KARYA TULIS ILMIAH
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP CAREGIVER PASIEN STROKE
OLEH:
VINOD RAJ MANIKAM
100100420
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP CAREGIVER PASIEN STROKE
“Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”
OLEH:
VINOD RAJ MANIKAM
100100420
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Stroke merupakan penyakit serebrovaskular yang semakin sering dijumpai. Selain itu stroke merupakan penyebab utama kematian ketiga di sebagian besar negara, diperkirakan separuh dari pasien akan meninggal atau tetap tergantung secara fisik. Diperkirakan 50 juta penderita stroke di seluruh dunia saat ini menghadapi defisit fisik, kognitif, dan emosional yang signifikan, dan 25% sampai 74% dari korban ini membutuhkan beberapa bantuan atau sepenuhnya tergantung pada caregiver untuk aktivitas sehari-hari. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan sikap caregiver pasien stroke.
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross sectional yang dilakukan dengan menggunakan kuisioner yang telah dibagikan kepada caregiver pasien stroke yang hadir bersama pasien stroke untuk kontrol obat di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan. Subyek penelitian berjumlah 42 orang dengan sampel diperoleh dengan cara consecutive sampling, pemilihan subjek sebagai sampel dilakukan secara berurutan, dimana semua subjek yang memenuhi seluruh kriteria inklusi dimasukkan dalam penelitian sampai jumah subjek yang diperlukan terpenuhi.
Hasil yang diperoleh setelah dilakukan proses analisis data menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan caregiver tinggi (52,4%) dan mayoritas caregiver pasien stroke memiliki sikap negatif (90,5%). Oleh sebab itu, perlu ditingkatkan sikap caregiver pasien stroke untuk meningkatkan kelangsungan hidup pasien stroke.
ABSTRACT
Stroke is a cerebrovascular disease are often found. The stroke is the third leading cause of death in most countries, an estimated half of the patients will die or remain physically dependent. An estimated 50 million stroke survivors worldwide are currently facing a deficit of physical, cognitive, and emotional, about 25% to 74% of these victims need some help or completely dependent on caregivers for activities of daily living. This study was conducted to determine the relationship between knowledge level with attitudes of caregiver of stroke patients.
This study is an analytic study with cross-sectional design is done using a questionnaire distributed to caregivers of stroke patients who come with stroke patients to control drug in the General Hospital Center for H. Adam Malik.The research subjects are 42 people with the sample obtained by consecutive sampling, the selection of subjects in the sample are performed sequentially, where all subjects who fulfilled all the inclusion criteria are included in the study until the sheer number of subjects required are met.
The results obtained after the analysis of the data showed that high levels of caregiver knowledge (52,4%) and majority of caregivers of stroke patients have a negative attitude (90,5%). Therefore, needs to improve the attitude of caregiver of stroke patient so that the survival of stroke patient will be improved.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang
telah memberikan kasih dan kurnia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
proposal penelitian yang berjudul “ Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Sikap
Caregiver Pasien Stroke”.
Dalam pelaksanaan penelitian ini, penulis mendapatkan banyak bantuan
dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
dan penghargaan yang setinggi- tingginya kepada :
1. Rasa hormat dan terima kasih yang tidak terhingga saya persembahkan
kepada orang tua saya, ayahanda Manikam M. Subramaniam dan Ibunda
Chandrakantha Gopal, tanta saya Susila Devi M. Subramaniam serta
saudara saya Krishana, Anandha Raj, Shangkari dan Lavaneya atas doa,
perhatian dan dukungan tanpa henti selama ini dan akan terus saya terima.
2. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. Alfansuri Kadri, SpS, selaku dosen pembimbing penulis. Terima kasih
atas segala bimbingan, ilmu, dan waktu yang diluangkan untuk
membimbing penulis.
4. Seluruh civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara (USU), teristimewa kepada dosen dan staf departemen IKK serta
staf Medical Education Unit (MEU).
5. dr. Ariyati Yosi, SpKK, dr. Winra Pratita, M.Ked (Ped), Sp. A dan dr.
Alya Amila Fitrie, M.Kes, selaku dosen penguji saya yang telah banyak
membantu dan memberikan arahan dan masukan kepada saya dalam
penyelesaian penelitian ini.
6. Teman seperjuangan saya dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini,
Abdillah Lubis.
7. Sahabat-sahabat terbaik saya yang telah memberikan waktu, saran,
nasehat, dan semangatnya kepada saya dalam menyelesaikan Karya Tulis
Veeranan, Thilakam Kanthasamy, Rajeshwari Jayapalan, Kamaleshwaran
Chandran, dan Padmasuria Muniandy.
8. Seluruh staf di Ruang Penyimpanan Rekam Medis RSUP H. Adam Malik
Medan, atas bantuan dalam proses pengambilan data penelitian ini.
9. Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih atas
segala bantuan yang telah diberikan.
Penulis menyadari dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini masih banyak hal
yang harus disempurnakan. Untuk itu, penulis mengharapkan masukan berupa
saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.
Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa melimpahkan
karunia-Nya kepada kita semua, dan penulis berharap semoga karya tulis ilmiah
ini dapat diterima dan memberikan informasi serta sumbangan pemikiran yang
berguna bagi semua pihak. Terima kasih.
