• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas sanad hadis dalam kitab mukhtasar ihya’ ‘ulum al-din (pasal yang menerangkan hak-hak muslim, keluarga dan tetangga)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kualitas sanad hadis dalam kitab mukhtasar ihya’ ‘ulum al-din (pasal yang menerangkan hak-hak muslim, keluarga dan tetangga)"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

Keluarga dan Tetangga)

Skripsi:

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)

Oleh:

Khoirun Nisa

NIM: 1110034000053

PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

i

yang Menerangkan tentang Hak-hak Muslim, Keluarga dan Tetangga)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas sanad hadis dalam kitab Mukhtasar Ihyȃ’ ‘Ulum al-Dîn. Penelitian ini difokuskan pada pasal yang menerangkan tentang hak-hak muslim, keluarga dan tetangga. Metode pencarian hadis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pencarian awal matan dan metode pototongan lafaz pada matan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas sanad hadis dalam kitab Mukhtasar Ihyȃ’ ’Ulum al-Dîn ada yang berkualitas sahîh, hasan dan daʻif.

(6)

ii

taufiq, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tetap dicurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, rasul pilihan yang membawa cahaya penerang dengan ilmu pengetahuan. Serta untaian do’a semoga tetap dicurahkan kepada keluarga, sahabat, dan seluruh

pengikutnya sampai akhir zaman.

Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa selesainya penyusunan skripsi ini tidaklah semata atas usaha sendiri, namun berkat bantuan, motivasi, dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin menghanturkan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Masri Mansoer, MA, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA dan Jauhar Azizy, MA, selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Bustamin, M.Si, selaku Ketua Jurusan Tafsir Hadis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta priode 2010-2014.

4. Drs. Harun Rasyid, M.A, yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing, memberi petunjuk dan nasehat kepada penulis yang dengan ikhlas demi keberhasilan penulis.

(7)

iii

yang telah memberikan ilmunya kepada penulis, semoga selalu dalam rahmat dan lindungan Allah SWT.

8. Segenap pengelola perpustakaan, baik Perpustakaan Utama maupun Perpustakaan Fakultas Ushuluddin yang telah memberikan fasilitas kepada penulis dalam mencari data yang dibutuhkan.

9. Ungkapan terima kasih dan penghargaan yang sangat spesial penulis haturkan dengan rendah hati dan rasa hormat kepada kedua orang tua penulis yang tercinta, Ayahanda H. Jamat Ma’mun dan Ibunda Rofi’ah

serta kakak, adik, dan saudara-saudara penulis yang memberikan dukungan moril dan materil serta do’a kepada penulis dalam

menyelesaikan pendidikan di jenjang Perguruan Tinggi ini. Mudah-mudahan Allah SWT selalu melimpahkan Rahmȃn dan Rahîm-Nya kepada mereka. Aamiin Ya Robbal ‘Alamiin.

10.Sahabat-sahabat penulis jurusan Tafsir Hadis yang selalu berbagi ilmu, tawa, canda serta support kepada penulis.

11.Para pengelola Bidikmisi UIN Jakarta.

(8)

iv

Jakarta, Agustus 2014

(9)

v

oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

A. Padanan Aksara

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

ا tidak dilambangkan

ب b be

ت t te

ث ts te dan es

ج J je

ح h h dengan garis bawah

خ kh ka dan ha

د d de

ذ dz de dan zet

ر r er

z zet

س s es

ش sy es dan ye

ص s es dengan garis di bawah

ض d de dengan garis di bawah

t te dengan garis di bawah

ظ z zet dengan garis di bawah

ع ‘ koma terbalik di atas hadap kanan

غ gh ge dan ha

ف f ef

(10)

vi

ن n en

و w we

ه h ha

ء ’ apostrof

ي y ye

B. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal (monoftong) dan vokal rangkap (diftong). Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ﹷ A fathah

ﹻ I kasrah

ﹹ U dammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Voka Arab Tanda Vokal Latin Keterangan ﹷ

ي Ai a dan i

و Au a dan u

C. Vokal Panjang

(11)

vii

ْﻱﹻ Î i dengan topi di atas

ْْو Û u dengan topi di atas

D. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf (al), dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiyyah maupun qamariyyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-diwân bukan ad-diwân.

E. Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda (ﹽ), dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan

(12)

viii

KATA PENGANTAR……….. ii

PEDOMAN TRANSLITASI ………. v

DAFTAR ISI……… viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……… 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah………. 6

C. Kajian Pustaka……… 7

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian………... 8

E. Metodologi Penelitian………. 8

F. Sistematika Penulisan………. 10

BAB II TINJAUAN UMUM KITAB MUKHTASAR IHY ’ ‘ULȖM AL-DȊN A. Riwayat Hidup al-Ghazȃlî………. 12

B. Karya-karya al-Ghazȃlî……….. 15

C. Gambaran Umum Kitab Mukhtasar Ihyȃ’ ‘Ulûm al-Dȋn 17 BAB III KRITIK SANAD DAN ANALISA HADIS A. Hadis Pertama……… 23

B. Hadis Kedua……… 25

C. Hadis Ketiga……… 46

D. Hadis Kelima……….. 64

(13)

ix

(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hadis merupakan salah satu sumber pokok dalam ajaran Islam setelah al-Qur’an. Hadis juga sebagai penjelas al-Qur’an, tanpa adanya hadis umat Islam

tidak akan tahu bagaimana cara melaksanakan perintah yang ada di dalam al-Qur’an. Allah menegaskan bahwa selain al-Qur’an, bila menyelesaikan suatu

masalah maka rujuklah hadis. Firman Allah Ta’ala:

.



َهلا







ِهل







َِلاِب







Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Q.S. al-Nisa: 59)

Tentunya hadis yang dimaksud adalah hadis yang benar-benar terbukti kesahihannya. Namun, untuk mengetahui kesahihan suatu hadis tidaklah mudah. Perlu dilakukan kajian dan penelitian yang mendalam dan cermat.

(15)

sangat erat sekali hubungannya dengan dapat atau tidaknya hadis dijadikan hujjah agama.

Dari segi periwayatan, hadis berbeda dengan al-Qur’an. Al-Qur’an diriwayatkan dengan jalan mutawatir. Sedangkan hadis, periwayataannya berlangsung secara mutawatir1 dan ahad2. Karena itu, ke-otentikan al-Qur’an tidak perlu diragukan lagi, sedangkan hadis ahad masih butuh dan harus dikaji dan diteliti. Dengan penelitian ini, akan diketahui apakah hadis yang diteliti benar-benar bersumber dari Nabi atau tidak.

Melihat fungsi dan peranan studi kualitas hadis yang sangat penting dalam penelitian, karena dengan ilmu ini dapat diketahui apakah suatu hadis benar-benar berasal dari Nabi? Lalu, siapa saja yang meriwayatkan hadis tersebut?. Maka penulis mencoba mengkaji hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Mukhtasar Ihyȃ’

‘Ulum al-Dîn karya Imȃm al-Ghazȃlî.

Kitab Mukhtasar Ihyȃ’ ‘Ulum al-Dîn merupakan kitab ringkasan Ihyȃ’

‘Ulum al-Dîn yang sering dipelajari di Pesantren-pesantren, dari pesantren salafi hingga modern, juga banyak dikaji oleh masyarakat intelek hingga masyarakat umum. Kitab ini berisi tentang nasihat, faidah, akhlak, taubat dan yang berkaitan dengan masalah keagamaan. Kitab ini juga menyingkap rahasia-rahasia. Rahasia mengenai bersuci, shalat, zakat, pausa dan haji. Kitab ini mengajarkan berakhlak baik dan mencela perbuatan-perbuatan buruk. Tidak ketinggalan pula, kitab ini

1

Hadis mutawattir adalah hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi pada semua thabaqah (generasi), yang menurut akal dan kebiasaan tidak mungkin mereka sepakat untuk berdusta (lihat karangan Mahmud Thahan, Intisari Ilmu Hadis, Malang: UIN-Malang Press, 2007, h. 31-31)

2

(16)

membahas luas tentang ketuhanan.3 Dalam menjelaskan pembahasannya, al-Ghazȃlî banyak menyantumkan ayat-ayat al-Qur’an dan hadis, namun dalam

mengungkapkan sebuah hadis, al-Ghazȃlî tidak menyertai sanad, kualitas serta mukharijnya (yang merupakan ciri khas dari Imam al-Ghazali).

Al-Ghazȃlî merupakan salah seorang pemikir besar Islam dan filsafat kemanusiaan, di samping sebagai salah seorang pribadi yang memiliki berbagai kejeniusan dan banyak karyanya. Beliau juga merupakan salah satu sentral sufisme, pejuang keruhanian, tokoh pendidikan dan dakwah. Keberadaan al-Ghazȃlî merupakan pionir (penggerak) masyarakat dalam rangka perubahan pola

pikir dan perilaku, baik yang menyentuh akidah maupun praktiknya. Beliau mampu meninggalkan kesan dalam kehidupan keruhanian masyarakat, ataupun kehidupan yang bersifat materi, budaya, sosial maupun politik. Mayoritas kaum muslimin sampai hari ini meletakkan al-Ghazȃlî pada posisi yang tinggi dalam hal ilmu dan amal. Sebagai bukti, dengan adanya sebuah gelar yang diberikan kepadanya, yang tidak diberikan kepada pemikir-pemikir lain, yaitu ‘Hujjatul Islam’, Imam Haramain (al-Juwaini) yang juga merupakan guru dari al-Ghazȃlî memberikan gelar ‘al-Ghazali adalah lautan tanpa tepi’.4

Sebagai penghormatan atas hak orang lain, Islam menganjurkan untuk menghormati hak-hak tetangga. Di dalam setiap lingkungan yang kaya, menengah, ataupun miskin, yang satu adalah tetangga bagi yang lainnya. Di antara orang-orang yang Allah perintahkan untuk diperlakukan dan dibantu

3

Asep Saepuloh, ketepatan diksi dalam terjemahan kitab mukhtasar ihya ulum uddin karya Imam al-Ghazali. H.37-38 (skripsi, no.panggil: 2232 TAR a). dikutip dari Bahrun Abu Bakar, Ringkasan Ihya ‘Ulum al-Din (Bandung: Sinar Baru algesido, 2009) h. 3

4

(17)

dengan baik adalah orang tua, para kerabat dekat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, kerabat jauh, para tamu dan tetangga. Sebagaimana Firman Allah dalam Surah al-Nisa:

ِهل



















ِهل



Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh5, dan teman sejawat, ibnu sabil6 dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai

orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri (Q.S. al-Nisa: 36).

