• Tidak ada hasil yang ditemukan

AGRIBUSINESS ANALYSIS SYSTEM OF CATTLE LIVESTOCK (INTEGRATION OF RICE CROP- CATTLE LIVESTOCK) IN SEPUTIH BANYAK MIDDLE DISTRICT OF LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "AGRIBUSINESS ANALYSIS SYSTEM OF CATTLE LIVESTOCK (INTEGRATION OF RICE CROP- CATTLE LIVESTOCK) IN SEPUTIH BANYAK MIDDLE DISTRICT OF LAMPUNG"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

ANALISIS SISTEM AGRIBISNIS TERNAK SAPI POTONG (INTEGRASI TANAMAN PADI-TERNAK SAPI POTONG)

DI KECAMATAN SEPUTIH BANYAK KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

Oleh Fitria Meysti Sari

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sistem agribisnis ternak sapi potong (integrasi tanaman padi-ternak sapi potong), meliputi (1) subsistem penyediaan faktor produksi, (2) subsistem produksi, (3) subsistem pemasaran, dan (4) subsistem lembaga penunjang. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Seputih Banyak sebagai salah satu kecamatan yang menjadi sentra ternak sapi potong di Provinsi Lampung. Waktu penelitian pada bulan September sampai Oktober 2013. Responden berjumlah 72 petani dengan pengambilan sampel menggunakan

metode acak sederhana. Metode analisis yang digunakan ini adalah analisis ekonomi pertanian, analisis pemasaran dan rasio profit marjin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) penyediaan faktor produksi secara umum baik, namun masih bersifat tradisional, (2) usahatani integrasi ternak sapi potong dengan padi memberikan keuntungan yang memadai dan meningkatkan pendapatan

usahaternak sebesar 14,20% dibandingkan usahatani yang berdiri sendiri. Kontribusi usahaternak sapi potong terhadap pendapatan usahatani adalah 54,04 % dan dapat dikategorikan sebagai cabang usaha semi komersil, (3) struktur pemasaran ternak bersifat oligopsoni dan belum efisien dengan penyebaran marjin keuntungan yangtidak merata, dan (4) lembaga penunjang yang berperan adalah kelompok tani dan dinas peternakan.

(2)

ABSTRACT

AGRIBUSINESS ANALYSIS SYSTEM OF CATTLE LIVESTOCK (INTEGRATION OF RICE CROP- CATTLE LIVESTOCK) IN SEPUTIH

BANYAK MIDDLE DISTRICT OF LAMPUNG

by

Fitria Meysti Sari

This study examined of cattle agribusiness systems (integration of rice crop-cattle), including : (1) production factor subsystem, (2) production subsystem, (3) marketing subsystem, and (4) supporting institutions subsystem. This study was conducted in Seputih Banyak, a production center of cattle-livestock in Lampung Province. The data excluded in September and October 2013. The total number of Respondents were 72 farmers using simple random sampling. The study applied farm economic analysis, marketing and value chain analysis, and simple

comparation profit-margin ratio in each marketing channel. The results showed that (1) the provision of production factor was runing well, althougth the nature was simple and traditional; (2) the integration of rice crop-cattle livestock provided adequate profits and increase farm income up to 14.20% compared to stand alone cattle livestock farms. The contribution of cattle to farm income is 54.04% and the livestock cattle farm could be categorized as semi-commercial agribusiness; (3) the structure of cattle marketing was oligopsonistic and not efficient, showed by unequal distribution of marketing margin, and (4) the supporting institutions that play important roles in cattle-livestock farm are farmers groups and local livestock service.

(3)

(INTEGRASI TANAMAN PADI-TERNAK SAPI POTONG) DI KECAMATAN SEPUTIH BANYAK

KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

Oleh

FITRIA MEYSTI SARI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

pada

Jurusan Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

Skripsi

Oleh Fitria Meysti Sari

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Keterkaitan antar subsistem dalam agribisnis ... 15 2. Kerangka pemikiran analisis sistem agribisnis ternak sapi potong

(Integrasi tanaman padi-ternak sapi potong) . ... 35 3. Populasi ternak sapi potong tahun 2012 di Provinsi Lampung ... 56 4. Pola tanam usahatani dan usahaternak sapi potong di Kecamatan

Seputih Banyak ... 92 5. Sistem integrasi tanaman padi-ternak sapi potong di Kecamatan

(6)

DAFTAR ISI

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka ... 12

3. Teori kontribusi pendapatan dalam rumah tangga ... 26

4. Penelitian terdahulu ... 28

B. Kerangka pemikiran ... 31

III.METODE PENELITIAN A. Konsep dasar dan definisi operasional... 36

B. Lokasi,waktu penelitian dan responden ... 41

C. Jenis data dan metode pengumpulan data ... 44

D. Metode dan alat analisis data ... 44

1.Analisis subsistem penyediaan sarana produksi ... 45

2.Analisis subsistem produksi ... 45

3.Analisis subsistem pemasaran ... 48

(7)

IV.GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Keadaan umum Kabupaten Lampung Tengah ... 53

1. Keadaan geografis ... 53

2. Keadaan demografi ... 55

3. Keadaan sektor pertanian dan peternakan ... 56

B. Keadaan umum Kecamatan Seputih Banyak ... 52

1. Keadaan geografis ... 57

2. Keadaan demografi ... 59

3. Kondisi sektor pertanian dan peternakan ... 60

C. Keadaan umum Desa Setia Bumi dan Desa Sri Basuki ... 61

1. Keadaan geografis ... 61

2. Keadaan demografi ... 62

3. Sarana dan prasarana ... 62

4. Kondisi sektor pertanian dan peternakan ... 64

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Responden... 65

1. Umur responden ... 65

2. Tingkat pendidikan responden ... 66

3. Pengalaman berusahatani dan berusahaternaka ... 67

4. Jumlah tanggungan keluarga ... 68

E. Analisis subsistem lembaga penunjang ... 120

VI.SIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 123

B. Saran ... 124 DAFTAR PUSTAKA

(8)
(9)
(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. Populasi ternak besar nasional tahun 2006-2010 (juta ekor) ... 3 2. Populasi ternak sapi potong per kabupaten/kota di Provinsi Lampung

tahun 2010 (ekor) ... 4 3. Jumlah ternak sapi potong menurut kecamatan di Kabupaten

Lampung Tengah tahun 2009-2011 ... 5 4. Jumlah kecamatan dan kampung di Kabupaten Lampung Tengah

tahun 2013 ... 54 5. Statistik demografi Lampung tahun 2010-2012 ... 55 6. Nama desa dan luasan di Kecamatan Seputih Banyak tahun 2012 ... 58 7. Banyaknya rumah tangga, penduduk laki-laki dan perempuan di

Kecamatan Seputih Banyak tahun 2013 ... 59 8. Luas wilayah berdasarkan potensi penggunaan lahan di Kecamatan

Seputih Banyak ... 60 9. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Desa Setia Bumi dan Desa

Sri Basuki tahun 2011 ... 62 10.Distribusi umur petani-peternak di Kecamatan Seputih Banyak ... 65 11.Tingkat pendidikan petani responden di Kecamatan Seputih Banyak . 66 12.Distribusi pengalaman berusahatani dan berusahaternak petani peternak

di Kecamatan Seputih Banyak ... 67 13.Distribusi jumlah tanggungan keluarga petani peternak di Kecamnatan

Seputih Banyak ... 68 14.Kepemilikan ternak sapi potong oleh petani peternak di Kecamatan

Seputih Banyak ... 69 15.Kepemilikan lahan tanaman padi petani peternak di Kecamatan Seputih

(11)

16.Rata-rata biaya penyusutan peralatan dan kandang petani peternak di Kecamatan Seputih Banyak ... 73 17.Rata-rata penggunaan pupuk padi petani peternak di Kecamatan

Seputih Banyak ... 80 18.Penggunaan tenaga kerja rata-rata per usahatani dan per hektar di

Kecamatan Seputih Banyak ... 82 19.Rata-rata biaya penyusutan peralatan usahatani padi per tahun di

Kecamatan Seputi Banyak ... 83 20.Rata-rata penerimaan petani peternak sapi potong integrasi tanaman

padi-ternak sapi potong di Kecamatan Seputih Banyak ... 97 21.Rata-rata biaya produksi petani peternak sapi potong integrasi tanaman

padi-ternak sapi potong di Kecamatan Seputih Banyak ... 98 22.Rata-rata pendapatan petani-peternak sapi potong integrasi tanaman

padi-ternak sapi potong di Kecamatan Seputih Banyak ... 99 23.Tingkat integrasi usahaternak sapi potong dengan tanaman padi di

Kecamatan Seputih Banyak ... 100 24.Rata-rata penerimaan, biaya, pendapatan dan R/C usahaternak sapi

potong di Kecamatan Seputih Banyak ... 102 25.Rata-rata penerimaan, biaya, pendapatan dan R/C usahaternak sapi

potong di Kecamatan Seputih Banyak ... 104 26.Kontribusi pendapatan pada sistem integrasi tanaman padi-ternak sapi

potong di Kecamatan Seputih Banyak ... 106 27.Analisis marjin pemasaran ternak sapi potong pada saluran pemasaran I

di Kecamatan Seputih Banyak ... 118 28.Analisis marjin pemasaran ternak sapi potong pada saluran pemasaran I

di Kecamatan Seputih Banyak ... 119 29.Identitas responden petani-peternak di Kecamatan Seputih Banyak ... 129 30.Rata-rata penggunaan obat-obatan usahatani padi di Kecamatan Seputih

