• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Sikap Caregiver Pasien Stroke

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Sikap Caregiver Pasien Stroke"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP CAREGIVER PASIEN STROKE

OLEH:

VINOD RAJ MANIKAM

100100420

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP CAREGIVER PASIEN STROKE

“Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”

OLEH:

VINOD RAJ MANIKAM

100100420

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

ABSTRAK

Stroke merupakan penyakit serebrovaskular yang semakin sering dijumpai. Selain itu stroke merupakan penyebab utama kematian ketiga di sebagian besar negara, diperkirakan separuh dari pasien akan meninggal atau tetap tergantung secara fisik. Diperkirakan 50 juta penderita stroke di seluruh dunia saat ini menghadapi defisit fisik, kognitif, dan emosional yang signifikan, dan 25% sampai 74% dari korban ini membutuhkan beberapa bantuan atau sepenuhnya tergantung pada caregiver untuk aktivitas sehari-hari. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan sikap caregiver pasien stroke.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross sectional yang dilakukan dengan menggunakan kuisioner yang telah dibagikan kepada caregiver pasien stroke yang hadir bersama pasien stroke untuk kontrol obat di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan. Subyek penelitian berjumlah 42 orang dengan sampel diperoleh dengan cara consecutive sampling, pemilihan subjek sebagai sampel dilakukan secara berurutan, dimana semua subjek yang memenuhi seluruh kriteria inklusi dimasukkan dalam penelitian sampai jumah subjek yang diperlukan terpenuhi.

Hasil yang diperoleh setelah dilakukan proses analisis data menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan caregiver tinggi (52,4%) dan mayoritas caregiver pasien stroke memiliki sikap negatif (90,5%). Oleh sebab itu, perlu ditingkatkan sikap caregiver pasien stroke untuk meningkatkan kelangsungan hidup pasien stroke.

(5)

ABSTRACT

Stroke is a cerebrovascular disease are often found. The stroke is the third leading cause of death in most countries, an estimated half of the patients will die or remain physically dependent. An estimated 50 million stroke survivors worldwide are currently facing a deficit of physical, cognitive, and emotional, about 25% to 74% of these victims need some help or completely dependent on caregivers for activities of daily living. This study was conducted to determine the relationship between knowledge level with attitudes of caregiver of stroke patients.

This study is an analytic study with cross-sectional design is done using a questionnaire distributed to caregivers of stroke patients who come with stroke patients to control drug in the General Hospital Center for H. Adam Malik.The research subjects are 42 people with the sample obtained by consecutive sampling, the selection of subjects in the sample are performed sequentially, where all subjects who fulfilled all the inclusion criteria are included in the study until the sheer number of subjects required are met.

The results obtained after the analysis of the data showed that high levels of caregiver knowledge (52,4%) and majority of caregivers of stroke patients have a negative attitude (90,5%). Therefore, needs to improve the attitude of caregiver of stroke patient so that the survival of stroke patient will be improved.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang

telah memberikan kasih dan kurnia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

proposal penelitian yang berjudul “ Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Sikap

Caregiver Pasien Stroke”.

Dalam pelaksanaan penelitian ini, penulis mendapatkan banyak bantuan

dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih

dan penghargaan yang setinggi- tingginya kepada :

1. Rasa hormat dan terima kasih yang tidak terhingga saya persembahkan

kepada orang tua saya, ayahanda Manikam M. Subramaniam dan Ibunda

Chandrakantha Gopal, tanta saya Susila Devi M. Subramaniam serta

saudara saya Krishana, Anandha Raj, Shangkari dan Lavaneya atas doa,

perhatian dan dukungan tanpa henti selama ini dan akan terus saya terima.

2. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Alfansuri Kadri, SpS, selaku dosen pembimbing penulis. Terima kasih

atas segala bimbingan, ilmu, dan waktu yang diluangkan untuk

membimbing penulis.

4. Seluruh civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara (USU), teristimewa kepada dosen dan staf departemen IKK serta

staf Medical Education Unit (MEU).

5. dr. Ariyati Yosi, SpKK, dr. Winra Pratita, M.Ked (Ped), Sp. A dan dr.

Alya Amila Fitrie, M.Kes, selaku dosen penguji saya yang telah banyak

membantu dan memberikan arahan dan masukan kepada saya dalam

penyelesaian penelitian ini.

6. Teman seperjuangan saya dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini,

Abdillah Lubis.

7. Sahabat-sahabat terbaik saya yang telah memberikan waktu, saran,

nasehat, dan semangatnya kepada saya dalam menyelesaikan Karya Tulis

(7)

Veeranan, Thilakam Kanthasamy, Rajeshwari Jayapalan, Kamaleshwaran

Chandran, dan Padmasuria Muniandy.

8. Seluruh staf di Ruang Penyimpanan Rekam Medis RSUP H. Adam Malik

Medan, atas bantuan dalam proses pengambilan data penelitian ini.

9. Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih atas

segala bantuan yang telah diberikan.

Penulis menyadari dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini masih banyak hal

yang harus disempurnakan. Untuk itu, penulis mengharapkan masukan berupa

saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.

Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa melimpahkan

karunia-Nya kepada kita semua, dan penulis berharap semoga karya tulis ilmiah

ini dapat diterima dan memberikan informasi serta sumbangan pemikiran yang

berguna bagi semua pihak. Terima kasih.

Medan, 09 Januari 2014, Penulis,

(8)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ... i

Abstak ... ii

Abstact ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar ... x

Daftar Lampiran ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1. Tujuan Umum ... 4

1.3.2 Tujuan Khusus ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUANPUSTAKA ... 6

2.1. Pengetahuan ... 6

2.1.1. Definisi pengetahuan ... 6

2.1.2. Tingkatan pengetahuan ... 6

2.1.3. Pengukuran pengetahuan ... 8

2.2. Sikap ... 8

2.2.1. Definisi Sikap ... 8

2.2.2. Tingkatan Sikap ... 9

2.2.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap ... 9

2.2.4. Pengukuran sikap ... 10

2.3. Konsep Stroke ... 10

(9)

2.3.2. Definisi Stroke ... 12

2.3.3. Epidemiolgi ... 12

2.3.4. Etiologi ... 13

2.3.5. Faktor Risiko ... 13

2.3.6. Klasifikasi ... 14

2.3.7. Patologi Stroke ... 15

2.3.8. Patofisiologi ... 16

2.3.9. Pemeriksaan Diagnosis ... 17

2.3.10. Diagnosis Banding ... 18

2.3.11. Penatalaksanaan ... 18

2.3.13.1. Stadium Hiperakut ... 18

2.3.13.2. Stadium Akut ... 18

2.3.13.3. Stroke Subakut ... 22

2.3.12. Pencegahan ... 22

2.3.13. Komplikasi ... 23

2.3.14. Prognosis ... 24

2.4. Caregivers ... 24

2.4.1. Definisi Caregiver ... 24

2.4.2.Kondisi Penerima Perawatan ... 24

2.4.3.Kehadiran Caregiver Lain ... 25

2.4.4 Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Caregiver ... 26

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 29

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 29

3.2. Hipotesis ... 29

3.3. Definisi Operasional ... 29

3.3.1.Variable Independen ... 29

3.3.2. Variable Dependen ... 30

(10)

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 32

4.1. Jenis Penelitian ... 32

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 32

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 32

4.3.1. Populasi Penelitian ... 32

4.3.2. Sampel Penelitian ... 33

4.4. Metode Pengambilan Data ... 34

4.5. Instrumen Penelitian ... 34

4.6. Metode Analisis Data ... 34

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

5.1. Hasil Penelitian ... 36

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 36

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel ... 36

5.1.3. Karakteristik Caregiver ... 36

5.1.4. Pengetahuan Caregiver ... 39

5.1.5. Sikap Caregiver ... 41

5.1.6. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Sikap Caregiver.. ... 45