Menurut al-Ghazȃlî, hak-hak orang muslim antara lain: mengucapkan salam apabila bertemu, wajib memenuhi undangannya, mendo’akan apabila bersin, menjenguk ketika sakit, berta’ziah, menasehatinya apabila ia minta

dinasihati, menjaga nama baiknya, mencintainya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri dan tidak mengharapkan sesuatu yang buruk terjadi kepadanya sebagimana ia tidak berharap sesuatu yang buruk itu terjadi kepadanya.7

Di dalam Islam, banyak hak-hak seorang muslim terhadap muslim lainnya dalam hal bertetangga, berkeluarga dan bersaudara. Akan tetapi, tak jarang seseorang dalam bertetangga tidak mengindahkan kewajiban mereka terhadap

5

dekat dan jauh di sini ada yang mengartikan dengan tempat, hubungan kekeluargaan, dan ada pula antara yang muslim dan yang bukan muslim

6

Ibnus sabil ialah orang yang dalam perjalanan yang bukan ma'shiat yang kehabisan bekal. termasuk juga anak yang tidak diketahui ibu bapaknya

7 Al-Ghazȃlî,

(18)

tetangganya. Misalnya, tawuran yang terjadi antar warga di daerah Tebet, Jakarta Selatan, pada 6 Agustus 2014, yang mengakibatkan 2 orang luka-luka sehingga harus dilarikan ke rumah sakit, tauran ini terjadi hanya karena saling ejek-mengejek antar warga.8 Contoh lain bentrokan yang terjadi di daerah Pondok Randu, Cengkareng Jakarta Barat pada Juni 2010 lalu, yang menyebabkan 1 orang tewas akibat luka bacok serta sejumlah lapak dan kendaraan hangus terbakar, bentrokan ini terjadi berawal hanya karena serempetan Honda Jazz dan mobil taksi.9 Mungkin hal ini terjadi karena mereka tidak mengetahui bagaimana cara bermasyarakat yang diajarkan oleh Islam dalam sunnah Nabi, atau mungkin mereka mengetahuinya akan tetapi mereka tidak menerapkannya karena ragu atas hadis yang dijadikan rujukan. Untuk memperkaya khazanah Islam maka penulis mengambil hadis dalam tema hak-hak muslim, keluarga dan tetangga untuk diteliti, untuk kemudian dapat dijadikan rujukan dalil dalam kehidupan bermasyarakat.

Manusia merupakan makhluk sosial, ia tidak dapat hidup sendiri. Oleh karena itu, perlu bergaul dengan orang lain dengan cara hidup bermasyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat, bertetangga dengan baik merupakan ajaran Islam. Selain itu, hubungan silaturrahmi sangat dianjurkan agar persaudaraan dan hubungan baik dapat terjalin. Demikian juga tentang pergaulan antar sesama manusia, haruslah mengindahkan hak-hak dan aturan-aturan yang telah dijelaskan oleh Islam.10

8

TEMPO.COM (diakses pada: Kamis, 11 September 2014)

9

TRIBUNNEWS.COM (diakses pada: Kamis, 11 September 2014) 10

(19)

Dari latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengkaji kualitas hadis yang terdapat dalam kitab Mukhtasar Ihyȃ’ ‘Ulum al-Dîn, sehingga menjadi alasan penulis untuk menulis skripsi yang berjudul “Kualitas Sanad

Hadis dalam Kitab Mukhtasar Ihyȃ’ ‘Ulum al-Dîn (Pasal yang

Menerangkan Hak-hak Muslim, Keluarga dan Tetangga)”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Untuk keperluan pengkajian dan penelitian dari judul skripsi ini, penulis akan membatasi pembahasan hanya pada bagian sanad yang menerangkan hak-hak muslim, keluarga dan tetangga. Dalam proses pentakhrijan, penulis menggunakan dua metode yaitu metode potongan lafaz pada matan dan metode awal sanad. Dalam penelitian ini, penulis hanya meneliti kualitas sanad hadisnya saja, sebab jika penulis meneliti kualitas sanad dan matan hadis secara keseluruhan, maka pembahasan akan semakin meluas dan membutuhkan waktu yang lama serta menjadikan lembaran skripsi ini semakin tebal. Dalam pasal hak-hak muslim, keluarga dan tetangga, terdapat 11 (sebelas) hadis. Karena jumlah halaman dalam penulisan skripsi ini dibatasi yaitu tidak lebih dari 100 halaman (lihat: Hamid Nasuhi, dkk, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi), Ciputat: CeQDA, 2007, h. 2), maka penulis hanya membahas 5 (lima) sanad hadis, yaitu hadis pertama, kedua, ketiga, kelima dan keenam.

(20)

terdapat dalam kitab Mukhtasar Ihyȃ’ ‘Ulum al-Dîn yang menerangkan hak-hak muslim, keluarga dan tetangga?.”

C. Kajian Pustaka

Pembahasan tentang kualitas sanad hadis sudah banyak yang membahas, namun dalam judul dan objek kajian hadis yang berbeda-beda. Adapun dalam judul ini penulis membahas kualitas hadis yang terdapat dalam kitab Mukhtasar Ihyȃ’ ‘Ulum al-Dîn. Di antaranya yang penulis temukan dalam Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah:

1. Bimbingan Remaja Berakhlak Mulia : Cara Praktis Hidup sehari-hari, karya Anwarul Haq. Buku ini membahas tuntutan praktis yang berkaitan dengan akhlak, termasuk di dalamnya cara-cara berakhlak terhadap sesama muslim, keluarga, dan tetangga. Di dalam pembahasannya, buku ini banyak mencantumkan hadis-hadis yang berkaitan.11

2. Kritik Hadis dalam Musnad Ahmad bin Hanbal tentang Mengutamakan Tetangga Terdekat dalam Pemberian Hadiah, karya Syarifah Dzulhikmah Habib. Skripsi ini membahas kualitas hadis dalam Musnad Ahmad bin Hanbal tentang mengutamakan tetangga terdekat dalam pemberian hadiah.12

Sederetan literatur yang penulis kemukakan membahas tentang kajian kualitas hadis lalu dikaitkan dengan kasus dan objek yang dipilih oleh penulisnya. Dalam literatur tersebut, penulis tidak menemukan adanya kajian kualitas hadis

11

Anwarul Haq, Bimbingan Remaja Berakhlak Mulia: Cara Praktis Hidup Sehari-hari, Bandung: Marja’, 2004

12

(21)

dengan objek kitab Mukhtasar Ihyȃ’ ‘Ulum al-Dîn (pasal yang menerangkan hak-hak muslim, keluarga dan tetangga).

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dalam penyusunan karya ini, penulis mempunyai beberapa tujuan yang berkaitan dengan judul ini, antara lain:

1. Untuk memenuhi tugas akhir perkuliahan, guna memperoleh gelar kesarjanaan Strata 1 (S1) di Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Untuk mengetahui kualitas sanad hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Mukhtasar Ihyȃ’ ‘Ulum al-Dîn, khususnya pada pasal tentang hak-hak muslim keluarga dan tetangga.

3. Menginformasikan kepada masyarakat, bahwa di dalam bermasyarakat terdapat hak-hak dan kewajiban yang harus ditunaikan, terlebih lagi terdapat dalil-dalil (hadis) yang menjelaskan hal tersebut.

E. Metodologi Penelitian

1. Metode Pengumpulan Data

(22)

hadis, kitab induk hadis, kitab rijȃl al-hadîts serta buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan yang terkait.

2. Metode Pembahasan

Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah deskriptif-analitis, yaitu mengkaji kemudian memaparkan keadaan objek yang akan diteliti dengan merujuk pada data-data yang ada (baik primer maupun sekunder) kemudian menganalisisnya secara komprehensif, sehingga akan tampak jelas perincian jawaban atas persoalan yang berhubungan dengan pokok permasalahan.

Dalam meneliti kualitas hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Mukhtasar Ihyȃ’ ‘Ulum al-Dîn, penulis melakukan kegiatan takhrij hadis dan kritik sanad hadis. Langkah pertama, dalam melakukan pentakhrijan penulis mengkaji dengan metode penulusuran awal matan dengan menggunakan kitab al-Jȃmi’ al-Saghîr fi Ahȃdîts al-Basyîr wa al-Nadzîr karya Imam Jalȃluddîn al-Syuyûtî dan Mausûʻah Atarȃf al-Hadîs al-Nabawî al-Syarîf karya Abû Hȃjir Muhammad al-Saʻîd Basyûnî Zaghlûl, dan mengkaji dengan metode

penelusuran perkata dengan menggunakan kitab al-Muʻjam al-Mufahras li

Alfȃz al-Hadîts al-Nabawî karya A.J. Wensink yang diterjemahkan dalam bahasa Arab oleh Muhammad Fuȃd ‘Abd al-Bȃqî.

(23)

menguraikan jalur-jalur yang lain agar terlihat ada atau tidaknya pendukung yang berstatus muttabi’13 atau syawahid14.

