PENGARUH PP NO 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK DI KELURAHAN PULO GEBANG
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
Syahri Fajriyyah NIM : 107044102926
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH
PENGARUH PP NO 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK DI KELURAHAN PULO GEBANG
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Disusun Oleh:
SYAHRI FAJRIYYAH
NIM : 107044102926
Dibawah Bimbingan :
Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA NIP : 19500306 197603 1001
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul ” PENGARUH PP NO 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK DI KELURAHAN PULO GEBANG”, telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 17 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada
Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam)
Jakarta, 23 Juni 2011
Mengesahkan,
Dekan,
PANITIA UJIAN
Ketua : Drs. H.A. Basiq Djalil, MA NIP. 195003061976031001
Sekretaris : Dra. Hj. Rosdiana, MA NIP. 196906102003122001
Pembimbing I : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA NIP : 19500306 197603 1001
Penguji I : Dr. H.M. Nurul Irfan, M.Ag NIP. 197308022003121001
Penguji II : Dr. Nurhasanah, M.Ag
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli yang saya ajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini merupakan bukan hasil karya saya
sendiri atau hasil jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang
berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 21 April 2011
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI... iii
KATA PENGANTAR... i
DAFTAR ISI... iv
DAFTAR TABEL... vii
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ... 6
D. Tinjauan Pustaka (Review Kajian Terdahulu) ... 7
E. Kerangka Teori Konseptual ... 9
F. Metodologi Penelitian ... 9
G. Analisis Data ... 11
H. Sistematika Penulisan... 12
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERWAKAFAN ... 14
A. Pengertian Wakaf ... 14
B. Dasar Hukum Wakaf ... 20
D. Prosedur Dan Pendafataran Wakaf ... 31
E. Sanksi Pelanggaran Peraturan-Peraturan Tanah Milik ... 35
BAB III POTRET KELURAHAN PULO GEBANG CAKUNG JAKARTA TIMUR... 37
A. Gambaran Umum Kelurahan Pulo Gebang... 37
B. Pendidikan Masyarakat Pulo Gebang ... 40
C. Keagamaan Masyarakat Pulo Gebang... 41
D. Pengaruh PP No 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik Di Kelurahan Pulo Gebang... 43
BAB IV PENGARUH PP NO 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK DI KELURAHAN PULO GEBANG... 46
A. Data-data Sertifikat Tanah Wakaf Di KUA Cakung ... 46
B. Sertifikasi Tanah Wakaf Menurut Hukum Islam Dan Hukum Positif ... 54
C. Analisis Penulis ... 56
BAB V PENUTUP... 59
A. Kesimpulan... 59
DAFTAR PUSTAKA ... 61
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 64 A. Surat Kesediaan Menjadi Pembimbing Skripsi
B. Surat Wawancara
C. Surat Bukti Wawancara
D. Pedoman Wawancara
E. Hasil Wawancara Dengan Petugas KUA Cakung
F. Hasil Wawancara Dengan Nadzir
G. Hasil Wawancara Dengan Wakif
H. Hasil Wawancara Dengan Tokoh Masyarakat Setempat
I. Data Perwakafan Kantor Urusan Agama Cakung
J. Daftar Tanah Wakaf Bersertifikat KUA Kecamatan Cakung
K. Daftar Tanah Wakaf Belum Bersertifikat KUA Kecamatan Cakung
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Jumlah Penduduk di Wilayah Kelurahan Pulo Gebang ... 38
Tabel 2 Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kelurahan Pulo Gebang ... 40
Tabel 3 Jumlah Sarana Pendidikan di Kelurahan Pulo Gebang... 41
Tabel 4 Keadaan dan Jumlah Masyarakat Pemeluk Agama ... 42
Tabel 5 Jumlah Sarana Peribadatan ... 42
Tabel 6 Data-data Tanah Wakaf Yang Sudah Sertifikasi dan Belum Kelurahan Pulo Gebang ... 43
Tabel 7 Daftar Tanah Wakaf Bersertifikat Kelurahan Pulo Gebang ... 49
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Allah menciptakan langit dan bumi untuk manusia dan diamanatkan kepada
manusia sebagai khalifah di muka bumi ini. Tanah yang merupakan salah satu bagian
dari bumi mempunyai hubungan erat dengan kehidupan manusia. Bahkan dapat
dikatakan setiap manusia berhubungan dengan tanah, tidak hanya pada masa
hidupnya tetapi sesudah meninggal pun masih tetap berhubungan dengan tanah. Oleh
sebab itu tanah merupakan suatu kebutuhan yang paling penting dalam kehidupan
dunia ini.1
Hubungan manusia dengan tanah adalah merupakan hubungan yang bersifat
abadi, baik manusia sebagai individu maupun sebagai mahluk sosial. Selamanya
tanah selalu dibutuhkan dalam kehidupannya, misalnya untuk tempat tinggal,
bercocok tanam, tempat beribadah, tempat pendidikan, dan sebagainya sehingga
segala sesuatu yang menyangkut tanah akan selalu mendapat perhatian.2
Kemiskinan dan kesenjangan sosial di sebuah Negara yang kaya dengan sumber
daya alam dan mayoritas penduduknya beragama Islam, seperti Indonesia menjadi
suatu keprihatinan. Jumlah penduduk miskin dari tahun ke tahun terus bertambah
jumlahnya sejak krisis ekonomi pada tahun 1997 hingga sekarang. Pengabaian atau
tidak seriusan penanganan terhadap nasib dan masa depan puluhan juta kaum dhuafa
yang tersebar di seluruh tanah air.
Dalam keadaan seperti ini, di mana pembangunan sosial dan ekonomi tidak
berjalan dengan sukses, diperlukan kesadaran dari masyarakat khususnya umat Islam
sebagai salah satu agama yang ada di Indonesia dan merupakan agama yang paling
banyak penganutnya, sebenarnya mempunyai beberapa lembaga yang diharapkan
mampu membantu untuk mewujudkan kesejahteraan sosial yaitu, salah satunya
adalah institusi wakaf. Wakaf telah disyariatkan dan dipraktekkan oleh Umat Islam di
seluruh penjuru dunia sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW sampai
sekarang, termasuk oleh masyarakat Islam di Indonesia.
Wakaf merupakan salah satu lembaga sosial Islam yang erat kaitannya dengan
sosial ekonomi masyarakat. Walaupun wakaf merupakan lembaga Islam yang hukum
sunnah, namun lembaga ini dapat berkembang dengan baik dibeberapa Negara
muslim, seperti Saudi Arabia, Mesir, Turki, faedahnya adalah untuk diambil
manfaatnya sebanyak mungkin untuk digunakan di jalan yang diridhoi Allah SWT,
dan kemaslahatan umat.3
Perkembangan wakaf khususnya di Indonesia dapat dikatakan sejalan dengan
perkembangan penyebaran Islam. Di masa-masa awal penyiaran Islam, keterlibatan
Negara dalam mengelola wakaf pada umumnya dapat dipahami mengingat besarnya
harta wakaf yang ada diberbagai Negara Muslim, saat terjadi pengambil alihan wakaf
3 Undang-undang RI Nomor 41 Tahun 2004. Tentang Wakaf. (Departemen Agama Republik
oleh negara di awal abab ke-20 M. Di Turki (tahun 1924) misalnya, 75% dari tanah
pertanian adalah tanah wakaf. Demikian pula di Al-jazair pada abad ke-19 (50%), di
Tunisia (33%), dan Mesir (12,5%). Namun besarnya jumlah wakaf bukanlah alasan
satu-satunya alasan untuk mengundang intervensi negara. Kebanyakan wakaf dikelola
dengan manajemen buruk. Selain itu, penyalahgunaan wakaf oleh tangan-tangan para
nadzir yang tidak kompeten menyebabkan wakaf gagal menopang pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi nasional yang sehat. Berdasarkan realitas ini, di berbagai
belahan dunia Muslim terdapat kecenderungan umum dimana kontrol negara terhadap
wakaf semakin kuat.4
Dalam operasional di lapangan masih ditemukan masalah-masalah yang perlu
mendapatkan perhatian dari pihak-pihak yang terkait secara terkordinasi, seperti
permasalahan tentang tanah wakaf yang tidak bersertifikat. Dalam pelaksanaan
wakaf, ternyata ketentuan-ketentuan administratif dalam PP N0. 28 Tahun 1977,
Kompilasi Hukum Islam, dan UU No.41 Tahun 2004 tentang wakaf belum
sepenuhnya mendapat perhatian masyarakat pada umumnya, dan khususnya pihak
yang berwakaf pada diri wakif yang amat menonjol adalah sisi ibadah dari praktek
wakaf. Oleh karena itu, wakif tidak merasa perlu untuk dicatat atau
diadministrasikan. Dengan demikian, perwakafan itu dilakukan atas dasar keikhlasan
dan keridhoan semata serta menurut tata cara adat setempat tanpa didukung data
4 Prihatna, Andy Agung, dkk.Wakaf, Tuhan, dan Agenda Kemanusiaan. (Jakarta. CSRC UIN
otentik dan surat-surat keterangan, sehingga secara yuridis administratif status wakaf
banyak yang tidak jelas.
