijayanti, Niedia Happy, Gung
Intan, Mang Adi, Dwi Parta, Masdiah Anggreni, Rika Rianti, Eka Saputra, yang
memberikan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.
17.Kepada sahabat Marcel Christian, Yuda wisena, Komang Artha, Antonio Jaury,
Darnika Angga yang lebih dahulu menyelesaikan gelar sarjana namun tetap
memberi semangat dan dukungan selama pendidikan hingga skripsi ini
terselesaikan.
18.Beserta segenap pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah
membantu penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari, bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dengan begitu
banyaknya kekurangan, disamping karena terbatasnya pengetahuan penulis. Sehingga
segala kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan
tulisan penulis selanjutnya.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini dapat
ix
Denpasar, 4 Januari 2016
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... v
xi
d. Teknik Pengumpulan data ... 15
e. Teknik penentuan sampel penelitian ... 16
f. Teknik pengolahan dan analisis data ... 17
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASKAPAI PENERBANGAN , TERTUNDANYA PENERBANGAN DAN PENUMPANG 2.1. Maskapai Penerbangan ... 18
2.1.1. Pengertian maskapai penerbangan ... 18
2.1.2. syarat pendirian maskapai penerbangan ... 19
2.1.3. prosedur pendirian maskapai penerbangan ... 22
2.2. Tertundanya Penerbangan ... 28
2.2.1. Pengertian Tertundanya penerbangan ... 28
2.2.2. Alasan Tertundanya penerbangan ... 29
2.1.2. Akibat terjadi Tertundanya penerbangan (delay) ... 31
2.3. Penumpang ... 33
2.3.1. Pengertian penumpang ... 33
2.3.2. Jenis-jenis penumpang ... 35
2.3.3. Hak dan kewajiban penumpang ... 36
BAB III TANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN TERHADAP PENUMPANG 3.1. Prinsip-prinsip tanggung jawab secara umum ... 39
3.2. Prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hal terjadinya penundaan penerbangan ... 48
xii
4.2. Bentuk ganti rugi dalam hal terjadinya penundaan penerbangan
(delay) ... 57 4.3. Prosedur pemberian ganti rugi dalam hal terjadinya penundaan
penerbangan (delay) ... 60
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan ... 67 5.2. Saran-saran ... 67
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR INFORMAN
xiii
ABSTRAK
Transportasi udara merupakan transportasi yang sangat diminati dengan berbagai kemudahan dan waktu yang relati singkat, akan tetapi dalam pelaksanaan pengangkutan udara juga terdapat kendala-kendala seperti keterlambatan / pembatalan penerbangan , maka dengan adanya keterlambatan ini dikeluarkan peraturan menteri perhubungan no. 77 tahun 2011 tentang tanggung jawab pengangkut angkutan udara , sehingga dapat memberikan perlindungan keamanan serta kepastian agar dapat meningkatkan kepercayaan dari masyarakat untuk menggunakan angkutan udara. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan apakah maskapai penerbangan bertanggung jawab pada kerugian yang dialami oleh penumpang apabila terjadi delay dalam pelaksanaan tugas dan bagaimana bentuk ganti rugi maskapai penerbangan terhadap kerugian yang dialami oleh penumpang
apabila terjadi delay dalam pelaksanaan tugas maskapai penerbangan. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
penelitian hukum empiris , yaitu penelitian hukum dengan data yang diperoleh langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama dengan melalui penelitian lapangan , yang dilakukan baik melalui penelitian lapangan , yang dilakukan baik melalui pengamatan , wawancara , ataupun penyebaran kuisioner.
Dalam prakteknya maskapai penerbangan bertanggung jawab terhadap kerugian yang dialami penumpang apabila terjadi penundaan penerbangan / delay dalam pelaksanaan tugas maskapai penerbangan sesuai dengan prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan. Bentuk tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap kerugian yang dialami penumpang apabila terjadinya penundaan penerbangan / delay dalam pelaksanaan tugas maskapai penerbangan berupa dibebani pengembalian tiket ,pemberian makanan dan minuman serta memindahkan penumpang ke penerbangan berikutnya.
xiv
ABSTRACT
Air transportation is one of the most desirable transportation because it offers various facilities and it takes relatively short time. In the fact, air freight deal with some obstacles for instances delays and/or cancellations. Then delay the transport minister issued regulations no.77 year 2011 on the responsibility of air freight carrier , so that it can provide security protection and certainty in order to increase public confidence to use air transport. so that raises the question of whether the airline is responsible for losses suffered by the passengers in case of delay in the
execution of it’s duties and how restitution airline passengers against losses in the
event of delay in the execution of duty airline.
The method use in this thesis is empirical legal research , namely legal research with data obtained directly from the community as the source of the first through field research , conducted through observation , interview or questionnaires.
In practice , the airline is responsible for the loss of passengers in case of flight delays or the delay in execution of duties in accordance with the principle of responsibility based on the element of fault. A responsibility airline passengers against losses if the occurrence of flight delays or the delay in the execution of tasks burdened airline ticket refund form, the provision of food and beverages , as well as passengers move to the next flight.
A I
PENDAHULUAN
1.1. Latar elakang Masalah
ntuk meraih tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan ndang – ndang Dasar
Republik Indonesia Tahun 1945, yakni mewujudkan wawasan nusantara serta
memperkuat ketahanan nasional maka diperlukan sistem transportasi nasional yang
mendukung pertumbuhan ekonomi, pengembangan wilayah, mempererat hubungan
antar bangsa, dan memperkukuh kedaulatan Negara. Indonesia merupakan negara
kepulauan yang sangat luas dengan letak geografis antar pulau satu dengan pulau yang
lainnya berjauhan, untuk menjalin hubungan antar pulau atau daerah yang luas tersebut
Indonesia membutuhkan jasa pengangkutan. Kondisi seperti itu menyebabkan jasa
pengangkutan mempunyai peran yang sangat penting.
Angkutan udara adalah orang atau badan hukum yang mengadakan perjanjian
pengangkutan udara untuk mengangkut penumpang dengan pesawat terbang dan
dengan menerima imbalan bayaran atau jasa lainnya. Menurut Abdulkadir Muhammad,
pengangkutan adalah proses kegiatan pemindahan penumpang atau barang dari suatu
tempat ke tempat lain dengan menggunakan berbagai jenis alat pengangkut mekanik
yang diakui dan diatur undang – undang sesuai dengan bidang angkutan dan kemajuan
teknologi, salah satunya adalah menggunakan angkutan udara. Menurut ndang –
ndang Nomor 1 Tahun 2009 Pasal 1 ayat (13) tentang Penerbangan yang dimaksud
Transportasi udara mempermudah dalam melakukan pengangkutan antar daerah
maupun pulau dengan waktu yang lebih singkat dan ekonomis, karena biaya yang
dikeluarkan penumpang untuk membeli tiket pesawat udara masih dapat dijangkau.