Langkah ketiga, yaitu kritik sanad dengan menelusuri data setiap perawi dengan menilai keadaannya, dan meneliti hubungan guru dan murid. Kemudian menganalisa kualitas hadis tersebut. Kemudian mencantumkan skema sanad hadis yang sedang dibahas. Dalam meneliti para perawi hadis, penulis mengacu pada kitab Tahdzîb al-Kamȃl fi Asmȃ’ al-Rijȃl, dikarenakan kitab ini pembahasannya cukup lengkap dalam menelusuri para perawi hadis. 3. Metode Penulisan

Adapun metode penulisan dalam skripsi ini mengacu pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang diterbitkan oleh CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

F. Sistematika Penulisan

Untuk lebih mempermudah pembahasan pada penulisan skripsi ini, maka penulis membagi tulisan dalam beberapa bab, dengan sistematika sebagai berikut:

Bab I, pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tinjauan pustaka, tujuan penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II, tinjauan umum tentang pengarang kitab Mukhtasar Ihyȃ’ ‘Ulum al-Dîn, di dalamnya membahas riwayat hidup pengarang kitab Mukhtasar Ihyȃ’

13 Muttabi’: periwayat yang berstatus pendukung bukan dari kalangan sahabat 14

(24)

‘Ulum al-Dîn, karya-karyanya, serta gambaran umum tentang kitab Mukhtasar Ihyȃ’ ‘Ulum al-Dîn.

Bab III, membahas kritik sanad dan menganalisa hadis dalam kitab Mukhtasar Ihyȃ’ ‘Ulum al-Dîn tentang hak-hak muslim, keluarga dan tetangga, yang di dalamnya dilakukan pentakhrijan hadis-hadis yang terdapat di dalam objek yang telah disebutkan, kemudian dilakukan I’tibar hadis15 agar dapat diketahui ada atau tidaknya muttabi’ atau syawahidnya, kemudian meneliti para perawi yang terdapat di dalam rangkaian hadis tersebut. Kemudian dianalisa hingga didapatilah kualitas hadis tersebut.

Bab IV, penutup, yang berisi kesimpulan dan saran-saran.

15I’tibar hadis adalah

(25)

12 BAB II

BIOGRAFI PENGARANG KITAB MUKHTASAR IHY ’ ‘ULUM AL-DȊN

A. Riwayat Hidup al-Ghazȃlî

Nama lengkapnya adalah Abû Hamîd Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad al-Ghazȃlî, beliau lebih dikenal dengan panggilan hujjatul islȃm, beliau merupakan seorang faqîh (ahli fiqih) yang bermazhabkan al-Syafi’i. Orang-orang yang datang kemudian menyebut laqab (panggilan) beliau yang sesungguhnya dari Abû Hamid menjadi al-Ghazȃlî. Ada yang berpendapat, sebutan Ghazala dinisbatkan pada satu wilayah yang cukup terkenal di dataran Thusi. 16 Ada pula yang mengatakan dengan sebutan Ghazzala (dengan dua “z” atau dalam bahasa Arab dengan tasydid), yang disandarkan kepada pensifatan atas diri beliau sebagai seorang yang berusaha untuk senantiasa menyucikan diri dan melembutkan sanubari.17 Nama beliau akhirnya dikenal dengan panggilan yang dibuat lebih mudah atau telah disepakati, yaitu al-Ghazȃlî.18

Imam al-Ghazȃlî dilahirkan di kota Thusi, pada sekitar pertengahan abad ke-5 Hijriah (450 H). Beliau memiliki seorang ayah yang lembut sanubarinya, sederhana pola hidupnya, pekerja keras dan pedagang yang cukup sabar. Ayah al-Ghazȃlî dikenal sebagai seorang yang gemar menuntut ilmu ke banyak ulama pada masa itu. Sebelum sang ayah meninggal dunia, beliau sempat berpesan

16

Wilayah Thusi berada di sebuah provinsi Khurasan, salah satu wilayah di negeri Persia (saat ini lebih dikenal dengan Iran)

17Kata Ghazzȃlȃ sendiri dalam bahasa aslinya bermakna ‘pemintal benang’ atau

‘penenun kain’. Dan kakek beliau (Imam al-Ghazali) merupakan seorang pengusaha tenun terkemuka di wilayahnya, dan menjadi tokoh panutan yang cukup disegani

18

(26)

kepada seorang sahabatnya yang ahli fiqih dan tasawuf (Ahmad Radzikîn al-Tusî), agar melanjutkan pengasuhan al-Ghazȃlî dan saudara kandungnya, Ahmad al-Ghazȃlî. Beliau berpesan agar kedua putranya dididik secara khusus dan medapatkan pengajaran yang sesuai dengan apa yang beliau dapatkan dari sang ahli.19

Imam al-Ghazȃlî memulai rangkaian menuntut ilmunya pada masa kecil beliau, di negeri sendiri. Kemudian dilanjutkan dengan mengadakan perjalanan menuju wilayah Jurjan, dan belajar dengan seorang guru yang bernama pada Imȃm Abû Nasr al-Ismȃʻîlî. Setelah selesai, beliau kembali ke Thusi. Sekembali

dari Jurjan, al-Ghazȃlî menetap dan mengabdikan ilmunya di sana untuk beberapa waktu. Setelah itu, beliau kembali berangkat untuk menuntut ilmu ke wilayah Naisabur, guna mendalami ilmu kepada Imam al-Haramain yang bernama Abû Ma’ali al-Juwainî. Al-Ghazȃlî tetap mendampingi gurunya, al-Juwainî, sampai

gurunya wafat.20

Al-Ghazȃlî tetap mendampingi gurunya, al-Juwainî, sampai gurunya meninggal dunia tahun 478 H. Beliau lalu meninggalkan Naisabur menuju Askar. Di situlah beliau bertemu dengan seorang Menteri yang terkenal, Nizam al-Mulk dan menyampaikan pesan sang guru (al-Juwainî) kepadanya. Kedatangannya begitu mendapat sambutan baik dari Menteri ini, sebab Nizam al-Mulk telah mengetahui kedudukan al-Ghazȃlî yang tinggi.21 Kemudian al-Ghazȃlî

19

Al-Ghazali, Ihyȃ’ ‘Ulûm al-Dîn (menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama), jld. 1.

Diterjemahkan oleh: Ibnu Ibrahim Ba’adillah, Jakarta: Republika, 2011, h. vii-viii

20

Al-Ghazali, Ihyȃ’ ‘Ulûm al-Dîn (menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama), jld. 1. Diterjemahkan oleh: Ibnu Ibrahim Ba’adillah, Jakarta: Republika, 2011, h. ix-x

21

(27)

dipercaya untuk mengajar di sebuah lembaga pendidikan yang terkemuka di bawah naungan pemerintahan yang bernama Madrasah Nizamiyah.

Berkat prestasinya yang kian meningkat, pada usia 34 tahun al-Ghazȃlî diangkat menjadi pimpinan (rektor) Universitas Nizamiyah di Baghdad. Ahmad Hanafi, mengisahkan: “dan selama itu beliau tertimpa keraguan tentang kegunaan

pekerjaannya, sehingga akhirnya beliau menderita penyakit yang tidak bisa diobati dengan obat lahiriyah (psikoterapi). Pekerjaan itu kemudian ditinggalkannya pada tahun 488 H, untuk menuju Damsyik dan di kota ini beliau merenung, membaca dan menulis selama kurang lebih dua tahun dengan tasawuf sebagai jalan hidupnya”22

.

Hampir dua tahun, al-Ghazȃlî menjadi hamba Allah yang betul-betul mampu mengendalikan gejolak hawa nafsunya. Beliau menghabiskan waktunya untuk berkhalwat, ibadah dan I’tikaf di sebuah masjid di Damaskus. Untuk

melanjutkan taqarrubnya kepada Allah, beliau pindah ke Bait al-Maqdis. Di sinilah beliau mulai menulis kitab Ihyȃ’ ‘Ulum al-Dîn.

Setelah melanglang buana antara Syam - Bait al-Maqdis – Hijaz selama sekitar sepuluh tahun, atas desakan Fakhrul Mulk, pada tahun 499 H al-Ghazȃlî kembali ke Naisabur untuk melanjutkan mengajar di Madrasah Nizamiyah. Tidak lama setelah Fakhrul Mulk terbunuh pada tahun 500 H, al-Ghazȃlî kembali ke tempat asalnya di Thus dan menghabiskan waktunya di sana, sampai pulang

22

(28)

kehadirat Allah pada hari senin 14 Jumadi al-Tsani tahun 505 H dalam usia 55 tahun23.

Dalam Islam, al-Ghazȃlî dipandang sebagai pembela terbesar tasawuf sunni, yakni tasawuf yang berdasarkan doktrin Ahlu Sunnah wal Jama’ah, juga

berdasarkan kehidupan yang asketis, kehidupan yang sederhana, pendidikan maupun pembinaan jiwa. Beliau dipandang sebagai seorang sufi terbesar, dan pengaruhnya atas tasawuf begitu mendalam.24

B. Karya-karya al.-Ghazȃlî

Referensi-referensi tentang al-Ghazȃlî menyebut angka yang sangat beragam mengenai jumlah karyanya. Ada yang menyebutkan bahwa karya tulis yang dinisbatkan kepadanya mencapai 400 buah. Referensi lain menyebutkan hanya 50 buku dan risalah yang masih bisa dijumpai sebagai karya al-Ghazȃlî. Pengakurasian sulit dilakukan, selain karena ada yang hilang, juga karena terdapat usaha pemalsuan dan penisbatan nama yang tidak bertanggung jawab, bahkan sejak al-Ghazȃlî masih hidup25. Di antaranya antara lain:

dalam bidang tasawuf

1. Adâb al-Shûfîyyah 2. Adâb al-Dîn

3. Kitâb al-Arbaʻîn fî Ushûl al-Dîn 4. al-Imlâ’ ‘an Asykal al-Ihyâ’

23

M. Ladzi Safroni, al-Ghazali Berbicara tentang Pendidikan Islam, Malang: Aditya Media Publishing, 2013, h. 16

24 Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, S

ufi dari Zaman ke Zaman: Suatu Pengantar Tentang Tasawuf, Bandung: Pustaka, 1997, h. 148

25

(29)

5. al-Ihyâ’ ‘Ulûm al-Dîn 6. Aiyuhâ al-Walad

7. Bidâyah al-Hidâyah wa al-Tahdzîb al-Nafs bi al-Adâb al-Syarʻiyyah 8. Jawâhir al-Qur’ân al-Dauruhâ

9. Al-Hikmah fi al-Makhlûqȃt Allâh 10. Hulâsah al-Tasawuf

11.Risâlah al-Laduniyyah 12. al-Risâlah al-Wâdiyyah 13.Fâtihah al-‘Ulûm

14.Qawâʻîd al-Asyrâh

15.al-Kasyf wa al-Tabyîn fî al-Ghufr al-Khalq Ajmaʻîn

16.al-Mursyid al-Amîn ’ilâ Mauʻazah-al-Mukminîn, merupakan ringkasan dari kitab Ihyâ’ ‘Ulûm al-Dîn.

