• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PERILAKU HARIAN KUKANG SUMATERA (Nycticebus coucang) PELEPASLIARAN YAYASAN IAR INDONESIA DI KANDANG HABITUASI DAN HUTAN LINDUNG BATUTEGI BLOK RILAU KABUPATEN TANGGAMUS LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI PERILAKU HARIAN KUKANG SUMATERA (Nycticebus coucang) PELEPASLIARAN YAYASAN IAR INDONESIA DI KANDANG HABITUASI DAN HUTAN LINDUNG BATUTEGI BLOK RILAU KABUPATEN TANGGAMUS LAMPUNG"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PERILAKU HARIAN KUKANG SUMATERA (Nycticebus coucang) PELEPASLIARAN YAYASAN IAR INDONESIA DI KANDANG HABITUASI

DAN HUTAN LINDUNG BATUTEGI BLOK RILAU KABUPATEN TANGGAMUS LAMPUNG

Oleh

Rifqy Afifah Qomar

Skripsi

sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEHUTANAN

pada

Jurusan Kehutanan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

STUDI PERILAKU HARIAN KUKANG SUMATERA (Nycticebus coucang) PELEPASLIARAN YAYASAN IAR INDONESIA DI KANDANG HABITUASI DAN HUTAN LINDUNG BATUTEGI BLOK RILAU

KABUPATEN TANGGAMUS LAMPUNG

Oleh

Rifqy Afifah Qomar1), Bainah Sari Dewi2), Indah Winarti3) E-mail : qieqiesylph@yahoo.co.id

Nomor Telepon : 082179365668/087712171499

Kukang Sumatera adalah primata nokturnal, soliter, arboreal dan bergerak lamban yang terdapat di dunia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku harian kukang Sumatera (Nycticebus coucang) di kandang habituasi dan hutan lindung Batutegi blok Rilau Kabupaten Tanggamus Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2013. Data perilaku kukang Sumatera didapatkan dengan menggunakan metode scan sampling pada kedua lokasi. Hasil penelitian diketahui bahwa terdapat perbedaan perilaku kukang Sumatera di kandang habituasi dan hutan lindung. Perilaku kukang Sumatera di kandang habituasi ditemukan 7 perilaku, yaitu perilaku aktif 16,4%, tidak aktif 0,2%, makan 6,9%, mencari makan 27%, berpindah 35,5%, menelisik 8,1%, dan abnormal 5,9%. Perilaku kukang Sumatera di hutan lindung hanya ditemukan 6 perilaku (tanpa perilaku abnormal), yaitu perilaku aktif 2,5%, tidak aktif 1%, makan 11,8%, mencari makan 39,9%, berpindah 43,3% dan menelisik 1,5%. Perilaku yang paling banyak dilakukan pada kedua lokasi adalah perilaku berpindah, yaitu sebanyak 35,5% pada kandang habituasi dan 43,3% pada hutan lindung.

Kata kunci: kukang Sumatera, kandang habituasi, hutan lindung, perilaku 1) = Mahasiswa Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

2) = Dosen Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

(3)
(4)
(5)
(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 3

E. Kerangka Pemikiran ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Satwa ... ... 7

B. Kukang Sumatera (Nycticebus coucang) ... 7

1. Morfologi Kukang Sumatera (Nycticebus coucang)... 7

2. Perilaku Harian Kukang Sumatera (Nycticebus coucang) ... 9

3. Pakan Kukang Sumatera (Nycticebus coucang)... 12

4. Status Konservasi Kukang Sumatera (Nycticebus coucang)... 14

III. METODE PENELITIAN ... 16

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 16

B. Alat dan Objek Penelitian ... 17

C. Batasan Penelitian ... 17

D. Jenis Data ... 17

E. Metode Pengumpulan Data ... 18

F. Analisis Data ... 20

1. Analisis Kuantitatif ... 20

2. Analisis Deskriptif ... 20

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 21

A. Letak dan Luas Wilayah... 21

B. Fungsi Kawasan Hutan ... 21

C. Pemanfaatan Kawasan Hutan ... 22

(7)

E. Program Hutan Kemasyarakatan (HKm) ... 23

F. Komoditi Unggulan ... 23

G. Rencana Pengelolaan ... 24

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 25

A. Aktivitas Awal dan Respon Kukang ... 25

B. Perilaku Harian Kukang Sumatera di Kandang Habituasi dan Hutan Lindung ... 26

1. Perilaku Aktif dan Tidak Aktif ... 27

2. Perilaku Makan ... 30

3. Perilaku Mencari Makan ... 32

4. Perilaku Berpindah ... 33

5. Perilaku Menelisik ... 35

6. Perilaku Abnormal ... 36

C. Perbandingan Perilaku Kukang Sumatera di Kandang Habituasi dan Hutan Lindung ... 37

D. Perbandingan Perilaku Kukang Sumatera dengan Kukang Jawa ... 40

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

A. Kesimpulan ... 43

B. Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45 LAMPIRAN

(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki keanekaragaman jenis primata tertinggi di dunia (MacKinnon, 1987; Supriatna dan Wahyono, 2000). Kukang (Nycticebus coucang) adalah jenis mamalia yang termasuk dalam sub-ordo porismian dari ordo primata. Terdapat empat marga kukang, yaitu Perodicticus, Arctocebus, Loris, dan Nycticebus (Rasmussen dan Nekaris, 1998; Nowak, 1999;

Groves, 2001). Kukang (Nycticebus coucang) di dunia terdapat lima jenis, yaitu kukang Sumatera (Nycticebus coucang), kukang Kalimantan (Nycticebus menagensis), kukang Jawa (Nycticebus javanicus), kukang Bengal (Nycticebus

bengalensis), kukang Pygmi (Nycticebus pygmeus). Kelima jenis kukang tersebut

dapat dibedakan dari bentuk tengkorak, variasi genetik, ukuran tubuh, gigi, berat, tanda garis pada muka serta susunan warna atau kolorasi dan kemungkinan juga dari perilaku (Payne dan Francis, 1985).

