• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan Cadangan Karbon Hutan Tanaman Eucalyptus Grandis Tahun Tanam 2004 Dan 2005 Di Areal Hphti PT. TPL Sektor Aek Nauli Menggunakan Citra Landsat TM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pendugaan Cadangan Karbon Hutan Tanaman Eucalyptus Grandis Tahun Tanam 2004 Dan 2005 Di Areal Hphti PT. TPL Sektor Aek Nauli Menggunakan Citra Landsat TM"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

PENDUGAAN CADANGAN KARBON HUTAN TANAMAN

Eucalyptus grandis TAHUN TANAM 2004 DAN 2005

DI AREAL HPHTI PT TPL SEKTOR AEK NAULI

MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM

________ SKRIPSI

Oleh:

NORA V. BUTARBUTAR 051201030

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ABSTRAK

NORA V. BUTARBUTAR: Pendugaan Cadangan Karbon Hutan Tanaman

Eucalyptus grandis Tahun Tanam 2004 dan 2005 di Areal HPHTI PT TPL

Sektor Aek Nauli Menggunakan Citra Landsat TM, dibimbing oleh Nurdin Sulistiyono dan Onrizal

(3)

ABSTRACT

NORA V. BUTARBUTAR: Estmating Carbon Stock 0f Eucalyptus grandis planted in 2004 and 2005 in HPHTI PT TPL Sector Aek Nauli Using Landsat TM, supervised by Nurdin Sulistiyono and Onrizal

Information of forest stand ability in carbon sequestration is vital in order to climate mitigation, specially for global warming. The aim of this research is to develop the spasial model of carbon stock of planted Eucalyptus grandis forests using Landsat TM. The model was developed using statistical approach based on relationship between the digital number of remotely sense data and carbon stock was estiamted by allometrik equation in each sample plot. The result of the researh show that the best model is Y = 23.512 Log B – 29.167, R2 = 9.5 %. The average carbon stock in planted stand, 3.38 ton/ha and 4.28 ton/ha in planted stand of 1 and 2 age years old. The research concludes that remotely sensed data Landsat TM could be used for estimating above-ground carbon stock of E. grandis stand.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas kasih dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hasil penelitiaan ini. Penelitian ini berjudul “Pendugaan Cadangan Karbon Hutan Tanaman Eucalyptus grandis di Areal HPHTI PT TPL Sektor Aek Nauli Menggunakan Citra Landsat TM”. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk membangun model spasial pendugaan cadangan karbon hutan tanaman Eucalyptus grandis di Areal HPHTI PT TPL Sektor Aek Nauli.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ayahanda S.M. Butarbutar dan Ibu R. Simangunsong yang senantiasa memberikan kasih sayang dan mendidik penulis selama ini dan kepada adik-adik (Syamsul, Donald, Nopanda, Maria dan Angelina) yang telah memberikan dukungan moril bagi penulis. Penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada Bapak Nurdin Sulistiyono, S.Hut, M.Si dan Bapak Onrizal, S,Hut, M.Si selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga bagi penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian sampai dapat menyelesaikan penyusunan draft hasil penelitian ini. Khusus untuk Bapak Sayed Ahmad Zakky di PT TPL Sektor Aek Nauli, penulis menyampaikan banyak terimakasih atas bantuannya selama pengambilan data.

(5)

DAFTAR ISI

Kerangka Pemikiran ... 4

Tujuan Penelitian ... 5

Hipotesis Penelitian ... 5

Manfaat Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA... 6

Ekologi dan Taksonomi Eucalyptus grandis ... 6

Karbon ... 7

Pendugaan dan Pengukuran Karbon ... 11

Riap Tegakan ... 12

Penginderaan Jauh ... 13

Citra Landsat TM ... 13

Analisis Citra ... 15

Transformasi Tasseled Cap (TCT) ... 16

Indeks Vegetasi (IV) ... 16

Brightness Temperature (BT) ... 17

Mekanisme Perdagangan Karbon ... 18

METODE PENELITIAN ... 19

Waktu dan Tempat Penelitian ... 19

Alat dan Objek ... 19

Metode ... 20

Pengumpulan Data Sekunder ... 20

Pengolahan Data Citra ... 20

Penentuan Plot Contoh (Piksel di Citra)... 21

Pengumpulan Data Lapangan ... 21

1. Penentuan Plot ... 21

2. Perhitungan Biomassa ... 21

3. Perhitungan Karbon... 23

Analisa Data... 23

(6)

Pembuatan peta Sebaran Karbon ... 26

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 28

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

Karakteristik Tegakan Eucalyptus grandis ... 30

Penyusunan Model Kandungan Karbon ... 31

Pengujian Ketelitian Model Penduga cadangan Karbon ... 32

Pemilihan Model terbaik ... 36

KESIMPULAN ... 41 DAFTAR PUSTAKA

(7)

DAFTAR TABEL

No Hal

1. Persamaan alometrik penduga biomassa bagian pohon E. grandis ... 21

2. Model Penduga Kandungan Karbon berdasarkan DN ... 30

3. Model Terpilih Penduga Kandungan Karbon tegakan Acacia mangium Willd ... 34

4. Nilai Varians of Inflasi Model Penduga Kandungan Karbon ... 36

5. Model terbaik Hubungan Digital Number dengan Kandungan Karbon ... 36

(8)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal 1. Kerangka pemikiran penyusunan model penduga karbon tegakan

Eucalyptus grandis ... 4

2. Diagram alir pembuatan model penduga karbon tegakan

Eucalyptus grandis ... 26 3. Tampilan Plot Uji Kenormalan Model Linier Hubungan

Kandungan Karbon dengan Digital Number ... 31 4. Tampilan Plot Uji Kenormalan Model Logaritma Hubungan

Kandungan Karbon dengan Digital Number ... 31 5. Tampilan Plot Uji Kenormalan Model Eksponensial Hubungan

Kandungan Karbon dengan Digital Number ... 32 7. Tampilan Plot Uji Heterokedasitas Model Linier Hubungan

Kandungan Karbon dengan Digital Number ... 33 8. Tampilan Plot Uji Heterokedasitas Model Logaritma Hubungan

Kandungan Karbon dengan Digital Number ... 33 9. Tampilan Plot Uji Heterokedasitas Model Eksponensial Hubungan

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal 1. Hubungan Digital Number dengan Kandungan Karbon ... 42 2. Hasil Olahan Data Kandungan Karbon sebagai Fungsi

Digital Number ... 48 3. Rekapitulasi Data Diameter, Jumlah Pohon Data dan

(10)

ABSTRAK

NORA V. BUTARBUTAR: Pendugaan Cadangan Karbon Hutan Tanaman

Eucalyptus grandis Tahun Tanam 2004 dan 2005 di Areal HPHTI PT TPL

Sektor Aek Nauli Menggunakan Citra Landsat TM, dibimbing oleh Nurdin Sulistiyono dan Onrizal

(11)

ABSTRACT

NORA V. BUTARBUTAR: Estmating Carbon Stock 0f Eucalyptus grandis planted in 2004 and 2005 in HPHTI PT TPL Sector Aek Nauli Using Landsat TM, supervised by Nurdin Sulistiyono and Onrizal

Information of forest stand ability in carbon sequestration is vital in order to climate mitigation, specially for global warming. The aim of this research is to develop the spasial model of carbon stock of planted Eucalyptus grandis forests using Landsat TM. The model was developed using statistical approach based on relationship between the digital number of remotely sense data and carbon stock was estiamted by allometrik equation in each sample plot. The result of the researh show that the best model is Y = 23.512 Log B – 29.167, R2 = 9.5 %. The average carbon stock in planted stand, 3.38 ton/ha and 4.28 ton/ha in planted stand of 1 and 2 age years old. The research concludes that remotely sensed data Landsat TM could be used for estimating above-ground carbon stock of E. grandis stand.

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pencemaran lingkungan, pembakaran hutan dan penghancuran lahan-lahan hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan dalam biomassa hutan terlepas ke atmosfer dan kemampuan bumi untuk menyerap CO2 dari udara melalui fotosintesis hutan berkurang. Intensitas Efek Rumah Kaca

(ERK) naik dan meyebabkan naiknya suhu permukaan bumi (Soemarwoto, 2001). Salah satu cara menahan kenaikan suhu permukaan bumi adalah mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) hasil aktivitas manusia, yang dilakukan antara lain dengan menggunakan bahan bakar dari sumber energi yang lebih bersih, seperti beralih dari batubara ke gas, atau menggunakan sumber energi terbarukan seperti tenaga matahari atau biomassa. Selain itu, mengurangi penggunaan bahan bakar untuk kendaraan bermotor dan menghemat listrik juga mengurangi emisi GRK. Usaha-usaha seperti ini disebut mitigasi. Clean Development Mechanism (CDM) atau mekanisme pembangunan bersih (MBP)

merupakan salah satu opsi mitigasi yang memungkinkan aktivitas pelestarian lingkungan hidup dan ekonomi dilakukan secara bersama oleh negara maju dan negara berkembang (Mudiyarso, 2003).