Medan, 09 Januari 2014, Penulis,
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan ... i
Abstak ... ii
Abstact ... iii
Kata Pengantar ... iv
Daftar Isi ... vi
Daftar Tabel ... ix
Daftar Gambar ... x
Daftar Lampiran ... xi
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 4
1.3. Tujuan Penelitian ... 4
1.3.1. Tujuan Umum ... 4
1.3.2 Tujuan Khusus ... 4
1.4. Manfaat Penelitian ... 4
BAB 2 TINJAUANPUSTAKA ... 6
2.1. Pengetahuan ... 6
2.1.1. Definisi pengetahuan ... 6
2.1.2. Tingkatan pengetahuan ... 6
2.1.3. Pengukuran pengetahuan ... 8
2.2. Sikap ... 8
2.2.1. Definisi Sikap ... 8
2.2.2. Tingkatan Sikap ... 9
2.2.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap ... 9
2.2.4. Pengukuran sikap ... 10
2.3. Konsep Stroke ... 10
2.3.2. Definisi Stroke ... 12
2.3.3. Epidemiolgi ... 12
2.3.4. Etiologi ... 13
2.3.5. Faktor Risiko ... 13
2.3.6. Klasifikasi ... 14
2.3.7. Patologi Stroke ... 15
2.3.8. Patofisiologi ... 16
2.3.9. Pemeriksaan Diagnosis ... 17
2.3.10. Diagnosis Banding ... 18
2.3.11. Penatalaksanaan ... 18
2.3.13.1. Stadium Hiperakut ... 18
2.3.13.2. Stadium Akut ... 18
2.3.13.3. Stroke Subakut ... 22
2.3.12. Pencegahan ... 22
2.3.13. Komplikasi ... 23
2.3.14. Prognosis ... 24
2.4. Caregivers ... 24
2.4.1. Definisi Caregiver ... 24
2.4.2.Kondisi Penerima Perawatan ... 24
2.4.3.Kehadiran Caregiver Lain ... 25
2.4.4 Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Caregiver ... 26
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 29
3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 29
3.2. Hipotesis ... 29
3.3. Definisi Operasional ... 29
3.3.1.Variable Independen ... 29
3.3.2. Variable Dependen ... 30
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 32
4.1. Jenis Penelitian ... 32
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 32
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 32
4.3.1. Populasi Penelitian ... 32
4.3.2. Sampel Penelitian ... 33
4.4. Metode Pengambilan Data ... 34
4.5. Instrumen Penelitian ... 34
4.6. Metode Analisis Data ... 34
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36
5.1. Hasil Penelitian ... 36
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 36
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel ... 36
5.1.3. Karakteristik Caregiver ... 36
5.1.4. Pengetahuan Caregiver ... 39
5.1.5. Sikap Caregiver ... 41
5.1.6. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Sikap Caregiver.. ... 45
5.2. Pembahasan ... 46
5.2.1. Karakteristik Caregiver ... 46
5.2.2.Variabel Penelitian ... 49
5.2.2.1. Pengetahuan Caregiver ... 49
5.2.2.2. Sikap Caregiver ... 50
5.2.3. Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Caregiver ... 51
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 54
6.1. Kesimpulan ... 54
6.2. Saran ... 54
Daftar Tabel
Nomor Judul Halaman
Tabel 2.1. Faktor Risiko Stroke
13
Tabel 5.1. Distribusi Caregiver menurut Jenis Kelamin
37
Tabel 5.2. Distribusi Caregiver menurut Umur
37
Tabel 5.3. Distribusi Caregiver menurut Tingkat Pendidikan
37
Tabel 5.4. Distribusi Caregiver menurut Tingkat Penghasilan
38
Tabel 5.5. Distribusi Caregiver menurut Pengalaman
38
Tabel 5.6. Distribusi Gambaran Tingkat Pengetahuan
39
Caregiver Pasien Stroke
Tabel 5.7. Distribusi Caregiver menurut Tingkat Pengetahuan 41
Tabel 5.8. Distribusi Gambaran Sikap Caregiver Pasien Stroke
42
Tabel 5.9. Distribusi Caregiver menurut Sikap
45
Tabel 5.10. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Sikap
45
Caregiver Pasien Stroke
Daftar Gambar
Nomor Judul Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 Daftar Riwayat Hidup
LAMPIRAN 2 Lembar Penjelasan kepada Calon Penelitian
LAMPIRAN 3 Lembar Persetujuan Subjek Penelitian
LAMPIRAN 4 Kuisioner
LAMPIRAN 5 Lembar Ethical Clearance
LAMPIRAN 6 Surat Izin Penelitian
LAMPIRAN 7 Master Table
ABSTRAK
Stroke merupakan penyakit serebrovaskular yang semakin sering dijumpai. Selain itu stroke merupakan penyebab utama kematian ketiga di sebagian besar negara, diperkirakan separuh dari pasien akan meninggal atau tetap tergantung secara fisik. Diperkirakan 50 juta penderita stroke di seluruh dunia saat ini menghadapi defisit fisik, kognitif, dan emosional yang signifikan, dan 25% sampai 74% dari korban ini membutuhkan beberapa bantuan atau sepenuhnya tergantung pada caregiver untuk aktivitas sehari-hari. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan sikap caregiver pasien stroke.
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross sectional yang dilakukan dengan menggunakan kuisioner yang telah dibagikan kepada caregiver pasien stroke yang hadir bersama pasien stroke untuk kontrol obat di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan. Subyek penelitian berjumlah 42 orang dengan sampel diperoleh dengan cara consecutive sampling, pemilihan subjek sebagai sampel dilakukan secara berurutan, dimana semua subjek yang memenuhi seluruh kriteria inklusi dimasukkan dalam penelitian sampai jumah subjek yang diperlukan terpenuhi.
Hasil yang diperoleh setelah dilakukan proses analisis data menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan caregiver tinggi (52,4%) dan mayoritas caregiver pasien stroke memiliki sikap negatif (90,5%). Oleh sebab itu, perlu ditingkatkan sikap caregiver pasien stroke untuk meningkatkan kelangsungan hidup pasien stroke.
ABSTRACT
Stroke is a cerebrovascular disease are often found. The stroke is the third leading cause of death in most countries, an estimated half of the patients will die or remain physically dependent. An estimated 50 million stroke survivors worldwide are currently facing a deficit of physical, cognitive, and emotional, about 25% to 74% of these victims need some help or completely dependent on caregivers for activities of daily living. This study was conducted to determine the relationship between knowledge level with attitudes of caregiver of stroke patients.
This study is an analytic study with cross-sectional design is done using a questionnaire distributed to caregivers of stroke patients who come with stroke patients to control drug in the General Hospital Center for H. Adam Malik.The research subjects are 42 people with the sample obtained by consecutive sampling, the selection of subjects in the sample are performed sequentially, where all subjects who fulfilled all the inclusion criteria are included in the study until the sheer number of subjects required are met.
The results obtained after the analysis of the data showed that high levels of caregiver knowledge (52,4%) and majority of caregivers of stroke patients have a negative attitude (90,5%). Therefore, needs to improve the attitude of caregiver of stroke patient so that the survival of stroke patient will be improved.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Stroke merupakan penyakit serebrovaskular yang semakin sering dijumpai.
Telah diperkirakan bahwa pada tahun 1990-an stroke menyebabkan 4,4 juta
kematian per tahun di seluruh dunia. Selain itu stroke merupakan penyebab utama
kematian ketiga di sebagian besar negara, diperkirakan separuh dari pasien akan
meninggal atau tetap tergantung secara fisik. Insiden stroke meningkat dengan
usia, dan konsekuensi dari perubahan demografis dapat mengakibatkan stroke
menjadi penyebab meningkatnya mortalitas dan morbiditas. Di Indonesia, stroke
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama terkait dengan kematian
yang tinggi, kecacatan, dan biaya keuangan yang tinggi (Al Rasyid et al, 2006).
Sekitar 400 orang tiap 100.000 penduduk di atas usia 45 tahun mengalami
serangan stroke yang pertama kali setiap tahun di Amerika Serikat, Eropa, dan
Australia. Kecenderungan perbaikan setelah stroke bervariasi dengan sifat dan
keparahan defisit yang muncul secara dini. Sekitar 35 persen penderita dengan
kelumpuhan dini pada tungkai bawah tidak kembali ke fungsi yang berguna, dan
20 sampai 25 persen dari semua korban stroke tidak dapat berjalan tanpa bantuan
fisik lengkap. Enam bulan setelah stroke, sekitar 65 persen pasien tidak dapat
melakukan aktivitas yang biasa dilakukanya dengan tangan yang terkena dampak
stroke. Hasil kurang memuaskan dalam perbaikan tungkai atas, kemungkinan
setelah infark hemisfer, ketika kaki tidak bisa bergerak selama dua minggu dan
tangan tidak memiliki gerakan atau hanya sedikit fleksi pada jari tanpa membuka
selama empat minggu, konsisten dengan kerusakan besar pada saluran
kortikospinalis (Dobkin, 2005).
Stroke merupakan penyebab kematian tersering ketiga di Amerika dan
merupakan penyebab utama disabilitas serius jangka panjang. Delapan puluh lima
disease (stroke lakunar), 25% akibat emboli dari jantung (stroke tromboemboli)
dan sisanya akibat large vessel disease (Yuniadi, 2010). Di Amerika Serikat,
angka kejadian stroke pertama dan berulang adalah sekitar 795 000 per tahun, dan
prevalensi stroke individu di atas usia 20 tahun diperkirakan mencapai 6,5 juta.