(9)

2002). Penangkapan dan perdagangannya yang kian marak adalah sebab lain penurunan populasi kukang di alam (MacKinnon dan MacKinnon, 1987; Nekaris dan Jaffe, 2007; Nursahid dan Purnama, 2007). Selain itu, masih sedikit sekali informasi mengenai perilaku, pola aktivitas, dan penggunaan habitat kukang di habitat alaminya (Barrett, 1981). Data mengenai perilaku dan penggunaan habitat kukang sangat penting untuk melakukan program konservasi kukang secara in-situ (Pambudi, 2008).

Berbagai upaya dilakukan untuk mencegah hilangnya habitat dan meminimalisir perdagangan ilegal serta punahnya spesies ini. Salah satunya yang dilakukan oleh lembaga konservasi Yayasan International Animal Rescue Indonesia yaitu rehabilitasi kukang. Salah satu bentuk awareness terkait pelestarian kukang adalah seminar kukang yang bekerjasama dengan Himasylva pada bulan Maret 2012 di Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Seminar tersebut membahas tentang ancaman hidup terhadap kukang.

(10)

3

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah:

1. Bagaimana perilaku harian (aktif dan tidak aktif, makan, mencari makan, berpindah, menelisik, dan abnormal) kukang Sumatera pelepasliaran Yayasan IAR Indonesia di kandang habituasi dan hutan lindung Batutegi blok Rilau Kabupaten Tanggamus Lampung?

2. Bagaimana perbandingan perilaku kukang Sumatera di kandang habituasi dan perilaku kukang Sumatera di hutan lindung Batutegi blok Rilau Kabupaten Tanggamus Lampung?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui perilaku harian kukang Sumatera pelepasliaran Yayasan IAR Indonesia di kandang habituasi dan kukang Sumatera di hutan lindung Batutegi blok Rilau Kabupaten Tanggamus Lampung.

2. Mengetahui perbandingan perilaku harian kukang Sumatera pelepasliaran Yayasan IAR Indonesia di kandang habituasi dan kukang Sumatera di hutan lindung Batutegi blok Rilau Kabupaten Tanggamus Lampung.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

(11)

2. Memberikan informasi dan masukan dalam pelestarian kukang yang baik bagi pihak terkait pengelolaan pelestarian kukang Sumatera di hutan lindung Batutegi blok Rilau Kabupaten Tanggamus Lampung.

E. Kerangka Pemikiran

Kukang di Indonesia sudah dilindungi sejak tahun 1973 dengan Keputusan Menteri Pertanian tanggal 14 Pebruari 1973 No. 66/ Kpts /Um/2/1973. Dengan adanya peraturan tersebut, maka semua jenis kukang yang ada di Indonesia telah dilindungi (Nekaris dan Streicher, 2008). Walaupun kukang telah dilindungi dengan keputusan pemerintah, tetapi masih sedikit sekali informasi mengenai kukang Sumatera yang dapat digunakan acuan guna melestarikan kukang tersebut.

Ketidakadaan data kondisi terkini kukang Sumatera di alam menyulitkan upaya konservasinya. Menurut WCU (Wildlife Crimes Unit), kukang termasuk dalam kelompok primata yang paling sering diperdagangkan di Indonesia, nomor dua setelah monyet ekor panjang (Setya, 2012). Oleh karena itu, dipilihlah satwa kukang Sumatera dalam penelitian ini.

(12)

5

lindung untuk kemudian dilakukan pengamatan perilakunya menggunakan metode scan sampling. Metode scan sampling adalah metode yang digunakan untuk mencatat perilaku kukang berdasarkan titik interval yang telah ditentukan.

(13)
[image:13.595.118.508.85.479.2]

Gambar 1. Kerangka pemikiran studi perilaku harian kukang Sumatera

pelepasliaran Yayasan IAR Indonesia di kandang habituasi dan hutan lindung Batutegi blok Rilau Kabupaten Tanggamus Lampung.

kukang Sumatera (Nycticebus coucang)

hutan lindung kandang Habituasi

Perilaku harian kukang Sumatera 1. Aktif 5. Berpindah 2. Tidak aktif 6. Menelisik 3. Makan 7. Abnormal 4. Mencari makan

Persentase dan grafik perilaku harian kukang Sumatera

Perbandingan perilaku kukang Sumatera di kandang habituasi dan perilaku kukang Sumatera monitoring di hutan lindung

Batutegi blok Rilau Kabupaten Tanggamus Lampung 1. survey

2. scan sampling

scan sampling

(14)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Satwa

Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa). Kedua sumber daya alam tersebut bersama dengan unsur non hayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem.