Hutan mengabsorpsi CO2 selama proses fotosintesis dan menyimpannya

(13)

biomassa. Biomassa hutan menyediakan informasi penting dalam menduga besarnya potensi penyerapan CO2 dan biomassa dalam umur tertentu yang dapat

dipergunakan untuk mengestimasi produktivitas hutan (Heriansyah, 2005).

Hutan tanaman industri (HTI) monokultur memiliki peluang untuk menjual karbon selama waktu daur tebang yang cukup singkat (7 – 10 tahun) dari proses pertumbuhan pohon yang ditanam. Menurut Nurcahayaningsih, (2004) tanaman Eucalyptus merupakan salah satu jenis tanaman yang berpotensi dalam pengembangan HTI. Eucalyptus merupakan salah satu jenis tanaman yang cepat tumbuh dan dapat dikembangkan dimana saja. Eucalyptus grandis adalah jenis pohon yang banyak dikembangkan pada HTI di Sumatera Utara.

Dalam melihat fungsi hutan sebagai penyerap karbon, informasi mengenai jumlah karbon yang disimpan oleh suatu kawasan hutan (stok karbon) menjadi penting. Informasi tentang besarnya karbon yang dapat diturunkan atau diserap dapat diperoleh dengan cara konvensional, akan tetapi cara ini membutuhkan waktu lama, biaya besar dan belum mampu mengimbangi permintaan informasi yang cepat dan akurat apabila dalam skala intensitas yang lebih tinggi.

Pengukuran secara langsung di lapangan membutuhkan biaya yang besar, sehingga penggunaan citra satelit mulai dipertimbangkan. Citra satelit dapat digunakan untuk mengetahui struktur tajuk dan akumulasi biomassa. Beberapa studi menunjukkan bahwa data penginderaan jauh yang diperoleh dari beberapa sensor dengan skala yang berbeda dapat secara langsung maupun secara tidak langsung.

(14)

sesuai dengan tujuan dan batasan studinya. Penelitian yang banyak dilakukan pada masa kini memperlihatkan bahwa penginderaan jauh dapat mengamati penutupan lahan dan faktor lainnya secara akurat.

Estimasi karbon tegakan Acacia mangium Willd menggunakan citra landsat ETM+ di BKPH Parung Panjang KPH Bogor menunjukkan bahwa Citra Landsat ETM+ mempunyai kemampuan yang baik untuk menduga kandungan karbon di atas permukaan tanah tegakan A. mangium (Dahlan dan Istomo, 2005). Studi mengenai korelasi stok karbon dengan karakteristik spektral citra landsat yang dilaksanakan di Gunung Papandayan menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara stok karbon dengan kanal tunggal dan indeks vegetasi (Yaya, et al., 2005).

(15)

Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Kerangka pemikiran penyusunan model penduga karbon tegakan Eucalyptus grandis pohon model Allometrik Biomassa pohon

melalu citra satelit

Model penduga karbon Karbon = f (digital

number)

(16)

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk

1. Membangun model spasial pendugaan cadangan karbon di atas permukaan tanah pada tegakan Eucalyptus grandis tahun tanam 2004 dan 2005 di areal HPHTI PT TPL dengan menggunakan citra Landsat TM.

2. Mengetahui besarnya cadangan karbon tegakan Eucalyptus grandis tahun tanam 2004 dan 2005 di areal HPHTI PT TPL.

Hipotesis Penelitian

Nilai digital number (DN) pada citra Landsat TM dapat digunakan sebagai penduga kandungan karbon. Kandungan karbon diduga melalui permodelan spasial antara DN dengan kandungan karbon hasil pendugaan dengan model allometrik

.

Manfaat Penelitian

Model spasial penduga cadangan karbon yang disusun berdasarkan peubah digital number akan membantu dalam menduga kandungan karbon tegakan

Eucalyptus grandis tanpa melakukan penebangan atau pengukuran lapangan. Data

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Ekologi dan Taksonomi Eucalyptus grandis

Marga Eucalyptus terdiri dari 500 jenis yang kebanyakan endemik di Australia. Hanya dua jenis yang tersebar di wilayah Malesia (Nugini, Maluku, Sulawesi, Asia Tenggara dan Filipina). Beberapa jenis menyebar dari Australia bagian utara menuju Malesia bagian Timur. Kergaman terbesar di daerah-daerah pantai New South Wales dan Australia bagian baratdaya. Hampir semua jenis Eucalyptus beradaptasi dengan iklim muson. Beberapa jenis dapat hidup pada iklim yang sangat dingin, misalnya jenis-jenis yang telah dibudidayakan yakni: E. alba, E. camaldulensis, dan E. citriodora. E. deglupta adalah jenis yang

beradaptasi pada habitat hutan dataran rendah dan hutan pegunungan dataran rendah pada ketinggian 1800 mdpl dengan curah hujan tahunan 2.500 – 3.000 mm, suhu minimum rata-rata 230 C dan maksimum 310 C di dataran rendah dan suhu minimum rata-rata 130 C dan maksimum 290 C di pegunungan (Sutisna dan Purmadjaja, 1999).

Eucalyptus merupakan salah satu jenis tanaman yang dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman Industri. Kayu Eucalyptus digunakan antara lain untuk bangunan di bawah atap, kusen pintu dan jendela, kayu lapis, bahan pembungkus korek api, pulp dan kayu bakar. Beberapa jenis digunakan untuk kegiatan reboisasi (Sutisna dan Purmadjaja, 1999).

Eucalyptus grandis W.Hill ex Maiden, biasanya dikenal dengan sebutan

(18)

kayu, dengan penanaman total diperkirakan mencapai 2 M ha pada tahun 1987. Sebagian besar dari jumlah ini ditanam di Brazil (>1 M ha) dan Afrika Selatan (300 000 ha). Selain itu, E. grandis juga ditanam dalm jumlah yang besar di Argentina, Australia, India, Uruguay, Zambia, Zimbabwe dan negara-negara lain (Hundel, et al., 2003).

Menurut Sutisna dan Purmadjaja (1999), tanaman E. grandis mempunyai sistematika sebagai berikut:

Divisio : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae Class : Dycotyledone Ordo : Myrtiflorae Famili : Myrtaceae Genus : Eucalyptus

Species : Eucalyptus grandis W. Hill ex Maiden

Karbon

Karbon di permukaan bumi tersimpan dalam empat reservoir, yakni fosil dan formasi batuan, atmosfer, samudra dan ekosistem daratan termasuk hutan (Kauppi, 2003). Hutan mengabsorpsi CO2 selama proses fotosintesis dan

menyimpannya sebagai materi organik dalam biomassa tanaman. Banyaknya materi organik yang tersimpan dalam biomassa hutan per satuan luas dan per satuan waktu merupakan pokok dari produktivitas hutan. Tumbuhan memerlukan sinar matahari dan gas asam arang (CO ) yang diserap dari udara serta air dan hara yang diserap dari dalam tanah untuk kelangsungan hidupnya. Melalui proses fotosintesis, CO2 di udara diserap oleh tanaman dan diubah menjadi karbohidrat,

(19)

tubuh tanaman berupa daun, batang, ranting, bunga dan buah. Proses penimbunan C dalam tubuh tanaman hidup dinamakan proses sekuestrasi (C-sequestration). Dengan demikian mengukur jumlah C yang disimpan dalam tubuh tanaman hidup (biomassa) pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya CO di atmosfer yang diserap oleh tanaman. Sedangkan pengukuran C yang masih tersimpan dalam bagian tumbuhan yang telah mati (nekromasa) secara tidak langsung menggambarkan CO2 yang tidak dilepaskan ke udara lewat pembakaran (Hairiah

dan Subekti, 2007).

Tanaman atau pohon berumur panjang yang tumbuh di hutan maupun di kebun campuran (agroforestri) merupakan tempat penimbunan atau penyimpanan C (rosot C = C sink) yang jauh lebih besar dari pada tanaman semusim. Oleh karena itu, hutan alami dengan keragaman jenis pepohonan berumur panjang dan seresah yang banyak merupakan gudang penyimpan C tertinggi (baik di atas maupun di dalam tanah). Hutan juga melepaskan CO ke udara lewat respirasi dan dekomposisi (pelapukan) seresah, namun pelepasannya terjadi secara bertahap, tidak sebesar bila ada pembakaran yang melepaskan CO sekaligus dalam jumlah yang besar. Bila hutan diubah fungsinya menjadi lahan-lahan pertanian atau perkebunan atau ladang penggembalaan maka jumlah C tersimpan akan merosot (Hairiah dan Subekti, 2007).

Berdasarkan keberadaannya di alam Hairiah dan Subekti, (2007) membagi komponen C dapat menjadi 2 kelompok yaitu:

A. Karbon di atas permukaan tanah, meliputi:

(20)

perusakan selama pengukuran, biomassa pohon dapat diestimasi dengan menggunakan persamaan alometrik yang didasarkan pada pengukuran diameter batang.

