• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN STATUS GIZI, STATUS IMUNISASI, DAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN STATUS GIZI, STATUS IMUNISASI, DAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN STATUS GIZI, STATUS IMUNISASI, DAN ASI EKSKLUSIF DENGAN

KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA

Mellia Fransiska*, Rina

*

, Vivi Okta Sanggara

*

, Rahmi Kurnia Gustin

*

ABSTRACT

Acute Respiratory Infections (ARI) is an acute infections process which incubation for 14 days. It’s caused by microorganisms and attack one or more of the airway. Tanah Datar is a regency that incidence of ARI in children toddlers was highest (80.65%) in West Sumatera in 2011, with the most case in Batipuh I Health Centre (123.47%). The aims of this study were known variable and dominant factor relationship of ARI incidence on children toddlers at working area of Batipuh I Health Centers.

Design of this research was cross sectional. Population was all mothers who have children toddlers (2079 people) and obtained 106 sample with multistage sampling technique. Data were analyzed by univariate and bivariate with Chi-square test.

The results showed that there was a significant association between immunization status (p = 0.006, OR=6588, CI = 95%) and exclusive breastfeeding (p = 0.015, OR = 2.985, CI = 95%).

Recommended to Batipuh I Health Center to provide information about the importance of immunization, exclusive breast feeding, and monitoring the nutritional status of children toddlers. The parents should provide a complete immunization, exclusive breast feeding, and pay attention to the nutritional status of children toddlers in order to anticipate the incidence of ARI.

Keywords: ARI insidence, children toddlers, immunization status.

*

(2)

PENDAHULUAN

Menurut WHO (2006) penyakit ISPA disebut sebagai pandemi yang terlupakan atau the forgotten

pandemic karena besarnya kematian akibat ISPA

namun tidak banyak perhatian terhadap penyakit ini, sehingga ISPA disebut juga Pembunuh Balita yang Terlupakan atau the forgotten killer of childs. Pneumonia adalah pembunuh utama balita di Indonesia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit seperti AIDS, malaria dan campak.3 Data WHO (World

Health Organisation) tahun 2005 menyatakan bahwa

proporsi kematian balita karena saluran pernafasan di dunia adalah sebesar 19-26%. Setiap tahun di dunia diperkirakan lebih dari 2 juta balita meninggal karena Pneumonia (1 balita/ 15 detik) dari 9 juta total kematian balita. Diantara 5 kematian balita, 1 diantaranya disebabkan oleh pneumonia.4,5Penyakit ISPA merupakan penyakit yang paling sering terjadi pada anak. Episode penyakit batuk-pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 3-6 kali per tahun. ISPA juga merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di sarana kesehatan. Sebanyak 40 - 60% kunjungan berobat di puskesmas dan 15 - 30% kunjungan berobat dibagian rawat jalan dan rawat inap di rumah sakit disebabkan oleh ISPA.4 Departemen Kesehatan RI juga menyebutkan bahwa ISPA dalam tiga tahun terakhir menempati urutan teratas dari 10 peyakit terbanyak dari kunjungan pasien rawat jalan di rumah sakit 2,4,5

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyebab kematian terbesar baik pada bayi maupun pada anak balita. Hal ini dapat dilihat melalui hasil survei mortalitas subdit ISPA pada tahun 2005 di 10 provinsi yang menjelaskan bahwa pneumonia merupakan penyebab kematian terbesar pada anak balita yaitu sebesar 23,60%. Studi mortalitas pada Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa pneumonia merupakan penyebab kematian kedua setelah diare pada anak balita yaitu sebesar 15,5%.2,6 Program Pengendalian ISPA menetapkan bahwa semua kasus ISPA yang ditemukan harus ditatalaksana sesuai standar, dengan demikian angka penemuan kasus pneumonia juga menggambarkan penatalaksanaan kasus ISPA. Pneumonia balita merupakan salah satu indikator keberhasilan program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan seperti tertuang dalam Rencana Strategis Kementrian Kesehatan tahun 2010-2014 dan ditargetkan persentase penemuan dan tatalaksana penderita pneumonia balita pada tahun 2014 adalah sebesar 100%. 2 Secara nasional, angka cakupan penemuan penderita pneumonia pada balita hingga saat ini masih belum mencapai target. Rata-rata cakupan penemuan pneumonia pada balita tahun 2010 sebesar 23% yang berarti masih jauh dari target sebesar 60%. (Dalam kurun waktu 3 tahun terakhir dari 2007 sampai dengan 2009 cakupan penemuan pneumonia balita belum pernah mencapai target. Tahun 2007

