• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberdayaan Perempuan melalui Program Keterampilan Menjahit oleh Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera di Bulak Timur-Depok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemberdayaan Perempuan melalui Program Keterampilan Menjahit oleh Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera di Bulak Timur-Depok"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

WIRA USAHA BINA SEJAHTERA

DI BULAK TIMUR-DEPOK

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh

gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh:

Minarti

106054002047

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)

Skripsi berjudul:Pemberdayaan Perempuan melalui Program keterampilan Menjahi toleh Koperasi Wanita Wirausaha Bina Sejahtera di Bulak Timur-Depok”.Telah diujikan dalam sidang munaqosah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Selasa tanggal 27

Februari 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh

gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) pada Program Studi Pengembangan

Masyarakat Islam.

Jakarta, 27 Februari2014

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Jumroni, M.Si M. Hudri, M. Ag

NIP: 19630515 19920031 006 NIP: 19720606 199803 1 003

Anggota

Penguji I Penguji II

Yusra Kilun, M.Pd Nurul Hidayati, S. Ag,

NIP. 19570605 199103 1 004 NIP. 19690322 199603 2 001 Pembimbing

(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang sayagunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syrif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 27 Februari 2014

(5)

i

Pemberdayaan Perempuan melalui Program Keterampilan Menjahit oleh

Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera di Bulak Timur, Depok.

Kemampuan ekonomi yang rendah seringkali menyebabkan orang tua harus memilih untuk memprioritaskan pendidikan laki-laki daripada perempuan. Akhirnya, perempuan seringkali berada pada pekerjaan domestik dengan upah yang minim. Selain itu, juga karena dorongan persepsi yang masih kuat di masyarakat bahwa wanita tidak usah terlalu tinggi tingkat pendidikannya karena akhirnya hanya akan masuk dapur saja. Dalam akses pelayanan pinjaman modal atau bahkan bantuan dari pemerintah pun sering kali mengatasnamakan laki-laki. Hal ini tentunya menyulitkan perempuan untuk meraih akses tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan program yang dilaksanakan oleh KopWan dalam pemberdayaan perempuan melalui program keterampilan menjahit dan apa saja faktor pendukung dan faktor penghambatnya.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi. Penelitian ini dilakukan di Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera) Bulak timur-Depok.

(6)

ii

Segala puji bagi Allah SWT, Rabb semesta alam. Kepada-Nya kita memuji, memohon pertolongan, dan bertaubat hanya kepada-Nya saja. Kita

berlindung kepada Allah dari kejahatan diri dan keburukan amal perbuatan kita.

Shalawat dan salam semoga tercurah kepada qudwah hasanah kita, baginda Rasulullah Muhammad SAW beserta seluruh keluarganya, para

sahabatnya, dan kepada seluruh umatnya yang tulus ikhlas mengikuti

sunnah-sunnah dan langkah perjuangannya, Amiin.

Selama pembuatan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang

dialami penulis, baik yang menyangkut pengaturan waktu, pengumpulan

bahan-bahan, dan lain sebagainya. Namun berkat kesungguhan disertai dorongan dan

bantuan dari berbagai pihak, maka segala kesulitan itu dapat penulis hadapi.

Selanjutnya penulis menyadari, skripsi ini terwujud atas bantuan berbagai

pihak. Maka pada kesempatan ini penulis sampaikan rasa hormat dan terima kasih

yang mendalam kepada:

1. Ibunda “Sapinah” dan Ayahanda “Naimin” yang begitu tulus mencintai dan

tidak henti-hentinya mendo’akan selama ini selama ini. Semoga Allah SWT

selalu mencurahkan karunia nikmat dan kemuliaan sebagai balasan atas cinta

kasih dan pengorbanan yang telah diberikan secara tulus dan ikhlas kepada

(7)

iii

3. Bapak Asep Usman Ismail, M. Ag. sebagai dosen pembimbing yang telah

banyak meluangkan banyak waktunya dan dengan sabar memberikan

bimbingan dan pengarahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan.

4. Ibu Wati Nilamsari, M. Si. sebagai Ketua Jurusan Pengembangan Masyarakat

Islam yang telah memberikan kemudahan kepada penulis dalam proses

penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak M. Hudri M. A. sebagai Sekertaris Jurusan Pengembangan Masyarakat

Islam yang telah memberikan kemudahan administrasi.

6. Bapak dan Ibu Dosen FakultasDakwah dan Komunikasi yang telah

menyampaikan Ilmu pengetahuan yang bermanfaat kepada penulis, serta

masukan dan motivasinya selama perkuliahan.

7. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama, serta Perpustakaan Fakultas Dakwah

dan Komunikasi, terima kasih atas bantuan dalam memberikan kemudahan

bagi penulis dalam peminjaman buku.

8. Ketua Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera Ibu Marnih dan para

pengurusnya,yang telah bersedia memberikan semua pengetahuan dan

(8)

iv

Nurdiana Ratnasari, Siti Wahyuni. Terima kasih atas Support dan do’a yang

diberikan sehingga penulis bisa terus semangat walaupun dalam jatuh dan

bangunnya penulis dalam penyusunan skripsi.

Akhirnya hanya kepada Allah SWT, penulis berdo’a semoga mereka

mendapatkan balasan yang mulia.

Akhir kata, karena keterbatasan wawasan, pengetahuan, dan pengalaman,

maka tentu saja banyak hal khilaf dan salah didalam skripsi ini. Maka, koreksi dan kritik konstruktif sangat penulis harapkan untuk perbaikan kedepan.

Selanjutnya penulis ucapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat, Amiin.

Ciputat, 27 Februari 2014

(9)

v

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Metodologi Penelitian ... 7

E. Tinjauan Pustaka ... 14

F. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II KERANGKA TEORI A. Pemberdayaan ... 17

1.Pengertian Pemberdayaan ... 17

2.Tujuan Pemberdayaan ... 22

3.Indikator Pemberdayaan Masyarakat ... 23

4.Tahapan Pemberdayaan Masyarakat ... 26

5.Strategi Pemberdayaan Masyarakat ... 29

B. Perempuan ... 33

1.Pengertian Perempuan ... 33

2.Kodrat Seorang Perempuan ... 34

3.Pemberdayaan Perempuan ... 34

C.Keterampilan Menjahit ... 37

1.Pengertian Keterampilan ... 37

(10)

vi

A.Profile KopWan Wira Usaha Bina Sejahtera ... 41

B. Visi dan Misi ... 43

C. Tujuan Berdirinya Koperasi ... 43

D. Landasan Berdirinya Koperasi ... 44

E. Pelayanan Program KopWan Wirausaha Bina Sejahtera………. 45

F. Gambaran Umum Wilayah Depok ... 46

BAB IV ANALISIS ANALISIS TENTANG HASIL PENELITIAN DI KOPERASI WANITA WIRA USAHA BINA SEJAHTERA A. Pelaksanaan Program keterampilan menjahit ... 60

B.Faktor Pendukung dan Penghambat Program keterampilan Menjahit ... 72

1. Faktor Pendukung ... 72

2. Faktor Penghambat ... 73

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 76

B. Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 80

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Pembangunan di indonesia merupakan amanat sebagaimana ditetapkan dalam

UUD 1945, di mana tujuan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa

Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.

Pembangunan sebagaimana digariskan dalam GBHN, merupakan cara untuk

mencapai tujuan tersebut. Pembangunan mencakup upaya pembangunan aspek

fisik, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan keamanan dan dapat pula

pembangunan ideologi.

Proses pembangunan yang terjadi di Indonesia dipengaruhi oleh dua dimensi

yaitu: yang pertama dimensi makro yang menggambarkan bagaimana institusi

negara melalui kebijakan dan peraturan yang dibuatnya mempengaruhi proses

perubahan suatu masyarakat. Sedangkan dimensi yang kedua adalah dimensi

mikro yaitu indvidu dan kelompok masyarakat mempengaruhi proses

pembangunan itu sendiri1.