2. Biomassa tumbuhan bawah. Tumbuhan bawah meliputi semak belukar yang berdiameter batang < 5 cm, tumbuhan menjalar, rumput-rumputan atau gulma. Estimasi biomassa tumbuhan bawah dilakukan dengan mengambil bagian tanaman (melibatkan perusakan). .

3. Nekromasa. Batang pohon mati baik yang masih tegak atau telah tumbang dan tergeletak di permukaan tanah, yang merupakan komponen penting dari C dan harus diukur pula agar diperoleh estimasi penyimpanan C yang akurat.

4. Seresah. Seresah meliputi bagian tanaman yang telah gugur berupa daun dan ranting-ranting yang terletak di permukaan tanah.

B. Karbon di dalam tanah, meliputi:

1. Biomassa akar. Akar mentransfer C dalam jumlah besar langsung ke dalam tanah, dan keberadaannya dalam tanah bisa cukup lama. Pada tanah hutan biomassa akar lebih didominasi oleh akar-akar besar (diameter > 2 mm), sedangkan pada tanah pertanian lebih didominasi oleh akar-akar halus yang lebih pendek daur hidupnya. Biomassa akar dapat pula diestimasi berdasarkan diameter akar proksimal, sama dengan cara untuk mengestimasi biomassa pohon yang didasarkan pada diameter batang. 2. Bahan organik tanah. Sisa tanaman, hewan dan manusia yang ada di

(21)

organisme tanah sehingga melapuk dan menyatu dengan tanah, dinamakan bahan organik tanah.

Kegiatan di sektor kehutanan yang secara potensial dapat menekan terjadinya perubahan iklim dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu konservasi, peningkatan pengambilan karbon dan subtitusi penggunaan bahan bakar fosil dengan biomass. Kegiatan konservasi meliputi perlindungan hutan dari deforestasi dan degradasi akibat aktivitas manusia. Peningkatan pengambilan karbon (rosot) dilakukan melalui kegiatan perluasan luas hutan dengan penanaman pohon di lahan kritis, gundul atau semak belukar dalam kawasan hutan (reforestasi) dan bukan hutan (afforestasi) serta pengelolaan hutan dengan menggunakan sistem pengelolaan yang berkelanjutan. Penggantian bahan bakar fosil dengan energi biomass akan mengurangi emisi GRK secara langsung akibat dari penurunan tingkat konsumsi bahan bakar fosil dan penanaman lahan kosong untuk memproduksi biomassa (Boer, 2001).

(22)

Pendugaan dan Pengukuran Karbon Hutan

Biomassa pohon merupakan fungsi dari volume kayu, (yakni diperoleh dari diameter dan tinggi) dan kerapatan kayu (berat kering dalam setiap unit volume kayu segar). Kerapatan bervariasi sesuai dengan spesies, cara hidup, dan factor lingkungan seperti topografi dan kemiringan lahan. Biomassa pohon dapat dihitung dengan metode langsung (pemanenan destruktif) atau metode tidak langsung (model allometrik). Model allometrik diketahui dengan mengukur variabel diameter at breast height (DBH), tinggi total dan kerapatan kayu. Banyak studi menggunakan model allometrik dalam pendugaan biomassa di atas permukaan tanah (above ground biomass/ABG) karena pemanenan pohon bersifat merusak dan membutuhkan biaya yang besar (Vieira et al., 2008).

Biomassa kering dapat dikonversi menjadi cadangan karbon yakni 50% dari biomassa. Metode ini dianggap akurat untuk beberapa tempat. Tidak ada sebuah metode yang secara langsung dapat mengukur cadangan karbon yang terdapat pada suatu bentang lahan. Keadaan ini mendorong usaha pengembangan alat dan model yang dapat menghitung dalam skala besar yang didasarkan pada pengukuran di lapangan atau penginderaan jauh (Gibbs et al., 2007).

(23)

Sedangkan metode non destruktif tidak merusak pohon. Pendekatannya dilakukan dengan menggunakan citra satelit (Kale & Roy, 2002).

Cadangan karbon dalam hutan dapat juga dievaluasi dengan menggunakan penginderaan jauh yakni satelit atau potret udara. Namun, tidak ada instrument penginderaan jauh yang dapat mengukur cadangan karbon secara langsung, sehingga dibutuhkan data lapangan sebagi tambahan. Metodologi penginderaan jauh memperlihatkan keberhasilannya dalam menduga cadangan karbon di hutan boreal dan hutan musim dan pada tegakan muda dengan kerapatan karbon yang rendah (Gibbs et al., 2007).

Riap Tegakan

Riap menurut Arief (2001) didefinisikan sebagai pertambahan volume pohon atau tegakan per satuan waktu tertentu. Riap dapat juga dipakai untuk menyatakan pertambahan nilai tegakan atau pertambahan diameter atau tinggi pohon setiap tahun.

(24)

terjadi pada keseluruhan diameter, dimana laju kematian terbesar terjadi pada kelas diameter terkecil (Davis and Jhonson, 1987 dalam Latifah, 2004).

Penginderaan Jauh

Lillesand dan Kiefer (1997), mendefenisikan penginderaan jauh sebagai “ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang objek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau gejala yang dikaji”. Penginderaan jauh biasanya menghasilkan beberapa bentuk citra yang selanjutnya diproses dan diinterpretasi guna membuahkan data yang bermanfaat untuk aplikasi bidang pertanian, arkeologi, kehutanan, geologi, perencanaan dan bidang-bidang lainnya (Purbowaseso, 1995). Tujuan penginderaan jauh adalah untuk mengumpulkan data sumber daya alam dan bidang lingkungan lainnya. Informasi tentang objek disampaikan pengamat melalui energy elektromagnetik, yang merupakan pembawa informasi dan sebagai penghubung komunikasi. Pada dasarnya, penginderaan jauh merupakan informasi intensitas panjang gelombang yang perlu diberi kode sebelum informasi tersebut dipahami secara penuh. Proses pengkodean ini seta dengan interpretasi citra penginderaan jauh sesuai dengan sifat-sifat radiasi elektromagnetik (Purbowaseso, 1995).

Citra Landsat TM

(25)

Juli 1972 sebagai ERTS-1 (Earth Resources Technology Satellite) yang kemudian diganti namanya menjadi Landsat 1. Tiga Lansat berikutnya berhasil diluncurkan. Sistem pencitraan pada Lansat 1, 2 dan 3 adalah kamera turn beam vidicon (RBV) dan multispectral scanner (MSS). RBV menggunakan penutup (shutter) dan menghasilkan satu rangka citra pada satu saat, sehingga distorsi geomterik citranya rendah. Pada Landsat 4 dipasang satu generasi sensor baru yang bertujuan untuk perbaikan resolusi spasial, pemisahan spectral, kecermatan data radiometrik dan ketelitian geometrik, maka ditambah Thematic Mapper (TM) pada empat saluran multispectral scanner. Kecermatan dan stabilitas titik satelit Landsat 4 lebih baik daripada Landsat 1, 2 dan 3 (Purbowaseso, 1995).

Menurut Lillesand dan Kiefer (1990), Saluran spektral yang diusulkan dalam pengandaran peta tematik adalah:

1. Saluran satu/Blue/B (0,45 μm–0, 52 μm) dirancang untuk membuahkan peningkatan penetrasi ke dalam tubuh air, dan juga untuk mendukung analisis sifat khas penggunaan lahan, tanah dan vegetasi.

2. Saluran dua/Green/G (0,52 μm–0,60 μm), terutama dirancang untuk mengindera puncak pantulan vegetasi pada spektrum hijau yang terletak diantara dua saluran spektral serapan klorofil.

3. Saluran tiga/Red/R (0,63 μm–0,69 μm), merupakan saluran terpenting untuk memisahkan vegetasi. Saluran ini berada pada salah satu bagian serapan klorofil dan memperkuat kontras antara kenampakan vegetasi, juga menajamkan kontras antara kelas vegetasi.

(26)

5. Saluran lima/Middle Infrared/MIR I (1,55 μm–1,75 μm), merupakan satu saluran yang dikenal penting untuk penentusan jenis tanaman, kandungan air pada tanaman dan kondisi kelembaban tanah.

6. Saluran enam/Thermal Infrared/TIR (2,08 μm–2,35 μm), suatu saluran yang penting untuk pemisah formasi batuan.

7. Saluran ketujuh/Middle Infrared/MIR II (10,40 μm–12,50 μm), suatu saluran inframerah termal yang dikenal bermanfaat untuk klassifikasi vegetasi, analisis gangguan vegetasi, pemisahan kelembaban tanah, dan sejumlah gejala lain yang berhubungan dengan panas.