cakupan 27.7% target 66%, tahun 2008 cakupan 26.3% target 76%, tahun 2009 cakupan 25.9% target 86%). 2,6

Penyakit ISPA merupakan salah satu penyakit dengan angka kesakitan dan angka kematian yang cukup tinggi, sehingga dalam penanganannya diperlukan kesadaran yang tinggi baik dari masyarakat maupun petugas kesehatan, terutama tentang beberapa faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan. Anak balita merupakan kelompok umur yang sangat rentan terhadap penyakit. Salah satu faktor penyebabnya adalah karena anak balita sudah mulai main di tanah dan sudah dapat main diluar rumahnya sendiri, sehingga lebih mudah terpapar dengan lingkungan yang kotor dan kondisi yang memungkinkan untuk terinfeksi oleh berbagai macam penyakit yang salah satunya adalah penyakit ISPA. Untuk mencegah hal tersebut maka diperlukan adanya upaya pencegahan terhadap faktor-faktor risiko yang dapat menyebabkan ISPA.7 Timbulnya penyakit disebabkan oleh berbagai faktor (multiple causationof disease) yang salah satu modelnya adalah Model Segitiga Epidemiologi. Model ini menggambarkan tiga komponen utama penyebab penyakit, yaitu manusia (host), penyebab (agent), dan lingkungan (environment). Model ini sangat cocok untuk menerangkan penyebab penyakit infeksi yang salah satunya adalah ISPA.8

Terjadinya ISPA merupakan interaksi yang kompleks antara host, agent, dan environment. Faktor

host yang berkaitan dengan kejadian ISPA adalah

status kesehatan termasuk status gizi dan keadaan imunitas.8 Machmud (2006) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa faktor yang paling potensial yang berkaitan dengan kejadian ISPA adalah umur, jenis kelamin, status imunisasi, ASI Eksklusif, status gizi, dan status pemberian vitamin A.9 Widyaningtyas dalam penelitiannya yang berjudul Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di willayah kerja Puskesmas Gubug I Kabupaten Grobongan tahun 2009 juga menemukan bahwa faktor intrinsik seperti status gizi, status imunisasi, ASI eksklusif dapat mempengaruhi kejadian ISPA. Supratini (2007) juga menemukan adanya hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA pada anak balita.10 Dalam penelitiannya Widyaningtyas (2010) menyebutkan adanya hubungan antara status imunisasi dan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada balita,11 begitu juga dengan Suhandayani (2007) dan Wahyudi A (2007) menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada balita.12,13

Berdasarkan hasil monitoring dan laporan dari kabupaten/ kota di Provinsi Sumatera Barat tahun 2010, ISPA merupakan penyakit yang menempati urutan teratas dari 10 penyakit terbanyak. Jumlah insiden ISPA di Sumatera Barat hingga Desember 2011 adalah 11,16% dengan inseiden ISPA pada balita sebesar 47,14%. Cakupan penemuan kasus ISPA khususnya pneumoni pada tahun 2011 masih tergolong

(3)