Satwa adalah semua jenis sumber daya alam hewani yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara (Depatemen Kehutanan RI, 1990). Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia (Depatemen Kehutanan RI, 1990). Menurut Alikodra (1990) satwa liar dapat juga diartikan binatang yang hidup liar di alam bebas tanpa campur tangan manusia. Kajian dalam satwa liar terdiri dari reptilia, aves, mamalia dan amphibi.

B. Kukang Sumatera (Nycticebus coucang)

1. Morfologi Kukang Sumatera (Nycticebus coucang)

Di Indonesia terdapat 4 spesies kukang yaitu kukang Sumatera (Nycticebus coucang), kukang Sumatera (Nycticebus javanicus), kukang Bengal (Nycticebus

(15)

2007). Nycticebus hidup tersebar luas di hutan-hutan tropis Asia Tenggara mulai dari Indonesia (Sumatera), Malaysia Barat, Singapura dan Thailand (Nekaris, 2006).

Kukang Sumatera merupakan satwa arboreal, soliter, monogami, nokturnal, bergerak lamban. Meski pada awalnya kukang dianggap sebagai spesies soliter, namun kini lebih cenderung dianggap sebagai spesies semi-soliter yang dapat membentuk kelompok sosial spasial (social spatial group) yang hidup pada habitat yang berbeda (Wiens, 2002; Wiens dan Zitzmann, 2003).

Secara morfologi kukang termasuk primata kecil dengan ukuran tubuh kira-kira sebesar kucing rumah, bahkan ada yang lebih kecil. Kukang Sumatera merupakan spesies yang memiliki ukuran tubuh terbesar kedua diantara seluruh spesies kukang yang ada. Berturut-turut kisaran berat tubuh kukang dari yang terbesar hingga terkecil adalah: N. bengalensis (850-2000 g), N. coucang (230-1675 g), N. javanicus (530-810 g), N. pygmaeus (300-800 g), dan N. Menagensis (265-511 g)

(Nekaris et al, 2008; Ravosa, 1998; Fitch-snyder et al, 2001; Nekaris dan Bearder, 2007).

(16)

9

Sifat hidup kukang yang nokturnal serta perilakunya yang cenderung soliter dan tersamar menyebabkan kukang sulit dijumpai dan dipelajari di alam (Brandon-Jones et al., 2004; Nekaris dan Jaffe, 2007). Hal tersebut tercermin pada sedikitnya penelitian mengenai populasi kukang di alam. Beberapa penelitian kukang di alam yang pernah dilakukan di antaranya adalah studi ekologi kukang yang dilakukan oleh Barrett (1984), perilaku sosial dan ekologi kukang oleh Wiens (2002), struktur sosial oleh Wiens dan Zitzmann (2003), anggaran aktivitas dan posisi perilaku kukang oleh Nekaris (2001), studi populasi, perilaku dan ekologi kukang Sumatera oleh Pambudi (2008), dan habitat dan populasi kukang Sumatera oleh Winarti (2011) yang semuanya dilakukan pada populasi N. coucang di Malaysia. Penelitian mengenai populasi kukang diantaranya adalah studi mengenai distribusi dan konservasi N. bengalensis di India, survey slender loris di Sri Lanka (Nekaris dan Jayewardene, 2003).

2. Perilaku Harian Kukang Sumatera (Nycticebus coucang)

Fungsi utama dari perilaku adalah untuk menyesuaikan diri terhadap beberapa perubahan keadaan, baik dari dalam maupun dari luar. N. coucang pernah teramati melakukan aktifitas paling awal dua menit sebelum matahari terbenam dan aktifitas terakhir 14 menit sebelum matahari terbit (Wiens, 2002). Infan N. coucang teramati mulai aktif bergerak pada 0-53 menit setelah matahari terbenam.

(17)

Kukang akan menghabiskan sebagian besar waktu siang dengan istirahat, sedangkan pada malam hari untuk aktivitas memeriksa, lokomosi, merawat diri, istirahat, makan, bersuara, minum, membuang kotoran dan agonistik (Kartika, 2000).

Hewan tidur bersama hampir selalu membentuk bola tidur yang besar, sedangkan N.coucang hanya tidur sendirian (Nekaris, 2003). Aktifitas tidur kukang Sumatera

paling lambat pukul 08:37 WIB dan aktifitas nokturnalnya paling cepat pukul 19:45 WIB. Kukang Sumatera sulit dideteksi pada waktu menjelang dini hari karena kurang aktif (mulai mencari pohon tidur) hingga semakin terang cahaya menjelang matahari terbit yaitu hingga pukul 06:00 (Winarti, 2011).

