• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 MODEL INDEKS TUNGGAL : PENYEDERHANAAN ANALISIS PORTOFOLIO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB 5 MODEL INDEKS TUNGGAL : PENYEDERHANAAN ANALISIS PORTOFOLIO"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 5

MODEL INDEKS TUNGGAL : PENYEDERHANAAN

ANALISIS PORTOFOLIO

Teori yang pertama kali dikemukakan oleh Harry Markowitz pada tahun 1956 kemudian mengalami perkembangan dan penyederhanaan yang membawa dampak besar pada implementasi teori tersebut dalam dunia keuangan. Dalam bab ini kita akan membicarakan penyederhanaan tersebut. Penyederhanaan bukan hanya dalam artian input yang dipergunakan, tetapi juga bagaimana menaksir input yang diperlukan untuk analisis.

5.1. Masukan Untuk Analisis Portofolio

Sewaktu kita melakukan analisis portofolio, perhatian kita akan terpusat pada dua parameter, yaitu tingkat keuntungan yang diharapkan dan deviasi standar tingkat keuntungan portofolio yang efisien. Tingkat keuntungan yang diharapkan dari portofolio dinyatakan sebagai

E(Rp) =

X iE(R p)

Sedangkan deviasi standar portofolio dinyatakan sebagai

σp = [ ∑ X12 σi + ∑∑ Xi Xj σij ] 1/2

Dengan demikian kalau kita ingin melakukan analisis portofolio yang terdiri dari 5 saham (atau sekuritas) misalnya, maka untuk menaksir E(R) kita perlu

menaksir tingkat keuntungan yang diharapkan dari masing-masing saham yang membentuk portofolio tersebut. Berarti kita perlu menaksir lima tingkat keuntungan yang diharapkan. Untuk menaksir tingkat keuntungan yang diharapkan dari suatu portofolio, kita perlu menaksir jumlah tingkat keuntungan yang diharapkan sebanyak jumlah saham yang membentuk portofolio tersebut.

Sebaliknya kalau kita ingin menaksir σp kita harus menaksir variance (atau

(2)

korelasi antar tingkat keuntungan (atau covariance). Kalau portofolio tersebut terdiri dari 5 saham, maka kita akan menaksir 5 variance dan 10 koefisien korelasi. Jumlah koefisien korelasi yang perlu ditaksir ini akan meningkat dengan cepat apabila kita memperbesar saham-saham yang ada dalam portofolio kita. Formula yang dipergunakan untuk menghitung jumlah koefisien korelasi antar tingkat keuntungan adalah N(N - 1)/2. Dalam hal ini N adalah jumlah sekuritas yang dipergunakan untuk membentuk portofolio tersebut. Jadi kalau kita melakukan pengamatan terhadap 20 sekuritas, maka kita harus menaksir 20(20 - 1)/2 = 190 koefisien korelasi. Suatu jumlah variabel yang tidak sedikit, lebih-lebih kalau pada umumnya para analis sekuritas melakukan pengamatan terhadap sekitar 50 sampai dengan 100 sekuritas.

Tentu saja kita bisa menghitung koefisien korelasi, variance dan tingkat keuntungan yang diharapkan berdasarkan atas data tahun-tahun yang lalu. Tetapi untuk keperluan analisis dan pengambilan keputusan kita berkepentingan dengan nilai variabel-variabel tersebut di masa yang akan datang, bukan dengan nilai historisnya. Untuk itu kita hanya bisa melakukan estimasi terhadap variabel tersebut. Seandainya nilai variabel-variabel tersebut relatif stabil, maka kita bisa melakukan estimasi dengan baik dengan menggunakan data historis.

Untuk keperluan analisis portofolio memang disyaratkan bahwa data yang kita pergunakan harus mempunyai sifat stationary. Stationarity ini ditunjukkan dari stabilnya nilai mean dan variance. Kalau suatu series bersifat stationary berarti untuk variabel tingkat keuntungan yang diharapkan dan deviasi standar, data historis memang sedikit banyak bisa dipergunakan untuk menaksir nilai di masa yang akan datang, tetapi tidak untuk koefisien korelasi. Tidak ada jaminan bahwa kalau tahun yang lalu koefisien korelasi antara saham A dan B lebih rendah dibandingkan antara saham B dan C, maka untuk tahun-tahun yang akan datang pola tersebut akan tetap berlaku. Untuk itulah kemudian dipergunakan model yang diharapkan bisa membantu memecahkan masalah-masalah tersebut.