Tingkat mortalitas pada 30 hari pertama setelah stroke telah menurun karena
kemajuan dalam pengobatan darurat dan perawatan stroke akut.
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan jangka panjang dalam
Amerika Serikat. Diperkirakan 50 juta penderita stroke di seluruh dunia saat ini
menghadapi defisit fisik, kognitif, dan emosional yang signifikan, dan 25%
sampai 74% dari korban ini membutuhkan beberapa bantuan atau sepenuhnya
tergantung pada caregiver untuk aktivitas sehari-hari (Miller et al, 2010).
Caregiver diartikan sebagai keluarga pasien atau pemberi perawatan yang dibayar
atau tidak dibayar yang hadir untuk merawat pasien stroke yang menerima
perawatan rehabilitasi di rumah sakit dan mengurus pasien di rumah setelah
discharge. Caregiver adalah mereka yang memberi perawat pasien stroke di
rumah seperti: memberi obat-obatan, memberi makanan, menjaga higienis,
menyediakan transportasi dan membawa pasien ke rumah sakit, mencegah
komplikasi stroke dan melakukan pencegahan supaya tidak terjadi stroke ulang
pada pasien mereka (Greenwald et al, 2009).
Di kalangan orang Australia, stroke adalah penyebab ketiga kematian
yang merupakan penyebab yang paling umum dan penyebab utama kecacatan
jangka panjang. Ini menempatkan tuntutan besar kepada caregiver. Stroke
merupakan beban keuangan yang sangat besar tidak hanya bagi caregiver
keluarga pasien tetapi juga bagi masyarakat secara keseluruhan. Presentasi awal di
rumah sakit dan peningkatan kontrol faktor risiko stroke akan memberikan
peluang yang lebih besar untuk pengobatan stroke yang efektif dan pencegahan
(Yoon et al, 2001).
Diperkirakan bahwa lebih dari 50 juta orang memberikan perawatan untuk
orang sakit kronis atau cacat setiap tahun di Amerika Serikat. Stroke adalah
penyakit yang mematikan, umumnya membutuhkan caregiver untuk memberikan
pasien stroke bisa menjadi tugas yang menimbulkan stres. Banyak caregiver
menghadapi berbagai masalah termasuk kesulitan keuangan, isolasi sosial,
kurangnya informasi, dan kesehatan fisik dan mental yang buruk. Mengajar
caregiver untuk mengatasi masalah ini dan untuk menghilangkan stres mereka
sendiri sangat penting, dan ada beberapa bukti bahwa kesejahteraan mereka
mempengaruhi kesehatan dan pemulihan pasien stroke. Pengajaran keterampilan
tersebut telah banyak digunakan dalam mengobati kondisi klinis, seperti depresi,
fobia, kecemasan, dan kecanduan. Namun demikian, penggunaannya dalam
perawatan stroke belum ditinjau, meskipun pengajaran untuk caregiver tentang
pemecahan masalah yang efektif sudah ada sejak akhir 1980-an. Selain itu, sedikit
sekali pemahaman tentang kemampuan caregiver dalam pemecahan masalah,
memahami konsep-konsep teoritis dan kerangka kerja yang mendukung
pemecahan masalah yang mereka hadapi (Lui, 2005).
Banyak penderita stroke mengalami gangguan jangka panjang dalam
fungsi fisik, psikososial, dan kognitif yang merupakan tantangan berat untuk
caregiver. Selain itu, banyak juga studi yang telah meneliti masalah pasien yang
dilaporkan oleh caregiver stroke dan dampak stres pengasuhan pada caregiver
yang mengalami depresi, kecemasan, dan penurunan kualitas hidup, tetapi sangat
sedikit penelitian yang menilai laporan caregiver tentang masalah-masalah khusus
selama rentang waktu tertentu dan dalam evaluasi tingkat stress yang dialami oleh
caregiver (Haley et al, 2009).
Selain itu, beberapa tahun terakhir ini ada peningkatan kesadaran terhadap
peranan caregiver dalam manajemen jangka panjang pasien stroke, dan ada
perkembangan dalam literatur mengenai beban pengasuhan, hasil pengasuhan
yang buruk, kurangnya dukungan caregiver, dan keberhasilan yang tidak begitu
jelas, dengan intervensi yang bertujuan untuk meringankan beban caregiver. Hal
ini jelas bahwa penekanan dalam rehabilitasi stroke perlu beralih dari pendekatan
yang berfokus pada pasien ke pendekatan yang berfokus gabungan daripada
pasien dan caregiver karena mereka merupakan orang yang sangat penting dalam
memelihara keuntungan rehabilitasi dan kesejahteraan jangka panjang penderita
terbatas, terutama karena faktor-faktor penentu beban pengasuhan dan kebutuhan
caregiver tetap kurang dipahami (McCullagh et al, 2005).
Berdasarkan latar belakang diatas, jelas tampak bahwa penting untuk
mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap yang benar dalam memberi perawatan
kepada pasien stroke. Oleh kerana itu peneliti tertarik untuk mengetahui sejauh
mana pemahaman caregiver tentang pengetahuan tentang stroke dan sikap
caregiver terhadap pasien stroke.
1.2. Rumusan masalah
Bagaimanakah hubungan antara tingkat pengetahuan dengan sikap caregiver
pada pasien stroke di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2013 ?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan
dengan sikap caregiver dalam pemberian perawatan kepada pasien stroke.
1.3.2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik caregiver pasien stroke.
b. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan caregiver tentang
perawatan pasien stroke.
c. Mengetahui gambaran sikap caregiver tentang perawatan pasien
stroke.
1.4. Manfaat penelitian
a.Bagi Pelayanan Kesehatan
Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi penderita stroke dan
caregiver pasien stroke, khususnya dalam proses pemulangan dari
b. Bagi Caregiver.
Untuk menambah pengetahuan caregiver tentang tugas kesehatan yang
harus mereka lakukan, sehingga dapat mencegah terjadinya stroke
berulang pada pasien yang mereka rawat.
c.Bagi Penelititian Kedokteran.
Meningkatkan pengetahuan peneliti tentang hubungan tingkat
BAB 2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Pengetahuan
2.1.1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.
Berdasarkan pengalaman dan penelitian, perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih kekal daripada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).
2.1.2. Tingkatan Pengetahuan
Berdasarkan Notoatmodjo (2007) pengetahuan yang tercakup dalam
domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yaitu :
a. Tahu (know)
Tahu dapat diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini
adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab
itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata
kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari
antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan,
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
mengintepretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah
paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya (real).
Aplikasi disini dapat diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum,
rumus, prinsip, metode dan sebagainya dalam konteks lain.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu
struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja
seperti dapat menggambarkan (membuat skema), membedakan,
memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru atau dengan kata lain sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang ada. Misalnya
dapat menyusun, dapat merencanakan dan dapat meringkas, dapat
menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian
terhadap suatu materi atau objek, penilaian didasarkan pada kriteria
tertentu.
2.1.3. Pengukuran Pengetahuan
Pengetahuan dapat diukur dengan melakukan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek
penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui
atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan pengetahuan
diatas (Notoatmodjo, 2007).
