• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian Status Imunitas Terhadap Penyakit Difteri Dengan Schick Test Pada

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penelitian Status Imunitas Terhadap Penyakit Difteri Dengan Schick Test Pada"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Penelitian Status Imunitas Terhadap Penyakit Difteri Dengan Schick Test

Pada Murid Sekolah Taman Kanak-Kanak Di Kotamadya Medan

Bidasari Lubis

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Abstrak

Pada bulan Maret 1987 dilakukan secara prospektif mengenai status imunitas pada murid TK-Perwanis Medan terhadap penyakit Difteri. Anak-anak dibagi dalam 2 kelompok yaitu kelompok yang dapat imunisasi dan kelompok yang tidak pernah mendapat imunisasi terhadap Difteri. Penilaian status imunitas dilakukan dengan Schick test.

Dari hasil penelitian terlihat pada kelompok yang tidak pernah mendapat imunisasi, Schick test positif pada 75% anak dan negatip pada 25% anak. Sedangkan kelompok yang mendapat imunisas, Schick test positif hsnys pada 92,9% anak.

Ternyata kelompok yang mendapat imunitas lebih baik disbanding kelompok yang tidak pernah mendapat imunisasi (p/0,001). Pada kelompok yang imunisasi satu kali, Schick test negatif pada 72,73%. Pada kelompok yang mendapat imunisasi dua kali, Schick test negatif 83,84%, sedangkan pada kelompok yang mendapat imunisasi tiga kali atau lebih ternyata hasil Schick test negatif 100%. Ternyata makin lengkap imunisasi, makin baik status imunitas yang dilumpai.

Pendahuluan

Penyakit Difteri merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan pemberian imunisasi, diman sesuai dengan Pengembangan Program Imunisasi (PPI) maka sasaran program ini adalah bayi 3-14 bulan Untuk DPT, Polio, Campak, BCG, kemudian mencakup anak SD kelas I usia (6-7 tahun) untuk DT dan anak kelas VI (12-13 tahun) untuk TT (88). Penyakit Difteri di laboratorium Ilmu kesehatan Anak FK USU/RSPM masih merupakan problem, dimana masih dijumpai angka kematian yang tinggi pada penderita rawat mondok sesuai penelitian Jo Kian Tjaj (1962-1864), Siregar Alogo (1975-1976), Panggabean Amer (1977-1979), Arsyad Fuad (1983) masing-masing 32.35%, 37.14%, 23.1% dan 36% (1,4,7,10). Hal ini disebabkan oleh karena terlambatnya penderita datang kerumah sakit, sehingga penderita dalam keadaan sakit berat dan disertai adanya komplikasi, dan juga disebabkan rendahnya status imunitas penderita terhadap Difteri sehingga daya tahan tubuh si anak sangat rendah atau tidak ada sama sekali. Hal ini sesuai dengan penelitian Panggabean Amer (1977-1979) di Medan yang menemukan 92.3% dari penderita Difteri tidak pernah mendapat imunisasi. Demikian juga Arsyad F. (1983) di Medan menemukan 97.44% dari penderita Difteri tidak pernah mendapat imunisasi (1.7).

(2)

Schick test adalah satu cara sederhana untuk mengetahui apakah seseorang anak telah mempunyai kekebalan terhadap penyakit Difteri atau tidak. Reaksi Schick test negatip berarti bahwa dalam tubuh didapati anti toksin yang mencapai level proteksi yaitu lebih besar dari 0.002 units/ml serum (2,3,9).

Di Jawa Barat, khususnya Bandung, Tjokrohusada H. (1976) menemukan pada 8.8% bayi 0-3 bulan reaksi Schick test positif, berarti 91.2% bayi memiliki kekebalan pasip yang diperoleh dari ibunya, yang memadai untuk menolak Difteri. Reaksi Scihck test positip naik secara progresif, pada anak usia 2-5 tahun didapati 78.1% kemudian menurun menjadi 34.9% pada anak usia 5-14 tahun.(11)

Pada penelitian selanjutnya dari Tjokrohusodo H. (1984-1985), Scichk test positip pada usia bayi sampai 3 bulan sebesar 5.8%, kemudian naik menjadi 36.3% pada golongan umur 12 bulan, mencapai puncak 76.0% pada golongan umur 1-5 tahun, kemudian menurun 30.4% pada golongan umur 6-14 tahun. (12)

Dengan kemajuan metode penelitian di bidang kedokteran, maka jelas pemeriksaan serologic belum dapat dilakukan di Medan, maka kami menggunakan car yang sederhana yaitu Schick test untuk mengetahui gambaran kekebalan atau status imunitas anak Sekolah Taman kanak-kanak terhadap penyakit Difteri.

Penelitian dilakukan secara prospektif pada murid Sekolah Taman Kanak-Kanak Perwanis Medan Baru di Kota Madya Medan pada bulan Maret 1987.