5.2. Konsep Model Indeks Tunggal

(3)

sebagai tingkat keuntungan indeks pasar, maka tingkat keuntungan suatu saham bisa dinyatakan sebagai,

Ri = ai + βi Rm

dalam hal ini, adalah bagian dari tingkat keuntungan saham i yang tidak dipengaruhi oleh perubahan pasar. Variabel ini merupakan variabel yang acak.

Rm adalah tingkat keuntungan indeks pasar. Variabel ini merupakan variabel yang acak.

βi adalah beta, yaitu parameter yang mengukur perubahan yang diharapkan pada Rj kalau

terjadi perubahan pada Rm

Persamaan tersebut hanyalah memecah tingkat keuntungan suatu saham menjadi dua bagian, yaitu yang independen dari perubahan pasar dan yang dipengaruhi oleh pasar. Menunjukkan kepekaan tingkat keuntungan suatu saham terhadap tingkat keuntungan indeks dasar. βi sebesar 2 berarti bahwa kalau terjadi kenaikan (penurunan) tingkat

keuntungan indeks pasar sebesar 10% maka akan terjadi kenaikan (penurunan) Rj sebesar

20%. Parameter a, menunjukkan komponen tingkat keuntungan yang tidak terpengaruh oleh perubahan indeks pasar. Parameter ini bisa dipecah menjadi dua, yaitu, αi (alpha) yang

menunjukkan nilai pengharapan dari ai, dan ei, yang menunjukkan elemen acak dari ai. dengan

demikian maka

ai = αi + ei

Dengan ei mempunyai nilai pengharapan sebesar nol. Persamaan tingkat keuntungan suatu saham sekarang bisa dinyatakan sebagai,

Ri = αi + βi Rm + ei

Persamaan tersebut merupakan persamaan regresi linier sederhana yang dihitung dengan R sebagai variabel tergantung dan Rm sebagai variabel independen. Cara penghitungan

regresi secara manual diberikan pada Apendiks Bab ini, meskipun penggunaan paket program statistik akan sangat mempercepat perhitungan kita. Perhatikan sekali lagi bahwa Rm dan ei,

adalah variabel random. Karena itu cov(ei,Rm ) = 0. Kemudian diasumsikan bahwa ei

independen terhadap ej, untuk setiap nilai i dan j, formal bisa dinyatakan bahwa E(ei,ej,) = 0.

Model indeks tunggal bisa kita ringkas sebagai berikut: Persamaan dasar

Ri = αi + βi Rm + ei untuk setiap saham i = 1,.,N

Berdasarkan pembentukan saham

E (ei) = 0 untuk setiap saham i = 1,.,N

(4)

(1) lndeks tidak berkorelasi dengan unique return :

E[ ei (Rm – E (Rm)) ] = 0 untuk setiap saham i = 1,.,N

(2) Sekuritas hanya dipengaruhi oleh pasar :

E (ei ej) = 0 untuk setiap pasangan saham

i = 1,..,N dan j = 1,.,N, tetapi i ≠ j Per definisi

(1) Variance ei = E(ei)2 = σei2 untuk semua saham i = 1,..,N

(2) Variance Rm = σm2

Untuk sekuritas, penggunaan model indeks tunggal menghasilkan tingkat keuntungan yang diharapkan, deviasi standar tingkat keuntungan dan covariance antar saham sebagai berikut, 1 . Tingkat keuntungan yang diharapkan,

E(Ri) = αi + βi E (Rm)

2. Variance tingkat keuntungan αi2 = βi σm2 + σei2

3. Covariance tingkat keuntungan sekuritas i dan j

σij = βi βj σm2

Perhatikan bahwa model tersebut menunjukkan bahwa tingkat keuntungan yang diharapkan terdiri dari dua komponen; bagian yang unik, yaitu αi dan bagian yang

berhubungan dengan pasar, yaitu βi E (Rm). Demikian juga variance tingkat keuntungan terdiri

dari dua bagian, yaitu risiko yang unik (σei2) dan risiko yang berhubungan dengan pasar βi σm2

.Sebaliknya covariance semata-mata tergantung pada risiko pasar. lni berarti bahwa model indeks tunggal menunjukkan bahwa satu-satunya alasan mengapa saham-saham "bergerak bersama" adalah bereaksi terhadap gerakan pasar.

