• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP PENGANIAYAAN IBU KEPADA ANAK KANDUNGNYA (Studi Wilayah Polresta Bandar Lampung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP PENGANIAYAAN IBU KEPADA ANAK KANDUNGNYA (Studi Wilayah Polresta Bandar Lampung)"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP PENGANIAYAAN IBU KEPADA ANAK KANDUNGNYA

(Studi Wilayah Polresta Bandar Lampung) Oleh

Denny Maulana N

Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, berpartisipasi, berkembang, dan berhak atas perlindungan dari tindak pidana dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan. Sebagai orang tua sudah seharusnya menjaga dan membimbing seorang anak agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Namun pada masa kini ada orang tua yang tega melakukan penganiayaan terhadap anak-anak, bahkan tak jarang penganiayaan itu dilakukan oleh sang ibu kandungnya. Adanya faktor-faktor penyebab seorang Ibu dapat melakukan tindak pidana penganiayaan, seperti faktor kejiwaan, faktor ekonomi, dan faktor lingkungan merupakan contoh penyebab seorang Ibu dapat melakukan tindak pidana penganiayaan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah : (1) Apakah faktor-fator penyebab terjadinya tindak pidana penganiayaan yang dilakukan Ibu kepada anak kandungnya ? (2) Bagaimanakah upaya penanggulangan terhadap tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh Ibu kepada anak kandungnya ?

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Responden penelitian terdiri dari Penyidik Kepolisian Resor Bandar Lampung, Pegawai Lembaga Pemasyarakatan kelas IIA Bandar Lampung, dan Narapidana perempuan Lembaga Pemasyrakatan kelas IIA Bandar Lampung. Data penelitian dianalisis secara kualitatif.

(2)

permasalahan. Melalui pengetahuan agama dan pendekatan spiritual kepada Tuhan YME, dapat melatih diri untuk lebih tenang dan mengenyampingkan emosional. Keluarga harus mendukung dan memberikan pengertian lebih terhadap seorang Ibu. Media massa dan pemerintah juga harus berperan aktif dalam memberikan informasi dan pelayanan guna melindungi masyarakat. (2) Kepolisian Resor Kota Bandar Lampung harus lebih rutin dalam melakukan penanggulangan secara non penal, dengan penyuluhan atau konseling. Mengingat angka kesadaran hukum masyarakat bandar lampung juga masih cukup rendah. Upaya penanggulangan penal juga harus lebih tegas dan tertata baik.

(3)

ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP PENGANIAYAAN IBU KEPADA ANAK KANDUNGNYA

(STUDI PADA POLRESTA BANDAR LAMPUNG)

Oleh

Denny Maulana N

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

(4)

ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP PENGANIAYAAN IBU KEPADA ANAK KANDUNGNYA

(Studi Wilayah Polresta Bandar Lampung)

Oleh:

DENNY MAULANA N

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)
(6)
(7)

DAFTAR ISI

Halaman I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 5

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ……….... ... 6

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ………... 7

E. Sistematika Penulisan ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori-Teori Kajian tentang Sebab-Sebab Kejahatan ... 13

B. Pengertian Anak dan Dasar Hukum Perlindungan Anak ... 14

C. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Penganiayaan... .. 20

D. Upaya Penangulangan Tindak Pidana Penganiayaan ... .. 29

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 33

B. Sumber dan Jenis Data ... 33

C. Penentuan Populasi dan Sampel ... 34

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 35

E. Analisis Data ... 36

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden ... 37

(8)

V. PENUTUP

A. Simpulan ... 53 B. Saran ... 54

(9)

I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pada dasarnya anak adalah anugrah pemberian terindah dari tuhan yang diberikan melalui sebuah ikatan perkawinan. Anak adalah bukan orang dewasa dalam bentuk kecil, melainkan manusia yang oleh karena kondisinya belum mencapai taraf pertumbuhan dan perkembangan yang matang maka segala sesuatunya berbeda dengan orang dewasa pada umumnya.1 Sebagai orang tua sudah seharusnya menjaga dan membimbing seorang anak agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Anak-anak memerlukan pemeliharaan dan perlindungan khusus dari orang tuanya. Namun pada masa kini ada orang tua yang tega melakukan penganiayaan terhadap anak-anak, bahkan tak jarang penganiayaan itu dilakukan oleh sang ibu kandungnya, hal ini dilihat dari kenyataan banyaknya kasus penganiayaan yang dilakukan pada seorang anak oleh ibu kandungnya sendiri akhir-akhir ini.

Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, berpartisipasi, berkembang, dan berhak atas perlindungan dari tindak pidana dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan. Anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, sosial,dan berakhlak

1

(10)

mulia. Mengupayakan perlindungan dan kesejahateraan anak perlu dilakukan dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta perlakuan tanpa diskriminasi, untuk mewujudkannya, diperlukan dukungan kelembagaan dan peraturan perundang undangan yang dapat menjadi pelaksanaannya. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam UUD 1945 dan Kovensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Anak.

Usaha perlindungan terhadap anak telah cukup lama dibahas baik di Indonesia maupun di dunia Internasional. Sejak tahun lima puluhan perhatian kearah terwujudnya peradilan anak telah timbul dimana-mana. Perhatian terhadap masalah perlindungan anak ini tidak akan pernah berhenti, karena disamping masalah universal juga karena dunia ini akan selalu diisi oleh anak-anak. Sepanjang dunia tidak sepi dari anak-anak, selama itu pula masalah tentang anak akan selalu dibicarakan. Perhatian akan perlunya perlindungan khusus bagi anak berawal dari Deklarasi Jenewa tentang Hak-Hak Anak Tahun 1924 yang diakui dalam Universal Declaration of Human Right Tahun 1958. Bertolak dari itu kemudian pada tanggal 20 November 1958 Majelis Umum PBB mengesahkan

Declaration of Human Rights of The Child/ Deklarasi hak-hak anak.2

Pasal 28 B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa anak adalah termasuk subyek dan warga negara yang berhak atas perlindungan hak konstitusionalnya dari serangan orang lain, serta termasuk juga untuk menjamin peraturan perundang-undangan yang memang mendukung pada hak-hak anak.

2

(11)

Namun tetap saja masih banyak orang tua terlebih seorang ibu yang mungkin tidak menyadari dari arti penting pasal tersebut.