2.2. Sikap (attitude) 2.2.1. Definisi Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu
yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat
emosional terhadap stimulus sosial. Menurut Newcomb (seorang ahli
psikologis sosial) dalam Notoatmodjo (2007), sikap merupakan kesiapan
atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif
tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi
merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih
merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah
laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap
objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek
2.2.2. Tingkatan Sikap
Menurut Notoatmodjo (2010) seperti halnya dengan pengetahuan, sikap
ini terdiri dari berbagai tingkatan yaitu:
a. Menerima (receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
b. Merespon (responding), memberikan jawaban apabila ditanya,
mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu
indikasi dari sikap.
c. Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi tingkat ketiga.
d. Bertanggungjawab (responsible), bertanggung jawab atas segala
sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan
sikap yang paling tinggi.
2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap
Menurut Azwar (2005) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi sikap
adalah :
1. Pengalaman Pribadi
Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman
pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan
lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi
dalam situasi yang melibatkan faktor emosional.
2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang
searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini
antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk menghindari konflik
dengan orang yang dianggap penting tersebut.
3. Pengaruh Kebudayaan
Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah
sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang memberi
corak pengalaman individu-individu masyarakat asuhannya.
4. Media Massa
Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media
komunikasi lainnya, berita yang seharusnya faktual disampaikan
secara objektif cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisnya,
akibatnya berpengaruh terhadap sikap konsumennya.
5. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama
Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga
agama sangat menentukan sistem kepercayaan yang tidak
mengherankan jika konsep tersebut mempengaruhi sikap.
6. Faktor Emosional
Suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi
yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan
bentuk mekanisme pertahanan ego.
2.2.4. Pengukuran Sikap
Sikap diukur dengan hanya minta pendapat atau penilaian terhadap
fenomena yang diwakili dengan pernyataan (bukan pertanyaan). Biasanya
responden diminta pendapatnya terhadap pernyataan- pernyataan dengan
mengatakan atau memilih setuju, tidak setuju; baik; tidak baik; menerima;
tidak menerima; atau senag, tidak senang. Akan tetapi, karena dua pilihan
tersebut kurang tajam, Likert membuat skala yaitu Skala Likert misalnya
dengan memilih jawaban empat, bila sangat setuju; tiga, bila setuju; dua,
bila tidak setuju; dan satu, bila sangat tidak setuju (Oskup dan Schult,
2005).
2.3. Konsep Stroke
2.3.1. Anatomi Arteri Serebral
Pengetahuan tentang anatomi suplai darah otak membantu dalam
area otak yang berkorelasi dengan gejala pasien dan mengidentifikasi
arteri yang terkena. Otak disuplai oleh dua arteri karotis interna (anterior)
dan arteri basilar (dibentuk oleh penggabungan dari kedua arteri
vertebralis secara posterior). Tiga pembuluh darah yang memberi makan
ke cincin anastomotik di dasar otak yang disebut cicrle of Willis.
Pengaturan ini dapat mengurangi efek oklusi pembuluh darah pengisi
proksimal anastomosis dengan memungkinkan pasokan dari pembuluh
darah yang terpengaruh. Anatomi circle of Willis bagaimanapun, sangat
bervariasi dan banyak orang itu tidak memberikan banyak perlindungan
dari iskemia karena karotis, vertebral, atau oklusi arteri basilar (Longmore
et al, 2010).
Gambar 2.1. Menunjukkan Circle of Willis
2.3.2. Definisi Stroke
Menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-tanda
klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau
global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih,
dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler
(Israr, 2008).
2.3.3. Epidemiologi
Penyakit serebrovaskular merupakan salah satu penyebab utama
morbiditas dan kematian di Amerika Serikat. Stroke memiliki peningkatan
insiden dan prevalensi dengan bertambahnya usia tapi bukan merupakan
penyakit terbatas pada lansia. Insiden tampaknya menjadi 0,5 per 1000
pada usia 40 tahun, meningkat menjadi sekitar 70 per 1000 pada usia 70
tahun, dengan kejadian tahunan bervariasi 1,5-4 per 1000 penduduk dan
prevalensi dari 5 sampai 20 per 1000 penduduk. Lebih dari 700.000 orang
menderita stroke setiap tahun di Amerika Serikat dan stroke adalah
penyebab utama kematian ketiga pada orang dewasa. Ada tingkat
kematian 20 persen dalam 3 hari pertama dan tingkat kematian 25 persen
pada tahun pertama. Meskipun risiko seumur hidup dari stroke lebih tinggi
pada pria, tapi risiko kematian akibat stroke tertinggi pada wanita. Ini
adalah hasil dari wanita yang lebih tua daripada laki-laki pada awal stroke
dan harapan hidup yang lebih lama pada wanita, yang merupakan proposi
lebih besar dari korban stroke pada lansia. Untuk setiap 100 korban, 10
dapat kembali bekerja tanpa gangguan, 30 memiliki cacat sisa ringan, 50
memiliki cacat lebih parah yang memerlukan layanan khusus dalam situasi
perawatan di rumah, dan 10 membutuhkan perawatan institusi permanen
2.3.4. Etiologi
a. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)
Iskemia jaringan otak timbul akibat sumbatan pada pembuluh
darah serviko-kranial atau terjadinya hipoperfusi jaringan otak oleh
berbagai faktor seperti aterotrombosis, emboli, atau ketidakstabilan
hemodinamik. Aterotrombosis terjadi pada arteri arteri besar dari
daerah kepala dan leher dan dapat juga mengenai pembuluh arteri kecil
atau percabangannya. Trombus yang terlokalisasi terjadi akibat
penyempitan pembuluh darah oleh plak aterosklerotik sehingga
menghalangi aliran darah pada bagian distal dari lokasi penyumbatan.
Gejala neurologis yang muncul tergantung pada lokasi pembuluh
darah otak yang terkena (Israr, 2008).
b. Stroke Hemoragik :
• Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10 persen dari seluruh
kasus stroke, terdiri dari 80 persen di hemisfer otak dan sisanya di
batang otak dan serebelum (Israr, 2008).
• Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi
perdarahan di ruang subarakhnoid yang timbul secara primer (Israr,
2008).
2.3.5. Faktor Risiko
Menurut Israr (2008) ada beberapa faktor risiko stroke (Tabel 2.1.).
Tabel 2.1. Faktor risiko stroke
Dapat dikendalikan Potensial dapat dikendalikan Tidak dapat
dikendalikan
• Hipertensi • Diabetes Mellitus • Umur
• Penyakit jantung • Hiperhomosisteinemia • Jenis
2.3.6. Klasifikasi
Stroke diklasifikasikan sebagai berikut (Israr, 2008) :
1. Berdasarkan kelainan patologis
a. Stroke hemoragik
• Perdarahan intra serebral
• Perdarahan ekstra serebral (subarakinoid)
b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)
• Stroke akibat trombosis serebri
• Emboli serebri
• Hipoperfusi sistemik
2. Berdasarkan
waktu terjadinya
• Transient Ischemic Attack (TIA)
• Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
• Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke
• Completed stroke
3. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler
• Fibrilasi atrium • Hipertrofi ventrikel kiri • Herediter
• Endokarditis • Ras dan
etnis
• Stenosis mitralis • Geografi
• Infark jantung
• Merokok
• Anemia sel sabit
• Transient Ischemic Attack
(TIA)
• Stenosis Karotis
a. Sistem karotis
• Motorik : hemiparese kontralateral, disartria.
• Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia.