Analisis Citra

Sebelum sebuah citra bisa dianalisa, biasanya diperlukan beberapa langkah pemrosesan awal. Koreksi radiometrik adalah salah satu dari langkah awal ini, dimana efek kesalahan sensor dan faktor lingkungan dihilangkan. Biasanya koreksi ini mengubah nilai DN yang terkena efek atmosferik. Data tambahan yang dikumpulkan pada waktu yang bersamaan dengan diambilnya citra bisa dipakai sebagai alat kalibrasi dalam melakukan koreksi radiometrik. Selain itu koreksi geometrik juga sangat penting dalam langkah awal pemprosesan. Metode ini mengkoreksi kesalahan yang disebabkan oleh geometri dari kelengkungan permukaan bumi dan pergerakan satelit. Koreksi geometrik adalah proses dimana titik-titik pada citra diletakkan pada titik-titik yang sama pada peta atau citra lain yang sudah dikoreksi. Ketelitian koreksi Geometrik diwujudkan dengan harga RMSE (Root Mean Square Error) titik cek (Lillesand dan Kiefer, 1990).

(27)

pengolahan citra adalah klasifikasi, dimana sekumpulan pixel dikelompokkan menjadi kelas-kelas berdasarkan karakteristik tertentu dari masing-masing kelas. (Lillesand dan Kiefer, 1990).

Menurut Shofiyati dan Kuncoro (2007) ada beberapa metode sebagai dasar analisis data inderaja untuk identifikasi kekeringan dengan menggunakan pendekatan kombinasi karakter beberapa spektral. Berikut ini disampaikan tinjauan singkat mengenai Transformasi Tasseled Cap (Tasseled Cap Transformation - TCT), Indeks Vegetasi, dan Brightness Temperature (BT)

(Shofiyati dan Kuncoro, 2007).

Transformasi Tasseled Cap (TCT)

Transformasi Tasseled Cap (Tasseled Cap Transformation - TCT) merupakan formula matematik untuk menghitung tingkat kecerahan (brightness), kehijauan (greenness), dan kelembaban (wetness) dari angka-angka digital di setiap band (band 1 hingga band 5 dan band 7) pada citra Landsat. TCT pertama kali diperkenalkan oleh Kauth dan Thomas (1976) dari Landsat MSS. Selanjutnya TCT disempurnakan oleh Crist dan Cicone (1984) dengan menggunakan data Landsat TM (Shofiyati dan Kuncoro, 2007).

Indeks Vegetasi (IV)

(28)

Umumnya dibuat dengan menggunakan kombinasi dari beberapa band spektral. Indeks vegetasi yang paling sederhana adalah rasio antara pantulan near infrared (NIR) dan sinar merah. Terdapat banyak metode untuk menghitung indeks vegetasi. Indeks vegetasi yang umum dan banyak digunakan adalah Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) (Ray, 1995). Indeks ini sederhana dan

mempunyai nilai range yang dinamis dan sensitif yang paling bagus terhadap perubahan tutupan vegetasi, dengan persamaan sebagai berikut:

NDVI = (NIR – R) / (NIR + R) (Shofiyati dan Kuncoro, 2007) dimana: NDVI = Normalized Difference Vegetation Index

NIR = Near Infra Red R = Red

Perhitungan perbandingan sifat respon objek terhadap pantulan sinar merah dan NIR dapat menghasilkan nilai dengan karakteristik khas yang dapat digunakan untuk memperkirakan kerapatan atau kondisi kanopi/kehijauan tanaman. Tanaman yang sehat berwarna hijau mempunyai nilai indeks vegetasi tinggi. Hal ini disebabkan oleh hubungan terbalik antara intensitas sinar yang dipantulkan vegetasi pada spektral sinar merah dan NIR.

Brightness Temperature (BT)

(29)

digunakan untuk mengkaji kondisi suhu pada objek di permukaan bumi adalah spektral thermal. Penggunaan spektral thermal ini dapat dilakukan dengan analisis brightness temperature. Brightness temperature (BT) adalah perhitungan dari

intensitas radiasi thermal yang diemisikan oleh objek. Satuan yang digunakan adalah satuan suhu, sebab terdapat korelasi antara intensitas radiasi yang diemisikan dan suhu fisik dari badan radiasi, dimana diasumsikan bahwa emisi radiasi pada permukaan objek berwarna hitam adalah 1,0 (Shofiyati dan Kuncoro, 2007).

Mekanisme Perdagangan Karbon

Target dan jadwal penurunan emisi yang harus dilakukan oleh Negara maju dalam Protokol Kyoto adalah sebesar 5 % dari tingkat emisi pada tahun 1990. Target tersebut harus dapat dicapai dalam periode 2008-2012. Untuk mencapai target tersebut dikenal mekanisme mekanisme fleksibel atau mekanisme Kyoto yang terdiri dari tiga kegiatan, yaitu: Joint Implementation (JI), MBP atau CDM dan Perdagangan Emisi (Emision Trading) (Mudiyarso, 2003).

(30)

Letak Astronomis dan Geografis Lokasi Penelitian

PT Toba Pulp Lestari (TPL), Tbk merupakan jenis perusahaan Kayu Serat dengan produk berupa pulp yang terletak pada 01°-03° LU dan 98°15’00”-100°00’00” BT. Secara geografis terletak di Desa Desa Sosor Ladang, Kecamatan Parmaksian, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara. Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) yang dimiliki oleh PT TPL, Tbk terletak pada beberapa kabupaten di Sumatera Utara dengan luas ijin HPHTI berdasarkan SK. Menhut No. 493/Kpts-II/1992 seluas 269.060 ha dengan jangka pengelolaan 43 tahun. Selain HPHTI, PT TPL, Tbk juga memiliki ijin Pemanfaatan Pinus berdasarkan SK. Menhut No. 236/Kpts-IV/1984 seluas 15.763 ha. Luas total areal pengelolaan PT TPL, Tbk adalah 284.816 ha (PT TPL, Tbk, 2008).

Areal konsesi PT TPL, Tbk terdiri dari enam sektor yang terletak pada kabupaten yang berbeda, yakni:

1. Sektor Tele, terletak pada 02°15’00” – 02°50’00” LU dan 98°20’00” – 98°50’00” BT, meliputi Kabupaten Samosir (Kecamatan Harian Boho), Kabupaten Pak-pak Bharat (Kecamatan Salak dan Kerajaan) dan Kabupaten Dairi (Kecamatan Sumbul, Parbuluan, dan Sidikalang).

2. Sektor Aek Nauli, terletak pada 02°40’00” – 02°50’00” LU dan 98°50’00” – 99°10’00” BT, meliputi Kabupaten Simalungun (Kecamatan Dolok Panribuan, Tanah Jawa, Sidamanik, Jorlang Hataran, dan Girsang Sipangan Bolon).

(31)

4. Sektor Aek Raja/Tarutung, terletak pada 01°54’00” – 02°15’00” 98°42’00” – 98°58’00” BT, meliputi Kabupaten Tapanuli Utara (Kecamatan Siborong-borong, Sipahutar, Gaya Baru Tarutung, Adian Koting, dan Parmonangan) Kabupaten Humbang Hasundutan (Kecamatan Dolok Sanggul, Lintong Ni Huta, Onan Ganjang, dan Parlilitan).

5. Sektor Padang Sidempuan, terletak pada 01°15’00” – 02°15’00” LU dan 99°13’00” – 99°33’00” BT, meliputi Kabupaten Tapanuli Selatan (Kecamatan Padang Bolak, Sosopan, Padang Sidimpuan, Sipirok) dan Kabupaten Tapanuli Tengah (Kecamatan Sorkam dan Batang Toru).

Kondisi Umum Sektor Aek Nauli

(32)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Oktober 2009. Pelaksanaan kegiatan meliputi kegiatan pengolahan citra dan pengecekan lapangan. Pengecekan lapangan dilaksanakan di areal HPHTI PT TPL Sektor Aek Nauli.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: Citra Landsat TM path 128 dan 129 row 58 tahun 2006, Peta administrasi Propinsi Sumatera Utara dan Objek pengamatan di lapangan adalah tegakan Eucalyptus grandis

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah: Personal Computer (PC) dengan perangkat lunaknya, Tools SIG, Global Positioning System (GPS), Kamera digital, Kompas, Pita ukur, Alat tulis, dan Tali

Metode Penelitian

Pengumpulan Data Sekunder

(33)

Pengolahan Data Citra

Teknik kuantitatif dapat diterapkan untuk interpretasi secara otomatis data citra digital. Tiap pengamatan piksel dievaluasi dan ditetapkan pada suatu kelompok informasi. (Lillesand dan Kiefer, 1990). Pada kelompok informasi dilakukan transformasi NDVI memanfaatkan beberapa saluran dari citra Landsat TM antara lain; band 3 (Red (R) yang lebih dikenal dengan saluran merah dan band 4 (Near Infrared (NIR)) yang lebih dikenal dengan saluran inframerah dekat. Kelebihan kedua saluran ini untuk identifikasi vegetasi adalah obyek akan memberikan tanggapan spektral yang tinggi. Menurut Lillesand dan Kiefer, (1990) transformasi NDVI mengikuti persamaan berikut:

NDVI = (NIR – R) / (NIR + R)

Nilai NDVI berkisar antara -1 sampai 1, dimana nilai NDVI yang rendah (negatif) mengidentifikasikan daerah bebatuan, pasir dan salju. Nilai NDVI yang tinggi (positif) mengidentifikasikan wilayah vegetasi baik berupa padang rumput, semak belukar maupun hutan.