17.Musykilah al-Anwâr

18.Mukasyfah al-Qulûb al-Muqarrab ilâ al-Hadrâh al-‘Ilm al-Ghuyûb 19.Minhaj al-‘Âbidîn ilâ al-Jannah

20.Mizân al-‘Amal

dalam bidang akidah

1. Al-Ajwâbah al-Ghazâlî fî Masâil al-Ukhrâwiyyah 2. al-Iqtisâd al-I’tiqâd

3. Al-Jamʻ al-‘Ulûm ‘an ‘Ilm al-Kalâm

(30)

6. Fadâ’ikh al-Bathîniyyah wa al-Fadâil al-Mustadzriyyah 7. Fî al-Tafrîqah bain al-Islâm wa al-Zindiqah

8. Al-Qisas al-Mustaqîm 9. Kimiyâ al-Saʻadah

10. Al-Maqâsid al-Isnî fî Syarf Ismî Allâh al-Husnâ

dalam bidang fiqih

1. Isrâr al-Haj

2. Al-Mustafâ fî al-‘Ilm al-Ushûl 3. Al-Wazîr fî al-Furûʻ

dalam bidang manthiq dan filsafat

1. Tahâfah al-Falâsifah 2. Risâlah al-Taiyir

3. Madkhal al-Nazr fî al-Mantiq 4. Miskah al-Anwâr

5. Maqâr al-Quds fî Madârij Maʻrifah al-Nafs 6. Miʻyâr al-‘Ilm fî al-Mantiq

7. Maqâsid al-Falâsifah 8. al-Munqidz min al-Dalâl

C. Gambaran Umum Kitab Mukhtasar Ihyȃ’ ‘Ulum al-Dîn

(31)

sehari-hari, termasuk di dalamnya menbahas hubungan dengan sesama manusia. Sedangkan juz ketiga, bahasan seputar kejahatan yang merusak atau perbuatan yang membinasakan, dan keempat membicarakan seputar cara pembentukkan akhlak terpuji serta rehabilitasi orang-orang yang cacat moral.

Kitab ini mengupas berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah Nabi serta dengan semangat tasawuf, masalah akidah, ibadah, muamalat, keajaiban hati, etika dan latihan jiwa.26

Tentang karyanya Ihya ‘Ulum al-Dîn, al-Nawawi mengamati buku ini dan mengatakan “jika seluruh tulisan berhenti dipublikasikan, maka Ihya ‘Ulum al -Dîn sendiri sudah cukup”. Beberapa sufi memendangnya sebagai buku terbaik setelah al-Qur’an dan Hadis.27

Kitab Mukhtasar Ihyȃ’ ‘Ulum al-Dîn berisi tentang nasihat, faidah, akhlak, taubat dan yang berkaitan dengan masalah keagamaan. Nasihat yang terkandung dalam kitab ini mencakup masalah ilmu yang harus digiatkan. Dalam kitab ini ilmu menjadi pembahasan pertama yang ditulis oleh Imȃm al-Ghazȃlî. Peran ilmu

sangat penting dalam kehidupan manusia, tanpa ilmu manusia tidak bisa berbuat banyak di bumi ini. Setelah itu beliau membahas masalah akidah, faidah-faidah, dan adab-adab yang beliau ajarkan kepada penduduk bumi. Kitab ini juga menyingkap rahasia-rahasia. Rahasia mengenai bersuci, shalat, zakat, puasa dan

26

Ridjaliddin FN, Kehidupan Sufistik Versi al-Ghazȃlî dan Responnya Terhadap Dinamika Perkembangan Tasawuf, Jakarta: LPSI Jakarta, 2008, h. 19-20

27

(32)

haji. Kitab ini mengajarkan berakhlak baik dan mencela perbuatan-perbuatan buruk. Tidak ketinggalan pula, kitab ini membahas luas tentang ketuhanan.28

Kitab Mukhtasar Ihyȃ’ ‘Ulum al-Dîn atau disebut juga dengan al-Mursyid al-Amîn ’ilâ Mauʻazah al-Mukminîn, merupakan kitab ringkasan Ihyȃ’ ‘Ulum al-Dîn yang berjilid-jilid, yang diringkas oleh al-Ghazȃlî sendiri dengan tetap menjaga intisari dan tujuan kitab tersebut.

28

(33)

20

Dalam mengkritik dan menganalisa sanad hadis, penulis akan mengemukakan pengertian takhrij hadis dan seputar tentangnya. Sebab, takhrij hadis merupakan langkah awal dalam penelitian dan analisa hadis. Menurut bahasa, kata جيرخت (takhrîj) berasal dari kata جّرخ (kharraja), جّرخي (yukharriju) artinya mengeluarkan.29 Memang, kegiatan takhrij hadis adalah mengeluarkan hadis dari persembunyiannya, baik dari ilmu seorang ulama maupun dari tulisan yang berserakan dalam berbagai bentuk kitab hadis. Seseorang yang melakukan takhrij hadis bertujuan untuk menyelesaikan persoalan hadis yang belum diketahui letak persembunyiannya dan kuantitas periwayat, jalur sanad, dan kitab yang memuatnya.30

Pengertian tahkrij hadis secara istilah sebagaimana yang dikemukakan oleh M. Syuhudi Ismail ialah penelusuran atau pencarian hadis pada berbagai kitab sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan, yang di dalam sumber itu dikemukakan secara lengkap matan dan sanad hadis yang bersangkutan31.

Banyak sekali manfaat yang didapatkan dari tahkrij, antara lain32:

29

Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia terlengkap, edisi kedua, Surabaya: Pustaka Progressif, 1997, h. 330

30

Bustamin, Dasar-dasar Ilmu Hadis, Jakarta: Ushul Press, 2009, h. 180. 31

M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, Jakarta: Bulan Bintang, 1992, h. 43.

(34)

 Melalui takhrij seseorang dikenalkan sumber-sumber hadis, kitab asal dari

suatu hadis itu berada berikut dengan rawi-rawi yang terlibat di dalam periwayatannya

 Melalui takhrij hadis seseorang dapat menambah pembendaharaan sanad hadis

dari kitab-kitab yang memuat hadis tersebut

 Melalui takhrij dapat memperjelas keadaan sanad suatu hadis, apakah sahîh, hasan atau daʻîf, marfuʻ atau munqatiʻ dan sebagainya

 Melalui takhrij akan memperjelas status hadis, karena mungkin melihat dari

satu jalur daʻîf, tetapi dari jalur lain sahîh. Adapun syarat-syarat hadis sahîh adalah33:

 Bersambung sanadnya

 Seluruh rawi dalam sanad tersebut adil

 Seluruh rawi dalam sanad tersebut dabit

 Hadisnya terhindar dari syudzudz

 Hadisnya terhindar dari ‘illat

Dari lima syarat hadis sahîh yang penulis kemukakan, penulis hanya memakai tiga syarat awal di atas, yaitu: bersambung sanadnya, seluruh rawi dalam sanad tersebut ‘adil dan dabit.

Adapun metode-metode takhrij sebagaimana yang dikemukakan oleh Mahmûd al-Tahhȃn ada lima34, yaitu:

 Takhrij dengan jalan mengetahui sahabat perawi hadis.

33

Ahmad Hasan Asy’ari Ulama’I, Melacak Hadis Nabi SAW: Cara Cepat Mencari Hadis dari Manual hingga Digital, Semarang: Rasail, 2006, h. 26. Lihat juga: Mahmûd Tahhȃn, Taisîr Mustalah al-Hadîts. Terj: Ilmu Hadis Praktis Praktis, Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2010, h. 39

34 Mahmûd al-Tahhȃn,

(35)

 Takhrij dengan mengetahui lafaz pertama pada matan hadis.

 Takhrij dengan jalan mengetahui lafaz (yang sering digunakan atau tidak) dari

bagian matan hadis.

 Takhrij dengan jalan mengetahui topik hadis atau salah satu topiknya jika ia

mempunyai topik yang banyak.

 Takhrij dengan jalan memperhatikan sifat-sifat spesifik pada sanad hadis atau

pada matannya.

Adapun menurut Bustamin, metode takhrij hadis ada empat35, yaitu:

 Takhrij hadis melalui kata atau lafaz pada matan hadis

 Takhrij hadis melalui tema

 Takhrij hadis melalui awal matan hadis

 Takhrij hadis dengan melalui sahabat Nabi atau periwayat pertama

Dari berbagai macam metode yang telah penulis kemukakan, penulis hanya menggunakan dua metode dari berbagai metode di atas, yaitu melalui penelitian awal matan dan melalui potongan kata atau lafal pada matan hadis.