Dengan perkembangan teknologi dan jaman, masyarakat juga lebih menyukai
menggunakan pesawat udara sebagai alat angkutannya untuk berpergian. Hal ini
disebabkan karena pesawat udara memiliki kecepatan yang melebihi alat transportasi
lainnya seperti transportasi melalui darat dan transportasi melalui laut. Berpergian ke
luar daerah atau pulau memiliki jarak tempuh yang sangat jauh namun apabila
menggunakan pesawat udara akan mempersingkat waktu. Sehingga masyarakat dapat
menghemat waktu dan tenaga.
Dengan jumlah konsumen yang begitu besar, suatu usaha transportasi atau bisnis
transportasi jasa pengangkutan merupakan salah satu usaha yang sangat menggiurkan
untuk di dirikan, karena sangat diperlukan oleh pengguna jasa untuk menghubungkan
antar pulau di Indonesia agar mempermudah dan mempercepat suatu perjalanan
dengan lebih efisien.
Pentingnya peran angkutan udara menuntut penyedia jasa untuk terus berkembang
dan meningkatkan kualitas pelayanan dan keamanan penerbangan. Angkutan udara
mempromosikan kualitasnya baik melalui media elektronik, media cetak, maupun
media online mengenai berbagai fasilitas – fasilitas dan tiket penerbangan dengan
harga yang bervariasi. Dengan banyaknya media serta cara penyampaiannya yang
menggunakan angkutan udara untuk berpergian keluar daerah atau pulau.”Penumpang
dalam hal ini lebih mengutamakan ketepatan waktu dan pelayanan yang memuaskan
sehingga tidak jarang penumpang rela mengeluarkan banyak biaya untuk sampai di
tempat tujuan dengan tepat waktu. Maka dari itu angkutan udara sebagai penyedia jasa
harus memiliki standar kualitas pelayanan yang optimal dan propesional.
Berkembangnya industri di bidang angkutan udara tersebut diatas berdampak pada
semakin banyaknya maskapai penerbangan komersial di Indonesia. Banyaknya
maskapai penerbangan ini salah satunya menyebabkan semakin murahnya harga tiket
pesawat yang hampir sama dengan harga tiket angkutan darat seperti kereta api,
sehingga pengguna jasa angkutan udara dari tahun ke tahun terus mengalami
peningkatan. Namun terdapat beberapa masalah yang sering ditemui dalam sistem
pengangkutan udara tersebut, kerugian yang di alami penumpang salah satunya adalah
tertundanya penerbangan atau yang sering disebut dengan delay. Hal ini sangat
merugikan penumpang, khususnya penumpang yang lebih mengutamakan waktu dari
pada biaya yang dikeluarkan untuk sampai di tempat tujuan secara tepat waktu.
Terjadinya penundaan dan pembatalan penerbangan dapat merugikan bagi pengguna
jasa penerbangan dari segi waktu ataupun biaya. Dimana dalam kenyataannya,
akhir-akhir ini banyak perusahaan angkutan udara yang selalu melakukan penundaan dan
pembatalan penerbangan padahal perusahaan tersebut dalam mempromosikan
kualitasnya selalu berbicara masalah ketepatan waktu atau n time perfrmance dalam
penerbangan. Maka dari itu sangatlah dituntut kepropesionalan pihak maskapai
Banyaknya keluhan dan kritikan dari berbagai kalangan akibat kerugian yang
dirasakan para pengguna jasa angkutan udara akibat tertundanya penerbangan tersebut
di atas, yang merugikan banyak materiil dan kepercayaan, maka dikeluarkannya
ndang – ndang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan dan secara khusus
mengenai tanggung jawab pengangkut angkutan udara diatur dalam Peraturan Menteri
Perhubungan No 77 Tahun 2011. Dikeluarkannya Peraturan Menteri Perhubungan ini
merupakan amanat dari pasal 186 ayat (2) ndang – ndang Nomor 1 Tahun 2009
yang bebunyi “perlu menetapkan peraturan menteri perhubungan tentang tanggung
jawab pengangkut angkutan udara”. Peraturan Menteri Perhubungan ini merupakan
jawaban atas keluhan serta kritikan dari masyarakat yang beranggapan bahwa selama
ini penyelenggaraan jasa penerbangan dirasakan sangat merugikan pengguna jasa
angkutan udara. Dengan adanya Peraturan Menteri Nomor 77 Tahun 2011 ini, hak dan
kewajiban pengguna jasa, penyedia jasa angkutan udara maupun pihak ketiga menjadi
lebih jelas, sehingga apabila terjadi wanprestasi, akan dapat diselesaikan melalui
mekanisme penyelesaian sengketa sesuai ketentuan peraturan perundang – undangan.
1.2. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut.
1. Bagaimanakah tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap penumpang atas
tertundanya penerbangan (delay) berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan
2. Bagaimanakah cara penentuan besarnya ganti kerugian dalam hal terjadinya
penundaan penerbangan (delay) ?
1.3. Ruang Lingkup Masalah
ntuk mempermudah penulisan skripsi ini dan agar lebih terarah dan berjalan
dengan baik, maka perlu kiranya dibuat suatu batasan masalah. Adapun ruang lingkup
permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini, yaitu: hanya dibahas
mengenai tanggung jawab pengangkut angkutan udara serta hanya menggunakan
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 sebagai penyelesaian masalah
mengenai tanggung jawab maskapai penerbangan atas keterlambatan penerbangan
danjuga besaran ganti kerugian yang diterima penumpang oleh pihak maskapai
penerbangan.
1.4. Orisinalitas Penelitian
Dengan ini penulis menyatakan bahwa tulisan yang berjudul Tanggung Jawab
Maskapai Penerbangan Terhadap Penumpang Atas Tertundanya Penerbangan (Delay)
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011adalah sepenuhnya
hasil pemikiran dan tulisan oleh penulis sendiri dengan menggunakan 2 (dua) skripsi
sebagai referensi. Beberapa penelitian yang ditelusuri berkaitan dengan penelitian ini
dapat dikemukakan sebagai berikut:
dayana Diponogoro Tahun 2008
dara Niaga pada transportasi udara niaga berjadwal nasional?