Pernyataan tersebut bisa diilustrasikan dengan data yang ada dalam tabel 5.1. Misalkan kita mengamati tingkat keuntungan suatu saham dan indeks pasar seperti yang ditunjukkan pada kolom (1) dan (2). Kolom (3) merupakan reproduksi kolom (1). Sementara ini kita terima dulu bahwa βi =0,975. Kolom (5) merupakan kolom (2) dikalikan 0,975. Nilai

ei diperoleh sebagai berikut. Perhatikan bahwa rata-rata ei = 0. Karena itu jumlah ei, juga = 0.

Karena jumlah kolom (5) = 39, maka jumlah kolom(4) harus sama= 13. Karena αi merupakan

konstanta, maka nilai αi, pada setiap bulannya adalah 39/5 = 2,6.

Dengan menggunakan rumus (5.4) kita bisa menghitung bahwa,

σ

m2 = 32 dan

σ

ei2 = 4,732. Dengan demikian maka,

(5)

= 30,42 + 4,732 = 35,152

5.3. Model Indeks Tunggal Untuk portofolio

Di muka telah disebutkan bahwa salah satu alasan dipergunakannya model indeks tunggal adalah untuk mengurangi jumlah variabel yang harus ditaksir. Kalau kita melakukan analisis portofolio maka pada dasarnya kita harus memperkirakan E(Rp ) dan σp. Kalau kita

mempunyai 10 sekuritas yang membentuk portofolio, maka untui menaksir E(Rp) kita perlu

menaksir sepuluh tingkat keuntungan sekuritas. Untuk menaksir σp kita perlu menaksir

sepuluh variance tingkat keuntungan dan empat puluh lima covarince.

Model indeks tunggal akan mampu mengurangi jumlah variabel yang perlu ditaksir karena untuk portofolio model indeks tunggal mempunyai karakteristik sebagai berikut. Beta portofolio (βp) merupakan rata-rata tertimbang dari beta saham-saham yang membentuk

portofolio tersebut. Dinyatakan dalam rumus,

βp = xi βi

Demikian juga alpha portofolio αp, adalah

αp = xi αi

Dengan demikian persamaan (5.4) bisa dituliskan menjadi

E(Rp) = αp = βp + βp E (Rm)

Untuk variance portofolio, αp2, rumusnya bisa dinyatakan sebagai,

αp2 = βp2+ σm2 + ∑ xiσ ei2

(6)

σp2 = βp2 σm2 + (1/N) [ ∑ (1/N) (σei2) ]

Apabila nilai N menjadi makin besar (artinya makin banyak saham yang dipergunakan untuk membentuk portofolio), makin kecillah nilai term kedua dari persamaan tersebut. Karena term tersebut menunjukkan risiko sisa (residual risk atau unsystematic risk) maka ini berarti bahwa sumbangan risiko sisa terhadap risiko portofolio menjadi makin kecil apabila kita memperbesar jumlah saham yang ada dalam portofolio. Apabila kita mempunyai N yang besar sekali, maka term tersebut akan menjadi sangat kecil dan mendekati nol. Sedangkan term yang pertama disebut sebagai systematic risk. Penjumlahan kedua terms tersebut disebut sebagai risiko total dari portofolio (σp2).

Risiko yang tidak bisa dihilangkan kalau kita membentuk portofolio yang terdiri dari sekuritas yang makin banyak, merupakan risiko yang berkaitan dengan βp. Kalau kita

rnenganggap risiko residual mendekati nol, maka risiko portofolio mendekati

σ

p2 = [ β p2

σ

m2 ]1/2 = β p

σ

m

=

[ ∑ Xi β i ]

Karena nilainya sama σm, tidak peduli saham apapun yang kita analisis, ukuran kontribusi

risiko suatu saham terhadap risiko portofolio yang terdiri dari banyak saham akan tergantung pada β1.