Contoh seperti kasus yang terjadi pada, Selasa 31 Maret 2009, di Jln. Ikan Kiter, Kelurahan Kangkung, Kecamatan Teluk Betung Selatan (TbS, Bandar Lampung). Gusti Rahayu seorang ibu yang tega membakar anak kandungnya, Sofiana(6). Korban menderita luka bakar mulai ujung kepala sampai punggung, serta kedua tangannya. Pelaku mengaku sangat marah ketika korban menolak berangkat kesekolah. Pelaku juga menuturkan, aksi nekatnya itu dipicu impitan ekonomi. Alasannya, Syaiful (35), suaminya, sudah tiga hari tidak memberikan uang belanja kepadanya. Pelaku menceritakan, sebelum dibakar, tubuh korban terlebih dahulu disiram dengan minyak tanah dalam jeriken yang ada di dapur. Setelah itu, ia membakar korbannya dengan menggunakan korek gas. Diduga motif penganiayaan ini karena adanya pengaruh tekanan psikologi yang dialami pelaku karena himpitan ekonomi.3

Kasus penganiayaan yang dilakukan oleh ibu kandungnya sendiri juga dialami oleh Nanda Nadiya Safitri seorang anak berumur 9 tahun di Bogor, Jawa Barat, yang dianiaya oleh Gusniar yang merupakan ibu kandungnya sendiri hingga seluruh tubuhnya babak belur dan kepalanya harus dijahit. Korban juga disekap selama tiga hari. Korban harus menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong, Bogor, Jawa Barat karena luka lebam dan patah tulang rusuknya akibat hantaman benda tumpul diseluruh tubuhnya. Kepala korban bahkan harus menerima jahitan karena dipukul balok kayu papan congklak.

3

(12)

Diduga korban dianiaya karena himpitan ekonomi yang harus ditanggung sang ibu setelah ditinggal pergi suaminya.4

Kasus lainnya terjadi di Ternate, Maluku Utara, Pasangan suami istri Mei dan M Yani ditangkap polisi, lantaran kerap menganiaya anak kandungnya sendiri (Rava), hingga lima jari tangankanan anaknya nyaris putus. Pasangan suami isteri ini menyiksa anaknya yang baru berusia empat tahun tersebut dengan memaksa sang anak untuk memasukkan tangan ke dalam air panas. Direktur Lembaga Perlindungan Anak (LPA) setempat melihat langsung kondisi korban dan membawanya ke kantor polisi. Di hadapan polisi, tersangka Mei ibu tujuh anak ini, mengatakan bahwa Rava dikenal sebagai anak yang nakal di lingkungan mereka. Ia mengaku memaksa Rava mencelupkan tangan kanannya ke dalam air panas yang masih mendidih. Korban yang merupakan anak ke lima pasangan dari M yani dan Mei ini mengaku kejadian tersebut dilakukan ibu kandungnya saat dirinya meminta uang untuk membeli sepatu, dan kaos kaki guna keperluan sekolah. Namun uang yang bukan di berikan tetapi tangannya dicelup ke dalam air panas yang masih mendidih.5

Berdasarkan kasus-kasus ini maka dapat dilihat adanya faktor-faktor penyebab seorang ibu melakukan tindak pidana terhadap anak kandungnya sendiri, seperti faktor ekonomi dan juga tekanan psikologis seperti yang dialami oleh Gusniar setelah ditinggalkan pergi oleh suaminya. Upaya kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh seorang ibu terhadap anak

4

Suhendri. Ibu menganiaya anak. 2 April 2013.www.indosiar.com/patroli (jam 20.20 WIB) 5

(13)

kandungnya lebih dioptimalkan pada upaya penanggulangan secara penal yang bersifat represif.

Baik upaya penanggulangan secara penal dan non penal biasanya ditemui faktor penghambat, seperti para ibu cenderung lebih tertutup kepada masalah yang mereka alami sehingga keluarga ataupun orang terdekat terkadang tidak mengetahui masalah yang dialaminya. Upaya penyuluhan atau konseling yang dilakukan oleh PPA tidak memberikan antusiasme yang tinggi kepada masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas, dapat kita lihat banyaknya faktor-faktor yang mendasari seorang ibu melakukan tindak pidana penganiayaan, baik dari segi hukum maupun sosial masyarakat. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan judul: "Analisis Kriminologis Terhadap Penyebab Penganiayaan Ibu Kepada Anak Kandungnya”

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah :

a. Apakah faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana penganiayaan yang dilakukan ibu terhadap anak kandungnya ?

(14)

2. Ruang Lingkup

Agar penelitian dapat lebih terfokus dan terarah sesuai dengan yang penulis maksud, maka sangat penting dijelaskan terlebih dahulu batasan-batasan atau ruang lingkup penelitian termasuk kedalam kajian Hukum Kriminologi. Substansi skripsi ini ialah menitik beratkan faktor-faktor penyebab ibu melakukan tindak pidana, khususnya dalam tindak pidana penganiyaan. Peneltian ini dilakukan tahun 2013. Daerah penelitian juga penulis hanya membatasi di wilayah Polresta Bandar Lampung.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang diajukan maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya tindak pidana penganiayaan yang dilakukan ibu kepada anak kandungnya.

b. Untuk mengetahui upaya penanggulangan tindak pidana penganiayaan yang dilakukan ibu kepada anak kandungnya.

2. Kegunaan Penulisan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu sebagai berikut :

(15)

menanggulangi masalah penganiayaan yang dilakukan oleh seorang ibu terhadap anak kandungnya.

b. Secara praktis, dapat memberikan sumbangan pikiran bagi aparat penegak hukum pidana, khususnya dalam kasus penganiayaan yang dilakukan ibu terhadap anak kandungnya.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Terhadap tindak pidana penganiayaan yang diatur dalam pasal 351-356 KUHP. Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenar-benarnya merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan kesimpulan terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan untuk penelitian.6 Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan seseorang melakukan tindak pidana penganiayaan, penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh Abdul Syani7, yaitu :

1. Faktor internal dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

a. Sifat khusus dari individu, seperti : sakit jiwa, daya emosional, rendahnya mental dan anomi.

b. Sifat umum, dapat dikategorikan atas beberapa macam, yaitu : umur, gender, kedudukan didalam masyarakat, pendidikan, dan hiburan.

2. Faktor eksternal, antara lain :

a. Faktor ekonomi, dipengaruhi oleh kebutuhan hidup yang tinggi namun keadaan ekonominya rendah.

