A. Kajian Umum Sungai
Sungai adalah suatu badan air yang mengalir ke satu arah. Air sungai dingin
dan jernih serta mengandung sedikit sedimen dan makanan. Aliran air dan gelombang
secara konstan memberikan oksigen pada air. Suhu air bervariasi sesuai dengan
ketinggian dan garis lintang. Komunitas yang berada di sungai berbeda dengan danau.
Air sungai yang mengalir deras tidak mendukung keberadaan komunitas plankton
untuk berdiam diri, karena akan terbawa arus (Hidayat, 2010 : 77).
Sungai merupakan ekosistem perairan mengalir yang airnya berasal dari
sumber air dan limpasan satuan-satuan hidrologi dalam daerah alirannya. Sungai
dapat diibaratkan sebagai organisme hidup karena mengalami pola perubahan fisik
seiring dengan berlalunya waktu. Pada umumnya, semakin tua sungai, maka
lembahnya akan semakin dalam dan anak sungainya akan semakin panjang dan rumit
(Lablink, 2001).
Sungai merupakan salah satu perairan darat yang mengalir. Berdasarkan letak
dan kondisi lingkungannya dibagi menjadi tiga bagian (Ridwanaz, 2010):
1. Hulu sungai, terletak di daerah yang dataran tinggi, mengalir melalui bagian
yang curam, dangkal, berbatu, arus deras, volume air kecil, kandungan
oksigen telarut tinggi, suhu yang rendah, dan warna air jernih.
2. Hilir sungai, terletak didaratan yang rendah, dengan arus yang tidak begitu
kuat dan volume air yang besar, kecepatan fotosintesis yang tinggi dan banyak
bertumpuk pupuk organik.
3. Muara sungai letaknya hampir mencapai laut atau pertemuan sungai-sungai
lain, arus air sangat lambat dengan volume yang lebih besar, banyak
mengandung bahan terlarut, lumpur dari hilir membentuk delta dan warna air
sangat keruh.
Ekosistem perairan tawar sendiri dapat dibedakan menjadi dua yaitu ekosistem perairan tawar tertutup dan ekosistem perairan tawar terbuka. Ekosistem perairan tawar tertutup adalah ekosistem yang dapat dilindungi terhadap pengaruh dari luar, sedangkan ekosistem perairan tawar terbuka adalah ekosistem perairan yang tidak atau sulit dilindungi terhadap pengaruh dari luar (Effendi 2007).
Sungai Sematang borang termasuk salah satu jenis perairan yang meliputi
faktor biotik dan abiotik. Faktor abiotik yaitu suhu udara, suhu lingkungan air,
kecepatan arus, kecerahan air dan panjang sungai, faktor biotik meliputi hewan dan
tumbuhan. Jenis perairan ini pada umumnya airnya menggenang dan kedalaman
airnya tidak terlalu dalam. Tanah di dasar rawa banyak mengandung bahan-bahan
organik yang berasal dari tumbuhan dan hewan yang telah mati ( Sumber : Badan
Pusat Statistik Kabupaten Banyuasin, 2013 ).
Undang-Undang RI No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, menyebutkan
kemakmuran rakyat adalah dengan meningkatkan daya dukung Daerah Aliran
Sungai (DAS) dan mempertahankan kecukupan hutan minimal 30 % dari luas
DAS dengan sebaran proporsional. Sedangkan yang dimaksud dengan Daerah
Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang
merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang
berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah
hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah
topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih
terpengaruh aktivitas daratan (UU No 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air) .
Daerah Aliran Sungai biasanya dibagi menjadi daerah hulu, tengah dan hilir.
Daerah hulu merupakan daerah konservasi dengan percepatan drainase lebih tinggi
dan berada pada kemiringan lebih besar (>15%), bukan merupakan daerah banjir
karena pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase. Daerah hilir
merupakan daerah dengan kemiringan lereng kecil sampai sangat kecil (<8%),
pengaturan pemakaian air ditentukan oleh 6 bangunan irigasi. Daerah tengah DAS
merupakan daerah transisi dari dua keadaan DAS yang berbeda tersebut di atas
(Asdak, 2002).