Banyak ... 133 31.Rata-rata penggunaan benih dan pupuk usahatani padi di Kecamatan

Seputih Banyak ... 141 32.Penggunaan peralatan dan biaya penyusutan alat usahatani padi di

(12)

36.Penyusutan kandan dan alat usahaternak sapi potong di Kecamatan

Seputih Banyak ... 178 37.Penggunaan tenaga kerja usahaternak sapi potong di Kecamatan

Seputih Banyak ... 184 38.Penerimaan usahaternak sapi potong selama satu tahun di Kecamatan

Seputih Banyak ... 187 39.Identitas pedagang pengumpul I ternak sapi potong di Kecamatan

Seputih Banyak ... 191 40.Daftar peternak yang menjual ke peternak lain di Kecamatan Seputih

Banyak ... 191 41.Peternak yang menjual ternak langsung ke PP II di Kecamatan Seputih

Banyak... 191 42.Daftar peternak yang menjual ke PP I-PP II di Kecamatan Seputih

Banyak ... 192 43.Daftar peternak yang tidak melakukan penjualan selama satu tahun di

Kecamatan Seputih Banyak ... 192 44.Daftar peternak yang menjual ke PP I di Kecamatan Seputih Banyak 192 45.Pendapatan usahatani singking petani-peternak di Kecamatan Seputih

(13)

SANWACANA

Bismillahirrohmanirrohim

Alhamdullilahirobbil ‘alamin, segala puji hanya kepada Allah SWT, yang telah memberikan cahaya dan hikmah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad Rasulullah SAW yang telah memberikan teladan dalam setiap kehidupan, kepada keluarga, sahabat dan orang-orang yang mengikuti petunjuk beliau.

Dalam penyelesaian skripsi yang berjudul “Analisis Sistem Agribisnis Ternak Sapi Potong (Integrasi Tanaman Padi-Ternak Sapi Potong) di Kecamatan Seputih Banyak Kabupaten Lampung Tengah”, banyak pihak yang telah memberikan sumbangsih, bantuan, nasehat, serta saran-saran yang membangun, karena itu dengan rendah hati penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof.Dr.Ir. Bustanul Arifin, M.Sc., sebagai Pembimbing Pertama, atas

bimbingan, masukan, arahan, dan nasihat yang telah diberikan selama proses penyelesaian skripsi.

2. Ir. Achdiansyah Soelaiman, M.P., sebagai Pembimbing Kedua, yang telah memberikan bimbingan, bantuan, dan saran-sarannya selama proses penyelesaian skripsi.

(14)

5. Prof.Dr.Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., sebagai Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

6. Dr. Ir. Irfan Affandi, M.Si., sebagai Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan, saran dan nasehat kepada penulis.

7. Ir. Eka Kasymir, M.S., selaku Kepala Laboratorium Analisis Agribisnis dan Ekonomi Pertanian Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, atas bantuan dan arahan yang telah diberikan.

8. Kepada Pak Supardi (Dinas Peternakan Lampung Tengah), Mas Martam, serta pihak-pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terimakasih atas bantuannya selama proses penyelesaian skripsi ini.

9. Seluruh Dosen dan Karyawan di Jurusan Agribisnis terimakasih atas bantuan dan kerjasamanya selama ini.

10. Orang tuaku Tercinta, Ayahanda Arsudin dan Ibunda Sri Hartati, yang tiada pernah lelah berjuang demi putra-putrinya, selalu menyelipkan doa-doa terbaiknya untuk keberhasilan ku, terimakasih banyak Buk dan Pak. 11. Kakakku tersayang Ari Guntur Prahyudha, terimakasih atas kesabaran dan

kasih sayangmu menanti keberhasilanku, dan adikku Rian Agus Saputra yang menjadi motivasiku.

(15)

nasehatnya, serta senantiasa membantu perjuangan ku hingga saat ini. 14. Sohib-sohib terbaik ku yang senantiasa membersamai ku dalam suka, duka,

canda, tangis, bahagia dan tak pernah bosan menyemangati dan menasehati ku, Munyung “Ncus”, cinta “Aras”, bos “Maul”, say “Shufi”, dan mbak Dayang, terimakasih akan ketulusan kalian.

15. Segenap Pimpinan FOSI 09/10 (Liska,Yuli, Elda, Indra, Afandi, Danang, dll), segenap Pimpinan Birohmah 10/11 (Yuni, Nina, Anis, Adi, Andriansyah, Waskita, dll), segenap Pimpinan BEM U 11/12 (Eko, Rahmat, Pay, Umam, Mida, Herdi, Azam,Dzy, dan all KKM’ers), dan The Busners (Mb Gusti, Andi, Tuti, Putri, Danang, dll) terimakasih atas kebersamaan dan ukhuwah selama ini.

16. Teman-teman ku AGB 2007 dan rekan-rekan Sosek 2005, 2006, 2008 dan 2009 yang telah memberikan saran, motivasi, dan bantuan kepada penulis. 17. Semua pihak yang telah membantu demi terselesaikannya skripsi ini yang

tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis,

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Muara Enim tanggal 12 Mei 1989 dari pasangan Bapak Arsudin dan Ibu Sri Hartati. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis

meyelesaikan pendidikannya di Taman Kanak-kanak Al-Islam di Baradatu pada tahun 1995, tingkat Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Setia Negara pada tahun 2001, tingkat SLTP di SMP Negeri 1 Baradatu pada tahun 2004, tingkat SLTA di SMA Negeri 1 Bukit Kemuning pada tahun 2007. Penulis tercatat sebagai mahasiswa di Universitas Lampung, Fakultas Pertanian, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian,

Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian pada tahun 2007 melalui jalur Seleksi Penelusuran Kreatifitas Akademik dan Bakat (PKAB).

(17)

identifikasi ketahanan pangan dan preferensi konsumen terhadap konsumsi bahan pangan pokok (2013).

(18)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

pembangunan nasional. Sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan yang penting karena selain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk juga merupakan sektor andalan penyumbang devisa negara dari sektor non migas. Pembangunan pertanian bertujuan untuk mencapai pembangunan yang maju, berwawasan agribisnis, berbudaya industri, dan berbasis pedesaan.

Pembangunan peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian dalam arti luas. Sektor peternakan mempunyai peranan yang juga penting dalam menumbuhkan dan mengembangkan potensi ekonomi rakyat, terutama yang berada di perdesaan. Tantangan utama yang dihadapi dalam

(19)

Subsektor peternakan kedudukannya sangat penting dalam perekonomian Indonesia. Di samping sebagai sumber bahan makanan, bahan mentah bagi sektor industri, juga merupakan lapangan kerja bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Tanpa mengabaikan subsektor lainnya, subsektor peternakan ini mempunyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan lebih lanjut, karena subsektor peternakan lebih efisien dalam memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia dan tenaga kerja yang melimpah.

Sapi potong merupakan salah satu produk peternakan dan penghasil daging di Indonesia. Beternak sapi potong mempunyai prospek yang cerah karena

permintaan pasar terhadap daging sapi semakin meningkat, ketersediaan tenaga kerja besar, adanya kebijakan pemerintah yang mendukung upaya

pengembangan sapi potong, hijauan pakan dan limbah pertanian tersedia sepanjang tahun, dan usaha peternakan sapi lokal tidak terpengaruh oleh krisis ekonomi global (Kariyasa, 2005; Gordeyase et al, 2006; dalam Suryana, 2009).

Ternak sapi potong memiliki manfaat lebih luas dan bernilai ekonomis lebih besar dari pada ternak lain. Usaha ternak sapi merupakan usaha yang lebih menarik sehingga mudah merangsang pertumbuhan usaha. Akan tetapi hal ini tidak diiringi dengan sistem agribisnis peternakan yang baik di masyarakat. Jika dilihat dari perkembangannya, populasi ternak sapi potong di Indonesia menunjukkan kemajuan yang positif.

(20)

mencapai 13.633 ekor pada tahun 2010 atau mengalami peningkatan rata-rata sebesar 1,12 persen per tahun.

Tabel 1. Populasi ternak besar nasional tahun 2006-2010 (juta ekor)

Tahun Sapi

Sumber : Direktorat Jendral Ternak, 2010

Produksi daging sapi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan karena populasi dan tingkat produktivitas rendah (Suryana, 2009). Rendahnya

populasi sapi potong antara lain disebabkan sebagian besar ternak dipelihara oleh peternak berskala kecil dengan lahan dan modal terbatas (Kariyasa dan Mersyah 2005; dalam Suryana, 2009). Untuk memenuhi kebutuhan daging sapi dalam negeri, pemerintah melakukan kebijakan impor daging mencapai 70 ribu ton dan sapi bakalan setara dengan 250,8 ribu ton daging pada tahun 2009 (Ditjennak, 2010).

Kabupaten Lampung Tengah merupakan kabupaten yang menjadi sentra ternak sapi potong di Propinsi Lampung, karena memiliki populasi ternak sapi

(21)

288.449 ekor pada tahun 2011. Tingginya populasi ini merupakan salah satu potensi yang perlu diperhatikan dan dikembangkan sehingga akan bermanfaat demi peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan keluarga peternak dan

masyarakat sekitar sesuai dengan tujuan pembangunan peternakan.