Kejadian-kejadian tersebut menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat dan
untuk mengatasi permasalahan tersebut maka dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah
No. 28 Tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik, disertai dengan aturan
pelaksanaan wakaf, selain dikeluarkannya PP No.28 Tahun 1977 tentang perwakafan
tanah milik, juga diantaranya Peraturan Menteri Agama No.1 Tahun 1978, Peraturan
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam No.Kep/D/75/1978, dan Instruksi
Presiden No.1 Tahun 1991 Kompilasi Hukum Islam, lahirnya peraturan tersebut
menunjukkan adanya peraturan pemerintah terhadap salah satu bagian hukum Islam
yaitu wakaf.
Dalam praktek di Indonesia, masih sering terjadi peristiwa yang mengisyaratkan
banyaknya tanah-tanah wakaf menjadi tanah-tanah untuk kepentingan pribadi. Karena
sebagian besar dari tanah-tanah wakaf tersebut belum didaftarkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga belum ada kepastian hukum.
Contoh saja seperti di daerah Kelurahan Pulo Gebang Cakung Jakarta Timur.
Banyak tanah yang ada di daerah tersebut yang belum terdaftar dan belum sertifikasi,
dan juga melihat data yang ada dalam Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan
Cakung pada tahun 2010-2011 bahwa banyak tanah wakaf yang belum sertifikasi
tetapi hanya didaftarkan untuk diikrarwakafkan saja dari banyaknya tanah yang sudah
diwakafkan, masuk dalam data KUA Kecamatan Cakung. Hal ini merupakan
Maka dari itu, penulis tertarik untuk membahas dan mengkaji tentang PENGARUH PP NO 28 TAHUN 1977 PERWAKAFAN TANAH MILIK DI KELURAHAN PULO GEBANG. Dengan adanya motivasi di atas diharapkan mampu memberikan suatu jawaban dan penjelasan akurat, sedangkan untuk mendapatkan kepastian dan
kejelasan mengenai permasalahan di atas diperlukan suatu kejelian, pemahaman serta
terlibat langsung kearea lokasi tempat penelitian yang dimaksud.5
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan
Dari permasalahan pada latar belakang yang telah dikemukakan di atas.
Melihat luasnya masalah pembahasan yang akan diteliti dan agar permasalahan
yang akan diuraikan dalam penelitian ini tidak melebar. Maka dalam hal ini
penulis berupaya mengedepankan suatu tema inti yang berkaitan dengan masalah
yang diangkat. Dalam hal ini mengangkat tema penelitian ini. Tentunya penulis
membatasi permasalahan yang akan diuraikan dalam penelitian ini, maka penulis
membatasinya hanya pada pasal 9-10 PP No 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan
Tanah Milik, dan dengan data-data Perwakafan Kantor Urusan Agama Cakung
2010-2011.
2. Perumusan
Peraturan Pemerintah No.28 tahun 1977 dan peraturan-peraturan
pelaksanaannya mengharuskan pelaksanaan perwakafan tanah milik dilaksanakan
secara tertulis melalui proses administrasi tertentu, tidak cukup dilaksanakan
secara lisan, sebagaimana yang biasa dilakukan oleh masyarakat. Sedangkan
kenyataan di lapangan banyak tanah yang sudah diwakafkan tidak diakui sebagai
tanah wakaf oleh para ahli waris karena tidak ada bukti yang kuat.
Rumusan tersebut penulis rincikan bentuk pertanyaan sebagai berikut:
a. Mengapa masyarakat Kelurahan Pulo Gebang enggan melaksanakan PP No
28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik khususnya sertifikasi tanah
wakafnya?
b. Faktor-faktor apa saja yang menghambat dalam pembuatan sertifikat wakaf?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian skripsi ini di samping bertujuan untuk menyelesaikan perkuliahan di
fakultas Syari’ah dan Hukm, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta guna mendapat gelar
kesarjanaan Syari’ah (Hukum Islam), juga bertujuan untuk mengetahui Pengaruh PP No 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik di Kelurahan Pulo Gebang.
Maka dilaksanakannya penelitian ini diantaranya sebagai berikut:
1. Mengetahui sebab para wakif tidak melaksanakan PP No 28 Tahun 1977 Tentang
Perwakafan Tanah Milik dalam membuat sertifikat.
2. Mencari faktor-faktor yang menjadi penghambat keberhasilan dalam pembuatan
sertifikat wakaf.
Adapun manfaat dari penelitian tersebut adalah:
1. Memberikan penjelasan pada masyarakat mengenai pembuatan sertifikat tanah
2. Memberikan kejelasan pada masyarakat mengenai faktor-faktor penghambat
pembuatan sertifikat wakaf.
3. Untuk menambah ilmu dan wawasan bagi peneliti khususnya dan pembaca
umumnya.
D. Tinjaun Pustaka (Review) Kajian Terdahulu
1. Judul skripsi: Pengelola dan Pengembangan Tanah Wakaf Produktif dalam
Perspektif UU No.41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. (Kajian Terhadap Masjid Jami’
Daarul Adzkaar di Wilayah KUA Cilandak Jakarta Selatan).
Disusun oleh : Siti Istianah
Tahun : 2008
Skripsi ini berisi bahwa sempitnya pola pemahaman masyarakat terhadap harta
yang diwakafkan, berupa benda tetap (tanah, bangunan) hanya untuk “kepentingan pribadi”. Sifat kemutlakan kepada orang yang dianggap “panutan” ulama, kiyai,
ustadz dan tokoh lainnya. Sedangkan yang diserahi mengelola tanah tidak memilki
kemamapuan yang baik agar tanah wakaf digunakan secara optimal, dan juga tidak
memadainya peraturan perundang-undangan yang diterapkan sehingga tanah
wakaf belum dikelola dan dikembangkan secara optimal.
2. Judul skripsi : Efektivitas Nazir Dalam pengelolaan dan Pemanfaatan Harta
Wakaf (Studi kasus dipondok Pesantren Tapak Sunan Condet Balekambang
Jakarta Timur).
Disusun oleh : Arifin
Dalam tulisannya menjelaskan bahwa faktor kurangnya pengetahuan masyarakat
tentang pengelolaan wakaf itu tergantung nadzir (pengelola) baik yang dikelola
secara perorangan, organisasi ataupun badan hukum. Dilihat dari tugas nadzir
selain bertugas melakukan benda yang dikelolanya, dan melihat tugas tersebut
jelaslah bahwa berfungsi tidaknya suatu lembaga perwakafan tergantung pada
nadzirnya. Jadi masalah nadzir sebagai orang yang mengurus harta wakaf sangat
penting diperhatikan, mengingat banyaknya terjadi sengketa terhadap tanah
wakaf. Semisal diselewengkan harta wakaf tersebut bahkan ada yang diwariskan.
3. Judul skripsi : Praktik Wakaf di Kecamatan Limo
Disusun oleh : Ambia Dahlan Abdullah
Tahun : 2009
Dalam skripsi ini menjelaskan bagaimana praktik wakaf di Kecamatan Limo.
Apakah sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, akan
tetapi di lapangan masih ada bagian kecil permasalahan yang terjadi, diantaranya
dalam proses pendaftaran lembaga wakaf, fungsi dan tujuan wakaf, pengelolaan
dan pengembangan lembaga wakaf serta pembinaan nadzir yang tidak berjalan
dengan baik.
Maka disini terlihat perbedaan dalam pembahasan judul yang sudah
dibahas dan ditulis oleh kakak kelas, yakni Siti Istianah, Arifin, dan Ambia
Dahlan Abdullah karena di dalam karyanya para kedua penulis itu membahas
judul yang tidak spesifik, maka untuk menspesifikan kembali penulis mengajukan
untuk membahas kembali dan meneliti kembali dari judul yang sudah penulis
tetapkan.
E. Kerangka Teori Konseptual
Wakaf adalah menahan harta yang dapat diambil manfaatnya bukan untuk
dirinya, sementara benda itu tetap ada, dan digunakan manfaatnya untuk kebaikan
dan mendekatkan diri kepada Allah. Demikian juga wakaf adalah salah satu lembaga
sosial Islam yang erat kaitannya dengan sosial ekonomi masyarakat.