1. Letak Geografis Dan Iklim
Sungai Sematang Borang adalah salah satu anak sungai Musi. Sungai
Sematang Borang terletak di Kabupaten Banyuasin. Letak Geografis Kabupaten
Banyuasin terletak pada posisi antara 1,30°-4,0° Lintang Selatan dan 104° 00’-105°
sampai dengan bagian Timur dengan luas wilayah seluruhnya 11.832,99 Km2 atau
1.183.299 Ha (Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyuasin, 2013).
Wilayah Kabupaten Banyuasin memiliki tipe iklim B1 menurut Klasifikasi
Oldemand dengan suhu rata-rata 26,100 – 27,400 Celcius dan kelembaban rata-rata
dan kelembaban relatif 69,4 % - 85,5 % dengan rata-rata curah hujan 2.723
mm/tahun. Sedangkan jenis tanah di Kabupaten Banyuasin terdiri dari 4 jenis, yaitu:
a. Organosol : terdapat di dataran rendah/rawa-rawa.
b. Klei Humus : terdapat di dataran rendah/rawa-rawa.
c. Alluvial : terdapat di sepanjang sungai.
d. Polzoik : terdapat di daerah berbukit-bukit.
B. Kondisi Fisik Dan Kimia Perairan
a.
Lingkungan Fisik Daeah Aliran Sungai (DAS)1. Suhu
Suhu adalah salah satu faktor yang penting dalam suatu perairan untuk
mengukur temperatur lingkungan tersebut. Suhu merupakan salah satu faktor yang
penting dalam suatu perairan karena suhu merupakan faktor pembatas bagi ekosistem
perairan dan akan membatasi kehidupan organisme akuatik. Suhu mematikan (lethal)
hampir untuk semua spesies ikan bekisar 10-11ºC selama beberapa hari. Kisaran suhu
air yang baik dalam perairan dan kehidupan ikan yaitu berkisar antara 23-32ºC
2. Kecerahan
Kecerahan adalah sebagian cahaya yang diteruskan ke dalam air dan
dinyatakan dengan persen (%), dari beberapa panjang gelombang di daerah spektrum
yang terlihat cahaya yang melalui lapisan sekitar satu meter, jatuh agak lurus pada
permukaan air. Kemampuan cahaya matahari untuk menembus sampai ke dasar
perairan dipengaruhi oleh kekeruhan air (Kordi dkk, 2007:55 dalam Apriatin, 2012).
Kecerahan air berkisar antara 40-85 cm. tidak menunjukkan perbedaan yang
besar. Kecerahan air pada musim kemarau adalah 40-85 cm dan pada musim hujan
antara 60-80 cm. kecerahan air di bawah 100 cm tergolong tingkat kecerahan rendah.
Kejernihan sangat ditentukan oleh partikel-partikel terlarut dan Lumpur. Semakin
banyak partikel atau bahan organik terlarut maka kekeruhan akan meningkat.
Kekeruhan atau konsentrasi bahan tersuspensi dalam perairan akan menurunkan
efisiensi makan dari organisme (Akromi dan Subroto : 2012)
Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan
ukuran transparansi perairan yang ditentukan secara visual dengan menggunakan
recchi disk. Kekeruhan pada perairan yang tergenang (lentik), misalnya danau, lebih
banyak disebabkan oleh bahan tersuspensi yang berupa koloid dan partikel –partikel
halus. Sedangkan kekeruhan pada sungai yang sedang banjir lebih banyak disebabkan
oleh bahan-bahan tersuspensi yang berukuran lebih besar yang berupa lapisan
permukaan tanah yang terletak oleh aliran air pada saat hujan (Effendi : 2003)
3. Kedalaman
Kedalaman merupakan salah satu parameter fisik, dimana semakin dalam
merupakan wadah penyebaran atau faktor fisik yang berhubungan dengan banyak air
yang masuk ke dalam suatu perairan. Pengukuran dilakukan secara bersekala. Paralon
bersekala dimasukan kedalam perairan dengan posisi tegak sampai menyentuh dasar
perairan. Batas yang ditunjukan peralon tersebut adalah kedalaman dari perairan
tersebut (Melandi : 2011 dalam Tiara : 2012).
4.