Murid TK dibagi dalam 2 kelompok yaitu :

Kelompok I : anak yang belum pernah dapat imunisasi DPT

Kelompok II : anak yang telah mendapat imunisasi DPT, yang kemudian dibagi lagi, Apakah mendapat imunisasi 1,2,3 kali atau lebih.

Status imunisasi anak didapat secara anamnesis terhadap orang tua dan bila pada anamnesis dijumpai keraguan, maka status imunisasi anak tersebut dimasukan pada kelompok yang belum dapat imunisasi. Pada semua anak dihari yang sama dilakukan testa demgan menggunakan bahan toksin, Schick test keluaran Perum Bio Farma dengan nomor Batch s.86368 yang tersedia dalam sediaan 5 ml, dimana tiap ml mengandung toksin Difteri yang stabil 1/50 d.l.m.

Pada setiap anak disuntikkan 0.1 m toksin Difteri secara inntrakutan dengan menggunakan jarum suntik 1 cc pada lengan bawah kiri bagian volar. Reaksi dianggap positip apabila sesudah 24-36 jam timbul indurasi berwarna merah kecoklatan yang kadang disertai nekrosis jaringan dengan diameter lebih besar atau sama dengan 10 mm.

Pada penelitian ini pembacaan dilakukan setelah 5 x 24 jam, karena tes yang sudah menghilang pada hari ke 3 atau 4.(6)

Kriteria penilaian :

- Schick test positip : bila dijumpai > 10 mm yang berwarna merah kecoklatan disertai atau tanpa ada nekrosis dengan kata lain tidak ada antitoksin terhadap penyakit Difteri.

(3)

Hasil

Telah dilakukan Schick test pada 90 murid TK Perwanis, dengan variasi umur 3 tahun 9 bulan sampai 7 tahun, dimana ditemui anak dibawah umur 5 tahun sebanyak 20% dan anak diatas atau sama dengan 5 tahun sebanyak 80% (table I)

Pada kelompok yang mendapat imunisasi diperoleh Schick test negatip 92,9%. Ini berbeda secara bermakna (p>0.001) bila dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapat imunisasi (table II).

Pada kelompok yang mendapat imunisasi 3 kali atau lebih didapat hasil Schick test negatip 100%. Ini berbeda secara bermakna –(0.01) p>0.001 bila dibandingkan dengan kelompok yang mendapat imunisasi 1 kali atau 2 kali (table III)

Dari penelitian ini diperoleh data bahwa anak dengan umur dibawah 5 tahun, 66,6% yang mendapat imunisasi dengan hasil Schick test 83,3% negatip. Pada anak dengan umur diatas atau sama dengan 5 tahun, 61,1% yang mendapat imunisasi. Dengan hasil Schick test 76,8% (table IV)

Tabel I Distribusi umur dan Kelamin

Jenis Kelamin

Tabel II. Hubungan Imunisasi dengan hasil Schick test

Jenis Kelamin

Tabel III. Hubungan jumlah imunisasi dengan Schick test

Jenis Kelamin

Pada umumnya Difteri masih merupakan masalah kesehatan yang penting bagi anak Indonesia. Angka kematian pada penyakit ini masih tinggi yang disebabkan oleh karena masih rendahnya status imunitas penderita. Dari penelitian ini (table II) didapati 77.77% murid TK yang pernah mendapat imunisasi, dimana 92,9% memberikan hasil schick test negatip. Ini berarti titer antitoksin dalam tubuh anak yang mencapai level protektif. (5,9)

(4)

1. Imunisasi yang tidak lengkap.

2. Cara pemberian vaksin yang tidak lengkap.

3. Vaksin yang digunakan tidak poten lagi pada waktu digunakan yang memungkinkan disebabkan terputusnya rantai dingin.

Ditemuinya Schick test negatip pada 25% anak yang belum pernah mendapat imunisasi, kemungkinan besar disebabkan adanya kekebalan alamiah, sedangkan 75% anak yang tidak mendapat imunisasi ternyata hasil Schick test positip, kemungkinan besar walau si anak mendapat kekebalan alamiah, tapi tidak cukup untuk melindungi anak tersebut. (5,12)

Penelitian ini memperlihatkan, apakah jumlah vaksin yang diterima si anak pada imunisasi dasar sudah cukup untuk melindunginya atau tidak. Perbedaan tersebut bermakna antara anak yang mendapat imunisasi 1 kali dengan yang 3 kali atau lebih dan yang mendapat 2 kali dengan mendapat 3 kali imunisasi atau lebih (0,00>p>0,001).

Kim Firley melaporkan adanya penderita Difteri pada anak Indonesia yang telah mendapat imunisasi 2 kali, yang berarti bahwa daya lindung terhadap penyakit Difteri baru tercapai setelah anak mendapat imunisasi dasar 3 kali.

Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa hasil Schick test negatip pada anak dengan usia dibawah 5 tahun lebih tinggi dibanding dengan anak yang berusia di atas 5 tahun. Ini mengambarkan berhasilnya pengembangan program imunisasi, sehingga mordibitas maupun mortalitas karena Difteri pada anak dengan usia dibawah 5 tahun yang selama ini tinggi dapat diturunkan (5).

