• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS GENETIKA KUANTITATIF UNTUK SIFAT VEGETATIF DAN GENERATIF PADA TIGA KULTIVAR JAGUNG MANIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS GENETIKA KUANTITATIF UNTUK SIFAT VEGETATIF DAN GENERATIF PADA TIGA KULTIVAR JAGUNG MANIS"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

QUANTITATIVE GENETIC ANALYSIS FOR VEGETATIVE AND GENERATIVE TRAITS ON THREE

CULTIVARS OF SWEET CORN

By

YORRENSA ULAN SARI

Sweet corn is one of the horticulture commodities of high economic value.

Markets require a great volume of the sweet corn. Plant breeders conduct selection on the sweet corn plants to improve their vegetative and generative traits. The selection in a breeding program results in a better qualitative and

quantitative properties. Analysis of variance (anova) determines the genetic variances inherited from the parents. The amount of genetic variance of a trait in a population affects the magnitude of heritability in the environment where it

grows. The greater the value of heritability, the greater the probability of the progenies to inherit these properties, and the smaller the effects of the

environment to hamper the inheritance.

The study aimed to determine: (1) the vegetative and generative traits in three

(2)

Yorrensa Ulan Sari

diallel-epistatic segregation of the seeds following 9 Round: 7 wrinkle and 12

Round: 4 wrinkle.

The study employed a non-factorial randomized complete-block design with three

replications. The progeny lines of LASS Round-Yellow, LASS wrinkle-Yellow, and LAW Round-white cultivars were evaluated. The anova determined

differences among traits and the Tukey’s HSD 5 % was used to rank the lines.

Furthermore the mean squares of the anova calculated for their expected values. The expected values calculated for genetic variance (σ2

g), broad-sense heritability

(h2BS), and genetic coefficient of variability (CVg) values. A test of goodness of fit χ2

established the segregation of seed shape and color.

The results showed that there were no differences among the LASS

Round-Yellow, LASS wrinkle-Round-Yellow, and LAW Round-white cultivars for the vegetative and generative traits. Therefore the three cultivars were at the same rank. The values of the genetic variance (σ2

g) and the broad-sense heritability (h2BS) were not existing, or were not different from zero. The LASS Round-yellow cultivar fitted a Mendelian segregation ratio of the seeds of 12 Round: 4

wrinkle. The LASS wrinkle-Yellow cultivar did not segregate either for the seed shape or seed color. This cultivar was homozygous for the seed shape and color,

and produced wrinkle seeds true type for a sweet corn.

(3)

ABSTRAK

ANALISIS GENETIKA KUANTITATIF UNTUK

SIFAT VEGETATIF DAN GENERATIF PADA

TIGA KULTIVAR JAGUNG MANIS

Oleh

YORRENSA ULAN SARI

Jagung manis merupakan salah satu komoditas hortikultura yang bernilai ekonomi tinggi karena banyak disukai oleh masyarakat. Pemuliaan dilakukan pada

tanaman jagung manis untuk memperbaiki sifat-sifat kualitatif maupun kuantitatif dan salah satu program pemuliaan yang dilakukan adalah seleksi. Analisis ragam

genetik dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat yang diwariskan dari tetua yang berada di ekosistem tempat ia tumbuh. Besarnya keragaman genetik suatu sifat dalam populasi akan mempengaruhi besarnya heritabilitas. Semakin besar nilai

heritabilitas, semakin besar pula peluang sifat tersebut dapat diwariskan kepada zuriat turunannya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) perbedaan sifat vegetatif dan

(4)

Yorrensa Ulan Sari

komersial; (2) ragam genetik dan heritabilitas broad-sense ketiga kultivar jagung

manis; dan (3) segregasi epistatik dialel 9 bulat: 7 kisut dan 12 bulat: 4 kisut.

Penelitian ini menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak nonfaktorial dengan tiga ulangan. Lini zuriat yang digunakan adalah LASS Kuning Bulat

(KuBu), LASS Kuning kisut (Kuki), dan LAW putih Bulat (puBu). Data diambil dari variabel vegetatif dan generatif dan dilakukan analisis ragam. Pemeringkatan

ketiga kultivar jagung manis dilakukan berdasarkan Beda Nyata Jujur (BNJ) 5 %. Berdasarkan kuadrat nilai tengah harapan yang diperoleh dari analisis ragam, maka dihitung ragam genetik (σ2g), heritabilitas broad-sense (h2BS), dan koefisien

keragaman genetik (KKg). Segregasi warna dan bentuk biji diuji dengan uji

Goodness of Fit Chi-Squared (χ2).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kultivar LASS KuBu, LASS Kuki, dan

LAW puBu tidak berbeda untuk variabel vegetatif dan generatif. Ketiga kultivar yang diuji memiliki peringkat yang sama. Nilai ragam genetik dan heritabilitas tidak terbukti (= 0). Kultivar LASS KuBu bersegregasi sesuai nisbah Mendel 12