Kecepatan ArusArus air adalah faktor yang mempunyai peranan yang sangat penting baik
pada periran letik maupun pada perairan lentik. Hal ini berhubungan dengan
penyebaran organisme, gas-gas terlarut dan mineral yang terdapat di dalam air.
Kecepatan aliran air akan bervariasi secara vertikal. Arus air pada perairan lotik
umumnya bersifat tusbulen yaitu arus air yang bergerak ke segala arah sehingga air
akan terdistribusi ke seluruh bagian dari perairan. Pada ekosistem lentik arus
dipengaruhi oleh kekuatan angin, semakin kuat tiupan angin akan menyebabkan arus
semakin kuat dan semakin dalam mempengaruhi lapisan air. Pada perairan letik
umumnya kecepatan arus berkisar antara 3 m / detik. Meskipun demikian sangat sulit
untuk membuat suatu batasan mengenai kecepatan arus. Karena arus di suatu
ekosistem air sangat berfluktuasi dari waktu ke waktu tergantung dari fluktuasi debit
dan aliran air dan kondisi substrat yang ada (Barus : 2001).
Kecepatan arus sungai dipengaruhi oleh kemiringan, kesuburan kadar sungai.
Kedalaman dan keleburan sungai, sehingga kecepatan arus di sepanjang aliran sungai
dapat berbeda-beda yang selanjutnya akan mempengaruhi jenis substrat sungai
b. Faktor Kimia DAS 1. Salinitas
Salinitas adalah nilai yang menunjukkan jumlah garam-garam terlarut dalam
satuan volume air yang biasanya dinyatakan dengan satuan promil (%). Salinitas
memiliki pengaruh terhadap tekanan osmotik air. Perubahan salinitas secara cepat
umumnya menyebabkan tingkat kematian yang tinggi. Salinitas air dipengaruhi oleh
pencampuran air laut dan tawar, curah hujan dan evaporasi (Ridwanaz, 2010).
2. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) merupakan suatu indeks konsentrasi ion hidrogen dan
mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan organisme perairan, sehingga
dapat dipergunakan sebagai petunjuk baik buruknya suatu perairan sebagai
lingkungan hidup. Derajat keasaman berpengaruh sangat besar terhadap kehidupan
hewan dan tumbuhan air serta mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Nilai
pH dapat dipengaruhi anatara lain buangan industri dan rumah tangga (Ridwanaz,
2010).
Pengukuran pH dilakukan ditengah didapatkan 6,7. Larutan atau air dikatakan
asam jika pH-nya < 7, dikatankan basa jika pH-nya > 7, jadi pH 6,7 dikatakan basa.
Seperti yang diungkapkan Siregar,et al (2002) Derajat keasaman (pH) merupakan
suatu indeks konsentrasi ion hidrogen dan mempunyai pengaruh yang besar terhadap
kehidupan organisme perairan, sehingga dapat dipergunakan sebagai petunjuk baik
buruknya suatu perairan sebagai lingkungan hidup. Derajat keasaman berpengaruh
toksisitas suatu senyawa kimia. Nilai pH dapat dipengaruhi anatara lain buangan
industri dan rumah tangga. Derajat krasaman (pH) berkaitan erat dengan
karbondioksida dan alkalinitas, semakin tinggi pH, semakin tinggi alkalinitas dan
semakin rendah kadar kandungan dioksida bebas. pH merupakan tingkat derajat
keasaman yang dimiliki setiap unsur, pH juga berpengaruh terhadap setiap organisme,
karena setiap organisme atau individu memiliki ketentuan pada derajat keasaman
(pH) berapa mereka dapat hidup (Effendi : 2003)
3. DO
DO atau oksigen terlarut merupakan jumlah gas O2 yang diikat oleh molekul
air. KelarutanO2 di dalam air terutama sangat dipengaruhi oleh suhu dan mineral
terlarut dalam air. Kelarutan maksimum oksigen dalam air terdapat pada suhu 00C,
yaitu sebesar 14,16mg/l. Konsentrasi ini akan menurun seiring peningkatan ataupun
penurunan suhu. Sumber utama DO dalam perairan adalah dari dari udara melalui
kontak antara permukaan air dengan udara, sedangkan berkurangnya DO dalam
perairan adalah kegiatan respirasi organisme perairan atau melalui pelepasan secara
langsung dari permukaan perairan ke atmosfer (Lutfi, 2009).