Seiring berjalan bahwa pola pemahaman masyarakat terhadap perwakafan atau
mewakafkan tanahnya berupa benda tetap seperti tanah atau bangunan hanya untuk
kepentingan ibadah, beranggapan bahwa harus dikembalikan kepada Allah. Prosedur
mewakafkan benda wakafnya diserahkan begitu saja kepada seseorang yang
dianggapnya itu panutan. Seharusnya dalam mewakafkan bendanya itu dianjurkan
untuk membuat sertifikat wakaf. Mengingat banyaknya terjadi sengketa terhadap
harta wakaf, semisal diselewengkan harta wakaf tersebut bahkan ada yang
diwariskan.
F. Metodologi Penelitian
Agar penelitian ini tepat pada sasarannya, maka peneliti memfokuskan atau
mengambil sasaran kepada masyarakat Kelurahan Pulo Gebang yang Telah
mewakafkan tanahnya di daerah tersebut.
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pola penelitian ini penulis menggunakan jenis data kualitatif, yang datanya
kemukakan, yaitu Pengaruh PP No 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah
Milik di Kelurahan Pulo Gebang, dan penelitian ini menggunakan metode deskritif
analisis. Yakni berusaha menyajikan fakta-fakta yang objektif sesuai dengan
kondisi dan situasi yang sebenarnya terjadi pada saat penelitian dilakukan.6 Artinya penulis berusaha memberikan gambaran mengenai Pengaruh PP No. 28
Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik di Kelurahan Pulo Gebang.
2. Objek (Lokasi) dan Subjek Penelitian
Objek penelitian adalah daerah Kelurahan Pulo Gebang Cakung Jakarta
Timur. Sedangkan subjeknya adalah masyarakat Kelurahan Pulo Gebang yang
terdiri dari 1 (satu) orang petugas KUA, 1 (satu) orang wakif (pemberi wakaf), 1
(satu) orang nazdir (yang mengelola dan mengurus tanah wakaf), dan 1 (satu)
tokoh masyarakat setempat.
3. Sumber Data Penelitian
a. Data Primer, yakni data-data yang diperoleh dari hasil penelitian penulis di
daerah Kelurahan Pulo Gebang, dengan pertimbangan bahwa didalam praktek
lapangan masih banyak dijumpai permasalahan yang menghambat dalam
sertifikasi tanah wakaf.
6 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), Cet
b. Data Sekunder, yakni data-data yang diperoleh dengan cara mengumpulkan
dan menelaah dari beberapa literatur buku-buku ilmiah dan sumber-sumber
lainnya yang memilik relevansi dengan objek penelitian.7
4. Tehnik Pengumpulan Data
Dalam upaya mengumpulkan data yang diperlukan, digunakan metode
sebagai berikut:
a. Interview atau wawancara
Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan untuk
menjawab semua permasalahan penelitian.8 Tehnik interview ini digunakan untuk memperoleh tentang pengaruh PP No 28 Tahun 1977 tentang
perwakafan tanah milik di Kelurahan Pulo Gebang, dengan tehnik tanya
jawab secara lisan yang berpedoman pada daftar pertanyaan terbuka untuk
mencari informasi secara detail dan terperinci menggunakan snowballing
proses. Dengan demikian, dapat diperoleh dari jawaban informan
sedalam-dalamnya tanpa unsur keterpaksaan.
b. Observasi, yaitu dilakukan di Kelurahan Pulo Gebang Cakung Jakarta Timur.
c. Dokumentasi, tehnik ini penulis gunakan untuk melengkapi data yang penulis
butuhkan, yaitu dengan melihat dokumen dan arsip-arsip yang ada di KUA
Kecamatan Cakung Kotamadya Jakarta Timur.
7 Hejazziey, Djawahir (ed.).Buku Pedoman Penulisan Skripsi, (Jakarta: Fakultas Syariah dan
Hukum, 2007), Cet. Ke-1. Hal 25-2
8 Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press,
G. Analisis Data
Analisa dilaksanakan dengan menghubungkan ketentuan normatif (Das Solen)
dengan implementasinya terhadap realitas kehidupan (Das Sein), sehingga akan
muncul kesadaran hukum terhadap masyarakat. Dengan demikian, satuan analisis
dalam penelitian ini peristiwa perwakafan tanah, mengharuskan adanya perwakafan
dilakukan secara tertulis, tidak cukup hanya dengan ikrar lisan saja, termasuk dalam
pembuatan sertifikat tanah wakaf yang dikaitkan dengan kesadaran hukum
masyarakat untuk melaksanakan hukum Islam, PP No 28 Tahun 1977 Tentang
Perwakafan Tanah Milik dan hukum positif lainnya.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku pedoman skripsi
Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang diterbitkan oleh
Fakultas Syari’ah dan Hukum tahun 2007.
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari 5 bab dengan rincian sebagai
berikut:
Bab Kesatu : Tentang Pendahuluan, meliputi : Latar Belakang Masalah, Pembatasan
dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka (Review)
Kajian Terdahulu, Kerangka Teori Konseptual, Metode Penelitian, Analisa Data, dan
Bab Kedua : Tinjauan Umum Tentang Perwakafan, meliputi : Pengertian Wakaf dan
Fungsi Wakaf, Dasar Hukum dan Syarat Wakaf, Prosedur Pendaftaran Wakaf,
Sanksi Pelanggaran Peraturan Perwakafan Tanah Milik.
Bab Ketiga : Potret Kelurahan Pulo Gebang, meliputi: Gambaran umum Kelurahan
Pulo Gebang, Geografis dan Demografis Kelurahan Pulo Gebang, Keagamaan dan
Pendidikan Masyarakat Kelurahan Pulo Gebang, Pengaruh PP No 28 Tahun 1977
Tentang Perwakafan Tanah Milik di Kelurahan Pulo Gebang.
Bab Keempat : Pengaruh PP Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah
Milik di Kelurahan Pulo Gebang, meliputi : Data-data Sertifikat Tanah Wakaf KUA
Kecamatan Cakung, Sertifikasi Tanah Wakaf Menurut Hukum Islam dan Hukum
Positif, Analisis Penulis Pengaruh PP No 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah
Milik di Kelurahan Pulo Gebang.
Bab Kelima : Tentang Penutup, meliputi : Kesimpulan, Saran-saran, Daftar Pustaka,
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERWAKAFAN
A. Pengertian Wakaf
Wakaf berasal dari bahasa Arab al-waqf bentuk masdar dari
waqafa-yaqifu-waqfan (ﺎ ﻔ ﻗ و ﻒﻘﯾ - ﻒ- ﻗ و ).9 Kata waqf semakna dengan al-habs bentuk masdar dari habasa-yahbisu-habsa(ﺎ ﺴ ﺒ ﺣ ﺲﺒﺤﯾ- ﺲ- ﺒ ﺣ ) yang artinya menahan.10
Secara harfiah wakaf bermakna "pembatasan" atau "larangan". Sehingga kata
Waqf (Jama' Auqaf) digunakan dalam Islam untuk maksud "pemilikan dan
pemeliharaan" harta benda tertentu untuk kemanfaatan sosial tertentu yang diterapkan
dengan maksud mencegah penggunaan harta wakaf tersebut di luar tujuan khusus
yang telah diterapkan tersebut.11
Abi Bakar Jabir Al-Jazairi mengartikan wakaf sebagai penahanan harta sehingga
harta tersebut tidak bisa diwarisi, atau dijual, atau dihibahkan, dan mendermakan
hasilnya kepada penerima wakaf.12
Sedangkan dalam pengertian istilah, ulama berbeda redaksi dalam merumuskan
dan memberikan beberapa pengertian, sebagaimana tersebut di bawah ini:
9Fuad Irfan al-Bustani,Munjid al-Lughah, (Beirut: Dar al-Masriq, Lt), Cet. Ke-21, h.935. 10 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Juz 3, (Beirut: Dar al-Fikr,tt), h.515.
11
Farid Wadjdy,Wakaf untuk Kesejahteraan Umat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), hal.29
4Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Ensiklopedi Muslim ( Minhajul Muslim) Alih Bahasa Fadli
1. Menurut golongan Syafi’iyah, Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malybary mengatakan:
ِﻪ ِﺑ
ﻲ ِﻓ
13.
Terjemahnya: “menahan harta yang bisa dimanfaatkan dalam keadaan barangnya masih tetap dengan cara memutus pentassarrufnya untuk diserahkan pada keperluan yang mubah dan terarah”.