(18)

11

a. Makan (feeding)

Makan merupakan aktivitas memasukkan makanan ke dalam mulut (Bottcher-law, Fitch). Kegiatan makan (feeding) di alam merupakan 21 ± 12 kali (frekuensi) dari masa aktifnya (Wiens dan Zitzmann, 2003).

b. Aktif sendiri

Aktif sendiri merupakan aktivitas kukang yang dilakukan dalam keadaan tanpa individu lain didekatnya. Aktivitas kukang yang dilakukan sendiri meliputi lokomosi, menelisik sendiri (auto-grooming), dan lain-lain yang tidak berhubungan dengan individu kukang lainnya (Wiens, 2002).

c. Tidak aktif

Perilaku tidak aktif yaitu kondisi kukang dalam keadaan tidur atau diam di tempat yang sama (Bottcher-law et al., 2001). Masa istirahat kukang umumnya dilakukan pada siang hari di ranting-ranting atau batang pohon liana (Wiens dan Zitzmann, 2003). Saat-saat diam tersebut dianggap sebagai perilaku tidak aktif dan bukan perilaku istirahat karena perilaku tidak aktif pada kukang belum tentu berarti istirahat (Nekaris, 2001). Posisi membeku atau freeze merupakan posisi gerakan tiba-tiba dari kukang yang berhenti dan kemudian tidak bergerak sama sekali. Posisi tersebut merupakan lokomosi yang terhenti hingga menjadi tidak bergerak atau postur kaku pada saat berdiri atau duduk untuk minimal tiga detik (Bottcher-law et al., 2001).

d. Interaksi sosial

(19)

sangat jelas di dalam kandang adalah perilaku sosial yang didasari oleh vokalisasi dan taktil.

3. Pakan Kukang Sumatera (Nycticebus coucang)

Secara umum genus Nycticebus sering disebutkan sebagai omnivor (pemakan segala) dengan palatabilitas atau tingkat kesukaan tertentu terhadap salah satu atau beberapa jenis pakan. Jumlah vegetasi pakan kukang Sumatera sebanyak lima jenis dari lima famili. Sumber pakan tersebut adalah nira dari aren Arenga pinnata Merr) famili Arecaceae, getah kulit dari sengon Paraseserianthes falcataria (L) I. C. Nielsen 64 famili Fabaceae, pete Parkia speciosa Hassk famili Fabaceae, dan nangka Artocarpus heterophyllus Lmk famili Moraceae, dan sari bunga pisang Musa paradisiaca L. famili Musaceae (Winarti, 2011).

Jenis pakan kukang antara lain buah-buahan, bunga, nektar, getah, dan cairan bunga atau cairan tumbuhan, serangga, dan telur burung serta burung kecil (Nekaris dan Bearder, 2007). Kukang mendapatkan getah dengan cara mengguratkan gigi ke batang pohon hingga kulit pohon terkelupas atau hanya tergores dan mengeluarkan getah, selanjutnya kukang menjilatinya (Wiens, 2002; Streicher, 2004; Pambudi, 2008; Swapna, 2008). Kukang yang bersifat arboreal kadang-kadang turun ke dasar hutan (Wirdateti, Setyorini, Suparno, Handayani, 2004).

(20)

13

lunak, manis, dan mengandung karbohidrat (Wirdateti, Farida dan Dahrudin, 2001).

Kukang juga memakan sumber pakan asal hewan, terutama serangga. Kukang hanya memakan binatang ataupun serangga yang lebih kecil dari ukuran badannya (Streicher, Wilson, Collins, and Nekaris, 2012). Identifikasi jenis pakan asal hewan terutama serangga biasanya diperoleh berdasarkan pengamatan singkat, identifikasi contoh feses, atau hanya berdasarkan informasi penduduk. Berdasarkan identifikasi feses N. coucang dewasa dan pradewasa, kukang makan enam jenis serangga pakan yaitu kumbang (Coleopthera), semut (Hymenoptera), kupu-kupu dan ngengat (Lepidoptera), jangkrik (Formicidae), belalang (Orthoptera), dan kepik (Hemiptera) (Wiens, 2002). Identifikasi feses pada infan umur 13 minggu memperlihatkan sisa kitin dari semut (Formicidae), kumbang (Coleoptera), dan jangkrik atau belalang (Orthoptera). Infan pertama kali dijumpai memakan ngengat (Lepidoptera) pada umur 4 minggu (Wiens and Zitzmann, 2003). N. bengalensis diketahui memakan kecoa (Blattaria), rayap (Isoptera), kumbang (Coleopthera), semut (Hymenoptera), dan ngengat (Lepidoptera) serta telur dan anak burung (Swapna, 2008).

(21)

(Wirdateti et al., 2001), sehingga dalam penelitian diberikan buah-buahan sebagai pakan utama.

4. Status Konservasi Kukang Sumatera (Nycticebus coucang)

Penurunan populasi kukang terutama disebabkan oleh rusaknya habitat dan perburuan yang tidak terkontrol, yaitu pemanenan kukang secara langsung dari alam tanpa memperhatikan umur dan jenis kelamin yang banyak dilakukan untuk diperdagangkan sebagai hewan peliharaan (pet animal) (Wirdateti et al., 2001).

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 (pasal 5) (Departemen Kehutanan RI, 1999), suatu jenis satwa wajib ditetapkan dalam golongan dilindungi apabila telah mempunyai kriteria:

1. Mempunyai populasi kecil

2. Adanya penurunan yang tajam pada jumlah individu di alam. 3. Daerah penyebaran yang terbatas di suatu lokasi tertentu (endemik).

Kukang merupakan salah satu satwa liar yang saat ini berstatus rentan (vulnerable) dalam daftar buku yang dikeluarkan IUCN (International Union for Conservation Nature and Natural Resources), dan dilindungi sejak tahun 1931

berdasarkan Peraturan Perlindungan Binatang Liar (Direktorat PHPA, 1978).