4. Kebutuhan Oksigen Biokimia atau Biochemical Oxygen Demand (BOD)
BOD merupakan gambaran kadar bahan organik, yaitu jumlah oksigen yang
dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi
karbondioksida dan air. BOD menunjukkan jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh
suhu sekitar 20oC selama lima hari, dalam keadaan tanpa cahaya (Boyd, 1988 dalam
Apriyatin, 2012).
C. Kajian Tentang Keanekaragaman dan Pola Penyebaran
Keanekaragaman spesies meliputi kekayaan, kemerataan, diversitas dalam
stand dan diantara stand. Kekayaan spesies adalah jumlah spesies pada beberapa area
dalam suatu komunitas. Kemerataan satu menjadi maksimum bila semua spesies
mempunyai jumlah individu yang sama. Diversitas spesies adalah gabungan
kekayaan dan kemerataan spesies, dimana suatu komunitas dengan kekayaan
komunitas yang tinggi dan kemerataan juga tinggi, maka komunitas itu akan
mempunyai indeks diversitas yang tinggi pula. Sebaliknya suatu komunitas yang
walaupun kekayaan jenisnya tinggi, tetapi kemerataannya rendah, maka indeks
diversitasnya juga akan rendah. Besar tidaknya keanekaragaman dalam suatu
komunitas ditentukan dengan indeks diversitas. Indeks deversitas yang sering
digunakan adalah indeks Simpson dan indeks Shanon Wiener yang sering juga
disebut indeks Shanon-Wiener (Hardiansyah : 2010).
Pola penyebaran adalah suatu pola yang di bentuk oleh organisme pada suatu
ekosistem di dalam populasinya sehingga akan membentuk suatu komunitas alamiah
tergantung pada cara hewan tersebut atau terpancarnya hewan tersebut. Pola
penyebaran bergantung pada sifat fisika lingkungan, keistimewaan biologis
Hampir merupakan aturan jika yang diperhatikan adlah individu-individu.
Penyebaran dalam populasi sendiri ada yang Penyebaran secara acak, Penyebaran
seragam dan Penyebaran mengelompok (Odum, 1993).
1. Penyebaran secara acak atau kebetulan yaitu individu menyebar dari bebereapa
tempat dan mengelompok dalam tempat lain. Penyebaran secara acak relatif jarang
di alami, terjadi dimana persaingan di antara individu sangat keras.
2. Penyebaran secara teratur atau seragam, yaitu individu-individu terdapat pada tempat tertentu dalam komunitas. penyebaran seragam dimana individu
membutuhkan jarak yang cukup untuk bertelur. Pola ini dilakukan
oleh Trichogaster pada musim kawin.
3. Penyebaran berkelompok yaitu individu-individu selalu ada dalam kelompok atau
sangat jarang terlihat sendiri secarah terpisah. pola penyebaran mengelompok
didasarkan oleh insting suatu individu untuk berkumpul di dekat sumber
makanannya.
Dari ketiga kategori ini, rumpun/berkelompok adalah pola yang paling sering
diamati dan merupakan gambaran pertama dari kemenangan dalam keadaan yang
D. Kajian Umum Tentang Trichogaster 1. Klasifikasi
a. Klasifikasi Ikan Sepat Mutiara (Trichogaster leerii)
Gambar 2.1 Sepat Mutiara (Trichogaster leerii) (Sumber : Perikanan Air Tawar 2002)
Klasifikasi Ilmiah :
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Famili : Osphronemidae
Genus : Trichogaster
Spesies : T.leeri’
b. Klasifikasi Ikan Sepat Siam (Trichogaster pectoralis)
Gambar 2.2 Sepat Siam (Trichogaster pectoralis) (Sumber : http://budidayaukm.blogspot.com)
Klasifikasi Ilmiah :
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Famili : Osphronemidae
Genus : Trichogaster
Spesies : Trichogaster Pectoralis
c. Klasifikasi Sepat Rawa (Trichogaster trichopterus)
Gambar 2.3 Sepat Rawa (Trichogaster trichopterus) (Sumber : perikanan tawar 2007)
Klasifikasi Ilmiah :
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Famili : Osphronemidae
Genus : Trichopodus
Spesies : Trichopodus trichopterus
Nama Lokal : Sepat Rawa
Sepat rawa adalah sejenis ikan air tawar. Di Jawa Barat dan seputaran Jakarta ikan
ini disebut sepat siam, sedangkan di Jawa Timur ia juga dikenal dengan nama sliper.