2. Menurut Imam Abu Hanifah dan golongannya
Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum, tetap milik si
wakif dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan. Berdasarkan
definisi itu maka pemilikkan harta wakaf tidak lepas dari si wakif, bahkan ia
dibenarkan menariknya kembali dan ia boleh menjualnya. Jika si wakif wafat,
harta tersebut menjadi harta warisan buat ahli warisnya. Jadi timbul dari wakaf
hanyalah "menyumbangkan manfaatnya". Karena itu mazhab Hanafi
mendefinisikan wakaf adalah: "tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda,
yang berstatus tetap sebagai hak milik, dengan menyedekahkan manfaatnya
kepada suatu pihak kebajikan (sosial), baik sekarang maupun akan datang".14 Menurut golongan Hanafi, Syekh Abdullah bin Muhammad bin Sulaiman
al-Hanafi mengatakan:
13 Syeikh Zainuddin bin Abdul Aziz al- Malibary, Fath al-Muin, (Semarang: Al-Munawar,
1078), h. 87.
14 Departemen Agama, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, (Jakarta: Direktorat
.
١ ٥
Terjemahnya: “ wakaf ialah menyediakan suatu harta atas nama kepunyaan orang yang mewakafkan dan memberikan manfaatnya”.
3. Sedangkan definisi wakaf menurut Imam Malikiyah dan golongannya yang ditulis
oleh Syekh Hasan Kamil.
Mazhab Maliki berpendapat bahwa wakaf itu tidak melepaskan harta yang
diwakafkan dari kepemilikan wakif, namun wakaf tersebut mencegah wakif
melakukan tindakan yang dapat melepaskan kepemilikannya atas harta tersebut
kepada yang lain dan wakif berkewajiban menyedekahkan manfaatnya serta tidak
boleh menarik kembali wakafnya. Perbuatan si wakif menjadikan manfaat
hartanya untuk digunakan oleh mauquf bih (penerima wakaf), walaupun yang
dimilikinya itu berbentuk upah, atau menjadikan hasilnya untuk dapat digunakan
seperti mewakafkan uang.
Menurut golongan Imam Malikiyah
ِﺪ ﻴ ِﺑ
16
Terjemahnya: “wakaf ialah memberikan beberapa kemanfaatan (hasil) suatu harta untuk selama-lamanya. Menurut pendapat yang shahih yang demikian itu sah secara mutlak, baik untuk selamanya maupun untuk waktu tertentu”
15 Syekh Abdullah bin Muhammad bin Sulaiman al-Hanafi, Majmu’ anhar fi syarh
al-Multaqal abhar, (Beirut: Dar al-Ihya al-Turas al-Arabi, t.t.), Cet. Ke 1 Juz I h. 733.
16 Hasan Kamil al-Mutawi,Fiqh al-Muamalat 'ala Mazhab al-Imam Malik, (Mesir: al-Ahram
4. Imam Taqiyuddin Abi Bakr mendefinisikan wakaf lebih menekan pada tujuannya,
yaitu menahan atau menghentikan harta yang dapat diambil manfaatnya guna
kepentingan kebaikan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.17
5. H. Imam Suhadi, memberikan definisi wakaf adalah pemisahan suatu harta benda
seseorang yang disahkan dan benda itu ditarik dari benda milik perseorangan
dialihkan penggunaannya kepada jalan kebaikan yang diridhai Allah SWT.
Sehingga benda-benda tersebut tidak boleh dihutangkan, dikurangi atau
dilenyapkan.18
6. Menurut Anwar Haryono, (1980:467), wakaf adalah penglepasan hak milik
seorang muslim yang hanya manfaat atau hasilnya (buahnya) dipergunakan untuk
kepentingan umum. Penglepasan hak milik secara wakaf ini dinilai sebagai
shodaqah jariyah (continue).19
Jadi dapatlah disimpulkan bahwa pengertian wakaf dalam syariat Islam kalau
dilihat dari perbuatan orang yang mewakafkan, wakaf ialah suatu perbuatan hukum
dari seseorang yang dengan sengaja mengeluarkan harta bendanya untuk digunakan
manfaatnya bagi keperluan di jalan Allah/dalam jalan kebaikan.
Definisi wakaf juga dijelaskan secara terperinci pada hukum positif yang ada di
Indonesia, di antaranya adalah:
17 Taqiyuddin abi bakar,Kifayatul Akhyar, juz 1, (Mesir: Dar al-Kitab al-Araby, II),hlm 319,
perbedaan pendapat para ulama (mazhab) tentang wakaf dapat dilihat pada Wahbah Zuhaili,al-Fiqh
al-Islami wa Adillatuhu, (Damaskus: Dar al-Fikr, 1985), cet 2, h, 152
18
Imam Suhadi,Hukum Wakaf di Indonesia, (Yogyakarta: Dua Dimensi, 1983), h.3.
19 Suparman Usman,Hukum Perwakafan di Indonesia, (Serang: Darul Ulum Press, 1994), hal
1. Menurut PP Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik wakaf
adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian
dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakannya untuk
selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya
sesuai dengan ajaran agama Islam.
2. Menurut Kompilasi Hukum Islam tidak jauh beda dengan PP Nomor 28 Tahun
1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik wakaf adalah perbuatan hukum seseorang
atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda
miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah
atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.20
3. Menurut Undang-undang wakaf Nomor 41 tahun 2004 Tentang Wakaf, wakaf
adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian
harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selama-lamanya untuk jangka waktu
tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan kesejahteraan
umum menurut Syari’ah.21
Dari pengertian Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf,
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik
dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), dapat diambil perbedaannya diantaranya:
20 Abdurrahman, Kompilasi hukum Islam di Indonesia,(Jakarta: Akademika Pressindo, 1992),
h, 165
21 Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji,
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 Wakaf (Jakarta: Departemen Agama Republik
a. Dalam Peraturan Nomor 28 Tahun 1977 Perwakafan Tanah Milik, harta
wakaf yang dapat diwakafkan hanyalah tanah milik.
b. Dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf harta yang
diwakafkan dapat dimanfaatkan dalam jangka waktu tertentu, sesuai dengan
kepentingan.
c. Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) bahwa yang dapat
diwakafkan adalah harta benda, artinya harta benda bergerak dan tidak
bergerak.
Dari beberapa pengertian wakaf di atas dapat ditarik cakupan wakaf, meliputi:
1) Harta benda milik seseorang atau sekelompok orang.
2) Harta benda tersebut bersifat kekal zatnya, tidak habis apabila dipakai.
3) Harta tersebut dilepas kepemilikannya oleh pemiliknya.
4) Harta yang dilepas kepemilikkannya tersebut, tidak bisa dihibahkan,
diwariskan, atau diperjualbelikan.
5) Manfaat dari harta benda tersebut untuk kepentingan umum sesuai dengan
ajaran Islam.22
B. Dasar Hukum Wakaf
1. Dasar Hukum Islam
Secara teks, wakaf tidak terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, namun makna dalam kandungan wakaf terdapat dalam dua sumber hukum Islam tersebut.
1) Di dalam Al-Qur’an landasan hukum yang menganjurkan wakaf ialah firman
Allah swt. Surat Al-Hajj 77:
ِﺬ
ﱠﻠ
ِﻠ
)
/
٢ ٢
:
٧ ٧
(
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapatka kemenangan”.
Ketika ayat yang menganjurkan untuk menyedekahkan harta yang paling
dicintai (Q.S. (3): 92), di dengar oleh Abu Thalhah maka ia berdiri dan berkata:
Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah swt telah berfirman:
ِﺒ
ﻰ
ِﻔ
ِﻣ
ﺎ
ِﺤ
ﺎ
ِﻔ
ِﻣ
ٍﺊ
ِﺎ
ِﺑِﻪ
ِﻠ
)
/
٣
:
٩ ٢
(
Artinya:”Kamu sekali-kali belum sampai kepada kebaktian yang sempurna,
sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai”. (Q.S. Ali
Imran (3):92).
Dari beberapa ayat yang penulis paparkan di atas, penulis dapat mengambil
kesimpulan bahwa manfaat wakaf sangat dirasakan oleh wakif sebagai pemberi
wakaf dan terlebih manfaatnya lagi bagi masyarakat yang merasakan dan
menggunakan sarana wakaf tersebut, sehingga tiada ruginya wakaf itu karenanya
dapat mensejahterakan masyarakat.
Selain dari ayat-ayat yang mendorong manusia berbuat baik untuk
atas, ada juga hadits-hadits Nabi yang menjadi dasar hukum wakaf, seperti penulis
paparkan di bawah ini.
2) Di dalam Al-Hadits yang berkaitan dengan wakaf adalah sabda Rasulallah
SAW:
:
:
،
ِﻪ ِﺑ
،
)
ﻢ ﻠ ﺴ ﻣ
(
.
٢ ٣Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw bersabda: apabila manusia wafat berputuslah semua amal perbuatannya, kecuali dari tiga hal, yaitu sedekah jariyah (wakaf), atau ilmu yang
dimanfaatkan, atau anak shaleh yang mendoakannya” (HR. Muslim).