Dalam mentakhrij melalui awal matan ini, penulis menggunakan referensi kitab Mausûʻah Aṯrȃf al-Hadîts al-Nabawî al-Syarîf, karya Muhammad al-Saʻîd Basyûnî Zaghlûl dan al-Jȃmiʻ al-Saghîr fi Aẖȃdîts al-Basyîr al-Nadzîr karya Jalȃl al-Dîn ‘Abd al-Raẖmȃn bin Abû Bakr al-Syuyûtî. Sedangkan dalam menelusuri lafaz hadis yang terdapat pada matan, penulis menggunakan kamus al-Muʻjam al -Mufahras li Alfȃz al-Hadîts al-Nabawî karya Aren Jhon Wensink yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Muhammad Fu’ȃd ‘Abd al-Bȃqî.

35

(36)

A. Hadis Pertama

ْمِهِبِنْذُمِل َرِفْغَ تْسَت ْنَأَو ْمُهَ ِسُُْ َِْْعُت ْنَأ : َكْيَلَع َِْْمِلْسُمْلَا ِقَح ْنِم ٌعَبْرَأ

ْنَأَو ْمِِرِبْدُمِل َوُعْدَت ْنَأَو

ْمُهَ بِئاَت بُُِ

“Empat perkara yang termasuk hak-hak orang muslim atas dirimu: tolong menonolng terhadap orang yang berbuat baik di antara mereka, memohon ampun bagi orang yang berdosa terhadap mereka, mendoakan orang yang berpaling dan

mencintai orang yang bertaubat (kembali)”

1. Takhrij Hadis

a. Melalui Awal Matan

Setelah dilakukan penelitian, penulis tidak menemukan hadis tersebut dalam kamus hadis al-Jȃmiʻ al-Saghîr fi Aẖȃdîts Basyîr al-Nadzîr karya Jalȃl al-Dîn ‘Abd al-Raẖmȃn bin Abû Bakr al-Syuyûtî36. Sedangkan dalam kamus Mausûʻah Aṯrȃf al-Hadîts al-Nabawî al-Syarîf, karya Muhammad al-Saʻîd bin Basyûnî Zaghlûl penulis hanya mendapati kode sebagai berikut37:

كيلع ملسما قح نم عبرأ

ٙ

:

ٕٕ٘

فاُا

ٕ

:

ٜٔٔ

رع

Artinya hadis tersebut hanya terdapat dalam kitab Itthȃf al-Sȃdah al-Muttaqîn karya al-Zubaidî dan al-Mughnî ‘an Haml al-Asfȃr karya al-ʻIrȃqî, hadis tersebut tidak didapati dalam al-Kutub al-Tisʻah.

36 Jalȃl al-Dîn ‘Abd al-Raẖmȃn bin Abû Bakr al-Syuyûtî, Jȃmiʻ Saghîr fi Aẖadîts al-Basyîr al-Nadzîr, Dȃr al-Fikr (tanpa tahun), jld. 1, h. 37-38

(37)

b. Melalui Potongan Lafaz dalam Matan

Dalam menelusuri lafaz hadis yang terdapat pada matan, penulis menggunakan kamus al-Muʻjam al-Mufahras li Alfȃz al-Hadîts al-Nabawî karya Aren Jhon Wensink38. Adapun penggalan kata yang ditelusuri adalah lafaz: 39نيعت, 40رفغتست ,41وعدت ,42 ّبحت ,43 ّقح , dari berbagai kata yang telah penulis teliti, penulis tidak menemukan potongan hadis tersebut di dalam al-Muʻjam al-Mufahras li Alfȃz al-Hadîts al-Nabawî.

Setelah dilakukan pelacakan di dalam Kitab Ittihȃf al-Sȃdah al

-Muttaqîn bi Syarh Ihyȃ’ ‘Ulûm al-Dîn karya al-Zubaidî, hadis tersebut di riwayatkan oleh Anas bin Malik. Menurut al-‘Iraqî, tidak didapati sanad pada hadis tersebut.44

Dari informasi tersebut, penulis tidak melanjutkan penelitan karena hadis tersebut tidak ada sanadnya.

38

Aren Jhon Wensink, al-Muʻjam al-Mufahras li Alfȃz al-Hadîts al-Nabawî, Istanbul: Dȃr al-Da’wah, 1988

39

Aren Jhon Wensink, al-Muʻjam al-Mufahras li Alfȃz al-Hadîts al-Nabawî, Istanbul: Dȃr

al-Da’wah, 1988. Jld. 4, h. 451-456

40

Aren Jhon Wensink, al-Muʻjam al-Mufahras li Alfȃz al-Hadîts al-Nabawî, Istanbul: Dȃr al-Da’wah, 1988. Jld. 4, h. 535

41

Aren Jhon Wensink, al-Muʻjam al-Mufahras li Alfȃz al-Hadîts al-Nabawî, Istanbul: Dȃr al-Da’wah, 1988. Jld. 2, h. 130

42

Aren Jhon Wensink, al-Muʻjam al-Mufahras li Alfȃz al-Hadîts al-Nabawî, Istanbul: Dȃr al-Da’wah, 1988. Jld. 1, h. 407

43

Aren Jhon Wensink, al-Muʻjam al-Mufahras li Alfȃz al-Hadîts al-Nabawî, Istanbul: Dȃr al-Da’wah, 1988. Jld. 1, h. 483

44

(38)

B. Hadis Kedua

َنْوُمِلْسُمْلَا َمِلَس ْنَم ُمِلْسُمْلَا

ِِدَيَو ِِناَسِل ْنِم

“Orang muslim adalah orang yang menjaga orang muslim yang lain dari lidah

dan tangannya (tidak mengganggu orang muslim yang lain dari tangan dan

lisannya)”

1. Takhrij Hadis

a. Melalui Awal Matan

Setelah dilakukan penelitian, penulis menemukan hadis tersebut dalam kamus hadis al-Jȃmiʻ al-Saghîr fi Aẖadîts al-Basyîr al-Nadzîr karya Jalȃl al-Dîn ‘Abd al-Raẖmȃn bin Abû Bakr al-Syuyûtî, dengan lafaz

sebagai berikut45:

مهئامد ىلع سا لا مأ نم نمؤماو ديو ناسل نم نوملسما ملس نم ملسما

هاومأو

َحصُ ةلثاو نع َبطُ ةرير ىأ نع َبح ك ن ت محُ م

Dari penulusuran melalui al-Jȃmiʻ al-Saghîr fi Aẖadîts al-Basyîr al-Nadzîr karya Jalȃl al-Dîn ‘Abd al-Raẖmȃn bin Abû Bakr al-Syuyûtî hadis di atas didapati dalam Musnad Ahmad bin Hanbal, Sunan al-Tirmidzi, Sunan al-Nasȃ’î, Mustadrak al-Hȃkim, Sahîh Ibnu Hibbȃn diriwayatkan dari Abu Hurairah, dan dalam kitab Kabîr yang dikarang oleh al-Tabrȃnî diriwayatkan dari Wȃtsilah (berkualitas sahîh).

Sedangkan dalam kamus Mausûʻah Aṯrȃf al-Hadîts Nabawî al-Syarîf, karya Muhammad al-Saʻîd Basyûnî Zaghlûl penulis mendapati kode-kode sebagai berikut46:

45 Jalȃl al-Dîn ‘Abd al-Raẖmȃn bin Abû Bakr al-Syuyûtî, al-Jȃmiʻ al-Saghîr fi Aẖadîts al-Basyîr al-Nadzîr, Dȃr al-Fikr (tanpa tahun), jld. 2, h. 186

(39)
(40)

Dari hasil penulusuran ini, didapatilah hadis tersebut dalam kitab Sahîh al-Bukhȃrî, Sahîh Muslim, Sunan al-Tirmidzî, Sunan al-Nasȃ’î,

Sunan Abû Dȃud, Musnad Ahmad bin Hanbal, Sunan al-Dȃrimî, dan kitab-kitab lain selain al-Kutub al-Tisʻah.

b. Melalui Potongan Lafaz dalam Matan

Penggalan kata yang ditelusuri adalah lafaz47ملس:

Sama seperti hasil penelusuran melalui Mausûʻah Aṯrȃf al-Hadîts al-Nabawî al-Syarîf, hadis ini terdapat dalam kitab: Sahîh al-Bukhȃrî, Sahîh Muslim, Sunan al-Tirmidzî, Sunan al-Nasȃ’î, Sunan Abû Dȃud, Musnad Ahmad bin Hanbal, dan Sunan al-Dȃrimî.