Dalam bahasa Inggris disebut Snake-Skin Gouramy, merujuk pada pola warna
belang-belang di sisi tubuhnya. Nama ilmiahnya adalah Trichogaster Trichopterus Pall.
2. Morfologi Trichogaster
Ciri-ciri morfologi ikan sepat mutiara (Trichogaster leeri) adalah bentuk
tubuh pipih (compressed), tubuh bersisik dan posisi mulut berada tepat di ujung
hidung (terminal). Mulut berukuran kecil dan dapat disembulkan (protactile).
Ikan sepat mutiara memiliki gurat sisi (linea lateralis) berbentuk lurus
dengan susunan lengkap dan sempurna dan terdapat satu bintik hitam tepat
pada ujung batang ekor. Tubuh ikan ini berwarna abu-abu dan dihiasi seperti
butiran mutiara dengan warna perak kehijauan yang indah. Ikan sepat mutiara
bertubuh pipih dan bermoncong runcing sempit, panjang keseluruhan beserta
ekor hingga 120 mm. Berwarna abu-abu atau kebiruan dengan pola butir-butir
berwarna kehijauan atau keperakan serupa mutiara. Sebuah garis berwarna
gelap berjalan pada tengah sisi tubuh, mulai dari ujung moncong melewati mata
dan berakhir dengan sebuah bintik pada pangkal ekor. Ikan jantan lebih
berwarna-warni, dengan tenggorokan dan sirip dubur bagian depan berwarna
kemerahan (Anonim 2014).
b. Sepat Siam (Trichogaster pectoralis)
Ikan sepat siam memiliki tubuh memanjang dan pipih, bermulut kecil dengan
bibir yang tipis, bertubuh sedang dengan panjang total mencapai 25 cm namun
umumnya kurang dari 20 cm . Tubuhnya ditutupi sisik kecil, sisik bagian punggung
berwarna kebiru - biruan dan bagian perut berwarna lebih terang. Garis hitam
melintang agak miring juga terdapat pada tubuhnya, mulai dari belakang sirip dada
sampai berakhir pada ekor. Dari hidung sampai pangkal ekor membujur bercak
yang menyerupai cambuk atau pecut, memanjang hingga ke ekornya. Sebagai ikan
yang hidup di rawa cocok dibudidayakan di dataran rendah sampai 800 m dari
permukaan laut dengan suhu optimal berkisar 25 - 350C (Murtidjo, 2001 : 74).
c. Sepat Rawa (Trichogaster trichopterus)
Ikan Sepat Rawa (Trichogaster trichopterus) memiliki ciri-ciri bentuk tubuhnya
yaitu tubuhnya pipih, kepalanya mirip dengan ikan gurami muda yaitu lancip.
Panjang tubuhnya tidak dapat lebih besar dari 15 cm, permulaan sirip punggung
terdapat di atas bagian yang lemah dari sirip dubur. Pada tubuhnya ada dua bulatan
hitam, satu di tengah-tengah dan satu di pangkal sirip ekor. Sirip ekor terbagi ke
adalan dua lekukan yang dangkal.
Ikan Sepat Rawa memiliki permulaan sirip punggung atas yang lemah dari sirip
duburnya. A. XI – X (XII). 33-38. bagian kepala dibelakang mata dua kali lebih dari
permulaan sirip punggung di atas bagian berjari-jari keras dari sirip dubur (Anonim
2014).
3. Reproduksi dan PerkembangbiakanTrichogaster
Sifat makanan ikan sepat adalah omnivora, di perairan umum mereka lebih
banyak memakan fitoplankton. Sebagian besar makanan sepat rawa adalah
tumbuh-tumbuhan air dan lumut. Namun ikan ini juga memangsa hewan-hewan kecil di air,
termasuk ikan-ikan kecil yang dapat termuat di mulutnya. Ikan sepat rawa
menyimpan telur telurnya dalam sebuah sarang busa yang dijagai oleh si jantan.