5.4. Menaksir Beta

Penggunaan model indeks tunggal memerlukan penaksiran beta dari saham-saham yang akan dimasukkan ke dalam portofolio. Para analis bisa saja menggunakan judgement mereka dalam menentukan beta. Kita juga bisa menggunakan data historis untuk menghitung beta waktu lalu yang dipergunakan sebagai taksiran beta di masa yang akan datang. Diketemukan berbagai bukti bahwa beta historis memberikan informasi yang berguna tentang beta di masa yang akan datang (sebagai misal, Brealey and Myers, 1991, h. 183). Karena itu sering para analis menggunakan beta historis sebelum mereka menggunakan judgement / untuk memperkirakan beta di masa yang akan datang.

Persamaan (5.3) menunjukkan bahwa,

Ri = αi + βi Rm + ei

(7)

pasar (Rm). Hasil perhitungan tersebut kalau di-plot-kan dalam suatu gambar akan nampak

seperti dalam Gambar 5.1.

Beta menunjukkan kemiringan (slope) garis regresi tersebut, dan α menunjukkan intercept dengan sumbu Rit. Semakin besar beta, semakin curam kemiringan garis tersebut,

dan sebaliknya. Penyebaran titik-titik pengamatan di sekitar garis regresi tersebut menunjukkan risiko sisa (σei2)sekuritas yang diamati. Semakin menyebar titik-titik tersebut,

semakin besar risiko sisanya.

Beta juga bisa dihitung dengan menggunakan rumus, βi = (σim / σm2) dan untuk alpha, bisa dihitung dengan

αi = E (Rit) – βp E (Rmt)

Nilai βi , dan αi , yang dihitung dengan persamaan regresi merupakan taksiran dari beta dan

alpha yang sebenamya. Taksiran tersebut tidak luput dari kesalahan (subject to error). Berbagai properti statistik, seperti nilai-t, nilai F, dan koefisien determinasia perlu diperhatikan untuk menggunakan nilai-nilai taksiran tersebut.

Beta sekuritas individual cenderung mempunyai koefisien determinasi (yaitu bentuk kuadrat dari koefisien korelasi) yang lebih rendah dari beta portofolio. Koefisien determinasi menunjukkan proporsi perubahan nilai R1 yang bisa dijelaskan oleh Rm. Dengan demikian

(8)

beta portofolio historis akan merupakan predictor beta masa depan yang lebih baik dibandingkan dengan beta sekuritas individual.

5.4.2. Menyesuaikan Taksiran Beta Historis

Apakah kita bisa memperbaiki akurasi penaksiran beta historis untuk keperluan estimasi beta di masa yang akan datang? Pengamatan yang dilakukan olehBlume (I97I) menunjukkan fenomenayangmenarik, sebagaimana disajikan pada Tabel 5.2 berikut ini. Blume mengamati beta dari berbagai portofolio pada dua periode yang berurutan, yaitu beta pada periode Juli 1954-Juni 1961 dan periode Juli 1961-Juni 1968. Beta-beta periode pertama tersebut disusun menurut peringkatnya, dimulai dari beta yang terkecil sampai dengan beta yang terbesar.

Tabel 5.2. Beta berbagai portofolio yang disusun sesuai peringkatnya untuk

dua periode waktu yang berurutan.

Tabel tersebut menunjukkan bahwa ada kecenderungan bahwa apabila pada periode pertama beta suatu portofolio kecil, yaitu di bawah satu, maka pada periode berikutnya akan terjadi kenaikan. Sebagai misal, beta portofolio pertama adalah 0,393 pada periode pertama, kemudian beta portofolio ini meningkat menjadi 0,620 pada periode kedua. Sebaliknya untuk portofolio yang mempunyai beta tinggi, lebih besar dari satu. Pada periode berikutnya beta portofolio tersebut menurun. Ada kecenderungan bahwa nampaknya beta portofolio-portofolio tersebut, dalam jangka panjang akan bergerak di sekitar satu.

