WIRA USAHA BINA SEJAHTERA
DI BULAK TIMUR-DEPOK
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh:
Minarti
106054002047
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Skripsi berjudul: “Pemberdayaan Perempuan melalui Program keterampilan Menjahi toleh Koperasi Wanita Wirausaha Bina Sejahtera di Bulak Timur-Depok”.Telah diujikan dalam sidang munaqosah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Selasa tanggal 27
Februari 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) pada Program Studi Pengembangan
Masyarakat Islam.
Jakarta, 27 Februari2014
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota
Jumroni, M.Si M. Hudri, M. Ag
NIP: 19630515 19920031 006 NIP: 19720606 199803 1 003
Anggota
Penguji I Penguji II
Yusra Kilun, M.Pd Nurul Hidayati, S. Ag,
NIP. 19570605 199103 1 004 NIP. 19690322 199603 2 001 Pembimbing
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang sayagunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syrif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 27 Februari 2014
i
Pemberdayaan Perempuan melalui Program Keterampilan Menjahit oleh
Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera di Bulak Timur, Depok.
Kemampuan ekonomi yang rendah seringkali menyebabkan orang tua harus memilih untuk memprioritaskan pendidikan laki-laki daripada perempuan. Akhirnya, perempuan seringkali berada pada pekerjaan domestik dengan upah yang minim. Selain itu, juga karena dorongan persepsi yang masih kuat di masyarakat bahwa wanita tidak usah terlalu tinggi tingkat pendidikannya karena akhirnya hanya akan masuk dapur saja. Dalam akses pelayanan pinjaman modal atau bahkan bantuan dari pemerintah pun sering kali mengatasnamakan laki-laki. Hal ini tentunya menyulitkan perempuan untuk meraih akses tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan program yang dilaksanakan oleh KopWan dalam pemberdayaan perempuan melalui program keterampilan menjahit dan apa saja faktor pendukung dan faktor penghambatnya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi. Penelitian ini dilakukan di Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera) Bulak timur-Depok.
ii
Segala puji bagi Allah SWT, Rabb semesta alam. Kepada-Nya kita memuji, memohon pertolongan, dan bertaubat hanya kepada-Nya saja. Kita
berlindung kepada Allah dari kejahatan diri dan keburukan amal perbuatan kita.
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada qudwah hasanah kita, baginda Rasulullah Muhammad SAW beserta seluruh keluarganya, para
sahabatnya, dan kepada seluruh umatnya yang tulus ikhlas mengikuti
sunnah-sunnah dan langkah perjuangannya, Amiin.
Selama pembuatan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang
dialami penulis, baik yang menyangkut pengaturan waktu, pengumpulan
bahan-bahan, dan lain sebagainya. Namun berkat kesungguhan disertai dorongan dan
bantuan dari berbagai pihak, maka segala kesulitan itu dapat penulis hadapi.
Selanjutnya penulis menyadari, skripsi ini terwujud atas bantuan berbagai
pihak. Maka pada kesempatan ini penulis sampaikan rasa hormat dan terima kasih
yang mendalam kepada:
1. Ibunda “Sapinah” dan Ayahanda “Naimin” yang begitu tulus mencintai dan
tidak henti-hentinya mendo’akan selama ini selama ini. Semoga Allah SWT
selalu mencurahkan karunia nikmat dan kemuliaan sebagai balasan atas cinta
kasih dan pengorbanan yang telah diberikan secara tulus dan ikhlas kepada
iii
3. Bapak Asep Usman Ismail, M. Ag. sebagai dosen pembimbing yang telah
banyak meluangkan banyak waktunya dan dengan sabar memberikan
bimbingan dan pengarahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
4. Ibu Wati Nilamsari, M. Si. sebagai Ketua Jurusan Pengembangan Masyarakat
Islam yang telah memberikan kemudahan kepada penulis dalam proses
penyelesaian skripsi ini.
5. Bapak M. Hudri M. A. sebagai Sekertaris Jurusan Pengembangan Masyarakat
Islam yang telah memberikan kemudahan administrasi.
6. Bapak dan Ibu Dosen FakultasDakwah dan Komunikasi yang telah
menyampaikan Ilmu pengetahuan yang bermanfaat kepada penulis, serta
masukan dan motivasinya selama perkuliahan.
7. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama, serta Perpustakaan Fakultas Dakwah
dan Komunikasi, terima kasih atas bantuan dalam memberikan kemudahan
bagi penulis dalam peminjaman buku.
8. Ketua Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera Ibu Marnih dan para
pengurusnya,yang telah bersedia memberikan semua pengetahuan dan
iv
Nurdiana Ratnasari, Siti Wahyuni. Terima kasih atas Support dan do’a yang
diberikan sehingga penulis bisa terus semangat walaupun dalam jatuh dan
bangunnya penulis dalam penyusunan skripsi.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT, penulis berdo’a semoga mereka
mendapatkan balasan yang mulia.
Akhir kata, karena keterbatasan wawasan, pengetahuan, dan pengalaman,
maka tentu saja banyak hal khilaf dan salah didalam skripsi ini. Maka, koreksi dan kritik konstruktif sangat penulis harapkan untuk perbaikan kedepan.
Selanjutnya penulis ucapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat, Amiin.
Ciputat, 27 Februari 2014
v
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Metodologi Penelitian ... 7
E. Tinjauan Pustaka ... 14
F. Sistematika Penulisan ... 15
BAB II KERANGKA TEORI A. Pemberdayaan ... 17
1.Pengertian Pemberdayaan ... 17
2.Tujuan Pemberdayaan ... 22
3.Indikator Pemberdayaan Masyarakat ... 23
4.Tahapan Pemberdayaan Masyarakat ... 26
5.Strategi Pemberdayaan Masyarakat ... 29
B. Perempuan ... 33
1.Pengertian Perempuan ... 33
2.Kodrat Seorang Perempuan ... 34
3.Pemberdayaan Perempuan ... 34
C.Keterampilan Menjahit ... 37
1.Pengertian Keterampilan ... 37
vi
A.Profile KopWan Wira Usaha Bina Sejahtera ... 41
B. Visi dan Misi ... 43
C. Tujuan Berdirinya Koperasi ... 43
D. Landasan Berdirinya Koperasi ... 44
E. Pelayanan Program KopWan Wirausaha Bina Sejahtera………. 45
F. Gambaran Umum Wilayah Depok ... 46
BAB IV ANALISIS ANALISIS TENTANG HASIL PENELITIAN DI KOPERASI WANITA WIRA USAHA BINA SEJAHTERA A. Pelaksanaan Program keterampilan menjahit ... 60
B.Faktor Pendukung dan Penghambat Program keterampilan Menjahit ... 72
1. Faktor Pendukung ... 72
2. Faktor Penghambat ... 73
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 76
B. Saran ... 78
DAFTAR PUSTAKA ... 80
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Pembangunan di indonesia merupakan amanat sebagaimana ditetapkan dalam
UUD 1945, di mana tujuan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Pembangunan sebagaimana digariskan dalam GBHN, merupakan cara untuk
mencapai tujuan tersebut. Pembangunan mencakup upaya pembangunan aspek
fisik, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan keamanan dan dapat pula
pembangunan ideologi.
Proses pembangunan yang terjadi di Indonesia dipengaruhi oleh dua dimensi
yaitu: yang pertama dimensi makro yang menggambarkan bagaimana institusi
negara melalui kebijakan dan peraturan yang dibuatnya mempengaruhi proses
perubahan suatu masyarakat. Sedangkan dimensi yang kedua adalah dimensi
mikro yaitu indvidu dan kelompok masyarakat mempengaruhi proses
pembangunan itu sendiri1.
Menurut Syaiful Arif, kemiskinan dapat digolongkan menjadi dua kategori
yaitu kemiskinan kultural dan kemiskinan struktural. Kemiskinan kultural
dipahami sebagai akibat struktural bisa terjadi karena adanya struktur dan
1
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas (Pengantar Pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis), (Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, 2003), Cet 1, h. 1.
kebijakan pemeritah yang timpang, sebagai akiabat dari terjadinya ketidakadilan
dalam kehidupan masyarakat 2.