Menurut Syaiful Arif, kemiskinan dapat digolongkan menjadi dua kategori

yaitu kemiskinan kultural dan kemiskinan struktural. Kemiskinan kultural

dipahami sebagai akibat struktural bisa terjadi karena adanya struktur dan

1

Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas (Pengantar Pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis), (Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, 2003), Cet 1, h. 1.

(12)

kebijakan pemeritah yang timpang, sebagai akiabat dari terjadinya ketidakadilan

dalam kehidupan masyarakat 2.

Definisi lainnya yang senada diberikan F. Magnis suseno. S.J. yaitu

kemiskinan dalam arti, bahwa orang tidak menguasai sarana-sarana fisik

secukupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya, untuk mencapai

tingkat minimum kehidupan yang masih dapat dinilai manusiawi 3.

Gender adalah berbagai atribut dan tingkah laku yang dilekatkan pada

perempuan dan laki-laki dan dibentuk oleh budaya. Dari sini muncul gagasan

tentang apa yang dipandang pantas dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan.

Sebagai contoh, masih menjadi kontroversi bila seorang perempuan duduk

sebagai pemegang tampuk kepemimpinan, sedangkan jika posisi itu dipegang

oleh laki-laki tidaklah demikian 4.

Secara ideal, perempuan menginginkan keadilan dan persamaan peran pada

segala dimensi kesehariannya, seperti keadilan di bidang politik, ekonomi, dan

sosial. Harapan itu sepertinya hanya sebatas mimpi yang sulit diwujudkan.

Misalnya pada dimensi sosial, perempuan seringkali tersubordinasi oleh realitas

yang meminggirkan perannya di wilayah publik. Ketidaksetaraan muncul

dipermukaan masyarakat tatkala perempuan menikah dan harus mengerjakan

pekerjaan domestik, serta mengabaikan peran publik

2

Syaiful Arif,Menolak Pembangunanisme, (Yogyakarta: Pusaka Pelajar, 2000), Cet.1, h. 289.

3

Magnis suseno. S.J. Keadialan dan Analisa Sosial : Segi-Segi Etis, Dalam J.B. Bana Wiratman, S. J. (ed), Kemiskinan dan Pembebasan, Kannisiius, (Yogyakarta: Kannisiius, 1987), Cet.1, h. 37.

4

(13)

Bahkan, pada kasus pernikahan dini, perempuan tidak memiliki kecakapan

hidup (life skill) yang memadai untuk berperan aktif pada tataran relasi sosial. Banyaknya perempuan berpendidikan rendah menambah problem pengangguran

kerja karena potensinya tenggelam oleh keterbatasan yang memasung

kreativitasnya 5.

Menurut data-data yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan ada berbagai

alasan kenapa anak perempuan tidak menamatkan sekolahnya atau tidak

melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Salah satu alasan tersebut

adalah adanya hambatan kultural, yaitu masih kuatnya budaya kawin muda bagi

perempuan yang tinggal di daerah pedesaan. Anggapan yang berlaku adalah

bahwa setinggi-tingginya perempuan sekolah, akhirnya juga tidak akan bekerja

karena perempuan harus bertanggung jawab terhadap pekerjaan rumah tangga.

Hal yang paling dominan adalah hambatan ekonomi, yaitu keterbatasan biaya

untuk sekolah sehingga keluarga miskin terpaksa menyekolahkan anak laki-laki

ketimbang anak perempuan6.

Pemberdayaan ekonomi masyarakat yang dilakukan merupakan upaya

mempersiapkan masyarakat seiring dengan upaya memperkuat kelembagaan

ekonomi mikro dan kecil lokal yang ada dalam masyarakat agar komunitas

ekonomi mikro tersebut mampu mewujudkan kemajuan, kemandirian dan

kesejahteraan dalam suasana keadilan sosial yang berkelanjutan. Untuk itu upaya

pengembangan ekonomi masyarakat adalah upaya meningkatkan harkat dan

martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu (dhu‟afa)

5

Najlah Naqiyah, Otonomi Perempuan, (Malang: Bayumedia Publising, 2005), h.1

6

(14)

untuk melepaskan diri dari perangkap-perangkap kemiskinan dan keterbelakangan

yang menghinggapinya.

Agar proses perubahan dan pengembangan berjalan lancar menuju era

sejahtera dan demokrasi, maka dilakukan pembentukan suatu wadah yang mandiri

dan fleksibel, guna mengantisipasi semua problem sosial yang ada dimasyarakat.

KopWan (Koperasi Wanita) memiliki peran penting dalam pemberdayaan

perempuan antara lain memberikan pelatihan, konsultasi usaha, peningkatan

keterampilan baik dalam hal teknis usaha seperti organisasi, manajemen,

administrasi/akuntasi usaha, maupun peningkatan kualitas produk, akses kepada

sumber-sumber produktif, peningkatan kesadaran perempuan atas hak-haknya

dilingkungan kerja maupun keluarga, sosial, hukum, maupun politik.

Setiap orang secara naluri berusaha untuk memenuhi kebutuhannya, bentuk

usaha tersebut adalah dengan bekerja di suatu tempat baik sektor-sektor swasta

maupun sektor negri, jerih payah itu di hargai dengan uang yang sering kali

disebut dengan pendapatan, pendapatan pribadi (Personal Income) menunjukan semua jenis pendapatan, baik diperoleh karena fungsi produksi maupun tanpa

memberikan suatu kegiatan apapun, yang diterima oleh penduduk suatu Negara 7.

Perempuan perlu diberikan suatu pelatihan, pendidikan, bahkan suatu

pemberdayaan, agar mereka memiliki kemampuan untuk hidup layak dan bisa

membantu suaminya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Melihat keadaan

seperti itu, maka Kelurahan Cipayung melakukan pemberdayaan masyarakat

melalui program keterampilan menjahit oleh KopWan Wira Usaha Bina Sejahtera,

7

(15)

dengan memanfaatkan sumber daya manusia yang ada. Tujuannya agar

perempuan di sana memiliki suatu kemampuan / keahlian.

Adapun pemberdayaan yang dilakukan oleh Kopwan Wira Usaha Bina

Sejahtera yaitu dengan cara memberikan pelatihan-pelatihan, mulai dari menjahit,

dan keterampilan membuat tas dari payet-payet. Dengan adanya program tersebut

diharapkan agar masyarakat khususnya komunitas ibu-ibu PKK RW 09 dapat

meningkatkan kemampuannya dengan cara mengembangkan potensinya serta

dapat membantu perekonomiannya.

Dari permasalahan yang telah dipaparkan maka penulis menyimpulkan bahwa

agar wanita tidak lagi dianggap sebagai kaum yang lemah, maka penulis tertarik

untuk memberi judul skripsi ini yaitu “Pemberdayaan Perempuan melalui

Program keterampilan Menjahit oleh Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera di Bulak Timur-Depok”.

B.Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Agar penulisan skripsi ini terarah, penulis membatasi pada Pemberdayaan

Perempuan melalui Program Ketermpilan Menjahit oleh Koperasi Wanita Wira

Usaha Bina Sejahtera.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka perumusan masalahnya:

a. Bagaimana pelaksanaan Program Keterampilan Menjahit Oleh Koperasi

(16)

b. Apa saja faktor penghambat dan pendukung pada Program Keterampilan

Menjahit Oleh Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera di Bulak

Timur – Depok

C.Tujuan dan Manfaat penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Program Keterampilan

Menjahit Oleh Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera di Bulak

Timur – Depok.

b. Untuk mengetahui apa saja faktor penghambat dan pendukung pada

Program Keterampilan Menjahit Oleh Koperasi Wanita Wira Usaha Bina

di Bulak Timur – Depok.

2. Manfaat Penelitian

Sesuai penelitian di atas, maka manfaat dari peneitian ini adalah:

a.Manfaat Akademis.

1) Sebagai bahan referensi tentang pengembangan masyarakat dan mutu

pembelajaran di Fakutas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN

Syarif Hidayatullah.