Imam al-Kahlani Adlam Subul al-Salam, hadits ini dituturkan dalam bab
waqaf, karena para ulama mengartikan sedekah jariyah adalah waqaf.24 Kemudian hadits yang berkaitan dengan waqaf yang pertama kali dilakukan dalam Islam
adalah waqaf Umar R.A sesuai dengan hadits yang di bawah ini:
:
،
،
:
!
:
،
:
،
،
ﻲ ِﻓ
):
) (
ﻢ ﻠ ﺴ ﻣ
(
٢ ٥
Artinya: Ibnu Umar berkata: umar Radhiyallahu'anhu memperoleh bagian tanah di khaibar lalu menghadap Nabi SAW untuk meminta petunjuk dalam mengurusnya. Ia berkata: wahai Rasulullah, aku memperoleh sebidang tanah di khaibar, yang menurutku, aku belum pernah memperoleh tanah yang lebih baik daripadanya. Beliau bersabda: " jika engkau mau, wakafkanlah pohonnya dan sedekahkan hasil (buah)nya". Ibnu Umar berkata: lalu umar mewakafkannya dengan syarat pohonnya tidak boleh dijual, diwariskan, dan diberikan. Hasilnya disedekahkan kepada kaum fakir, kaum kerabat, para hamba sahaya, orang yang berada di jalan Allah, musafir yang kehabisan bekal, dan tamu. Pengelolanya boleh memakannya dengan sepantasnya dan memberi makan sahabat yang tidak berharta. Muttafaq Alaih dan lafadznya menurut riwayat Muslim. Dalam riwayat bukhari disebutkan, "Umar menyedekahkan pohonnya dengan syarat tidak boleh dijual dan dihadiahkan, tetapi disedekahkan hasilnya.(HR. Muslim )
3) Ijma Sahabat
Para sahabat sepakat bahwa hukum wakaf sangat dianjurkan dalam
Islam dan tidak satu-pun di antara para sahabat yang menafikan wakaf.
Sedangkan hukum wakaf menurut shahibul mazhab (Imam Abu Hanifah,
Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal) tidak terdapat
perbedaan yang signifikan. Menurut Imam Malik, Syafi’i dan Ahmad Hanbal
hukum wakaf adalah Sunnah (mandub). Menurut Imam Hanafiah hukum
wakaf adalah mubah (boleh). Sebab wakaf non muslimpun hukum wakafnya
sah. Namun demikian, wakaf nantinya bisa menjadi wajib apabila wakaf itu
menjadi objek dari Nazhir.26
2. Dasar Hukum Pemerintahan Republik Indonesia
Di Indonesia ada beberapa peraturan yang mengatur masalah perwakafan,
yaitu PP No 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Milik, Undang-undang Pokok
Agraria (UUPA) yang diatur dalam pasal 5, pasal 14 ayat 91 dan pasal 49, Inpres
No.1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, Undang-undang No.41 Tahun
2004 Tentang Wakaf, PP No. 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan UU No 41
Tahun 2004 Tentang Wakaf. adapun yang mengatur tentang tunai hanya terdapat
dalam Undang-undang No.41 tentang wakaf dan PP No.42 tahun 2006. dalam UU
No.41 tahun 2004 tentang wakaf dikatakan bahwa:
a. Pengaturan benda wakaf bergerak berupa uang dan sejenisnya (giro, saham,
dan surat berharga lainnya), selain harta benda wakaf tidak bergerak (tanah
dan bangunan).
b. Wakaf benda bergerak berupa uang dapat dilakukan melalui lembaga
keuangan syariah.
c. Dari hasil pengelolaan wakaf secara produktif tersebut, dapat dimanfaatkan
untuk kepentingan:
1). Sarana dan kegiatan ibadah
26Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam,Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van
2). Sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan
3). Bantuan pada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, beasiswa
4). Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat
5). Kemajuan kesejahteraan umum lainnya.27
d. Dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf secara produktif,
nadzir dapat bekerja sama dengan pihak ketiga IDB, investor, perbankan
Syariah, LSM dan lain-lain
e. Dalam rangka pengoptimalkan pengelolaan dan pengembangan harta benda
wakaf, akan dibentuk Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang bersifat
independen dan dapat membentuk perwakilan di propinsi dan kabupaten jika
dianggap perlu.
C. Rukun dan Syarat-syarat Wakaf
Para Imam Mujtahid berbeda pendapat dalam memberikan pandangan mengenai
rukun dan syarat-syarat wakaf.
Menurut ulama Mazhab Hanafi bahwa rukun wakaf itu hanya satu, yakni akad
yang berupa ijab (pernyataan dari wakif). Sedangkan kabul (pernyataan menerima
wakaf) tidak termasuk rukun bagi mazhab Hanafi disebabkan akad tidak bersifat
mengikat. Apabila seseorang mengatakan: “saya wakafkan harta ini kepada anda”,
maka akad itu sah dengan sendirinya dan orang yang diberi wakaf berhak atas harta
27 Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji,
itu.28 Adapun rukun wakaf menurut sebagian besar ulama dan Fiqh Islam, telah dikenal ada 6 (enam) rukun. Yaitu:
1. Orang yang berwakaf (waqif)
Adapun syarat-syarat orang yang mewakafkan (wakif) adalah setiap wakif
harus mempunyai kecakapan melakukan tabarru, yaitu melepaskan hak milik tanpa
imbangan materiil, artinya mereka telah dewasa (baligh), berakal sehat, tidak
dibawah pengampuan dan tidak karena terpaksa terbuat.29
Dalam pasal 7 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004, wakif meliputi:
a. Perseorangan adalah apabila memenuhi persyaratan dewasa, berakal sehat,
tidak terhalang melakukan perbuatan hukum dan pemilik sah harta benda
wakaf;
b. Organisasi adalah apabila memenuhi ketentuan organisasi untuk mewakafkan
harta benda wakaf milik organisasi untuk mewakafkan harta benda wakaf milik
organisasi sesuai dengan anggaran dasar organisasi yang bersangkutan;
28
Abdul Halim, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), hal 16-17
29 Elsi Kartika Sari, Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf, ( Jakarta: PT Grasindo, 2007). Hal
c. Badan hukum adalah apabila memenuhi ketentuan organisasi untuk
mewakafkan harta benda wakaf milik badan hukum sesuai dengan anggaran
dasar badan hukum yang bersangkutan.30
2. Benda yang diwakafkan (mauquf)
Mauquf dipandang sah apabila merupakan harta bernilai, tahan lama
dipergunakan, dan hak milik wakif murni.
Benda yang diwakafkan dipandang sah apabila memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
a. Benda harus memiliki nilai guna
tidak sah hukumnya sesuatu yang bukan benda, misalnya hak-hak yang
bersangkutan paut dengan benda, seperti hak irigasi, hak lewat, hak pakai dan
lain sebagainya. Tidak sah mewakafkan benda yang tidak boleh diambil
manfaatnya.
b. Benda tetap atau benda bergerak
secara garis umum yang dijadikan sandaran golongan syafi’iyyah dalam
mewakafkan hartanya dilihat dari kekekalan fungsi atau manfaat dari harta
tersebut, baik berupa barang tak bergerak, barang bergerak maupun barang
kongsi (milik bersama).
c. Benda yang diwakafkan harus tertentu (diketahui) ketika terjadi akad wakaf
30 Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji,
Penentuan benda tersebut bisa ditetapkan dengan jumlah seperti seratus juta
rupiah, atau bisa juga menyebutkan dengan nishab terhadap benda tertentu,
misalnya separuh tanah yang dimiliki dan lain sebagainya. Wakaf yang tidak
menyebutkan secara jelas terhadap harta yang akan diwakafkan sebagian tanah
yang dimiliki, sejumlah buku, dan sebagainya.
d. Benda yang diwakafkan benar-benar telah menjadi milik tetap (al-milk
at-tamm) si wakif (orang yang mewakafkan) ketika terjadi akad wakaf.
Jadi, jika seseorang mewakafkan benda yang bukan atau belum menjadi
miliknya, walaupun nantinya akan menjadi miliknya maka hukumnya tidak
sah, seperti mewakafkan tanah yang masih dalam sengketa atau jaminan jual
beli dan lain sebagainya.31
3. Tujuan/tempat diwakafkan harta itu adalah penerima wakaf (mauquf‘alaih)
Mauquf alaih tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai ibadah, hal ini
sesuai dengan sifat amalan wakaf sebagai salah satu bagian dari ibadah.