Definisi lainnya yang senada diberikan F. Magnis suseno. S.J. yaitu
kemiskinan dalam arti, bahwa orang tidak menguasai sarana-sarana fisik
secukupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya, untuk mencapai
tingkat minimum kehidupan yang masih dapat dinilai manusiawi 3.
Gender adalah berbagai atribut dan tingkah laku yang dilekatkan pada
perempuan dan laki-laki dan dibentuk oleh budaya. Dari sini muncul gagasan
tentang apa yang dipandang pantas dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan.
Sebagai contoh, masih menjadi kontroversi bila seorang perempuan duduk
sebagai pemegang tampuk kepemimpinan, sedangkan jika posisi itu dipegang
oleh laki-laki tidaklah demikian 4.
Secara ideal, perempuan menginginkan keadilan dan persamaan peran pada
segala dimensi kesehariannya, seperti keadilan di bidang politik, ekonomi, dan
sosial. Harapan itu sepertinya hanya sebatas mimpi yang sulit diwujudkan.
Misalnya pada dimensi sosial, perempuan seringkali tersubordinasi oleh realitas
yang meminggirkan perannya di wilayah publik. Ketidaksetaraan muncul
dipermukaan masyarakat tatkala perempuan menikah dan harus mengerjakan
pekerjaan domestik, serta mengabaikan peran publik
2
Syaiful Arif,Menolak Pembangunanisme, (Yogyakarta: Pusaka Pelajar, 2000), Cet.1, h. 289.
3
Magnis suseno. S.J. Keadialan dan Analisa Sosial : Segi-Segi Etis, Dalam J.B. Bana Wiratman, S. J. (ed), Kemiskinan dan Pembebasan, Kannisiius, (Yogyakarta: Kannisiius, 1987), Cet.1, h. 37.
4
Bahkan, pada kasus pernikahan dini, perempuan tidak memiliki kecakapan
hidup (life skill) yang memadai untuk berperan aktif pada tataran relasi sosial. Banyaknya perempuan berpendidikan rendah menambah problem pengangguran
kerja karena potensinya tenggelam oleh keterbatasan yang memasung
kreativitasnya 5.
Menurut data-data yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan ada berbagai
alasan kenapa anak perempuan tidak menamatkan sekolahnya atau tidak
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Salah satu alasan tersebut
adalah adanya hambatan kultural, yaitu masih kuatnya budaya kawin muda bagi
perempuan yang tinggal di daerah pedesaan. Anggapan yang berlaku adalah
bahwa setinggi-tingginya perempuan sekolah, akhirnya juga tidak akan bekerja
karena perempuan harus bertanggung jawab terhadap pekerjaan rumah tangga.
Hal yang paling dominan adalah hambatan ekonomi, yaitu keterbatasan biaya
untuk sekolah sehingga keluarga miskin terpaksa menyekolahkan anak laki-laki
ketimbang anak perempuan6.
Pemberdayaan ekonomi masyarakat yang dilakukan merupakan upaya
mempersiapkan masyarakat seiring dengan upaya memperkuat kelembagaan
ekonomi mikro dan kecil lokal yang ada dalam masyarakat agar komunitas
ekonomi mikro tersebut mampu mewujudkan kemajuan, kemandirian dan
kesejahteraan dalam suasana keadilan sosial yang berkelanjutan. Untuk itu upaya
pengembangan ekonomi masyarakat adalah upaya meningkatkan harkat dan
martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu (dhu‟afa)
5
Najlah Naqiyah, Otonomi Perempuan, (Malang: Bayumedia Publising, 2005), h.1
6
untuk melepaskan diri dari perangkap-perangkap kemiskinan dan keterbelakangan
yang menghinggapinya.
Agar proses perubahan dan pengembangan berjalan lancar menuju era
sejahtera dan demokrasi, maka dilakukan pembentukan suatu wadah yang mandiri
dan fleksibel, guna mengantisipasi semua problem sosial yang ada dimasyarakat.
KopWan (Koperasi Wanita) memiliki peran penting dalam pemberdayaan
perempuan antara lain memberikan pelatihan, konsultasi usaha, peningkatan
keterampilan baik dalam hal teknis usaha seperti organisasi, manajemen,
administrasi/akuntasi usaha, maupun peningkatan kualitas produk, akses kepada
sumber-sumber produktif, peningkatan kesadaran perempuan atas hak-haknya
dilingkungan kerja maupun keluarga, sosial, hukum, maupun politik.
Setiap orang secara naluri berusaha untuk memenuhi kebutuhannya, bentuk
usaha tersebut adalah dengan bekerja di suatu tempat baik sektor-sektor swasta
maupun sektor negri, jerih payah itu di hargai dengan uang yang sering kali
disebut dengan pendapatan, pendapatan pribadi (Personal Income) menunjukan semua jenis pendapatan, baik diperoleh karena fungsi produksi maupun tanpa
memberikan suatu kegiatan apapun, yang diterima oleh penduduk suatu Negara 7.
Perempuan perlu diberikan suatu pelatihan, pendidikan, bahkan suatu
pemberdayaan, agar mereka memiliki kemampuan untuk hidup layak dan bisa
membantu suaminya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Melihat keadaan
seperti itu, maka Kelurahan Cipayung melakukan pemberdayaan masyarakat
melalui program keterampilan menjahit oleh KopWan Wira Usaha Bina Sejahtera,
7
dengan memanfaatkan sumber daya manusia yang ada. Tujuannya agar
perempuan di sana memiliki suatu kemampuan / keahlian.
Adapun pemberdayaan yang dilakukan oleh Kopwan Wira Usaha Bina
Sejahtera yaitu dengan cara memberikan pelatihan-pelatihan, mulai dari menjahit,
dan keterampilan membuat tas dari payet-payet. Dengan adanya program tersebut
diharapkan agar masyarakat khususnya komunitas ibu-ibu PKK RW 09 dapat
meningkatkan kemampuannya dengan cara mengembangkan potensinya serta
dapat membantu perekonomiannya.
Dari permasalahan yang telah dipaparkan maka penulis menyimpulkan bahwa
agar wanita tidak lagi dianggap sebagai kaum yang lemah, maka penulis tertarik
untuk memberi judul skripsi ini yaitu “Pemberdayaan Perempuan melalui
Program keterampilan Menjahit oleh Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera di Bulak Timur-Depok”.
B.Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Agar penulisan skripsi ini terarah, penulis membatasi pada Pemberdayaan
Perempuan melalui Program Ketermpilan Menjahit oleh Koperasi Wanita Wira
Usaha Bina Sejahtera.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka perumusan masalahnya:
a. Bagaimana pelaksanaan Program Keterampilan Menjahit Oleh Koperasi
b. Apa saja faktor penghambat dan pendukung pada Program Keterampilan
Menjahit Oleh Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera di Bulak
Timur – Depok
C.Tujuan dan Manfaat penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Program Keterampilan
Menjahit Oleh Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera di Bulak
Timur – Depok.
b. Untuk mengetahui apa saja faktor penghambat dan pendukung pada
Program Keterampilan Menjahit Oleh Koperasi Wanita Wira Usaha Bina
di Bulak Timur – Depok.
2. Manfaat Penelitian
Sesuai penelitian di atas, maka manfaat dari peneitian ini adalah:
a.Manfaat Akademis.
1) Sebagai bahan referensi tentang pengembangan masyarakat dan mutu
pembelajaran di Fakutas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN
Syarif Hidayatullah.
2) Untuk memenuhi syarat-syarat menyelesaikan gelar Sarjana Ilmu
Sosial Islam (S.Sos.I) di Universitas Islam Negeri Syarif
b. Manfaat Praktis
1)Penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh Pengurus masjid
Baiturahiim sebagai penghubung antara pengurus masjid dengan
peserta (ibu-ibu pengajjian) agar Istiqamah karena keberadaannya
program kterampilan menjahit ini dapat membantu perekonomian
peserta dan juga sekaligus membantu pemerintah dalam mengurangi
tingkat penganguran dan kriminalitas.