2) Untuk memenuhi syarat-syarat menyelesaikan gelar Sarjana Ilmu

Sosial Islam (S.Sos.I) di Universitas Islam Negeri Syarif

(17)

b. Manfaat Praktis

1)Penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh Pengurus masjid

Baiturahiim sebagai penghubung antara pengurus masjid dengan

peserta (ibu-ibu pengajjian) agar Istiqamah karena keberadaannya

program kterampilan menjahit ini dapat membantu perekonomian

peserta dan juga sekaligus membantu pemerintah dalam mengurangi

tingkat penganguran dan kriminalitas.

2) Penelitian ini diharapkan menjadibahan rekomendasi bagi pekerja

sosial atau lembaga sosial atau komunitas sosial yang memiliki

kepedulian terhadap pemberdayaan perempuan dalam hal ini adalah

ibu-ibu dalam melaksanakan program-program penanganan

pemberdayaan perempuan dalam hal ekonomi.

D. Metodologi Penelitian

Metodologi penelitiaan adalah alat uji dan analisa yang digunakan untuk

mendapatkan hasil yang valid, realibel, dan objektif8.

1. Pendekatan Penelitian.

Dalam hal ini penulis menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Menurut

Taylor penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan data deskriptif

berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau prilaku yang di amati.9

Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk

8

Ipah Fatimah, Buku Panduan Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, {Jakarta: UIN Syarief Hidayatullah,2000},h. 34.

9

(18)

mengeksplorasi dan mengklasifikasi suatu fenomena atau kenyataan sosial,dengan

jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit

yang diteliti10 .

Penelitian kualitatif berupaya menggambarkan dan menganalisis

pelaksanaan-pelaksanaan pemberdayaan perempuan dalam program Kopwan

Wira Usaha Bina Sejahtera melalui keterampilan menjahit. Dalam penelitian ini

peneliti berupaya menggambarkan secara komprehensif melalui pengumpulan

data dengan melakukan wawancara mendalam dan pengamatan, tentang

pelaksanaan pemberdayaan perempuan melalui Kopwan Wira Usaha Bina

sejahtera. Pelaksanaan program tersebut dianalisis dengan cara menyesuaikan dan

membandingkan konsep-konsep atau teori-teori keilmuan tentang pemberdayaan.

Dalam penelitian ini dijelaskan lebih dalam tentang pelaksanaan program

pemberdayaan perempuan melalui Kopwan Wira Usaha Bina Sejahtera. Sehingga

penelitian ini mendeskripsikan mengenai pelaksanaan program pemberdayaan

perempuan melalui Program Keterampilan oleh Kopwan Wira Usaha Bina

Sejahtera.

2. Lokasi Penelitian

Peneliti mengambil tempat penelitian ini di Jl.Bulak timur No.105 Depok.

Adapun waktu penelitian dilakukan pada tanggal 10 November 2012 s.d 30

Januari 2013. Alasan peneliti memilih lokasi tersebut karena tempat tersebut

mudah di akses oleh peneliti dan tempatnya pun strategis. Hal tersebut yang

membuat penulis melakukan penelitian dilokasi tersebut.

10

(19)

3. Tehnik Pemilihan Subjek dan Objek Penelitian

Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif tekhnik pemilihan subjek

yang digunakan dalam penelitian ini adalah “sample bertujuan (purpossive

sample), penarikan sample secara purposife menekankan pada pertimbangan karakteristik tertentu dari subjek penelitiannya”11

. Dimana karakeristik tersebut

dilihat dari tiga (3) karakteristik yaitu, ibu-ibu yang masih aktif dalam program

ini, mewakili setiap tingkat mewakili setiap tingkat keahlian {dasar, terampil dan

mahir}dan latar belakang yang sama yaitu ibu-ibu yang ingin maju. Objek dalam

penelitian ini adalah peserta [Ibu-ibu] yang ikut dalam program tersebut, dan

karakteristik penelitian kualitatif tekhnik pemilihan informan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah sample bertujuan (purpossive sample)12.

Dalam mencari data peneliti mewawancarai ketua pemberdayaan yaitu 1.

Ibu Marnih, dan 2. Pelatih Keterampilan yaitu ibu Haninah dan ibu Dawiyah dan

tiga orang ibu-ibu yang mendapatkan pemberdayaan yaitu ibu rita, ibu ety dan ibu

ida.

Adapun objek penelitian ini adalah penilaian responden terhadap program

keterampilan menjahit yang di laksanoleh Koperasi Wanita Wira Usaha Bina

Sejahtera di Bulak Timur-Depok.

4. Tehnik Pemeriksaan dan Keabsahan Data

Untuk menjaga keabsahan dan validitas data dalam rangkaian penelitian,

tentunya diperlukan tekhnik pemeriksaan data guna menjaga keabsahan data dan

11

Lexy. J., Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya 2009), edisi revisi Cet. Ke-26, h. 241.

12

(20)

validitas data. Dalam hal ini penulis menggunakan langkah-langkah sebagai

berikut13:

a. Kriteria kredibilitas atau kepercayaan

Fungsi kriteria ini adalah untuk melaksanakan inkuiri sedemikian rupa

tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai, kemudian

mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan

jalan pembuktikan oleh penulis pada kenyataan ganda yang sedang

diteliti. Ada dua tehnik pemeriksaan yang diantaranya:

1)Ketekunan Pengamatan

Dimaksudkan untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam

situasi yang relevan dengan persoalan dalam penelitian dan kemudian

memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci (triangulasi).

Dengan kata lain, peneliti mengadakan pengamatan kepada subjek

penelitian, yaitu Ketua koperasi, tim pengajar, peserta KopWan diteliti

dan rinci secara berkesinambungan, sehingga data yang dapat

benar-benar valid, objektif, dan saling mendukung, untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (triangulasi).

2. Triangulasi

yaitu tekhnik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan

sesuatu yang lain, hal itu dapat dicapai dengan jalan:

a) Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara,

misalnya peneliti membandingkan hasil wawancara subjek

13

(21)

penelitian dengan hasil temuan pengamatan lapangan tentang

program keterampilan menjahit di KopWan.

b) Membandingkan keadaan dan prespektif seseorang dengan

berbagai pendapat dan pandangan orang lain, misalnya peneliti

membandingkan jawaban yang diberikan oleh ketua Kopwan

dengan jawaban wawancara dengan peserta.

c) Membandingkan hasil wawancara dengan hasil dokumen yang

berkaitan dengan masalah yang diteliti. Wawancara tersebut untuk

keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data

tersebut.

3. Kriteria Kepastian

Mengutip pendapat Scriven, yang mengatakan bahwa masih banyak

ada unsur “kualitas” yang melekat pada konsep objektif, dalam hal ini

dapat digali, dari pengertian bahwa sesuatu itu objektif, berarti dapat

dipercaya, faktual, dan dapat dipastikan. Dari sini peneliti dapat

membuktikan bahwa data-data ini terpercaya. Kepercayaan ini

didasarkan pada hasil data-data yang dapat diperoleh dari hasil

rekaman wawancara terhadap subjek penelitian14.

5. Tehnik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang objektif maka dalam penelitian ini penuis

menggunakan metode pengumpulan data yang bersifat kualitatif, dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

14

(22)

a. Observasi

Observasi adalah suatu pengamatan yang khusus dan pencatatan yang

sistematis yang ditujukan pada sesuatu atau beberapa fase masalah

didalam rangka penelitian, dengan maksud untuk mendapatkan data

yang diperlukan dn untuk pemecahan persoalan yang dihadapi15.

Observasi (pengamatan) yakni menetapkan kejadian, gerak, atau proses

peneliti terlibat langsung bersama dengan yang diteliti. Peneliti melihat

kegiatan proses pelaksanaan program Dalam observasi peneliti

melakukan pencataan apa yang bisa dilihat oleh mata, diraba oleh

tangan, didengar oleh telinga kemudian peneliti tuangkan dalam

penulisan dalam skripsi sesuai dengan data yang dibutuhkan.

b. Wawancara

Wawancara yaitu pengumpulan data yang diperoleh secara langsung

dari partisipan atau sasaran peneltian yang berkaitan dengan

permasalahan penelitian. Alat yang digunakan untuk Wawancara

berupa alat tulis tape recorder, serta daya ingat peneliti. Adapun

responden yang akan diwawancarai antara lain, Ketua koperasi

KopWan, tim pelatih, peserta atau unsur yang berhubungan dengan

permasalahan yang ingin digali.