1. paya Hukum yang dapat dilakukan oleh penumpang apabila maskapai yang bersangkutan tidak memberi ganti kerugian?
2. bentuk ganti kerugian yang diberikan oleh maskapai penerbangan kepada penumpang saat penumpang mengalami kerugian?
Bobby ferdinal
1. Bagaimanakah tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap penumpang atas tertundanya penerbangan
(delay) berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 tahun 2011 ?
2. Bagaimanakah cara penentuan besarnya ganti kerugian dalam hal terjadinya penundaan penerbangan (delay) ?
2.1. Tujuan Penelitian
Setiap kegiatan yang dilakukan tentunya mempunyai tujuan yang ingin dicapai,
adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut.
a. Tujuan Umum
ntuk mengetahui bagaimana tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap
penumpang atas tertundanya penerbangan (delay) berdasarkan Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor 77 tahun 2011.
b. Tujuan Khusus
1) ntuk memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar kesarjanaan
dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum niversitas dayana Denpasar.
2) ntuk menambah pengetahuan dan wawasan Penulis di bidang hukum
1.6. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi
perkembangan ilmu khususnya mengenai tanggung jawab maskapai penerbangan
terhadap penumpang atas tertundanya penerbangan (delay) berdasarkan Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor 77 tahun 2011.
b. Manfaat Praktis
Dari segi praktis , berguna sebagai upaya yang dapat diperoleh langsung
manfaatnya, seperti peningkatan keahlian dan keterampilan menulis, sumbangan
pemikiran dalam pemecahan suatu masalah hukum, acuan pengambilan keputusan
yuridis, dan bacaan baru bagi penelitian ilmu hukum.
1.7. Landasan Teoritis
Landasan teoritis adalah upaya untuk mengidentifikasi teori hukum umum dan
khusus, konsep-konsep hukum, asas-asas hukum, pendapat hukum dan lain-lain yang
akan dipakai landasan untuk membahas permasalahan penelitian , sebagai landasan
dimaksudkan untuk mewujudkan kebenaran ilmu hukum yang bersifat consensus yang
diperoleh dari rangkaian upaya penelusuran, maka harus dihindari teori-teori (ajaran
atau doktrin), konsep-konsep hukum, asas-asas hukum, dan pendapat hukum yang
bertentangan satu sama lain. Semakin banyak teori, konsep , asas, dan pendapat hukum
ntuk menjawab rumusan masalah yang diungkapkan maka penelitian ini
menggunakan 3 teori yaitu sebagai berikut.
a. Teori Kepentingan (utilitarianisme theory) dari Jeremy entham
Kebebasan berkontrak adalah refleksi dari perkembangan paham pasar bebas yang
dipelopori oleh adam smith. Adam smith dengan teori ekonomi klasiknya mendasari
pemikirannya pada ajaran hukum alam, hal yang sama menjadi dasar pemikiran Jeremy
Bentham yang dikenal dengan utilitarianisme. tilitarianisme dan teori klasik ekonomi
laissez faire. Dianggap saling melengkapi dan sama-sama menghidupkan pemikiran
liberlis individualistis. Menurut teory utilitis tujuan hukum ialah menjamin adanya
kebahagiaan sebesar-besarnya pada orang sebanyak-banyaknya. Kepastian melalui
hukum bagi perseorangan merupakan tujuan utama dari pada hukum.
Peraturan-peraturan yang timbul dari norma hukum (kaedah hukum), dibuat oleh penguasa
Negara, isinya mengikat setiap orang dan pelaksanaannya dapat dipertahankan dengan
segala paksaan alat-alat Negara. Keistimewaan dari norma hukum justru terletak dalam
sifatnya yang memaksa, dengan sanksinya berupa ancaman hukuman. Bahwa
undang-undang adalah keputusan kehendak dari satu pihak, perjanjian, keputusan kehendak
dari kedua pihak, dengan kata lain, bahwa orang terikat pada perjanjian berdasarkan
atas kehendaknya sendiri pada undang-undang terlepas dari kehendaknya.
b. Teori Mengenai Keputusan Penumpang dari anfet
Teori ini memberikan pernyataan mengenai faktor yang mempengaruhi keputusan
penumpang, “A cnsumer’s purchase f an airline ticket can be either a rutine buyer
Teori tersebut di atas menjelaskan secara eksplisit bahwa kebanyakan penumpang
pesawat terbang mempertimbangkan harga ketika akan membeli tiket pesawat terbang.
Namun demikian, faktor lain yang mempengaruhi penumpang dalam mengambil
keputusan untuk memilih suatu maskapai dan membeli tiket pesawat juga disebabkan
oleh faktor loyalitas, promosi/iklan dan citra yang melekat pada maskapai
penerbangan.
Teori mengenai pengaruh pelayanan, keamanan, harga dan citra Industri jasa
(service) kepuasan pelanggan selalu dipengaruhi oleh kualitas interaksi antara
pelanggan dan karyawan yang melakukan kontak layanan. Ada dua hal pokok yang
berkaitan dengan layanan, yaitu harapan pelanggan terhadap kualitas layanan (expected
quality) dan persepsi pelanggan atas layanan pada saat menerima layanan (experienced
atau perceive quality)
Kualitas pelayanan yang baik timbul karena adanya strategi pelayanan yang
berkaitan dengan kebijakan-kebijakan perusahaan. Strategi pelayanan harus dapat terus
dikembangkan untuk dipelihara dan ditingkatkan terutama untuk menciptakan
kesetiaan pelanggan (custmer lyalty). Strategi pelayanan harus dapat memberikan
nilai (perceive value) yang diterima oleh pelanggannya, seperti pelayanan yang harus
memenuhi harapan pelanggannya, maka hal ini akan memotivasi pelanggan untuk tetap
setia pada perusahaan tersebut daripada harus pindah ke perusahaan pesaing. Kepuasan
dirasakannya dengan harapannya. Jadi, tingkat kepuasan merupakan fungsi dari
perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan.
c. Teori Terjadinya Keterlambatan Penerbangan Menurut “Soherman Abdul” :
1. Ramp Handling
Yaitu keterlambatann dalam melakukan pengemasan muatann kargo dann pos,
serta ketidak tepatan waktu dalam penanganan kebersihan pesawat.
2. Terminal Handling
Yaitu keterlambatan dalam proses check-in, penanganan dalam pengelompokan
penumpang, dan penanganan bagasi.