47

Aren Jhon Wensink, al-Muʻjam al-Mufahras li Alfȃz al-ẖadîts al-Nabawîy, Istanbul: Dȃr al-Da’wah, 1988, jld. 2, h. 507

(41)

2. I’tibar Sanad a. Sahîh Muslim48

يِرْصِمْلا ٍحْرَس ِنْب وِرْمَع ِنْب ِللا ِدْبَع ِنْب وِرْمَع ُنْب ُدَْمَأ ِرِاطلا وُبَأ اََ ثدَح

ٍبَْو ُنْبا اَنَرَ بْخَأ

وِرْمَع َنْب ِللا َدْبَع َعََِ ُنَأ َِْْْْا َِِأ ْنَع ٍبيِبَح َِِأ ِنْب َديِزَي ْنَع ِثِراَْْا ِنْب وِرْمَع ْنَع

ِنْب

ُلوُقَ ي ِصاَعْلا

ْسُمْلا يَأ َملَسَو ِْيَلَع ُللا ىلَص ِللا َلوُسَر َلَأَس ًًُجَر نِإ

ْنَم َلاَق ٌرْ يَخ َِْمِل

ِدَيَو ِِناَسِل ْنِم َنوُمِلْسُمْلا َمِلَس

b. Musnad Ahmad bin Hanbal49

ُتْعََِ َلاَقَ ف وٍرْمَع ِنْب ِللا ِدْبَع ََِإ ٌلُجَر َءاَج َلاَق ٌرِماَع اََ ثدَح َليِعاََِْإ ْنَع ََََْ اََ ثدَح

َلَع ُللا ىلَص ِللا َلوُسَر

ِِدَيَو ِِناَسِل ْنِم َنوُمِلْسُمْلا َمِلَس ْنَم ُمِلْسُمْلا ُلوُقَ ي َملَسَو ِْي

َُْع ُللا ىَهَ ن اَم َرَجَ ْنَم ُرِجاَهُمْلاَو

c. Sunan al-Nasȃ’î50

ِدْبَع ْنَع ٍرِماَع ْنَع َليِعََِْإ ْنَع ََََْ اََ ثدَح َلاَق ٍيِلَع ُنْب وُرْمَع اَنَرَ بْخَأ

َلاَق وٍرْمَع ِنْب ِللا

َيَو ِِناَسِل ْنِم َنوُمِلْسُمْلا َمِلَس ْنَم ُمِلْسُمْلا ُلوُقَ ي َملَسَو ِْيَلَع ُللا ىلَص ِللا َلوُسَر ُتْعََِ

ِِد

َُْع ُللا ىَهَ ن اَم َرَجَ ْنَم ُرِجاَهُمْلاَو

d. Sunan al-Tirmîzî51

ُنْب ُميِاَرْ بِإ اََ ثدَح

َةَدْرُ ب َِِأ ْنَع ِللا ِدْبَع ُنْب ُدْيَرُ ب اََ ثدَح َةَماَسُأ وُبَأ اََ ثدَح يِرَْوَْْا ٍديِعَس

ْنَم َلاَق ُلَضْفَأ َِْمِلْسُمْلا يَأ َملَسَو ِْيَلَع ُللا ىلَص ِللا ُلوُسَر َلِئُس َلاَق ىَسوُم َِِأ ْنَع

ِم َنوُمِلْسُمْلا َمِلَس

َِِأ ِثيِدَح ْنِم ِْجَوْلا اَذَ ْنِم ٌبيِرَغ ٌحيِحَص ٌثيِدَح اَذَ ِِدَيَو ِِناَسِل ْن

ىَسوُم

48 Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjȃj, al-Qusyairiy al-Naisȃbûriy,

Sahih Muslim, Bairut: Dȃr al-Kutub al-‘Alamiyah, 2008, (Kitab: al-îmȃn, Bab: Bayȃn Tafȃdul al-Islȃm wa Ayyu Umûrihi Afdal)

49

Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, Bairut: al-Maktab al-Islamiy, 1985, jld. 2, h. 163

50 Abî ‘Abd al

-Rahmȃn Ahmad bin Syiʻayab al-Nasȃ’î, Sunan al-Nasȃ’î, Bairut: Dȃr

Ihyȃ’ al-Turȃts al-‘Arabiy (tanpa tahun), h. 839 (Kitab: al-îmȃn wa Syarȃ’iʻih, Bab: Sifat al -Muslim, no. Hadis: 5011)

51 Abî ‘îsȃ Muhammad bin ‘îsȃ bin Sûrah Ibn Mûsȃ al-Tirmidzî, Jȃmî al-Tirmidzî

(42)

e. Sunan al-Dȃrimî52

َلاَق ٍرِباَج ْنَع َناَيْفُس َِِأ ْنَع ِشَمْعَْْا ْنَع ٍلَوْغِم ُنْب ُكِلاَم اََ ثدَح َفُسوُي ُنْب ُدمَُُ اَنَرَ بْخَأ

ُسَر اَي َليِق

ِِدَيَو ِِناَسِل ْنِم َنوُمِلْسُمْلا َمِلَس ْنَم َلاَق ُلَضْفَأ ِم ًَْسِْإا يَأ ِللا َلو

f. Sahîh al-Bukhȃrî53

َأ ِنْب َليِعاََِْإَو ِرَفسلا َِِأ ِنْب ِللا ِدْبَع ْنَع ُةَبْعُش اََ ثدَح َلاَق ٍساَيِإ َِِأ ُنْب ُمَدآ اََ ثدَح

ِِ

ْنَع ٍدِلاَخ

َملَسَو ِْيَلَع ُللا ىلَص ِِِلا ْنَع اَمُهْ َع ُللا َيِضَر وٍرْمَع ِنْب ِللا ِدْبَع ْنَع ِِِْعشلا

َلاَق َُْع ُللا ىَهَ ن اَم َرَجَ ْنَم ُرِجاَهُمْلاَو ِِدَيَو ِِناَسِل ْنِم َنوُمِلْسُمْلا َمِلَس ْنَم ُمِلْسُمْلا َلاَق

َع وُبَأ

ِللا َدْبَع ُتْعََِ َلاَق ٍرِماَع ْنَع ٍدِْ َِِأ ُنْبا َوُ ُدُواَد اََ ثدَح َةَيِواَعُم وُبَأ َلاَقَو ِللا دْب

َع ٍرِماَع ْنَع َدُواَد ْنَع ىَلْعَْْا ُدْبَع َلاَقَو َملَسَو ِْيَلَع ُللا ىلَص ِِِلا ْنَع وٍرْمَع َنْبا ِِْعَ ي

ْن

َع

َملَسَو ِْيَلَع ُللا ىلَص ِِِ لا ْنَع ِللا ِدْب

g. Sunan Abû Dȃud54

للا َدْبَع ٌلُجَر ىَتَأ َلاَق ٌرِماَع اََ ثدَح ٍدِلاَخ َِِأ ِنْب َليِعََِْإ ْنَع ََََْ اََ ثدَح ٌددَسُم اََ ثدَح

َنْب ِ

َسَلَج ََح ُمْوَقْلا َُدِْعَو وٍرْمَع

ُللا ىلَص ِللا ِلوُسَر ْنِم َُتْعََِ ٍءْيَشِب ِِِِْْخَأ َلاَقَ ف َُدِْع

َمِلَس ْنَم ُمِلْسُمْلا ُلوُقَ ي َملَسَو ِْيَلَع ُللا ىلَص ِللا َلوُسَر ُتْعََِ َلاَقَ ف َملَسَو ِْيَلَع

ُرِجاَهُمْلاَو ِِدَيَو ِِناَسِل ْنِم َنوُمِلْسُمْلا

ْنَم

َْع ُللا ىَهَ ن اَم َرَجَ

52 ‘Abd Allȃh bin ‘Abd al-Rahmȃn bin al-Fadl bin Bahrȃm bin ‘Abd al-Samad al-Tamîmî al-Samarqandî al-Dȃrimî, Sunan al-Dȃrimî, Kairo: Dȃr a-Fikr, 1978, jld. 2, h. 299 (Kitab:

al-Riqȃq, Bab: Hafzi al-Lisȃn)

53 Abî ‘Abd Allȃh Mu

hammad bin Ismȃʻîl bin Ibrȃhîm al-Bukhȃrî, Sahih al-Bukhȃrî,

Kairo: Dȃr Ibn al-Jauziy, 2010, h. 12 (Kitab: al-îmȃn, Bab: al-Muslim Man Salima al-Muslimûna min Lisȃnihi wa Yadihi, no. hadis: 10)

(43)

3. Penelitian Sanad

a. Jalur Perawi Sunan al-Nasȃ’i

 ‘Abdullȃh bin ‘Amr bin al-‘ s bin Wa’il55

Menurut Ahmad bin Hanbal beliau wafat pada tahun 63 H di bulan Dzul Hijjah. Gurunya antara lain: Nabi SAW, ‘Umar bin al -Khattȃb, Muʻȃdz bin Jabal, Abî Bakr al-Siddîq.

Muridnya antara lain: ‘Abd al-Rahmȃn bin ‘Aûf, ‘Atȃ’ bin Yasȃr,Martsad bin ‘Abdullȃh al-Yazanî, dan lain-lain.

Analisa hadis: dilihat dari hubungan guru dan murid antara Rasul dan ‘Abdullȃh bin ‘Amru bin al-‘ s terdapat hubungan guru dan murid, dari segi keʻadalahannya semua sahabat ‘udul.

 ‘ mir bin Syarȃhîl56

Ada pula yang menyebutkan Ibn ‘Abdillȃh bin Syarȃhîl.

Gurunya antara lain: Usȃmah bin Zaid bin Hȃrits, al-Asyʻats bin Qais

al-Kindî, Anas bin Mȃlik, al-Barȃ’ bin ‘ zib, Jȃbir bin Samurah, Jȃbir bin ‘Abdullȃh, ‘Abdullȃh bin ‘Amr bin al-‘ s, ‘Abdullȃh bin

Masʻûd, dan lain-lain

Muridnya antara lain: Ibrȃhîm bin Muhȃjir, Asmȃ’ bin ‘Ubaid,

Ismȃʻîl bin Abî Khȃlid, Ismȃʻîl bin Sȃlim, Asyʻats bin Sawwȃr, Badr

bin ‘Utsmȃn, Taubah al-ʻAnbarî, dan lain-lain.

55 Jamȃl al-Dîn Abî al-Hajjȃj Yûsuf al-Mizi, Tahdzîb al-Kamȃl fi Asmȃ’ al-Rijȃl,

Muasasah al-Risȃlah, jld. 15, h. 357

56 Jamȃl al-Dîn Abî al-Hajjȃj Yûsuf al-Mizi, Tahdzîb al-Kamȃl fi Asmȃ’ al-Rijȃl,

(44)

Yahyȃ bin Maʻîn dan Abû Zurʻah: tsiqah. Yahyȃ bin Maʻîn berkata: beliau wafat pada tahun 103 atau 104 H.

Analisa sanad hadis: dilihat dari tahun wafat ‘Abdullȃh bin

‘Amru bin al-‘ s dan ‘ mir bin Syarȃhîl mengindikasikan adanya

ketersambungan sanad, tidak didapati komentar kritikus hadis tentang ‘ mir bin Syarȃhîl.