71.43% 28.57% ISPA Tidak ISPA 49.52% 25.71% 24.76% Balita Batita Baduta

sangat rendah yaitu hanya sebesar 17,2% yang masih jauh dari target yang ditetapan yaitu 70% dari jumlah sasaran dimana Tanah Datar merupakan kabupaten penyumbang kejadian ISPA terbanyak pada tahun 2011 yaitu dengan insiden sebesar 30,17% sedangkan Insiden ISPA pada balita adalah sebesar 80,65%.14,15 Kabupaten Tanah Datar mempunyai 23 unit sarana pelayanan kesehatan dasar atau puskesmas. Puskesmas Batipuh I merupakan salah satu puskesmas penyumbang kasus ISPA pada balitanya paling banyak di Kabupaten Tanah yaitu sebesar 123,47%.16 Berdasarkan uraian dalam latar belakang ini maka penulis tertarik untuk melihat hubungan status gizi, status imunisasi, dan ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada balita di kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar khususnya di Wilayah Kerja Puskesmas Batipuh I Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar Tahun 2014

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional yang menggunakan pendekatan analitik dengan desain cross sectional study yaitu mempelajari dinamika korelasi antara variabel bebas atau faktor risiko (independen) dengan variabel terikat atau efek (dependen) melalui pendekatan observasi atau pengumpulan data sekaligus dengan melakukan pengukuran sesaat (point time approach). 23

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April s/d September 2014 di wilayah kerja Puskesmas Batipuh I Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar tahun 2014. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai anak balita (umur 12-59 bulan) yang berada di wilayah kerja Puskesmas Batipuh I Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar yaitu sebanyak 2.079 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian ibu yang mempunyai anak balita (umur 12-59 bulan) yang berada di wilayah kerja Puskesmas Batipuh I Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar tahun 2014 yang memenuhi kriteria inklusi dan terpilih sebagai sampel.

Besar sampel yang diambil dalam penelitian ini

adalah sebanyak 95 sampel. Sedang untuk

mengantisipasi terjadinya Drop Out (DO), maka disiapkan sampel cadangan sebanyak 10% dari besar sampel yaitu sebanyak 10 orang responden. Sehingga sampel yang dibutuhkan menjadi 105 orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan multistage sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan tingkat wilayah secara bertahap. Pengolahan data dilakukan secara manual dan komputerisasi. Data dianalisis secara Univariat terhadap masing-masing variabel yang diteliti dengan tabel distribusi frekuensi dan Analisis Bivariat untuk melihat hubungan antara variabel independen dan dependen.24

HASIL DAN PEMBAHASAN

Distribusi Frekuensi Kejadian ISPA pada Anak Balita

Distribusi kejadian ISPA pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Batipuh I Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar Tahun 2014 dapat dilihat pada diagram berikut:

Gambar 1. Distribusi Frekuensi Kejadian

ISPA pada Anak Balita

Berdasarkan Gambar 5.1. di atas diperoleh hasil bahwa sebagian besar anak balita di wilayah kerja Puskesmas Batipuh I menderita ISPA yaitu sebesar 71.43%.

Distribusi Frekuensi Umur Anak Balita

Distribusi umur anak balita di wilayah kerja Puskesmas Batipuh I Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar Tahun 2014 dapat dilihat pada diagram di bawah ini:

Gambar 2. Distribusi Frekuensi Umur Anak

Balita

Berdasarkan Gambar 4.2. di atas diperoleh hasil bahwa hampir separoh anak balita di wilayah kerja Puskesmas Batipuh I berada pada kelompok umur balita yaitu sebesar 49.52%.

Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Anak Balita Distribusi jenis kelamin anak balita di wilayah kerja Puskesmas Batipuh I Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar Tahun 2014 dapat dilihat pada diagram di bawah ini:

(4)

44.76% 55.24% Perempuan Laki-Laki 24.76% 75.24% Tidak Lengkap Lengkap 70.48% 29.52% Tidak ASI Eksklusif ASI Eksklusif 26.67% 73.33% Tidak Normal Normal

Gambar 3. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin

Anak Balita

Berdasarkan Gambar 4.3. di atas diperoleh hasil bahwa lebih dari separoh anak balita di wilayah kerja Puskesmas Batipuh I berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 55.24%.