3. Operatinal Prblem
Yaitu terjadinya keterlambatan masalah dokumen penerbangan.
4. Technical Prblem
Yaitu terjadinya kerusakan pada pesawat atau penggantian pesawat karena alasan
teknis.
5. Ekstern
Yaitu masalah cuaca atau masalah pada imigrasi dan pabean.
1.8 Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian pada penulisan ini adalah penelitian hukum empiris, penelitian ini
pada dasarnya menyangkut data lapangan yang diperoleh langsung dari masyarakat
sebagai sumber pertama dengan melalui penelitian lapangan. Penelitian hukum empiris
menitikberatkan pada penelitian data primer yaitu wawancara
b. Sifat Penelitian
Pada penulisan ini menggunakan penelitian yang bersifat deskriptif.penelitian
yang bersifat deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang
diselidiki dengan menggambarkan keadaan subjek/objek penelitian
(seseorang,lembaga,masyarakat,dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan
fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Penelitian deskriptif dapat dikatakan
sebagai langkah-langkah melakukan representative objektif tentang gejala-gejala yang
terdapat di dalam masalah yang diselidiki. Dengan penelitian deskriptif maka dapat
menggambarkan secara tepat situasi atau kejadian dan menerangkan hubungan antara
kejadian tersebut dengan masalah yang akan diteliti , karena dari hasil ini dapat
memberikan gambaran mengenai tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap
penumpang sehingga gambaran tersebut dapat dianalisa tanpa memberikan
kesimpulan-kesimpulan yang bersifat hukum.
c. Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari dua sumber data yaitu
sebagai berikut.
1. Data primer (data lapangan), yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber
pertama dan belum diolah dan diuraikan oleh orang lain. Data yang diperoleh
2. Data sekunder, antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku,
hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, dan sebagainya.
Adapun bahan hukum yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
sumber-sumber data sekunder yaitu sebagai berikut.
1) Bahan hukum primer , yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat. Bahan
hukum ini berupa peraturan perundangan-undangan yang dapat membantu
dalam menganalisa dan memahami permasalahan dalam penulisan ini.
Dalam penulisan skripsi ini bersumber pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku yaitu sebagai berikut.
a) ndang – undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan.
b) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2008 Mengenai
Penyelenggaraan Angkutan dara.
c) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 Mengenai Tanggung
Jawab Pengangkut Angkutan dara
d) KHPerdata
2) Bahan hukum sekunder, bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan
terhadap bahan hukum primer , berupa literatur-literatur hukum , majalah ,
Koran dan karya tulis yang ada kaitannya dengan permasalahan dalam
penulisan ini.
d. Teknik Pengumpulan Data
Menurut soerjono soekanto dalam penelitian lazimnya dikenal 3 (tiga) jenis alat
- Data studi dokumen atau bahan kepustakaan yang juga disebut sebagai data
sekunder terutama dapat diperoleh dari perpustakaan. Maksudnya bahwa dalam
penelitian ini akan dikumpulkan data-data kepustakaan yang dikumpulkan dengan
cara membaca dan memahami , selanjutnya dilakukan teknik pencatatan dengan
mengutip teori dan penjelasan yang penting dari bahan-bahan yang relavan
dengan pokok permasalahan kutipan tidak langsung.
- Teknik wawancara (interview), yaitu suatu cara yang digunakan untuk
mengumpulkan data guna mencari informasi dengan cara mengadakan Tanya
jawab secara lisan dan tulisan yang diarahkan pada masalah tertentu dengan
informan yang berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan
sebelumnya.
e. Teknik Penentuan Sampel Penelitian
Penentuan populasi dan sampel tepat sangat penting artinya dalam suatu
penelitian , populasi adalah keseluruhan atau himpunan objek dengan ciri yang sama.
Sedangkan sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti yang dianggap
mewakili populasinya. Maka populasi dalam penelitian ini adalah pihak Maskapai
penerbangan Denpasar.
Berdasarkan hal tersebut , pengambilan sampel dengan menggunakan teknik Non
dengan Maskapai Penerbangan , karena sampel-sampel tersebut memenuhi kriteria dan
sifat-sifat yang peneliti tentukan.
f. Teknik Pengolahan dan analisis data
ntuk yang berpedoman hasil atau jawaban atas permasalahan yang diteliti , maka
keseluruhan data yang terkumpul baik itu berupa data kepustakaan maupun data
lapangan, selanjutnya diolah dan analisa secara kualitatif dalam arti keseluruhan data
yang terkumpul diklasifikasikan sedemikian rupa kemudian diambil yang ada
hubungan dengan permasalahan yang dibahas. Akhirnya diperoleh data yang berupa
menjawab atas rumusan masalah dalam skripsi ini yang selanjutnya disajikan secara
deskriptif analistis yaitu berusaha menganalisa data dengan menguraikan dan
memapaparkan secara jelas dan apa adanya mengenai objek yang diteliti.Data
informasi yang diperoleh dari objek penelitian dikaji dan dianalisa dikaitkan dengan
teori dan peraturan yang berlaku yang bertujuan untuk memecahkan permasalahan
PENERANGAN DAN PENUMPANG
2.1 Maskapai penerbangan
2.1.1 Pengertian Maskapai Penerbangan
askapai penerbangan adalah berasal dari bahasa Belanda yakni
“aatschappij”yang berarti “perusahaan”, sedangkan penerbangan memiliki arti yakni:
satu kesatuan sistem yang terdiri atas pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara,
bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan, keselamatan dan keamanan,
lingkungan hidup, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya. enurut R. S.
Damardjati, maskapai penerbangan adalah perusahaan milik swasta atau pemerintah
yang khusus menyelenggarakan pelayanan angkutan udara untuk penumpang umum
baik yang berjadwal (schedule service/regular flight) maupun yang tidak berjadwal
(non schedule service). Penerbangan berjadwal menempuh rute penerbangan
berdasarkan jadwal waktu, kota tujuan maupun kota – kota persinggahan yang tetap.