5.2. Pembahasan ... 46

5.2.1. Karakteristik Caregiver ... 46

5.2.2.Variabel Penelitian ... 49

5.2.2.1. Pengetahuan Caregiver ... 49

5.2.2.2. Sikap Caregiver ... 50

5.2.3. Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Caregiver ... 51

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

6.1. Kesimpulan ... 54

6.2. Saran ... 54

(11)

Daftar Tabel

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1. Faktor Risiko Stroke

13

Tabel 5.1. Distribusi Caregiver menurut Jenis Kelamin

37

Tabel 5.2. Distribusi Caregiver menurut Umur

37

Tabel 5.3. Distribusi Caregiver menurut Tingkat Pendidikan

37

Tabel 5.4. Distribusi Caregiver menurut Tingkat Penghasilan

38

Tabel 5.5. Distribusi Caregiver menurut Pengalaman

38

Tabel 5.6. Distribusi Gambaran Tingkat Pengetahuan

39

Caregiver Pasien Stroke

Tabel 5.7. Distribusi Caregiver menurut Tingkat Pengetahuan 41

Tabel 5.8. Distribusi Gambaran Sikap Caregiver Pasien Stroke

42

Tabel 5.9. Distribusi Caregiver menurut Sikap

45

Tabel 5.10. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Sikap

45

Caregiver Pasien Stroke

(12)

Daftar Gambar

Nomor Judul Halaman

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Daftar Riwayat Hidup

LAMPIRAN 2 Lembar Penjelasan kepada Calon Penelitian

LAMPIRAN 3 Lembar Persetujuan Subjek Penelitian

LAMPIRAN 4 Kuisioner

LAMPIRAN 5 Lembar Ethical Clearance

LAMPIRAN 6 Surat Izin Penelitian

LAMPIRAN 7 Master Table

(14)

ABSTRAK

Stroke merupakan penyakit serebrovaskular yang semakin sering dijumpai. Selain itu stroke merupakan penyebab utama kematian ketiga di sebagian besar negara, diperkirakan separuh dari pasien akan meninggal atau tetap tergantung secara fisik. Diperkirakan 50 juta penderita stroke di seluruh dunia saat ini menghadapi defisit fisik, kognitif, dan emosional yang signifikan, dan 25% sampai 74% dari korban ini membutuhkan beberapa bantuan atau sepenuhnya tergantung pada caregiver untuk aktivitas sehari-hari. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan sikap caregiver pasien stroke.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross sectional yang dilakukan dengan menggunakan kuisioner yang telah dibagikan kepada caregiver pasien stroke yang hadir bersama pasien stroke untuk kontrol obat di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan. Subyek penelitian berjumlah 42 orang dengan sampel diperoleh dengan cara consecutive sampling, pemilihan subjek sebagai sampel dilakukan secara berurutan, dimana semua subjek yang memenuhi seluruh kriteria inklusi dimasukkan dalam penelitian sampai jumah subjek yang diperlukan terpenuhi.

Hasil yang diperoleh setelah dilakukan proses analisis data menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan caregiver tinggi (52,4%) dan mayoritas caregiver pasien stroke memiliki sikap negatif (90,5%). Oleh sebab itu, perlu ditingkatkan sikap caregiver pasien stroke untuk meningkatkan kelangsungan hidup pasien stroke.

(15)

ABSTRACT

Stroke is a cerebrovascular disease are often found. The stroke is the third leading cause of death in most countries, an estimated half of the patients will die or remain physically dependent. An estimated 50 million stroke survivors worldwide are currently facing a deficit of physical, cognitive, and emotional, about 25% to 74% of these victims need some help or completely dependent on caregivers for activities of daily living. This study was conducted to determine the relationship between knowledge level with attitudes of caregiver of stroke patients.

This study is an analytic study with cross-sectional design is done using a questionnaire distributed to caregivers of stroke patients who come with stroke patients to control drug in the General Hospital Center for H. Adam Malik.The research subjects are 42 people with the sample obtained by consecutive sampling, the selection of subjects in the sample are performed sequentially, where all subjects who fulfilled all the inclusion criteria are included in the study until the sheer number of subjects required are met.

The results obtained after the analysis of the data showed that high levels of caregiver knowledge (52,4%) and majority of caregivers of stroke patients have a negative attitude (90,5%). Therefore, needs to improve the attitude of caregiver of stroke patient so that the survival of stroke patient will be improved.

(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Stroke merupakan penyakit serebrovaskular yang semakin sering dijumpai.

Telah diperkirakan bahwa pada tahun 1990-an stroke menyebabkan 4,4 juta

kematian per tahun di seluruh dunia. Selain itu stroke merupakan penyebab utama

kematian ketiga di sebagian besar negara, diperkirakan separuh dari pasien akan

meninggal atau tetap tergantung secara fisik. Insiden stroke meningkat dengan

usia, dan konsekuensi dari perubahan demografis dapat mengakibatkan stroke

menjadi penyebab meningkatnya mortalitas dan morbiditas. Di Indonesia, stroke

merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama terkait dengan kematian

yang tinggi, kecacatan, dan biaya keuangan yang tinggi (Al Rasyid et al, 2006).

Sekitar 400 orang tiap 100.000 penduduk di atas usia 45 tahun mengalami

serangan stroke yang pertama kali setiap tahun di Amerika Serikat, Eropa, dan

Australia. Kecenderungan perbaikan setelah stroke bervariasi dengan sifat dan

keparahan defisit yang muncul secara dini. Sekitar 35 persen penderita dengan

kelumpuhan dini pada tungkai bawah tidak kembali ke fungsi yang berguna, dan

20 sampai 25 persen dari semua korban stroke tidak dapat berjalan tanpa bantuan

fisik lengkap. Enam bulan setelah stroke, sekitar 65 persen pasien tidak dapat

melakukan aktivitas yang biasa dilakukanya dengan tangan yang terkena dampak

stroke. Hasil kurang memuaskan dalam perbaikan tungkai atas, kemungkinan

setelah infark hemisfer, ketika kaki tidak bisa bergerak selama dua minggu dan

tangan tidak memiliki gerakan atau hanya sedikit fleksi pada jari tanpa membuka

selama empat minggu, konsisten dengan kerusakan besar pada saluran

kortikospinalis (Dobkin, 2005).

Stroke merupakan penyebab kematian tersering ketiga di Amerika dan

merupakan penyebab utama disabilitas serius jangka panjang. Delapan puluh lima

(17)

disease (stroke lakunar), 25% akibat emboli dari jantung (stroke tromboemboli)

dan sisanya akibat large vessel disease (Yuniadi, 2010). Di Amerika Serikat,

angka kejadian stroke pertama dan berulang adalah sekitar 795 000 per tahun, dan

prevalensi stroke individu di atas usia 20 tahun diperkirakan mencapai 6,5 juta.

Tingkat mortalitas pada 30 hari pertama setelah stroke telah menurun karena

kemajuan dalam pengobatan darurat dan perawatan stroke akut.

Stroke merupakan penyebab utama kecacatan jangka panjang dalam

Amerika Serikat. Diperkirakan 50 juta penderita stroke di seluruh dunia saat ini

menghadapi defisit fisik, kognitif, dan emosional yang signifikan, dan 25%

sampai 74% dari korban ini membutuhkan beberapa bantuan atau sepenuhnya

tergantung pada caregiver untuk aktivitas sehari-hari (Miller et al, 2010).