Berdasarkan fenomena tersebut Blume kemudian merumuskan teknik untuk menyesuaikan beta historis yaitu meregresikan ke arah satu. Kalau beta-beta pada periode kedua diregresikan dengan beta-beta pada periode pertama, akan diperoleh persamaan

(9)

Dalam hal ini βi2, menunjukkan beta untuk sekuritas i pada periode 2, dan βi2,

menunjukkan beta untuk sekuritas i pada periode 1. Jadi apabila kita menghitung beta suatu sekuritas pada periode pertama sebesar 2, maka pada periode yang akan datang kita akan rnemperkirakan bahwa beta sekuritas tersebut adalah 0,343 + 0,677 (2) = 1,697 , dan bukan 2. Persamaan tersebut bisa digambarkan sebagai berikut.

Beta periode 2

Gambar 5.2. Hubungan antara beta pada periode 1 dengan beta pada periode 2, hasil pengamatan Blume

Teknik yang dikemukakan oleh Blume tersebut telah diuji secara empiris, dan hasilnya ternyata memang lebih baik daripada seandainya kita menggunakan beta yang tidak disesuaikan (Klemkosky and Martin, 1975). Pengujian dilakukan terhadap kemampuan meramalkan teknik tersebut untuk tiga periode yang setiap periodenya terdiri dari lima tahun, saham individual maupun portofolio yang terdiri dari sepuluh sekuritas.

Ilustrasi 5.1

Pengujian empiris juga dilakukan di pasar modal Indonesia (Pudjiastuti dan Husnan, 1993). Untuk periode tahun 1990 – 1992, ditemukan bahwa beta pada t berkorelasi relatif cukup kuat dengan beta t + 1. Korelasi beta 1990 dengan beta 1991 ditemukan sebesar 0,39, sedangkan antara beta tahun 1991 dengan 1992 adalah 0,52. Sebaliknya beta pendekatan Blume diterapkan untuk Indonesia, ditemukan persamaan, β92 =0,460 + 0,3791β92

0,343

0,677

(10)

Meskipun kecenderungan mendekati satu tidak terdeteksi, peramalan beta di masa yang akan datang dengan menggunakan persamaan-persamaan tersebut ternyata sedikit lebih baik daripada dengan menggunakan nilai beta di waktu yang lalu. Hal ini terlihat dari nilai rata-rata error yang dikuadratkan (mean square error), yang lebih rendah untuk estimasi beta dengan persamaan di atas, daripada beta historis apa adanya.

Dengan demikian, penggunaan beta bukan hanya mengurangi jumlah variabel yang harus ditaksir, beta yang disesuaikanjuga relatif lebih akurat sebagai penaksir beta di masa yang akan datang dibandingkan dengan beta historis yang tidak disesuaikan, dan juga dengan koefisien korelasi historis. Yang terakhir ini nampaknya merupakan forecaster yang terburuk untuk nilai-nilai di masa yang akan datang.

Penggunaan beta bukan hanya bisa memperkecil jumlah variabel yang harus ditaksir dan penggunaan data (beta) historis (setelah disesuaikan) lebih bisa diandalkan, tetapi penggunaan beta juga memungkinkan kita mengidentifikasikan faktor-faktor fundamental yang mungkin mempengaruhi beta tersebut. Faktor-faktor fundamental ini yang tidak bisa diidentifikasikan kalau kita menggunakan matrik koefisien korelasi historis. Belum bisa diidentifikasikan faktor (faktor-faktor) apa yang menyebabkan, misalnya, koefisien korelasi saham i dengan j ternyata rendah (atau tinggi) pada periode waktu tertentu.

Beta merupakan ukuran risiko yang berasal dari hubungan antara tingkat keuntungan suatu saham dengan pasar. Risiko ini berasal dari beberapa faktor fundamental perusahaan dan faktor karakteristik pasar tentang saham perusahaan tersebut. Faktor-faktor yang diidentifi kasikan mempengaruhi nilai beta adalah :

(l) Cyclicality. Faktor ini menunjukkan seberapa jauh suatu perusahaan dipengaruhi oleh konjungtur perekonomian. Kita tahu bahwa pada saat kondisi perekonomian membaik, semua petusahaan akan merasakan dampak positifnya. Demikian pula pada saat resesi semua perusahaan akan terkena dampak negatifnya. Yang membedakan adalah intensitasnya. Ada perusahaan yang segera membaik (memburuk) pada saat kondisi perekonomian membaik (memburuk), tetapi ada pula yang hanya sedikit terpengaruh. Perusahaan yang sangat peka terhadap perubahan kondisi perkonomian merupakan perusahaan yang mempunyai beta yang tinggi dan sebaliknya.