Tabel 2. Populasi ternak sapi potong per kabupaten/kota di Propinsi Lampung tahun 2010-2011 (ekor)

No Kabupaten / Kota Populasi Sapi Potong

2010 2011

Jumlah 496.066 742.776

Sumber : Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Lampung, 2011

(22)

di Kecamatan Seputih Banyak, secara berturut-turut sejak tahun 2009-2011 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah ternak sapi potong menurut kecamatan di Kabupaten Lampung Tengah tahun 2009-2011

No Kecamatan Sapi Potong (ekor)

2009 2010 2011

Jumlah 140.579 163.019 202.232

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2011

(23)

sehingga fungsi sapi potong sangat kompleks dalam menunjang kehidupan peternak (Gunawan, 2003) dalam (Rustiharjo, 2009). Selain itu, menurut perhitungan ekonomis saat ini usaha dengan pola peternakan rakyat

memberikan net present valeu (NPV) negatif atau sangat kecil. Oleh karena itu, dalam agribisnis peternakan sapi potong setiap subsistem harus terintegrasi dengan baik dan terpadu, agar diperoleh keuntungan yang maksimal.

B.Perumusan Masalah

Pelaksanaan sistem agribisnis peternakan yang ada belum optimal

Prinsip-prinsip usahatani yang berorientasi agribisnis adalah pola usahatani yang sesuai dengan agroekosistem, usahatani yang intensif sebagai usaha komersil, lestari dan menjamin peningkatan pendapatan dan perbaikan taraf hidup (Saleh, 2010). Salah satu sistem pertanian terpadu yaitu sistem integrasi tanaman-ternak. Contohnya sistem integrasi tanaman semusim dengan ternak sapi potong yang merupakan intensifikasi sistem usahatani melalui pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan secara terpadu dengan komponen ternak sapi potong sebagai bagian kegiatan usaha.

(24)

peternakan yang dimiliki, dengan memanfaatkan limbah dari tanaman

pertanian ini sebagai input produksi usaha ternak guna menekan biaya produksi ternak. Sedangkan pada sektor peternakan, ternak sapi potong menjadi ternak yang banyak dipelihara oleh masyarakat sebagai usaha sampingan ataupun tabungan masa depan.

Masyarakat di Kecamatan Seputih Banyak telah lama melakukan sistem integrasi tanaman dengan ternak sapi potong. Hal yang menjadi permasalahan adalah masyarakat belum sepenuhnya memanfaatkan limbah pertanian untuk menunjang usaha ternak mereka, serta masih mengganggap usaha sapi potong yang mereka jalankan sebagai usaha sampingan dan bertumpu pada sumber pendapatan tanaman pertanian yang mereka usahakan. Masyarakat cenderung tidak mengoptimalkan dalam mengkombinasikan faktor-faktor produksi yang ada dalam sistem agribisnis peternakan.

Pendapatan peternak sapi potong masih rendah

Dalam tatanan kehidupan masyarakat pedesaan, sapi memiliki manfaat yang luas dan nilai ekonomi yang tinggi bila dibandingkan dengan ternak besar lainnya seperti kerbau dan kuda. Sapi juga dapat digunakan sebagai tabungan para petani di desa-desa, pada umumnya pada saat panen mereka menjual hasil pemanenan yang digunakan untuk membeli beberapa ekor sapi, sapi-sapi tersebut pada masa peceklik atau pada berbagai keperluan dapat dijual kembali. Kebiasaan ini yang terus terjadi hingga saat ini, sehingga petani tidak

(25)

Keberhasilan usaha peternakan dapat diketahui dari besarnya pendapatan yang diterima peternak. Usaha untuk meningkatkan pendapatan peternak adalah dengan meningkatkan produksi. Memperoleh hasil yang maksimum dari usaha peternakan, diperlukan usaha yang tepat dalam mengintegrasi setiap subsistem agribisnis peternakan dengan keterampilan manajemen tertentu. Peternak tidak menjadikan usaha ternak sapi sebagai sumber pendapatan utama, karena

pendapatan dari usaha ternak memiliki jangka waktu yang cukup lama dan tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari, oleh sebab itu peternak di desa ini memiliki sumber pendapatan lain diluar usaha peternakan sapi potong,

sehingga diperlukan adanya penelitian untuk struktur pendapatan dan menghitung pendapatan petani dari beternak sapi potong dan sumber pendapatan lain yang diperoleh petani.

Masih minimnya pengetahuan peternak terhadap masalah manajemen produksi dan jaringan pemasaran

Keberhasilan suatu usahatani dapat dilihat dari pendapatan yang diterima oleh petani. Peningkatan produksi harus diikuti dengan peningkatan kualitas sistem pemasaran, sehingga dalam pelaksanaannya pengelolaan produksi harus dilakukan secara berkesinambungan dan berkaitan satu sama lain untuk mencapai efisiensi dan keuntungan yang optimal.

(26)

berfluktuasi. Peternak di desa ini menjual ternaknya dalam bentuk sapi hidup berdasarkan bobotnya ataupun tidak, dan pembeli biasanya langsung datang ke peternak, hal ini menjadikan harga yang diterima peternak sapi potong

cenderung rendah, sementara harga sapi di masyarakat tinggi karena harga ditentukan oleh peternak dan pembeli ditempat dan peternak tidak memiliki pengetahuan harga pasar yang pasti.

Sistem integrasi tanaman-ternak merupakan suatu sistem pertanian yang dicirikan oleh keterkaitan yang erat antara komponen tanaman dan ternak dalam suatu usahatani dalam suatu wilayah. Keterkaitan tersebut merupakan suatu faktor pemicu dalam mendorong pertumbuhan pendapatan masyarakat tani dan pertumbuhan ekonomi wilayah dengan cara yang berlanjut. Sistem integrasi tanaman semusim-ternak sapi potong yang merupakan contoh intensifikasi sistem usahatani melalui pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan secara terpadu dengan komponen ternak sapi potong sebagai kegiatan usaha.

(27)

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan diatas, maka rumusan masalah penelitian adalah :

1. Bagaimanakah kinerja subsistem penyediaan faktor produksi ternak sapi potong (Integrasi Tanaman-Ternak) di Kabupaten Lampung Tengah? 2. Bagaimanakah subsistem produksi, pendapatan peternak sapi potong dan

besarnya kontribusi usahaternak sapi potong (Integrasi tanaman-Ternak) terhadap pendapatan usahatani di Kabupaten Lampung Tengah?

3. Bagaimanakah subsistem pemasaran usahaternak sapi potong di Kabupaten Lampung Tengah?

4. Bagaimanakah subsistem lembaga penunjang usahaternak sapi potong di Kabupaten Lampung Tengah?

C.Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka penelitian bertujuan untuk :

1. Mengetahui kinerja subsistem penyediaan faktor produksi usahaternak sapi potong di Kabupaten Lampung Tengah.

2. Menganalisis subsistem produksi, pendapatan peternak sapi potong dan kontribusi usahaternak sapi potong terhadap pendapatan usahatani di Kabupaten Lampung Tengah.

3. Menganalisis subsistem pemasaran usahaternak sapi potong di Kabupaten Lampung Tengah.

(28)

D.Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi:

1. Peternak sapi potong, sebagai bahan pertimbangan dalam mengusahakan ternak sapi potong agar memperoleh hasil yang maksimal untuk

meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan.

2. Dinas peternakan dan instansi terkait, sebagai bahan masukan, pertimbangan dan informasi dalam upaya meningkatkan produksi ternak sapi potong dan menentukan kebijakan untuk peternak sapi potong di Propinsi Lampung 3. Peneliti lain, sebagai bahan informasi dan perbandingan untuk penelitian

(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A.Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan Ekonomis Sapi Potong

Sapi potong merupakan salah satu komponen usaha yang cukup berperan dalam agribibisnis pedesaan, utamanya dalam sistem integrasi dengan subsektor pertanian lainnya, sebagai rantai biologis dan ekonomis sistem usaha tani . Terkait dengan penyediaan pupuk, maka sapi dapat berfungsi sebagai "pabrik kompos". Seekor sapi dapat menghasilkan kotoran sebanyak 8-10 kg/hari yang apabila diproses akan menjadi 4-5 kg pupuk organik. Potensi pupuk organik ini diharapkan dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mernpertahankan kesuburan lahan, melalui siklus unsur hara secara sempurna (Syamsidar,2010).

Di Indonesia terdapat beberapa jenis sapi dari bangsa tropis, beberapa jenis sapi tropis yang sudah cukup popular dan banyak berkembangbiak di Indonesia adalah sebagai berikut :

1. Sapi Bali

(30)

akibat proses domestikasi, dadanya dalam, dan badannya padat. Warna tubuh pada masih pedet sawo matang atau merah bata. Setelah dewasa warna pada bulu berubah menjadi kehitaman. Tanduk pada jantan tumbuh kebagian luar kepala, sedangkan pada betina tumbuh kebagian dalam kepala. Tinggi sapi dewasa mencapai 130 cm dan berat rata-rata sapi jantan 450 kg, sedn angkan sapi betina beratnya mencapai 300-400 kg.