Distribusi Frekuensi Status Imunisasi Anak Balita Distribusi status imunisasi anak balita di wilayah kerja Puskesmas Batipuh I Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar Tahun 2014 dapat dilihat pada diagram di bawah ini:

Gambar 4. Distribusi Frekuensi Status

Imunisasi Anak Balita

Berdasarkan Gambar 5.4. di atas diperoleh hasil bahwa sebagian besar anak balita di wilayah kerja Puskesmas Batipuh I memiliki status imunisasi yang lengkap yaitu sebesar 75.24%.

Distribusi Frekuensi ASI Eksklusif Anak Balita Distribusi frekuensi pemberian ASI eksklusif anak balita di wilayah kerja Puskesmas Batipuh I Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar Tahun 2012 dapat dilihat pada diagram di bawah ini:

Gambar 5. Distribusi Frekuensi ASI Eksklusif

Anak Balita

Berdasarkan Gambar 4.5. di atas diperoleh hasil bahwa sebagian besar anak balita di wilayah kerja Puskesmas Batipuh I tidak diberikan ASI eksklusif yaitu sebesar 70.48%.

Distribusi Frekuensi Status Gizi Anak Balita Distribusi frekuensi status gizi anak balita di wilayah kerja Puskesmas Batipuh I Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar Tahun 2012 dapat dilihat pada diagram di bawah ini:

Gambar 6. Distribusi Frekuensi Status Gizi Anak Balita

Berdasarkan Gambar 4.6. di atas diperoleh hasil bahwa sebagian besar anak balita di wilayah kerja Puskesmas Batipuh I memiliki status gizi yang normal yaitu sebesar 73.33%.

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Anak Balita

Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA dapat dilihat dengan menggunakan analisis bivariat. Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara status imunisasi, Asi eksklusif, dan status gizi dengan kejadian ISPA pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Batipuh I. Hasil analisis bivariat dapat dilihat sebagai berikut:

(5)

Hubungan antara Status Imunisasi dengan Kejadian ISPA pada Anak Balita

Hubungan antara status imunisai dengan kejadian ISPA pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Batipuh I dapat dilihat dari tabel berikut: Tabel 1. Hubungan antara Status Imunisasi dengan Kejadian ISPA Status Imunisasi Kejadian ISPA Jumlah OR (95% CI) p Tidak ISPA ISPA f % f % f % Lengkap 28 35.4 51 64.4 79 100 6.588 0.006 Tidak Lengkap 2 7.7 24 92.3 26 100 1.449-29.954 Jumlah 30 28.6 75 71.4 105 100

Berdasarkan tabel di atas diperoleh hasil analisis antara status imunisasi dengan kejadian ISPA pada anak balita di Puskesmas Batipuh I bahwa kejadian ISPA lebih banyak ditemukan pada anak balita yang

status imunisasinya tidak lengkap (92.3%)

dibandingkan dengan anak balita yang status imunisasinya lengkap (64.4%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0.006, maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi kejadian ISPA antara anak balita yang status imunisasinya lengkap dengan yang status imunisasinya tidak lengkap (p<0.05). Dari hasil analisis juga diperoleh nilai OR=6.588, artinya anak balita yang status imunisasinya tidak lengkap mempunyai peluang 6.6 kali untuk menderita ISPA dibanding dengan anak balita yang status imunisasinya lengkap.

Hubungan antara ASI Eksklusif dengan Kejadian ISPA pada Anak Balita

Hubungan antara ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Batipuh I dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 2. Hubungan antara ASI Eksklusif dengan Kejadian ISPA pada Anak Balita

ASI Eksklusif Kejadian ISPA Jumlah OR (95% CI) p Tidak ISPA ISPA f % f % f % Ya 14 45.2 17 54.8 31 100 2.985 0.015 Tdk ASI Eksklusif 16 21.6 58 78.4 74 100 1.216-7.329 Jumlah 30 28.6 75 71.4 105 100