Sedangkan penerbangan tidak berjadwal sebaliknya, dengan waktu, rute, maupun kota
– kota tujuan dan persinggahan bergantung kepada kebutuhan dan permintaan pihak
penyewa. Sedangkan menurut Widadi A. Suwarno, berpendapat bahwa maskapai
penerbangan atau airlines adalah perusahaan penerbangan yang menerbitkan dokumen
penerbangan untuk mengangkut penumpang beserta bagasinya, barang kiriman
(kargo), dan benda pos (mail) dengan pesawat udara.
enurut ketentuan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang penerbangan
niaga,pemegang izin kegiatan angkutan udara niaga yang melakukan kegiatan
angkutan udara niaga berdasarkan ketentuan undang-undang ini dan/atau badan usaha
selain badan usaha angkutan udara niaga yang membuat kontrak perjanjian angkutan
udara niaga”
Pengangkut pada pengangkutan udara adalah Perusahaan atau askapai
penerbangan yang mendapat izin operasi dari pemerintah mengunakan pesawat sipil
dengan memungut bayaran.
2.1.2 Syarat Pendirian Maskapai Penerbangan
Untuk dapat melakukan kegiatan usaha angkutan udara niaga / angkutanudara
bukan niaga perusahaan harus memiliki izin usaha yang diterbitkan oleh Direktorat
Jenderal perhubungan udara yang memiliki persyaratan sebagai berikut.
a).emiliki akta pendirian badan usaha Indonesia yang usahanya bergerak di bidang angkutan udara niaga berjadwal atau angkutan udara niaga tidak berjadwal dan disahkan oleh enteri yang berwenang.
b).enyampaikan surat persetujuan dari Badan Koordinasi Penanaman odal atau Badan Koordinasi Penanaman odal Daerah apabila yang bersangkutan menggunakan fasilitas penanaman modal.
c). emiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
d).Surat keterangan domisili yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang;
e).enyampaikan tanda bukti modal yang disetor
f). enyampaikan garansi / jaminan bank
g).enyampaikan rencana bisnis (business plan) untuk kurun waktu minimal 5 (lima) tahun yang sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut.
kelangsungan usaha sesuai dengan rute yang dilayani;
b. Angkutan udara niaga tidak berjadwal memiliki 1 (satu) unit pesawat udara
dan menguasai 2 (dua) unit pesawat udara dengan jenis yang mendukung
kelangsungan usaha sesuai dengan rute yang dilayani;
c.Angkutan udara niaga khusus mengangkut kargo memiliki paling sedikit 1
(satu) unit pesawat udara dan menguasai 2 (dua) unit pesawat udara dengan
jenis yang mendukung kelangsungan usaha sesuai dengan rute atau daerah
operasi yang dilayani.
2). Rencana pusat kegiatan operasi penerbangan (operation base) dan rute
penerbangan bagi perusahaan angkutan udara niaga berjadwal sekurang-kurangnya
menggambarkan hal-hal sebagai berikut.
a.Rencana pusat kegiatan operasi penerbangan (operation base)
b. Keseimbangan rute penerbangan.
c.Peta jaringan rute penerbangan.
d. Rute, frekuensi, rotasi diagram penerbangan dan utilisasi pesawat udara
yang akan dilayani secara bertahap selama 5 (lima) tahun.
3). Aspek pemasaran dalam bentuk potensi permintaan pasar angkutan udara
sekurang-kurangnya memuat:
a.peluang pasar angkutan udara secara umum maupun secara khusus pada rute
- perkembangan jumlah permintaan penumpang atau kargo per tahun untuk jangka
waktu sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun terakhir pada rute penerbangan atau
daerah operasi yang akan dilayani;
- potensi jumlah permintaan penumpang atau kargo per tahun untuk jangka waktu
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun ke depan pada rute penerbangan atau daerah
operasi yang akan dilayani;
- rencana utilisasi pesawat udara secara bertahap selama 5 (lima) tahun ke depan
bagi perusahaan angkutan udara niaga tidak berjadwal; danKondisi pesaing
yang ada saat ini pada rute penerbangan atau daerah operasi yang akan dilayani.
b.target dan pangsa pasar yang akan diraih, meliputi :
segmen pasar yang akan dilayani sesuai dengan bidang usahanya; danPangsa
pasar (arket share) per tahun yang akan diraih pada masing-masing rute
penerbangan atau daerah operasi sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun ke depan.
4). Sumber Daya anusia termasuk teknisi dan awak pesawat udara,
sekurang-kurangnya memuat tahapan kebutuhan sumber daya manusia langsung maupun
tidak langsung menyangkut kualifikasi dan jumlah per tahun untuk jangka waktu
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun ke depan.
5). Kesiapan dan kelayakan operasi sekurang-kurangnya memuat :
- rencana pengadaan, pemeliharaan dan perawatan pesawat udara
- rencana pengadaan fasilitas pendukung operasional pesawat udara
- rencana pengadaan fasilitas pelayanan penumpang pesawat udara
a.rencana investasi untuk jangka waktu sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun ke
depan;
b. proyeksi aliran kas (cashflow), rugi – laba dan neraca untuk jangka waktu
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun ke depan;
2.1.3 Prosedur Pendirian Maskapai Penerbangan
engenai pengoperasian pesawat udara diatur dalam Pasal 41 Undang-Undang
No.1 tahun 2009 dimana setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara untuk
kegiatan angkutan udara wajib memiliki sertifikat. Sertifikat tersebut yaitu sertifikat
operator pesawat udara (air operator certificate) yang diterbitkan Direktur Jenderal
Perhubungan Udara
Persyaratan memperoleh air operator certificate (AOC) adalah sebagai berikut :
1. emiliki izin usaha angkutan udara
2. Lulus dalam sertifikasi teknis dan operasional , sertifikat teknis dan operasional
dilakukan untuk memastikan dipenuhi persyaratan-persyaratan teknis dan
operasional dalam lampiran keputusan menteri perhubungan nomor K 22 tahun
2002 tentang Civil Aviation Safety Regulations (CASR) part 121 atau keputusan
menteri perhubungan nomor K 17 tahun 2003 tentang Civil Aviation Regulations
(CASR) part 135.
Pada dasarnya proses sertifikasi teknis dan operasional dilakukan untuk
mengevaluasi kemampuan perusahaan penerbangan dalam memenuhi persyaratan
a. Kemampuan teknis dan operasional, terdiri dari :
- fasilitas kantor, hangar, penunjang pengoperasian;
- peralatan kantor, perawatan pesawat udara, penunjang pengoperasian;
- pesawat udara;
- sistem dan prosedur jaminan mutu, keselamatan dan keamanan;
- kualifikasi sumber daya manusia
-. anual/buku-buku panduan mutu, keselamatan dan kemanan
b. Kemampuan keuangan, terdiri dari :
- mampu untuk memulai usahanya;
- mampu untuk bertahan selama 6 (enam) bulan ke depan sejak memulai kegiatan.