(11)

(3) Financial leverage. Perusahaan yang menggunakan hutang adalah perusahaan yang mempunyai financial leverage. Semakin besar proporsi hutang yang dipergunakan, semakin besar financial leverage-nya. Kalau kita menaksir beta saham, maka kita menaksir beta equity. Semakin besar proporsi hutang yang dipergunakan oleh perusahaan, pemilik modal sendiri akan menanggung risiko yang makin besar. Karena itu semakin tinggi financial leverage, semakin tinggi beta equity.

Beberapa peneliti (Beaver, Kettler, and Scholes, 1970) mencoba merumuskan beberapa variabel akuntansi untuk memperkirakan beta. Variabel-variabel yang dipergunakan diantaranya adalah:

(l) Dividend Payout (yaitu perbandingan antara dividen per lembar saham dengan laba per lembar saham).

(2) Pertumbuhan aktiva (yaitu perubahan aktiva per tahun). (3) Leverage (yaitu rasio antara hutang dengan total aktiva). (4) Likuiditas (yaitu aktiva lancar dibagi dengan hutang lancar). (5) Asset size (yaitu nilai kekayaan total).

(6) Variabilitas keuntungan (yaitu deviasi standar dari earnings price ratio).

(7) Beta akunting (yaitu beta yang timbul dari regresi time series laba perusahaan terhadap rata-rata keuntungan semua (atau sampel) perusahaan.

Variabel (1) diharapkan mempunyai hubungan yang negatif dengan beta. Variabel (2) dan (3) diharapkan mempunyai hubungan yang positif. Variabel (4) diharapkan mempunyai hubungan negatif, dan variabel (5) dan (6) mempunyai hubungan positif. Beta akunting diharapkan mempunyai hubungan yang positif dengan beta pasar.

Korelasi masing-masing faktor tersebut dengan beta menunjukkan hasil yang sesuai dengan pengharapan. Sedangkan untuk menguji apakah variabel-variabel tersebut memang mempengaruhi beta, dilakukan uji regresi berganda, dimana variabel tergantungnya adalah beta. Banyak peneliti lain yang juga melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi beta seperti yang telah diungkapkan oleh Elton and Gruber (1991).

5.5. Ringkasan

(12)

Model indeks tunggal mencoba mengatasi hal tersebut. Model indeks tunggal mendasarkan diri pada pemikiran bahwa tingkat keuntungan suatu sekuritas dipengaruhi oleh tingkat keuntungan portofolio pasar. Dengan menggunakan model indeks tunggal bisa diredusir jumlah variabel yang perlu ditaksir, karena tidak perlu lagi ditaksir koefisien korelasi untuk menaksir deviasi standar portofolio. Disamping itu beta juga merupakan variabel yang relatif stabil. Dengan menggunakan modifikasi tertentu, beta historis nampaknya bisa dipergunakan untuk'memperkirakan beta di masa yang akan datang dengan cukup baik. Akhimya, beberapa variabel fundamental nampaknya bisa diidentifikasikan sehingga lebih memudahkan untuk memperkirakan beta di masa yang akan datang.

5.1. Regresi

Dalam analisis ekonomi, sering kita merasa tidak cukup dengan sekedar mengetahui bagaimana hubungan (association) antara suatu variabel dengan variabel yang lain. Kita ingin memperkirakan apa yang akan terjadi dengan suatu variabel apabila variabel (atau variabel-variabel) yang lain berubah. Hubungan fungsional ini dikenal sebagai regresi. Kadang-kadang hubungan fungsional tersebut bersifat linier dan kadang-kadang tidak. Meskipun demikian, dalam analisis portofolio kita menggunakan hubungan yang bersifat linier. Marilah kita gunakan contoh berikut ini. Misalkan Y adalah tingkat keuntungan dari suatu saham dan X adalah tingkat keuntungan portofolio pasar (atau indeks pasar).