• Gangguan visual : hemianopsia homonym kontralateral, amaurosis fugaks.
• Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia.
b. Sistem vertebrobasiler
• Motorik : hemiparese alternans, disartria.
• Sensorik : hemihipestesi alternans, parestesia.
• Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia.
2.3.7. Patologi Stroke
Menurut Setyopranoto (2011) patologi stroke terjadi akibat :
a. Infark
Infark stroke terjadi akibat kurangnya aliran darah ke otak. Aliran
darah ke otak normalnya adalah 58 ml/100 gram jaringan otak per
menit; jika turun hingga 18 ml/100 gram jaringan otak per menit,
aktivitas listrik neuron akan terhenti meskipun struktur sel masih baik,
sehingga gejala klinis masih reversibel. Jika aliran darah ke otak turun
sampai <10 ml/100 gram jaringan otak per menit, akan terjadi
rangkaian perubahan biokimiawi sel dan membran yang ireversibel
membentuk daerah infark.
b. Perdarahan Intraserebral
Kira-kira 10% stroke disebabkan oleh perdarahan intraserebral.
Hipertensi, khususnya yang tidak terkontrol, merupakan penyebab
utama. Penyebab lain adalah pecahnya aneurisma, malformasi
arterivena, angioma kavernosa, alkoholisme, terapi antikoagulan, dan
angiopati amiloid.
Sebagian besar kasus disebabkan oleh pecahnya aneurisma pada
percabangan arteri-arteri besar. Penyebab lain adalah malformasi
arterivena atau tumor.
2.3.8. Patofisiologi Stroke
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area
yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak
dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus,
emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan
umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Aterosklerotik
sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, trombus dapat
berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang
stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Trombus
dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam
aliran darah. Trombus mengakibatkan (Darpianur, 2011) :
1. Iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang
bersangkutan.
2. Edema dan kongesti disekitar area otak.
Edema disekitar area otak ini menyebabkan disfungsi yang lebih
besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam
beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan. Karena
trombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi
pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan
nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada
dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika
dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan
serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur. Perdarahan pada otak lebih
disebabkan oleh rupturnya plak yang terbentuk dari proses arterosklerotik
dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas
akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit
serebrovaskuler. Jika sirkulasi serebral terhambat dapat berkembang
anoksia serebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat
reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila
anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena
gangguan yang bervariasi salah satunya cardiac arrest. Jika dilihat bagian
hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa (Darpianur, 2011) :
• Stroke hemisfer kanan
• Hemiparese sebelah kiri tubuh.
• Penilaian buruk
• Mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan
terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut.
• Stroke yang hemifer kiri
• Mengalami hemiparese kanan
• Perilaku lambat dan sangat hati-hati
• Kelainan bidang pandang sebelah kanan.
• Disfagia global
• Afasia
• Mudah frustasi
2.3.9. Pemeriksaan Diagnosis
a. Rontgen kepala dan medula spinalis
b. Elektro ensefalografi
c. Punksi lumbal
d. Angiografi
f. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
2.3.10. Diagnosis Banding
Menurut Longmore et al (2010) diagnosa banding stroke adalah :
cedera kepala, hemoragik subdural, hipoglikemia atau hiperglikemia,
tumor intrakranial, epilepsi (Cerebral Todd), limfoma pada sistem saraf
pusat, pneumocephalus (udara masuk melalui: otitis, sel-sel udara mastoid,
trauma), ensefalopati Wernicke (kondisi, biasanya terjadi sekunder
terhadap penyakit hati lanjut, ditandai dengan gangguan yang dapat
berlanjut ke koma, perubahan kejiwaan dari berbagai derajat, flapping
tremor, dan fector hepaticus), overdosis obat (jika koma), ensefalopati
hepatik, herpes ensefalitis, toksoplasmosis (pada pasien acquired immune
deficiency syndrome), abses (misalnya tifoid) dan mikotik aneurisma
(aneurisma terinfeksi disebabkan oleh jamur).
2.3.11. Penatalaksanaan Stroke 2.3.11.1. Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di instalasi gawat darurat dan
merupakan tindakan resusitasi jantung-paru-otak (RJPO) bertujuan
agar kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien
diberi oksigen 2L/menit dan cairan kristaloid atau koloid; hindari
pemberian cairan dekstrosa atau salin isotonik. Dilakukan pemeriksaan
CT scan, elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer lengkap dan
jumlah trombosit, protrombin time (PT), active partial protrombin
time (APTT), glukosa darah, elektrolit darah; jika hipoksia, dilakukan
analisis gas darah. Tindakan lain di instalasi gawat darurat adalah
memberikan dukungan mental kepada pasien serta memberikan
2.3.11.2. Stadium Akut
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor penyebab
maupun penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, psikologis serta
membantu pemulihan sosial pasien. Penjelasan dan edukasi kepada
keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan
keluarga serta tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan
keluarga (Setyopranoto, 2011).
1. Stroke Iskemik
a. Terapi umum :
Letakkan kepala pasien dan dada pada satu bidang; ubah
posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila
hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas,
beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis
gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi
dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya;
jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan
kateter urin). Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik,
kristaloid atau koloid 1500-2000ml dan elektrolit sesuai
kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin
isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi
menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau
kesadaran menurun, dianjurkan melalui selang nasogastrik.
Kadar gula darah >150mg% harus dikoreksi sampai batas gula
darah sewaktu 150mg% dengan insulin drip intravena kontinu
selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah
<60mg% atau <80mg% dengan gejala) diatasi segera dengan
dekstrosa 40% intravena sampai kembali normal dan harus
dicari penyebabnya (Setyopranoto, 2011).
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan
segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik ≥220mmHg,
diastolik ≥120mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) ≥130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung
kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah
maksimal adalah 20%, dan obat yang direkomendasikan:
natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat
ACE, atau antagonis kalsium. Jika terjadi hipotensi, yaitu
tekanan sistolik ≤90mmHg, diastolik ≤70mmHg, diberi NaCl
0,9% (250mL) selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam
dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi.
Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih
<90mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit sampai
tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg. Jika kejang, diberi
diazepam 5-20 mg intravena pelanpelan selama 3 menit,
maksimal 100mg per hari; dilanjutkan pemberian
antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang
muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral
jangka panjang. Jika didapatkan tekanan intrakranial
meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25 sampai
1g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound
atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30
menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan
pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat
diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid
(Setyopranoto, 2011).
b. Terapi khusus:
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet
seperti aspirin dan anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan
Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau
pirasetam jika didapatkan afasia (Setyopranoto, 2011).
2. Stroke Hemoragik
a. Terapi umum :
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di instalasi gawat
darurat jika volume hematoma >30mL, perdarahan
intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis
cenderung memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai
tekanan darah pramorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik
>180mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan
volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung,
tekanan darah harus segera diturunkan dengan labetalol
intavena 10mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg
(pemberian dalam 10 menit) maksimum 300mg; enalapril
intravena 0,625-1.25mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25mg
per oral (Setyopranoto, 2011).
Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat,
posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat
penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 sekitar
20-35mmHg). Penatalaksanaan pada stroke iskemik adalah
sama dengan penyakit tukak lambung, diatasi dengan antagonis
H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor pompa proton;
komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan
diobati dengan antibiotik spektrum luas (Setyopranoto, 2011).
b. Terapi khusus :
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
(2007) dalam Setyopranoto (2011), neuroprotektor dapat
diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan bedah
mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada
serebelum berdiameter >3cm³, hidrosefalus akut akibat
perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan
VP-shunting, dan perdarahan lobar >60mL dengan tanda
peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi
(Setyopranoto, 2011).