(22)

15

Menurut Undang-Undang RI nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya pasal 21 ayat 2, perdagangan dan pemeliharaan satwa dilindungi termasuk kukang adalah dilarang (Departemen Kehutanan RI, 1990). Pelanggar dari ketentuan ini dapat dikenakan hukuman pidana penjara lima tahun dan denda Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah). Dengan adanya peraturan tersebut, maka semua jenis kukang yang ada di Indonesia telah dilindungi. Sementara itu badan konservasi dunia IUCN, memasukan kukang dalam kategori vulnerable (rentan), yang artinya memiliki peluang untuk punah 10% dalam waktu 100 tahun. Konvensi CITES (Convention on International Trade of Endangered Species of Flora dan Fauna) XIV di Den

(23)

III.METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juni 2013 di kandang habituasi dan hutan lindung Batutegi blok Rilau Kabupaten Tanggamus Lampung (Gambar 2). Lokasi kandang habituasi dan hutan lindung adalah sama-sama di blok Rilau Batutegi Kabupaten Tanggamus Lampung.

[image:23.595.134.472.389.688.2]
(24)

17

B. Alat dan Objek Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: radio collar untuk mencari kukang yang sedang dimonitoring, kamera digital untuk mengambil gambar sebagai dokumentasi, head lamp untuk pencahayaan, jam tangan digital sebagai penunjuk waktu, alat tulis untuk menulis, tabel pengamatan untuk mencatat perilaku harian, dan komputer untuk mengolah data. Adapun objek yang diamati adalah kukang Sumatera (Nycticebus coucang) hasil pelepasliaran Yayasan IAR Indonesia yang berada di dalam kandang habituasi dan kukang Sumatera yang berada di hutan lindung Batutegi blok Rilau Kabupaten Tanggamus Lampung.

C. Batasan Penelitian Batasan penelitian ini meliputi:

1. Pengamatan dilakukan pada pukul 18.00-00.00 WIB, apabila cuaca hujan maka pengamatan dilakukan pada pukul 00.00-06.00 WIB pada hari yang sama.

2. Perilaku yang diamati adalah perilaku aktif, tidak aktif, makan, mencari makan, berpindah, menelisik, dan abnormal.

3. Kukang Sumatera di hutan lindung yang diamati perilakunya hanya kukang Sumatera yang sedang dimonitoring menggunakan radio collar.

D. Jenis Data 1. Data Primer

(25)

menit. Kukang yang menjadi objek penelitian adalah kukang Sumatera jantan dewasa yang berasal dari sitaan BKSDA. Kukang yang terdapat di dalam kandang habituasi diberi nama Erwin, sedangkan kukang yang sedang dimonitoring di hutan bernama Seblat.

2. Data Sekunder

Data sekunder meliputi studi literatur yang mendukung penelitian, seperti karakteristik lokasi penelitian berupa keadaan umum lokasi penelitian.

E. Metode Pengumpulan Data 1. Survey Pendahuluan

Survey pendahuluan dilakukan untuk mengetahui keadaan di lapangan dan mengetahui lokasi pengamatan. Selain itu juga dilakukan studi literatur untuk mengetahui kondisi umum lokasi penelitian.

2. Pengamatan perilaku kukang Sumatera (Nycticebus coucang)

(26)
[image:26.595.119.534.120.240.2]

19

Tabel 1. Tabel pengamatan perilaku kukang Sumatera pelepasliaran Yayasan IAR Indonesia.

Perilaku yang di amati selama pengamatan adalah:

a. Perilaku aktif, yaitu perilaku kukang Sumatera ketika terlihat diam tidak bergerak (freeze) atau duduk di suatu dahan selama lebih dari satu menit dengan mata terbuka.

b. Perilaku tidak aktif, perilaku kukang Sumatera ketika terlihat diam tidak bergerak atau duduk di suatu dahan selama lebih dari satu menit dengan mata tertutup.

c. Perilaku makan, yaitu perilaku mengunyah, menelan, atau memasukkan hewan mangsa atau bagian tumbuhan jenis pakan atau material lainnya ke dalam mulut.

d. Perilaku mencari makan, yaitu perilaku bergerak (biasanya lambat) terbatas pada suatu pohon, mengamati dan mencoba menangkap serangga di sekitarnya atau mencari, mendekati dan mencium obyek-obyek tertentu (bunga, buah, dan lain-lain).

e. Perilaku berpindah, yaitu perilaku bergerak dari satu tempat ke tempat lain atau dari satu pohon ke pohon lain tanpa mengamati keberadaan sumber pakan di sekitarnya.

Waktu Perilaku Ket Aktif Tidak

aktif

Makan Mencari makan

(27)

f. Menelisik, yaitu perilaku kukang Sumatera menelisik atau menjilati rambut-rambut individu lain atau rambut-rambut-rambut-rambut tubuhnya sendiri.

g. Perilaku abnormal, yaitu perilaku tidak biasa yang dilakukan oleh kukang Sumatera yaitu mondar-mandir, rolling kepala dan mutar-mutar.