Penentuan Plot Contoh (Piksel) di Citra

Plot contoh di citra ditentukan berdasarkan tujuan peneliti (purposive) pada blok tanam 2004 dan 2005.

Pengumpulan Data Lapangan Penentuan Plot Contoh

(34)

(GPS). Selanjutnya pohon yang terdapat dalam plot contoh diukur diameter setinggi dada.

Perhitungan Biomassa

Pendugaan biomassa di lapangan dilakukan menggunakan persamaan alometrik berikut :

Wn = a x DBHb

Tabel 1. Persamaan alometrik penduga biomassa bagian pohon E. grandis No Biomassa Bagian

Pohon

Keterangan : Wn = Biomassa (kg), DBH = Diameter setinggi dada (cm). Sumber : Onrizal, Hartono dan Kusmana, 2006

Diameter yang digunakan dalam perhitungan diameter adalah hasil pengurangan diameter saat pengukuran dengan riap diameter. Menurut Tobing, (2007), besarnya riap diameter dihitung dengan persamaan:

(35)

Biomassa yang diukur dalam penelitian ini adalah biomassa pohon (Wp) di atas permukaan tanah tegakan E.grandis yang dihitung berdasarkan penjumlahan biomassa batang, cabang dan daun. Biomassa per hektar dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

Keterangan :

W = Total biomassa (ton/ha) Wpi = Biomassa pohon ke-i (ton) A = Luas plot (m2)

n = Jumlah pohon

Perhitungan Karbon

Biomassa hutan dapat digunakan untuk menduga kandungan karbon dalam vegetasi hutan karena 50% biomassa tersusun dari karbon. Pada tanaman Eucalyptus kandungan karbon rata-rata adalah sebesar 44,92% (45%) dengan

kisaran 36,72-54,015 dari biomassa (Onrizal, Hartono dan Kusmana, 2006). Menurut Onrizal, Hartono dan Kusmana, (2006), kandungan karbon tanaman dapat diduga dengan rumus:

Y = W x 0,45

Keterangan :

(36)

Analisa Data Penyusunan Model

Penyusunan model hubungan antara kandungan karbon di atas permukaan tanah tegakan Eucalyptus grandis dengan digital number (DN) citra Landsat TM menggunakan model matematika sebagai berikut:

Model linier

Y = b1X1 + b2X2 +...+ b1X1 + NDVI

Model perpangkatan

Y = b0X1b1 . X2b2... XjNDVI

Model eksponensial

Y = eb0 + b1X1 + b2X2 + ... + NDVI Keterangan :

Y = Kandungan karbon di atas permukaan tanah tegakan Eucalyptus grandis (ton/ha) berdasarkan model allometrik.

X

1, X2, …, Xj = Nilai DN (Digital Number)

Pemilihan Model

(37)

Uji Signifikansi

Pengujian signifikansi hasil olahan SPSS diketahui dengan membandingkan besaran taraf signifikasi 95 %. Kriterianya adalah signifikansi (Ho ditolak) bila Sig. Hit < Sig. Kriteria dan tidak signifikan (Ho diterima bila Sig. Hitung > Sig. Kriteria.

Uji Kenormalan data (normalitas)

Uji kenormalan data digunakan untuk melihat sebaran data sampel, apakah terdistribusi normal atau tidak. Suatu model yang baik apabila memenuhi syarat kenormalan sisaan, yakni apabila tampilan plot menunjukkan penyebaran data di sekitar garis lurus dan mengikuti arah garis lurus (Santoso, 2000).

Uji Keaditifan Model (Model Fit)

Plot yang ditunjukkan oleh Scatter plot Studentized Delete Residualnya. Jika model regresi layak dipakai untuk prediksi (fit), maka data akan berpencar di sekitar angka nol (0 pada sumbu Y) dan tidak membentuk suatu pola atau trend garis tertentu.

Pengujian keakuratan model (koefisien determinasi/R2)

(38)

Uji Multikoliniearitas

Multikoliniearitas adalah kejadian yang menginformasikan terjadinya hubungan antara variabel-variabel bebas (interkorelasi) dan hubungan yang terjadi cukup besar. Pengujian multikoliniearitas hanya dilakukan pada persamaan regresi linier berganda. Model persamaan yang baik adalah model persamaan yang bebas multikolinieritas. Suatu model persamaan yang bebas multikolinieritas adalah model persamaan yang memiliki nilai Factor Varian of Inflasi (VIF) di sekitar angka 1 (Santoso, 2000).

Pembuatan Peta Sebaran Karbon

(39)

Gambar 2. Diagram alir pembuatan model penduga karbon tegakan Eucalyptus grandis

Permodelan Karbon bagian pohon berdasarkan nilai Digital Number dan karbon dari model Allometrik

(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Tegakan Eucalyptus grandis

Pengukuran di lapangan dilakukan dengan memilih 56 plot pengamatan berukuran 30 x 30 m yang mewakili tanaman tahun tanam 2005 (berumur 1 tahun pada saat pengambilan data Citra) dan 2004 (berumur 2 tahun pada saat pengambilan data Citra). Letak plot pengamatan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 3. Pemilihan plot pengamatan dengan tahun tanam tersebut didasarkan pada ketersediaan citra yang merupakan Citra Landsat TM 5 tahun 2006. Pada seluruh pohon dalam plot dilakukan pengukuran diameter setinggi dada (diamater at breast height/dbh) untuk memperoleh biomassa pohon berdasarkan model

allometrik penduga biomassa yang telah dibangun sebelumnya di lokasi

penelitian.

Pendugaan biomassa dengan menggunakan model allometrik dilakukan dengan terlebih dahulu mengkonversi data diameter hasil pengukuran di lapangan menjadi diameter pada tahun 2006. Konversi dilakukan dengan memperhitungkan riap diameter pohon E. grandis berdasarkan hasil penelitian Tobing (2007). Riap diameter adalah pertambahan diameter pohon setiap tahun.

(41)

mengikuti grafik berbentuk S (Sigmoid), oleh karena pertumbuhan pada mulanya agak lambat kemudian cepat, lalu menurun. Selengkapnya karakteristik tegakan E. grandis dapat dilihat pada Lampiran 3.

Penyusunan Model Kandungan Karbon

Hubungan Kandungan Karbon dengan DN yang disusun pada taraf uji 95 % menghasilkan tiga model yang signifikan pada taraf tersebut, yakni model hubungan linier, logaritma dan ekponensial. Hubungan linier antara Kandungan Karbon dengan DN yang diperoleh dari persamaan regresi adalah Y = 3,241 + 0,148 Blue. Model logaritma hubungan kandungan Karbon dengan digital number adalah Y = 23.512 Log B – 29.167. Model Eksponensial hubungan Kandungan Karbon dengan DN adalah Y = e1,616 + 0,008 NIR. Berdasarkan hasil penyusunan model terpilih pada Tabel 2, menerangkan bahwa penggunaan band Blue dan Near Infra Red (NIR) berperan untuk menjelaskan kandungan karbon di atas

permukaan tanah tegakan A. mangium. Menurut Lillesand dan Kiefer (1990), saluran Blue dengan panjang gelombang 0,45 μm – 0, 52 μm dirancang untuk mendukung analisis sifat khas vegetasi, sedangkan saluran NIR dengan panjang gelombang 0,76 μm – 0,90 μm merupakan saluran citra landsat yang tanggap terhadap seluruh biomassa vegetasi yang terdapat pada suatu daerah kajian.

Tabel 2. Model penduga kandungan karbon berdasarkan DN

No Model penduga Kandungan Karbon R2 (%) F hit Sig 1 Model Linier

Y = 3,241 + 0,148 B 9,3 5,533 0,022

2 Model Logaritma

Y = 23,512 Log B – 29,167 9,5 5,701 0,02 3 Model Eksponensial

(42)

Pengujian Ketelitian Model Penduga Cadangan Karbon Uji Signifikansi

Model hubungan antara Kandungan Karbon dengan DN memberikan indikasi adanya hubungan antara Kandungan Karbon dengan DN, yang ditunjukkan dengan nilai signifikansi 0,022; 0, 02 dan 0,04. Menurut Algifari (2000), pengujian koefisien regresi dengan probabilitas dilakukan dengan membandingkan antara nilai probabilitas dengan tingkat signifikansi yang digunakan. Jika probabilitas lebih kecil dari signifikansi yang digunakan, maka variabel independen yang diuji berpengaruh signifikan terhadap variabel dependennya. Pengujian dilakukan pada taraf nyata 95 % (5 %), (0,022; 0, 02 dan 0,04 < 0,05), maka terdapat hubungan yang nyata antara Kandungan Karbon dengan DN.