Persamaan regresi yang dirumuskan adalah, Y = a + bX

Sedangkan

n ¿n∑ XY∑ X ∑Y

n∑ X2−(∑ X)2 dan

a = Y – bX

Misalkan data yang kita miliki selama 12 bulan pengamatan adalah sebagai berikut (data ini sama dengan data pada Apendiks Bab 3)

Dengan rumus tersebut kita bisa menghitung,

Nilai ini merupakan nilai slope (kemiringan) garis regresi tersebut. Sedangkan untuk nilai a kita bisa menghitung,

(13)

= 0, 1658 Y = 2,39/12 = 0,1991

a = 0,1991 – (0,580)(0,1658) = 0, 1028

Dengan demikian persamaan garis regresinya adalah ^

Y = 0,1028 – 0,580X

(14)

Tentu saja tidak semua persamaan regresi yang dihitung memenuhi persyaratan regresi yang baik secara statistik. Ada beberapa indikator yang dinilai. Pembicaraan hal tersebut di luar lingkup buku ini. Meskipun demikian beberapa indikator, yang akan ditampilkan dalam perhitungan dengan menggunakan komputer, bisa kita pergunakan. Indikator-indikator tersebut pada dasamyamengukurberapaprobabilitas parameter-parameter regresi (yaitu nilai a dan b) berbeda secara nyatadari 0. Semakin besar kemungkinan berbedanya dari nol, semakin baik persamaan regresi tersebut. Indikator tersebut sering dinyatakan dalam bentuk t-value parameter regresi. Semakin besar nilai-t tersebut semakin tidak bias penggunaan persamaan regresi tersebut. Sebagai rule of thumb biasa dipergunakan nilai sekitar 2

LAMPIRAN

Pertanyaan dan Latihan

(15)

Berdasarkan data tersebut hitunglah: (a) Alpha untuk setiap saham (b) Beta untuk setiap saham

(c) Deviasi standar residual untuk setiap regresi

(d) Koefisien korelasi antar saham dan dengan indeks pasar (e) Tingkat keuntungan rata-rata portofolio pasar

(f) Variance tingkat keuntungan portofolio pasar Jawab :

(a) - Alpha untuk saham BAKRI yaitu 0,977 - Alpha untuk saham ABDA yaitu 0,062 - Alpha untuk saham HERO yaitu -0,647

Beta untuk setiap saham

(b) - Beta untuk saham BAKRI yaitu -0,018 - Beta untuk saham ABDA yaitu 0,062 - Beta untuk saham HERO yaiyu 0,076

(c) - Deviasi standar residual untuk setiap regresi saham BAKRI yaitu 0,1789 - Deviasi standar residual untuk setiap regresi saham ABDA yaitu 0,1918 - Deviasi standar residual untuk setiap regresi saham HERO yaitu 0,1684 (d) - Koefisien korelasi antar saham BAKRI dengan IHSG yaitu 1,000

Coefficient Correlationsa

Model Saham BAKRI 1Correlations Saham BAKRI 1,000

Covariances Saham BAKRI ,634 a. Dependent Variable: IHSG

(16)

Coefficient Correlationsa

Model Saham ABDA 1Correlations Saham ABDA 1,000

Covariances Saham ABDA ,373 a. Dependent Variable: IHSG

- Koefisien korelasi antar saham HERO dengan IHSG yaitu 1,000

Coefficient Correlationsa

Model Saham HERO 1Correlations Saham HERO 1,000

Covariances Saham HERO ,140 a. Dependent Variable: IHSG

e) - Tingkat keuntungan rata-rata portofolio pasar (untuk saham BAKRI ) atau covariance yaitu 0,634

- Tingkat keuntungan rata-rata portofolio pasar (untuk saham ABDA ) atau covariance yaitu 0,373

- Tingkat keuntungan rata-rata portofolio pasar (untuk saham HERO ) atau covariance yaitu 0,140

(f) Variance tingkat keuntungan portofolio pasar

- Variance tingkat keuntungan portofolio saham BAKRI yaitu 0,77 - Variance tingkat keuntungan portofolio saham ABDA yaitu 0,60 - Variance tingkat keuntungan portofolio saham HERO yaitu 0,75 2. Berikut ini terdapat data dari tiga saham

Saham A Saham B Saham C

α 3 3 4

β 1,2 1,4 0,9

σei 2 1 2

Misalkan E (RM) = 23 dan σM = 10,

(a) rata-rata tingkat keuntungan masing- masing saham. (b) variance masing-masing saham.