F. Analisis Data 1. Analisis Kuantitatif

Pengolahan data dilakukan dengan mencatat aktivitas selama kukang Sumatera melakukan perilaku harian. Perhitungan perilaku selama kukang aktif, tidak aktif, makan, mencari makan, berpindah, menelisik dan abnormal disajikan dalam bentuk persentase perilaku kukang Sumatera di kandang habituasi dan di hutan lindung. Perhitungan persentase perilaku harian kukang Sumatera dilakukan dengan menggunakan rumus:

2. Analisis Deskriptif

Penjelasan mengenai perilaku kukang Sumatera, bagaimana kukang Sumatera melakukan perilaku aktif, perilaku tidak aktif, perilaku makan, perilaku mencari makan, perilaku berpindah, perilaku menelisik dan perilaku abnormal. Perilaku-perilaku kukang tersebut dijelaskan berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan dan berdasarkan persentase perilaku kukang yang telah didapatkan.

(28)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Letak dan Luas Wilayah

Secara geografis KPHL Batutegi terletak pada 104°27’ - 104°55’ BT dan 05°48’ - 5°22’ LS. Secara administrasif KPHL Batutegi, berada di 4 (empat) Kabupaten, yaitu Kabupaten Tanggamus, Lampung Barat, Lampung Tengah dan Kabupaten Pringsewu. Areal KPHL Batutegi merupakan kawasan hutan lindung yang terdapat di Kabupaten Tanggamus.

KPHL Batutegi meliputi sebagian kawasan hutan lindung register 39 Kota Agung Utara, sebagian kawasan hutan lindung register 22 Way Waya dan sebagian kawasan hutan lindung register 32 Bukit Ridingan. Luas areal kelola KPHL Batetegi berdasarkan SK Menhut Nomor: SK.68/Menhut-II/2010 tanggal 28 Januari 2010 adalah 58.174 Ha.

B. Fungsi Kawasan Hutan

(29)

Listrik dengan kapasitas 28 MW, dan sebagai sumber air baku sebanyak 2.250 liter/detik.

Gambar 3. Peta KPHL Model Batutegi skala 1:200.000 (Dinas Kehutanan Propinsi Lampung, 2013).

C. Pemanfaatan Kawasan Hutan

[image:29.595.117.497.141.452.2]
(30)

23

dan sedikitnya terdapat 46 jenis burung antara lain elang bondol (Haliastur indus) dan rangkong (Buceros sp). Jenis tumbuhan yang umum dijumpai untuk tingkatan pohon yaitu terap (Artocarpus elasticus), pasang (Quercus blumeana), durian hutan (Durio zibethinus), meranti (Shorea sp), cengkeh (Eughenia sp), dahu (Dracontolemon sp),rambutan (Nephelium sp),beringin (Ficus sp), dll.

D. Pembagian Wilayah Pengelolaan

KPHL Batutegi dibagi menjadi enam resort yang masing – masing dikepalai oleh satu orang kepala resort.

E. Program Hutan Kemasyarakatan (HKm)

Program HKm yang terdapat di KPHL Batutegi terdiri dari beberapa gapoktan, diantaranya: register 32 sebanyak 5 gapoktan, register 39 sebanyak 11 gapoktan dan Register 22 sebanyak 4 gapoktan. Sepuluh gapoktan telah mendapatkan ijin pengelolaan HKm 2007 – 2010, empat sedang dalam tahap fasilitasi dan enam sudah diusulkan untuk mendapatkan areal penetapan yang telah diverifikasi oleh Kementerian Kehutanan Pusat Jakarta (Dinas Kehutanan Propinsi Lampung, 2013).

F. Komoditi Unggulan

(31)

G. Rencana Pengelolaan

Visi KPHL Batutegi “Terwujudnya KPHL Batutegi yang Mandiri berbasis Partisipasi Masyarakat Tahun 2022”. Sedangkan Misi KPHL Batutegi adalah:

1. Pemantapan dan optimalisasi pengelolaan kawasan KPHL Batutegi, serta penegakan hukum bidang kehutanan.

2. Rehabilitasi lahan kritis dan peningkatan fungsi lindung.

3. Pengembangan dan peningkatan SDM pengelola KPHL Batutegi.

4. Penguatan kelembagaan dan peningkatan peran Gapoktan (Gabungan Kelompok Petani Hutan) dalam penggarapan lahan hutan.

(32)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Perilaku kukang Sumatera di kandang habituasi blok Rilau Batutegi Tanggamus ditemukan 7 perilaku, yaitu perilaku aktif, perilaku tidak aktif, perilaku makan, perilaku mencari makan, perilaku berpindah, perilaku menelisik, dan perilaku abnormal. Perilaku kukang Sumatera di hutan lindung blok Rilau Batutegi Tanggamus hanya ditemukan 6 perilaku (tanpa perilaku abnormal).

(33)

3. Saran

Saran-saran penulis adalah sebagai berikut:

1. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai pengayaan anti predator kukang Sumatera di KPHL Batutegi Kabupaten Tanggamus Lampung.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai perilaku abnormal kukang Sumatera di dalam kandang habituasi.

(34)

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra. 1990. Pengelolaan Satwa Liar. Dirjen Dikti dan PAU IPB. Bogor.

Barrett, E. 1981. The present distribution and status of the slow loris in Peninsular Malaysia. Malays Appl.Biol. 10: 205--211.

. . 1984. The Ecology of Some Nocturnal, Arboreal Mammals in the Rainforest of Penisular Malaysia. Ph D thesis, Cambridge University. Cambridge.