Uji Kenormalan Data (Normalitas)

Gambar 3 . Tampilan plot uji kenormalan model linier hubungan kandungan karbon dengan digital number

(43)

Tampilan plot uji kenormalan data model hubungan Kandungan Karbon dengan DN pada Gambar 3, 4, dan 5 sudah memenuhi syarat model persamaan yang baik. Hal ini dapat dilihat dari masing-masing tampilan plot yang terdistribusi normal dimana penyebaran data amatan kumulatif (Observe Cumulative Probability) di sekitar garis diagonal dan penyebarannya mengikuti

arah garis diagonal (garis normal) yang merupakan kriteria (Expected Cumulative Probability). Hal ini sesuai dengan pendapat Santoso (2000) yang menyatakan

jika nilai PP Plots terletak diantara garis diagonal (tidak menyimpang terlalu jauh dari garis diagonal) maka dikatakan data terdistribusi normal.

(44)

Uji Keaditifan Model (Model Fit/ Heterokedasitas)

Asumsi heterokedasitas adalah asumsi dalam regresi dimana varians dari residual tidak sama untuk satu pengamatan ke pengamatan yg lain. Jika plot terpencar, tidak berpola (acak) maka dikatakan tidak terjadi heterokedasitas. Tampilan plot uji keaditifan model hubungan Kandungan Karbon dengan DN pada Gambar 6,7 dan 8 memenuhi syarat sebagai model persamaan yang baik.

Gambar 6. Tampilan plot uji heterokedasitas model linier hubungan kandungan karbon dengan digital number

Gambar 8. Tampilan plot uji heterokedasitas model eksponensial hubungan kandungan karbon dengan digital number

(45)

Pengujian Keakuratan Model (koefisien determinasi/R2)

Pengujian keakuratan model digunakan untuk melihat besaran efek atau pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Semakin kecil R2, semakin lemah hubungan kedua variabel. Koefisien determinasi 9,3 % menyatakan bahwa variasi Kandungan Karbon yang dapat dijelaskan oleh model tersebut adalah 9,3 %. sisanya, 91,7 %, variasi kandungan Karbon dipengaruhi oleh faktor lain yang berada di luar model linier tersebut. Koefisien determinasi 7,7 % menyatakan bahwa variasi Kandungan Karbon dapat dijelaskan oleh ln DN dan 92,3 % dipengaruhi oleh faktor lain. Model yang diperoleh menunjukkan hubungan yang rendah antara Kandungan Karbon dengan DN. Algifari (2000) menyatakan bahwa semakin tinggi koefisien determinasi, maka semakin tinggi pula kemampuan model regresi menjelaskan variasi variabel dependen.

Estimasi karbon tegakan Acacia mangium Willd menggunakan citra Landsat ETM+ DAN SPOT-5 di BKPH Parung Panjang KPH Bogor menghasilkan model dengan koefisien determinasi seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Model terpilih penduga kandungan karbon tegakan Acacia mangium Willd

Model Terbaik R2 (%)

Model Landsat ETM+ :

Y = 43,448E+11G-3,69MIRI-2,88 42,8

Model SPOT-5 :

Y=1.06865E+13G-4,8 R0,8 NIR-1,15MIRI-1,6 44,2

(46)

pengukuran diameter di lapangan, tegakan E. grandis mengalami pertumbuhan. Pendugaan pertumbuhan dengan menggunakan faktor riap memberikan bias. Faktor riap tidak dapat menggambarkan pertumbuhan tegakan secara pasti, dimana rumus yang digunakan adalah hasil penelitian di Sektor Tele yang meiliki kondisi lingkungan yang berbeda dengan sektor Aek Nauli. Jenis tanah di daerah penelitian adalah Dystropepts, Hydrandepts, Dystrandept dan Humitropepts, sedangkan jenis tanah di Sektor Tele adalah Tropohemists, Dystopepts, hydradepts dan Dystrandept. Menurut Latifah (2004) pertumbuhan dan hasil

tegakan sangat bersifat site spesific. Pertumbuhan suatu tegakan merupakan resultante dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah

sifat/genotype dari jenis yang bersangkutan, sedangkan faktor eksternal mencakup kualitas tempat tumbuh ,kondisi persaingan dan perlakuan silvikultur yang diberikan.

Uji Multikoliniearitas

Menurut Algifari (2000), multikolinearitas terjadi jika terdapat hubungan yang sempurna atau mendekati sempurna (koefisien korelasi tinggi atau bahkan 1) antara variabel independen dengan variabel dependen. Multikoliniearitas adalah kejadian yang menginformasikan terjadinya hubungan antara variabel-variabel bebas (interkorelasi) dan hubungan yang terjadi cukup besar. Model persamaan yang baik adalah model persamaan yang bebas multikolinieritas.

(47)

model tersebut menunjukkan bahwa model memenuhi syarat sebagai model penduga cadangan karbon yang baik. Oleh karena itu, persamaan ini layak digunakan

Tabel 4. Nilai varians of inflasi model penduga kandungan karbon

No Model Penduga Kandungan Karbon VIF

1 Model Linier

Y = 3,241 + 0,148 Blue 1,000

2 Model Logaritma

Y = 23,512 Log B – 29,167 1,000

3 Model Eksponensial

Y = e1,616 + 0,008 NIR 1,000

.

Pemilihan Model Terbaik

Berdasarkan hasil pengujian, model yang terbaik untuk menduga kandungan karbon tegakan E. grandis adalah model logaritma. Model tersebut memiliki koefisien regresi yang lebih besar daripada model eksponensial dan model linier, yakni 9,5 % (Tabel 5). Selain itu, model ini juga memiliki nilai signifikansi yang lebih baik dai kedua model lainnya. Penggunaan band Blue berperan untuk menduga kandungan karbon E. grandis.

Tabel 5. Model terbaik hubungan digital number dengan kandungan karbon No Model penduga Kandungan Karbon R2 (%) F hit Sig 1 Model Logaritma

Y = 23,512 Log B – 29,167 9,5 5,701 0,02

Hubungan antara digital number dengan kandungan karbon baik Landsat ETM+

relatif kecil. Dengan demikian apabila menggunakan satu peubah bebas dalam

penyusunan model akan menghasilkan keter-andalan model yang relatif kecil

(48)

dengan logaritma DN, yakni band 1. Kandungan Karbon di atas permukaan tanah daerah penelitian adalah sebesar 8.188,0 ton dengan luas areal 2.076,02 ha, dengan perincian pada Tabel 6.

Tabel 6. Rata-rata kandungan karbon berdasarkan model terbaik

No Umur Tegakan Luas (ha) Total Kabon (ton)

Rata-rata Karbon (Ton/ha)

1 1 tahun 769,52 2.601,50 3,38

2 2 tahun 1.306,50 5.586,50 4,28

Total 2.076,02 8.188,00 3,83

Berdasarkan Tabel 6 terlihat bahwa tegakan E. grandis mempunyai kandungan karbon di atas permukaan tanah sebesar 8.188,0 ton. Rata-rata kandungan karbon pada tegakan berumur 1 tahun sebesar 3, 38 ton/ha dan 4,28 ton/ha pada tegakan berumur 2 tahun. Berdasarkan hasil penelitian Onrizal, Hartono, dan Kusmana (2006), tegakan E. grandis yang berumur dua tahun pada areal PT TPL, Tbk Sektor Tele dengan metode allometrik memiliki kandungan karbon sebesar 30,78 ton/ha. Hasil pendugaan kandungan karbon tegakan A. mangium berumur satu tahun dan dua tahun dengan menggunakan citra landsat

(49)
(50)

Karbon adalah komponen kunci dari berbagai gas rumah kaca, termasuk yang paling umum, karbondioksida. Karbon terestrial adalah karbon yang berada pada sistem terestrial. Pada saat ini emisi karbon terestrial yang berasal dari penggunaan lahan dan yang merupakan sumber terbesar kedua dari emisi gas rumah kaca akibat ulah manusia secara global telah bertambah sebesar 20%. Sebagian besar emisi gas rumah kaca memang bersumber dari deforestasi dan degradasi hutan dan lahan gambut di kawasan tropik negara-negara yang sedang berkembang. Dengan muatan yang melewati batas di atmosfer, kita mempunyai dua pilihan mitigasi perubahan iklim yang saling melengkapi. Kita dapat mengurangi emisi gas rumah kaca yang terus terjadi ke atmosfer kita.

Hutan berperan dalam upaya peningkatan penyerapan CO2 dimana dengan

bantuan cahaya matahari dan air dari tanah, vegetasi yang berklorofil mampu menyerap CO2 dari atmosfer melalui proses fotosintesis. Hasil fotosintesis ini

antara lain disimpan dalam bentuk biomassa yang menjadikan vegetasi tumbuh menjadi makin besar atau makin tinggi. Pertumbuhan ini akan berlangsung terus sampai vegetasi tersebut secara fisiologis berhenti tumbuh atau dipanen. Secara umum hutan dengan ”net growth” (terutama dari pohon-pohon yang sedang berada fase pertumbuhan) mampu menyerap lebih banyak CO2, sedangkan hutan

dewasa dengan pertumbuhan yang kecil hanya menyimpan stock karbon tetapi tidak dapat menyerap CO2 berlebih/ekstra. Dengan adanya hutan yang lestari

maka jumlah karbon (C) yang disimpan akan semakin banyak dan semakin lama. Oleh karena itu, kegiatan penanaman vegetasi pada lahan yang kosong atau merehabilitasi hutan yang rusak akan membantu menyerap kelebihan CO2 di

(51)
(52)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Model terbaik hubungan Kandungan Karbon dengan DN tegakan Eucalyptus grandis tahun tanam 2004 dan 2005 di Areal HPHTI PT TPL

Sektor Aek Nauli adalah Y = 23,512 Log B – 29,167.