Dalam Prosedur pengajuan permohonan diajukan secara tertulis kepada Direktur
Jenderal Perhubungan Udara selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari sebelum hari
dimulainya pengoperasian pesawat udara dan Penyelesaian proses sertifikasi AOC ,
Direktorat Jenderal Perhubungan udara membagi 5 fase yaitu sebagai berikut.
a. Pre-Aplikasi
Fase ini dilakukan untuk memastikan bahwa pemohon telah memiliki sumber
daya sebagaimana yang dipersyaratkan dalam Lampiran Keputusan enteri
Perhubungan Nomor K 22 Tahun 2002 tentang Civil Aviation Safety Regulations
(CASR) Pasrt 135. Apabila pemohon telah dinilai memenuhi persyaratan dan dapat
melanjutkan ke fase berikutnya, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara akan
memberikan formulir-formulir sebagai berikut.
4 Contoh Formal Letter (Contoh Surat Permohonan Resmi).
Selanjutnya Direktur Jenderal Perhubungan Udara membentuk Tim Sertifikasi
yang paling sedikit terdiri atas 2 orang inspektur operasi pesawat udara. Besar kecilnya
Tim tergantung kepada berapa besar rencana perusahaan tersebut yang akan diketahui
pada fase Pre-Aplikasi. Tim dipimpin oleh Certification Project anager, salah satu
dari inspektur operasi pesawat udara tersebut.Kepada pemohon juga diminta untuk
membentuk Tim sebagai mitra kerja Tim Sertifikasi AOC.
b. Aplikasi Formal
Pada fase ini, Pemohon mengirim surat permohonan resmi ke Direktur Jenderal
Perhubungan Udara sesuai dengan formulir yang telah diberikan pada fase pre-aplikasi
dengan melampirkan hal-hal sebagai berikut.
1. Schedule of Event;
2. Company anuals (buku-buku panduan perusahaan);
3. Company Training Programs (buku-buku panduan diklat);
4. anagement Qualificarion Resume (ringkasan kualifikasi personil kunci);
5. Document of Purchase, Contract of Leasing (dokumen pembelian pesawat,
kontrak atau sewa pesawat udara);
6. Initial Compliance Statement (pernyataan awal pemenuhan
persyaratan-persyaratan);
7. Neraca Keuangan, dengan posisi tidak boleh lebih dari 60 hari sebelum tanggal
8. Projeksi seluruh sumber-sumber dan penggunaan dana selama 6 (enam) bulan ke
depan, dihitung dari bulan dimana diperkirakan AOC akan diperoleh.
c. Evaluasi Pemenuhan Persyaratan Dokumen
Pada fase ini dilaksanakan evaluasi terhadap dokumen sebagai berikut yang
merupakan rincian dari dokumen pada fase Aplikasi Formal yaitu sebagai berikut :
1. compliance statement; 2. management qualification; 3. company operating manual; 4. company maintenance manual; 5. company safety manual; 6. dangerous goods manual; 7. station manual; 8. emergency respone manual; 9. aviation security programs; 10.training program manual; 11.operations specifications; 12 aircraft flight manual; 13.aircraft operation manual 14.quick reference handbook; 15.minimum equipment list; 16.charge data list;
17.airport runway analysis; 18.flight attendant manual;
19.flight operation officer manual; 20.maintenance technical manual;
21.kontrak-kontrak pembelian, penyewaan, perawatan, fasilitas station, ground handling, dan lain-lain.
d. Demo dan Inspeksi
Pada fase ini Tim Sertifikat AOC melakukan pemeriksaan fisik terhadap
kebenaran pernyataan-pernyataan dalam dokumen yang diserahkan Pemohon kepada
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. Di bidang pengoperasian pesawat udara,
dilakukan pemeriksaan fisik terhadap fasilitas pengoperasian di pangkalan utama
maupun di stasiun di bandar udara yang disinggahi.Bidang operasi pesawat udara dan
perawatan pesawat udara secara bersama-sama memeriksa kelaikan pesawat udara,
menyaksikan demo evakuasi darurat dan melakukan proofing flight.
e. Penerbitan Sertifikat AOC
1. Waktu Proses
Sesuai CASR 121.26 untuk memperoleh AOC, pemohon wajib mengajukan
yang diperlukan sesuai dengan persyaratan.Bagi Pemohon yang belum siap dengan
sumber-sumber daya tersebut harus memperhitungkan “lead time” sebelum
mengajukan permohonan AOC.Hal ini dikarenakan untuk mempersiapkan fasilitas,
peralatan, buku-buku manual/panduan dapat memakan waktu berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun.
2. Surveillance.
Setelah pemohon memperoleh AOC, dilaksanakan program pengawasan
berkesinambungan (surveillance) oleh Ditjen Hubud dengan cara menempatkan
Principal Operation Inspector (POI) / Inspektur Penerbang dan Principal Maintenance
Inspector (PI) / Inspektur Ahli Perawatan Pesawat Udara untuk memastikan bahwa
pemegang Sertifikat Operator Penerbangan melaksanakan kegiatannya sesuai dengan
manuals (buku-buku panduan) yang telah disetujui Ditjen Hubud.
3. Audit utu
Setiap 2 tahun sekali Ditjen Hubud melaksanakan audit mutu yang bertujuan
untuk memastikan :
- sumber daya pemegang AOC, minimum masih sama dan masih memenuhi
persyaratan-persyaratan seperti pada saat memperoleh AOC (copliance);
- sistem dan prosedur jaminan mutu, keselamatan dan keamanan yang telah
disetujui Ditjen Hubud.
- sistem dan prosedur jaminan mutu, keselamatan dan keamanan dijalankan,
- apabila temuan-temuan audit mengarah kepada indikasi adanya “syste
breakdown” (terputusnya sistem dan prosedur jaminan mutu, keselamatan dan
keamanan), sistem tersebut segera diperbaiki.
2.2 Tertundanya Penerbangan (Delay)
2.2.1 Pengertian Tertundanya Penerbangan
Tertundanya penerbangan atau yang sering disebut Flight Delayed adalah
penundaan penerbangan yang dilakukan pihak maskapai dari jadwal yang telah
ditetapkan.“enurut uzali Arif, tertundanya penerbangan adalah keadaan maskapai
penerbangan menunda penerbangan dari jadwal yang sudah ditetapkan karena masalah
intern maupun ekstern.”