15

(23)

c. Dokumentasi

Studi Dokumentasi-catatan tertulis yang didapat dari lokasi penelitian16.

Dalam studi dokumentasi ini peneliti dokumentasi yakni mencari data

mengenai hal-hal atau variabel yang berupa buku panduan atau catatan

membuat dan memfoto copy biodata serta buku-buku yang didapatkan.

6. Tehnik Pencatatan Data

Pencatanan data dilakukan dengan cara pencatatan lapangan yang

berisikan hasil wawncara dan pengamatan. Pengamatan secara cermat terhadap

kegiatan pemberdayaan perempuan secara langsung di KopWan Wira Usaha Bina

Sejahtera.

Tekhnik wawancara digunakan untuk mengumpulkan keterangan tentang

pelaksanaan pemberdayaan perempuan melalui program kopwan dalam hal ini,

penulis mengajukan beberapa pertanyaan yang telah peneliti siapkan untuk

responden, lalu di jawab pertanyaan itu oleh responden dengan bebas dan terbuka.

7. Teknik Analisa Data

Pada saat menganalisa data hasil observasi, peneliti menginterpretasikan

catatan lapangan yang ada kemudian menyimpulkannya. Setelah itu peneliti

menganalisa kategori-kategori yang nampak pada data tersebut.

Analisa data melibatkan upaya mengidentipikasi ciri-ciri suatu objek dan

kejadian. Kategori dan analisa data diperoleh berdasarkan fenomena yang nampak

pada pelatihan keterampilan menjahit dalam pengembangan ekonomi keluarga di

di kelurahan Cipayung RW 09 Bulak Timur, Depok.

16

(24)

8. Sumber Data.

Dalam penelitian sumber data diambil dari data primer dan data sekunder

yaitu:

a. Data primer diperoleh secara langsung melalui proses penelitian secara

langsung dari partisipan atau sasaran penelitian, yakni data dari ibu-ibu

peserta keterampilan menjahit, ketua KopWan, tim pelatih.

b. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan-catatan ataupun

dokumen yang berkaitan dengan penelitian dari lembaga atau dokumen

yang diteliti taupun referensi dan buku-buku dari perpustakaan.

Teknik penulisan skripsi ini, mengacu kepada buku Hamid Nasuhi, dkk,

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah(Skripsi, Tesis, Disertasi), (CEQDA UIN

Jakarta, 2007), cet ke 1.

E.Tinjauan Pustaka

Ada beberapa hasil penelitian yang hampir sama dengan penelitian yang akan

penulis jadikan bahan perbandingan. Pertama, Siti Nafisah, skripsi yang berjudul

“Pemberdayaan Perempuan di Teluk Naga-Tangerang Melalui Keterampilan

Pembuatan Tas (Study Kasus Koperasi Wanita Ibu Mandiri dan Pemberdayaan

Perempuan”, PMI-2009) skripsi ini berisikan pemberdayaan perempuan dengan

cara membuat kerajinan tangan berupa pembuatan tas. Yang kedua, M.Syaichu,

Skripsi yang berjudul Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat melalui Wira Usaha

Industri Perhiasan di Desa Taman Rahayu (FDK PMI 2006) skripsi ini berisikan

(25)

Skripsi yang mengangkat tema “Pemberdayaan Perempuan dan

Peningkatan Ekonomi Keluarga melalui Keterampilan Menjahit (Analisis terhadap program Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera) Bulak

Timur-Depok” adalah kompilasi analisa dari berbagai literatur yang ada. Tentunya dari

buku-buku karya ilmiah yang mengangkat Yayasan / LSM yang melakukan

pemberdayaan perempuan. Skripsi yang penulis bahas adalah mengenai

pemberdayaan perempuan dengan cara keterampilan menjahit dengan

perbedaanya dengan literatur-literatur skripsi diatas adalah batasan sasaran peserta

dan waktu proses pemberdayaan pelatihan keterampilan.

F. Sistematika Penulisan

Untuk lebih memudahkan pembahasan dalam skripsi ini, penulis

menyusun kedalam lima bab yang terdiri dari beberapa sub-sub tersendiri.

Bab-bab tersebut secara keseluruhan saling berkaitan dengan satu sama lainnya,

adapun susunannya adalah sebagai berikut:

Bab 1: Merupakan Pendahuluan yang mendeskripsikan tentang : Latar

Belakang Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Metodologi Penelitian, dan

Sistematika Penulisan.

Bab 11: Landasan Teoritis yang terdiri dari Pengertian Pemberdayaan,

Tujuan Pemberdayaan, Tahapan Pemberdayaan, Strategi Pemberdayaan,

Pemberrdayaan Perempuan, Pengertian, Tujuan, Ciri khas Pemberdayaan

(26)

Bab III: Bab ini memuat tentang gambaran umum tentang objek penelitian

yang terdiri dari Latar Belakang Berdirinya Koperasi Wanita Wira Usaha Bina

Sejahtera, Tujuan Berdirinya Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera, Visi

dan Misi, Struktur Organisasi, Program Kerja atau Kegiatan Koperasi Waanita

Bina Sejahtera, Gambaran Umum Program Keterampilan Menjahit dan Gambaran

Umum Lokasi Penelitian.

Bab 1V: Bab ini membahas analisis tentang Pemberdayaan Perempuan di

Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera yang terdiri dari: Analisis

Perencanaan program keterampilan menjahit di koperasi wanita wira usaha bina

sejahtera , Analisis Pelaksanaan program keterampilan menjahit dalam melakukan

pemberdayaan perempuan di koperasi wanita wira usaha bina sejahtera.

(27)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A.Pemberdayaan Masyarakat

1. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat.

Pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang mendapat awalan ber- menjadi

kata “berdaya” artinya memiliki atau mempunyai daya. Daya artinya kekuatan,

berdaya artinya memiliki kekuatan. Kata “berdaya” apabila diberi awalan

pe-dengan mendapat sisipan-m- dan akhiran –an menjadi “pemberdayaan” artinya

membuat sesuatu menjadi berdaya atau mempunyai kekuatan17

Kata “Pemberdayaan”adalah terjemahan dari bahasa inggris

“Empowerment”, pemberdayaan berasal dari kata dasar “Power” yang berarti

kemampuan berbuat, mencapai, melakukan atau memungkinkan, awalan “em

pemberdayaan dapat berarti kekuatan dalam diri manusia, suatusumber

kreativitas18.

Secara konseptual pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment) berasal dari kata power (kekuasaan atau keberdayaan)19. Pemberdayaan menunjuk

pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka

memiliki kekuatan atau kemampuan dalam: (a) memenuhi kebutuhan dasarnya

sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), dalam arti bukan saja bebas

17

Roesmidi dan Riza Risyanti. Pemberdayaan Masyarakat, (Sumedang: Alqaprint Jatinagor, 2006), h.1.

18

Lili Baridi, Muhammad Zein, M. Hudri, Zakat dan Wirausaha, (Jakarta: CED (Center for Enterprenership Development, 2005), cet. Ke-1, h.53.

19

Edi suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, (Bandung: PT Revika Aditama, 2005), Cet ke-1, h. 57

(28)

mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan,

bebas dari kesakitan; (b) menjangkau sumber-sumber produktif yang

memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh

barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan; (c) berpartisispasi dalam

proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka20.

Menurut Agus Ahmad Syafi‟i, pemberdayaan atau empowerment dapat

diartikan sebagai penguatan, dan secara teknis istilah pemberdayaan dapat

disamakan dengan istilah pengembangan21. Berkenaaan dengan istilah di atas,

dalam Pengalaman al-Qur‟an tentang Pemberdayaan Dhu'afa, “Community Empowerment” (CE) atau pemberdayaan masyarakat pada intinya adalah

“membantu klien” (pihak yang diberdayakan), untuk memperoleh daya guna

mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan tentang diri

mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial melalui

peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang

dimilikinya antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya22.