Di dalam Pasal 22 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf,
disebutkan dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf, harta benda hanya
dapat diperuntukan bagi:
a. Sarana dan kegiatan ibadah
b. Sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan
c. Bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, beasiswa.
d. Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat, dan/atau
e. Kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan
syari’ah dan peraturan perundang-undangan.32
4. Pernyataan/lafadz penyerahan wakaf (sighat) ikrar wakaf
Sighat (lafadz) atau pernyataan wakaf dapat dikemukakan dengan tulisan,
lisan atau dengan suatu isyarat yang dapat dipahami maksudnya. Pernyataan
dengan tulisan atau lisan dapat digunakan menyatakan wakaf oleh siapa saja,
sedangkan isyarat hanya bagi orang yang tidak dapat menggunakan dengan cara
tulisan atau lisan. Tentu pernyataan dengan isyarat tersebut harus sampai
benar-benar dimengerti pihak penerima wakaf agar dapat menghindari persengketaan di
kemudian hari.33
Dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf, suatu
pernyataan wakaf/ikrar wakaf dituangkan dalam akta ikrar wakaf, yang paling
sedikit memuat:
a. nama dan identitas wakif
b. nama dan identitas nadzir
c. data dan keterangan harta benda wakaf
d. peruntukan harta benda wakaf, dan
e. jangka waktu wakaf.
32Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji,
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 Wakaf,hal 14
33Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, Fiqih Wakaf, (Jakarta: Direktorat Jenderal
Setiap pernyataan/ikrar wakaf dilaksanakan oleh Wakif kepada Nazhir di
hadapan Pejabat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dengan disaksikan oleh 2 orang
saksi.34
5. Ada pengelola wakaf (nazhir)
Nazhir wakaf adalah orang yang memegang amanat untuk memelihara dan
menyelenggarakan harta wakaf sesuai dengan tujuan perwakafan. Mengurus atau
mengawasi harta wakaf pada dasarnya menjadi hak wakif, tetapi boleh juga wakif
menyerahkan hak pengawasan wakafnya kepada orang lain, baik perseorangan
maupun organisasi.35
Beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi nadzir terdapat pada
Pasal 219 Kompilasi Hukum Islam yaitu beragama Islam, dewasa, dapat dipercaya
(amanah) serta mampu secara jasmani dan rohani untuk menyelenggarakan segala
urusan yang berkaitan dengan harta wakaf serta tidak terhalang melakukan
perbuatan hukum dan bertempat tinggal di kecamatan tempat letak benda yang
diwakafkannya.
6. Ada jangka waktu yang tak terbatas
Dalam Pasal 215 Kompilasi Hukum Islam bahwa wakaf adalah perbuatan
hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan
sebagian dari benda miliknya dan melembagakan untuk selama-lamanya guna
kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai ajaran Islam maka
34
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji,
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 Wakaf,hal 13
berdasarkan pasal di atas wakaf sementara adalah tidak sah,36 sedangkan dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 dinyatakan bahwa wakaf adalah
perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan menyerahkan sebagian harta
benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu
sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah atau kesejahteraan umum
menurut syariah maka berdasarkan pasal di atas wakaf sementar diperbolehkan
asalkan sesuai dengan kepentingannya.
Untuk sahnya suatu wakaf diperlukan syarat-syarat sebagai berikut:
a. Wakaf harus dilakukan secara tunai, tanpa digantungkan kepada akan
terjadinya sesuatu peristiwa di masa yang akan datang, sebab pernyataan
wakaf berakibat lepasnya hak milik seketika setelah wakif menyatakan
berwakaf dapat diartikan memindahkan hak milik pada waktu terjadi wakaf.
b. Tujuan wakaf harus jelas, maksudnya hendaklah wakaf disebutkan dengan
terang kepada siapa wakaf tersebut ditujukan, apabila tanpa menyebutkan
tujuan sama sekali peruntukannya maka wakaf dipandang tidak sah.
c. Wakaf merupakan hal yang harus dilaksanakana tanpa syarat boleh khiyas,
artinya tidak boleh membatalkan atau langsungkan wakaf yang telah
dinyatakan sebab pernyataan wakaf berlaku tunai dan untuk selamanya.37
D. Prosedur Pendaftaran Wakaf
1. Menurut Hukum Positif (PP No.28 Tahun 1977)
Dalam hukum positif, perwakafan tanah selain untuk mendekatkan diri
kepada Allah (ibadah) tetapi juga berkaitan dengan penataan tanah/tata kota.
Adapun hukum positif yang mengatur mengenai perwakafan adalah
Peraturan Pemerintah (PP No.28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik)
dan Peraturan Pelaksanaanya diatur dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) No.1
Tahun 1978. dalam PP No.28 Tahun1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik,
isinya hanyalah mengatur mengenai perwakafan tanah hak milik sedangkan,
mengenai wakaf benda bergerak hanya tercantum dalam instruksi Presiden
tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) No.1 Tahun 1991. Adapun
Undang-undang yang terbaru tentang perwakafan PP No. 42 tahun 2006 adalah tentang
pelaksanaan Undang-undang No. 41 tahun 2004.
Tata cara dan prosedur pendaftaran tanah wakaf dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 ditentukan secara rinci mengenai prosedur
atau tata cara perwakafan tanah milik. Maksud dan tujuan yang demikian tidak
lain adalah untuk ketertiban di dalam pelaksanaan perwakafan tanah milik itu
sendiri.
Rangkain tata cara perwakafan tanah milik menurut Peraturan Pemerintah
Pertama, pihak yang hendak mewakafkan tanahnya diharuskan datang
dihadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf untuk melaksanakan ikrar wakaf.38 Pengaturan mengenai isi dan bentuk ikrar wakaf, lebih lanjut ditegaskan dalam
Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor : Kep/D/75/78
tentang formulir daan pelaksanaan peraturan-peraturan tentang perwakafan tanah
milik. Pelaksanaan ikrar wakaf tersebut baru dianggap sah bilamana dihadiri dan
disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi sebagaimana ditetapkan
oleh Pasal 9 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang
Perwakafan Tanah Milik.
Saksi adalah orang yang mendapat tugas menghadiri suatu peristiwa dan
bila perlu dapat didengar keterangannya di muka pengadilan. Ketentuan
mengenai kesaksian dia dalam ikrar wakaf ini tidak terdapat dalam hukum fiqih
Islam, namun karena maslah ini termasuk ke dalam kategori masalah-masalah,
yakni untuk kemaslahatan umum, maka soal kesaksian itu perlu diperhatikan.39 Kedua, pada waktu menghadap Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf itu,
wakif harus membawa surat-surat sebagai berikut:
a. Sertifikat hak milik atau tanda bukti pemilikan tanah seperti girik dan
sebagainya.
38
http://www.google.co.id/#hl=id&source=hp&q=pp+no+28+tahun+1977&aq=o&aqi=&aql= &oq=&pbx=1&fp=b9f1f2dfce7aa00d&biw=800&bih=437
b. Surat keterangan Kepala Desa yang diperkuat oleh camat setempat
yang menerangkan kebenaran pemilikan tanah dan tidak tersangkut
suatu sengketa.
c. Surat keterangan pendaftaran tanah.
d. Izin dari Bupati/Walikota Kepala Daerah cq Kepala Sub sektorat
Agraria setempat.40
Surat-surat tersebut di atas diperiksa lebih dahulu oleh pejabat Akta Ikra
Wakaf (PPAIW), apakah telah memenuhi aturan yang ditetapkan oleh
perundang-undangan.
Ketiga, pejabat Pembuatan Akta Ikrar Wakaf meneliti saksi-saksi ikrar
wakaf dan mensahkan susunan nazir.di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar
Wakaf (PPAIW) dan dua orang saksi, wakif mengucapkan ikrar kepada nazir
yang telah disahkan dengan ucapan yang jelas dan tegas. Setelah selesai
mengucapkan ikrar wakaf, wakif, nadzir, saksi-saksi dan pejabat pembuat akta
ikrar wakaf rangkap 3 (tiga) dan salinannya rangkap 4 (empat) dan
selambat-lambatnya sebulan setelah dibuat, wajib disampaikan kepada pihak-pihak yang
bersangkutan.
Akta Ikrar Wakaf yang rangkap 3 (tiga) disampaikan kepada:
1. lembar pertama disimpan oleh Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf.
40 Departemen Agama, Peraturan Perundangan Perwakafan, (Jakarta: Direktorat Jenderal
2. lembar kedua dilampirkan pada surat permohonan pendaftaran yang
dikirimkan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya.
3. lembar ketiga dikirim kepada Pengadilan Agama yang wilayah
setempat.
Sedangkan salinan akta ikrar wakaf dibuat rangkap 4 (empat) untuk
keperluan:
1. Salinan lembar pertama disampaikan kepada wakif
2. Salinan lembar kedua disampaikan kepada nazir.
3. Salinan lembar ketiga dikirim kepada Kantor Departemen Agama.
4. Salinan lembar keempat dikirim kepada Kepala Desa yang mewilayahi
tanah wakaf tersebut.