(c) covariance masing-masing pasang saham

(a) - Tingkat keuntungan yang diharapkan untuk saham A E(Ri) = αi + βi E (Rm)

E(RA) = 3 + 1,2 (23)

= 30,6

(17)

E(Ri) = αi + βi E (Rm)

E(RB) = 3 + 1,4 (23)

= 35,2

Jadi tingkat keuntungan yang diharapkan untuk saham B sebesar 35,2 - Tingkat keuntungan yang diharapkan untuk saham C

E(Ri) = αi + βi E (Rm)

E(RC) = 4 + 0,9 (23)

= 24,7

Jadi tingkat keuntungan yang diharapkan untuk saham C sebesar 24,7 (b) - variance untuk saham A

- Covariance masing-masing pasang saham A dan C σAC = βA βC σm2

= 1,2.0,9 (10)2

(18)

= 108

- Covariance masing-masing pasang saham B dan C σAC = βB βC σm2

= 1,4.0,9 (10)2

= 1,26 (100) = 126

3. Dengan menggunakan data pada soal nomor (5), bentuklah portofolio yang terdiri dari sepertiga saham A, sepertiga saham B, dan sepertiga saham C.

Hitunglah:

σp (variance portofolio untuk saham A)

(19)

= 36,72. (10)2 + (1/3) [ ∑ (1/3) ((2)2) ]

= 3672,44

σp (variance portofolio untuk saham B)

σp2 = βp2 σm2 + (1/N) [ ∑ (1/N) (σei2) ]

= 49,28. (10)2 + (1/3) [ ∑ (1/3) ((1)2) ]

= 4928,11

σp (variance portofolio untuk saham C)

σp2 = βp2 σm2 + (1/N) [ ∑ (1/N) (σei2) ]

= 22,23. (10)2 + (1/3) [ ∑ (1/3) ((2)2) ]

= 2223,44 (d) E(Rp)

E(Rp) untuk saham A

E(Rp) = βp + βp E (Rm)

= 36,72 + 36,72 (23) = 881,28

E(Rp) untuk saham B

E(Rp) = βp + βp E (Rm)

= 49,28 + 49,28 (23) = 1182,72

E(Rp) untuk saham B

E(Rp) = βp + βp E (Rm)

(20)

Gambar

Tabel tersebut menunjukkan bahwa ada kecenderungan bahwa apabila pada periode

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana membentuk portofolio saham yang optimal bagi calon investor dengan menggunakan model indeks tunggal sebagai dasar

Adanya tingkat keuntungan portofolio yang tidak jauh berbeda dengan expected return (keuntungan yang diharapkan) masing-masing saham individual meskipun telah

Kesimpulan yang diperoleh adalah bahwa investor yang rasional akan menginvestasikan dananya ke dalam portofolio optimal yang terdiri dari saham INDF , UNVR dan ASII karena

Penelitian ini bertujuan unttuk mengetahui saham-saham yang termasuk dalam portofolio optimal, besarnya komposisi dana dari masing- masing saham, dan besarnya

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) saham perusahaan dalam Indeks Sri Kehati yang membentuk portofolio optimal menggunakan Model Indeks Tunggal; 2)

Pembentukan portofolio optimal dengan model indeks tunggal melalui beberapa langkah, diantaranya dengan menghitung kinerja masing-masing saham untuk menentukan saham

Penelitian yang telah dilakukan oleh Jenny et al (2016) menyatakan investor dapat menggunakan Model Indeks Tunggal sebagai alat analisis dalam pembentukan

Nilai ERB pada perhitungan portofolio model indeks tunggal digunakan untuk menentukan mana dari sampel saham penelitian yang akan masuk menjadi kandidat portofolio.. Secara