2.3.11.3. Stadium Subakut
Tindakan medis berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi
wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat
perjalanan penyakit yang panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus
intensif pasca stroke di rumah sakit dengan tujuan kemandirian pasien,
mengerti, memahami dan melaksanakan program preventif primer dan
sekunder. Terapi fase subakut (Setyopranoto, 2011) :
a. Melanjutkan terapi sesuai dengan kondisi akut sebelumnya
b. Penatalaksanaan komplikasi
c. Restorasi atau rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu
fisioterapi, terapi wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi
d. Prevensi sekunder
e. Edukasi keluarga
2.3.12. Pencegahan Stroke
Menurut Longmore et al (2010) pencegahan stroke adalah :
1. Pencegahan primer (yaitu sebelum stroke)
Pengendalian faktor risiko: mencari dan mengobati hipertensi,
diabetes mellitus, peningkatan lipid (pengobatan dengan statin
penurunan lipid sebanyak 17%), dan penyakit jantung. Olahraga yang
teratur membantu (meningkatkan high density lipoprotein (HDL),
meningkatkan toleransi glukosa). Suplemen folat juga dapat membantu
(penurunan homosistein serum). Membantu pasien untuk merokok
merokok mengurangi risiko stroke, dengan manfaat terlihat dalam ≤5
tahun). Gunakan antikoagulan seumur hidup jika rematik atau katup
jantung prostetik di sisi kiri, dan mempertimbangkan pada fibrilasi
atrium non-rematik kronis, terutama jika ada faktor-faktor risiko
vaskular lainnya.
2. Pencegahan sekunder (yaitu mencegah stroke lanjut)
Kontrol faktor risiko (sebagai pencegahan primer di atas).
Beberapa penelitian besar menunjukkan keuntungan yang cukup besar
jika menurunkan tekanan darah dan kolesterol. Pemberian antiplatelet
setelah stroke, kecuali jika pada pasien dengan perdarahan primer
diberikan aspirin 300mg/24 jam selama 2 minggu, kemudian
75mg/hari. Clopidogrel setidaknya sama baiknya dengan aspirin
sebagai monoterapi, dan mungkin sebagus aspirin ditambah
dipyridamole. Jika aspirin toleran, tambahkan inhibitor pompa proton,
jika aspirin hipersensitivitas, pengganti clopidogrel. Pemberian
antikoagulasi setelah stroke seperti warfarin harus digunakan, bukan
sebagai agen antiplatelet tapi hanya untuk stroke atau fibrilasi emboli
atrium yang kronis, dan hanya dari 2 minggu setelah stroke (jika klinis
dan radiologis menunjukan stroke minor, pertimbangkan 7-10 hari).
Gunakan terapi antiplatelet sampai antikoagulasi, jika sudah
antikoagulan, tahan antikoagulan dan ganti dengan antiplatelet selama
1 minggu. Gunakan terapi antiplatelet jika risiko jatuh, trauma dan
lain-lain. Pemberian warfarin dengan aspirin meningkatkan risiko
perdarahan tanpa manfaat tambahan. Oleh karena itu, pemberian
warfarin bersamaan dengan aspirin tidak dianjurkan.
2.3.13. Komplikasi
Menurut Longmore et al. (2010) komplikasi stroke adalah :
b. Luka tekanan
c. Konstipasi
d. Depresi
e. Stres dalam keluarga (misalnya alkoholisme).
2.3.14. Prognosis
Perawatan yang baik (misalnya untuk mencegah luka) pada unit
stroke, agen antiplatelet, dan intervensi cepat (misalnya setelah carotid
doppler imaging) adalah kunci. Bagi mereka dengan iskemik stroke yang
minor atau TIA, penilaian darurat dan perawatan menyelamatkan nyawa
(Longmore et al, 2010).
2.4. Caregivers
2.4.1. Definisi Caregiver
Caregivers didefinisikan sebagai mereka yang memberikan perawatan
tanpa bayaran, kepada orang dewasa atau anak yang memerlukan
kebutuhan khusus. Diperkirakan 65,7 juta orang-orang di Amerika Serikat
pada tahun 2009 telah menjabat sebagai caregiver yang tidak dibayarkan
kepada orang dewasa atau anak-anak dan sekitar 28,5% dari responden
yang disurvei melaporkan menjadi caregiver. Persentase caregiver
tampaknya tidak berubah secara signifikan sejak tahun 2004. Caregivers
didominasi perempuan (66%), rata- rata 48 tahun. Sepertiga caregiver
yang mengurus dua orang atau lebih (34%). Sebagian besar perawat
memberikan perawatan untuk keluarga sendiri (86%), dengan lebih dari
sepertiga mengurus orang tua (36%). Satu per tujuh perawatan untuk anak
mereka sendiri (14%). Caregivers berperan selama rata-rata 4,6 tahun,
dengan tiga per sepuluh telah memberikan perawatan selama lima tahun
atau lebih (31%). Sebagian besar penerima layanan adalah perempuan
berusia 50 tahun atau lebih, 14% merawat usia dewasa 18-49, sementara
14% mengurus anak di bawah usia 18 tahun (Greenwald et al, 2009).
2.4.2. Kondisi Penerima Perawatan Caregiver
Menurut Greenwald et al (2009) ketika caregiver ditanya apa yang
mereka anggap menjadi alasan utama pasien mereka membutuhkan
perawatan, caregiver melaporkan ada dua masalah besar yaitu usia tua
(12%) dan mengalami Alzheimer atau demensia (10%). Selain itu ada
yang menyebutkan pasien mereka mengalami gangguan mental atau
emosional (7%), kanker (7%), penyakit jantung (5%), dan stroke (5%).
Rata-rata, caregiver menghabiskan 20,4 jam per minggu memberikan
perawatan. Caregiver perempuan menghabiskan lebih banyak waktu
memberikan perawatan daripada caregiver pria, rata-rata (21,9
dibandingkan 17,4 jam/minggu). Sejak tahun 2004, telah terjadi perubahan
dalam jumlah caregiver yang memberi perawatan kepada orang dewasa
yang membutuhkan rawatan khusus; dengan menghabiskan waktu
merawat orang yang mereka kasihi, dan dengan cara memanfaatkan waktu
dalam perawatan mereka. Jumlah jam yang dihabiskan memberikan
pelayanan menurun sebesar 2,6 jam, sekarang caregiver untuk orang
dewasa menghabiskan rata-rata 18,9 jam per minggu. Mayoritas caregiver
menghabiskan waktu mereka dengan membantu orang yang mereka rawat
dengan setidaknya satu kegiatan kehidupan sehari-hari (56%). Yang paling
umum adalah membantu penerima layanan masuk dan keluar dari tempat
tidur dan kursi (40%). Tugas perawatan pribadi juga cukup umum adalah
membantu pasien berpakaian (32%), membantu dengan mandikan (26%),
bantuan dengan mendapatkan ke kamar mandi (24%), bantuan berurusan
dengan inkontinensia (18%) dan membantu memberi makan kepada
pasien mereka (19%) (Greenwald et al, 2009).