2) Penelitian ini diharapkan menjadibahan rekomendasi bagi pekerja
sosial atau lembaga sosial atau komunitas sosial yang memiliki
kepedulian terhadap pemberdayaan perempuan dalam hal ini adalah
ibu-ibu dalam melaksanakan program-program penanganan
pemberdayaan perempuan dalam hal ekonomi.
D. Metodologi Penelitian
Metodologi penelitiaan adalah alat uji dan analisa yang digunakan untuk
mendapatkan hasil yang valid, realibel, dan objektif8.
1. Pendekatan Penelitian.
Dalam hal ini penulis menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Menurut
Taylor penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau prilaku yang di amati.9
Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk
8
Ipah Fatimah, Buku Panduan Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, {Jakarta: UIN Syarief Hidayatullah,2000},h. 34.
9
mengeksplorasi dan mengklasifikasi suatu fenomena atau kenyataan sosial,dengan
jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit
yang diteliti10 .
Penelitian kualitatif berupaya menggambarkan dan menganalisis
pelaksanaan-pelaksanaan pemberdayaan perempuan dalam program Kopwan
Wira Usaha Bina Sejahtera melalui keterampilan menjahit. Dalam penelitian ini
peneliti berupaya menggambarkan secara komprehensif melalui pengumpulan
data dengan melakukan wawancara mendalam dan pengamatan, tentang
pelaksanaan pemberdayaan perempuan melalui Kopwan Wira Usaha Bina
sejahtera. Pelaksanaan program tersebut dianalisis dengan cara menyesuaikan dan
membandingkan konsep-konsep atau teori-teori keilmuan tentang pemberdayaan.
Dalam penelitian ini dijelaskan lebih dalam tentang pelaksanaan program
pemberdayaan perempuan melalui Kopwan Wira Usaha Bina Sejahtera. Sehingga
penelitian ini mendeskripsikan mengenai pelaksanaan program pemberdayaan
perempuan melalui Program Keterampilan oleh Kopwan Wira Usaha Bina
Sejahtera.
2. Lokasi Penelitian
Peneliti mengambil tempat penelitian ini di Jl.Bulak timur No.105 Depok.
Adapun waktu penelitian dilakukan pada tanggal 10 November 2012 s.d 30
Januari 2013. Alasan peneliti memilih lokasi tersebut karena tempat tersebut
mudah di akses oleh peneliti dan tempatnya pun strategis. Hal tersebut yang
membuat penulis melakukan penelitian dilokasi tersebut.
10
3. Tehnik Pemilihan Subjek dan Objek Penelitian
Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif tekhnik pemilihan subjek
yang digunakan dalam penelitian ini adalah “sample bertujuan (purpossive
sample), penarikan sample secara purposife menekankan pada pertimbangan karakteristik tertentu dari subjek penelitiannya”11
. Dimana karakeristik tersebut
dilihat dari tiga (3) karakteristik yaitu, ibu-ibu yang masih aktif dalam program
ini, mewakili setiap tingkat mewakili setiap tingkat keahlian {dasar, terampil dan
mahir}dan latar belakang yang sama yaitu ibu-ibu yang ingin maju. Objek dalam
penelitian ini adalah peserta [Ibu-ibu] yang ikut dalam program tersebut, dan
karakteristik penelitian kualitatif tekhnik pemilihan informan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sample bertujuan (purpossive sample)12.
Dalam mencari data peneliti mewawancarai ketua pemberdayaan yaitu 1.
Ibu Marnih, dan 2. Pelatih Keterampilan yaitu ibu Haninah dan ibu Dawiyah dan
tiga orang ibu-ibu yang mendapatkan pemberdayaan yaitu ibu rita, ibu ety dan ibu
ida.
Adapun objek penelitian ini adalah penilaian responden terhadap program
keterampilan menjahit yang di laksanoleh Koperasi Wanita Wira Usaha Bina
Sejahtera di Bulak Timur-Depok.
4. Tehnik Pemeriksaan dan Keabsahan Data
Untuk menjaga keabsahan dan validitas data dalam rangkaian penelitian,
tentunya diperlukan tekhnik pemeriksaan data guna menjaga keabsahan data dan
11
Lexy. J., Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya 2009), edisi revisi Cet. Ke-26, h. 241.
12
validitas data. Dalam hal ini penulis menggunakan langkah-langkah sebagai
berikut13:
a. Kriteria kredibilitas atau kepercayaan
Fungsi kriteria ini adalah untuk melaksanakan inkuiri sedemikian rupa
tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai, kemudian
mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan
jalan pembuktikan oleh penulis pada kenyataan ganda yang sedang
diteliti. Ada dua tehnik pemeriksaan yang diantaranya:
1)Ketekunan Pengamatan
Dimaksudkan untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam
situasi yang relevan dengan persoalan dalam penelitian dan kemudian
memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci (triangulasi).
Dengan kata lain, peneliti mengadakan pengamatan kepada subjek
penelitian, yaitu Ketua koperasi, tim pengajar, peserta KopWan diteliti
dan rinci secara berkesinambungan, sehingga data yang dapat
benar-benar valid, objektif, dan saling mendukung, untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (triangulasi).
2. Triangulasi
yaitu tekhnik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain, hal itu dapat dicapai dengan jalan:
a) Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara,
misalnya peneliti membandingkan hasil wawancara subjek
13
penelitian dengan hasil temuan pengamatan lapangan tentang
program keterampilan menjahit di KopWan.
b) Membandingkan keadaan dan prespektif seseorang dengan
berbagai pendapat dan pandangan orang lain, misalnya peneliti
membandingkan jawaban yang diberikan oleh ketua Kopwan
dengan jawaban wawancara dengan peserta.
c) Membandingkan hasil wawancara dengan hasil dokumen yang
berkaitan dengan masalah yang diteliti. Wawancara tersebut untuk
keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data
tersebut.
3. Kriteria Kepastian
Mengutip pendapat Scriven, yang mengatakan bahwa masih banyak
ada unsur “kualitas” yang melekat pada konsep objektif, dalam hal ini
dapat digali, dari pengertian bahwa sesuatu itu objektif, berarti dapat
dipercaya, faktual, dan dapat dipastikan. Dari sini peneliti dapat
membuktikan bahwa data-data ini terpercaya. Kepercayaan ini
didasarkan pada hasil data-data yang dapat diperoleh dari hasil
rekaman wawancara terhadap subjek penelitian14.
5. Tehnik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang objektif maka dalam penelitian ini penuis
menggunakan metode pengumpulan data yang bersifat kualitatif, dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
14
a. Observasi
Observasi adalah suatu pengamatan yang khusus dan pencatatan yang
sistematis yang ditujukan pada sesuatu atau beberapa fase masalah
didalam rangka penelitian, dengan maksud untuk mendapatkan data
yang diperlukan dn untuk pemecahan persoalan yang dihadapi15.
Observasi (pengamatan) yakni menetapkan kejadian, gerak, atau proses
peneliti terlibat langsung bersama dengan yang diteliti. Peneliti melihat
kegiatan proses pelaksanaan program Dalam observasi peneliti
melakukan pencataan apa yang bisa dilihat oleh mata, diraba oleh
tangan, didengar oleh telinga kemudian peneliti tuangkan dalam
penulisan dalam skripsi sesuai dengan data yang dibutuhkan.
b. Wawancara
Wawancara yaitu pengumpulan data yang diperoleh secara langsung
dari partisipan atau sasaran peneltian yang berkaitan dengan
permasalahan penelitian. Alat yang digunakan untuk Wawancara
berupa alat tulis tape recorder, serta daya ingat peneliti. Adapun
responden yang akan diwawancarai antara lain, Ketua koperasi
KopWan, tim pelatih, peserta atau unsur yang berhubungan dengan
permasalahan yang ingin digali.