 Ismaʻîl bin Abî Khȃlid57

Beliau dikenal dengan nama Hurmuz. Menurut Abî Nuʻaîm

beliau wafat pada tahun 146 H. Gurunya antara lain: Hakîm bin Jȃbir al-Ahmasyî, Salamah ibn Kuhail, Talhah bin Musarrif, ‘ mir al

-Sya’bî, dan lain-lain

Muridnya antara lain: Jaʻfar bin ‘Aûn, Hafs bin Ghiyȃts, Zuhaîr bin Muʻȃwiyah, Yahyȃbin Saʻîd al-Qattȃn, Yahyȃ bin Yamȃn, dan

lain-lain.

Yahyȃ bin Maʻîn: Tsiqah, al-‘Ijlî: tabi’in tsiqah, al-Nasȃ’î: tsiqah, Yaʻqûb bin Syaîbah: tsiqah tsabt.

Analisa sanad hadis: antara ‘ mir bin Syarȃhîl dan Ismȃʻîl bin

Abî Khȃlid sanadnya bersambung ini terbukti dengan adanya

hubungan antara guru dan murid. Ismȃʻîl bin Abî Khȃlid merupakan

seorang yang tsiqah, dibuktikan dengan komentar kritikus hadis tentang dirinya.

57 Jamȃl al-Dîn Abî al-Hajjȃj Yûsuf al-Mizi, Tahdzîb al-Kamȃl fi Asmȃ’ al-Rijȃl,

(45)

 Yahyȃ bin Saʻîd bin Farukkh58

Dikenal dengan Abû Saʻîd al-Basrî. Gurunya antara lain: Usȃmah bin Zaîd al-Laitsy, Ismȃʻîl bin Abî Khȃlid, Bahz bin Hakîm, Jaʻfar bin Muhammad bin ‘Alî, dan lain-lain.

Muridnya antara lain: Ahmad bin Hanbal, ‘Amr bin ‘Alî al-Saîrafî, Muhammad bin Basysyȃr Bundȃr, Musaddad bin Musarhad, dan lain-lain.

Menurut al-‘Ijlî: Tsiqah, Abû Hȃtim: Tsiqah Hȃfiz, an-Nasȃ’î: Tsiqah Tsabt.

Analisa sanad hadis: antara Ismȃʻîlbin Abî Khȃlid dan Yahyȃ

bin Farrukh sanadnya bersambung ini terbukti dengan adanya hubungan antara guru dan murid. Yahyȃ bin Farrukh merupakan seorang yang tsiqah, dibuktikan dengan komentar kritikus hadis tentang dirinya.

 ‘Amr bin ‘Alî bin Bahr bin Kanîz al-Bȃhalî59

Gurunya antara lain: Azhar bin Saʻd al-Sammȃn, Ismȃʻîl bin ‘Ulayyah, Badal Ibn al-Muhabbar, Bisyr bin al-Mufaddal, Sȃlim bin

Nûh, Wahb bin Jarîr bin Hȃzm, Yahyȃ bin Saʻîd al-Qattȃn, dan lain-lain.

58 Jamȃl al-Dîn Abî al-Hajjȃj Yûsuf al-Mizi, Tahdzîb al-Kamȃl fi Asmȃ’ al-Rijȃl,

Muasasah al-Risȃlah, jld. 31, h. 329

59 Jamȃl al-Dîn Abî al-Hajjȃj Yûsuf al-Mizi, Tahdzîb al-Kamȃl fi Asmȃ’ al-Rijȃl,

(46)

Muridnya antara lain: al-Jamȃʻah, Abû Rauq Ahmad bin Bakr al-Hizzȃnî, al-Hasan bin Sufyȃn, Zakariyȃ bin Yahyȃ al-Sijzî, Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, dan lain-lain.

Abû Hȃtim: sadûq, al-Nasȃ’î: tsiqah. Menurut Hakî ibn Mukram beliau wafat pada tahun 249 H.

Analisa sanad hadis: antara Yahyȃ bin Saʻîd dan Ismȃʻîl bin ‘Amr bin ‘Alî sanadnya bersambung ini terbukti dengan adanya

hubungan antara guru dan murid. ‘Amr bin ‘Alî merupakan seorang

yang tsiqah, dibuktikan dengan komentar kritikus hadis tentang dirinya.

 al-Nasȃ’î60

Nama lengkapnya adalah Abû ‘Abd al-Rahmȃn Ahmad bin Syuʻaib bin Bahr. Nama beliau dinisbatkan kepada kota tempat beliau

dilahirkan, yaitu kota Nasa yang masih termasuk wilayah Khurasan. Beliau dilahirkan pada tahun 215 H dan wafat pada tahun 303 H.

Beliau seorang muhaddits yang pintar, wara’, hafiz lagi takwa. Beliau memilih kota Mesir sebagai tempat untuk bermukim dalam menyiarkan hadis-hadis kepada masyarakat.

Natijah: Hadis jalur al-Nasȃ’i ini berkualitas sahîh dari segi sanadnya, sebab bersambung sanadnya dan diriwayatkan oleh orang-orang yang tsiqah.

60

(47)

b. Jalur Perawi Sunan al-Tirmîdzî

 ‘Abdullȃh bin Qais bin Sulaim bin Haddar61

Beliau dikenal dengan nama Abû Mûsȃ al-Asyʻarî. Menurut Abû Nuʻaim beliau wafat pada tahun 44 H. Beliau belajar kepada :

Nabi SAW, Ubaî bin Kaʻab, ʻAbdullȃh bin Masʻûd, ʻAli bin Abî

Tȃlib, ʻAmȃr bin Yȃsar, ʻUmar bin al-Khattȃb, dan lain-lain.

Adapun murid-muridnya: Ibrahîm bin Abî Mûsȃ al-Asyʻarî, Anas bin Mȃlik al-Ansȃrî, Saʻîd bin al-Musayyab, ‘Abdullȃh bin

Buraidah, dan lain-lain.

Analisa hadis: dilihat dari hubungan guru dan murid antara Rasul dan Abû Mûsa al-Asyʻarî terdapat hubungan guru dan murid, dari segi ke’adalahannya semua sahabat ‘udul.

 ‘Abdullȃh bin Buraidah bin al-Husaib al-Aslamî62

Gurunya antara lain: Anas bin Mȃlik, Buraidah bin al-Husaib,

Busyair bin Kaʻb al-‘Adawî, Humaid bin ‘Abd al-Rahmȃn al -Himyarî, Saʻîd bin al-Musayyab, Samurah bin Jundab, Abî Mûsȃ al

-Asyʻarî, dan lain-lain.

Muridnya antara lain: al-Ajlah bin ‘Abdullȃh al-Kindî, Bisyîr bin al-Muhȃjir, Tsawȃb bin ‘Utbah, Hujair bin ‘Abdullȃh, Husain bin Dzakwȃn al-Muʻallim, Hammȃd bin Abî Sulaimȃn, Saʻd bin ‘Ubaidah, dan lain-lain.

61 Jamȃl al-Dîn Abî al-Hajjȃj Yûsuf al-Mizi, Tahdzîb al-Kamȃl fi Asmȃ’ al-Rijȃl,

Muasasah al-Risȃlah, jld. 15, h. 446

62 Jamȃl al-Dîn Abî al-Hajjȃj Yûsuf al-Mizi, Tahdzîb al-Kamȃl fi Asmȃ’ al-Rijȃl,

(48)

Yahyȃ bin Maʻîn, Abû Hȃtim dan al-‘Ijlî mereka sepakat menilai tsiqah.

Analisa sanad hadis: antara Abî Mûsȃ al-Asyʻarî dan ‘Abdullȃh bin Buraidah sanadnya bersambung ini terbukti dengan adanya hubungan antara guru dan murid. ‘Abdullȃh bin Buraidah

merupakan seorang yang tsiqah, dibuktikan dengan komentar kritikus hadis tentang dirinya.

 Buraid bin ‘Abdullah bin Abî Burdah bin Abî Mûsȃ63

Dikenal dengan Abû Burdah al-Kûfî. Guru-gurunya antara lain: al-Hasan al-Basrî, ‘Atȃ bin Abî Rabȃh, ‘Abdullȃh bin Abî

Burdah (ayahnya),Abî Burdah bin Abî Mûsȃ.

Muridnya antara lain: Ismȃʻîl bin Zakariyȃ, Hafs bin Ghiyȃts, Abû Usȃmah Hammȃd bin Usȃmah, Sufyȃn bin ‘Uyaînah, dan lain

-lain.

Menurut Yahyȃ bin Maʻîn dan al-‘Ijlî: Tsiqah, Abû Hȃtim: Laîsa bi al-Matîn, al-Nasȃî: laîsa bihi ba’sun.

Analisa sanad hadis: antara ‘Abdullȃh bin Buraidah dan

Buraid bin ‘Abdullȃh sanadnya bersambung ini terbukti dengan

adanya hubungan antara guru dan murid dan hubungan ayah dengan anak. Buraid bin ‘Abdullȃh merupakan seorang yang tsiqah,

dibuktikan dengan komentar kritikus hadis tentang dirinya.

63 Jamȃl al-Dîn Abî al-Hajjȃj Yûsuf al-Mizi, Tahdzîb al-Kamȃl fi Asmȃ’ al-Rijȃl,

(49)

 Hammȃd bin Usȃmah bin Zaid64

Dikenal dengan Abû Usȃmah al-Kûfî. Menurut Ahmad bin ‘Abdullȃh beliau wafat pada tahun 201 H di Kufah. Gurunya antara lain: Usȃmah bin Zaid al-Laîtsî, Isrȃ’îl bin Yûnus, Abî Burdah

(Buraîd bin ‘Abdullȃh bin Abî Burdah).

Muridnya antara lain: Ibrȃhîm bin Saʻîd al-Jaûharî, Ishȃq

bin Rȃhawaîh, Ahmad bin Muhammad bin Hanbal.