Berdasarkan tabel di atas diperoleh hasil analisis antara ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Batipuh I bahwa kejadian ISPA lebih banyak ditemukan pada anak balita yang tidak diberikan ASI eksklusif (78.4%)

dibandingkan dengan anak balita yang diberikan ASI eksklusif (54.8%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0.028, maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi kejadian ISPA (ada hubungan yang signifikan) antara anak balita yang diberikan ASI eksklusif dengan yang tidak diberikan ASI eksklusif (p<0.05). Dari hasil analisis juga diperoleh nilai OR=2.985, artinya anak balita yang tidak diberikan ASI eksklusif mempunyai peluang 2.8 kali untuk menderita ISPA dibanding dengan anak balita yang diberikan ASI eksklusif.

Hubungan antara Status Gizi dengan Kejadian ISPA pada Anak Balita

Hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Batipuh I dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 3. Hubungan antara Status Gizi dengan Kejadian ISPA pada Anak Balita

Status Gizi Kejadian ISPA Jumlah p Tidak ISPA ISPA f % f % f % Normal 25 32.5 52 67.5 77 100 0.222 Tidak Normal 5 17.9 23 82.1 28 100 Jumlah 30 28.6 75 71.4 105 100

Berdasarkan tabel di atas diperoleh hasil analisis antara status gizi dengan kejadian ISPA pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Batipuh I bahwa kejadian ISPA lebih banyak ditemukan pada anak balita yang status gizinya tidak normal (82.1%) dibandingkan dengan anak balita yang status gizinya normal (67.5%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0.222, maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kejadian ISPA antara anak balita yang status gizinya normal dengan yang tidak (p>0.05).

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Batipuh I Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar, maka dapat diambil kesimpulan bahwa:

a. Sebagian besar anak balita di wilayah kerja Puskesmas Batipuh I Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar menderita ISPA (71.43%), berada pada kelompok umur 36-59 bulan (49.52%), berjenis kelamin laki-laki (55.24%), memiliki status imunisasi yang tidak lengkap (75.24%), tidak diberikan ASI eksklusif (70.8%), dan yang memiliki status gizi yang normal (73.33%)

b. Ada hubungan antara pemberian status imunisasi dan ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada anak balita. Namun tidak terdapat

(6)

hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Batipuh I Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar. DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. Hubungan Status Gizi, Pemberian Vitamin A dan Kontak Asap Rokok terhadap Penyakit ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas kota bengkulu 2010. [Skipsi]. [Online] dari www.wordpress.com [10 April 2012] 2. Depkes RI. Profile Kesehatan Indonesia Tahun

2010. Jakarta. Depkes RI: 2011

3. Depkes RI Dirjen P2PL. Pedoman Pengendalian Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Jakarta: Depkes RI dan Dirjen P2PL; 2009. 4. Depkes RI. Profile Kesehatan Indonesia Tahun

2008. Jakarta. Depkes RI; 2009

5. Depkes RI. Profile Kesehatan Indonesia Tahun 2009. Jakarta. Depkes RI; 2010

6. Depkes RI. Buletin jendela Epidemiologi, Buletin Pneumonia volume 3. 2010. Jakarta: Depkses RI 7. Notoadmodjo, S. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan

Seni. Jakarta: Rineka Cipta. 2007.

8. Subaris, HK dan Heldhi B. Intisari Epidemiologi. Jogjakarta: Mitra Cendekia Prees. 2008.

9. Machmud R. Pneumonia Balita di Indonesia dan Peran Kabupaten dalam Menanggulanginya. Padang: Andalas University Press.2006.