Masih dalam Pengamalan Al-Qur‟an, Jim Ife mengatakan bahwa pemberdayaan adalah penyediaan sumber daya, kesempatan, pengetahuan dan

keterampilan bagi masyarakat untuk meningkatkan kapasitas mereka sehingga

mereka bisa menemukan masa depan mereka lebih baik23. Sedangkan

pemberdayaan menurut Gunawan Sumohadiningrat adalah “upaya untuk

20

Ibid., h. 58

21Agus Ahmad Syafi‟i,

Manajemen Masyarakat Islam, (Bandung: Gerbang Masyarakat Baru, 2001), h. 70.

22

Asep Usman Ismail, Pengalaman Al-Qur’anTentang Pemberdayaan Dhu’afa, (Jakarta:

Dakwah Press, 2008), Cet Ke-1, h. 9.

23

(29)

membangun daya yang dimiliki dhu‟afa dengan mendorong, memberikan

motivasi dan meningkatkan kesadaran tentang potensi yang dimiliki mereka, serta

berupaya untuk mengembangkannya24.

Menurut beberapa pakar yang terdapat dalam buku Edi Suharto,

mengemukakan definisi pemberdayaan dilihat dari tujuan, proses, dan cara-cara

pemberdayaan. Menurut Ife dalam Membangun Masyarakat Memberdayakan

Rakyat, pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang

yang lemah atau tidak beruntung25. Masih dalam buku tersebut, Parson

mengatakan bahwa pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang

menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagai pengontrolan dan

mempengaruhi terhadap kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang

mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang

memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk

mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi

perhatiannya. Sedangkan menurut Swift dan Levin dalam Membangun

Masyarakat Memberdayakan Rakyat, pemberdayaan menunjuk pada usaha

pengalokasian kembali kekuasaan melalui pengubahan struktur sosial26.

Menurut Payne dalam buku yang ditulis Isbandi Rukminto Adi dinyatakan

bahwa pemberdayaan (empowerment) adalah membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang

24

Gunawan Sumohadiningrat, Pembangunan Daerah dan Pengembangan Mayarakat, (Jakarta: Bina Rena Pariwara, 1997), h. 165.

25

Edi suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, (Bandung: PT Revika Aditama, 2005), Cet ke-1,h. 57

26

(30)

terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan

sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan

kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki antara

lain melalui transfer daya dari lingkungan27.

Berdasarkan beragam definisi pemberdayaan di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk

memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok rentan dan lemah dalam

masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan,

sehingga mereka memiliki keberdayaan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya

baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti: memiliki kepercayaan

diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi

dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas

kehidupannya28. Adapun cara yang ditempuh dalam melakukan pemberdayaan

yaitu dengan memberikan motivasi atau dukungan berupa penyediaan sumber

daya, kesempatan, pengetahuan dan keterampilan bagi masyarakat untuk

meningkatkan kapasitas mereka, meningkatkan kesadaran tentang potensi yang

dimilikinya, kemudian berupaya untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

mereka tersebut.

27

Isbandi Rukminto Adi, Pemikiran-pemikiran dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial, (Jakarta ; LP FEUI, 2002), h. 162.

28

(31)

Sedangkan istilah masyarakat dalam konteks pemberdayaan masyarakat

diartikan sekelompok orang yang bertempat tinggal disuatu wilayah geografis

tertentu dan satu sama lain saling berinteraksi untuk mencapai tujuan hidupnya29.

Menurut pengertian masyarakat adalah kelompok manusia yang saling

terkaitoleh sistem, adat istiadat, ritus-ritus serta hukum-hukum khas yang hidup

bersama, masyarakat adalah yang terdiri dari individu-individu yang hidup secara

berkelompok30.

Dari devinisi tentang pemberdayaan dan masyarakat di atas maka secara

sederhana penulis mendevinisikan pemberdayaan masyarakat adalah bagaimana

mengembangkan keadaan atau situasi dari tidak berdaya menjadi berdaya ke arah

yang lebih baik kepada individu-individu yang hidup secara bersama.

Pemberdayaan masyarakat yang terjadi pada masyarakat bukanlah suatu

proses yang berhenti pada suatu titik tertentu, tetapi merupakan suatu upaya

berkesinambungan yang dilakukan secara terus menerus untuk meningkatkan

daya yang ada menuju ke arah yang lebih baik.

Dengan melihat devinisi dari pemberdayaan dan masyarakat di atas penulis

dapat menyimpulkan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses

peningkatan taraf hidup masyarakat ke arah yang lebih baik guna melepaskan

masyarakat dari kehidupan yang membelengggunya, salah satunya adalah

mengeluarkan masyarakat dari kemiskinan dan keterbelakangan.

29Nanih Machendrawaty dan Agus A. Syafe‟i,

Pengembangan Masyarakat Islam : Dari Idiologi, strategi sampai tradisi, (Bandung : Rosda Karya, 2001), Cet. Ke-1, h.44.

30

(32)

2. Tujuan pemberdayaan

Tujuan utama pemberdayaan adalah memperkuat kekuasaan masyarakat

khususnya kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan, baik karena kondisi

internal (misalnya persepsi mereka sendiri), maupun karena kondisi eksternal

(misalnya ditindas oleh struktur sosial yang tidak adil)31.Ada beberapa kolompok

yang dapat dikategorikan sebagai kelompok lemah atau tidak berdaya meliputi:

a. Kelompok lemah secara strutural, baik lemah secara kelas, gender,

maupun etnis.

b. Kelompok lemah khusus, seperti manula, anak-anak dan remaja,

penyandang cacat, gay dan lesbian, masyarakat terasing.

c. Kelompok lemah secara personal, yakni mereka yang mengalami

masalah pribadi dan atau keluarga32.

Menurut Agus Ahmad Syafi‟i, tujuan pemberdayaan masyarakat adalah

memandirikan masyarakat atau membangun kemampuan untuk memajukan diri

ke arah kehidupan yang lebih baik secara seimbang. Karenanya pemberdayaan

masyarakat adalah upaya memperluas horizon pilihan bagi masyarakat. Ini berarti

masyarakat diberdayakan untuk melihat dan memilih sesuatu yang bermanfaat

bagi dirinya33.

Payne mengemukakan bahwa suatu proses pemberdayaan (Empowerment), pada intinya bertujuan: membantu klien memperoleh daya untuk mengambil

keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan

31

Edi suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, (Bandung: PT Revika Aditama, 2005), Cet ke-1,h. 60.

32

Ibid., h. 60.

33Agus Ahmad Syafi‟i,

(33)

diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam

melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa

peraya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer

daya dari lingkungannya34.

3. Indikator Keberdayaan

Menurut Kiefer pemberdayaan mencakup tiga dimensi yang meliputi

kompetensi kerakyatan, kemampuan sosiopolitik, dan kompetensi partisipatif.

Parson et.al. juga mengajukan tiga dimensi pemberdayaan yang merujuk pada:

a.Sebuah proses pembangunan yang bermula dari pertumbuhan individual

yang kemudian berkembang menjadi sebuah perubahan sosial yang lebih

besar.

b.Sebuah keadaan psikologis yang ditandai oleh rasa percaya diri, berguna

dan mampu mengendalikan diri dan orang lain.

c.Pembebasan yang dihasilkan dari sebuah gerakan sosial, yang dimulai dari

pendidikan dan politisasi orang-orang lemah dan kemudian melibatkan

upaya-upaya kolektif dari orang-orang yang lemah tersebut untuk

memperoleh kekuasaan dan mengubah struktur-struktur yang masih

menekan35.

34

Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas, h. 54.