Bearder, S.K. 1999. Physical and social diversity among nocturnal primates: a new view based on long term research. Primates 40:267-282.

Bottcher-Law L, Fitch H, Schulze SH. 2001. Management of lorises in captivity: a husbandry manual for Asian Lorisines Nycticebus & Loris spp. San Diego: Cres, Zool Soc San Diego.

Brandon-Jones, D., A. A. Eudey, T. Geissmann, C. P. Groves, D. J. Melnick, J. C. Morales, M. Shekelle, and C.B. Stewart. 2004. Asian primate classification. Int. J. Primatol. 25: 97—164.

Charles-Dominique, P. & R.D. Martin. 1970. Evolution of lorises and lemurs. Nature(Lond).27: 257--260.

Convention on International Trade in Endangered Species (CITES). 2007. Consideration of Proposals for Amandment of Appendices I and II. 24. Fourteenth Meeting of the Conference of the Parties. Netherlands.

Dahrudin, H & Wirdateti. 2008. Jenis Tumbuhan Pakan Tempat Bersarang Kukang (Nycticebus coucang) di Hutan Lindung Pegunungan Merratus Kalimantan Selatan. Zoo Indonesia. 17 (1):7-14.

Departemen Kehutanan RI. 1990. Undang-undang No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.

(35)

Dinas Kehutanan Propinsi Lampung. 2013. Kondisi Gambaran Umum KPHL Batutegi. KPHL Batutegi.

Fitch-Snyder, H. & H. Schulze. 2001. Management of lorises in captivity: A husbandry manual for Asian Lorisines(Nycticebus &Loris ssp.). Center for Reproduction of Endangered Species (CRES) Zoological Society of San Diego,San Diego: xi + 110 hlm.

Glassman DM, Wells JP. 1984. Positional and activity behavior in a captive slow loris: a quantitative assessment. Am J Primatol 7:121-132.

Groves, C. 2001. Primate taxonomy. Smithsonian Institution Press, Washington: viii + 350 hlm.

Kartika, R.B. 2000. Studi Banding Perilaku Kukang (Nycticebus coucang) di Dua Lokasi Penangkaran. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kurniati, H. 2010. Ekologi dan Sebaran Amfibia dan Primata Kukang pada Lahan Terdegradasi. Lipi. Bogor.

MacKinnon, K. 1987. Conservation status of primates in Malesia with special reference to Indonesia. Primate Conservation. 8: 175--183.

MacKinnon, J. & K. MacKinnon. 1987. Conservation status of the primates of the Indo-Chinese sub-region. Primate Conservation. 8: 187--195.

Malone N, Purnama AR, Wedana M. 2002. Assessment of the sale of primates at Indonesian bird markets. Asian Primates 8:7–11.

Nekaris, K. A. I. 2001. Activity budget and positional behavior of the Mysore slender loris (Loris tardigradus lydekkarianus): implications for “slow climbing” locomotion. Folia Primatol 72: 228–241.

. 2003. Spacing System of the Mysore Slender Loris (Loris lydekkerianus lydekkerianus). American Journal. 121:86-96.

. 2006. The Slow Loris: A protected Primate. Oxford. Kerajaan United. & J, Jaywardene. 2003. Survey of the slender loris (Primates, Lorisidae

(36)

, Bearder S. K. 2007. The Lorisiform primates of Asia dan Mainland Africa: diversity shrouded in darkness. Di dalam: Campbell C, Fuentes A, MacKinnon K, Panger M, Bearder SK, editor. Primates in Perspective. Oxford: Oxford University Press. hlm 24–45.

& Nijman, V. 2007. CITES Proposal Highlights Rarity of Asian Nocturnal Primates (Lorisidae: Nycticebus ). Folia Primatol. 78:211-214.

& S. Jaffe. 2007. Unexpected diversity of slow lorises Nycticebus spp.) within the Javan pet trade: implications for slow loris taxonomy. Contributions to Zoology. 76 (3): 187--196.

, Blackham GV, Nijman V. 2008. Conservation implications of low encounter rates of five nocturnal primate species (Nycticebus spp.) in Asia. Biodiversity and Conservation 17:733–747.

& Streicher, U. 2008. Nycticebus coucang. Data Merah Terancam IUCN 2008. IUCN 2008. Diakses pda January 2009.

Nowak, R. M. 1999. Walker's Primates of the World. Baltimore: The Johns Hopkins University Press.

Nursahid, R & Purnama, A.R. 2007. The Trafficking of Kukangs or Slow Lorises (Nycticebus coucang) in Indonesia. ProFauna.

Pambudi J. A. A. 2008. Studi Populasi, Perilaku, dan Ekologi Kukang Jawa (Nycticebus javanicus E. Geoffroy, 1812) di Hutan Bodogol Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Jawa Barat [Tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia.

Payne, J. C. M & Francis. 1985. A Filed Guide to the Mammals of Borneo. The Sabar Aociety with World Wildlife Fund Malaysia. 223.

Radhakrishna, S. & M. Singh. 2002. Social Behaviour of the Slender Loris (Loris tardigradus lydekkerianus). Folia Primatologica. 73:181--196.

Rasmussen, D. T. & K. A. I Nekaris. 1998. Evolutionary history of the lorisiform primates. Folia Primatologica. 69 (Suppl 1): 250--285.