6

Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta. UI Press.1986.hlm. 123. 7

(16)

b. Faktor agama, dipengaruhi oleh rendahnya pengetahuan agama. c. Faktor bacaan, dipengaruhi oleh bacaan/buku yang dibaca. d. Faktor film, dipengaruhi oleh film/tontonan yang disaksikan.

Upaya penanggulangan suatu tindak pidana penganiayaan dalam konteks kriminologis, penulis menggunakan teori penanggulangan tindak pidana,

Penanggulangan kejahatan ditetapkan dengan cara : a. Penerapan Hukum Pidana (Criminal Law Application) b. Pencegahan tanpa Pidana (Preventiob Without Pinishment)

c. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat media masa.8

Pada butir (1) menitik beratkan pada upaya yang bersifat represif (penindakan/pemberantasan) sesudah kejahatan terjadi dalam sarana Penal, sedangkan pada butir (2 dan 3) menitik beratkan pada upaya yang bersifat Preventif (pencegahan/penangkalan) sebelum kejahatan terjadi dikelompokkan dalam sarana non penal.

Selain itu juga dilakukan melalui sarana non penal, seperti tindakan preventif dari masyarakat untuk tidak menjadi korban kejahatan penganiayaan, penerangan-penerangan melalui media cetak dan elektronik sebagai sarana informasi lainnya, meningkatkan norma, keimanan dan ketakwaan serta memperkuat norma-norma agama.

8

(17)

3. Konseptual

Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah-istilah yang ingin atau yang diteliti.9

Berikut ini dibahas mengenai konsep atau arti dari beberapa istilah yang digunakan dalam penulisan skripsi:

a. Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan sebenarnya (sebab musabab, duduk perkaranya).10

b. Kriminologi adalah ilmu pengetahuan ilmiah tentang: a) perumusan sosial pelanggaran hukum, penyimpangan sosial, kenakalan, dan kejahatan; b) pola-pola tingkah laku dan sebab musabab terjadinya pola-pola tingkah laku yang termasuk dalam kategori penyimpangan sosial, pelanggar hukum, kenakalan, dan kejahatan yang ditelusuri pada munculnya suatu peristiwa kejahatan, seta kedudukan dan korban kejahatan dalam hukum dan masyarakat; d) pola reaksi sosial formak, informal, dan non-formal terhadap penjahat, kejahatan, dan korban kejahatan. Dalam pengertian tersebut termasuk melakukan penelitian ilmiah terhadap pelanggaran hak-hak asasi manusia, serta usaha Negara dalam mewujudkan hak-hak asasi manusia dan kesejahteraan sosial.11 c. Penganiayaan berasal dari kata dasar “aniaya” yang secara bahasa

mempunyai arti menyiksa, mempersakiti dengan bengis. Kemudian kata dasar tersebut mendapatkan imbuhan pe –an sehingga menjadi penganiayaan yang

9

Soerjono Soekanto, Op.Cit. hlm. 132. 10

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), hlm.43.

11

(18)

berarti perlakuan sewenang-wenang (penyiksaan, penindasan dan sebagainya).12

d. Ibu adalah orang tua perempuan seorang anak, baik melalui hubungan biologis maupun sosial. Umumnya, ibu memiliki peranan yang sangat penting dalam membesarkan anak, dan panggilanibu dapat diberikan untuk perempuan yang bukan orang tua kandung (Biologis) dari seseorang yang megisi peranan ini. Contohnya adalah pada orang tua angkat (karena adopsi) atau ibu tiri (istri ayah biologis anak).13

e. Anak Kandung adalah sebuah ungkapan yang aartinya Anak yang terlahir dari benih atau rahim sendiri. Anak yang terlahir dari benih atau rahim sendiri diistilahkan sebagai Anak Kandung. Jadi arti Anak Kandung adalah Anak yang terlahir dari benih atau rahim sendiri. Kata Istilah Anak Kandung merupakan ungkapan resmi dalam bahasa Indonesia.14

E. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, maka penulis menguraikan secara garis besar materi yang dibahas dalam skripsi ini dalam sistematika sebagai berikut: Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, maka penulis menguraikan secara garis besar materi yang dibahas dalam skripsi ini dalam sistematika sebagai berikut:

12

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989. hlm. 40.

13

Rudi Widodo. Pengertian Ibu. http//:id.wikipedia.org/wiki/ibu (jam 11.04 WIB) 14

(19)

I. PENDAHULUAN

Merupakan bab pendahuluan yang memuat tentang latar belakang, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka teoritis dan konseptual, serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Merupakan bab yang membahas tentang pengertian kriminolgis, pengertian penganiayaan dan pasal apa yang mengatur penganiayaan.

III. METODE PENELITIAN

Merupakan bab yang menjelaskan metode penelitian yang digunakan untuk memperoleh dan mengolah data yang akurat. Adapun metode yang digunakan terdiri dari pendekatan masalah, sumber dan jenis data, prosedur pengumpulan dan pengolahan data, serta analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

(20)

V. PENUTUP

(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori-Teori Kajian tentang Sebab Kejahatan

1. Kajian Kriminologi

Kriminologi (sebagai ilmu pengetahuan) mempelajari sebab-sebab timbulnya kejahatan dan keadaan-keadaan yang turut mempengaruhinya, serta mempelajari cara pemberantasannya. Kriminologi merumuskan kejahatan sebagai setiap tingkah laku yang merusak dan tidak susila (dalam arti luas), yang menimbulkan keresahan dalam masyarakat tertentu, karena masyarakat tidak menyukai tingkah laku tersebut. Jadi, kriminologi mengartikan kejahatan sebagi gejala dalam masyarakat yang tidak pantas dan termasuk tidak/belum terikat kepada ketentuan-ketentuan yang telah tertulis.1

W.A Bonger memberikan batasan bahwa kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki kejahatan seluas-luasnya.2Sementara abdul Syani dalam teorinya mengatakan ada dua faktor penyebab seorang melakukan tindak kejahatan, yaitu faktor yang bersumber dari dalam individu itu sendiri (internal) dan faktor yang bersumber dari luar individu (eksternal).3

1

SR Sianturi.Asas-asas hukum pidana di Indonesia dan penerapannya.alumni ahaempethaem. Jakarta. 1996. hlm.34

2

Zikri manshur. Pengantar Kriminologi. 16 April 2013

http://manshurzikri.wordpress.com/2009/12/01/pengantar-kriminologi/ .(jam 15.35 WIB) 3

(22)

Kriminologi, (criminology dalam bahasa Inggris, atau kriminologie dalam bahasa

Jerman) secara bahasa berasal dari bahasa latin, yaitu kata ”crimen” dan ”logos”.