Menurut Greenwald et al (2009) kebanyakan caregiver yang
merawat pasien yang menerima perawatan tidak di rumah perawatan
(nursing-home) mengatakan setidaknya satu caregiver yang tidak dibayar
membantu dalam perawatan pasien mereka (66%), sementara hanya 35%
menggunakan bantuan caregiver yang dibayar seperti pembantu rumah
tangga atau orang lain yang bersedia merawat pasien tersebut.
Di antara caregiver yang berusia 65 atau lebih tua, merupakan
caregiver yang tidak dibayar untuk merawat pasien yang memerlukan
perawatan (47%) dibandingkan dari caregiver yang berusia muda (30%).
Caregiver yang tinggal satu rumah dengan pasien mereka juga merupakan
salah seorang caregiver yang memberikan perawatan kepada pasien
mereka dan tidak dibayar (49%) dibandingkan caregiver yang tidak
tinggal bersama pasien mereka (25%). Diantara caregiver yang merawat
pasien dewasa yang tidak menerima perawatannya dirumah perawatan
mengatakan ada setidaknya satu caregiver yang tidak dibayar lainnya
membantu dalam perawatan pasien mereka (68%). Di sisi lain, caregiver
yang dibayar, pembantu rumah tangga atau staf lain menurun dari 41%
pada 2004 menjadi 35% pada tahun 2009 (Greenwald et al, 2009).
2.4.4. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Caregiver Pasien Stroke
Meskipun kemajuan terbaru dalam terapi stroke, mayoritas stroke
pasien tidak mencari perhatian medis segera. Bahkan di negara maju
seperti Amerika Serikat, Inggris dan Perancis ada kurangnya pengetahuan
antara pasien stroke tentang stroke warning sign dan faktor risiko.
Menurut Pandian et al ditemukan ada hubungan antara pengetahuan
stroke dan pendidikan tinggi. Menurut Kothari et al tidak menemukan
korelasi antara kesadaran yang lebih baik dan pendidikan. Kebanyakan
penelitian tentang kesadaran masyarakat stroke dari negara-negara maju
telah menemukan bahwa pengetahuan tentang stroke bervariasi dengan
Dalam penelitian Kumar Das et al (2011) dari 418 peserta, 280
(67,0%) ditemukan menyadari tanda-tanda dan gejala stroke dan sisanya
138, (33,0%) tidak menyadari tanda-tanda dan gejala stroke. Hampir 56%
hingga 62% dari populasi penelitian Kumar Das et al (2011) tidak
menyadari faktor risiko stroke dan hampir 35% hingga 46% tidak
menyadari gejala stroke. Menurut Kumar Das et al (2011) kurangnya
kesadaran dapat menyebabkan keterlambatan dalam membawa pasien
yang mengalami stroke ke rumah sakit dan memulai pengobatan yang
diperlukan. Pengetahuan tentang faktor risiko stroke dapat mempengaruhi
kejadian stroke, dan membantu merancang strategi pencegahan. Dalam
penelitian Kumar Das et al (2011), 49,8% dari subjek lansia, tidak
mengetahui adanya faktor risiko stroke, 17,2% bisa mengenali satu sampai
3 faktor risiko, 20,6% diakui 4 sampai 7 faktor risiko dan 12,4% diakui ≥
8 faktor risiko (Kumar Das et al, 2011).
Menurut Pandian et al (2004) prevalensi stroke di India bervariasi
di berbagai wilayah negara dan berkisar 40-270 per 100 000 penduduk.
Meskipun kemajuan terbaru dalam terapi stroke, masyarakat masih kurang
informasi tentang stroke, dan beberapa pasien stroke datang ke rumah
sakit pada waktunya untuk menerima pengobatan. Bahkan di
negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Kanada, ada
kurangnya pengetahuan masyarakat tentang faktor risiko stroke dan stroke
warning sign. Cara terbaik bagi pasien untuk menerima pengobatan stroke
yang paling efektif adalah untuk mendapatkan ke ruang gawat darurat
secepat mungkin setelah mereka memiliki gejala. Studi dari Australia dan
India telah menyelidiki berbagai faktor yang menghambat rawat inap pada
pasien dengan stroke. Namun, tidak ada penelitian dari India dan negara
berkembang lain mengenai persepsi masyarakat tentang stroke warning
sign dan faktor risiko. Kesadaran gejala dan faktor risiko yang penting
bagi masyarakat untuk secara efektif menggunakan terapi trombolitik
untuk stroke akut pada waktu yang tepat. Menurut Pandian et al (2004)
masih rendah dan tidak berbeda secara signifikan dari responden yang
tidak memiliki faktor risiko. Upaya pendidikan masa depan harus fokus
tidak hanya pada masyarakat umum, tetapi juga di antara individu yang
berisiko tinggi stroke (Pandian et al, 2004).
Menurut Safitri et al (2012) beberapa caregiver pasien stroke
mengatakan mereka jarang membantu pasien untuk melakukan gerakan
fisik di rumah, tidak terlalu mengerti makanan seperti apa yang seharusnya
dihindari, dan karena banyaknya kesibukan, caregiver terkadang lalai
untuk mengantar pasien untuk kontrol ke rumah sakit. Sikap caregiver
dalam memberikan perawatan pada pasien yang dilatarbelakangi oleh
minimnya pengetahuan yang mereka punya tentang penyakit stroke serta
perawatannya inilah yang nantinya memberikan kemungkinan terjadinya
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian maka kerangka konsep dalam penelitian ini
adalah:
3.2. Hipotesis
Hipotesis yang didapat adalah : Ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan sikap caregiver pasien stroke.
3.3. Definisi Operasional
3.3.1. Variable Independen:Tingkat pengetahuan
a. Definisi
Kemampuan caregiver menjawab pertanyaan yang berkaitan tentang
stroke yaitu:
• Penyebab
• Faktor risiko
• Komplikasi
• Pencegahan
Variable Dependen Variable Independen
Sikap caregiver pasien stroke
dinilai dari:
• respon positif
• respon negatif Tingkat Pengetahuan dinilai: tingkat
pengetahuan caregiver tentang stroke
b. Alat Ukur
Kuesioner.
c. Cara Ukur
Mengisi kuesioner bagian B yang terdiri dari 24 pertanyaan dengan
memilih jawaban benar atau salah, atau tidak tahu. Jika benar diberi
skor 1; salah : 0; tidak tahu : 0.
d. Hasil Pengukuran
Tinggi, jika jawaban benar ≥ 75% (skor ≥ 18); rendah, jika jawaban
benar < 75% (skor <18).
e. Skala Pengukuran
Skala ordinal.
3.3.2. Variable Dependen:Sikap
a. Definisi
Tanggapan atau reaksi caregiver mengenai perawatan pasien stroke;
sikap diperoleh dari pendapat respon caregiver terhadap pernyataan-
pernyataan yang diberikan.
b. Alat Ukur
Kuesioner.
c. Cara Ukur
Sikap diukur dengan mengisi kuesioner bagian C yang terdiri 18
pernyataan dengan memberikan respon atau pendapat terhadap
pernyataan sesuai skala Likert berupa:
• Sangat tidak setuju;
• Tidak setuju;
• Setuju;
• Sangat setuju.
d. Hasil Pengukuran
Pada analisis dikategorikan sebagai:
e. Skala Pengukuran
Skala ordinal.