Selanjutnya adalah mengenai masalah teknis, yaitu adalah masalah yang terjadi
karena disebabkan oleh kerusakan pada alat transportasi yang di akibatkan oleh alat
atau huan error dan juga di akibatkan oleh keadaan alam.asalah teknis merupakan
hal yang sering menjadi faktor utama yang menyebabkan tertundanya penerbangan.
Selain menyangkut keamanan hal yang sangat penting dalam penerbangan adalah
keselamatan, sehingga faktor keselamatan merupakan hal yang harus diutamakan.
Dalam hal terjadinya keterlambatan , penumpang biasanya baru mengetahui
keterlambatan tersebut secara mendadak padahal pemberitahuan keterlambatan
tersebut tidak boleh dilakukan secara mendadak karena akan sangat merugikan
penumpang , maka dalam pasal 37 K No. 25 tahun 2008 menyatakan bahwa setiap
keterlambatan penerbangan perusahaan angkutan niaga berjadwal wajib
2.2.2 Alasan Tertundanya Penerbangan
Adapun beberapa penyebab terjadi tertundanya penerbangan adalah sebagai
berikut.
1. Kerusakan sistem, yakni keadaan penundaan penerbangan yang disebabkan oleh
kerusakan sistem check in. Kerusakan seperti ini menyebabkan proses check in
harus dilakukan secara manual sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama.
2. Kendala operasional, yakni kerusakan pada pesawat yang menyebabkan harus
ditundanya penerbangan. Jika maskapai memiliki pesawat pengganti maka
penundaan akan terselesaikan dan tidak mempengaruhi penerbangan lainnya.
Penundaan pesawat juga disebabkan karena adanya perubahan pesawat dengan tipe
berbeda setelah proses check in berlangsung. Perubahan ini mengharuskan
perubahan penentuan tempat duduk pada beberapa atau sebagian besar penumpang.
3. Kondisi khusus, yakni kondisi yang terjadi pada bandara tujuan dalam status
keamanan tingkat tinggi, yang biasanya harus steril karena digunakan untuk
penerbangan VIP. Contoh saat Presiden Amerika berkunjung ke Bali, semua
penerbangan ke Bali pada slot waktu sebelum kedatangan tamu VIP itu akan
ditunda. Kondisi khusus bisa terjadi jika terdapat isu keamanan di bandara asal atau
tujuan.
4. Kelakuan penumpang, kelakuan yang dapat menyebabkan tertundanya penerbangan
membawa bagasi bagin terlalu besar sehingga harus memindahkannya ke bagasi
pesawat, tetap menggunakan pesawat telephone saat pesawat take off.
5. Keadaan alam, dimana keadaan seperti ini tidak memungkinkan pesawat untuk
melakukan penerbangan karena cuaca yang buruk. Hal seperti ini tidak dapat di
sepelekan karena menyangkut faktor keselamatan penerbangan.
Dari beberapa penyebab tertundanya penerbangan diatas maka dapat disimpulkan
bahwa tertundanya penerbangan merupakan keadaan dimana maskapai penerbangan
melakukan penundaan penerbangan dari jadwal yang telah ditetapkan dikarenakan
masalah intern maupun ekstern sehingga penerbangan tersebut harus ditunda.asalah
yang menyebabkan tertundanya penerbangan merupakan hal yang sangat merugikan
semua pihak, khususnya penumpang. Akibat tertundanya penerbangan tersebut
dipastikan akan merembet ke semua rute terkait khususnya untuk penerbangan koneksi
berikutnya.
2.2.3 Akibat Terjadi Tertundanya Penerbangan (Delay)
Dalam kenyataannya banyak perusahaan yang selalu melakukan penundaan dan
pembatalan penerbangan sehingga menyebabkan jadwal penerbangan tidak sesuai
dengan ketepatan waktu dalam penerbangan , yang berdampak pada perkembangan
bisnis transportasi udara yang merupakan salah satu pendukung pertumbuhan ekonomi
bangsa
Akibat Terjadinya penundaan dan pembatalan penerbangan dapat merugikan
bagi pengguna jasa penerbangan dari segi waktu ataupun biaya sehingga banyak
masyarakat yang merasa di rugikan dan hilangnya kepercayaan atas tertundanya
permenhub RI No.77 tahun 2011, yang menyatakan dalam pasal 146 undang-undang
No. 1 tahun 2009 bahwa Penerbangan mengatur pengangkut bertanggung jawab atas
kerugian yang diderita karena keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi atau
kargo, kecuali apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut
disebabkan oleh faktor cuaca dan teknis operasional .Dengan demikian pengangkut
tetap bertanggung jawab terhadap penumpang yang menderita kerugian akibat
keterlambatan angkutan udara. Ketentuan pasal di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
pengangkut udara tetap bertanggung jawab atas kerugian yang timbul karena
keterlambatan pengangkutan penumpang, bagasi atau barang, kecuali kalau ada
persetujuan lain dari perusahaan penerbangan. Dengan adanya suatu persetujuan, maka
pengangkut udara dapat terbebas dari tanggung jawab atau dengan kata lain tanggung
jawab perusahaan maskapai memiliki batas-batas tertentu.
Bentuk tanggung jawab maskapai penerbangan memberikan ganti kerugian
kepada setiap penumpang dalam bentuk sejumlah nominal uang sebagai bentuk
tanggung jawab atas terjadinya keterlambatan penerbangan yang telah dijadwalkan
sebelumnya yang diatur dalam pasal 10 Peraturan enteri Perhubungan Nomor 77
Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara yang berisi sebagai
berikut.
1. Keterlambatan lebih dari 4 (empat) jam diberikan ganti rugi sebesar Rp. 300.00,00
2. Di berikan ganti kerugian sebesar 50% (lima puluh persen) apabila pengangkut
menawarkan tempat tujuan lain yang terdekat dengan tujuan penerbangan akhir.
Bahkan dalam undang-undang penerbangan soal kompensasi sebagaimana diatur
dalam ketentuan pasal 36 peraturan menteri perhubungan nomor K No. 25 tahun
2008 tentang penyelenggaraan angkutan udara bagi penumpang yang dirugikan wajib
member kompensasi dan informasi yang jelas jika jadwal keberangkatan tertunda
untuk keterlambatan 30-90 menit , maskapai wajib memberikan makanan dan
minuman ringan. Untuk keterlambatan 90 menit hingga 180 menit , kompensasinya
makan besar dan memindahkan penumpang ke penerbangan berikutnya bila diminta.