2. Sapi Madura

Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara Bos Sondaicus dan Bos Indicus. Daerah atau lokasi penyebaran terutama di Pulau Madura dan Jawa Timur. Sapi ini termasuk sapi pedaging dan pekerja, sapi Madura memiliki warna merah bata baik pada jantan maupun pada yang betina. Sapi jantan memiliki tanduk yang pendek dan beragam lebih kurang 15-20 cm,

sedangkan pada yang betina tanduk lebih kecil dan pendek lebih kurang 10 cm. Panjang badan mirip sapi Bali tetapi berponok kecil dengan tinggi badan kira-kira 118 cm dan berat 350 kg.

3. Sapi Ongole

(31)

bagian pangkal berukuran besar, tumbuh ke arah luar belakang. Berat sapi jantan 550 kg, sedangkan yang betina sekitar 350 kg.

4. Sapi American Brahman

Bangsa sapi ini berkembang baik di Amerika Serikat dan sekarang telah tersebar luas baik di daerah tropis maupun sub tropis, yakni Australia dan di Indonesia. Sapi ini termasuk tipe sapi pedaging yang baik di daerah tropis, walaupun di daerahnya kurang subur, tetapi sapi ini tumbuh dengan cepat karena pakannya sederhana. Sapi ini memiliki ukuran tubuh yang besar dan panjang dengan kedalaman tubuh sedang. Bagian punggung lurus, kaki panjang hingga sedang. Memiliki warna abu-abu muda tetapi adapula yang berwarna merah atau hitam. Warna pada jantan lebih gelap dari pada betina, ukuran tanduk sedang, lebar, dan besar. Kulit longgar, halus dan lemas dengan ketebalan sedang. Ukuran ponok pada jantan besar, sedangkan pada betina kecil. Sapi ini tahan terhadap panas dan tahan terhadap gigitan nyamuk (Wariyanto, A. 1986) dalam (Arbi, 2009).

(32)

2. Teori Sistem Agribisnis

Menurut Arsyad (1985) dalam Soekartawi (2001), menyatakan bahwa agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas. Yang dimaksud dengan ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas adalah kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian.

Menurut Winarso (2010), secara konseptual sistem agribisnis merupakan kesatuan sinergi antara beberapa subsistem yang terkandung di dalamnya, yakni (1)

subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi, teknologi dan

(33)

Gambar 1. Keterkaitan antar subsistem dalam agribisnis Sumber : Winarso B dan Yusmichad Yusja, 2010

Menurut Sutawi (2002) dalam Saleh (2010), sistem agribisnis merupakan kesatuan kinerja agribisnis yang terdiri dari : a. Subsistem agribisnis hulu yang berupa kegiatan ekonomi input produksi, informasi dan teknologi; b. Subsistem usahatani; c. Subsistem pengolahan; d. Subsistem pemasaran, dan ; e. Subsistem jasa penunjang, yaitu dukungan sarana dan prasarana serta lingkungan yang kondusif bagi pengembangan agribisnis. Sedangkan menurut Ikhsan Semaoen (1996) dalam Hasyim (2005), menyatakan bahwa agribisnis secara umum

(34)

untuk menghasilkan dan mendistribusikan input produksi, aktivitas untuk produksi usahatani, untuk pengolahan, dan pemasaran.

Menurut Saragih (2000) dalam Rustijarno (2009), sistem agribisnis peternakan mencakup empat subsistem, yaitu (1) subsistem agribisnis hulu peternakan (penyediaan faktor (input) produksi), (2) subsistem usaha atau produksi peternakan, (3) subsistem agribisnis hilir peternakan, dan (4) subsistem jasa. Agribisnis peternakan juga terkait beberapa lembaga, antara lain lembaga produsen, lembaga konsumen, lembaga profesi, lembaga pemerintahan dan lembaga ekonomi (Handayani dan Priyanti, 1995) dalam (Rustijarno, 2009).

Aktivitas agribisnis tidak lagi sekedar berorientasi pada produksi semata, sebagaimana yang dilakukan pada agribisnis tradisional. Agribisnis dengan demikian bukan saja semata-mata dalam konteks pemenuhan kebutuhan masyarakat pedesaan, tetapi juga dalam rangka memperoleh nilai tambah yang lebih besar, sehingga kegiatan off-farm seperti agroindustri dan marketing menjadi sangat penting. Pengertian agribisnis seperti disebutkan tadi juga mengandung implikasi bahwa membawa agroindustri kepada era yang modern memerlukan penataan kelembagaan yang sesuai pula. Berikut adalah penjelasan beberapa subsistem dari sistem agribisnis sapi potong :

a. Subsistem Agribisnis Penyediaan Faktor Produksi

(35)

memproduksi, menyediakan, menyalurkan, dan memakai input serta sarana produksi pertanian. Moehar Daniel (2002) dalam Saleh (2010) menyatakan bahwa faktor (input) produksi adalah faktor yang mutlak diperlukan dalam proses produksi.

Faktor produksi harus dikelola agar dapat bermanfaat untuk

mengkoordinasi penggunaan faktor-faktor produksi yang ada seefektif mungkin, sehingga hasil yang lebih baik dari suatu proses produksi dapat tercapai. Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani menentukan, mengorganisir, dan mengkoordinir faktor-faktor yang dikuasai sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi sebagaimana yang

diharapkan. Ukuran keberhasilan pengelolaan ini yaitu kenaikan

produktivitas dari setiap faktor-faktor produksi yang dipakai dalam setiap proses produksi.

Dalam teori produksi terdapat tiga perhitungan:(1) produksi total (PT), (2) produk rata-rata (PR), (3) produk marginal (PM).

Produksi total (PT) adalah jumlah total produksi yang dihasilkan dengan menggunakan semua faktor produksi selama periode waktu tertentu.

Secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut: Y = f ( X1, X2, …, Xn )

Keterangan :

Y = Hasil produksi fisik

X = Faktor produksi yang digunakan (i = 1, 2, 3, …., n)

(36)

Produk rata-rata (PR) adalah produk total per satuan faktor produksi variabel. Secara matematis persamaannya ditulis:

PR = PT/X

Produk marginal (PM) adalah perubahan produk total sebagai akibat dari tambahan satu satuan faktor variabel. Persamaannya ditulis:

PM = ∆Y/∆X

Perubahan yang relatif dari produk yang dihasilkan disebabkan oleh perubahan relatif faktor produksi yang disebut sebagai elastisitas produksi (EP). Secara matematis elastisitas produksi dapat dituliskan sebagai berikut:

EP = (∆Y/Y)/(∆X/X) EP = (∆Y/∆X) * (X/Y) EP = PM/PR

Dimana:

PM = Produk marginal PR = Produk rata-rata Y = Jumlah produksi X = Jumlah faktor produksi

(37)

Daerah produksi I menunjukkan nilai elastisitas produksi yang lebih besar dari satu, yang berarti bahwa penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan output yang lebih besar dari satu persen yang berarti produksi masih bisa ditingkatkan. Daerah ini disebut sebagai daerah irasional.

Daerah produksi II mempunyai nilai elastisitas produksi antara nol dan satu. Pada daerah ini penambahan input sebesar satu persen akan

menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu dan paling rendah nol. Pada suatu tingkat tertentu dari penggunaan input didaerah ini akan memberikan keuntungan yang maksimum. Hal ini berarti bahwa

penggunaan faktor-faktor produksi sudah optimal. Oleh karena itu daerah ini disebut dengan daerah rasional.

Daerah produksi III mempunyai nilai elastisitas produksi lebih kecil dari nol, artinya setiap penambahan input akan menyebabkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan, sehingga daerah ini disebut sebagai daerah irrasional.

b. Subsistem Produksi

Menurut Soekartawi (2002), menyatakan bahwa ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif dan efesien untuk tujuan

(38)

mereka sebaik-baiknya dan dikatakan efesien apabila pemanfaatan sumber daya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input).

Menurut Mubyarto (1995) dalam Ibramsyah (2006), produksi adalah hasil yang diperoleh petani atau peternak pada saat panen, sedangkan menurut Hernanto (1996) dalam Ibramsyah (2006), produksi merupakan suatu kegiatan yang mengubah faktor-faktor produksi atau input menjadi produk atau output. Produksi dalam arti sempit dapat didefinisikan sebagai suatu proses pendayagunaan sumber-sumber yang tersedia, dengan harapan terwujudnya hasil lebih dari semua pengorbanan yang diberikan. Sedangkan dalam arti luas didefinisikan sebagai suatu pendayagunaan segala sumber-sumber yang tersedia.

Hasyim (2005), menyatakan bahwa agribisnis bertujuan untuk

(39)

Subsistem produksi dalam agribisnis sapi potong meliputi proses

produksi dan teknologi, pelaku dalam sistem produksi, penggunaan input dan output, sistem kerjasama produksi meliputi hak dan kewajiban, skala usaha, serta kendala yang ada dalam produksi.