15
c. Dokumentasi
Studi Dokumentasi-catatan tertulis yang didapat dari lokasi penelitian16.
Dalam studi dokumentasi ini peneliti dokumentasi yakni mencari data
mengenai hal-hal atau variabel yang berupa buku panduan atau catatan
membuat dan memfoto copy biodata serta buku-buku yang didapatkan.
6. Tehnik Pencatatan Data
Pencatanan data dilakukan dengan cara pencatatan lapangan yang
berisikan hasil wawncara dan pengamatan. Pengamatan secara cermat terhadap
kegiatan pemberdayaan perempuan secara langsung di KopWan Wira Usaha Bina
Sejahtera.
Tekhnik wawancara digunakan untuk mengumpulkan keterangan tentang
pelaksanaan pemberdayaan perempuan melalui program kopwan dalam hal ini,
penulis mengajukan beberapa pertanyaan yang telah peneliti siapkan untuk
responden, lalu di jawab pertanyaan itu oleh responden dengan bebas dan terbuka.
7. Teknik Analisa Data
Pada saat menganalisa data hasil observasi, peneliti menginterpretasikan
catatan lapangan yang ada kemudian menyimpulkannya. Setelah itu peneliti
menganalisa kategori-kategori yang nampak pada data tersebut.
Analisa data melibatkan upaya mengidentipikasi ciri-ciri suatu objek dan
kejadian. Kategori dan analisa data diperoleh berdasarkan fenomena yang nampak
pada pelatihan keterampilan menjahit dalam pengembangan ekonomi keluarga di
di kelurahan Cipayung RW 09 Bulak Timur, Depok.
16
8. Sumber Data.
Dalam penelitian sumber data diambil dari data primer dan data sekunder
yaitu:
a. Data primer diperoleh secara langsung melalui proses penelitian secara
langsung dari partisipan atau sasaran penelitian, yakni data dari ibu-ibu
peserta keterampilan menjahit, ketua KopWan, tim pelatih.
b. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan-catatan ataupun
dokumen yang berkaitan dengan penelitian dari lembaga atau dokumen
yang diteliti taupun referensi dan buku-buku dari perpustakaan.
Teknik penulisan skripsi ini, mengacu kepada buku Hamid Nasuhi, dkk,
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah(Skripsi, Tesis, Disertasi), (CEQDA UIN
Jakarta, 2007), cet ke 1.
E.Tinjauan Pustaka
Ada beberapa hasil penelitian yang hampir sama dengan penelitian yang akan
penulis jadikan bahan perbandingan. Pertama, Siti Nafisah, skripsi yang berjudul
“Pemberdayaan Perempuan di Teluk Naga-Tangerang Melalui Keterampilan
Pembuatan Tas (Study Kasus Koperasi Wanita Ibu Mandiri dan Pemberdayaan
Perempuan”, PMI-2009) skripsi ini berisikan pemberdayaan perempuan dengan
cara membuat kerajinan tangan berupa pembuatan tas. Yang kedua, M.Syaichu,
Skripsi yang berjudul Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat melalui Wira Usaha
Industri Perhiasan di Desa Taman Rahayu (FDK PMI 2006) skripsi ini berisikan
Skripsi yang mengangkat tema “Pemberdayaan Perempuan dan
Peningkatan Ekonomi Keluarga melalui Keterampilan Menjahit (Analisis terhadap program Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera) Bulak
Timur-Depok” adalah kompilasi analisa dari berbagai literatur yang ada. Tentunya dari
buku-buku karya ilmiah yang mengangkat Yayasan / LSM yang melakukan
pemberdayaan perempuan. Skripsi yang penulis bahas adalah mengenai
pemberdayaan perempuan dengan cara keterampilan menjahit dengan
perbedaanya dengan literatur-literatur skripsi diatas adalah batasan sasaran peserta
dan waktu proses pemberdayaan pelatihan keterampilan.
F. Sistematika Penulisan
Untuk lebih memudahkan pembahasan dalam skripsi ini, penulis
menyusun kedalam lima bab yang terdiri dari beberapa sub-sub tersendiri.
Bab-bab tersebut secara keseluruhan saling berkaitan dengan satu sama lainnya,
adapun susunannya adalah sebagai berikut:
Bab 1: Merupakan Pendahuluan yang mendeskripsikan tentang : Latar
Belakang Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Metodologi Penelitian, dan
Sistematika Penulisan.
Bab 11: Landasan Teoritis yang terdiri dari Pengertian Pemberdayaan,
Tujuan Pemberdayaan, Tahapan Pemberdayaan, Strategi Pemberdayaan,
Pemberrdayaan Perempuan, Pengertian, Tujuan, Ciri khas Pemberdayaan
Bab III: Bab ini memuat tentang gambaran umum tentang objek penelitian
yang terdiri dari Latar Belakang Berdirinya Koperasi Wanita Wira Usaha Bina
Sejahtera, Tujuan Berdirinya Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera, Visi
dan Misi, Struktur Organisasi, Program Kerja atau Kegiatan Koperasi Waanita
Bina Sejahtera, Gambaran Umum Program Keterampilan Menjahit dan Gambaran
Umum Lokasi Penelitian.
Bab 1V: Bab ini membahas analisis tentang Pemberdayaan Perempuan di
Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera yang terdiri dari: Analisis
Perencanaan program keterampilan menjahit di koperasi wanita wira usaha bina
sejahtera , Analisis Pelaksanaan program keterampilan menjahit dalam melakukan
pemberdayaan perempuan di koperasi wanita wira usaha bina sejahtera.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.Pemberdayaan Masyarakat
1. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat.
Pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang mendapat awalan ber- menjadi
kata “berdaya” artinya memiliki atau mempunyai daya. Daya artinya kekuatan,
berdaya artinya memiliki kekuatan. Kata “berdaya” apabila diberi awalan
pe-dengan mendapat sisipan-m- dan akhiran –an menjadi “pemberdayaan” artinya
membuat sesuatu menjadi berdaya atau mempunyai kekuatan17
Kata “Pemberdayaan”adalah terjemahan dari bahasa inggris
“Empowerment”, pemberdayaan berasal dari kata dasar “Power” yang berarti
kemampuan berbuat, mencapai, melakukan atau memungkinkan, awalan “em”
pemberdayaan dapat berarti kekuatan dalam diri manusia, suatusumber
kreativitas18.
Secara konseptual pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment) berasal dari kata power (kekuasaan atau keberdayaan)19. Pemberdayaan menunjuk
pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka
memiliki kekuatan atau kemampuan dalam: (a) memenuhi kebutuhan dasarnya
sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), dalam arti bukan saja bebas
17
Roesmidi dan Riza Risyanti. Pemberdayaan Masyarakat, (Sumedang: Alqaprint Jatinagor, 2006), h.1.
18
Lili Baridi, Muhammad Zein, M. Hudri, Zakat dan Wirausaha, (Jakarta: CED (Center for Enterprenership Development, 2005), cet. Ke-1, h.53.
19
Edi suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, (Bandung: PT Revika Aditama, 2005), Cet ke-1, h. 57
mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan,
bebas dari kesakitan; (b) menjangkau sumber-sumber produktif yang
memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh
barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan; (c) berpartisispasi dalam
proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka20.
Menurut Agus Ahmad Syafi‟i, pemberdayaan atau empowerment dapat
diartikan sebagai penguatan, dan secara teknis istilah pemberdayaan dapat
disamakan dengan istilah pengembangan21. Berkenaaan dengan istilah di atas,
dalam Pengalaman al-Qur‟an tentang Pemberdayaan Dhu'afa, “Community Empowerment” (CE) atau pemberdayaan masyarakat pada intinya adalah
“membantu klien” (pihak yang diberdayakan), untuk memperoleh daya guna
mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan tentang diri
mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial melalui
peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang
dimilikinya antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya22.