35

(34)

Schuler, Hashemi dan Riley mengembangkan beberapa indikator

pemberdayaan, yang mereka sebut sebagai Empowerment Index atau indeks pemberdayaan36:

a. Kebebasan mobilitas: kemampuan individu untuk pergi ke luar rumah

atau wilayah tempat tinggalnya, seperti kepasar, fasilitas medis, bioskop,

rumah ibadah, kerumah tangga. Tingkat mobilitas ini di anggap tinggi

jika individu mampu pergi sendirian.

b. Kemampuan membeli komoditas „kecil‟: kemampuan individu untuk

membeli barang-barang kebutuhan keluarga sehari-hari (beras,minyak

tanah, minyak goreng, bumbu); kebutuhan dirinya (minyak rambut, sabun

mandi, rokok, bedak, sampo). Individu dianggap mampu melakukan

kegiatan ini terutama jika ia dapat membuat keputusan sendiri tanpa

meminta ijin pasangannya, terlebih jika ia dapat membeli barang-barang

tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri.

c. Kemampuan membeli komoditas‟besar‟: kemampuan individu untuk

membeli barang-barang sekunder atau tersier, seperti lemari pakaian,

TV, radio, koran, majalah, pakaian keluarga. Seperti halnya indikator di

atas, poin tinggi diberikan terhadap individu yang dapat membuat

keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya, terlebih jika ia dapat

membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri.

d. Terlibat dalam pembuatan keputusan-keputusan rumah tangga : mampu

membuat keputusan secara sendiri maupun bersama suami/istri mengenai

36

(35)

keputusan-keputusan keluarga, misalnya mengenai renovasi rumah,

pembelian kambing untuk diternak, memperoleh kredit usaha.

e. Kebebasan relatif dari dominasi keluarga.

f. Kesadaran hukum dan politik: mengetahui nama salah seorang pegawai

pemerintah desa/kelurahan; seorang anggota DPRD setempat; nama

presiden; mengetahui pentingnya memiliki surat nihak dan

hukum-hukumwaris.

g. Keterlibatan dalam kampanye dan protes-protes: seseorang dianggap

„berdaya‟ jika ia pernah terlibat dalam kampanye atau bersama orang lain

melakukan protes, misalnya, terhadap suami yang memukul istri; istri

yang mengabaikan suami dn keluarganya; gaji yang tidak adil;

penyalahgunaan bantuan sosial; atau penyalahgunaan kekuasaan polisi

dan pegawai pemerintah.

h. Jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga: memiliki rumah,

tanah, asset produktif, tabungan. Seseorang di anggap memiliki 4 poin

tinggi jika ia memiliki aspek-aspek tersebut secara sendiri atau terpisah

dari pasangannya.

Berdasarkan indikator keberdayaan tersebut, maka sesungguhnya

keberhasilan pemberdayaan keluarga miskin dapat dilihat dari keberdayaan

mereka yang menyangkut kemampuan ekonomi, kemampuan mengakses manfaat

kesejahteraan, dan kemampuan kultural dan politis jenis. Ketiga aspek tersebut

(36)

within), „kekuasaan untuk‟ (power to), „kekuasaan atas‟ (power over), dan „kekuasaan dengan‟ (power with)37.

4. Tahapan Pemberdayaan

Menurut Isbandi Rukminto Adi, pemberdayaan masyarakat memiliki tujuh

tahapan pemberdayaan, yaitu sebagai berikut:

a. Tahap Persiapan: Pada tahap ini ada dua tahapan yang harus dikerjakan,

yaitu : pertama, penyiapan petugas. Yaitu tenaga pemberdayaan masyarakat yang bisa dilakukan oleh community worker, dan kedua, penyiapan lapangan yang pada dasarnya diusahakan dilakukan secara

non-direktif.

b. Tahap Pengkajian (Assessment): Pada tahap ini yaitu proses pengkajian dapat dilakukan secara individual melalui tokoh-tokoh masyarakat (key person), tetapi juga dapat melalui kelompok-kelompok dalam masyarakat. Dalam hal ini petugas harus berusaha mengidentifikasi

masalah kebutuhan yang dirasakan (felt needs) dan juga sumber daya yang dimiliki klien.

c. Tahap Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan: Pada tahap ini

petugas sebagai agen perubah (exchange agent) secara partisipatif mencoba melibatkan warga untuk berpikir tentang masalah yang mereka

hadapi dan bagaimana cara mengatasinya. Dalam konteks ini masyarakat

diharapkan dapat memikirkan beberapa alternatif program dan kegiatan

yang dapat dilakukan.

37

(37)

d. Tahap Pemformulasi Rencana Aksi: Pada tahap ini agen perubah

membantu masing-masing kelompok untuk merumuskan dan menentukan

program dan kegiatan apa yang akan mereka lakukan untuk mengatasi

permasalahan yang ada. Disamping itu juga petugas membantu untuk

memformulasikan gagasan mereka ke dalam bentuk tertulis, terutama bila

ada kaitannya dengan pembuatan proposal kepada penyandang dana.

e. Tahap Pelaksanaan (Implementasi) Program atau Kegiatan: Dalam upaya

pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat peran masyarakat

sebagai kader diharapkan dapat menjaga keberlangsungan program yang

telah dikembangkan. Kerjasama antara petugas dan masyarakat

merupakan hal penting dalam tahap ini karena terkadang sesuatu yang

sudah direncanakan dengan baik melenceng saat dilapangan.

f. Tahap Evaluasi: Evaluasi sebagai proses pengawasan dari warga dan

petugas terhadap program pemberdayaan masyarakat yang sedang

berjalan sebaiknya dilakukan dengan melibatkan warga. Dengan

keterlibatan warga tersebut diharapkan dalam jangka waktu pendek bisa

terbentuk suatu sistem komunitas untuk pengawasan secara internal dan

untuk jangka panjang dapat membangun komunitas masyarakat yang

lebih mandiri dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.

g. Tahap Terminasi: Tahap terminasi merupakan tahapan pemutusan

hubungan secara formal dengan komunitas sasaran. Dalam tahap ini

(38)

kontak meskipun tidak secara rutin. Kemudian secara perlahan-lahan

mengurangi kontak dengan komunitas sasaran38.

Adapun bagan dari model tahapan pemberdayaan yang telah dijelaskan di

atas adalah sebagai berikut:

Bagan 1

Tahapan Pemberdayaan Masyarakat39

Sedangkan menurut Gunawan Sumodiningrat, upaya untuk pemberdayaan

masyarakat terdiri dari 3 (tiga) tahapan yaitu:

38

Adi Isbandi Rukminto, Pemberdayaan Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Indonesia, 2003) h. 54.

39

Ibid., h. 53.

Persiapan

Pengkajian (Assessment)

Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan

Pemformulasian Rencana Aksi

Pelaksanaan Program atau Kegiatan

Evaluasi

(39)

1)Menciptakan suasana iklim yang memungkinkan potensi masyarakat itu

berkembang. Titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia dan

masyarakat memiliki potensi (daya) yang dapat dikembangkan.

2)Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat, dalam

rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih positif dan nyata, serta

pembukaan akses kepada berbagai peluang yang akan membuat

masyarakat menjadi semakin berdaya dalam memanfaatkan peluang.

3)Memberdayakan juga mengandung arti menanggulangi40.

5. Strategi Pemberdayaan

Parson menyatakan bahwa proses pemberdayaan umumnya dilakukan secara

kolektif. Menurutnya, tidak ada literatur yang menyatakan bahwa proses

pemberdayaan terjadi dalam relasi satu-lawan-satu antara pekerja sosial dan klien

dalam setting pertolongan perseorangan. Meskipun pemberdayaan seperti ini

dapat meningkatkan rasa percaya diri klien, hal ini bukanlah strategi utama

pemberdayaan41.

Dalam konteks pekerjaan sosial, pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga

aras atau matra pemberdayaan (empowerment setting): mikro, mezzo, dan makro. Untuk lebih jelasnya yaitu sebagai berikut:

a. Aras Mikro: Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu

melalui bimbingan, konseling, stress management, crisis intervention. Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih klien dalam

40

Gunawan Sumodiningrat, Pengembangan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat, (Jakarta: Bina Rena Pariwara, 1997), h. 165.

41

(40)

menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Model ini sering disebut sebagai

pendekatan yang berpusat pada tugas (task centered approach.

b. Aras Mezzo: Pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien.

Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media

intervensi. Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok, biasanya

digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan,

keterampilan dan sikap-sikap klien agar memiliki kemampuan

memecahkan permasalahan yang dihadapinya.

c. Aras Makro: Pendekatan ini disebut juga sebagai Strategi Sistem Besar

(large-system strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem lingkungan yang lebih luas. Perumusan kebijakan, perencanaan sosial,

kampanye, aksi sosial, lobbying, pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik, adalah beberapa strategi dalam pendekatan ini.

Strategi Sistem Besar memandang klien sebagai orang yang memiliki

kompetensi untuk memahami situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk

memilih serta menentukan strategi yang tepat untuk bertindak42.

Dengan merujuk pada tujuan pemberdayaan, tahapan pemberdayaan, dan

strategi pemberdayaan yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa pada hakikatnya pemberdayaan adalah suatu upaya untuk meningkatkan

kapasitas masyarakat yang mengalami kerentanan sosial (seperti: masalah

kemiskinan, penyandang cacat, manula, perbedaan etnis, dan ketidakadilan

42

(41)

gender). Upaya pemberdayaan tersebut ditujukan agar masyarakat dapat hidup

sejahtera.

Dalam penelitian ini peneliti mengangkat tentang pemberdayaan terhadap

perempuan yang umumnya sulit dalam mendapatkan akses dalam perkonomian

seperti kesempatan mendapatkan modal usaha, kemudahan dalam meraih sumber

ekonomi dan pelayanan, kesempatan dalam mendapatkan pekerjaan, pendidikan,

dan kesempatan untuk menyalurkan bakat dan minatnya dalam berkarya. Hal ini

tentunya terkait oleh peran, tanggung jawab, dan perilakunya sebagai perempuan.

Sebagaimana dikatakan oleh Edriana, kontruksi peran yang melekat pada

perempuan, tanggung jawab, dan perilakunya sebagai perempuan, juga karena

relasinya yang tidak setara dengan laki-laki sehingga menimbulkan ketidakadilan

gender. Hal ini bisa berdampak langsung terhadap kesejahteraan perempuan dan

mengakibatkan kemiskinan berbasis gender43.Adapun indikator ketidakadilan

yang berbasis pada ketimpangan gender dan mengakibatkan kemiskinan

perempuan, antara lain adalah:

a. Perempuan kurang memiliki akses terhadap pendidikan dan pelatihan.

b. Perempuan kekurangan modal untuk membangun usaha sendiri.

c. Perempuan lebih banyak melakukan pekerjaan domestik dan tidak

dibayar dan jam kerja perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki,

sementara penghasilan perempuan jauh lebih rendah dibanding

laki-laki44.

43

Edriana Noerdin, dkk, Potret Kemiskinan Perempuan, (Jakarta: Women Research Institute, 2006), Cet.ke-1, h.26.

44

(42)

Maka dengan melihat kondisi perempuan tersebut, pemberdayaan pada

perempuan sangat perlu dilakukan demi tercapainya kemandirian dan

kesejahteraan pada perempuan.

Sejalan dengan tahapan pemberdayaan yang ada dalam teori di atas, maka

dalam penelitian ini peneliti ingin melihat bentuk pemberdayaan ekonomi pada

perempuan di Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera. Adapun dalam

melakukan pemberdayaan pada perempuan adalah dengan cara meningkatkan

kapasitas pengetahuan dan skill perempuan agar mampu berdaya saing dan hidup mandiri. Selain itu juga perlu dilakukan pembukaan akses kepada berbagai

peluang yang akan membuat perempuan menjadi semakin berdaya, seperti akses

pembekalan pengetahuan dan keterampilan, akses pembiayaan modal dan akses

pemasaran sehingga perempuan mampu mengembangkan usahanya.

Masih sejalan dengan strategi pemberdayaan seperti diungkapkan

sebelumnya, adapun strategi pemberdayaan yang dilakukan oleh Koperasi Wanita

Wira Usaha Bina Sejahtera adalah strategi pemberdayaan ‟aras mezzo‟, di mana

pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien sebagai media intervensi

sehingga lebih efektif dan efisien. Selain itu, dengan pembinaan secara kelompok

juga akan menjadi wadah paguyuban, menumbuhkan rasa kekeluargaan dan

(43)

B.Perempuan

1. Pengertian Perempuan

Kata perempuan secara etimologi berasal dari kata empu yang berarti tuan,

orang yang mahir berkuasa, ataupun kepala, hulu atau yang paling besar: maka

dikenal kata empu jari “ibu jari”, empu gending orang yang mahir mencipta

tembang.

Kata perempuan juga berakar erat dari kata perempuan kata ini mengalami

pasangan kata dari tuan. Sedangkan kata perempuan pada kamus bahasa Indonesia

merupakan orang atau manusia yang mempunyai puki, dapat menstruasi, hamil,

melahirkan anak dan menyusui45.

Secara harfiyah wanita tersebut kaum perempuan, dimana mereka

merupakan kaum yang amat dihormati dalam konsepsi Islam. Sebab, pada telapak

kaki wanita terletak surga. Sebagai mana dalam sebuah hadits yang diriwayatkan

oleh Ahmad dan Anas ra, Nabi Muhammad SAW Bersabda :

اهَّأا مادْقأ ْح َّجْلا

Artinya : “Surga itu terletak ditelapak kaki ibu “. (HR.Muslim)

Hadits ini menggambarkan betapa mulianya tugas dan pungsi seorang ibu

sebagai pemimpin.

45

(44)

2. Kodrat Seorang Wanita

Menurut kamus bahasa Indonesia pengertian kodrat adalah ketentuan hidup

dan takdir tuhan46. Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa kodrat

merupakan segala sesuatu yang dilihat dari segi biologis yaitu jika seseorang

memiliki vagina maka disebut sebagai seorang perempuan47.

Selain itu, pada buku yang sama didevinisikan bahwa kodrat adalah suatu

ketentuan yang datang dari Tuhan. Sebagai kodrat, jenis kelamin bersifat abadi,

dalam arti tidak berubah “kepemilikan”. Pengertian kodrat disini lebih kepada

biologis dimana perempuan dikodratkan untuk memiliki payudara, mengalami

haid, hamil, melahirkan, menyusui48.

Dari pengertian kodrat diatas dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan

kodrat adalah segala sesuatu yang telah ditentukan oleh Tuhan yang sifatnya

Abadi, dan tidak dapat dirubah bentuk serta fungsinya sebagaimana yang telah

ditetapkan oleh Tuhan, dan sifat biologis.

3. Pemberdayaan Perempuan.

Pada dasarnya pemberdayaan perempuan menjadi penting dikarenakan

beberapa faktor yaitu:

a. Pembangunan dengan perspektif patriakhal mengakibatkan perempuan

menjadi tidak berdaya (tidak dapat mengekspresikan kebebasan yang

dimilikinya).

b. Tingkat pendidikan perempuan cenderung lebih rendah daripada laki-laki.

46

Daryanto, Kamus Bahasa Indonesia, (Surabaya : Apollo, 1997).

47

Lies Maeceos-Natsir MA, Jender dan Pembangunan, (Kantor Mentri Pemberdayaan Perempuan RI dan Women Suport Project 11/CIDA, 2001), h. 11.

48

(45)

c. Hak reproduksi yang cenderung dipaksakan.

d. Ketinggalan perempuan dalam dunia politik dan sebagainya49.

Oleh karena itu, agar semuanya berjalan dengan seimbang maka

diperlukannya upaya untuk mengadakan suatu pemberdayaan perempuan agar

mereka mempunyai akses dan kontrol terhadap semua aspek pembangunan. Yang

mana tujuan akhirnya adalah kesetaraan anatara laki-laki dan perempuan.

Pengertian diatas sama dengan pendapat menyatakan bahwa pemberdayaan

perempuan dimulai dengan tidak membiarkan mereka “bodoh dan dibodohi”50

.

Dimana dalam hal ini perempuan tidak dibiarkan untuk tidak memperoleh

informasi yang penting bagi dirinya mengenai kehidupan diluar sana baik tentang

pertumbuhan ekonomi, sosial, maupun budaya.