Caregiver diartikan sebagai keluarga pasien atau pemberi perawatan yang dibayar

atau tidak dibayar yang hadir untuk merawat pasien stroke yang menerima

perawatan rehabilitasi di rumah sakit dan mengurus pasien di rumah setelah

discharge. Caregiver adalah mereka yang memberi perawat pasien stroke di

rumah seperti: memberi obat-obatan, memberi makanan, menjaga higienis,

menyediakan transportasi dan membawa pasien ke rumah sakit, mencegah

komplikasi stroke dan melakukan pencegahan supaya tidak terjadi stroke ulang

pada pasien mereka (Greenwald et al, 2009).

Di kalangan orang Australia, stroke adalah penyebab ketiga kematian

yang merupakan penyebab yang paling umum dan penyebab utama kecacatan

jangka panjang. Ini menempatkan tuntutan besar kepada caregiver. Stroke

merupakan beban keuangan yang sangat besar tidak hanya bagi caregiver

keluarga pasien tetapi juga bagi masyarakat secara keseluruhan. Presentasi awal di

rumah sakit dan peningkatan kontrol faktor risiko stroke akan memberikan

peluang yang lebih besar untuk pengobatan stroke yang efektif dan pencegahan

(Yoon et al, 2001).

Diperkirakan bahwa lebih dari 50 juta orang memberikan perawatan untuk

orang sakit kronis atau cacat setiap tahun di Amerika Serikat. Stroke adalah

penyakit yang mematikan, umumnya membutuhkan caregiver untuk memberikan

(18)

pasien stroke bisa menjadi tugas yang menimbulkan stres. Banyak caregiver

menghadapi berbagai masalah termasuk kesulitan keuangan, isolasi sosial,

kurangnya informasi, dan kesehatan fisik dan mental yang buruk. Mengajar

caregiver untuk mengatasi masalah ini dan untuk menghilangkan stres mereka

sendiri sangat penting, dan ada beberapa bukti bahwa kesejahteraan mereka

mempengaruhi kesehatan dan pemulihan pasien stroke. Pengajaran keterampilan

tersebut telah banyak digunakan dalam mengobati kondisi klinis, seperti depresi,

fobia, kecemasan, dan kecanduan. Namun demikian, penggunaannya dalam

perawatan stroke belum ditinjau, meskipun pengajaran untuk caregiver tentang

pemecahan masalah yang efektif sudah ada sejak akhir 1980-an. Selain itu, sedikit

sekali pemahaman tentang kemampuan caregiver dalam pemecahan masalah,

memahami konsep-konsep teoritis dan kerangka kerja yang mendukung

pemecahan masalah yang mereka hadapi (Lui, 2005).

Banyak penderita stroke mengalami gangguan jangka panjang dalam

fungsi fisik, psikososial, dan kognitif yang merupakan tantangan berat untuk

caregiver. Selain itu, banyak juga studi yang telah meneliti masalah pasien yang

dilaporkan oleh caregiver stroke dan dampak stres pengasuhan pada caregiver

yang mengalami depresi, kecemasan, dan penurunan kualitas hidup, tetapi sangat

sedikit penelitian yang menilai laporan caregiver tentang masalah-masalah khusus

selama rentang waktu tertentu dan dalam evaluasi tingkat stress yang dialami oleh

caregiver (Haley et al, 2009).

Selain itu, beberapa tahun terakhir ini ada peningkatan kesadaran terhadap

peranan caregiver dalam manajemen jangka panjang pasien stroke, dan ada

perkembangan dalam literatur mengenai beban pengasuhan, hasil pengasuhan

yang buruk, kurangnya dukungan caregiver, dan keberhasilan yang tidak begitu

jelas, dengan intervensi yang bertujuan untuk meringankan beban caregiver. Hal

ini jelas bahwa penekanan dalam rehabilitasi stroke perlu beralih dari pendekatan

yang berfokus pada pasien ke pendekatan yang berfokus gabungan daripada

pasien dan caregiver karena mereka merupakan orang yang sangat penting dalam

memelihara keuntungan rehabilitasi dan kesejahteraan jangka panjang penderita

(19)

terbatas, terutama karena faktor-faktor penentu beban pengasuhan dan kebutuhan

caregiver tetap kurang dipahami (McCullagh et al, 2005).

Berdasarkan latar belakang diatas, jelas tampak bahwa penting untuk

mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap yang benar dalam memberi perawatan

kepada pasien stroke. Oleh kerana itu peneliti tertarik untuk mengetahui sejauh

mana pemahaman caregiver tentang pengetahuan tentang stroke dan sikap

caregiver terhadap pasien stroke.

1.2. Rumusan masalah

Bagaimanakah hubungan antara tingkat pengetahuan dengan sikap caregiver

pada pasien stroke di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2013 ?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan

dengan sikap caregiver dalam pemberian perawatan kepada pasien stroke.

1.3.2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik caregiver pasien stroke.

b. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan caregiver tentang

perawatan pasien stroke.

c. Mengetahui gambaran sikap caregiver tentang perawatan pasien

stroke.

1.4. Manfaat penelitian

a.Bagi Pelayanan Kesehatan

Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi penderita stroke dan

caregiver pasien stroke, khususnya dalam proses pemulangan dari

(20)

b. Bagi Caregiver.

Untuk menambah pengetahuan caregiver tentang tugas kesehatan yang

harus mereka lakukan, sehingga dapat mencegah terjadinya stroke

berulang pada pasien yang mereka rawat.

c.Bagi Penelititian Kedokteran.

Meningkatkan pengetahuan peneliti tentang hubungan tingkat

(21)

BAB 2

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Pengetahuan

2.1.1. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan

terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan

domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

Berdasarkan pengalaman dan penelitian, perilaku yang didasari oleh

pengetahuan akan lebih kekal daripada perilaku yang tidak didasari oleh

pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).

2.1.2. Tingkatan Pengetahuan

Berdasarkan Notoatmodjo (2007) pengetahuan yang tercakup dalam

domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yaitu :

a. Tahu (know)

Tahu dapat diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini

adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh

bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab

itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata

kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari

antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan,

(22)

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

mengintepretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah

paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya

terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya (real).

Aplikasi disini dapat diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum,

rumus, prinsip, metode dan sebagainya dalam konteks lain.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu

struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja

seperti dapat menggambarkan (membuat skema), membedakan,

memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk

keseluruhan yang baru atau dengan kata lain sintesis adalah suatu

kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang ada. Misalnya

dapat menyusun, dapat merencanakan dan dapat meringkas, dapat

menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau

(23)

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian

terhadap suatu materi atau objek, penilaian didasarkan pada kriteria

tertentu.

2.1.3. Pengukuran Pengetahuan

Pengetahuan dapat diukur dengan melakukan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek

penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui

atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan pengetahuan

diatas (Notoatmodjo, 2007).

2.2. Sikap (attitude) 2.2.1. Definisi Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari

seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata

menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu

yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat

emosional terhadap stimulus sosial. Menurut Newcomb (seorang ahli

psikologis sosial) dalam Notoatmodjo (2007), sikap merupakan kesiapan

atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif

tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi

merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih

merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah

laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap

objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek

(24)

2.2.2. Tingkatan Sikap

Menurut Notoatmodjo (2010) seperti halnya dengan pengetahuan, sikap

ini terdiri dari berbagai tingkatan yaitu:

a. Menerima (receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

b. Merespon (responding), memberikan jawaban apabila ditanya,

mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu

indikasi dari sikap.

c. Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi tingkat ketiga.

d. Bertanggungjawab (responsible), bertanggung jawab atas segala

sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan

sikap yang paling tinggi.