Panen adalah ketika bobot sapi bertambah dari bobot awal, selama periode waktu tertentu. Panen meliputi penjualan ternak sapi dan hasil lain yang diperoleh dari budidaya sapi potong seperti pupuk kandang. Menurut Soekartawi (2001), pendapatan usahatani adalah selisih antara TR dan TC (selisih antara penerimaan dan semua biaya). Sedangkan penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual.

c. Subsistem Agribisnis Pemasaran

Menurut Hasyim (2007), pemasaran adalah suatu kegiatan yang produktif dalam menciptakan nilai tambah, nilai tempat, waktu, dan hak milik melalui proses keseimbangan permintaan dan penawaran oleh pedagang-pedagang sebagai perantaranya. Pedagang-pedagang-pedagang perantara tersebut akan menciptakan suatu saluran pemasaran dimana kegiatannya meliputi bagaimana cara suatu barang dapat sampai ke tangan konsumen. Saluran pemasaran yang terbentuk, maka akan dapat diketahui margin

pemasarannya.

(40)

penyimpanan, pembelanjaan, penanggungan resiko, standarisasi dan grading serta pengumpulan informasi pasar dan saluran distribusi.

Menurut Hasyim (1994), untuk melakukan analisis organisasi suatu pasar dapat dilakukan dengan model S-C-P (structure, conduct dan

performance). Pada dasarnya, organisasi pasar secara umum dapat dikelompokkan ke dalam tiga komponen, yaitu :

a. Struktur pasar (market structure) merupakan karakteristik yang menentukan hubungan antara para pembeli dan para penjual, antara penjual satu dengan penjual yang lain, dan hubungan antara penjual di pasar dengan para penjual potensial yang akan masuk ke dalam pasar. Struktur pasar menggambarkan hubungan antara penjual dan pembeli yang dilihat dari jumlah lembaga pemasaran, diferensiasi produk, dan kondisi keluar masuk pasar (entry condition).

b. Perilaku pasar (market conduct) merupakan pola tingkah laku dari lembaga pemasaran dalam hubungannya dengan sistem pembentukan harga dan praktek transaksi, melakukan pembelian dan penjualan, secara horizontal maupun vertikal, untuk tujuan mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Perilaku pasar menggambarkan tingkah laku kegiatan pembeli dan penjual dalam melakukan

pembelian, penjualan, penentuan harga, serta siasat pasar, seperti : potongan harga, penimbangan yang curang, dan lain-lain.

(41)

cenderung bersifat kompleks dan saling mempengaruhi secara dinamis. Untuk menganalisis keragaan pasar digunakan beberapa indikator, yaitu :

(1). Saluran pemasaran

Saluran pemasaran merupakan suatu jalur yang dilalui oleh arus barang-barang dari produsen ke perantara dan akhirnya sampai ke konsumen. Saluran ditribusi juga merupakan sekelompok perusahaan dan perorangan yang memiliki hak kepemilikan atas produk, atau membantu memindahkan hak pemilikan produk atau jasa ketika dipindahkan dari produsen ke konsumen (Kotler, 1997) dalam (Saleh, 2010). Definisi tersebut mengandung pengertian:

(a) Saluran pemasaran merupakan rantai yang terdiri dari beberapa kelompok lembaga yang mengadakan kerjasama untuk

mencapai suatu tujuan.

(b) Anggota kelompok terdiri dari beberapa pedagang dan agen, maka sebagian ada yang dikenal pembeli dan ada yang tidak. (c) Pasar merupakan tujuan akhir dari kegiatan saluran pemasaran. (d) Saluran pemasaran melaksanakan dua kegiatan penting, yaitu

menggolongkan produk dan mendistribusikannya.

(2). Harga, biaya, dan volume penjualan

(42)

(3). Pangsa produsen

Pangsa produsen atau producen share (PS) bertujuan untuk mengetahui bagian harga yang diterima produsen. Apabila PS semakin tinggi, maka kinerja pasar semakin baik dari sisi produsen.

(4). Marjin Pemasaran dan Rasio Profit Marjin

Hasyim (2007) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan marjin pemasaran secara umum adalah perbedaan harga-harga pada berbagai tingkat sistem pemasaran. Marjin pemasaran dalam bidang pertanian dapat diartikan sebagai perbedaan antara harga pada tingkat usaha tani dengan harga di tingkat konsumen akhir atau pedagang eceran, dengan kata lain perbedaaan harga antara kedua tingkat pasar. Untuk melihat efisiensi pemasaran melalui analisis marjin dapat digunakan sebaran rasio profit marjin (RPM) atau rasio marjin keuntungan pada setiap lembaga pemasaran

(5). Elastisitas transmisi harga

Elastisitas transmisi harga menggambarkan sejauh mana dampak dari perubahan harga barang di satu tempat/tingkat terhadap perubahan harga barang tersebut di tempat/tingkat lain. Transmisi harga diukur melalui regresi sederhana diantara dua harga pada dua tingkat pasar yang selanjutnya dihitung elastisitasnya (Hasyim, 2007).

(43)

analisis yang menggambarkan sejauhmana dampak perubahan harga suatu barang di satu tempat atau tingkat terhadap perubahan harga barang itu di tempat atau tingkat lain. Transmisi harga diukur melalui regresi sederhana di antara dua harga pada dua tingkat pasar, kemudian dihitung

elastisitasnya (Hasyim, 2007). 6). Informasi Pasar

Informasi pasar merupakan unsur yang paling penting dalam usaha perdagangan umumnya dan pemasaran ternak khususnya. Informasi yang sangat penting dalam pemasaran ternak potong adalah : langganan, sifat maupun identitas usaha, alamat tempat tinggal, harga pasar, harga ternak, pesaing, jadwal masuknya ternak dari daerah lain, keadaan cuaca, kondisi kapal, dan masuk tidaknya import daging dari negara lain (Yusuf dan Nulik, 2008 dalam Saleh, 2010).

3. Teori Kontribusi Pendapatan dalam Rumahtangga

Pendapatan rumahtangga pertanian tidak hanya berasal dari usaha pertanian, tetapi juga dari usaha-usaha diluar sektor pertanian seperti pedagang, industri pengolahan, pengangkutan dan lainnya. Usaha pertanian masih merupakan usaha utama dan menjadi sumber pendapatan utama, tetapi bagi sebagian rumahtangga pertanian lainnya, usaha non-pertanian merupakan usaha utama.

(44)

bekerja pada berbagai kegiatan dalam rangka menambah pendapatan keluarga. Sumber pendapatan itu dapat berasal dari sektor pertanian maupun dari luar sektor pertanian.

Mubyarto (1994) menjelaskan berdasarkan jenisnya, sumber pendapatan dapat dibedakan menjadi dua yaitu pendapatan utama dan pendapatan tambahan. Pendapatan tama adalah sumber penghasilan rumahtangga yang paling menunjang kehidupan rumahtangga atau yang memberikan penghasilan terbesar. Sedangkan pendapatan tambahan didefinisikan sebagai penghasilan yang diperoleh rumahtangga dengan mengusahakan kegiatan lain diluar pekerjaan utama (Triani, 2004 dalam Putri, 2008). Berdasarkan sumber pendapatannya, maka dapat dikatakan bahwa pendapatan total rumahtangga bersumber dari pendapatan mata pencaharian utama ditambah dengan pendapatan dari mata pencaharian tambahan.

Mubyarto (1994) menyatakan bahwa struktur pendapatan rumahtangga di pedesaan antara lain dipengaruhi oleh potensi desa. Keragaman pendapatan rumahtangganya juga relatif sama, meskipun tidak menutup kemungkinan adanya variasi pendapatan akibat keterampilan yang berbeda antar anggota rumahtangga. Besarnya kontribusi sektor pertanian terhadap tingkat

pendapatan rumahtangga, tergantung sumberdaya atau potensi desa tersebut.

Sebagian besar masyarakat pedesaan yang memiliki tingkat kontribusi pendapatan yang rendah dari sektor pertanian akan berupaya untuk

(45)

sampingan, karena memiliki peranan yang penting dalam pendapatan rumahtangga.

4. Penelitian Terdahulu

Irianti (2011) yang melakukan penelitian Analisis Pendapatan dan Serapan tenaga Kerja PIR Penggemukan Sapi Potong Pada Berbagai Pola Pendanaan menyimpulkan bahwa, pendapatan yang diperoleh peternak yang melakukan kemitraan penggemukan sapi potong di Desa Karang Endah Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah sebesar Rp. 10.456.876,11. Selain itu, usaha PIR penggemukan sapi potong mampu menyerap tenaga kerja dalam keluarga peternak sebesar 75,33 HKP dan faktor-faktor yang mempengaruhi serapan tenaga kerja tersebut adalah jumlah sapi potong yang digemukkan dan banyaknya jenis kegiatan teknis yang dilakukan pada usaha penggemukan sapi potong. Sedangkan lama periode penggemukan sapi potong, pendapatan usaha penggemukan sapi potong, dan kesempatan kerja selain sektor pertanian dan peternakan tidak berpengaruh terhadap

penyerapan tenaga kerja dalam keluarga peternak.

Suganda (2011) dalam tesisnya yang berjudul, Analisis Daya Saing dan Efisiensi Penggemukan Sapi Potong di Kabupaten Lampung Tengah Provinsi Lampung memperoleh hasil bahwa, usaha penggemukan sapi potong bakalan lokal memliki keunggulan kompetitif dengan nilai PCR=0,58, tetapi tidak memiliki keunggulan komparatif (nilai DRC=1,19). Usaha penggemukan sapi potong bakalan impor memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif

(46)

ekonomi maka, usaha penggemukan sapi potong bakalan lokal efisien (layak) secara finansial, tetapi tidak efisien secara ekonomi. Dampak kebijakan pemerintah tehadap input, output, dan input-output adalah (a) kebijakan input oleh pemerintah dalam usaha penggemukan sapi potong bakalan lokal dan impor dilokasi penelitian bersifat protektif terhadap peternak sapi potong, (b) kebijakan terhadap output bersifat tidak protektif, terutama pada peternak sapi potong bakaln impor, dan (c) kebijakan terhadap input-output secara simultan bersifat protektif dan memberikan insentif untuk berproduksi bagi peternak sapi potong bakalan lokal, tetapi mengurangi keuntungan bagi peternak sapi potong bakalan impor.