Oleh karena itu, agar perempuan tidak ketinggalan dalam memperoleh

informasi, maka penyadaran gender perlu diperhatikan atau dipromosikan baik

bagi kaum Adam maupun kaum Hawa yang paling utama.

Pada dasarnya pemberdayaan perempuan ini bertujuan untuk membuat

setiap perempuan menjadi seorang yang mandiri yang tidak menggantungkan

hidupnya pada keluarganya maupun orang lain. Mandiri, dalam kamus bahasa

Indonesia berarti tidak tergantung pada orang lain. Namun mandiri disini tidak

hanya sekedar tergantung pada orang lain, tetapi juga menyadari bahwa dirinya

adalah pribadi yang berkehendak bebas.

49

Ari Sunarijati,dkk, Perempuan yang Menuntun : Sebuah Perjalann Inspirasi dan Kreasi, {Bandung: Ashoka Indonesia,2000), cet. Ke- 1, h.130

50

(46)

Pribadi yang mandiri, berani menyatakan kehendaknya, berani memutuskan,

dan bertanggung jawan secara sadar yaitu bahwa dirinya adalah seorang pribadi

yang mampu dalam segala hal atau bidang. Akan tetapi sangat sulit bagi

perempuan untuk menjadi pribadi yang mandiri, sebab masyarakat selalu

menghubungkan perempuan dengan ketergantungan.

Pola ketergantungan yang tercipta dari konstruksi sosial yang bias gender

sangat mengganggu perkembangan pribadi seorang perempuan untuk mandiri

karena didasarkan pada budaya patriarkhal.

Budaya Patriarkhal ini merupakan suatu sistem yang bercirikan laki-laki

(ayah). Dalam sistem ini laki-laki yang berkuasa untuk menentukan, dimana

sistem ini dianggap wajar karena disejajarkan dengan pembagian kerja

berdasarkan seks51.

Jadi, dalam hal ini pada dasarnya perempuan dapat bergerak dengan bebas

dalam bidang ekonomi, sosial, budaya maupun politik sekalipun, jika budaya

patriarkhal itu ditiadakan.

Jika budaya tersebut masih dipegang kuat oleh masyarakat pada umumnya

maka hal ini masih mempersulit perempuan dalam berkarya, sehingga pribadinya

merasa tidak berdaya untuk menghadapi permasalahan tersebut. Dan ini berarti

melanggar ketetapan perempuan untuk memperoleh haknya sebagai warga negara

yang sah.

51

(47)

C.Keterampilan Menjahit.

1. Pengertian Keterampilan Menjahit

Kata keterampilan berasal dari kata terampil, dengan ditambahkan awalan

ke- dan akhiran menjadi keterampilan yang berarti kecakapan.

Jadi keterampilan itu adalah kecakapan seseorang dalam membuat misalnya

kecakapan dalam menjahit pakaian, kecakapan dalam membuat kerajinan tangan

dan sebagainya. Dari hasil pekerjaannya dapat dilihat : Kerapihannya,

penyelesaiannya cepat atau tidak, teliti atau tidak, bagaimana halus kasarnya

pekerjaan dan sebagainya.

Menurut Ngalim Purwanto, keterampilan berasal dari kata terampil yang

bearti mahir, namun dalam pembahasan ini keterampilan yang dimaksud adalah

keterampilan yang berhubungan dengan pekerjaan tangan atau kecekatan kerja52.

Sedangkan Whitherington menyatakan bahwa suatu keterampilan adalah

hasil dari latihan yang berulang-ulang yang dapat disebut perubahan meningkat

atau progresif atau pertumbuhan yang di alami oleh orang yang mempelajari

keterampilan tadi sebagai hasil dari aktivitas tertentu53. Jadi, keterampilan adalah

serangkaian latihan terencana dan terarah yang diberikan oleh instruktur. Selain

itu keterampilan bergerak dari hal yang teramat sederhana sampai hal yang sangat

kompleks.

52

Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktikum , (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1986), h. 169.

53

(48)

Keterampilan menurut Mace dikutip oleh Ivor. K. Davies adalah

kemampuan untuk menghasilkan secara konsisten suatu akibat yang diharapkan

dengan ketepatan, kecepatan, dan penghematan tindakan54.

Keterampilan menjahit dalam arti yang luas bukan hanya sekedar pelajaran

jahit menjahit saja, tetapi meliputi pengetahuan tentang kesehatan, keserasian, dan

perawatan dalam berpakaian. Seperti apa yang di ungkapkan oleh Moersarah

Mangkoesatyoko, dalam bukunya yang berjudul PKK, bahwa keterampilan

menjahit adalah pengetahuan tentang pemeliharaan kesehatan dan tata rias diri,

memahami peraturan kesehatan untuk mencapai keindahan diri, memiliki

keterampilan untuk merawat dan memperindah diri serta memiliki apresiasi

terhadap penampilan diri yang menarik55.

Dari penjelasan diatas, keterampilan dapat di artikan bahwa keterampilan

merupakan suatu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menghasilkan

sesuatu yang dilakukan secara konsisten dengan ketepatan dan kecepatan tertentu

serta hemat waktu dalam melakukan tindakan.

2. Macam-macam Keterampilan

Keterampilan kerajinan tangan sangat banyak jenisnya, ada yang khusus

untuk pria dan ada yang khusus wanita. Jenis pekerjaan tangan yang dikhususkan

untuk pria seperti bengkel, mengukir, menenun, membentuk rotan, dan seni cetak

sablon. Sedangkan jenis pekerjaan tangan yang dikhususkan untuk wanita seperti

melipat, menjahit, meronce, merangkai bunga, memasak, membatik dan merenda.

54

Ivor. K. Davies, Pengelolaa Belajar, (Jakarta: Rajawali Pers, 1991), h. 70

55

(49)

Jenis pekerjaan tangan untuk pria dan wanita dibedakan karena kemampuan

taktil yang berbeda, pekejaan tangan untuk pria membutuhkan tangan dan teknik,

sedangkan pekerjaan tangan untuk wanita membutuhkan motorik halus dan

kesabaran. Adapun macam-macam keterampilan meliputi :

a. Keterampilan rekayasa meliputi : 1). Keterampilan anyaman, 2).

Keterampilan sablon, 3). Keterampilan tenun, 4). Keterampilan menjahit,

5). Keterampilan membuat bata.

b. Keterampilan jasa dan pekantoran meliputi : 1). Koperasi, 2). Komputer

c. Keterampilan pertanian meliputi: Tanaman hias.

d. Keterampilan seni dan kerajinan meliputi : 1). Ukir kayu, 2). Batik cap.

2. Tujuan Belajar Keterampilan

Berdasarkan kurikulum KopWan Wira Usaha Bina Sejahtera diadakannya

pelatihan keterampilan ini antara lain :

a. Untuk mensejahterakan kehidupan peserta keterampilan menjahit dan

dapat meningkatkan ekonomi mereka.

b. Untuk membantu peserta dengan keterampilan atau keahlian hidup

sehingga dapat menjadi modal dasar untuk membuka usaha. Diharapkan

dengan keterampilan yang telah didapat para peserta dari pelatihan ini,

maka secara otomatis peserta dapat memanfaatkan keterampilannya

untuk berusaha dalam rangka meningkatkan ekonomi mereka menuju

pada pemenuhan kesejahteraannya.

Selain itu tujuan yang hendak dicapai dalam meningkatkan ekonomi peserta

(50)

bagaimana peserta keterampilan menjahit ini di upayakan memiliki keterampilan

hidup untuk menjadi lebih produktif. Bentuk upaya ini dilakukan dengan cara

pelatihan keterampilan selanjutnya setelah pelatihan keterampilan tersebut, maka

para peserta akan memiliki keterampilan yang dapat mereka pergunakan untuk

melakukan usaha yang menghasilkan.

Ada juga tujuan yang lain yaitu untuk mempersiapkan tenaga kerja yang

terampil, ini bertujuan agar peserta siap dengan keterampilannya yang akan

Referensi

Dokumen terkait