Crimen berarti kejahatan, dan logos berarti ilmu. Dengan demikian kriminologi secara harafiah berarti ilmu yang mempelajari tentang penjahat.4

2. Etiologi Kriminil

Terdapat tiga mashab yang melatarbelakangi timbulnya kejahatan. Pertama, mashab antropologis yang mengartikan sebab-sebab timbulnya kejahatan adalah karena bersumber pada bentuk-bentuk jasmaniah, watak, dan/atau rohaniah. Dengan kata lain seseorang telah ditakdirkan lahir sebagi seorang penjahat. Paham ini dikemukakan oleh Cesare Lombroso. Kedua ialah sosiologis, yang mengartikan faktor-faktor dari lingkunganlah yang mempengaruhi seorang melakukan tindak kejahatan pidana. Faktor ekonomilah yang menjadi dasar dan merusak moril seseorang sehingga ia menjadi seorang penjahat. Mashab ketiga ialah mashab biososiologis, menurut ajaran ini, timbulnya berbagai bentuk kejahatan di pengaruhi oleh sederetan faktor-faktor dimana watak dan lingkungan seseorang mempengaruhi. Fakor-faktor tersebut antara lain: sifat, bakat, watak, intelek, pendidikan dan pengajaran, suku, bangsa, seks, umur, kebangsaan, agama, ideologi, pekerjaan,keadaan ekonomi, dan keluarga.

B.Pengertian Anak dan Dasar Hukum Perlindungan Anak

1. Pengertian Anak.

Anak dalam pengertian yang umum tidak hanya mendapat perhatian dalam bidang ilmu pengetahuan, tetapi dapat juga ditelaah dari sisi pandang sentralis kehidupan.

4

(23)

Seperti agama, hukum dan sosiologinya yang menjadikan pengertian anak semakin rasional dan aktual dalam lingkungan sosial. Dalam masyarakat, kedudukan anak memiliki makna dari subsistem hukum yang ada dalam lingkungan perundang-undangan dan subsistem sosial kemasyarakatan yang universal.

Agar dapat memahami pengertian tentang anak itu sendiri sehingga mendekati makna yang benar, diperlukan suatu pengelompokan yang dapat dilihat dari aspek hukum. Hal ini adalah sebagai akibat tiap-tiap peraturan perundang-undangan yang mengatur secara tersendiri mengenai peraturan anak itu sendiri. Pengertian anak dalam kedudukan hukum meliputi pengertian anak dari pandangan sistem hukum atau disebut kedudukan dalam arti khusus sebagai objek hukum.

Kedudukan anak dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a. Pengertian Anak menurut Hukum Pidana.

Pengertian kedudukan anak dalam hukum pidana diletakkan dalam pengertian anak yang bermakna penafsiran hukum secara negatif. Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak, pengertian anak adalah :

1. Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana.

(24)

pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri.

3. Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

4. Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana.

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang pengadilan anak mengklarifikasikan pengertian anak nakal adalah orang yang dalam perkara telah mencapai umur delapan tahun, tetapi belum mencapai umur delapan belas tahun dan belum pernah kawin. Anak nakal adalah :

1. Anak yang melakukan tindak pidana.

2. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dimasyarakat.

b. Pengertian Anak menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

(25)

berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Defenisi pengertian tentang anak di atas sebenarnya, memberikan suatu kesimpulan yang menggambarkan apa atau siapa sebenarnya yang dimaksud dengan anak dan berbagai konsekwensi yang diperolehnya sebagi penyandang gelar anak tersebut.

2. Dasar Hukum Perlindungan Anak.

Berdasarkan Pasal 1 butir 2 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 perlindungan anak merupakan segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Perlindungan anak merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat. Dengan demikian maka perlindungananak harus diusahakan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara, bermasyarakat dan bekeluarga berdasarkan hukum demi perlakuan benar, adil dan sejahtera bagi anak. Melindungi anak adalah melindungi manusia dan membangun manusia seutuh mungkin, pembangunan nasional adalah membangun manusia Indonesia seutuhnya yang berbudi pekerti luhur.

(26)

pembangunan naional yang memuaskan. Perlindungan anak dalam suatu keluarga, masyarakat dan bangsa merupakan tolak ukur peradaban keluarga, masyarakat dan bangsa tertentu, jadi demi pengembangan manusia seutuhnya dan peradaban setiap orang wajib mengusahakan perlindungan anak sesuai dengan kemampuan dan kesanggupan yang dimilikinya.

Setiap anak memiliki hak untuk melaksanakan kewajibannya untuk memperjuangkan kelangsungan hidupnya, tumbuh-kembang dirinya, perlindungan bagi dirinya sesuai dengan kemampuannya pada usia tertentu. Antara hak dan kewajiban harus ada keseimbangan dan pengembangan kemanusiaan yang positif dengan demikian maka akan terwujud adanya perlakuan adil terhadap anak, oleh karena itu keadilan adalah suatu kondisi yang memungkinkan setiap orang melaksanakan hak dan kewajibannya secara seimbang dan manusiawi.

(27)

perbuatan melanggar hukum, baik anak dari kalangan sosial ekonomi tinggi, menengah, maupun bawah. Selain itu terdapat pula anak yang dalam keadaan terlantar atau tidak terurus, yakni anak yang karena satu dan lain hal ternyata sebagian besar kebutuhan hidupnya tidak terpenuhi dengan layak, baik dibidang ekonomi, sosial, rohani maupun jasmaninya. Karena keadaan diri sendiri yang tidak memadai tersebut, anak-anak tersebut naik dengan sengaja atau tidak, sering juga melakukan perbuatan atau perilaku yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku, bahkan merugikan masyarakat dan dirinya sendiri baik dalam bentuk perbuatan melanggar (melawan) hukum atau perbuatan yang terlarang bagi anak-anak. Oleh karena itu dalam hal menghadapi anak nakal dan terlantar masyarakat dan sekelilingnya dan terutama orang tua lebih bertanggung jawab dari pada anak itu sendiri.

