• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedudukan Saksi Mahkota Dalam Sistem Pembuktian Hukum Pidana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kedudukan Saksi Mahkota Dalam Sistem Pembuktian Hukum Pidana"

Copied!
2
0
0

Teks penuh

(1)

Kedudukan Saksi Mahkota Dalam Sistem Pembuktian Hukum Pidana

Dalam Putusan Mahkamah Agung RI No. 1986 K/Pid/1989, disebutkan saksi mahkota adalah teman terdakwa yang melakukan tindak pidana bersama-sama diajukan sebagai saksi untuk membuktikan dakwaan penuntut umum, yang perkara diantaranya dipisah karena kurangnya alat bukti. Putusan ini membenarkan pengajuan saksi mahkota, keterangannya dipergunakan sebagai alat bukti bersama keterangan saksi lainnya. Namun Putusan Mahkamah Agung RI No. 1174 K/Pid/1994 dan No. 1592 K/Pid/1994 tidak membenarkannya. Saksi mahkota juga pelaku, diajukan sebagai terdakwa yang dakwaannya sama dengan terdakwa yang diberikan kesaksian. Saksi yang disumpah harus berkata benar tentang yang ia lihat, ia dengar, dan ia alami, kalau tidak dapat dipidana atas kesaksiannya. Saksi mahkota mengalami tekanan psikis, karena secara implisit membuktikan perbuatan yang ia lakukan, kesaksian yang benar akan diancam pidana dalam posisinya sebagai terdakwa tidak dapat mengingkari atau membela diri (terikat sumpah kala jadi saksi). Inilah hak-hak asasi saksi mahkota yang dikebiri. Atas pemikiran tersebut permasalahannya: (1) Bagaimanakah urgensi dan akibat hukum saksi mahkota dalam pembuktian perkara pidana? (2) Bagaimanakah kedudukan dan kriteria keterangan saksi mahkota sebagai alat bukti menurut KUHAP? (3) Bagaimanakah keberadaan hak-hak asasi manusia apabila ditempatkan sebagai saksi mahkota dalam pembuktian perkara pidana? Konsisten dengan permasalahan maka tujuan yang hendak dicapai adalah untuk mengetahui dan menemukan jawaban atas tiga permasalahan tersebut.

Metode pendekatan digunakan penelitian hukum normatif, sifat penelitiannya deskriptif dengan menggunakan analisis kualitatif Bentuk penelitiannya termasuk penelitian yang preskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan pecan saksi mahkota dibutuhkan terhadap kasus-kasus yang tidak mungkin mendapatkan saksi karena kuatnya pelaku menjaga kerahasiaannya. Konsekuensi penolakan kewajiban menjadi saksi tanpa alasan yang sah, diancam pidana Pasal 224 KUHP, kesaksiannya palsu diancam pidana Pasal 242 KUHP. Keterangan saksi mahkota yang diberikan di bawah sumpah bernilai alat bukti. Kalau tidak disumpah, tidak merupakan alat bukti, namun keterangan yang sesuai dengan saksi lain yang disumpah, dapat digunakan sebagai tambahan dua alat bukti sah lainnya, serta memenuhi minimum pembuktian untuk menguatkan keyakinan hakim. Kriteria keterangan saksi mahkota harus mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar, ia lihat, dan ia alami, yang secara langsung menyebutkan alasan pengetahuannya itu. Keberadaan saksi mahkota dalam pembuktian pidana bertentangan dengan KUHAP yang menjunjung tinggi HAM. Saksi disangkakan bersama terdakwa telah melakukan tindak pidana, hal ini membebani dirinya dalam upaya membela diri pada posisi terdakwa. Membebani seorang saksi untuk membuktikan kesalahannya sendiri merupakan tindakan di luar kemampuannya. Sehingga keterangannya tidak objektif dan diragukan sebagai alat bukti yang punya kekuatan pembuktian.

Disarankan kepada: Penuntut umum agar pembuktian perkara pidana tidak berorientasi pada keterangan saksi mahkota, masih ada bukti surat, hasil analisis forensik yang nilai pembuktiannya meyakinkan dan sulit disangkal terdakwa; Mahkamah Agung perlu mengeluarkan PERMA atau SEMA agar tidak banyak penafsiran kedudukan dan keberadaan saksi mahkota dalam perkara pidana; DPR segera mengesahkan RUU Perlindungan Saksi dan Korban dan

e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara

(2)

menyesuaikan keberadaan saksi mahkota (Pasal 10 RUU) dengan HAM agar tidak membuat macetnya peradilan, umumnya terhadap tindak pidana umum, khususnya korupsi dan pelanggaran berat HAM

Kata Kunci: - Saksi Mahkota - Pembuktian Pidana

e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara

Referensi

Dokumen terkait

(3) Kendala penggunaan saksi: (a) Kendala pada Terdakwa yang tidak bersedia menjadi saksi mahkota, karena takut perbuatannya akan terungkap di pemeriksaan pengadilan; (b)

sebagai alat bukti dalam perkara perkosaan serta cara saksi verbalisant. memberikan keterangan dalam pembuktian

3 perkara pidana didasarkan pada kondisi-kondisi tertentu, yaitu dalam hal adanya perbuatan pidana dalam bentuk penyertaan dan terhadap perkara itu diperiksa dengan

KEKUATAN PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI TESTIMONIUM DE AUDITU DALAM PERKARA PIDANA KORUPSI1. Diajukan Oleh : DIANA

Adapun beberapa solusi yang penulis berikan adalah pertama, penggunaan saksi mahkota sebagai alat bukti dalam dalam perkara pidana (ditinjau dari perkara kasus

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu Penggunaan saksi verbalisan (saksi penyidik) dalam proses pembuktian perkara pidana diperlukan apabila dalam pemeriksaan sidang

Urgensi kedudukan Anak sebagai saksi dalam pembuktian perkara di persidangan didasarkan atas pentingnya keterangan dari Anak sebagai saksi dalam suatu tindak pidana Anak

3 perkara pidana didasarkan pada kondisi-kondisi tertentu, yaitu dalam hal adanya perbuatan pidana dalam bentuk penyertaan dan terhadap perkara itu diperiksa dengan