Sedangkan jika delay di atas 180 menit,maskapai wajib memberikan fasilitas
akomodasi hingga oenumpang diangkut ke penerbangan pada hari berikutnya , untuk
pembatalan penerbangan karena kesalahan pihak maskapai , penumpang
dimungkinkan mengambil akomodasi hingga hari berikutnya atau meminta kembali
tiket secara penuh (refund).
Selain ganti kerugian terhadap keterlambatan pesawat juga diatur tentang ganti
kerugian akibat terjadinya kecelakaan pesawat dan kehilangan barang bagasi
penumpang yang diakibatkan oleh kesalhan yang dilakukan oleh pihak maskapai
penerbangan.
2.3 Penumpang
2.3.1 Pengertian Penumpang
Dalam undang-undang pengangkutan dipakai istilah penumpang untuk
pengangkutan orang tetapi rumusan mengenai penumpang secara umum tidak diatur
pengangkutan orang, Taufik Soekarno berpendapat bahwa penumpang adalah orang
yang mengikatkan diri untuk membayar biaya angkutan atas dirinya yang diangkut.Dal
am perjanjian pengangkutan, penumpang mempunyai dua status, yaitu sebagai subjek
karena dia adalah pihak dalam perjanjian, dan sebagai objek karena dia adalah muatan
yang diangkut.“Sedangkan menurut Zainal Amsah, pengertian penumpang adalah
orang yang mengikatkan diri untuk membayar biaya angkutan atas dirinya yang
diangkut atau semua orang atau badan hukum pengguna jasa angkutan, baik angkutan
darat, udara, laut, dan kereta api.
Pengertian penumpang diatas jika dikaitkan dengan penumpang angkutan udara,
menurut Suherman E. Adi, menyatakan bahwa dalam penerbangan teratur (schedule)
definisi penumpang adalah setiap orang yang diangkut dengan pesawat udara oleh
pengangkut berdasarkan suatu perjanjian angkutan udara dengan atau tanpa bayaran.
Sedangkan “menurut Hartono H. Soeprapto, penumpang pesawat udara adalah pihak
yang mengadakan perjanjian pengangkutan dengan perusahaan penerbangan,
penumpang bersedia membayar harga tiket dan pengangkut sanggup membawa
penumpang ke tempat tujuan. Dan berdasarkan draft convention September 1964
pernah dirumuskan tentang defenisi penumpang di mana disebutkan bahwa penumpang
adalah setiap orang yang diangkut dalam pesawat udara, kecuali orang yang
merupakan anggota awak pesawat, termasuk pramugara atau pramugari. Berikutnya
“menurut Achmad Iskan penumpang pesawat udara adalah pihak yang mengadakan
membayar harga tiket dan pengangkut sanggup membawa penumpang ke tempat
tujuan.
Dari pengertian penumpang diatas dapat penulis simpulkan pengertian penumpang
angkutan udara adalah setiap orang yang diangkut menggunakan pesawat udara
berdasarkan suatu perjanjian yang melahirkan hak dan kewajiban, dimana penumpang
bersedia membayar harga tiket dan pengangkut sanggup membawa penumpang ke
tempat tujuan atau terminal tujuan.
2.3.3. Jenis-jenis Penumpang
Pada umumnya penumpang dibagi menjadi 2 jenis yaitu sebagai berikut.
a. Penumpang Domestik, yakni penumpang yang melakukan penerbangan dari suatu
kota ke kota lain dalam satu wilayah atau Negara.
b. Penumpang Internasional, yakni penumpang yang melakukan penerbangan dari
satu Negara ke Negara lain.
Adapun jenis – jenis penumpang menurut ajid Probo adalah sebagai berikut.
a. Penumpang Biasa, yakni penumpang yang dapat melakukan perjalanan dan
melakukan proses keberangkatan sendiri tanpa membutuhkan bantuan siapapun.
b. Penumpang Khusus, yakni penumpang yang memiliki kondisi fisik dan mental,
status social ekonomi, kedudukan, jabatan, pengaruhnya dikarenakan latar belakang
penumpang yang bersangkutan.
2.3.3 Hak Dan Kewajiban Penumpang
Hukum memberikan hak serta kewajiban kepada penumpang , untuk
menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada penumpang selaku
konsumen yaitu :
1. Hak Penumpang
Seorang penumpang dalam perjanjian angkutan udara tentunya mempunyai hak
untuk diangkut ke tempat tujuan dengan pesawat udara yang telah ditunjuk atau
dimaksudkan dalam perjanjian angkutan udara yang bersangkutan.Di samping itu juga
penumpang atau ahli warisnya berhak untuk menuntut ganti rugi atas kerugian yang
dideritanya sebagai akibat adanya kecelakaan penerbangan atas pesawat udara yang
bersangkutan. Selain itu hak-hak penumpang lainnya adalah menerima dokumen yang
menyatakannya sebagai penumpang, mendapatkan pelayanan yang baik, memperoleh
keamanan dan keselamatan selama dalam proses pengangkutan dan lain-lain.
2. Kewajiban Penumpang
Dalam perjanjian angktan udara , kewajiban utama penumpang adalah mematuhi
seluruh aturan penerbangan maka penumpang dalam memperoleh haknya juga harus
melaksanakan kewajiban yaitu :
a. membayar uang angkutan, kecuali ditentukan sebalinya
b. mengindahkan petunjuk-petunjuk dari pengangkut udara atau dari
pegawai-pegawainya yang berwenang untuk itu
c. menunjukan tiketnya kepada pegawai-pegawai pengakut udara setiap saat apabila
diminta
d. tunduk kepada peraturan-peraturan pengangkut udara mengenai syarat-syarat umum
e. memberitahukan kepada pengangkut tentang barang – barang berbahaya atau
terlarang yang dibawa naik sebagai bagasi tercatat atau sebagai bagasi tangan,
termasuk pula barang-barang terlarang yang ada pada dirinya
Sedangkan menurut Aflah Lubis memberikan pendapat mengenai hak dan
kewajiban penumpang angkutan udara. Berikut hak dan kewajiban penumpang
tersebut:
. hak penumpang angkutan udara adalah :
a) mendapatkan pelayanan yang baik dalam membeli tiket atau karcis pesawat.
b) mendapatkan pelayanan yang baik selama perjalanan dalam penerbangan.
c) mendapatkan santunan dari pihak pengangkut apabila terjadi kecelakaan.
d) menuntut ganti kerugian apabila pihak pengangkut merugikan penumpang.
2. kewajiban penumpang angkutan udara adalah:
a) membeli tiket atau karcis pesawat .
b) mematuhi peraturan yang diperintahkan pihak pengangkut demi kelancaranselama