Setelah menetas, anakanaksepat diasuh oleh induk jantan, hingga dapat mencari
tubifex, kutu air, larva nyamuk, dan pakan kering (Anonim, 2008 dalam Murjani,
2009).
4. Habitat Trichogaster
Ikan ini hidup di rawa-rawa, danau, aliran-aliran air yang tenang, dan umumnya
lahan basah di dataran rendah termasuk sawah-sawah serta saluran irigasi. Di saat musim banjir, penyebarannya meluas mengikuti aliran banjir ini. Sepat rawa
memangsa zooplankton, krustasea kecil dan aneka larva serangga Pada musim berbiak, ikan jantan membangun sebuah sarang busa untuk menampung dan
memelihara telur-telur sepat betina, yang dijagainya dengan agresif Sepat, sebagaimana kerabat dekatnya yakni tambakan, gurami, betok, dan cupang,
tergolong ke dalam anak bangsa (subordo) Anabantoidei. Kelompok ini dicirikan
oleh adanya organ labirin (labyrinth) di ruang insangnya, yang amat berguna untuk
membantu menghirup oksigen langsung dari udara. Adanya labirin ini
memungkinkan ikan-ikan tersebut hidup di tempat-tempat yang miskin oksigen
seperti rawa-rawa, sawah dan lain-lain (Anonim 2013).
E. Pengajaran di SMA
Dalam penelitian yang berjudul “Analisis Keanekaragaman dan Pola
Penyebaran Trichogaster Berdasarkan Kondisi Abiotik daerah Aliran Sungai (DAS)
Sematang Borang dan Pengajarannya di SMA N 9 Palembang. Hasil penelitian ini
akan diajarkan pada siswa SMA Negeri 9 Palembang kelas X semester 1 dengan
menggunakan metode diskusi informasi pada mata pelajaran biologi sesuai dengan
1.2 Mendeskripsikan objek dan permasalahan biologi pada berbagai tingkat
organisasi kehidupan (molekul, sel, jaringan, organ, individu, populasi, ekosistem dan
bioma).
1. Metode Diskusi Informasi
Metode adalah cara, sedangkan tehnik adalah prosedur atau
langkah-langkah yang akan ditempuh. Pemilihan dan penggunaan suatu metode dan
teknik ditentukan oleh tujuan penggajaran yang hendak dicapai dan materi yang
hendak diajarkan. Metode pengajaran yang baik adalah yang mampu memotifasi
siswa agar mampu menggunakan penggetahuan untuk memecahkan suatu
masalah yang dihadapi ataupun untuk menjawab suatu persoalan.
Tujuan dan penggunaan metode adalah agar siswa dapat memusatkan
perhatian dan dalam melaksanakan metode seorang guru harus benar-benar siap
dalam materi dan penugasan bahan yang akan diajarkan pada siswa dalam
Mardiana (2004:2 1).
Metode diskusi informasi merupakan salah satu cara penyampaina
pengajaran dimana guru dan siswa menjadi aktif, guru menyampaikan materi
dalam bentuk pertanyaan pada siswa, sedangkan siswa mencari jawaban
pertanyaan yang diberikan oleh guru, siswa mwngemukakan ide baru dan dengan
ini guru menyatakan pada siswa.
Menurut Rostiyah dalam sekripsi Zul Fikriansyah (1991:32) dalam
menyampaikan metode diskusi informasih ini, guru harus memperhatikan hal-hal
a. Apakah guru mengetahui fakta-fakta tertentu tertentu yang telah diajarkan.
b. Mengamati proses berfikir anak yang bertingkat-tingkat.
c. Mencari jawaban yang singkat dan faktual.
d. Membawa anak pada pengetahuan yang baru.
Kelebihan diskusi informasih adalah sebagai berikut :
a. Siswa akan lebih cepat mengerti.
b. Partisipasi anak akan lebih cepat aktif .
c. Pertanyaan-pertanyaan yang akan merangsang siswa untuk berfikir .
d. Siswa berani untuk mengutarakan fikiran pendapatnya.
Kelemahan metode diskusi imformasi adalah sebagai berikut :
a. Tidak dapat digunakan pada kelompok besar .
b. Peserta mendapatkan informasih yang terbatas.