Menurunnya hasil Schick test pada anak yang berusia di atas 5 tahun atau sama dengan 5 tahun kemungkinan besar karena kurangnya penggalakan program imunisasi dengan sasaran anak usia 6-7 tahun (kelas I SD) untuk mendapat imunisasi DT, sehingga yang seharusnya pada usia tersebut anak memperoleh imunisasi ulang yang ke-2 supaya titer antitoksin tetap dalam level proteksi, tapi ternyata tidak semua anak memperolehnya. Dengan ini kami menganjurkan perlunya penggalakan program imunisasi diaman imunisasi dasar untuk mencegah Difteri sebaiknya 3 kali, dan perlu diikuti imunisasi ulang pada anak dengan usia di atas atau sama dengan 5 tahun.

Kesimpulan

1. Anak yang mendapat imunisasi DPT sebanyak 3 kali atau lebih, memberi hasil Schick test negatip 100%.

2. Imunisasi dasar terhadap penyakit Difteri sebanyak 3 kali, supaya daya lindung terhadap Difteri tercapai.

(5)

Daftar pustaka

1. Arsyad F.; Syahril Pasaribu; Soermadi Umar dan Chairuddin P. Lubis: Spektrum tujuh penyakit menular yang dapat dicegah di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK USU/RSPM, diajukan pada kongres Nasional Ilmu Kesehatan Anak V (KONIKA V), Denpasar, 15-19 Juli 1984.

2. Dick;George; Diphteria In Imunization Up-date Books, London/New Jersey, hal . 18-25, 1978.

3. Feigin,R.D.: Diphteria in Nelson Textbook of Pediatrics, 12th ed, W.B. Saunders Coy, Igaku Shoin /Saunders, hal. 641-645, 1983.

4. Jo Kian Tjaij: Sekitar Kesejahteraan Anak, Pidato pengukuhan di USU 18-6-1965 5. Kim Ferley, R.J.MD, MPH: Diphteria in Indonesia; Consultation to Directorat

General of Communicable Diseases Ministry of Health Republic of Indonesian, 1-September-1983

6. Krugman, S,MD; Robert Ward.MD; Katz LMD; Diphteria In Infectious Diseases of Children,6th ed., hal 13-24, The CV mocby Company, 1977.

7. Panggabean A.; Adi Sutjipto; Saragih M.; Dachrul Aldy; Sahat Salim; Helena Siregar: Kejadian Difteri di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSPM 1971-1979, diajukan pada Kongres Perhati ke VI, Medan 30 Juni-2 Juli, 1980.

8. Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Program Imunisasi, edisi ke-2, Departemen Kesehatan, Jakarta, Oktober 1983.

9. Ray C.G.; Fulginetti, V.A.MD. ; Diptheria in immunization in Clinical Practice, J.B.Lippincott Company, Philadelphia, Toronto, hal 71-80,1982.

10.Siregar A.; Rusdidjah dan Siregar H.: kejadian Difteria di RS.DR Pringadi Medan pada tahun 1975-1976, Majalah Kedokteran USU, No.1-2/tahun VII, Maret-Juni 1977.

11.Tjokrohusada H.; Moh.Siddik dan Sugiri: The Result of Schick test among Children in Bandung ; Paed. Ind. 16 : 509-516.

Gambar

Tabel I Distribusi umur dan Kelamin  Umur Jenis Kelamin

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah, Non Performing Loan (NPL), Loan to Deposit Ratio (LDR), Net Interest Margin (NIM) dan Capital Adequacy Ratio (CAR)

Melalui teknik mencongkel dapat meningkatkan motorik halus dalam memegang alat tulis, kegiatan ini peneliti berikan kepada anak dengan cara meminta anak untuk

Pemilihan Umum Kepala Daerah Langsung (pemilukada) yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPU) Kota Pariaman yang diadakan pada Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota

Dari yang tadinya tidak suka dengan rubrik Radar menjadi suka karena terdapat pesan gaya hidup metropolis berupa musik DJ yang bergenre Electronic Dance Music

 Nama Kegiatan : Supervisi Pelaksanaan Konstruksi Pembangunan Bendung dan Jaringan Air Baku, Kabupaten Teluk.. Bintuni ( Lanjitan Tahap III Akhir) Paket II  Lokasi Kegiatan

Semua aksesi nilam uji terdapat variasi yang tinggi pada karakter kuantitatif antara lain jumlah daun, panjang daun, lebar daun dan tebal daun, produksi terna, jumlah

Kesuksesan jangka panjang suatu organisasi atau perusahaan tergantung pada kemampuannya dalam mengukur kinerja karyawannya dan menggunakan informasi hasil pengukuran tersebut

Akhirnya dengan ridho Tuhan penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi dan perancangan program yang harus dipenuhi sebagai syarat untuk menyelesaikan Program