Ravosa M. 1998. Cranial allometry and geographic variation in slow loris (Nycticebus). Am J Primatol 45(3): 225-43.

(37)

Streicher U. 2004. Aspects of the ecology and conservation of the pygmy loris Nycticebus pygmaeus in Vietnam. [Dissertation]. Ludwig Maximilians-Universität. Muenchen.

, Wilson, A, Collins, R.L, Nekaris, K.A.I. 2012. Exudates ang Animal Prey Characteristize Slow Loris (Nycticebus pygmaeus, N.coucang and N.javanicus) Diet in Captivity and After Release into the Wild. Spring Science+Business Media. New York.

Supriatna, J & E. H. Wahyono. 2000. Panduan Lapangan Primata Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Swapna N. 2008. Assessing the feeding ecology of the Bengal slow loris (Nycticebus bengalensis) in Trishna Wildlife Sanctuary, Tripura [Tesis]. National Centre for Biological Sciences. Bangalore.

Tanudimadja, K. 1978. Ethology. Sub Proyek Latihan Animal Wildlife Conservation. Bogor.

Wiens F. 2002. Behavior dan ecology of wild slow lorises (Nycticebus coucang): social organisation, infant care system dan diet. [Disertasi]. Bayreuth University. Bayreuth.

& Zitzmann A. 2003. Social dependence of infant slow lorises to learn diet. Int J Primatol (24)5:1007-1021.

Wildlife Crimes Unit. 2012. http://www.wildlifecrimesunit.com/category/ uncategorized/. Diunduh 2 Oktober 2013.

Winarti I. 2003. Distribusi dan Struktur Vegetasi Habitat Kukang (Nycticebus coucang Boddaert, 1785) di Desa Marga Mekar, Kecamatan Sumedang Selatan, Sumedang, Jawa Barat. [Skripsi]. Universitas Padjadjaran. Bandung.

. 2011. Habitat, Populasi, dan Sebaran Kukang Jawa (Nycticebus javanicus Geoffroy 1812) di Talun Tasikmalaya dan Ciamis, Jawa Barat. [Tesis]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

(38)

, Farida & H. Dahrudin. 2001. Uji Palatabilitas Pakan pada Kukang (Nycticebus coucang) di Penangkaran. Zoologi Indonesia Jurnal Fauna Tropika. 28 : 1-7.

, Puspitasari, D, Diapari, D & Tjakradidjaja, A.S. 2002. Konsumsi dan Efisiensi Pakan pada Kukang (Nycticebus coucang) di Penangkaran. Biol. Indon. 3(3): 236-244.

, Setyorini, L.E. Suparno, Handayani. T.H. 2004. Pakan dan Habitat Kukang (Nycticebus coucang) di Hutan Lindung Perkampungan Baduy, Rangkas Bitung-Banten Selatan. Biodiversitas 6(1):45-49.

. 2005. Pakan alami dan habitat kukang Nycticebus coucang dan tarsius Tarsius bancanus di hutan Pasir Panjang Kalimantan Tengah. J Biol Indon 3(9):360-370.

Gambar

Gambar 1. Kerangka pemikiran studi perilaku harian kukang Sumatera pelepasliaran Yayasan IAR Indonesia  di kandang habituasi dan hutan lindung Batutegi blok Rilau Kabupaten Tanggamus Lampung
Gambar 2. Peta hutan lindung Batutegi blok Rilau Kabupaten Tanggamus Lampung skala 1:93.085 (Dinas Kehutanan Propinsi Lampung, 2013)
Tabel 1. Tabel pengamatan perilaku kukang Sumatera pelepasliaran Yayasan IAR Indonesia
Gambar 3. Peta KPHL Model Batutegi skala 1:200.000 (Dinas Kehutanan Propinsi Lampung, 2013)

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan itu artikel ini akan menganalisis konsep mengangkat kesukaran (raf’u al-haraj) yang terdapat di dalam al-Quran dan bagaimana konsep ini boleh

Oleh karena itu penelitian ini menggunakan dua indikator yang digunakan untuk menyatakan keberhasilan meningkatkan kemampuan siswa SMP Muhammadiyah Palangka Raya kelas

Distribusi Triangular dari komponen biaya akan digunakan untuk menjalankan simulasi Monte Carlo. Metode perkiraan biaya proyek Monte Carlo berdasarkan pada

Selain itu, program Moringa Community Trade juga berupaya untuk memenuhi prinsip Fair Trade poin kedua, yaitu Transparency and Accountability, yaitu terwujudnya hubungan yang

Apa yang dikemukakan oleh Charles Sampford di atas sangat relevan dengan kenyataan yang ada pada wilayah perbatasan, berkenaan dengan pelaksanaan transaksi perdagangan

Tesis ini membahas tentang materi dakwah dan kebutuhan mad’u (studi kasus pada Majelis taklim Nurul Qulub di Kecamatan Baguala Kota Ambon) dengan tujuan: Materi dakwah

Metode interview digunakan pada setiap penyusunan program kerja dengan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat serta aparat desa, misalnya pada penyusunan program

Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat mempersepsikan seorang elit (Aras Tammauni) yang pernah menjabat sebagai kepala desa di Desa Tobadak Kec, Tobadak