Masih dalam Pengamalan Al-Qur‟an, Jim Ife mengatakan bahwa pemberdayaan adalah penyediaan sumber daya, kesempatan, pengetahuan dan
keterampilan bagi masyarakat untuk meningkatkan kapasitas mereka sehingga
mereka bisa menemukan masa depan mereka lebih baik23. Sedangkan
pemberdayaan menurut Gunawan Sumohadiningrat adalah “upaya untuk
20
Ibid., h. 58
21Agus Ahmad Syafi‟i,
Manajemen Masyarakat Islam, (Bandung: Gerbang Masyarakat Baru, 2001), h. 70.
22
Asep Usman Ismail, Pengalaman Al-Qur’anTentang Pemberdayaan Dhu’afa, (Jakarta:
Dakwah Press, 2008), Cet Ke-1, h. 9.
23
membangun daya yang dimiliki dhu‟afa dengan mendorong, memberikan
motivasi dan meningkatkan kesadaran tentang potensi yang dimiliki mereka, serta
berupaya untuk mengembangkannya24.
Menurut beberapa pakar yang terdapat dalam buku Edi Suharto,
mengemukakan definisi pemberdayaan dilihat dari tujuan, proses, dan cara-cara
pemberdayaan. Menurut Ife dalam Membangun Masyarakat Memberdayakan
Rakyat, pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang
yang lemah atau tidak beruntung25. Masih dalam buku tersebut, Parson
mengatakan bahwa pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang
menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagai pengontrolan dan
mempengaruhi terhadap kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang
mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang
memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk
mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi
perhatiannya. Sedangkan menurut Swift dan Levin dalam Membangun
Masyarakat Memberdayakan Rakyat, pemberdayaan menunjuk pada usaha
pengalokasian kembali kekuasaan melalui pengubahan struktur sosial26.
Menurut Payne dalam buku yang ditulis Isbandi Rukminto Adi dinyatakan
bahwa pemberdayaan (empowerment) adalah membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang
24
Gunawan Sumohadiningrat, Pembangunan Daerah dan Pengembangan Mayarakat, (Jakarta: Bina Rena Pariwara, 1997), h. 165.
25
Edi suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, (Bandung: PT Revika Aditama, 2005), Cet ke-1,h. 57
26
terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan
sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan
kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki antara
lain melalui transfer daya dari lingkungan27.
Berdasarkan beragam definisi pemberdayaan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk
memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok rentan dan lemah dalam
masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan,
sehingga mereka memiliki keberdayaan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti: memiliki kepercayaan
diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi
dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas
kehidupannya28. Adapun cara yang ditempuh dalam melakukan pemberdayaan
yaitu dengan memberikan motivasi atau dukungan berupa penyediaan sumber
daya, kesempatan, pengetahuan dan keterampilan bagi masyarakat untuk
meningkatkan kapasitas mereka, meningkatkan kesadaran tentang potensi yang
dimilikinya, kemudian berupaya untuk mengembangkan potensi yang dimiliki
mereka tersebut.
27
Isbandi Rukminto Adi, Pemikiran-pemikiran dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial, (Jakarta ; LP FEUI, 2002), h. 162.
28
Sedangkan istilah masyarakat dalam konteks pemberdayaan masyarakat
diartikan sekelompok orang yang bertempat tinggal disuatu wilayah geografis
tertentu dan satu sama lain saling berinteraksi untuk mencapai tujuan hidupnya29.
Menurut pengertian masyarakat adalah kelompok manusia yang saling
terkaitoleh sistem, adat istiadat, ritus-ritus serta hukum-hukum khas yang hidup
bersama, masyarakat adalah yang terdiri dari individu-individu yang hidup secara
berkelompok30.
Dari devinisi tentang pemberdayaan dan masyarakat di atas maka secara
sederhana penulis mendevinisikan pemberdayaan masyarakat adalah bagaimana
mengembangkan keadaan atau situasi dari tidak berdaya menjadi berdaya ke arah
yang lebih baik kepada individu-individu yang hidup secara bersama.
Pemberdayaan masyarakat yang terjadi pada masyarakat bukanlah suatu
proses yang berhenti pada suatu titik tertentu, tetapi merupakan suatu upaya
berkesinambungan yang dilakukan secara terus menerus untuk meningkatkan
daya yang ada menuju ke arah yang lebih baik.
Dengan melihat devinisi dari pemberdayaan dan masyarakat di atas penulis
dapat menyimpulkan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses
peningkatan taraf hidup masyarakat ke arah yang lebih baik guna melepaskan
masyarakat dari kehidupan yang membelengggunya, salah satunya adalah
mengeluarkan masyarakat dari kemiskinan dan keterbelakangan.
29Nanih Machendrawaty dan Agus A. Syafe‟i,
Pengembangan Masyarakat Islam : Dari Idiologi, strategi sampai tradisi, (Bandung : Rosda Karya, 2001), Cet. Ke-1, h.44.
30
2. Tujuan pemberdayaan
Tujuan utama pemberdayaan adalah memperkuat kekuasaan masyarakat
khususnya kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan, baik karena kondisi
internal (misalnya persepsi mereka sendiri), maupun karena kondisi eksternal
(misalnya ditindas oleh struktur sosial yang tidak adil)31.Ada beberapa kolompok
yang dapat dikategorikan sebagai kelompok lemah atau tidak berdaya meliputi:
a. Kelompok lemah secara strutural, baik lemah secara kelas, gender,
maupun etnis.
b. Kelompok lemah khusus, seperti manula, anak-anak dan remaja,
penyandang cacat, gay dan lesbian, masyarakat terasing.
c. Kelompok lemah secara personal, yakni mereka yang mengalami
masalah pribadi dan atau keluarga32.
Menurut Agus Ahmad Syafi‟i, tujuan pemberdayaan masyarakat adalah
memandirikan masyarakat atau membangun kemampuan untuk memajukan diri
ke arah kehidupan yang lebih baik secara seimbang. Karenanya pemberdayaan
masyarakat adalah upaya memperluas horizon pilihan bagi masyarakat. Ini berarti
masyarakat diberdayakan untuk melihat dan memilih sesuatu yang bermanfaat
bagi dirinya33.
Payne mengemukakan bahwa suatu proses pemberdayaan (Empowerment), pada intinya bertujuan: membantu klien memperoleh daya untuk mengambil
keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan
31
Edi suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, (Bandung: PT Revika Aditama, 2005), Cet ke-1,h. 60.
32
Ibid., h. 60.
33Agus Ahmad Syafi‟i,
diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam
melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa
peraya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer
daya dari lingkungannya34.
3. Indikator Keberdayaan
Menurut Kiefer pemberdayaan mencakup tiga dimensi yang meliputi
kompetensi kerakyatan, kemampuan sosiopolitik, dan kompetensi partisipatif.
Parson et.al. juga mengajukan tiga dimensi pemberdayaan yang merujuk pada:
a.Sebuah proses pembangunan yang bermula dari pertumbuhan individual
yang kemudian berkembang menjadi sebuah perubahan sosial yang lebih
besar.
b.Sebuah keadaan psikologis yang ditandai oleh rasa percaya diri, berguna
dan mampu mengendalikan diri dan orang lain.
c.Pembebasan yang dihasilkan dari sebuah gerakan sosial, yang dimulai dari
pendidikan dan politisasi orang-orang lemah dan kemudian melibatkan
upaya-upaya kolektif dari orang-orang yang lemah tersebut untuk
memperoleh kekuasaan dan mengubah struktur-struktur yang masih
menekan35.
34
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas, h. 54.