10. Supratini. Faktor-faktor Pencemaran yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Balita di Indonesia: Puslitbang Ekologi dan Status Kesehatan. Departemen Kesehatan RI 2009

.[Online] [Abstrak] [Tesis]dari

www.digilib.litbang.depkes.go.id

11. Widyaningtyas. Faktor Risiko Intrinsik yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Gubug I Kabupaten Grobogan Tahun 2009. Semarang: Universitas negeri Semarang; 2010 [Online] [Abstrak] [tesis] dari http://lib.unnes.ac.id/2825/ [12 Mei 2012] 12. Suhandayani, Ike. Faktor – Faktor Yang

Berhubungan Dengan Kejadian Ispa Pada Balita Di Puskesmas Pati I Kabupaten Pati Tahun 2006. Semarang: Universitas negeri Semarang; 2007

[Online] [Abstrak] [tesis] dari

http://lib.unnes.ac.id [12 Mei 2012]

13. Wahyudi, A. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Air Dingin Kota

Padang Tahun 2011 [Skripsi]. Padang: PSIKM FK UNAND; 2011

14. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat. 2011. Laporan Tahunan Program P2 ISPA Tahun 2011. Dinas Keseahatan Provinsi Sumatera Barat. Padang; 2011

15. Dinkes Sumbar. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2010. Padang: Dinkes Provinsi Sumbar.2010.

16. Dinas Kesehatan Kabupaten Tanah Datar. Laporan Bulanan Program P2 ISPA Kabupaten Tanah Datar Provinsi Sumatera Barat (Bulan Januari s/d Desember 2011). Dinas Kesehatan Kabupaten: Tanah Datar; 2011

17. Anonim. ISPA dan Pneumonia [Online]. Dari

http://m.indosiar.com/ragam/ispa-dan-pneumonia_21459.html [1 Mei 2012].

18. Widoyono. Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya. Semarang: Erlangga. 2008.

19. Sirait NH. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPaA pada Anak Balita di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2010. Medan: Universitas Sumatera Utara

[Online] [skripsi]. Dari:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/2 0483/4/Chapter%20II.pdf [11Mei 2012]. 20. Depkes RI. Pedoman Pemberantasan Penyakit

Infeksi Saluran Pernafasan Akut untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita. Jakarta: Depkes RI. 2002.

21. Dewa, I Nyoman, dkk. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. 2002.

22. Almatsier, S. Prinsip Dasar Ilmu Status Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2004.

Dalam Wahyudi, A. Faktor-faktor yang

Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Air Dingin Kota Padang Tahun 2011 [Skripsi]. Padang: PSIKM FK UNAND; 2011

23. Notoatmodjo, Soekidjo. Metodologi penelitian Kesehatan, Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta. 2005.

24. Budiarto E. Metodologi Penelitian Kedokteran. Jakarta: CV Sagung Seto; 2004.

25. Priyo, Sutanto Hastono. Basic Data Analysis for Health Research Training. Depok: FKM UI. 2006.

Gambar

Gambar 1.   Distribusi  Frekuensi  Kejadian  ISPA pada Anak Balita
Gambar 6.  Distribusi  Frekuensi  Status  Gizi  Anak Balita
Tabel 3. Hubungan antara Status Gizi dengan  Kejadian ISPA pada Anak Balita

Referensi

Dokumen terkait

• Use Case Delete Barang : memuat proses hapus barang yang dilakukan oleh admin ke dalam sistem, dalam hal ini ke database Logistik pada tabel Barang. • Use Case Cari Barang :

Otak kita berkembang pesat dengan adanya rangsangan kompleks yang akan menggerakkan rasa ingin tahu. Oleh karena itu, proses belajar paling baik terjadi ketika siswa

Sequence diagram view email inbox activities untuk user .... Sequence diagram view email outbox untuk

Universitas Sumatera

For other rows, transform Pivot Column to leaving basic variable column... Divide Right Side value by

Moeslem Millionair, Life is changeable that we have to improve every time, Life is competition so we have to fight every moment not for our self but also for our family and

Jika ibu belum pernah memiliki pengalaman persalinan sebelumnya, sebaiknya ibu yang menginginkan kehamilan berada pada umur reproduksi (20-35 tahun) dan

Kheong et al., (2010b) juga melaporkan bahwa penambahan bahan organik berupa TKS secara nyata meningkatkan total biomassa akar kelapa sawit terutama pada kedalaman 30 -