Menurut Ahmad bin Hanbal: Abû Usȃmah Tsiqah, Yahyȃ bin Maîn: Tsiqah.

Analisa sanad hadis: antara Buraid bin ‘Abdullȃh dan

Hammȃd bin Usȃmah sanadnya bersambung ini terbukti dengan adanya hubungan antara guru dan murid. Hammȃd bin Usȃmah merupakan seorang yang tsiqah, dibuktikan dengan komentar kritikus hadis tentang dirinya.

 Ibrahîm bin Saʻîd65

Dikenal dengan Abû Ishȃq bin Abî ‘Utsmȃn al-Baghdȃdî. Menurut Abû al-Husaîn bin Qȃnaʻ beliau wafat pada tahun 249 H. Gurunya antara lain: Ahmad bin Ishȃq al-Hadramî, Abî Usȃmah

Hammȃdbin Usȃmah, Raûh bin ‘Ubȃdah.

64 Jamȃl al-Dîn Abî al-Hajjȃj Yûsuf al-Mizi, Tahdzîb al-Kamȃl fi Asmȃ’ al-Rijȃl,

Muasasah al-Risȃlah, jld. 7, h. 217

65 Jamȃl al-Dîn Abî al-Hajjȃj Yûsuf al-Mizi, Tahdzîb al-Kamȃl fi Asmȃ’ al-Rijȃl,

(50)

Muridnya antara lain: al-Jamȃ’ah selain al-Bukhȃrî, Ahmad bin ‘Alî bin Muslim al-Abbȃr, Abû Hȃtim Muhammad bin Idrîs al-Rȃzî, dan lain-lain.

Menurut Abû Hȃtim: beliau dikenal kejujurannya, meurut al -Nasȃ’î: Tsiqah.

Analisa sanad hadis: antara Hammȃd bin Usȃmah dan Ibrȃhîm bin Saʻîd sanadnya bersambung ini terbukti dengan adanya hubungan

antara guru dan murid. Yahyȃ bin Farrukh merupakan seorang yang tsiqah, dibuktikan dengan komentar kritikus hadis tentang dirinya.

 al-Tirmîdzî66

Nama lengkapnya adalah Abû ‘Ȋsȃ bin Surah. Beliau seorang

Muhaddits yang dilahirkan di kota Turmuz pada tahun 200 H dan wafat pada 279 H.

Natijah: hadis jalur al-Tirmîdzî ini berkualitas sahîh dari segi sanadnnya, sebab bersambung sanadnya dan diriwayatkan oleh orang-orang yang tsiqah.

c. Jalur Perawi Sunan al-Dȃrimî

 Jȃbir bin ‘Abdullȃh bin ‘Amr bin Haram67

Dikenal dengan Abû Muhammad al-Madanî. Menurut Muhammad bin Yahyȃ bin Habȃn beliau wafat pada tahun 77 H. Gurunya antara lain: Nabi SAW, ‘Alî bin Abî Tȃlib, ‘Ammȃr bin Yȃsar, Abî Bakr al-Siddîq, dan lain-lain.

66

Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadits, Bandung: al-Ma’arif, h. 382

67 Jamȃl al-Dîn Abî al-Hajjȃj Yûsuf al-Mizi, Tahdzîb al-Kamȃl fi Asmȃ’ al-Rijȃl,

(51)

Muridnya antara lain: Ismȃʻîl bin Basyîr, al-Hasan al-Basrî,

Hafs bin ‘Ubaîdillȃh bin Anas bin Mȃlik, Talhah bin Nȃfi’, dan lain-lain.

Analisa hadis: dilihat dari hubungan guru dan murid antara Rasul dan Jȃbir bin ‘Abdullȃh terdapat hubungan guru dan murid, dari segi ke’adalahannya semua sahabat ‘udul.

 Talhah bin Nȃfi’68

Nama lengkapnya adalah Talhah bin Nȃfiʻ al-Qursyî. Gurunya antara lain: Anas bin Mȃlik, Jȃbir bin ‘Abdullȃh, al-Hasan al-Basrî, Saʻîd bin Jubair.

Muridnya antara lain: al-Hajjȃj bin Hassȃn, Sulaimȃn al

-Aʻmasy, ‘Ata al-Khurasȃnî, Muhammad bin Ishȃq, dan lain-lain.

Menurut Ahmad bin Hanbal: Laîsa bihi Ba’sun, Yahyȃ bin Maʻîn: Lȃ Syaî’, al-Nasȃ’î: Laîsa Bihi Ba’sun. Ibnu Hibbȃn

menyebutkannya dalam kitab al-Tsiqȃh.

Analisa sanad hadis: antara Jȃbir bin ‘Abdullȃh dan Talhah bin Nȃfiʻ sanadnya bersambung ini terbukti dengan adanya hubungan

antara guru dan murid. Talhah bin Nȃfiʻ merupakan seorang yang tsiqah, dibuktikan dengan komentar kritikus hadis tentang dirinya.

68 Jamȃl al-Dîn Abî al-Hajjȃj Yûsuf al-Mizi, Tahdzîb al-Kamȃl fi Asmȃ’ al-Rijȃl,

(52)

 Sulaimȃn bin Mihrȃn al-Asadî al-Kȃhilî69

Gurunya antara lain: Abȃn bin Abî ‘Ayyȃsy, Ibrȃhîm al-Taimî, Ibrȃhîm al-Nakha’î, Anas bin Mȃlik, Abî Sufyȃn Talhah bin Nȃfiʻ,

‘Abdullȃh bin Murrah, ‘Abd al-Mȃlik bin ‘Umair, dan lain-lain. Muridnya antara lain: Abȃn bin Taghlib, Ibrȃhîm bin Tahmȃn, Asbȃt bin Muhammad al-Qurasyiy, Ishȃq bin Yûsuf al-Azraq, Mȃlik bin Suʻair bin al-Khims, Muhȃdir bin al-Muwarriʻ, Abû Muʻȃwiyah

al-Darîr.

Ahmad bin ‘Abdullȃh al-‘Ijlî: tsiqah tsabt dalam hadis, Yahyȃ bin Maʻîn: Tsiqah, al-Nasȃ’î: Tsiqah tsabt. Menurut Abû ‘Awȃnah dan ‘Abdullȃh bin Dȃud: beliau wafat pada tahun 147 H.

Analisa sanad hadis: antara Talhah bin Nȃfiʻ dan Sulaimȃn bin Mihrȃn sanadnya bersambung ini terbukti dengan adanya hubungan

antara guru dan murid. Sulaimȃn bin Mihrȃn merupakan seorang yang tsiqah, dibuktikan dengan komentar kritikus hadis tentang dirinya.

 Mȃlik bin Mighwal al-Bajalî70

Dikenal dengan Abû ‘Abdullȃh al-Kûfî. gurunya antara lain:

Junaid, al-Hȃrits bin Hasîrah, Husain bin ‘Abd al-Rahmȃn, al-Hakm bin ‘Utaibah, ‘Atȃ’ bin Abî Rabȃh, Qais bin Muslim, dan lain-lain.

Muridnya antara lain: Ismȃʻîl bin Zakariyȃ, Hajjȃj bin Nusair

al-Fasȃtîtiy, Abû Usȃmah Hammȃd bin Usȃmah, Sufyȃn al-Tsaurî,

69 Jamȃl al-Dîn Abî al-Hajjȃj Yûsuf al-Mizi, Tahdzîb al-Kamȃl fi Asmȃ’ al-Rijȃl, Muasasah al-Risȃlah, jld. 12, h. 76

70 Jamȃl al-Dîn Abî al-Hajjȃj Yûsuf al-Mizi, Tahdzîb al-Kamȃl fi Asmȃ’ al-Rijȃl,

(53)

Sufyȃn bin ‘Uyainah, Muhammad bin Yûsuf al-Firyȃbî, dan

lain-lain.

Ahmad bin Hanbal: Tsiqah Tsabt. Yahyȃ bin Maʻîn, Abû Hȃtim, dan al-Nasȃ’î mereka sepakat menilai tsiqah. Menurut Abû Nuʻaim dan Abû Bakr bin Abî Syaibah: beliau wafat pada tahun 159

H.

Analisa sanad hadis: antara Sulaimȃn bin Mihrȃn dan Mȃlik

bin Mighwȃl sanadnya bersambung ini terbukti selisih tahun wafat

antara keduannya. Mȃlik bin Mighwȃl merupakan seorang yang

tsiqah, dibuktikan dengan komentar kritikus hadis tentang dirinya.

 Muhammad bin Yûsuf71

Gurunya antara lain:

Referensi

Dokumen terkait

Peneleitian ini mengkaji tentang kualitas layanan perpustakaan universitas islam negeri sunan kalijaga yogyakarta (studi deskriptif tentang kualitas layanan

Tidak ada kata-kata yang mampu peneliti ucapkan, selain memberikan pujian dan syukur kepada Allah Bapa Yang Maha Kuasa, Hati Kudus Yesus dan Bunda Maria Bunda

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh ukuran berat benih terhadap perkecambahan benih pohon merbau darat dan benih berbobot berat

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian hukum sosiologis yaitu penelitian terhadap

Hasil penelitian ini relevan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Meidah (2013) tentang “Pengaruh Konflik Peran Ganda, Kecerdasan Emosional dan

FATAHILAH PENGELOLA PEMBANGUNAN DAN PENINGKATAN JALAN DINAS PEKERJAAN UMUM D-III TEKNIK SIPIL... RAHMAD HIDAYAT ANALIS PENINGKATAN

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis yang mengatakan diduga ada beda perilaku belanja terhadap dimensi mall berdasarkan usia di Tunjungan Plaza dan Galaxy Mall adalah

Dengan tidak melepas sekejap pun nikmat yang selalu Allah berikan kepada penulis sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik walau harus melewati banyak tantangan