2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap

Menurut Azwar (2005) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi sikap

adalah :

1. Pengalaman Pribadi

Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman

pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan

lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi

dalam situasi yang melibatkan faktor emosional.

2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang

searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini

antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk menghindari konflik

dengan orang yang dianggap penting tersebut.

3. Pengaruh Kebudayaan

Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah

(25)

sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang memberi

corak pengalaman individu-individu masyarakat asuhannya.

4. Media Massa

Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media

komunikasi lainnya, berita yang seharusnya faktual disampaikan

secara objektif cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisnya,

akibatnya berpengaruh terhadap sikap konsumennya.

5. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama

Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga

agama sangat menentukan sistem kepercayaan yang tidak

mengherankan jika konsep tersebut mempengaruhi sikap.

6. Faktor Emosional

Suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi

yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan

bentuk mekanisme pertahanan ego.

2.2.4. Pengukuran Sikap

Sikap diukur dengan hanya minta pendapat atau penilaian terhadap

fenomena yang diwakili dengan pernyataan (bukan pertanyaan). Biasanya

responden diminta pendapatnya terhadap pernyataan- pernyataan dengan

mengatakan atau memilih setuju, tidak setuju; baik; tidak baik; menerima;

tidak menerima; atau senag, tidak senang. Akan tetapi, karena dua pilihan

tersebut kurang tajam, Likert membuat skala yaitu Skala Likert misalnya

dengan memilih jawaban empat, bila sangat setuju; tiga, bila setuju; dua,

bila tidak setuju; dan satu, bila sangat tidak setuju (Oskup dan Schult,

2005).

2.3. Konsep Stroke

2.3.1. Anatomi Arteri Serebral

Pengetahuan tentang anatomi suplai darah otak membantu dalam

(26)

area otak yang berkorelasi dengan gejala pasien dan mengidentifikasi

arteri yang terkena. Otak disuplai oleh dua arteri karotis interna (anterior)

dan arteri basilar (dibentuk oleh penggabungan dari kedua arteri

vertebralis secara posterior). Tiga pembuluh darah yang memberi makan

ke cincin anastomotik di dasar otak yang disebut cicrle of Willis.

Pengaturan ini dapat mengurangi efek oklusi pembuluh darah pengisi

proksimal anastomosis dengan memungkinkan pasokan dari pembuluh

darah yang terpengaruh. Anatomi circle of Willis bagaimanapun, sangat

bervariasi dan banyak orang itu tidak memberikan banyak perlindungan

dari iskemia karena karotis, vertebral, atau oklusi arteri basilar (Longmore

et al, 2010).

Gambar 2.1. Menunjukkan Circle of Willis

(27)

2.3.2. Definisi Stroke

Menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-tanda

klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau

global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih,

dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler

(Israr, 2008).

2.3.3. Epidemiologi

Penyakit serebrovaskular merupakan salah satu penyebab utama

morbiditas dan kematian di Amerika Serikat. Stroke memiliki peningkatan

insiden dan prevalensi dengan bertambahnya usia tapi bukan merupakan

penyakit terbatas pada lansia. Insiden tampaknya menjadi 0,5 per 1000

pada usia 40 tahun, meningkat menjadi sekitar 70 per 1000 pada usia 70

tahun, dengan kejadian tahunan bervariasi 1,5-4 per 1000 penduduk dan

prevalensi dari 5 sampai 20 per 1000 penduduk. Lebih dari 700.000 orang

menderita stroke setiap tahun di Amerika Serikat dan stroke adalah

penyebab utama kematian ketiga pada orang dewasa. Ada tingkat

kematian 20 persen dalam 3 hari pertama dan tingkat kematian 25 persen

pada tahun pertama. Meskipun risiko seumur hidup dari stroke lebih tinggi

pada pria, tapi risiko kematian akibat stroke tertinggi pada wanita. Ini

adalah hasil dari wanita yang lebih tua daripada laki-laki pada awal stroke

dan harapan hidup yang lebih lama pada wanita, yang merupakan proposi

lebih besar dari korban stroke pada lansia. Untuk setiap 100 korban, 10

dapat kembali bekerja tanpa gangguan, 30 memiliki cacat sisa ringan, 50

memiliki cacat lebih parah yang memerlukan layanan khusus dalam situasi

perawatan di rumah, dan 10 membutuhkan perawatan institusi permanen

(28)

2.3.4. Etiologi

a. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)

Iskemia jaringan otak timbul akibat sumbatan pada pembuluh

darah serviko-kranial atau terjadinya hipoperfusi jaringan otak oleh

berbagai faktor seperti aterotrombosis, emboli, atau ketidakstabilan

hemodinamik. Aterotrombosis terjadi pada arteri arteri besar dari

daerah kepala dan leher dan dapat juga mengenai pembuluh arteri kecil

atau percabangannya. Trombus yang terlokalisasi terjadi akibat

penyempitan pembuluh darah oleh plak aterosklerotik sehingga

menghalangi aliran darah pada bagian distal dari lokasi penyumbatan.

Gejala neurologis yang muncul tergantung pada lokasi pembuluh

darah otak yang terkena (Israr, 2008).

b. Stroke Hemoragik :

Perdarahan intraserebral

Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10 persen dari seluruh

kasus stroke, terdiri dari 80 persen di hemisfer otak dan sisanya di

batang otak dan serebelum (Israr, 2008).

Perdarahan subarakhnoid

Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi

perdarahan di ruang subarakhnoid yang timbul secara primer (Israr,

2008).

2.3.5. Faktor Risiko

Menurut Israr (2008) ada beberapa faktor risiko stroke (Tabel 2.1.).

Tabel 2.1. Faktor risiko stroke

Dapat dikendalikan Potensial dapat dikendalikan Tidak dapat

dikendalikan

• Hipertensi • Diabetes Mellitus • Umur

• Penyakit jantung • Hiperhomosisteinemia • Jenis

(29)

2.3.6. Klasifikasi

Stroke diklasifikasikan sebagai berikut (Israr, 2008) :

1. Berdasarkan kelainan patologis

a. Stroke hemoragik

• Perdarahan intra serebral

• Perdarahan ekstra serebral (subarakinoid)

b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)

• Stroke akibat trombosis serebri

• Emboli serebri

• Hipoperfusi sistemik

2. Berdasarkan

waktu terjadinya

Transient Ischemic Attack (TIA)

Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)

Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke

Completed stroke

3. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler

• Fibrilasi atrium • Hipertrofi ventrikel kiri • Herediter

• Endokarditis • Ras dan

etnis

• Stenosis mitralis • Geografi

• Infark jantung

• Merokok

• Anemia sel sabit

Transient Ischemic Attack

(TIA)

• Stenosis Karotis

(30)

a. Sistem karotis

• Motorik : hemiparese kontralateral, disartria.

• Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia.

• Gangguan visual : hemianopsia homonym kontralateral, amaurosis fugaks.

• Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia.

b. Sistem vertebrobasiler

• Motorik : hemiparese alternans, disartria.

• Sensorik : hemihipestesi alternans, parestesia.

• Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia.

2.3.7. Patologi Stroke

Menurut Setyopranoto (2011) patologi stroke terjadi akibat :

a. Infark

Infark stroke terjadi akibat kurangnya aliran darah ke otak. Aliran

darah ke otak normalnya adalah 58 ml/100 gram jaringan otak per

menit; jika turun hingga 18 ml/100 gram jaringan otak per menit,

aktivitas listrik neuron akan terhenti meskipun struktur sel masih baik,

sehingga gejala klinis masih reversibel. Jika aliran darah ke otak turun

sampai <10 ml/100 gram jaringan otak per menit, akan terjadi

rangkaian perubahan biokimiawi sel dan membran yang ireversibel

membentuk daerah infark.

b. Perdarahan Intraserebral

Kira-kira 10% stroke disebabkan oleh perdarahan intraserebral.