Ketentuan untuk membuat dan menyampaikan akta ikrar wakaf maupun
salinan akta ikrar wakaf seperti tersebut di atas, tata cara perwakafan tanah milik
dilakukan secara tertulis, tidak secara lisan saja. Hal ini dengan tujuan untuk
memperoleh bukti otentik yang dapat dipergunakan untuk bermacam-macam
persoalan seperti untuk bahan pendaftran pada Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya dan untuk dijadikan bahan bukti bila terjadi sengketa
dikemudian hari.
2. Menurut Kompilasi Hukum Islam Pasal 223 dan 224 dinyatakan sebagai berikut:
a. Pihak yang hendak mewakafkan dapat menyatakan ikrar wakaf di hadapan
Pejabat Ikrar Wakaf untuk melaksanakan Ikrar Wakaf.
c. Pelaksanaan Ikrar,demikian pula pembuatan Akta Ikrar Wakaf, dianggap sah
jika dihadiri dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 orang saksi.
d. Dalam melaksanakan ikrar seperti yang dimaksud ayat (1) pihak yang
mewakafkan diharuskan menyerahkan kepada Pejabat yang tersebut dalam
pasal 215 ayat (6),41 surat-surat sebagai berikut: 1) Tanda bukti pemilikan harta benda
2) Jika benda yang diwakafkan berupa benda tidak bergerak, maka harus
disertai surat keterangan dari kepala desa, yang diperkuat oleh Camat
setempat yang menerangkan pemilikan benda tidak bergerak dimaksud;
3) Surat atau dokumen tertulis yang merupakan kelengkapan dari benda tidak
bergerak yang bersangkutan.
Pendaftaran Benda Wakaf
Setelah Akta Ikrar Wakaf dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam pasal
223 ayat (3) dan (4), maka kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan atas nama
nadzir yang bersangkutan diharuskan mengajukan permohonan kepada Camat untuk
mendaftar perwakafan benda yang bersangkutan guna menjaga keutuhan dan
kelestarian.42
41
Abdurrahman,Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Cet 1.Hal 169
3. Sanksi Pelanggaran Peraturan-peraturan Perwakafan Tanah Milik
Dalam Undang-undang No.41 Tahun 2004 tentang wakaf disebutkan bahwa
penyelesaian sengketa perwakafan ditempuh melalui musyawarah untuk mencapai
mufakat. Namun apabila penyelesaian sengketa tidak berhasil, sengketa dapat
diselesaikan melalui mediasi, arbitrase, atau pengadilan.
Penyelesaian perselisihan yang menyangkut persoalan kasus-kasus harta
benda wakaf diajukan kepada Pengadilan Agama dimana harta benda wakaf dan
Nadzir itu berada, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Selain masalah penyelesaian sengketa, Undang-undang wakaf juga mengatur
ketentuan pidana umum terhadap penyimpangan terhadap benda wakaf dan
pengelolaannya sebagai berikut:
1. Setiap orang yang dengan sengaja menjamin, menghibahkan, menjual,
mewariskan, mengalihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya tanpa izin
dipidana penjara paling lama 5 tahun dan /atau pidana denda paling banyak Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
2. Setiap orang yang dengan sengaja mengubah peruntukan harta benda wakaf tanpa
izin di pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
3. Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan atau mengambil fasilitas atas
ditetukan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).43
Sanksi Administrasi
Pasal 68 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 adalah mengatur sebagai berikut.
1. Menteri dapat mengenakan sanksi administrasi atas pelanggaran tidak
didaftarkan harta benda wakaf oleh PPAIW dan lembaga keuangan syariah.
2. Sanksi adminstrasi dapat berupa
a. Peringatan tertulis;
b. Penghentian sementara atau pencabutan izin kegiatan dibidang wakaf bagi
lembaga keuangan syariah, dan
c. Penghentian sementara dari jabatan atau penghentian dari jabatan
PPAIW44
43
Departemen Agama RI, Undang-undang Republik Indonesia No.41 Tahun 2004 Tentang
Wakaf,hal 34.
BAB III
POTRET KELURAHAN PULO GEBANG CAKUNG
JAKARTA TIMUR
A. Gambaran Umum Kelurahan Pulo Gebang
1. Letak Geografis
Secara geografis, kelurahan Pulo Gebang merupakan sebuah wilayah yang
terletak di Kecamatan Cakung Jakarta Timur. Kelurahan ini juga langsung
berbatasan dengan kelurahan Penggilingan, sebelah Selatan berbatasan dengan
kelurahan Pondok Kopi, dan sebelah Utara berbatasan dengan kelurahan Ujung
Menteng.45
Kelurahan Pulo Gebang Kecamatan Cakung yang luas wilayahnya sekitar
685.81 Ha. Yang dibagi dalam beberapa Rukun Warga (RW) dan Rukun
Tetangga (RT). Adapun berdasarkan data sampai dengan bulan Maret 2011
jumlah Rt dan Rw yang berada di kelurahan Pulo Gebang yaitu 16 RW dan 180
RT. Pada Rt 001 dengan luas wilayah 69,5 Ha, Rw 002 dengan luas wilayahnya
48 Ha, Rw 003 dengan luas wilayahnya 52 Ha, Rw 004 dengan luas wilayahnya
51 Ha, Rw 005 dengan luas wilayahnya 63 Ha, Rw 006 dengan luas wilayahnya
62 Ha, Rw 007 dengan luas wilayahnya 48 Ha, Rw 008 dengan luas wilayahnya
68 Ha, Rw 009 dengan luas wilayahnya 46 Ha, Rw 010 dengan luas wilayahnya
[image:46.598.84.530.79.469.2]30 Ha, Rw 013 dengan luas wilayahnya 47 Ha, Rw 014 dengan luas wilayahnya
6,5 Ha, Rw 015 dengan luas wilayahnya 15 Ha, Rw 016 dengan luas wilayahnya
20 Ha.46
2. Kependudukan
Berdasarkan data yang tercatat bahwa jumlah penduduk seluruhnya di
Kelurahan Pulo Gebang adalah 53.271 jiwa, yang terdiri dari 40.740 orang
laki-laki dan 12.531 orang perempuan, jumlah ini setiap tahunnya meningkat.
[image:47.598.109.522.81.702.2]Perkembangan penduduk Kelurahan Pulo Gebang sebagai berikut:
Tabel I
Tabel Jumlah Penduduk di Wilayah Kelurahan Pulo Gebang WNI
No RW JML KK
LK PR JML
01 01 1689 3493 3414 6887
02 02 1305 2069 2149 4188
03 03 2272 3358 3978 7316
04 04 1842 3191 3118 6279
05 05 3066 3779 4528 8287
06 06 2721 3354 3110 6434
07 07 1427 2654 2533 5167
08 08 2251 3838 4625 8433
09 09 510 891 978 1839
10 10 349 813 840 1624
11 11 346 535 524 1039
12 12 430 867 862 1709
13 13 436 867 911 1758
14 14 156 295 263 538
15 15 324 278 248 506
16 16 960 2158 1673 3811
Jumlah 53.271 40.740 12.531 53.271
Sumber: Kelurahan Pulo Gebang 2010
3. Pertanahan
Dalam upaya tertib administrasi pertanahan di Kelurahan Pulo Gebang,
maka tercatat dalam buku laporan tahunan Kelurahan Pulo Gebang bahwa
pertanahan di Kelurahan Pulo Gebang antara lain:
Status Tanah
1. Tanah Negara : 45,84 Ha
2. Tanah Milik Adat : 311 Ha
3. Tanah Wakaf : 6 Ha
4. Lain-lain : 290 Ha
Dengan rincian sebagai berikut:
a. Jenis Tanah
1. Darat/Kering : 396,5 Ha
2. Sawah/Basah : 296,5 Ha
b. Peruntukan Tanah
1. Untuk Perumahan :374,5 Ha
2. Untuk Industri : 6 Ha
3. Untuk Fasilitas Umum : 33,5 Ha
4. Untuk pemakaman (wakaf) : 6 Ha
5. Tanah lain-lain : 254 Ha47
B. Pendidikan Masyarakat Kelurahan Pulo Gebang
Dalam upaya mencerdaskan kehidupan masyarakat dan bangsa, faktor
pendidikan merupakan hal yang sangat penting di dalam mendukung kegiatan
pembangunan khususnya dalam lingkup kelurahan Pulo Gebang. Adapun tingkat
pendidikan dan jumlah murid yang ada di kelurahan Pulo Gebang dapat dilihat di
tabel:
Tabel II.1
Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kelurahan Pulo Gebang Penduduk No Pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah 1. 2. 3. 4. 5. 6. Tidak Sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Tamat Akademi/PT 221 11.614 8.730 8.008 5500 243 12.969 9.287 6.572 2.036 464 24.583 18.017 14.580 7.536 Jumlah
Sumber: Buku Profil Kelurahan Pulo Gebang Tahun 2010
Di dalam melakasanakan program pendidikan dan demi suksenya upaya
mencerdaskan masyarakat, diperlukan sarana dan prasarana yang dapat mendukung
semua itu, antara lain adalah tersedianya bangunan-bangunan sekolah.