Rustijarno (2009) dalam tulisannya tentang Kelembagaan Agribisnis Pembibitan Sapi Potong Sistem Komunal di Wilayah Pesisir Kecamatan Srandakan Kabupaten Bantul menyimpulkan bahwa melalui model

pengembangan kelembagaan kemitraan agibisnis kelompok kandang komunal berpeluang besar untuk peningkatan dan diversifikasi usaha kelompok.

Pemanfaatan hasil samping ternak berupa pupuk padat dan cair, potensi bio gas, integrasi tanaman-ternak, pertanian organik, mini feed scale, perikanan kolam sekitar kandang, pembibitan tanaman menjadi aktivitas yang bernilai ekonomis dapat meningkatkan permodalan dan pendapatan kelompok. Pengembangan usaha pembibitan sapi potong di kawasan lahan pasir pantai selatan Kecamatan Srandakan Kabupaten Bantul Provinsi D.I Yogyakarta mengalami perkembangan yang positif dengan rata-rata kepemilikan ternak 2,73 ekor/orang, tenaga kerja yang terlibat meningkat 24%, status

(47)

selama periode 2004-2008 mencapai 234,38%. Rata-rata pertumbuhan pendapatan kelompok selama periode yang sama mencapai 853,76% dengan nilai aset mencapai Rp. 1,18 milyar. Kelembagaan agribisnis terwadahi dalam bentuk koperasi tani “Tani Manunggal” yang telah mempunyai badan hukum. Kemitraan dibidang agribisnis sapi potong juga telah terjalin baik meliputi aspek permodalan dan pengembangan kelembagaan.

Menurut Mustafid tentang analisis efektifitas dan efisiensi tata niaga kopi di Propinsi Lampung pada tahun 2005 didapatkan bahwa ada kecenderungan bagi masyarakat yang mempunyai tingkat pendapatan rendah seperti dalam kaitan ini yaitu petani perkebunan rakyat sangat sulit untuk dapat mencapai kebutuhan-kebutuhan selanjutnya. Rendahnya pendapatan ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :

a.Rendahnya harga jual b.Rendahnya produktivitas

c.Belum adanya upaya petani dalam meningkatkan nilai tambah produk d.Terbatasnya akses pasar

e.Teknologi budaya dan penerapan PHT yang belum sesuai dengan yang direkomendasikan

f. Belum berperannya kelembagaan yang ada di petani g.Sinkronisasi antara institusi pembina.

(48)

menganalisis organisasi suatu pasar. Namun, sistem pemasaran benih padi inhibrida varietas ciherang di Kabupaten Lampung Tengah belum efisien. Hal ini dikarenakan struktur pasar yang terbentuk merupakan pasar

persaingan monopolistis, margin pemasaran yang menyebar tidak merata, serta elastisitas transmisi harga yang terbentuk menunjukkan pasar yang terjadi yaitu pasar tidak bersaing sempurna.

B. Kerangka Pemikiran

Usaha peternakan sapi potong di Provinsi Lampung semakin berkembang dan didukung dengan melimpahnya ketersediaan pakan hijauan dan limbah hasil pertanian yang dapat dijadikan sebagai bahan baku pakan konsentrat. Potensi pakan ini tersedia di setiap wilayah sesuai dengan karakteristik wilayah tersebut. Potensi pakan yang berasal dari sisa tanaman pangan dan

perkebunan yang ada, sehingga peternak seharusnya bisa mengoptimalkan usaha ternaknya. Potensi pakan ternak limbah produksi tanaman pangan melimpah di Provinsi Lampung. Limbah jerami padi sawah mencapai 7.093.016,72 ton segar pada tahun 2011 dan meningkat hingga 5,46 persen pada tahun 2012 (BPS,2013). Potensi pakan dari limbah hasil pertanian ini mendukung peternak sapi dalam memperoleh pakan hijauan selain rumput yaitu berupa sisa limbah pertanian seperti daun, batang, dan kulit.

Pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak (sapi) memiliki beberapa tujuan, yaitu : 1) mendukung upaya peningkatan kandungan bahan organik lahan pertanian melalui penyediaan pupuk organik yang memadai, 2)

(49)

produksi daging serta populasi ternak sapi, dan 4) meningkatkan pendapatan petani atau pelaku pertanian. Melalui kegiatan ini, produktivitas tanaman maupun ternak menjadi lebuh baik sehingga akan meningkatkan pendapatan petani peternak (Suyana,2009).

Pelaksanakan sistem integrasi tanaman-ternak (sapi) membutuhkan pola yang berkesinambungan antara usahatani dan usahaternak. Penggunaan limbah pertanian yang melimpah dimanfaatkan secara optimal untuk menunjang usahaternak, dan sebaliknya limbah akhir ternak berupa kotoran (feses) digunakan sebagai pupuk organik untuk usahatani tanaman padi. Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Lampung yang menjadi sentra ternak sapi potong dengan populasi tertinggi pada tahun 2012 (BPS,2013). Kabupaten Lampung Tengah juga menjadi kabupaten yang menghasilkan banyak produk tanaman pangan seperti padi, jagung, dan ubi kayu (singkong). Potensi-potensi tersebut dapat memungkinkan petani malakukan sistem integrasi tanaman-ternak dengan pamanfaatan limbah ternak sapi potong dan limbah tanaman pangan.

(50)

petani-peternak masih belum mampu mengkombinasikan faktor-faktor produksi tersebut dengan baik yang akan sangat mempengaruhi output yang dihasilkan baik usahatani padi maupun sapi potong. Kemampuan peternak memanejemen masing-masing subsistem agribisnis peternakan juga akan sangat mempengaruhi kinerja peternak dalam berusaha.

Secara umum kombinasi sistem integrasi tanaman (padi)-ternak (sapi) terletak pada subsistem produksi, dimana usahatani padi menghasilkan limbah

jerami, dedak dan merang yang sangat berguna sebagai pakan sapi dan campuran membuat pupuk kandang. Sedangkan pada usahaternak sapi potong, petani dapat menggunakan limbah kotoran sapi potong sabagai pupuk kandang yang sangat membantu mengembalikan unsur hara pada tanah. Hasil penelitian Adnyana dalam Kirayasa (2005) menunjukkan bahwa model integrasi tanaman-ternak yang dikembangkan petani di Jawa Tengah dan Jawa Timur mampu mengurangi penggunaan pupuk an-organik hingga 25-35 persen dan meningkatkan produktivitas padi hingga 20-29 persen.

(51)

dipengaruhi oleh banyaknya input yang digunakan dan harga input itu sendiri. Semakin banyak biaya produksi yang dikeluarkan, maka akan mempengaruhi besarnya pendapatan petani-peternak.

Indikator penting untuk mengetahui tingkat hidup rumah tangga adalah pendapatan rumah tangga. Petani-peternak dituntut untuk dapat melakukan aktivitas penganekaragaman pendapatan, dalam meningkatkan pendapatan rumah tangga. Pendapatan rumahtangga dipedesaan tidak berasal dari satu sumber saja, tetapi berasal dari dua atau lebih sumber pendapatan yaitu dari usaha pertanian, usaha ternak (sapi potong) dan non pertanian.

Upaya peningkatan pendapatan petani-peternak sejalan dengan peningkatan produksi dan dampak positif dari penerapan teknologi dan input lainnya muncul berbagai permasalahan yang berkaitan dengan proses produksi, pascapanen (penanganan hasil produksi), pengangkutan dan pemasaran. Proses produksi dan penanganan hasil produksi lebih banyak menekankan pada kemampuan dan keterampilan individu.

Keseluruhan proses tersebut berada dalam satu lingkup sistem agribisnis peternakan yang terintegrasi, agar diperoleh keuntungan yang maksimal bagi peternak sapi potong. Peran dari lembaga penunjang seperti pemerintah, penyuluhan, perusahaan mitra dan dinas-dinas yang terkait juga sangat

(52)

Ket : = pelaksanaan integrasi padi-ternak sapi potong

Gambar 2. Kerangka pemikiran Analisis Sistem Agribisnis Ternak Sapi Potong (Integrasi Tanaman-Ternak) di Kabupaten Lampung Tengah.

Sistem Agribisnis Usahaternak Sapi Potong dan Usahatani Padi

Subsistem penyediaan faktor produksi :

usahatani padi usahaternak sapi potong

- benih - kandang

- pupuk kimia - pakan hijuan (rumput,jerami)

- pupuk kandang - dedak (pakan tambahan)

- pestisida - obat-obatan, garam

- peralatan - peralatan

- tenaga kerja - tenaga kerja

Subsistem produksi :

usahatani padi usahaternak sapi potong

(output produksi) (output produksi)

- gabah, beras - ternak sapi hidup

- dedak - kotoran ternak

- jerami

Subsistem pemasaran usahaternak sapi potong dan usahatani padi

Penerimaan

Pendapatan usahaternak sapi potong dan usahatani padi

(53)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A.Konsep Dasar dan Definisi Operasional

Konsep dasar dan definisi opersional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan dengan tujuan penelitian.