Hubungan anak dengan orang tua adalah suatu hubungan yang hakiki, termasuk hubungan mental spiritual maupun mental psikologis. Mengingat pada pentingnya hubungan antara anak dan orang tua, sebisa mungkin anak tidak boleh terpisah dari orang tuanya meskipun tidak dapat dipungkiri, ada banyak faktor-faktor yang menyebabkan anak harus berpisah dari orang tua. Dan jika harus terpisah, harus tetap dipertimbangkan bagaimana segala kepentingan menjaga perkembangan dan pertumbuhan anak secara sehat dan layak.

Berkaitan dengan hal tersebut, beberapa Perundang-Undangan yang menjadi dasar hukum perlindungan anak antara lain:

(28)

c. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 b jo 34 tentang Perlindungan terhadap Anak.

Instrumen-Instrumen hukum di atas merupakan bentuk peraturan untuk melindungi setiap anak dari berbagai bentuk kekerasan dan diskriminasi.

C.Pengertian Tindak Pidana dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Penganiayaan.

Manusia merupakan mahkluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa adanya manusia lain dikehidupannya. Dalam proses interaksi sesama manusia mudah sekali ditemui adanya perbedaan, baik itu ide maupun pendapat, dan dengan adanya berbagai perbedaan yang terjadi ini tak jarang berujung pada sebuah konflik yang menimbulkan terjadinya suatu tindak pidana.

(29)

Berdasarkan ketentuan Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menjelaskan bahwa :

a) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:

Ke-1. Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan.

Ke-2. Mereka yang dengan memberiatau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memeberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.

b) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.

Ketentuan Pasal 55 diatas mengkategorikan pelaku sebagai orang yang melakukan sendiri suatu tindak pidana dan orang yang turut serta atau bersama-sama untuk melakukan tindak pidana.

Ketentuan Pasal 56 KUHP menjelaskan bahwa :

1. Mereka yang sengaja member bantuan pada waktu kejahatan dilakukan.

2. Mereka yang dengan sengaja memeberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan.

(30)

1. Pembantu saat kejahatan.

2. Pembantu sebelum kejahatan dilakukan.

Menurut Prof. Satochid Kartanegara, unsur-unsur tindak pidana terbagi dua: a. Unsur objektif adalah unsur-unsur yang terdapat dari luar diri manusia yang

berupa tindakan, akibat tertentu (een bepald gevolg), keadaan (omstandigheid).

b. Unsur Subjektif adalah perbuatan yang dilakukan oleh diri manusia itu sendiri. Yang dapat dipertanggungjawabkan (toerekeningsvat baarheid) dan kesalahan (schuld).5

Berdasarkan pada kamus besar bahasa Indonesia arti penganiayaan adalah perlakuan sewenang-wenang. Penganiayaan adalah istilah yang digunakan dalam KUHP untuk tindak pidana terhadap tubuh. Namun KUHP sendiri tidak memuat arti dari penganiayaan tersebut. Pengertian yang dimuat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut adalah pengertian dalam arti luas, yaitu yang termasuk sangkutannya dengan perasaan atau batiniah. Sedangkan penganiayaan yang dimaksud dalam hukum pidana adalah menyangkut tubuh manusia. Meskipun pengertian penganiayaan tidak ada dimuat dalam KUHP, namun kita dapat melihat pengertian penganiayaan menurut pendapat para sarjana, doktrin, dan penjeleasan Menteri Kehakiman.

Secara umum tindak pidana terhadap tubuh pada KUHP disebut

“penganiayaan”, mengenai arti dan makna kata penganiayaan tersebut

banyak perbedaan antara para ahli hukum dalam memahaminya. Penganiayaan diartikan sebagai perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit (pijn) atas luka (letsel) pada tubuh orang lain.

5

(31)

Adapula yang memahami penganiayaan adalah “dengan sengaja

menimbulkan rasa sakit atau luka, kesengajaan itu harus dicantumkan dalam

surat tuduhan”.6

Pada dasarnya penganiayaan terdahap anak sebenernya tidak terbatas pada deraan yang bersifat badani seperti menampar, menggigit, memukul, menendang, melempar, karena adapula bentuk-bentuk penganiayaan lainnya yang bersifat kejiwan atau emosi. Penganiayaan ini bisa dalam bentuk penanaman rasa takut melalui intimidasi, ancaman, hinaan, makian, sampai membatasi ruang geraknya. Dalam KUHP tindak pidana penganganiayaan dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu sebagai berikut:

a. Penganiayaan Biasa sebagaimana diatur dalam Pasal 351 KUHP. b. Penganiayaan Ringan sebagaimana diatur dalam Pasal 352KUHP. c. Penganiayaan Berencana sebagaimana diatur dalam Pasal 353 KUHP. d. Penganiayaan Berat sebagaimana diatur dalam Pasal 354 KUHP.

e. Penganiayaan Berat Berencana sebagaimana diatur dalam Pasal 355 KUHP. f. Penganiayaan terhadap orang yang berkualitas tertentu sebagaimana diatur

dalam pasal 356 KUHP.

Tindak pidana penganiayaan diatas lebih diperjelas dalam uraian berikut:7

1. Penganiayaan Biasa (Pasal 351 KUHP)

Pemberian kualifikasi sebagai penganiayaan biasa yang dapat disebut juga dengan penganiayaan bentuk pokok terhadap ketentuan Pasal 351 KUHP sungguh tepat, setidak-tidaknya untuk membedakannya dengan bentuk-bentuk penganiayaan lainnya.

6

Sonenarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP, Raja Grafindo Persada, Jakarta. 1994. hlm.211

7

http://www.negarahukum.com/hukum/kejahatan-terhadap-tubuh.html (diakses 7 mei 2013 jam

(32)

Pasal 351 merumuskan sebagai berikut:

1) Penganiayaan dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua tahun dan delapan bulan atau dengan pidana denda setinggi-tingginya tiga rupiah (sekarang Rp. 4.500,-).

2) Jika perbuatan tersebut menyebabkan luka berat pada tubuh, maka orang yang bersalah dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun.

3) Jika perbuatan tersebut menyebabkan kematian, maka orang yang bersalah dipidana dengan penjara selama-lamanya tujuh tahun.

4) Disamakan dengan penganiayaan, yakni kesengajaan merugikan kesehatan. 5) Percobaan melakukan kejahatan ini tidak dapat dipidana.