Hipertensi, khususnya yang tidak terkontrol, merupakan penyebab

utama. Penyebab lain adalah pecahnya aneurisma, malformasi

arterivena, angioma kavernosa, alkoholisme, terapi antikoagulan, dan

angiopati amiloid.

(31)

Sebagian besar kasus disebabkan oleh pecahnya aneurisma pada

percabangan arteri-arteri besar. Penyebab lain adalah malformasi

arterivena atau tumor.

2.3.8. Patofisiologi Stroke

Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di

otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan

besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area

yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak

dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus,

emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan

umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Aterosklerotik

sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, trombus dapat

berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang

stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Trombus

dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam

aliran darah. Trombus mengakibatkan (Darpianur, 2011) :

1. Iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang

bersangkutan.

2. Edema dan kongesti disekitar area otak.

Edema disekitar area otak ini menyebabkan disfungsi yang lebih

besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam

beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan

berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan. Karena

trombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi

pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan

nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada

dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika

(32)

dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan

serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur. Perdarahan pada otak lebih

disebabkan oleh rupturnya plak yang terbentuk dari proses arterosklerotik

dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas

akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit

serebrovaskuler. Jika sirkulasi serebral terhambat dapat berkembang

anoksia serebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat

reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila

anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena

gangguan yang bervariasi salah satunya cardiac arrest. Jika dilihat bagian

hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa (Darpianur, 2011) :

• Stroke hemisfer kanan

• Hemiparese sebelah kiri tubuh.

• Penilaian buruk

• Mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan

terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut.

• Stroke yang hemifer kiri

• Mengalami hemiparese kanan

• Perilaku lambat dan sangat hati-hati

• Kelainan bidang pandang sebelah kanan.

• Disfagia global

• Afasia

• Mudah frustasi

2.3.9. Pemeriksaan Diagnosis

a. Rontgen kepala dan medula spinalis

b. Elektro ensefalografi

c. Punksi lumbal

d. Angiografi

(33)

f. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

2.3.10. Diagnosis Banding

Menurut Longmore et al (2010) diagnosa banding stroke adalah :

cedera kepala, hemoragik subdural, hipoglikemia atau hiperglikemia,

tumor intrakranial, epilepsi (Cerebral Todd), limfoma pada sistem saraf

pusat, pneumocephalus (udara masuk melalui: otitis, sel-sel udara mastoid,

trauma), ensefalopati Wernicke (kondisi, biasanya terjadi sekunder

terhadap penyakit hati lanjut, ditandai dengan gangguan yang dapat

berlanjut ke koma, perubahan kejiwaan dari berbagai derajat, flapping

tremor, dan fector hepaticus), overdosis obat (jika koma), ensefalopati

hepatik, herpes ensefalitis, toksoplasmosis (pada pasien acquired immune

deficiency syndrome), abses (misalnya tifoid) dan mikotik aneurisma

(aneurisma terinfeksi disebabkan oleh jamur).

2.3.11. Penatalaksanaan Stroke 2.3.11.1. Stadium Hiperakut

Tindakan pada stadium ini dilakukan di instalasi gawat darurat dan

merupakan tindakan resusitasi jantung-paru-otak (RJPO) bertujuan

agar kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien

diberi oksigen 2L/menit dan cairan kristaloid atau koloid; hindari

pemberian cairan dekstrosa atau salin isotonik. Dilakukan pemeriksaan

CT scan, elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer lengkap dan

jumlah trombosit, protrombin time (PT), active partial protrombin

time (APTT), glukosa darah, elektrolit darah; jika hipoksia, dilakukan

analisis gas darah. Tindakan lain di instalasi gawat darurat adalah

memberikan dukungan mental kepada pasien serta memberikan

(34)

2.3.11.2. Stadium Akut

Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor penyebab

maupun penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, psikologis serta

membantu pemulihan sosial pasien. Penjelasan dan edukasi kepada

keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan

keluarga serta tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan

keluarga (Setyopranoto, 2011).

1. Stroke Iskemik

a. Terapi umum :

Letakkan kepala pasien dan dada pada satu bidang; ubah

posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila

hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas,

beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis

gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi

dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya;

jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan

kateter urin). Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik,

kristaloid atau koloid 1500-2000ml dan elektrolit sesuai

kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin

isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi

menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau

kesadaran menurun, dianjurkan melalui selang nasogastrik.

Kadar gula darah >150mg% harus dikoreksi sampai batas gula

darah sewaktu 150mg% dengan insulin drip intravena kontinu

selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah

<60mg% atau <80mg% dengan gejala) diatasi segera dengan

dekstrosa 40% intravena sampai kembali normal dan harus

dicari penyebabnya (Setyopranoto, 2011).

Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan

(35)

segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik ≥220mmHg,

diastolik ≥120mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) ≥130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung

kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah

maksimal adalah 20%, dan obat yang direkomendasikan:

natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat

ACE, atau antagonis kalsium. Jika terjadi hipotensi, yaitu

tekanan sistolik ≤90mmHg, diastolik ≤70mmHg, diberi NaCl

0,9% (250mL) selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam

dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi.

Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih

<90mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit sampai

tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg. Jika kejang, diberi

diazepam 5-20 mg intravena pelanpelan selama 3 menit,

maksimal 100mg per hari; dilanjutkan pemberian

antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang

muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral

jangka panjang. Jika didapatkan tekanan intrakranial

meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25 sampai

1g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound

atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30

menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan

pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat

diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid

(Setyopranoto, 2011).

b. Terapi khusus:

Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet

seperti aspirin dan anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan

(36)

Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau

pirasetam jika didapatkan afasia (Setyopranoto, 2011).

2. Stroke Hemoragik

a. Terapi umum :

Pasien stroke hemoragik harus dirawat di instalasi gawat

darurat jika volume hematoma >30mL, perdarahan

intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis

cenderung memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai

tekanan darah pramorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik

>180mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan

volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung,

tekanan darah harus segera diturunkan dengan labetalol

intavena 10mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg

(pemberian dalam 10 menit) maksimum 300mg; enalapril

intravena 0,625-1.25mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25mg

per oral (Setyopranoto, 2011).

Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat,

posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat

penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 sekitar

20-35mmHg). Penatalaksanaan pada stroke iskemik adalah

sama dengan penyakit tukak lambung, diatasi dengan antagonis

H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor pompa proton;

komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan

diobati dengan antibiotik spektrum luas (Setyopranoto, 2011).

b. Terapi khusus :

Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia

(2007) dalam Setyopranoto (2011), neuroprotektor dapat

diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan bedah

mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada

(37)

serebelum berdiameter >3cm³, hidrosefalus akut akibat

perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan

VP-shunting, dan perdarahan lobar >60mL dengan tanda

peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi

(Setyopranoto, 2011).