Agibisnis ternak sapi potong adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dimulai dari penyediaan sarana produksi ternak, usaha atau produksi, dan pemasaran.

Agribisnis usahatani padi adalah kesatuan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal meliputi kegiatan penyediaan input produksi, kegiatan usahatani atau produksi, pemasaran, dan lembaga penunjang.

(54)

Subsistem penyediaan sarana produksi usahaternak sapi potong adalah subsistem yang menyediakan input produksi agar proses produksi dapat berjalan dengan baik, yaitu menyediakan kandang, bibit / bakalan, pakan ternak (rumput, onggok, dedak, garam), obat-obatan, peralatan dan tenaga kerja.

Subsistem produksi usahaternak sapi potong merupakan suatu sistem dimana faktor produksi berupa, bibit, pakan ternak (rumput, jerami, dedak, onggok), obat-obatan, tenaga kerja dan penyusutan peralatan saling berinteraksi untuk menghasilkan sejumlah output yaitu ternak dan kotoran ternak sapi potong.

Subsistem pemasaran adalah susbsistem yang memfasilitasi petani-peternak dalam proses pertukaran yang mencakup serangkaian aktivitas yang ditujukan untuk memindahkan barang atau jasa dari produsen ke tangan konsumen dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan.

Subsistem lembaga penunjang adalah subsistem yang berperan pada subsistem lainnya, untuk membantu petani-peternak mengusahakan bidang peternakan dan usahatani lainnya. Subsistem lembaga penunjang antara laian, kelompok tani, dinas peternakan dan dinas pertanian, pasar, koperasi, dll.

Subsistem penyediaan input produksi usahatani padi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menyediakan input produksi usahatani padi berupa benih, pupuk (Urea, Ponska, KCL, SP-36, kandang), pestisida, tenaga kerja dan peralatan guna memudahkan dalam proses produksi.

(55)

Subsistem produksi usahatani padi merupakan suatu subsistem yang

mengkombinasikan faktor-faktor produksi berupa benih, pupuk urea, pupuk ponska, pupuk KCL, pupuk SP-36, pupuk kandang, pestisida, tenaga kerja, dan peralatan sehingga menghasilkan output yang maksimal.

Peternak sapi potong adalah seseorang atau sekelompok orang yang usahanya untuk mengembangkan, memelihara dan menggemukan jenis sapi potong tertentu guna mendapatkan keuntungan sosial ekonomi (orang).

Petani adalah individu atau sekelompok orang yang melakukan usaha guna memenuhi kebutuhan sebagian atau secara keseluruhan hidupnya dalam bidang pertanian (orang).

Petani-peternak yang menjadi responden dalam penelitian adalah ini adalah petani yang sekaligus mengusahakan ternak sapi potong yang terdapat di Desa Setia Bumi dan Desa Sri Basuki Kecamatan Seputih Banyak Kabupaten Lampung Tengah.

Jumlah tenaga kerja adalah banyaknya tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi baik produksi padi maupun ternak sapi potong dalam satu kali periode produksi, padi (satu musim tanam) dan ternak sapi potong (selama satu tahun). Penggunaan tenaga kerja diukur dalam satuan hari orang kerja (HOK).

(56)

Penerimaan usahatani padi adalah nilai hasil yang diterima petani yang dihitung dengan mengkalikan jumlah produksi padi dengan harga produksi di tingkat petani produsen yang diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Penerimaan usahatani ubi kayu adalah estimasi besarnya penerimaan bersih sebagai penerimaan tambahan dari usahatani tanaman semusim petani-peternak di Kecamatan Seputih Banyak yang diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya usahatani padi adalah jumlah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk usahatani padi selama satu musim tanam diukur dalam satuan rupiah (Rp). Biaya total adalah total dari biaya tetap dan biaya variable dan diukur dalam satuan rupiah (Rp). Biaya tetap adalah biaya yang besarnya tidak tergantung dengan volume produksi dalam satu kali proses produksi, meliputi nilai sewa lahan, penyusutan alat dan pajak. Biaya tetap diukur dalam satuan rupiah (Rp). Biaya variabel adalah biaya yang berhubungan langsung dengan jumlah

produksi dan merupakan biaya yang digunakan untuk membeli faktor produksi berupa lahan, benih, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja. Biaya variable diukur dalam satuan rupiah (Rp).

(57)

digunakan, terdiri dari biaya transport mencari rumput, pakan tambahan (onggok dan dedak), garam, obat-obatan dan tenaga kerja. Biaya variable diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya total usaha adalah seluruh biaya yang dikeluarkan karena penggunaan faktor-faktor produksi dalam proses produksi, baik biaya tetap maupun biaya variabel selama satu kali proses produksi, diukur dalam satuan rupiah per tahun (Rp/th).

Pendapatan usaha ternak sapi potong adalah pendapatan rumah tangga petani-peternak sapi potong yang berasal dari penjualan ternak sapi potong setelah dikurangi biaya-biaya yang dikeluarkan selama satu periode produksi (satu tahun) ditambah dengan nilai ternak yang tersisa, yang diukur dalam satuan rupiah per tahun (Rp/th).

Pendapatan usahatani padi adalah penerimaan yang diperoleh petani setelah dikurangi biaya yang dikeluarkan selama proses produksi dalam satu kali musim tanam, yang dukur dalam satuan rupiah per musim (Rp/msm).

Pendapatan usahatani ubi kayu adalah estimasi penerimaan yang diperoleh petani sebagai penerimaan tambahan dari usahatani yang didiusahakan selain padi, yang diukur dalam satuan rupiah per musim (Rp/msm).

(58)

Saluran pemasaran adalah keadaan yang menggambarkan aliran pemasaran ternak sapi potong dari produsen sampai ke konsumen.

Lembaga pemasaran ternak sapi potong adalah orang-orang atau badan yang kegiatannya membeli ternak sapi potong dari peternak dan menjualnya kembali kepada konsumen.

Marjin pemasaran adalah perbedaan harga suatu barang yang diterima oleh produsen dengan harga yang dibayar oleh konsumen, yang terdiri dari biaya pemasaran dan keuntungan lembaga pemasaran.

B.Lokasi Penelitian, Waktu Penelitian dan Responden

Pemilihan lokasi penelitian ini dipilih secara sengaja (purposive) yaitu di Kecamatan Seputih Banyak Kabupaten Lampung Tengah, dengan

pertimbangan bahwa kecamatan tersebut merupakan salah satu sentra ternak sapi potong dan memiliki populasi tertinggi di Kabupaten Lampung Tengah. Selain itu daerah tersebut memiliki bahan baku utama dan bahan baku

pendukung sebagai daerah pengambangan sapi potong.

(59)

Krajan 285 petani-peternak, Desa Sumber Baru 475 petani-peternak, Desa Swastika Buana 426 petani-peternak, Desa Setia Bakti 489 petani-peternak, Desa Sakti Buana 515 peternak, Desa Siswo Bangun 466 petani-peternak, dan Desa Sanggar Buana 515 petani-peternak. Desa Sri Basuki dan Desa Setia Bumi dipilih sebagai tempat penelitian dengan pertimbangan karena memiliki jumlah petani-peternak terbanyak di Kecamatan Seputih Banyak, sehingga dianggap mewakili untuk memberi gambaran karakteristik sistem agribisnis sapi potong dan struktur pendapatan petani peternak di tingkat kecamatan.

Responden dalam penelitian ini terdiri dari petani-peternak yang memiliki ternak sapi potong milik sendiri. Jumlah petani-peternak sapi potong yang ada di Kecamatan Seputih Banyak adalah sebanyak 5.912 orang. Jumlah petani-peternak sapi potong di Desa Sri Basuki dan Bumi Setia Bumi sebanyak 1.254 orang. Penentuan jumlah sampel responden dengan menggunakan rumus (Sugiarto, Siagian, Sunarto, dan Oetomo, 2003):

(60)

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus di atas, diperoleh jumlah sampel petani-peternak sapi potong sebanyak 72 petani-peternak di Kecamatan Seputih Banyak, kemudian dari jumlah sampel tersebut dilakukan pengambilan sampel tiap desa secara proporsional dengan rumus (Sugiarto, Siagian, Sunarto, dan Oetomo, 2003) :

n

a

nab

n

Desa Sri Basuki = x 72 nDesa Setia Bumi = x 72

= 42 petani-peternak = 30 petani-peternak

Keterangan:

na = ukuran sampel desa A

nab = ukuran sampel keseluruhan

Na = ukuran populasi desa A

Nab = ukuran populasi keseluruhan

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus diatas diperoleh jumlah sampel dari Desa Setia Bumi sebanyak 30 petani-peternak dan dari Desa Sri Basuki sebanyak 42 petani-peternak. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode acak sederhana (simple random sampling) dengan

pertimbangan bahwa responden di daerah penelitian terdapat keseragaman (homogenitas) baik itu dari segi penyediaan input produksi hingga output yang dihasilkan.