(5)

ANALISIS GENETIKA KUANTITATIF UNTUK

SIFAT VEGETATIF DAN GENERATIF PADA

TIGA KULTIVAR JAGUNG MANIS

Oleh

Yorrensa Ulan Sari

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pertanian

pada

Jurusan Budidaya Pertanian Program Studi Agronomi

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

(6)

Judul Skripsi : Analisis Genetika Kuantitatif untuk Sifat Vegetatif dan Generatif pada Tiga Kultivar Jagung Manis

Nama Mahasiswa : Yorrensa Ulan Sari Nomor Pokok Mahasiswa : 0614011062

Program Studi : Agronomi

Jurusan : Budidaya Pertanian Fakultas : Pertanian

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Saiful Hikam, M. Sc. Dr. Ir. Paul B. Timotiwu, M. S. NIP 195407231982111001 NIP 196209281987031001

2. Ketua Jurusan Budidaya Pertanian

(7)

MENSAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Ir. Saiful Hikam, M. Sc. ………...

Sekretaris : Dr. Ir. Paul B. Timotiwu, M. S. ...

Penguji bukan pembimbing: Ir. Denny Sudrajat, M. P. ...

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M. P. NIP 196108261987021001

(8)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang dan Masalah

Jagung manis (Zea mays saccharata [Sturt.] Bailey) merupakan salah satu

komoditas hortikultura yang bernilai ekonomi tinggi karena banyak disukai oleh masyarakat. Biji jagung manis menyerupai kaca dan mempunyai zat gula. Pada

biji yang masih muda terlihat jernih dan bercahaya, namun biji akan keriput pada waktu masak (Nurhayati, 2002). Sifat manis pada jagung manis disebabkan oleh adanya gen su-1 (sugary), bt-2 (brittle) ataupun sh-2 (shrunken). Gen ini dapat

mencegah pengubahan gula menjadi zat pati pada endosperm sehingga jumlah gula yang ada kira-kira dua kali lebih banyak dibandingkan jagung biasa. Kadar gula pada endosperm jagung manis sebesar 5 – 6 % dan kadar pati 10 – 11 %

sedangkan pada jagung biasa kadar gulanya hanya 2 – 3 % atau setengah dari kadar gula jagung manis. Gula yang tersimpan dalam biji jagung manis adalah

dalam bentuk sukrosa yang jumlahnya dapat mencapai 11 %. Jagung manis memiliki sifat-sifat vegetatif dan generatif yang beragam secara kualitatif dan kuantitatif. Sifat-sifat vegetatif dan generatif tersebut secara genetik perlu

(9)

2 Pemuliaan tanaman diartikan sebagai suatu metode yang secara sistematik merakit

keragaman genetik menjadi suatu bentuk yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Secara umum, tujuan pemuliaan tanaman adalah untuk memperbaiki

sifat-sifat tanaman, baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Jumin, 2008).

Ragam genetik suatu populasi sangat penting dalam program pemuliaan. Oleh karena itu, pendugaan besarannya perlu dilakukan. Ragam genetik adalah ragam

yang ditimbulkan oleh perbedaan genetik di antara individu. Ragam yang diukur dari suatu populasi untuk karakter tertentu merupakan ragam fenotipe. Ragam fenotipe sebenarnya terdiri atas ragam genetik, ragam lingkungan, serta interaksi

antara ragam genetik dan lingkungan. Dalam menilai keragaman genetik dalam spesies kita hadapkan pada pertentangan bentuk dari suatu sifat tanaman, seperti:

tinggi tanaman, umur tanaman, hasil, dan sebagainya. Sifat tersebut ditentukan oleh gen-gen tertentu yang terdapat pada kromosom, interaksi gen-gen atau gen dengan lingkungan. Keragaman genetiklah yang menjadi perhatian utama bagi

pemulia tanaman. Menurut Bahar dan Zein (1993 dalam Sudarmadji et al., 2007), ragam genetik akan membantu dalam mengefisienkan kegiatan seleksi. Ragam genetik yang besar dalam suatu populasi menunjukkan bahwa individu dalam

populasi beragam sehingga peluang untuk memperoleh genotipe yang diharapkan akan besar.

Menurut Syukur (2005), heritabilitas adalah hubungan antara ragam genotipe

dengan ragam fenotipenya. Hubungan ini menggambarkan seberapa jauh fenotipe yang tampak merupakan refleksi dari genotipe. Pada dasarnya seleksi terhadap

(10)

3 Heritabilitas broad-sense di analisis untuk menghitung peluang sifat genetik, baik

untuk peubah vegetatif dan peubah generatif yang dapat diwariskan kepada generasi berikutnya. Heritabilitas yang besar ditentukan oleh besarnya ragam

genetik. Semakin besar nilai heritabilitas, semakin besar pula peluang sifat

tersebut dapat diwariskan kepada zuriat turunannya. Nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik lebih besar terhadap penampilan fenotipe bila

dibandingkan dengan lingkungan (Sudarmadji et al., 2007).