2.3.11.3. Stadium Subakut

Tindakan medis berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi

wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat

perjalanan penyakit yang panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus

intensif pasca stroke di rumah sakit dengan tujuan kemandirian pasien,

mengerti, memahami dan melaksanakan program preventif primer dan

sekunder. Terapi fase subakut (Setyopranoto, 2011) :

a. Melanjutkan terapi sesuai dengan kondisi akut sebelumnya

b. Penatalaksanaan komplikasi

c. Restorasi atau rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu

fisioterapi, terapi wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi

d. Prevensi sekunder

e. Edukasi keluarga

2.3.12. Pencegahan Stroke

Menurut Longmore et al (2010) pencegahan stroke adalah :

1. Pencegahan primer (yaitu sebelum stroke)

Pengendalian faktor risiko: mencari dan mengobati hipertensi,

diabetes mellitus, peningkatan lipid (pengobatan dengan statin

penurunan lipid sebanyak 17%), dan penyakit jantung. Olahraga yang

teratur membantu (meningkatkan high density lipoprotein (HDL),

meningkatkan toleransi glukosa). Suplemen folat juga dapat membantu

(penurunan homosistein serum). Membantu pasien untuk merokok

(38)

merokok mengurangi risiko stroke, dengan manfaat terlihat dalam ≤5

tahun). Gunakan antikoagulan seumur hidup jika rematik atau katup

jantung prostetik di sisi kiri, dan mempertimbangkan pada fibrilasi

atrium non-rematik kronis, terutama jika ada faktor-faktor risiko

vaskular lainnya.

2. Pencegahan sekunder (yaitu mencegah stroke lanjut)

Kontrol faktor risiko (sebagai pencegahan primer di atas).

Beberapa penelitian besar menunjukkan keuntungan yang cukup besar

jika menurunkan tekanan darah dan kolesterol. Pemberian antiplatelet

setelah stroke, kecuali jika pada pasien dengan perdarahan primer

diberikan aspirin 300mg/24 jam selama 2 minggu, kemudian

75mg/hari. Clopidogrel setidaknya sama baiknya dengan aspirin

sebagai monoterapi, dan mungkin sebagus aspirin ditambah

dipyridamole. Jika aspirin toleran, tambahkan inhibitor pompa proton,

jika aspirin hipersensitivitas, pengganti clopidogrel. Pemberian

antikoagulasi setelah stroke seperti warfarin harus digunakan, bukan

sebagai agen antiplatelet tapi hanya untuk stroke atau fibrilasi emboli

atrium yang kronis, dan hanya dari 2 minggu setelah stroke (jika klinis

dan radiologis menunjukan stroke minor, pertimbangkan 7-10 hari).

Gunakan terapi antiplatelet sampai antikoagulasi, jika sudah

antikoagulan, tahan antikoagulan dan ganti dengan antiplatelet selama

1 minggu. Gunakan terapi antiplatelet jika risiko jatuh, trauma dan

lain-lain. Pemberian warfarin dengan aspirin meningkatkan risiko

perdarahan tanpa manfaat tambahan. Oleh karena itu, pemberian

warfarin bersamaan dengan aspirin tidak dianjurkan.

2.3.13. Komplikasi

Menurut Longmore et al. (2010) komplikasi stroke adalah :

(39)

b. Luka tekanan

c. Konstipasi

d. Depresi

e. Stres dalam keluarga (misalnya alkoholisme).

2.3.14. Prognosis

Perawatan yang baik (misalnya untuk mencegah luka) pada unit

stroke, agen antiplatelet, dan intervensi cepat (misalnya setelah carotid

doppler imaging) adalah kunci. Bagi mereka dengan iskemik stroke yang

minor atau TIA, penilaian darurat dan perawatan menyelamatkan nyawa

(Longmore et al, 2010).

2.4. Caregivers

2.4.1. Definisi Caregiver

Caregivers didefinisikan sebagai mereka yang memberikan perawatan

tanpa bayaran, kepada orang dewasa atau anak yang memerlukan

kebutuhan khusus. Diperkirakan 65,7 juta orang-orang di Amerika Serikat

pada tahun 2009 telah menjabat sebagai caregiver yang tidak dibayarkan

kepada orang dewasa atau anak-anak dan sekitar 28,5% dari responden

yang disurvei melaporkan menjadi caregiver. Persentase caregiver

tampaknya tidak berubah secara signifikan sejak tahun 2004. Caregivers

didominasi perempuan (66%), rata- rata 48 tahun. Sepertiga caregiver

yang mengurus dua orang atau lebih (34%). Sebagian besar perawat

memberikan perawatan untuk keluarga sendiri (86%), dengan lebih dari

sepertiga mengurus orang tua (36%). Satu per tujuh perawatan untuk anak

mereka sendiri (14%). Caregivers berperan selama rata-rata 4,6 tahun,

dengan tiga per sepuluh telah memberikan perawatan selama lima tahun

atau lebih (31%). Sebagian besar penerima layanan adalah perempuan

(40)

berusia 50 tahun atau lebih, 14% merawat usia dewasa 18-49, sementara

14% mengurus anak di bawah usia 18 tahun (Greenwald et al, 2009).

2.4.2. Kondisi Penerima Perawatan Caregiver

Menurut Greenwald et al (2009) ketika caregiver ditanya apa yang

mereka anggap menjadi alasan utama pasien mereka membutuhkan

perawatan, caregiver melaporkan ada dua masalah besar yaitu usia tua

(12%) dan mengalami Alzheimer atau demensia (10%). Selain itu ada

yang menyebutkan pasien mereka mengalami gangguan mental atau

emosional (7%), kanker (7%), penyakit jantung (5%), dan stroke (5%).

Rata-rata, caregiver menghabiskan 20,4 jam per minggu memberikan

perawatan. Caregiver perempuan menghabiskan lebih banyak waktu

memberikan perawatan daripada caregiver pria, rata-rata (21,9

dibandingkan 17,4 jam/minggu). Sejak tahun 2004, telah terjadi perubahan

dalam jumlah caregiver yang memberi perawatan kepada orang dewasa

yang membutuhkan rawatan khusus; dengan menghabiskan waktu

merawat orang yang mereka kasihi, dan dengan cara memanfaatkan waktu

dalam perawatan mereka. Jumlah jam yang dihabiskan memberikan

pelayanan menurun sebesar 2,6 jam, sekarang caregiver untuk orang

dewasa menghabiskan rata-rata 18,9 jam per minggu. Mayoritas caregiver

menghabiskan waktu mereka dengan membantu orang yang mereka rawat

dengan setidaknya satu kegiatan kehidupan sehari-hari (56%). Yang paling

umum adalah membantu penerima layanan masuk dan keluar dari tempat

tidur dan kursi (40%). Tugas perawatan pribadi juga cukup umum adalah

membantu pasien berpakaian (32%), membantu dengan mandikan (26%),

bantuan dengan mendapatkan ke kamar mandi (24%), bantuan berurusan

dengan inkontinensia (18%) dan membantu memberi makan kepada

pasien mereka (19%) (Greenwald et al, 2009).

(41)

Menurut Greenwald et al (2009) kebanyakan caregiver yang

merawat pasien yang menerima perawatan tidak di rumah perawatan

(nursing-home) mengatakan setidaknya satu caregiver yang tidak dibayar

membantu dalam perawatan pasien mereka (66%), sementara hanya 35%

menggunakan bantuan caregiver yang dibayar seperti pembantu rumah

tangga atau orang lain yang bersedia merawat pasien tersebut.

Di antara caregiver yang berusia 65 atau lebih tua, merupakan

caregiver yang tidak dibayar untuk merawat pasien yang memerlukan

perawatan (47%) dibandingkan dari caregiver yang berusia muda (30%).

Caregiver yang tinggal satu rumah dengan pasien mereka juga merupakan

salah seorang caregiver yang memberikan perawatan kepada pasien

mereka dan tidak dibayar (49%) dibandingkan caregiver yang tidak

tinggal bersama pasien mereka (25%). Diantara caregiver yang merawat

pasien dewasa yang tidak menerima perawatannya dirumah perawatan

mengatakan ada setidaknya satu caregiver yang tidak dibayar lainnya

membantu dalam perawatan pasien mereka (68%). Di sisi lain, caregiver

yang dibayar, pembantu rumah tangga atau staf lain menurun dari 41%

pada 2004 menjadi 35% pada tahun 2009 (Greenwald et al, 2009).