Melihat dalam doktrin/ilmu hukum pidana, berdasarkan sejarah pembentukan dari Pasal 351 KUHP di atas, penganiayaan diartikan sebagai perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit (pijn) atau luka (letsel) pada tubuh orang lain.

2. Penganiayaan Ringan (Pasal 352)

Pasal 352 KUHP tentang penganiayaan ringan merumuskan sebagai berikut :

1) “kecuali yang tersebut dalam Pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian, dipidana sebagai penganiyaan ringan, dengan pidana

penjara paling lama 3 bulan atau pidana denda paling banyak Rp 4.500”.

2) “Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu

(33)

Batasan penganiyaan ringan adalah penganiayaan yang:

1) Bukan berupa penganiayaan berencana (Pasal 353 KUHP) 2) Bukan penganiayaan yang dilakukan:

a) Terhadap ibu atau bapaknya yang sah, istri atau anaknya.

b) Terhadap pengawai negeri yang sedang dan atau karena menjalankan tugasnya yang sah.

c) Dengan memasukkan bahan ).yang berbahaya bagi nyawa atau untuk dimakan atau diminum (Pasal 356 KUHP)

3) Tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian.

Tiga unsur itulah, di mana unsur b dan c terdiri dari beberapa alternatif, yang harus dipenuhi untuk menetapkan suatu penganiayaan sebagai penganiayaan ringan. Dengan melihat unsur penganiayaan ringan tersebut, dapat disimpulkan bahwa penganiayaan ringan tidak mungkin terjadi pada penganiayaan berencana (Pasal 353 KUHP) dan penganiayaan terhadap orang-orang yang memiliki kualitas tertentu dalam Pasal 356 KUHP, walaupun pada penganiayaan berencana itu tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian.

3. Penganiayaan Berencana (Pasal 353 KUHP)

(34)

1) Penganiayaan dengan rencana lebih dulu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.

2) Jika perbuatan itu menimbulkan luka-luka berat, yang bersalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.

3) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.

Ada 3 macam penganiayaan berencana, yakni:

1) Penganiayaan berencana yang tidak berakibat luka berat atau kematian. 2) Penganiayaan berencana yang berakibat luka berat.

3) Penganiayaan berencana yang berakibat kematian.

Kejahatan yang dirumuskan Pasal 353 KUHP dalam praktik hukum diberi kualifikasi sebagai penganiayaan berencana, oleh sebab terdapatnya unsur direncanakan lebih dulu sebelum perbuatan dilakukan. Direncanakan lebih dulu (disingkat berencana), adalah bentuk khusus dari kesengajaan (opzettelijk) dan merupakan alasan pemberat pidana pada penganiayaan yang bersifat subjektif, dan yang juga terdapat pada pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP).

4. Penganiayaan Berat (Pasal 354)

Penganiayaan berat terdapat pada Pasal 354 KUHP yang rumusannya adalah sebagai berikut:

(35)

b) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun.

Mengingat pengertian penganiayaan seperti yang sudah diterangkan di bagian muka, dengan menghubungkannya pada rumusan penganiayaan berat di atas, maka pada penganiayaan berat mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:

a) Kesalahannya: kesengajaan (opzettelijk). b) Perbuatan: melukai berat.

c) Objeknya tubuh orang lain. d) Akibat: luka berat.

Penganiayaan berat hanya ada 2 bentuk, yakni: a) Penganiayaan berat biasa (ayat 1), dan

b) Penganiayaan berat yang menimbulkan kematian (ayat 2).

5. Penganiayaan Berat Berencana (Pasal 355 KUHP)

Penganiayaan berat berencana, dimuat dalam Pasal 355 KUHP yang rumusannya adalah sebagai berikut:

1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.

2) Jika perbuatan itu menimbulkan kematian, yang bersalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.

(36)

ayat 1 KUHP dengan penganiayaan berencana Pasal 353 ayat 1 KUHP, dengan kata lain suatu penganiayaan berat yang terjadi dalam penganiayaan berencana. Kedua bentuk penganiayaan ini harus terjadi secara bersama, maka harus terpenuhi baik unsur penganiayaan berat maupun unsur penganiayaan berencana.

Artinya suatu penganiayaan berat berencana dapat terjadi apabila kesengajaan petindak tidak saja ditujukan pada perbuatannya (misalnya memukul dengan sepotong besi) dan pada luka berat tubuh orang lain (sebagaimana pada penganiayaan berat), melainkan juga pada direncanakan lebih dulu (sama sebagaimana pada penganiayaan berencana).

6. Penganiayaan Terhadap Orang yang Berkualitas (Pasal 356)

Penganiayaan terhadap orang berkualitas dimuat pada pasal 356 KUHP yang rumusannya adalah sebagai berikut:

Pidana yang ditentukan dalam Pasal 351, 353, 354 dan 355 KUHP dapat ditambah dengan sepertiga:

1) Bagi yang melakukan kejahatan itu terhadap ibunya, bapaknya yang sah, istrinya atau anaknya.

2) Jika kejahatan itu dilakukan terhadap seorang pejabat ketika atau karena menjalankan tugasnya yang sah.

(37)

4) Ketentuan Pasal 356 merupakan ketentuan yang memperberat berbagai penganiayaan. Berdasarkan Pasal 356 KUHP ini terdapat dua hal yang memberatkan berbagai penganiayaan yaitu :

a) Kualitas korban, yaitu apabila korban penganiayaan tersebut berkualitas sebagi ibu, bapak, istri atau anak serta pegawai negeri yang ketika atau karena menjalankan tugasnya yang sah.

b) Cara atau modus penganiyaan, yaitu dalam hal penganiayaan itu dilakukan dengan cara member bahan untuk dimakan atau diminum.

Tindak pidana penganiyaan telah mencapai suatu tingkat yang dipandang serius yaitu dengan semakin beraninya pelaku tindak pidana penganiayaan menganiaya secara sadis bahkan korban yang akhirnya meninggal dunia. Terjadinya tindak pidana penganiayaan ini menimbulkan adanya korban yang menderita kerugian, baik itu kerugian fisik maupun psikis. Untuk merestorasi atau memperbaiki korban dalam keadaan semula memerlukan waktu yang cukup lama dan biaya yang besar pula. Untuk itu dalam tindak pidana penganiayaan korban harus mendapat perhatian khusus terutama mengenai masalah pelindungan hukum korban tindak pidana penganiyaan.

D.Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Penganiayaan.