724 1.254

(61)

C.Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan petani-peternak responden dan subjek-subjek yang ada di dalam masing-masing subsistem agribisnis sapi potong, yang dibantu dengan kuisioner yang telah dipersiapkan sebelumnya meliputi identitas responden, luas lahan usahatani, jumlah kepemilikan ternak sapi potong, biaya usahatani padi dan usahaternak sapi potong, pendidikan, jumlah tenaga kerja, dan sebagainya. Data sekunder diperoleh dari lembaga atau intansi pemerintah yang berhubungan dengan penelitian. Data sekunder diperlukan sebagai informasi tambahan yang

diharapkan dapat menunjang penelitian ini seperti populasi ternak sapi potong, sentra ternak sapi potong di Provinsi Lampung, sistem pemasaran sapi potong, sistem pemeliharaan ternak sapi potong dan rujukan lainnya, yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Dinas Pertanian dan Peternakan di Provinsi

Lampung dan Kabupaten Lampung Tengah, buku, jurnal, skripsi, dan lain-lain.

D.Metode dan Alat Analisis Data

(62)

1. Analisis subsistem penyediaan sarana produksi

Metode analisis yang digunakan pada subsistem penyediaan sarana produksi, adalah deskriptif kualitatif. Metode ini untuk mengetahui bagaimana petani-peternak memperoleh input produksi, apa saja yang dibutuhkan, dan berapa banyak input produksi yang diperlukan untuk menghasilkan hasil produksi yang maksimal.

2. Analisis Subsistem Produksi

Metode analisis pada subsistem produksi/usahatani adalah deskriptif dan kuantitatif. Subsistem ini dapat mengetatahui pelaksanaan usahatani yang mengkombinasikan foktor produksi untuk memperoleh hasil yang

maksimal dan pelaksanaan sistem integrasi tanaman padi-ternak sapi potong. Selaian itu untuk mengukur besarnya pendapatan yang diperoleh petani-peternak dan kontribusi pendapatan dari usahaternak terhadap total pendapatan usahatani. Pendapatan petani-peternak sapi potong, baik usahaternak maupun usahatani padi, dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Surtiyah, 2009) :

Y = TR – TC dimana TR = P . Q dan TC = TFC + TVC Keterangan :

Y = pendapatan (Rp) TR = total penerimaan (Rp) TC = total biaya (Rp)

(63)

Biaya (C = cost) dapat dibedakan menjadi total biaya tetap (TFC = total fixed cost), yaitu biaya yang besarnya tidak dipengaruhi besarnya produksi (Q = quantity), biaya tetap ini biasanya didefenisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya terus di keluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit, contohnya biaya untuk alat pertanian. Total biaya variabel (TVC = total variabel cost), biasanya didefenisikan sebagai biaya yang besarnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh, contohnya biaya sarana produksi.

Karena tidak adanya perbedaan perlakuan pada usaha ternak sapi potong, maka untuk mengetahui apakah usaha ternak sapi potong ini

menguntungkan atau tidaknya bagi peternak, maka digunakan analisis nisbah penerimaan dengan biaya total atau analisis R/C yang dirumuskan sebagai berikut :

R/C = Penerimaan total Biaya total

Kriteria pengukuran pada analisis nisbah penerimaan dengan biaya total : a. Jika R/C > 1, maka usaha ternak sapi potong menguntungkan untuk

diusahakan,

b. Jika R/C = 1, maka usaha ternak sapi potong tidak untung dan tidak rugi, dan

c. Jika R/C < 1, maka usaha ternak sapi potong rugi untuk diusahakan.

(64)

peternakan dan pendapatan dari sektor tanaman semusim. Untuk mengetahui total pendapatan sektor pertanian, secara sistematis dirumuskan sebagai barikut :

P

usahatani

= P

ternak

+ P

tanaman(padi+singkong)

Sedangkan untuk mengetahui berapa besar kontribusi pendapatan masing-masing sektor usahatani terhadap total pendapatan usahatani digunakan rumus kontribusi sebagai berikut :

Kontribusi = Pendapatan ternak/tanaman semusim X 100% Pendapatan usahatani

Berdasarkan kriteria corak usaha tani kegiatan usaha tani ternak di Indonesia menurut (Soehadji, 1992) dalam Saragih (2000) telah berkembang 4 tipologi usaha :

a. Usaha Ternak Sebagai Usaha Sambilan

Petani ternak mengusahakan berbagai macam komoditi terutama tanaman pangan, dimana ternak sebagai usaha sambilan untuk mencukupi

kebutuhan sendiri dengan tingkat pendapatan dari usaha tani ternak kurang dari 30%

b. Usaha Ternak Sebagai Cabang Usaha

Petani ternak mengusahakan pertanian campuran (mixed farming) dengan ternak sebagai cabang usaha tani dengan tingkat pendapatan dari budidaya ternak 30-70% (semi komersial)

(65)

Petani ternak mengusahakan ternak sebagai usaha pokok dan komoditi pertanian lainnya sebagai usaha sambilan (single commodity) dengan tingkat pendapatan dari ternak sekitar 70-100%

d. Usaha Ternak Sebagai Usaha Industri

Peternak mengusahakan ternak sebagai usaha industri komoditas ternak secara khusus (specialized farming) dengan tingkat pendapatan 100% dari usaha ternak pilihan

3. Analisis Pemasaran

Analisis dengan model S-C-P (structure, conduct, dan performance) digunakan untuk menganalisis organisasi suatu pasar. Organisasi pasar dapat dikelompokkan ke dalam tiga komponen, yaitu :

a. Struktur pasar (market structure)

Struktur pasar menggambarkan hubungan antara penjual dan pembeli yang dilihat dari jumlah lembaga pemasaran, diferensiasi produk, dan kondisi keluar masuk pasar. Struktur pasar dikatakan bersaing sempurna bila jumlah pembeli dan penjual banyak, tidak dapat mempengaruhi harga pasar (price taker), produk homogen, dan bebas untuk keluar masuk pasar. Struktur pasar yang tidak bersaing

(66)

b. Perilaku pasar (market conduct)

Perilaku pasar merupakan gambaran tingkah laku lembaga pemasaran dalam menghadapi struktur pasar untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya yang meliputi kegiatan pembelian, penjualan, penentuan harga, serta siasat pasar.

c. Keragaan pasar (market performance)

Keragaan pasar menggambarkan gejala pasar yang tampak akibat interaksi antara struktur pasar (market structure) dan perilaku pasar (market conduct). Selanjutnya, untuk menganalisis keragaan pasar digunakan beberapa indikator, yaitu :

(1) Saluran pemasaran

Saluran pemasaran dianalisis secara kualitatif (deskriptif) pada setiap lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses

(67)

(2) Harga, biaya, dan volume penjualan

Keragaan pasar dianalisis secara kualitatif (deskriptif) yang berkenaan dengan harga, biaya, dan volume penjualan masing-masing tingkat pasar mulai dari tingkat petani, pedagang, sampai ke konsumen.

(3) Pangsa produsen

Analisis pangsa produsen bertujuan untuk mengetahui bagian harga yang diterima oleh produsen. Apabila PS semakin tinggi, maka kinerja pasar semakin baik dari sisi produsen.

Pangsa produsen dirumuskan sebagai :

100% Pr x Pf

PS

di mana :

Ps = Bagian harga sapi potong yang diterima produsen Pf = Harga sapi potong di tingkat produsen

Pr = Harga sapi potong di tingkat konsumen (petani pengguna)

(4) Marjin pemasaran dan Rasio Profit Marjin

Analisis marjin pemasaran digunakan untuk mengetahui perbedaan harga pada tingkat produsen (Pf) dengan harga di tingkat konsumen (Pr). Perhitungan marjin pemasaran dirumuskan sebagai :

mji = Psi – Pbi atau mji = bti + πi Total marjin pemasaran adalah :

Mji =

(68)

(a) Marjin pemasaran dihitung berdasarkan perbedaan harga beli dengan harga jual dalam rupiah per ekor pada masing-masing tingkat pemasaran.

(b) Harga beli dihitung berdasarkan harga rata-rata pembelian per ekor.

(c) Harga jual dihitung berdasarkan harga rata-rata penjualan per ekor.

Penyebaran marjin pemasaran dapat dilihat berdasarkan persentase keuntungan terhadap biaya pemasaran (Ratio Profit Margin/RPM) pada masing-masing lembaga pemasaran, yang dirumuskan sebagai :

RPM =

mji = marjin pada lembaga pemasaran tingkat ke-i Mji = total marjin pada satu saluran pemasaran

Psi = harga jual pada lembaga pemasaran tingkat ke-i Pbi = harga beli pada lembaga pemasaran tingkat ke-i bti = biaya pemasaran lembaga pemasaran tingkat ke-i πi = keuntungan lembaga pemasaran tingkat ke-i Pr = harga pada tingkat konsumen

Pf = harga pada tingkat produsen i = 1,2,3,...,... n

4. Analisis Lembaga Penunjang

(69)

Gambar

Tabel                                                                                                          Halaman
Tabel 1. Populasi ternak besar nasional tahun 2006-2010 (juta ekor)
Tabel 2. Populasi ternak sapi potong per kabupaten/kota di Propinsi Lampung tahun 2010-2011 (ekor)
Tabel 3. Jumlah ternak sapi potong menurut kecamatan di Kabupaten Lampung Tengah tahun 2009-2011
+7

Referensi

Dokumen terkait