2.4.4. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Caregiver Pasien Stroke

Meskipun kemajuan terbaru dalam terapi stroke, mayoritas stroke

pasien tidak mencari perhatian medis segera. Bahkan di negara maju

seperti Amerika Serikat, Inggris dan Perancis ada kurangnya pengetahuan

antara pasien stroke tentang stroke warning sign dan faktor risiko.

Menurut Pandian et al ditemukan ada hubungan antara pengetahuan

stroke dan pendidikan tinggi. Menurut Kothari et al tidak menemukan

korelasi antara kesadaran yang lebih baik dan pendidikan. Kebanyakan

penelitian tentang kesadaran masyarakat stroke dari negara-negara maju

telah menemukan bahwa pengetahuan tentang stroke bervariasi dengan

(42)

Dalam penelitian Kumar Das et al (2011) dari 418 peserta, 280

(67,0%) ditemukan menyadari tanda-tanda dan gejala stroke dan sisanya

138, (33,0%) tidak menyadari tanda-tanda dan gejala stroke. Hampir 56%

hingga 62% dari populasi penelitian Kumar Das et al (2011) tidak

menyadari faktor risiko stroke dan hampir 35% hingga 46% tidak

menyadari gejala stroke. Menurut Kumar Das et al (2011) kurangnya

kesadaran dapat menyebabkan keterlambatan dalam membawa pasien

yang mengalami stroke ke rumah sakit dan memulai pengobatan yang

diperlukan. Pengetahuan tentang faktor risiko stroke dapat mempengaruhi

kejadian stroke, dan membantu merancang strategi pencegahan. Dalam

penelitian Kumar Das et al (2011), 49,8% dari subjek lansia, tidak

mengetahui adanya faktor risiko stroke, 17,2% bisa mengenali satu sampai

3 faktor risiko, 20,6% diakui 4 sampai 7 faktor risiko dan 12,4% diakui ≥

8 faktor risiko (Kumar Das et al, 2011).

Menurut Pandian et al (2004) prevalensi stroke di India bervariasi

di berbagai wilayah negara dan berkisar 40-270 per 100 000 penduduk.

Meskipun kemajuan terbaru dalam terapi stroke, masyarakat masih kurang

informasi tentang stroke, dan beberapa pasien stroke datang ke rumah

sakit pada waktunya untuk menerima pengobatan. Bahkan di

negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Kanada, ada

kurangnya pengetahuan masyarakat tentang faktor risiko stroke dan stroke

warning sign. Cara terbaik bagi pasien untuk menerima pengobatan stroke

yang paling efektif adalah untuk mendapatkan ke ruang gawat darurat

secepat mungkin setelah mereka memiliki gejala. Studi dari Australia dan

India telah menyelidiki berbagai faktor yang menghambat rawat inap pada

pasien dengan stroke. Namun, tidak ada penelitian dari India dan negara

berkembang lain mengenai persepsi masyarakat tentang stroke warning

sign dan faktor risiko. Kesadaran gejala dan faktor risiko yang penting

bagi masyarakat untuk secara efektif menggunakan terapi trombolitik

untuk stroke akut pada waktu yang tepat. Menurut Pandian et al (2004)

(43)

masih rendah dan tidak berbeda secara signifikan dari responden yang

tidak memiliki faktor risiko. Upaya pendidikan masa depan harus fokus

tidak hanya pada masyarakat umum, tetapi juga di antara individu yang

berisiko tinggi stroke (Pandian et al, 2004).

Menurut Safitri et al (2012) beberapa caregiver pasien stroke

mengatakan mereka jarang membantu pasien untuk melakukan gerakan

fisik di rumah, tidak terlalu mengerti makanan seperti apa yang seharusnya

dihindari, dan karena banyaknya kesibukan, caregiver terkadang lalai

untuk mengantar pasien untuk kontrol ke rumah sakit. Sikap caregiver

dalam memberikan perawatan pada pasien yang dilatarbelakangi oleh

minimnya pengetahuan yang mereka punya tentang penyakit stroke serta

perawatannya inilah yang nantinya memberikan kemungkinan terjadinya

(44)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian maka kerangka konsep dalam penelitian ini

adalah:

3.2. Hipotesis

Hipotesis yang didapat adalah : Ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan sikap caregiver pasien stroke.

3.3. Definisi Operasional

3.3.1. Variable Independen:Tingkat pengetahuan

a. Definisi

Kemampuan caregiver menjawab pertanyaan yang berkaitan tentang

stroke yaitu:

• Penyebab

• Faktor risiko

• Komplikasi

• Pencegahan

Variable Dependen Variable Independen

Sikap caregiver pasien stroke

dinilai dari:

• respon positif

• respon negatif Tingkat Pengetahuan dinilai: tingkat

pengetahuan caregiver tentang stroke

(45)

b. Alat Ukur

Kuesioner.

c. Cara Ukur

Mengisi kuesioner bagian B yang terdiri dari 24 pertanyaan dengan

memilih jawaban benar atau salah, atau tidak tahu. Jika benar diberi

skor 1; salah : 0; tidak tahu : 0.

d. Hasil Pengukuran

Tinggi, jika jawaban benar ≥ 75% (skor ≥ 18); rendah, jika jawaban

benar < 75% (skor <18).

e. Skala Pengukuran

Skala ordinal.

3.3.2. Variable Dependen:Sikap

a. Definisi

Tanggapan atau reaksi caregiver mengenai perawatan pasien stroke;

sikap diperoleh dari pendapat respon caregiver terhadap pernyataan-

pernyataan yang diberikan.

b. Alat Ukur

Kuesioner.

c. Cara Ukur

Sikap diukur dengan mengisi kuesioner bagian C yang terdiri 18

pernyataan dengan memberikan respon atau pendapat terhadap

pernyataan sesuai skala Likert berupa:

• Sangat tidak setuju;

• Tidak setuju;

• Setuju;

• Sangat setuju.

d. Hasil Pengukuran

Pada analisis dikategorikan sebagai:

(46)

e. Skala Pengukuran

Skala ordinal.

3.3.3. Caregiver :

Caregiver dalam penelitian ini adalah apabila :

• Merawat satu pasien saja.

• Bertemu dengan pasien setiap hari.

• Bertugas untuk membantu pasien stroke dalam melakukan kegiatan

kehidupan seharian seperti membantu mandikan pasien, tukar pakaian,

(47)

BAB 4

DESAIN DAN METODOLOGI

4.1. Jenis Penilitian

Jenis penilitian yang digunakan adalah penelitian analitik dengan desain cross sectional. Jenis penelitian ini dipilih karena peneliti ingin mengetahui hubungan

tingkat pengetahuan dengan sikap caregiver pasien stroke. Dalam studi cross

sectional ini, variabel independen adalah tingkat pengetahuan caregiver pasien

stroke tentang stroke dan perawatanya dan variabel dependen adalah sikap

caregiver pasien stroke.

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1. Tempat penelitian

Penelitian telah dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan. RSUP Haji

Adam Malik dipilih sebagai tempat penelitian karena merupakan rumah

sakit rujukan dan salah satu rumah sakit tipe A di Medan, yaitu rumah

sakit rujukan yang memiliki fasilitas yang lengkap.