3.3.3. Caregiver :
Caregiver dalam penelitian ini adalah apabila :
• Merawat satu pasien saja.
• Bertemu dengan pasien setiap hari.
• Bertugas untuk membantu pasien stroke dalam melakukan kegiatan
kehidupan seharian seperti membantu mandikan pasien, tukar pakaian,
BAB 4
DESAIN DAN METODOLOGI
4.1. Jenis Penilitian
Jenis penilitian yang digunakan adalah penelitian analitik dengan desain cross sectional. Jenis penelitian ini dipilih karena peneliti ingin mengetahui hubungan
tingkat pengetahuan dengan sikap caregiver pasien stroke. Dalam studi cross
sectional ini, variabel independen adalah tingkat pengetahuan caregiver pasien
stroke tentang stroke dan perawatanya dan variabel dependen adalah sikap
caregiver pasien stroke.
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1. Tempat penelitian
Penelitian telah dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan. RSUP Haji
Adam Malik dipilih sebagai tempat penelitian karena merupakan rumah
sakit rujukan dan salah satu rumah sakit tipe A di Medan, yaitu rumah
sakit rujukan yang memiliki fasilitas yang lengkap.
4.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan selama sembilan bulan yaitu dari bulan
Maret hingga November 2013.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah semua caregiver pasien stroke di RSUP
Haji Adam Malik. Pemilihan sampel telah dilakukan dengan metode
consecutive sampling yaitu memiliki sampel yang ditemukan dan
4.3.2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah caregiver pasien stroke yang memiliki
karakteristik (kriteria inklusi dan eksklusi) sebagai berikut:
a. Kriteria Inklusi
1. Dapat membaca dan menulis.
2. Mampu berkomunikasi dengan baik.
3. Caregiver yang berusia >18 tahun.
b. Kriteria Eksklusi
Caregiver yang tidak bersedia menjadi responden.
Jumlah sampel yang diperlukan dihitung berdasarkan rumus Snedeco dan
Cochran:
n = Zα².P.Q
d²
n = (1,96)² x (0,43) x 0,57
(0,15)²
n = 41.85 digenapkan 42 orang
Keterangan :
n : Jumlah sampel minimum
Zα : nilai distribusi normal baku (table Z) pada α tertentu.
P : Perkiraan proporsi penyakit atau keadaan yang akan dicari (43%)
Q : (1- P)
d : Tingkat ketetapan absolute yang dikehendaki atau kesalahan
absolute (15%)
Hasil perhitungan rumus diatas didapatkan jumlah sampel yaitu sebanyak
42 orang.
Jenis data yang telah dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer
(kumpulan fakta yang dikumpul sendiri oleh peneliti). Peneliti melakukan
pengumpulan data kepada caregiver yang hadir bersama pasien stroke di RSUP
Haji Adam Malik.
4.5. Instrumen Penelitian
Instrumen berupa kuesioner sebagai alat bantu dalam pengumpulan data yang
terdiri dari beberapa pertanyaan dan pernyataan.
4.6. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dilakukan melalui beberapa tahapan:
a. Tahap pertama editing yaitu mengecek nama dan kelengkapan identitas
maupun data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah
diisi sesuai petunjuk.
b. Tahap kedua coding yaitu memberi kode atau angka tertentu pada
kuesioner untuk mempermudah waktu mengadakan tabulasi dan analisa,
pada pernyataan dengan jawaban benar diberi skor 1, jawaban salah skor 0
dan jawaban tidak tahu skor 0. Sedangkan pada pernyataan sikap
dilakukan pengklasifikasian terlebih dahulu pernyataan sikap favorable
dan unfavorable. Pada pernyataan favourable, jawaban sangat setuju (SS)
diberi skor 4, untuk jawaban setuju (S) diberi skor 3, jawaban tidak setuju
(TS) diberi skor 2 dan jawaban sangat tidak setuju diberi skor 1.
Sedangkan pada pernyataan sikap unfavorable, jawaban sangat setuju (SS)
diberi skor 1, untuk jawaban setuju (S) diberi skor 2, jawaban tidak
setuju (TS) diberi skor 3 dan jawaban sangat tidak setuju diberi skor 4.
c. Tahap ketiga entry yaitu memasukkan data dari kuesioner ke dalam
d. Tahap ke empat adalah melakukan cleaning yaitu mengecek kembali
data yang telah di entry untuk mengetahui ada kesalahan atau tidak.
e. Tahap kelima adalah melakukan analizing yaitu data yang diperoleh
diolah dan ditabulasi kemudian dianalisa dengan menggunakan komputer.
Data berkaitan tingkat pengetahuan diklasifikasikan menjadi tingkat
pengetahuan tinggi dan rendah, sedangkan data berkaitan dengan sikap
diklasifikasikan menjadi sikap positif dan negatif. Setelah pengelompokan
selesai, kemudian dilakukan analisis hubungan antara variabel tingkat
pengetahuan dengan variabel sikap dengan menggunakan uji statistik Chi
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam
Malik. Rumah sakit ini berlokasi di Jalan Bunga Lau No.17, Kelurahan
Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan, Medan, Sumatera Utara.
Rumah sakit ini merupakan rumah sakit pemerintah dengan kategori kelas
A. Dengan predikat rumah sakit kelas A, RSUP H. Adam Malik Medan
telah memiliki fasilitas kesehatan yang memenuhi standard dan tenaga
kesehatan yang kompeten. Selain itu, RSUP H. Adam Malik Medan juga
merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah Sumatera yang meliputi
Sumatera Utara, D. I. Aceh, Sumatera Barat, dan Riau sehingga dapat
menjumpai pasien dengan latar belakang yang sangat bervariasi.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502/ Menkes/ IX/ 1991
tanggal 6 September 1991, RSUP H. Adam Malik Medan ditetapkan
sebagai rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel
Sampel penelitian ini adalah caregiver pasien stroke yang
memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi yang telah ditetapkan oleh
peneliti. Jumlah sampel adalah sebanyak 42 orang.
5.1.3. Karakteristik Caregiver
Karakteristik caregiver yang menjadi variabel dalam penelitian ini
adalah jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, penghasilan dan
pengalaman. Berikut adalah gambaran hasil karakteristik caregiver dalam
Tabel 5.1. Distribusi Caregiver menurut Jenis Kelamin Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)
Laki-laki 12 28,6
Perempuan 30 71,4
Jumlah 42 100
Pada tabel 5.1 dapat dilihat tentang distribusi caregiver
berdasarkan jenis kelamin diketahui bahwa jumlah caregiver perempuan
lebih banyak daripada caregiver laki-laki. Jumlah caregiver perempuan
sebanyak 71,4% sedangkan caregiver laki-laki hanya 28,6%.
Tabel 5.2. Distribusi Caregiver menurut Usia
Usia Frekuensi (n) Persentase (%)
<20 Tahun - -
20-30 Tahun 14 33,3
30-40 Tahun 13 31,0
>40 Tahun 15 35,7
Jumlah 42 100
Pada tabel 5.2 menunjukkan distribusi caregiver berdasarkan
kelompok umur diketahui bahwa sampel yang diteliti dengan jumlah
terbanyak pada kelompok usia 40 tahun ke atas, yaitu sebanyak 15 orang
(35,7%), kelompok umur 30-40 sebanyak 13 orang (31,0%), 20-30 tahun
sebanyak 14 (33,3%) dan tidak ada caregiver pada kelompok usia 20