(38)

tindak pidana, maka hasil dari penemuan itu digunakan untuk menemukan cara pemberantasan dan pencegahannya. Maka diperlukanlah upaya preventif maupun refresif. Upaya preventif dilakukan sebelum terjadinya tindak pidana, dengan cara menghimbau dan memberi peringatan akan bahaya dan hukuman apabila melakukan tindak pidana criminal atau tindak pidana. Sedangkan upaya represif diterapkan dengan cara pemidanaan.

Upaya Penangulangan Tindak Pidana dapat dilakukan dengan menggunakan sistem peradilan pidana (SPP), atau disebut juga penanggulangan secara penal. Disamping itu penanggulangan lain dapat juta dilakukan dengan sistem non peradilan atau disebut juga non penal.

1. Sarana Non penal

Upaya non penal adalah upaya penanggulangan kejahatan yang bersifat preventif, yaitu upaya-upaya pencegahan terhadap kemungkinan kejahatan yang dilaksanakan sebelum terjadi kejahatan. Meskipun demikian apabila pencegahan diartikan secara luas maka tindakan represif yang berupa pemberian pidana terhadap pelaku kejahatan dapatlah dimasukan kedalamnya, sebab pemberian pidana juga dimaksudkan agar orang yang bersangkutan dan masyarakat pada umumnya tidak melakukan tindak pidana.8

2. Sarana Penal

Upaya penal adalah upaya penangulangan kejahatan yang bersifat bagi pelanggar hukum atau pelaku kejahatan. Jadi upaya ini dilakukan setalah kejahatan terjadi. Upaya penanggulangan tindak pidana sangat erat kaitannya dengan tujuan

8

(39)

pemidanaan. Didalam literaturnya Van Hammel menunjukan bahwa prevensi khusus suatu pidana ialah :

1. Pidana harus memuat suatu unsur menakutkan supaya mencegah penjahat yang mempunyai kesempatan untuk tidak melakukan niat buruknya.

2. Pidana harus mempunyai unsur memperbaiki terpidana.

3. Pidana mempunyai unsur membinasakan penjahat yang tidak mungkin diperbaiki.

4. Tujuan satu-satunya suatu pidana adalah mempertahankan tata tertib hukum.9

Pengertian mengenai tujuan pemidanaan juga diatur lebih rinci didalam rancangan KUHP nasional :

1. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan meneggakan norma hukum demi pengayoman masyarakat.

2. Mengadakan koreksi terhadap terpidana dan demikian menjadikannya orang yang baik dan berguna.

3. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan kesimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat.

4. Memebebaskan rasa bersalah pada terpidana.

Upaya penanggulangan secara penal dilandasi oleh Pasal 10 KUHP khususnya mengatur jenis-jenis hukuman, hukum pidana formal, maupun hukum pelaksanaan pidana yang dilaksanakan melalui system peradilan pidana. Sedangkan upaya penanggulangan secara non penal, meliputi bidang-bidang yang sangat luas dalam sektor kebijakan sosial untuk memperbaiki kondisi sosial.

9

(40)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan menelaah dan mengkaji konsep-konsep, teori-teori serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan analisis kriminologis terhadap penganiayaan yang dilakukan oleh ibu terhadap anak kandungnya. Sedangkan pendekatan yuridis empiris dilakukan untuk mempelajari hukum dalam kenyataannya, baik berupa penilaian, perilaku, pendapat, dan sikap yang berkaitan dengan analisis kriminologis terhadap penganiayaan yang dilakukan oleh ibu kepada anak kandungnya.1

B. Sumber dan Jenis Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari hasil penelitian di lapangan. Data primer ini didapatkan dengan cara melakukan wawancara dengan aparat penegak hukum terkait, yaitu pejabat yang melaksanakan. 2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan. Data

sekunder diperoleh dengan mempelajari dan mengkaji literatur-literatur dan

1

(41)

peraturan perundang-undangan yang terkait dengan analisis kriminologis terhadap penganiayaan yang dilakukan ibu kepada anak kandungnya. Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan-bahan hukum yang memiiki kekuatan hukum mengikat, seperti : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo Undang-Undang Nomor 73

Tahun 1958 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

2. Undang-Undang Nomor 8 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

3. Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak asasi Manusia. 4. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 5. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan

Dalam Rumah Tangga. b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer sehingga dapat membantu dalam memahami dan menganalisa bahan hukum primer dan norma-norma hukum yang dibahas dalam skripsi ini, seperti :

1. RUU KUHP Tahun 2012 2. RUU KUHAP Tahun 2010 3. Hasil-hasil penelitian

(42)

C. Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi adalah seluruh objek dan seluruh individu atau seluruh gejala atau seluruh kejadian atau seluruh unit yang akan diteliti.2Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah polisi yang ada di Polresta Bandar Lampung dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Teknik penentuan sampel, digunakan metode purposive sampling, yaitu penentuan sekelompok subjek yang didasarkan atas pertimbangan maksud dan tujuan yang telah ditetapkan serta sesuai ciri-ciri tertentu pada masing-masing responden yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri populasi.

Berdasarkan metode sampling tersebut di atas, maka yang menjadi sampel/responden dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Penyidik PPA Polresta Bandar Lampung : 2 orang 2. Narapidana perempuan Lapas Wanita kelas IIA Bandar

Lampung : 1 orang

3. Pegawai Pembinaan Lapas Wanita kelas IIA Bandar

Lampung : 2 orang +

Jumlah : 5 orang

2

(43)

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara: a. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder, yaitu melakukan serangkaian kegiatan studi dokumentasi, dengan cara membaca, mencatat, dan mengutip buku-buku atau referensi yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan.

b. Studi Lapangan

Studi lapangan dilakukan untuk mendapatkan data primer. Adapun cara mengumpulkan data primer dilakukan dengan menggunakan metode wawancara terpimpin, yaitu dengan mengajukan pertanyaan yang telah disiapkan terlebih dahulu dan dilakukan wawancara secara langsung dengan responden.

2. Prosedur Pengolahan Data

Prosedur pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara:

a. Editing, yaitu data yang diperoleh dari penelitian diperiksa dan diteliti kembali mengenai kelengkapan, kejelasan, dan kebenarannya, sehingga terhindar dari kekurangan dan kesalahan.

(44)

c. Sistematisasi, yaitu penyusunan data secara sistematis sesuai dengan pokok permasalahan, sehingga memudahkan analisis data.