4.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan selama sembilan bulan yaitu dari bulan

Maret hingga November 2013.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah semua caregiver pasien stroke di RSUP

Haji Adam Malik. Pemilihan sampel telah dilakukan dengan metode

consecutive sampling yaitu memiliki sampel yang ditemukan dan

(48)

4.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah caregiver pasien stroke yang memiliki

karakteristik (kriteria inklusi dan eksklusi) sebagai berikut:

a. Kriteria Inklusi

1. Dapat membaca dan menulis.

2. Mampu berkomunikasi dengan baik.

3. Caregiver yang berusia >18 tahun.

b. Kriteria Eksklusi

Caregiver yang tidak bersedia menjadi responden.

Jumlah sampel yang diperlukan dihitung berdasarkan rumus Snedeco dan

Cochran:

n = Zα².P.Q

n = (1,96)² x (0,43) x 0,57

(0,15)²

n = 41.85 digenapkan 42 orang

Keterangan :

n : Jumlah sampel minimum

Zα : nilai distribusi normal baku (table Z) pada α tertentu.

P : Perkiraan proporsi penyakit atau keadaan yang akan dicari (43%)

Q : (1- P)

d : Tingkat ketetapan absolute yang dikehendaki atau kesalahan

absolute (15%)

Hasil perhitungan rumus diatas didapatkan jumlah sampel yaitu sebanyak

42 orang.

(49)

Jenis data yang telah dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer

(kumpulan fakta yang dikumpul sendiri oleh peneliti). Peneliti melakukan

pengumpulan data kepada caregiver yang hadir bersama pasien stroke di RSUP

Haji Adam Malik.

4.5. Instrumen Penelitian

Instrumen berupa kuesioner sebagai alat bantu dalam pengumpulan data yang

terdiri dari beberapa pertanyaan dan pernyataan.

4.6. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan melalui beberapa tahapan:

a. Tahap pertama editing yaitu mengecek nama dan kelengkapan identitas

maupun data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah

diisi sesuai petunjuk.

b. Tahap kedua coding yaitu memberi kode atau angka tertentu pada

kuesioner untuk mempermudah waktu mengadakan tabulasi dan analisa,

pada pernyataan dengan jawaban benar diberi skor 1, jawaban salah skor 0

dan jawaban tidak tahu skor 0. Sedangkan pada pernyataan sikap

dilakukan pengklasifikasian terlebih dahulu pernyataan sikap favorable

dan unfavorable. Pada pernyataan favourable, jawaban sangat setuju (SS)

diberi skor 4, untuk jawaban setuju (S) diberi skor 3, jawaban tidak setuju

(TS) diberi skor 2 dan jawaban sangat tidak setuju diberi skor 1.

Sedangkan pada pernyataan sikap unfavorable, jawaban sangat setuju (SS)

diberi skor 1, untuk jawaban setuju (S) diberi skor 2, jawaban tidak

setuju (TS) diberi skor 3 dan jawaban sangat tidak setuju diberi skor 4.

c. Tahap ketiga entry yaitu memasukkan data dari kuesioner ke dalam

(50)

d. Tahap ke empat adalah melakukan cleaning yaitu mengecek kembali

data yang telah di entry untuk mengetahui ada kesalahan atau tidak.

e. Tahap kelima adalah melakukan analizing yaitu data yang diperoleh

diolah dan ditabulasi kemudian dianalisa dengan menggunakan komputer.

Data berkaitan tingkat pengetahuan diklasifikasikan menjadi tingkat

pengetahuan tinggi dan rendah, sedangkan data berkaitan dengan sikap

diklasifikasikan menjadi sikap positif dan negatif. Setelah pengelompokan

selesai, kemudian dilakukan analisis hubungan antara variabel tingkat

pengetahuan dengan variabel sikap dengan menggunakan uji statistik Chi

(51)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam

Malik. Rumah sakit ini berlokasi di Jalan Bunga Lau No.17, Kelurahan

Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan, Medan, Sumatera Utara.

Rumah sakit ini merupakan rumah sakit pemerintah dengan kategori kelas

A. Dengan predikat rumah sakit kelas A, RSUP H. Adam Malik Medan

telah memiliki fasilitas kesehatan yang memenuhi standard dan tenaga

kesehatan yang kompeten. Selain itu, RSUP H. Adam Malik Medan juga

merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah Sumatera yang meliputi

Sumatera Utara, D. I. Aceh, Sumatera Barat, dan Riau sehingga dapat

menjumpai pasien dengan latar belakang yang sangat bervariasi.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502/ Menkes/ IX/ 1991

tanggal 6 September 1991, RSUP H. Adam Malik Medan ditetapkan

sebagai rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel

Sampel penelitian ini adalah caregiver pasien stroke yang

memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi yang telah ditetapkan oleh

peneliti. Jumlah sampel adalah sebanyak 42 orang.

5.1.3. Karakteristik Caregiver

Karakteristik caregiver yang menjadi variabel dalam penelitian ini

adalah jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, penghasilan dan

pengalaman. Berikut adalah gambaran hasil karakteristik caregiver dalam

(52)

Tabel 5.1. Distribusi Caregiver menurut Jenis Kelamin Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)

Laki-laki 12 28,6

Perempuan 30 71,4

Jumlah 42 100

Pada tabel 5.1 dapat dilihat tentang distribusi caregiver

berdasarkan jenis kelamin diketahui bahwa jumlah caregiver perempuan

lebih banyak daripada caregiver laki-laki. Jumlah caregiver perempuan

sebanyak 71,4% sedangkan caregiver laki-laki hanya 28,6%.

Tabel 5.2. Distribusi Caregiver menurut Usia

Usia Frekuensi (n) Persentase (%)

<20 Tahun - -

20-30 Tahun 14 33,3

30-40 Tahun 13 31,0

>40 Tahun 15 35,7

Jumlah 42 100

Pada tabel 5.2 menunjukkan distribusi caregiver berdasarkan

kelompok umur diketahui bahwa sampel yang diteliti dengan jumlah

terbanyak pada kelompok usia 40 tahun ke atas, yaitu sebanyak 15 orang

(35,7%), kelompok umur 30-40 sebanyak 13 orang (31,0%), 20-30 tahun

sebanyak 14 (33,3%) dan tidak ada caregiver pada kelompok usia 20

Gambar

Gambar 2.1. Menunjukkan Circle of Willis
Tabel 2.1. Faktor risiko stroke
Tabel 5.1. Distribusi Caregiver menurut Jenis Kelamin
Tabel 5.3. Distribusi Caregiver menurut Tingkat Pendidikan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Banyak strategi yang bisa dikembangkan, dimana muaranya adalah pada perencanaan strategi yang berkaitan langsung dengan pengelolaan Pembelajaran Berorientasi Kecakapan

KEBIMBANGAN KAUM-KAUM BUKAN CINA Persahabatan erat dengan Negara China boleh menimbulkan ketakutan atau sekurang-kurangnya kebimbangan dari kaum-kaum bukan-China kerana

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji mengenai kompetensi kepribadian guru dalam melakukan pendekatan psikologis, pembentukan perilaku anak, upaya-upaya yang dilakukan,

After some time, James will leave his bicycle beside the road and continue on foot, so that when Paul reaches the bicycle he can mount it and cycle the rest of the distanceB.

[r]

Hasil dari analisis data dapat disimpulkan bahwa sari buah jeruk nipis dapat menurunkan kadar kolesterol dan berat badan secara signifikan pada mencit putih jantan, tetapi

Menjadi organisasi belajar adalah hal lain, strategi yang relatif baru yang digunakan beberapa rumah sakit untuk meningkatkannya kinerja (Soklaridis, 2014). Rumah sakit swasta

 Siswa dapat memahami berbagai isi buku yang dibaca (judul, pengarang, jumlah halaman, dan isi) dengan kalimat yang runtut. 