Berikut ini adalah rincian sarana pendidikan yang ada di Kelurahan Pulo
[image:49.598.112.517.120.492.2]Tabel III.2
Jumlah Sarana Pendidikan di Kelurahan Pulo Gebang
No. Sekolah Jumlah
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Taman Kanak-kanak (TK) Sekolah Dasar Negeri (SDN) Sekolah Dasar Swasta SLTP Swasta SLTP Negeri SLTA Swasta SLTA Negeri 14 buah 25 buah 13 buah 6 buah 4 buah 4 buah 1 buah Jumlah 67
Sumber: Dokumen Kelurahan Pulo Gebang Tahun 2010
C. Keagamaan Masyarakat Kelurahan Pulo Gebang
Aktualitas keagamaan dalam kehidupan sehari-hari dari segi kerukunan umat
beragama di kelurahan Pulo Gebang berjalan cukup baik, hal tersebut disebabkan
adanya kesadaran beragama yang dimiliki masyarakat serta berkat adanya bimbingan,
pembinaan dari tokoh masyarakat dan alim ulama setempat yang bekerja sama
dengan pemerintah. Keadaan dan jumlah masyarakat pemeluk agama yang ada di
wilayah kelurahan Pulo Gebang adalah sebagai berikut:
Tabel IV
Keadaan dan Jumlah Mayarakat Pemeluk Agama
No Agama Jumlah
1. 2. 3. 4. 5. 6 Islam Katholik Protestan Budha Hindu Tionghoa 47.874 4.080 3.919 288 123 Jumlah
[image:50.598.132.494.573.705.2]Dalam usaha membina dan untuk lebih meningkatkan keyakinan antara umat
beragama menurut paham dan keyakinan masing-masing. Fasilitas tempat
peribadatan yang telah dibuat secara swadaya terus ditingkatkan, adanya pertambahan
setiap tahun maka sarana tersebut diharapkan menampung para jemaah khususnya
bagi umat Islam.
Jumlah sarana Peribadatan yang ada di Kelurahan Pulo Gebang sebagai
[image:51.598.111.525.146.530.2]berikut:
Tabel V
Jumlah Sarana Peribadatan
No. Tempat Ibadah Jumlah
1.
2.
3.
4.
5.
Masjid
Musholah
Gereja
Pura
Vihara
20
45
2
-Jumlah
Sumber: Kelurahan Pulo Gebang 2010
D. Pengaruh PP No 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik di Kelurahan Pulo Gebang
Pulo Gebang adalah salah satu kelurahan yang berada di kecamatan Cakung
Jakarta Timur. Kelurahan Pulo Gebang mempunyai banyak tanah wakaf
dari beberapa fungsi antara lain dalam bidang sosial, pendidikan, ekonomi dan
keagamaan.
Pada PP No 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik Pasal 9
menjelaskan bahwa perwakafan tanah milik harus dilakukan secara tertulis, tidak
cukup dengan ikrar lisan saja.48 Tujuannya adalah untuk memperoleh bukti yang otentik yang dapat dipergunakan untuk berbagai persoalan. Tetapi tanah wakaf
khususnya yang berada di kelurahan Pulo Gebang sebagian besar tidak
diadministrasikan dan tidak mempunyai sertifikat tanah wakaf karena adanya faktor
[image:52.598.109.520.103.556.2]penghambat dalam sertifikasi tanah wakaf. Untuk lebih jelas lihat data di bawah ini:
Tabel VI
Data-data tanah wakaf yang sudah sertifikasi dan belum Di Kelurahan Pulogebang
Jumlah tanah Wakaf Sudah
Bersertifikat
Belum daftar di BPN
No Sat.
Organisasi
Lokasi Luas Lokasi Luas Lokasi Luas
1. Pulo
Gebang
61 34461.089 26 12160 35 22301.089
Sumber: Dokumen KUA Cakung Tahun 2011
Secara hukum Islam wakaf-wakaf tersebut sudah memenuhi rukun dan syarat
perwakafan. Hukum Islam memang tidak menyuruh agar tanah-tanah wakaf itu diberi
sertifikat, dalam arti jika ada empat unsur di atas maka perwakafan menjadi sah.
Namun karena ketentuan sertifikasi tanah wakaf ini merupakan kebajikan pemerintah,
48 Departemen Agama, Peraturan Perundangan Perwakafan, (Jakarta: Direktorat Jenderal
maka umat Islam wajib taat kepada pemerintah. Sebagaimana perintah Allah dalam
surat An-Nisa ayat 59 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan Ulil amri kamu”...(Q.S. An-Nisa : 59).
Menurut Ahmad Musthofa Al-maraghi, yang dimaksud dengan ulil amri
dalam ayat ini meliputi para umara (aparat pemerintah), ulama, hakim panglima
perang dan pihak-pihak yang menangani urusan rakyat, yang perintah dan hukumnya
wajib ditaati, sepanjang perintah dan hukumnya itu bertentangan dengan perintah
Allah dan Rasul.49
Perlunya sertifikasi tanah wakaf tidak bertentangan dengan perintah Allah,
bahkan sejalan, sebab hal ini untuk memperkuat kedudukan dan status wakaf sendiri.
Jadi sertifikasi tanah wakaf itu penting karena banyak dampak positif dalam
sertifikasi tanah wakaf.
49 Ahmad Musthofa al-Maraghi, Alih Bahasa Bahrun Abu Bakar, Tafsir al-Mughni, ,
BAB IV
PENGARUH PP NO 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK DI KELURAHAN PULO GEBANG
A. Data-data Sertifikat Tanah Wakaf di Kantor Urusan Agama (KUA) Cakung
Kantor Urusan Agama mempunyai banyak tugas salah satunya adalah
perwakafan yang memberikan pelayanan dan bimbingan yang baik di masyarakat.
Berdasarkan data yang disajikan diketahui bahwa dalam proses penangan wakaf di
Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Cakung sebagai berikut:
1. Wakif mendatangi KUA untuk mendaftarkan tanah wakafnya kepada KUA
bersama nadzir (pengurus masjid atau penerima, pengelola tanah wakaf) disertai
surat menyurat tentang tanah wakaf. Kadang-kadang yang datang ke KUA bukan
wakif, melainkan nadzir atau Ketua RT di mana tanah wakaf berada.
2. Oleh petugas (PPAIW) yang ada di Kantor KUA dilakukan pemeriksaan terhadap
surat-surat tanah wakaf. Kadang-kadang dilanjutkan dengan memeriksa secara
langsung keadaan tanah wakaf di lokasi serta menanyakan kepada ketua RT dan
masyarakat setempat status dan batas-batas tanah.
3. Tanah wakaf yang sudah dianggap sudah memenuhi syarat dilakukan secara
pengucapan ikrar wakaf kemudian penandatanganan akta ikrar wakaf, yang
petugas PPAIW yang ditunjuk. saksi boleh dari kalangan tokoh masyarakat yang
mengetahui lokasi dan keadaan tanah yang diwakafkan.
4. AIW yang sudah ditandatangani para pihak kemudian diajukan kepada Kantor
Pertanahan Kota Jakarta untuk ditindaklanjuti dan dibuatkan sertifikat wakafnya.
Dalam berkas ini disertakan Surat Rekomendasi dari Kepala KUA serta lurah
setempat. Oleh Kantor Pertanahan berkas untuk persyaratan sertifikat wakaf
tersebut diteliti dan diproses. Bagi tanah yang jelas kepemilikannya dan tidak
dalam sengketa disertai syarat-syarat penandatanganan para pihak yang lengkap
akan dibuatkan sertifikatnya.
5. Sertifikat tanah wakaf yang sudah selesai dikembalikan kepada KUA untuk
registrasi, dan setelah itu oleh KUA diserahkan kepada para pihak sebagai arsip,
baik di KUA sendiri, nazdir, wakif, Kantor Pertanahan, kadang-kadang juga
sampai ke Kelurahan dan Ketua RT setempat.
6. Proses penanganan tanah wakaf oleh KUA yang kemudian dilanjutkan ke Kantor
Pertanahan. Waktu yang diperlukan sampai selesai biasanya satu tahun bahkan
lebih.50
Dengan melihat penanganan wakaf diatas, tampak prosedurnya cukup
panjang, melibatkan banyak pihak dan memakan waktu yang lama. Hal inilah yang
menyebabkan adanya anggapan umum masyarakat bahwa proses sertifikasi tanah