E. Analisis data

(45)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan kepada hasil penelitian dan pembahasan yang penulis sampaikan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis menarik kesimpulan, yaitu :

1. Faktor-faktor yang menyebabkan seorang Ibu melakukan tindak pidana penganiayaan terhadap anak kandungnya terdapat dari dalam (internal) dan dari luar (eksternal) diri seorang Ibu sebagai pelaku tindak pidana penganiayaan. Faktor internal yang bersumber dari dalam individu , seperti rasa kekecewaan yang medalam terhadap korban, emosional yang terakumulasi, adanya dendam pribadi serta kurangnya pengetahuan dan keimanan seseorang.

(46)

2. Upaya dalam penanggulangan terhadap tindak pidana penganiayaan Ibu terhadap anak kandungnya tersebut dilakukan secara preventif oleh kepolisian seperti konseling yang dilakukan unit PPA Polresta Bandar Lampung secara berkala dan berkesinambungan. Tidak hanya secara preventif, upaya penanggulangan tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh seorang Ibu juga ada upaya represif dengan sanksi penegakan hokum, seperti pada kasus Neneng Ilalia yang telah dijatuhi vonis pidana 1 tahun penjara. Upaya penanggulangan ini dilakukan secara penal dan non penal. Lembaga permasyarakatan juga turut berperan dalam menanggulangi tindak pidana penganaiayaan oleh seorang Ibu yang telah terjadi Lembaga pemasyarakatan mengenal dengan istilah pembinaan, pembinaan ini bertujuan untuk mengembalikan perempuan pelaku tindak pidana penganiayaan tersebut agar diterima dan berguna di masyarakat serta sebagai bekal untuk menjalankan hidup barunya dengan harapan tidak akan mengulanginya kembali.

B. Saran

Saran-saran yang penulis berikan berdasarkan dari pembahasan adalah sebagai berikut :

(47)

tuhan yang maha esa dapat melatih diri untuk bersikap lebih tenang dan mengenyampingkan emosional.

Keluarga dan lingkungan merupakan faktor eksternal harus disikapi secara baik. Keluarga harus mendukung dan memberikan perhatian kepada seorang Ibu, karena dalam masalah keluarga Ibu-lah yang besar sekali peran dalam menyelesaikannya, wajar jika seorang Ibu harus diperhatikan lebih dan harus selalu dimengerti. Media masa baik cetak maupun elektronik harus menyiarkan produk media sebagai bahan tontonan masyarakat yang positif, mengurangi unsur kekerasan. Peran pemerintah juga sangat penting, pemerintah harus lebih seletif dalam melindungi dan melayani masyarakat. Ini bertujuan agar tidak ada lagi seorang Ibu yang termotivasi untuk melakukan penganiayaan terhadap anak kandungnya sendiri.

(48)
(49)

DAFTAR PUSTAKA

A. Literatur :

Abdul Syani. 1987. Sosiologi Kriminalitas Remaja. Balai Karya: Bandung.

Arief, Barda Nawawi. 1996. Kebijakan Hukum Pidana. Kencana prenada media group: Jakarta.

Hamzah, Andi. 1994. Asas-Asas Hukum Pidana. Rineka Cipta: Jakarta. Kartanegara, Satochid. 1973. Hukum Pidana. Balai Lekur: Sumatera Barat. Kartono,Kartini. 2010. Patologi sosial 2. PT Raja Grafindo: Jakarta.

Mustofa, Muhammad. 2007. Kriminologi. FISIP UI PRESS: Depok.

Sianturi, SR. 1996.Asas-asas hukum pidana di Indonesia dan penerapannya.

Alumni ahaem pethaem: Jakarta.

Soemitro, Ronny Hanitijo. 1990. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri. Ghalia Indonesia: Jakarta

Soerodibroto, Sonenarto. 1994. KUHP dan KUHAP. Raja Grafindo Persada: Jakarta.

Suryana. 1996. Keperawatan anak untuk siswa. BGC: Jakarta.

Syani, Abdul. 1987. Sosiologi Kriminalitas Remaja. Balai Karya: Bandung.

B. Peraturan perundang-undangan :

Tim Redaksi. 2010. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).Sinar Grafika: Jakarta.

Tim Redaksi. 2010. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sinar Grafika: Jakarta.

(50)

Tim Redaksi. 2012. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Sinar Grafika: Jakarta

Tim Redaksi. 2013. Undang-UndangNomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Fokus Media: Bandung

Tim Redaksi. 2010. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 b jo 34 tentang Perlindungan terhadap Anak. Sinar Grafika: Jakarta

Tim Redaksi. 2013. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang sistem peradilan Anak. Sinar Grafika: Jakarta

C. Lain-lain :

http://www.hukumonline.com, akses 20 April 2013

http://www.radarlampung.co.id/read/berita-utama/1251-ibu-bakar-anak-kandung

http://www.negarahukum.com/hukum/

Referensi

Dokumen terkait

Sistem pakar adalah cabang dari kecerdasan buatan (Artificial Intelligence), yaitu dengan menyimpan kepakaran dari pakar manusia ke dalam komputer dan meyimpan basis pengetahuan

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkah dan karunia yang dilimpahkan-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyusun Buku Panduan dan

4.1.1 Pada peringkat akhir pemerintahan Bani Umaiyah, golongan mawali (orang Islam bukan Arab seperti Parsi dan Barbar) merasa didiskriminasikan (tidak dapat jawatan dan

Terdapat banyak lagi tempat bersejarah dan menarik untuk dilawati dan dihayati kisahnya oleh bakal-bakal haji di antaranya perigi Uthman yang berhampiran dengan Masjid Quba`

Berdasarkan hal tersebut, adverbia belum pernah dalam frase belum pernah datang dalam surat Almaidah (5):41 di atas menyatakan bahwa verba aktif intransitif datang

Agar siswa dapat menguasai pembelajaran IPA, dalam proses pembelajaran harus didukung oleh kegiatan lain yang tidak hanya mendengarkan guru maupun membaca buku

Dalam jangka pendek, jika pemberian otonomi tidak diikuti dengan langkah lanjutan yang bersifat konstruktif dari pemerintah pusat maupun daerah, maka implikasinya terhadap

Variabel intervening dalam penelitian ini adalah Return On Equity (ROE) yang merupakan besaran nilai ROE yang dimiliki oleh perusahaan manufaktur yang terdaftar