2. Cadangan karbon rata-rata tegakan Eucalyptus grandis yang berumur 1 tahun di areal HPHTI PT TPL Sektor Aek Nauli adalah 3,38 ton/ha, sedangkan pada tanaman berumur 2 tahun adalah sebesar 4,28 ton/ha.

Saran

1. Untuk memperoleh model dengan signifikansi yang tinggi sebaiknya menggunakan citra dengan tahun yang sama dengan tahun pengukuran di lapangan.

(53)

` DAFTAR PUSTAKA

Boer, R. 2001. Opsi Mitigasi Perubahan Iklim di Sektor Kehutanan dan Aspek Metodologi Proyek Karbon Kehutanan. Lokakarya Tindak Lanjut Konvensi Perubahan Iklim dan Kyoto Protokol di Sektor Kehutanan. Jakarta, 18 September 2001

Down to Earth. 2009. Keadilan iklim dan Penghidupan yang Berkelanjutan. KIPPY Print Solution

Duryat, 2008. Pengaruh Faktor Fisiografis terhadap Produksi Damar Mata Kucing (Shorea Javanica K et. V) di Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Kabupaten Lampung Barat. Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian kepada Masyarakat. Unila. hal 48-54.

Dahlan, J. dan Istomo. 2005. Estimasi Karbon Tegakan Acacia mangium Willd Menggunakan Citra Landsat ETM+ DAN SPOT-5: Studi Kasus Di BKPH Parung Panjang KPH Bogor. Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV ”Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”. Surabaya.

Faizal dan Amran. 2005. Model Transformasi Indeks Vegetasi yang Efektif untuk Prediksi Kerapatan Mangrove Rhizophora mucronata. Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV. Surabaya

Gibbs, B., John dan Jonathan. 2007. Monitoring and Estimating Tropical Forest Carbon Stocks: Making REDD A Reality. Environment Research Letter 2 (045023): 1-13

Hairiah, K., dan Subekti. 2007. Pengukuran 'Karbon Tersimpan’ di Berbagai Macam Penggunaan Lahan. World Agroforestry Centre, ICRAF Southeast Asia, Bogor

Heriansyah, I. 2005. Potensi Hutan Tanaman Industri dalam Mensequester Karbon: Studi kasus di Hutan Tanaman Akasia dan Pinus. Inovasi Online 3 (12)

Hunde, T., Duguma1, D., Gizachew, B., Mamushet, D. dan Teketay, D.2003. Growth and Form of Eucalyptus grandis Provenances at Wondo Genet, Southern Ethiopia. Australian Forestry 66 (3) : 170–175

Jaya, I.N.S. 1997. Penginderaan Jauh Satelit Kehutanan. Edisi 1. IPB Press, Bogor Kale, M.P., Singh & Roy. 2002. Biomass and Productivity Estimation Using

(54)

Kauppi, P.E. 2003. New, Low Estimate for Carbon Stock in Global Forest Vegetation Based on Inventory Data. Silva Fennica 37(4): 451–457.

Latifah, S. 2004. Pertumbuhan dan Hasil Tegakan Eucalyptus grandis di Hutan Tanaman Industri. Universitas Sumatera Utara Digital Library, Medan Lillesand dan Kiefer. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Gadjah

Mada University Press, Yogjakarta

Mudiyarso, D. 2003. CDM: Mekanisme Pembangunan Bersih. Penerbit Buku Kompas, Jakarta

Nurcahayaningsih. 2004. Perbanyakan Eucalyptus pellita secara Kultur Jaringan (Multiplication of Eucalyptus pellita in Vitro). http://www. biotiforda.or.id/index.php [28 Nopember 2008]

Onrizal, Hartono, dan Kusmana. 2006. Pendugaan Biomassa dan Karbon Tegakan Hutan Tanaman Jenis Eucalyptus grandis di Sumatera Utara. Medan

PT. Toba Pulp Lestari. 2008. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu. Porsea Purbowaseso, B. 1995. Penginderaan Jauh Terapan. Penerbit Universitas

Indonesia, Jakarta

Santoso, S. 2000. SPSS Versi 10.0. PT Gramedia, Jakarta.

Shofiyati, R., dan Kuncoro. 2007. Inderaja untuk Mengkaji Kekeringan di Lahan Pertanian (Remote Sensing for Drought Assessment on Agricultural Land). Informatika Pertanian 16 (1): 923-936

Soemarwoto, O. 2001. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Penerbit Djambatan, Jakarta.

Sugiyono, A. 2006. Penanggulangan Pemanasan Global di Sektor Pengguna Energi. Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca 7 (2) : 15-19

Sutisna, U.T.K., dan Purmadjaja. 1999. Pengenalan Pohon Hutan di Indonesia. Yayasan Prosea Bogor dan Pusat Diklat Pegawai dan SDM Kehutanan, Bogor

Ter-Mikaelian, M.T., Stephen J. C. dan Jiaxin, C. 2008. Fact and Fantasy about Forest Carbon. The Forestry Chronicle 84 (2) Edisi Maret-April

Tobing, A. 2007. Model Pertumbuhan Eucalyptus grandis Hill Ex Maiden di Hutan Tanaman PT TPL, Tbk Sektor Tele, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Skripsi. Universitas Sumatera Utara, Medan

(55)

Vieira, S.A., Luciana, A.F., Aidar, M, Luciana S. A.,Baker, T., João, Mariana, Campos, Plinio, Jerome, Welington, Niro, Euridice, Carlos, Michael, Luiz, Eduardo, Thiago, Oliver, Flavio, Mônica, Marcos& Susan Elizabeth. 2008. Estimation of Biomass and Carbon Stocks: The Case of the Atlantic Forest. Biota Neotrop 8 (2): 21-29

(56)

Lampiran 1. Hubungan Digital Number dengan Kandungan Karbon

No Posisi Geografis

KANDUNGAN KARBON

Nilai Digital Number (DN)

(57)

Lampiran 1 (lanjutan). Hubungan Digital Number dengan Kandungan Karbon

22 99,009 2,719 46 20 15 82 49 128 15 0,69 3,83 3,00 2,71 4,41

23 99,008 2,729 46 21 16 70 49 127 12 0,63 3,83 3,04 2,77 4,25

24 99,011 2,714 45 17 12 54 33 128 10 0,63 3,81 2,83 2,48 3,99

25 99,013 2,713 57 28 24 71 79 133 29 0,49 4,04 3,33 3,18 4,26

26 99,012 2,709 46 20 13 75 49 127 12 0,70 3,83 3,00 2,56 4,32

27 99,012 2,707 46 18 13 76 48 128 13 0,70 3,83 2,89 2,56 4,33

28 99,014 2,714 46 20 12 68 43 127 12 0,70 3,83 3,00 2,48 4,22

29 99,019 2,734 48 20 14 91 46 129 11 0,73 3,87 3,00 2,64 4,51

30 99,021 2,731 60 18 29 99 64 128 26 0,55 4,09 2,89 3,37 4,60

31 98,875 2,782 62 30 26 105 63 121 23 0,60 4,13 3,40 3,26 4,65

32 98,873 2,769 53 27 20 94 71 126 24 0,65 3,97 3,30 3,00 4,54

33 98,874 2,773 46 20 16 78 53 126 16 0,66 3,83 3,00 2,77 4,36

34 98,852 2,759 52 17 24 66 61 129 22 0,46 3,95 2,83 3,18 4,19

35 98,844 2,769 45 18 11 39 23 125 10 0,56 3,81 2,89 2,40 3,66

36 98,842 2,761 44 19 12 49 27 124 8 0,60 3,78 2,94 2,48 3,89

37 98,949 2,763 48 21 15 97 58 128 15 0,73 3,87 3,04 2,71 4,57

38 98,939 2,742 115 52 64 97 115 120 58 0,21 4,74 3,95 4,16 4,57

39 98,952 2,759 48 10 17 93 60 128 18 0,69 3,87 2,30 2,83 4,53

40 98,934 2,734 55 25 25 89 87 134 32 0,56 4,01 3,22 3,22 4,49

41 98,933 2,754 54 24 24 85 84 129 32 0,56 3,99 3,18 3,18 4,44

42 98,85 2,801 51 27 21 80 76 138 27 0,58 3,93 3,30 3,04 4,38

43 98,892 2,743 45 19 14 67 51 128 17 0,65 3,81 2,94 2,64 4,20

(58)