35
Schuler, Hashemi dan Riley mengembangkan beberapa indikator
pemberdayaan, yang mereka sebut sebagai Empowerment Index atau indeks pemberdayaan36:
a. Kebebasan mobilitas: kemampuan individu untuk pergi ke luar rumah
atau wilayah tempat tinggalnya, seperti kepasar, fasilitas medis, bioskop,
rumah ibadah, kerumah tangga. Tingkat mobilitas ini di anggap tinggi
jika individu mampu pergi sendirian.
b. Kemampuan membeli komoditas „kecil‟: kemampuan individu untuk
membeli barang-barang kebutuhan keluarga sehari-hari (beras,minyak
tanah, minyak goreng, bumbu); kebutuhan dirinya (minyak rambut, sabun
mandi, rokok, bedak, sampo). Individu dianggap mampu melakukan
kegiatan ini terutama jika ia dapat membuat keputusan sendiri tanpa
meminta ijin pasangannya, terlebih jika ia dapat membeli barang-barang
tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri.
c. Kemampuan membeli komoditas‟besar‟: kemampuan individu untuk
membeli barang-barang sekunder atau tersier, seperti lemari pakaian,
TV, radio, koran, majalah, pakaian keluarga. Seperti halnya indikator di
atas, poin tinggi diberikan terhadap individu yang dapat membuat
keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya, terlebih jika ia dapat
membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri.
d. Terlibat dalam pembuatan keputusan-keputusan rumah tangga : mampu
membuat keputusan secara sendiri maupun bersama suami/istri mengenai
36
keputusan-keputusan keluarga, misalnya mengenai renovasi rumah,
pembelian kambing untuk diternak, memperoleh kredit usaha.
e. Kebebasan relatif dari dominasi keluarga.
f. Kesadaran hukum dan politik: mengetahui nama salah seorang pegawai
pemerintah desa/kelurahan; seorang anggota DPRD setempat; nama
presiden; mengetahui pentingnya memiliki surat nihak dan
hukum-hukumwaris.
g. Keterlibatan dalam kampanye dan protes-protes: seseorang dianggap
„berdaya‟ jika ia pernah terlibat dalam kampanye atau bersama orang lain
melakukan protes, misalnya, terhadap suami yang memukul istri; istri
yang mengabaikan suami dn keluarganya; gaji yang tidak adil;
penyalahgunaan bantuan sosial; atau penyalahgunaan kekuasaan polisi
dan pegawai pemerintah.
h. Jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga: memiliki rumah,
tanah, asset produktif, tabungan. Seseorang di anggap memiliki 4 poin
tinggi jika ia memiliki aspek-aspek tersebut secara sendiri atau terpisah
dari pasangannya.
Berdasarkan indikator keberdayaan tersebut, maka sesungguhnya
keberhasilan pemberdayaan keluarga miskin dapat dilihat dari keberdayaan
mereka yang menyangkut kemampuan ekonomi, kemampuan mengakses manfaat
kesejahteraan, dan kemampuan kultural dan politis jenis. Ketiga aspek tersebut
within), „kekuasaan untuk‟ (power to), „kekuasaan atas‟ (power over), dan „kekuasaan dengan‟ (power with)37.
4. Tahapan Pemberdayaan
Menurut Isbandi Rukminto Adi, pemberdayaan masyarakat memiliki tujuh
tahapan pemberdayaan, yaitu sebagai berikut:
a. Tahap Persiapan: Pada tahap ini ada dua tahapan yang harus dikerjakan,
yaitu : pertama, penyiapan petugas. Yaitu tenaga pemberdayaan masyarakat yang bisa dilakukan oleh community worker, dan kedua, penyiapan lapangan yang pada dasarnya diusahakan dilakukan secara
non-direktif.
b. Tahap Pengkajian (Assessment): Pada tahap ini yaitu proses pengkajian dapat dilakukan secara individual melalui tokoh-tokoh masyarakat (key person), tetapi juga dapat melalui kelompok-kelompok dalam masyarakat. Dalam hal ini petugas harus berusaha mengidentifikasi
masalah kebutuhan yang dirasakan (felt needs) dan juga sumber daya yang dimiliki klien.
c. Tahap Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan: Pada tahap ini
petugas sebagai agen perubah (exchange agent) secara partisipatif mencoba melibatkan warga untuk berpikir tentang masalah yang mereka
hadapi dan bagaimana cara mengatasinya. Dalam konteks ini masyarakat
diharapkan dapat memikirkan beberapa alternatif program dan kegiatan
yang dapat dilakukan.
37
d. Tahap Pemformulasi Rencana Aksi: Pada tahap ini agen perubah
membantu masing-masing kelompok untuk merumuskan dan menentukan
program dan kegiatan apa yang akan mereka lakukan untuk mengatasi
permasalahan yang ada. Disamping itu juga petugas membantu untuk
memformulasikan gagasan mereka ke dalam bentuk tertulis, terutama bila
ada kaitannya dengan pembuatan proposal kepada penyandang dana.
e. Tahap Pelaksanaan (Implementasi) Program atau Kegiatan: Dalam upaya
pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat peran masyarakat
sebagai kader diharapkan dapat menjaga keberlangsungan program yang
telah dikembangkan. Kerjasama antara petugas dan masyarakat
merupakan hal penting dalam tahap ini karena terkadang sesuatu yang
sudah direncanakan dengan baik melenceng saat dilapangan.
f. Tahap Evaluasi: Evaluasi sebagai proses pengawasan dari warga dan
petugas terhadap program pemberdayaan masyarakat yang sedang
berjalan sebaiknya dilakukan dengan melibatkan warga. Dengan
keterlibatan warga tersebut diharapkan dalam jangka waktu pendek bisa
terbentuk suatu sistem komunitas untuk pengawasan secara internal dan
untuk jangka panjang dapat membangun komunitas masyarakat yang
lebih mandiri dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.
g. Tahap Terminasi: Tahap terminasi merupakan tahapan pemutusan
hubungan secara formal dengan komunitas sasaran. Dalam tahap ini
kontak meskipun tidak secara rutin. Kemudian secara perlahan-lahan
mengurangi kontak dengan komunitas sasaran38.
Adapun bagan dari model tahapan pemberdayaan yang telah dijelaskan di
atas adalah sebagai berikut:
Bagan 1
Tahapan Pemberdayaan Masyarakat39
Sedangkan menurut Gunawan Sumodiningrat, upaya untuk pemberdayaan
masyarakat terdiri dari 3 (tiga) tahapan yaitu:
38
Adi Isbandi Rukminto, Pemberdayaan Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Indonesia, 2003) h. 54.
39
Ibid., h. 53.
Persiapan
Pengkajian (Assessment)
Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan
Pemformulasian Rencana Aksi
Pelaksanaan Program atau Kegiatan
Evaluasi
1)Menciptakan suasana iklim yang memungkinkan potensi masyarakat itu
berkembang. Titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia dan
masyarakat memiliki potensi (daya) yang dapat dikembangkan.
2)Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat, dalam
rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih positif dan nyata, serta
pembukaan akses kepada berbagai peluang yang akan membuat
masyarakat menjadi semakin berdaya dalam memanfaatkan peluang.
3)Memberdayakan juga mengandung arti menanggulangi40.
5. Strategi Pemberdayaan
Parson menyatakan bahwa proses pemberdayaan umumnya dilakukan secara
kolektif. Menurutnya, tidak ada literatur yang menyatakan bahwa proses
pemberdayaan terjadi dalam relasi satu-lawan-satu antara pekerja sosial dan klien
dalam setting pertolongan perseorangan. Meskipun pemberdayaan seperti ini
dapat meningkatkan rasa percaya diri klien, hal ini bukanlah strategi utama
pemberdayaan41.
Dalam konteks pekerjaan sosial, pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga
aras atau matra pemberdayaan (empowerment setting): mikro, mezzo, dan makro. Untuk lebih jelasnya yaitu sebagai berikut:
a. Aras Mikro: Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu
melalui bimbingan, konseling, stress management, crisis intervention. Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih klien dalam
40
Gunawan Sumodiningrat, Pengembangan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat, (Jakarta: Bina Rena Pariwara, 1997), h. 165.
41
menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Model ini sering disebut sebagai
pendekatan yang berpusat pada tugas (task centered approach.
b. Aras Mezzo: Pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien.
Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media
intervensi. Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok, biasanya
digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan,
keterampilan dan sikap-sikap klien agar memiliki kemampuan
memecahkan permasalahan yang dihadapinya.
c. Aras Makro: Pendekatan ini disebut juga sebagai Strategi Sistem Besar
(large-system strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem lingkungan yang lebih luas. Perumusan kebijakan, perencanaan sosial,
kampanye, aksi sosial, lobbying, pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik, adalah beberapa strategi dalam pendekatan ini.
Strategi Sistem Besar memandang klien sebagai orang yang memiliki
kompetensi untuk memahami situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk
memilih serta menentukan strategi yang tepat untuk bertindak42.
Dengan merujuk pada tujuan pemberdayaan, tahapan pemberdayaan, dan
strategi pemberdayaan yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa pada hakikatnya pemberdayaan adalah suatu upaya untuk meningkatkan
kapasitas masyarakat yang mengalami kerentanan sosial (seperti: masalah
kemiskinan, penyandang cacat, manula, perbedaan etnis, dan ketidakadilan
42
gender). Upaya pemberdayaan tersebut ditujukan agar masyarakat dapat hidup
sejahtera.
Dalam penelitian ini peneliti mengangkat tentang pemberdayaan terhadap
perempuan yang umumnya sulit dalam mendapatkan akses dalam perkonomian
seperti kesempatan mendapatkan modal usaha, kemudahan dalam meraih sumber
ekonomi dan pelayanan, kesempatan dalam mendapatkan pekerjaan, pendidikan,
dan kesempatan untuk menyalurkan bakat dan minatnya dalam berkarya. Hal ini
tentunya terkait oleh peran, tanggung jawab, dan perilakunya sebagai perempuan.
Sebagaimana dikatakan oleh Edriana, kontruksi peran yang melekat pada
perempuan, tanggung jawab, dan perilakunya sebagai perempuan, juga karena
relasinya yang tidak setara dengan laki-laki sehingga menimbulkan ketidakadilan
gender. Hal ini bisa berdampak langsung terhadap kesejahteraan perempuan dan
mengakibatkan kemiskinan berbasis gender43.Adapun indikator ketidakadilan
yang berbasis pada ketimpangan gender dan mengakibatkan kemiskinan
perempuan, antara lain adalah:
a. Perempuan kurang memiliki akses terhadap pendidikan dan pelatihan.
b. Perempuan kekurangan modal untuk membangun usaha sendiri.
c. Perempuan lebih banyak melakukan pekerjaan domestik dan tidak
dibayar dan jam kerja perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki,
sementara penghasilan perempuan jauh lebih rendah dibanding
laki-laki44.
43
Edriana Noerdin, dkk, Potret Kemiskinan Perempuan, (Jakarta: Women Research Institute, 2006), Cet.ke-1, h.26.
44
Maka dengan melihat kondisi perempuan tersebut, pemberdayaan pada
perempuan sangat perlu dilakukan demi tercapainya kemandirian dan
kesejahteraan pada perempuan.
Sejalan dengan tahapan pemberdayaan yang ada dalam teori di atas, maka
dalam penelitian ini peneliti ingin melihat bentuk pemberdayaan ekonomi pada
perempuan di Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera. Adapun dalam
melakukan pemberdayaan pada perempuan adalah dengan cara meningkatkan
kapasitas pengetahuan dan skill perempuan agar mampu berdaya saing dan hidup mandiri. Selain itu juga perlu dilakukan pembukaan akses kepada berbagai
peluang yang akan membuat perempuan menjadi semakin berdaya, seperti akses
pembekalan pengetahuan dan keterampilan, akses pembiayaan modal dan akses
pemasaran sehingga perempuan mampu mengembangkan usahanya.
Masih sejalan dengan strategi pemberdayaan seperti diungkapkan
sebelumnya, adapun strategi pemberdayaan yang dilakukan oleh Koperasi Wanita
Wira Usaha Bina Sejahtera adalah strategi pemberdayaan ‟aras mezzo‟, di mana
pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien sebagai media intervensi
sehingga lebih efektif dan efisien. Selain itu, dengan pembinaan secara kelompok
juga akan menjadi wadah paguyuban, menumbuhkan rasa kekeluargaan dan
B.Perempuan
1. Pengertian Perempuan
Kata perempuan secara etimologi berasal dari kata empu yang berarti tuan,
orang yang mahir berkuasa, ataupun kepala, hulu atau yang paling besar: maka
dikenal kata empu jari “ibu jari”, empu gending orang yang mahir mencipta
tembang.
Kata perempuan juga berakar erat dari kata perempuan kata ini mengalami
pasangan kata dari tuan. Sedangkan kata perempuan pada kamus bahasa Indonesia
merupakan orang atau manusia yang mempunyai puki, dapat menstruasi, hamil,
melahirkan anak dan menyusui45.
Secara harfiyah wanita tersebut kaum perempuan, dimana mereka
merupakan kaum yang amat dihormati dalam konsepsi Islam. Sebab, pada telapak
kaki wanita terletak surga. Sebagai mana dalam sebuah hadits yang diriwayatkan
oleh Ahmad dan Anas ra, Nabi Muhammad SAW Bersabda :
اهَّأا مادْقأ ْح َّجْلا
Artinya : “Surga itu terletak ditelapak kaki ibu “. (HR.Muslim)
Hadits ini menggambarkan betapa mulianya tugas dan pungsi seorang ibu
sebagai pemimpin.
45
2. Kodrat Seorang Wanita
Menurut kamus bahasa Indonesia pengertian kodrat adalah ketentuan hidup
dan takdir tuhan46. Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa kodrat
merupakan segala sesuatu yang dilihat dari segi biologis yaitu jika seseorang
memiliki vagina maka disebut sebagai seorang perempuan47.
Selain itu, pada buku yang sama didevinisikan bahwa kodrat adalah suatu
ketentuan yang datang dari Tuhan. Sebagai kodrat, jenis kelamin bersifat abadi,
dalam arti tidak berubah “kepemilikan”. Pengertian kodrat disini lebih kepada
biologis dimana perempuan dikodratkan untuk memiliki payudara, mengalami
haid, hamil, melahirkan, menyusui48.
Dari pengertian kodrat diatas dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan
kodrat adalah segala sesuatu yang telah ditentukan oleh Tuhan yang sifatnya
Abadi, dan tidak dapat dirubah bentuk serta fungsinya sebagaimana yang telah
ditetapkan oleh Tuhan, dan sifat biologis.
3. Pemberdayaan Perempuan.
Pada dasarnya pemberdayaan perempuan menjadi penting dikarenakan
beberapa faktor yaitu:
a. Pembangunan dengan perspektif patriakhal mengakibatkan perempuan
menjadi tidak berdaya (tidak dapat mengekspresikan kebebasan yang
dimilikinya).
b. Tingkat pendidikan perempuan cenderung lebih rendah daripada laki-laki.
46
Daryanto, Kamus Bahasa Indonesia, (Surabaya : Apollo, 1997).
47
Lies Maeceos-Natsir MA, Jender dan Pembangunan, (Kantor Mentri Pemberdayaan Perempuan RI dan Women Suport Project 11/CIDA, 2001), h. 11.
48
c. Hak reproduksi yang cenderung dipaksakan.
d. Ketinggalan perempuan dalam dunia politik dan sebagainya49.
Oleh karena itu, agar semuanya berjalan dengan seimbang maka
diperlukannya upaya untuk mengadakan suatu pemberdayaan perempuan agar
mereka mempunyai akses dan kontrol terhadap semua aspek pembangunan. Yang
mana tujuan akhirnya adalah kesetaraan anatara laki-laki dan perempuan.
Pengertian diatas sama dengan pendapat menyatakan bahwa pemberdayaan
perempuan dimulai dengan tidak membiarkan mereka “bodoh dan dibodohi”50
.
Dimana dalam hal ini perempuan tidak dibiarkan untuk tidak memperoleh
informasi yang penting bagi dirinya mengenai kehidupan diluar sana baik tentang
pertumbuhan ekonomi, sosial, maupun budaya.
Oleh karena itu, agar perempuan tidak ketinggalan dalam memperoleh
informasi, maka penyadaran gender perlu diperhatikan atau dipromosikan baik
bagi kaum Adam maupun kaum Hawa yang paling utama.
Pada dasarnya pemberdayaan perempuan ini bertujuan untuk membuat
setiap perempuan menjadi seorang yang mandiri yang tidak menggantungkan
hidupnya pada keluarganya maupun orang lain. Mandiri, dalam kamus bahasa
Indonesia berarti tidak tergantung pada orang lain. Namun mandiri disini tidak
hanya sekedar tergantung pada orang lain, tetapi juga menyadari bahwa dirinya
adalah pribadi yang berkehendak bebas.
49
Ari Sunarijati,dkk, Perempuan yang Menuntun : Sebuah Perjalann Inspirasi dan Kreasi, {Bandung: Ashoka Indonesia,2000), cet. Ke- 1, h.130
50
Pribadi yang mandiri, berani menyatakan kehendaknya, berani memutuskan,
dan bertanggung jawan secara sadar yaitu bahwa dirinya adalah seorang pribadi
yang mampu dalam segala hal atau bidang. Akan tetapi sangat sulit bagi
perempuan untuk menjadi pribadi yang mandiri, sebab masyarakat selalu
menghubungkan perempuan dengan ketergantungan.
Pola ketergantungan yang tercipta dari konstruksi sosial yang bias gender
sangat mengganggu perkembangan pribadi seorang perempuan untuk mandiri
karena didasarkan pada budaya patriarkhal.
Budaya Patriarkhal ini merupakan suatu sistem yang bercirikan laki-laki
(ayah). Dalam sistem ini laki-laki yang berkuasa untuk menentukan, dimana
sistem ini dianggap wajar karena disejajarkan dengan pembagian kerja
berdasarkan seks51.
Jadi, dalam hal ini pada dasarnya perempuan dapat bergerak dengan bebas
dalam bidang ekonomi, sosial, budaya maupun politik sekalipun, jika budaya
patriarkhal itu ditiadakan.
Jika budaya tersebut masih dipegang kuat oleh masyarakat pada umumnya
maka hal ini masih mempersulit perempuan dalam berkarya, sehingga pribadinya
merasa tidak berdaya untuk menghadapi permasalahan tersebut. Dan ini berarti
melanggar ketetapan perempuan untuk memperoleh haknya sebagai warga negara
yang sah.
51
C.Keterampilan Menjahit.
1. Pengertian Keterampilan Menjahit
Kata keterampilan berasal dari kata terampil, dengan ditambahkan awalan
ke- dan akhiran menjadi keterampilan yang berarti kecakapan.
Jadi keterampilan itu adalah kecakapan seseorang dalam membuat misalnya
kecakapan dalam menjahit pakaian, kecakapan dalam membuat kerajinan tangan
dan sebagainya. Dari hasil pekerjaannya dapat dilihat : Kerapihannya,
penyelesaiannya cepat atau tidak, teliti atau tidak, bagaimana halus kasarnya
pekerjaan dan sebagainya.
Menurut Ngalim Purwanto, keterampilan berasal dari kata terampil yang
bearti mahir, namun dalam pembahasan ini keterampilan yang dimaksud adalah
keterampilan yang berhubungan dengan pekerjaan tangan atau kecekatan kerja52.
Sedangkan Whitherington menyatakan bahwa suatu keterampilan adalah
hasil dari latihan yang berulang-ulang yang dapat disebut perubahan meningkat
atau progresif atau pertumbuhan yang di alami oleh orang yang mempelajari
keterampilan tadi sebagai hasil dari aktivitas tertentu53. Jadi, keterampilan adalah
serangkaian latihan terencana dan terarah yang diberikan oleh instruktur. Selain
itu keterampilan bergerak dari hal yang teramat sederhana sampai hal yang sangat
kompleks.
52
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktikum , (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1986), h. 169.
53
Keterampilan menurut Mace dikutip oleh Ivor. K. Davies adalah
kemampuan untuk menghasilkan secara konsisten suatu akibat yang diharapkan
dengan ketepatan, kecepatan, dan penghematan tindakan54.
Keterampilan menjahit dalam arti yang luas bukan hanya sekedar pelajaran
jahit menjahit saja, tetapi meliputi pengetahuan tentang kesehatan, keserasian, dan
perawatan dalam berpakaian. Seperti apa yang di ungkapkan oleh Moersarah
Mangkoesatyoko, dalam bukunya yang berjudul PKK, bahwa keterampilan
menjahit adalah pengetahuan tentang pemeliharaan kesehatan dan tata rias diri,
memahami peraturan kesehatan untuk mencapai keindahan diri, memiliki
keterampilan untuk merawat dan memperindah diri serta memiliki apresiasi
terhadap penampilan diri yang menarik55.
Dari penjelasan diatas, keterampilan dapat di artikan bahwa keterampilan
merupakan suatu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menghasilkan
sesuatu yang dilakukan secara konsisten dengan ketepatan dan kecepatan tertentu
serta hemat waktu dalam melakukan tindakan.
2. Macam-macam Keterampilan
Keterampilan kerajinan tangan sangat banyak jenisnya, ada yang khusus
untuk pria dan ada yang khusus wanita. Jenis pekerjaan tangan yang dikhususkan
untuk pria seperti bengkel, mengukir, menenun, membentuk rotan, dan seni cetak
sablon. Sedangkan jenis pekerjaan tangan yang dikhususkan untuk wanita seperti
melipat, menjahit, meronce, merangkai bunga, memasak, membatik dan merenda.
54
Ivor. K. Davies, Pengelolaa Belajar, (Jakarta: Rajawali Pers, 1991), h. 70
55
Jenis pekerjaan tangan untuk pria dan wanita dibedakan karena kemampuan
taktil yang berbeda, pekejaan tangan untuk pria membutuhkan tangan dan teknik,
sedangkan pekerjaan tangan untuk wanita membutuhkan motorik halus dan
kesabaran. Adapun macam-macam keterampilan meliputi :
a. Keterampilan rekayasa meliputi : 1). Keterampilan anyaman, 2).
Keterampilan sablon, 3). Keterampilan tenun, 4). Keterampilan menjahit,
5). Keterampilan membuat bata.
b. Keterampilan jasa dan pekantoran meliputi : 1). Koperasi, 2). Komputer
c. Keterampilan pertanian meliputi: Tanaman hias.
d. Keterampilan seni dan kerajinan meliputi : 1). Ukir kayu, 2). Batik cap.
2. Tujuan Belajar Keterampilan
Berdasarkan kurikulum KopWan Wira Usaha Bina Sejahtera diadakannya
pelatihan keterampilan ini antara lain :
a. Untuk mensejahterakan kehidupan peserta keterampilan menjahit dan
dapat meningkatkan ekonomi mereka.
b. Untuk membantu peserta dengan keterampilan atau keahlian hidup
sehingga dapat menjadi modal dasar untuk membuka usaha. Diharapkan
dengan keterampilan yang telah didapat para peserta dari pelatihan ini,
maka secara otomatis peserta dapat memanfaatkan keterampilannya
untuk berusaha dalam rangka meningkatkan ekonomi mereka menuju
pada pemenuhan kesejahteraannya.
Selain itu tujuan yang hendak dicapai dalam meningkatkan ekonomi peserta
bagaimana peserta keterampilan menjahit ini di upayakan memiliki keterampilan
hidup untuk menjadi lebih produktif. Bentuk upaya ini dilakukan dengan cara
pelatihan keterampilan selanjutnya setelah pelatihan keterampilan tersebut, maka
para peserta akan memiliki keterampilan yang dapat mereka pergunakan untuk
melakukan usaha yang menghasilkan.
Ada juga tujuan yang lain yaitu untuk mempersiapkan tenaga kerja yang
terampil, ini bertujuan agar peserta siap dengan keterampilannya yang akan