Lampiran 1 (lanjutan). Hubungan Digital Number dengan Kandungan Karbon

45 C 038 98,892 2,743 11,32 47 20 19 84 76 130 24 0,63 3,85 3,00 2,94 4,43

46 D 017 98,983 2,729 5,61 47 19 15 92 50 128 17 0,71 3,85 2,94 2,71 4,52

47 D 004 98,921 2,7219 11,64 45 21 12 59 37 125 10 0,66 3,81 3,04 2,48 4,08

48 D 053 98,829 2,793 26,03 50 22 19 85 58 128 13 0,62 3,91 3,09 2,94 4,44

49 D 052 98,929 2,789 15,12 53 22 20 99 85 132 27 0,66 3,97 3,09 3,00 4,60

50 D 051 98,843 2,784 6,20 50 21 25 83 67 128 22 0,53 3,91 3,04 3,22 4,42

51 D 034 98,835 2,781 3,68 44 19 13 48 26 123 9 0,57 3,78 2,94 2,56 3,87

52 D 058 98,832 2,781 5,07 45 19 14 75 46 127 12 0,36 3,81 2,94 2,64 4,32

53 D 039 98,843 2,771 8,24 50 23 19 60 64 126 22 0,52 3,91 3,14 2,94 4,09

54 D 038 98,983 2,723 9,16 47 25 19 87 68 135 20 0,64 3,85 3,22 2,94 4,47

55 D 040 99,018 2,724 7,72 44 19 13 87 49 126 12 0,74 3,78 2,94 2,56 4,47

(59)
(60)

Lampiran 1 (lanjutan). Hubungan Digital Number dengan Kandungan Karbon

3,85 4,83 2,48 -0,39 2,35 1,62 1,20 1,11 1,84 1,67 2,10 1,08 -0,17 1,02

3,89 4,85 2,71 -0,38 2,50 1,66 1,30 1,18 1,91 1,69 2,11 1,18 -0,16 1,09

3,89 4,84 2,48 -0,47 2,70 1,66 1,32 1,20 1,85 1,69 2,10 1,08 -0,20 1,17

3,50 4,85 2,30 -0,46 2,12 1,65 1,23 1,08 1,73 1,52 2,11 1,00 -0,20 0,92

4,37 4,89 3,37 -0,71 2,35 1,76 1,45 1,38 1,85 1,90 2,12 1,46 -0,31 1,02

3,89 4,84 2,48 -0,35 1,93 1,66 1,30 1,11 1,88 1,69 2,10 1,08 -0,15 0,84

3,87 4,85 2,56 -0,35 1,73 1,66 1,26 1,11 1,88 1,68 2,11 1,11 -0,15 0,75

3,76 4,84 2,48 -0,36 2,59 1,66 1,30 1,08 1,83 1,63 2,10 1,08 -0,16 1,12

3,83 4,86 2,40 -0,31 1,93 1,68 1,30 1,15 1,96 1,66 2,11 1,04 -0,14 0,84

4,16 4,85 3,26 -0,61 2,66 1,78 1,26 1,46 2,00 1,81 2,11 1,41 -0,26 1,15

4,14 4,80 3,14 -0,51 2,46 1,79 1,48 1,41 2,02 1,80 2,08 1,36 -0,22 1,07

4,26 4,84 3,18 -0,43 2,38 1,72 1,43 1,30 1,97 1,85 2,10 1,38 -0,19 1,03

3,97 4,84 2,77 -0,42 2,73 1,66 1,30 1,20 1,89 1,72 2,10 1,20 -0,18 1,19

4,11 4,86 3,09 -0,77 1,21 1,72 1,23 1,38 1,82 1,79 2,11 1,34 -0,33 0,53

3,14 4,83 2,30 -0,59 2,29 1,65 1,26 1,04 1,59 1,36 2,10 1,00 -0,25 0,99

3,30 4,82 2,08 -0,50 1,99 1,64 1,28 1,08 1,69 1,43 2,09 0,90 -0,22 0,86

4,06 4,85 2,71 -0,32 3,02 1,68 1,32 1,18 1,99 1,76 2,11 1,18 -0,14 1,31

4,74 4,79 4,06 -1,55 2,97 2,06 1,72 1,81 1,99 2,06 2,08 1,76 -0,68 1,29

4,09 4,85 2,89 -0,38 2,27 1,68 1,00 1,23 1,97 1,78 2,11 1,26 -0,16 0,99

4,47 4,90 3,47 -0,59 1,67 1,74 1,40 1,40 1,95 1,94 2,13 1,51 -0,25 0,72

4,43 4,86 3,47 -0,59 3,11 1,73 1,38 1,38 1,93 1,92 2,11 1,51 -0,25 1,35

4,33 4,93 3,30 -0,54 1,92 1,71 1,43 1,32 1,90 1,88 2,14 1,43 -0,24 0,83

(61)

Lampiran 1 (lanjutan). Hubungan Digital Number dengan Kandungan Karbon

4,55 4,88 3,64 -0,62 2,45 1,75 1,38 1,38 1,91 1,98 2,12 1,58 -0,27 1,06

4,33 4,87 3,18 -0,47 2,43 1,67 1,30 1,28 1,92 1,88 2,11 1,38 -0,20 1,05

3,91 4,85 2,83 -0,34 1,72 1,67 1,28 1,18 1,96 1,70 2,11 1,23 -0,15 0,75

3,61 4,83 2,30 -0,42 2,45 1,65 1,32 1,08 1,77 1,57 2,10 1,00 -0,18 1,07

4,06 4,85 2,56 -0,48 3,26 1,70 1,34 1,28 1,93 1,76 2,11 1,11 -0,21 1,42

4,44 4,88 3,30 -0,41 2,72 1,72 1,34 1,30 2,00 1,93 2,12 1,43 -0,18 1,18

4,20 4,85 3,09 -0,63 1,82 1,70 1,32 1,40 1,92 1,83 2,11 1,34 -0,27 0,79

3,26 4,81 2,20 -0,56 1,30 1,64 1,28 1,11 1,68 1,41 2,09 0,95 -0,25 0,57

3,83 4,84 2,48 -1,01 1,62 1,65 1,28 1,15 1,88 1,66 2,10 1,08 -0,44 0,71

4,16 4,84 3,09 -0,66 2,11 1,70 1,36 1,28 1,78 1,81 2,10 1,34 -0,29 0,92

4,22 4,91 3,00 -0,45 2,22 1,67 1,40 1,28 1,94 1,83 2,13 1,30 -0,19 0,96

3,89 4,84 2,48 -0,30 2,04 1,64 1,28 1,11 1,94 1,69 2,10 1,08 -0,13 0,89

(62)

Lampiran 2. Hasil Olahan Data Kandungan Karbon sebagai Fungsi Digital

a. Dependent Variable: KANDUNGAN KARBON

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R

Square Std, Error of the Estimate Durbin-Watson

1 ,305a ,093 ,076 4,66618889036096E0 1,981

a. Predictors: (Constant), Band 1

b. Dependent Variable: KANDUNGAN KARBON

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 120,470 1 120,470 5,533 ,022a

Residual 1175,759 54 21,773

Total 1296,229 55

a. Predictors: (Constant). Band 1

(63)

Lampiran 2 (lanjutan). Hasil Olahan Data Kandungan Karbon sebagai Fungsi

a. Dependent Variable: ln

Kandungan Karbon

a. Predictors: (Constant), Band 4

b. Dependent Variable: ln Kandungan Karbon

ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression ,980 1 ,980 4,446 ,040a

Residual 11,677 53 ,220

Total 12,656 54

a. Predictors: (Constant). Band 4

(64)

Lampiran 2 (lanjutan). Hasil Olahan Data Kandungan Karbon sebagai Fungsi

a. Dependent Variable: KANDUNGAN KARBON

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square Std, Error of the Estimate Durbin-Watson

1 ,309a ,095 ,079 4,65962647659764E0 1,985

a. Predictors: (Constant), log Band 1

b. Dependent Variable: KANDUNGAN KARBON

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 123,775 1 123,775 5,701 ,020a

Residual 1172,454 54 21,712

Total 1296,229 55

a. Predictors: (Constant). log Band 1

(65)

Lampiran 3. Rekapitulasi Data Diameter, Jumlah Pohon Data dan Kandungan Karbon pada tiap-tiap Plot Contoh

(66)

Lampiran 3 (lanjutan). Rekapitulasi Data Diameter, Jumlah Pohon Data dan Kandungan Karbon pada tiap-tiap Plot Contoh

(67)

Gambar

Gambar 1. Kerangka pemikiran penyusunan model penduga karbon tegakan Eucalyptus grandis
Tabel 1. Persamaan alometrik penduga biomassa bagian pohon E. grandis
Gambar 2. Diagram alir pembuatan model penduga karbon tegakan Eucalyptus grandis
Tabel 2. Model penduga kandungan karbon berdasarkan DN No Model penduga Kandungan Karbon  R2 (%)
+7

Referensi

Dokumen terkait