Penelitian ini dilakukan untuk menjawab permasalahan yang dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut

(1) Apakah terdapat perbedaan sifat vegetatif dan generatif ketiga kultivar jagung manis dan jika dibandingkan dengan standar komersial?

(2) Apakah nilai ragam genetik dan heritabilitas broad-sense ketiga kultivar jagung manis besar?

(3) Apakah terjadi segregasi epistatik dialel biji 9 bulat:7 kisut dan 12 bulat:4

kisut?

1.2Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut

(1) Mengetahui perbedaan sifat vegetatif dan generatif pada tiga kultivar jagung

(11)

4 (2) Menentukan nilai ragam genetik dan heritabilitas broad-sense ketiga kultivar

jagung manis.

(3) Mengetahui segregasi epistatik dialel biji 9 bulat:7 kisut dan 12 bulat:4 kisut.

1.3Kerangka Pemikiran

Jagung manis merupakan komoditas pertanian yang banyak disukai masyarakat.

Dengan pemuliaan tanaman diharapkan bahwa sifat-sifat vegetatif dan generatif jagung manis dapat meningkat secara genetik. Salah satu program pemuliaan yang dilakukan adalah seleksi.

Tanaman jagung manis merupakan tanaman kros, tetapi pada penelitian ini seluruh tanaman jagung di self. Tanaman jagung manis yang di self akan mengalami segregasi dan menyebabkan depresi inbriding. Depresi inbriding

adalah suatu keadaan dimana pengukuran fenotipe menurun karena meningkatnya homozigositas pada spesies tanaman kros alami. Depresi inbriding dapat

membuat tanaman menjadi mandul dan biji tidak bisa berkecambah sempurna dan

membuat frekuensi dan kehomozigotan gen resesif meningkat sehingga tanaman kehilangan vigor. Fenotipe tanaman yang menurun dapat dilihat karena dalam

satu populasi tanaman jagung manis terdapat banyak keragaman genetik dari berbagai individu yang berbeda satu sama lain. Keragaman varietas pada

lingkungan yang sama sangat memacu timbulnya keragaman genetik. Keragaman

genetik dalam spesies dapat dilihat dari bentuk suatu karakter tanaman, seperti tinggi tanaman, umur tanaman, hasil, dan sebagainya. Pemuliaan tanaman

(12)

5 lingkungan dan menghasilkan fenotipe yang baik pula. Keragaman genetik sangat

mempengaruhi keberhasilan suatu proses seleksi dalam program pemuliaan tanaman. Analisis ragam genetik diperlukan untuk mengetahui sifat-sifat yang

diwariskan dari induk kepada anak. Nilai ragam genetik menentukan nilai heritabilitas. Heritabilitas merupakan warisan, artinya jika tetua memiliki sifat genetik yang bagus maka anaknya juga akan memiliki sifat genetik yang bagus.

Heritabilitas merupakan parameter penting dalam pemuliaan tanaman. Semakin tinggi nilai heritabilitas suatu sifat yang diseleksi, maka semakin tinggi

peningkatan sifat yang diperoleh setelah seleksi.

1.4 Hipotesis

Dari kerangka pemikiran yang telah dikemukakan dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut

(1) Terdapat perbedaan sifat vegetatif dan generatif pada ketiga kultivar jagung

manis dan jika dibandingkan dengan standar komersial.

(2) Terdapat nilai ragam genetik dan heritabilitas broad-sense ketiga kultivar jagung manis.

(13)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani Jagung Manis

Jagung manis adalah tanaman herba monokotil dan tanaman semusim iklim panas.

Tanaman ini berumah satu dengan bunga jantan tumbuh sebagai perbungaan ujung (tassel) pada batang utama dan bunga betina tumbuh terpisah sebagai

perbungaan samping (tongkol) yang berkembang pada ketiak daun. Tanaman ini menghasilkan satu atau beberapa tongkol. Batang tanaman jagung manis

memiliki ketinggian berkisar antara 1,5 m dan 2,5 m dan terbungkus oleh pelepah

daun yang berselang-seling yang berasal dari setiap buku. Buku batang mudah terlihat, pelepah daun terbentuk pada buku dan membungkus rapat-rapat panjang batang utama, sering melingkupi hingga buku berikutnya. Daun tanaman jagung

manis membengkok menjauhi batang sebagai daun yang panjang, luas, dan melengkung (Rubatzky et al., 1998). Tanaman jagung manis termasuk tanaman

menyerbuk silang dan peluang menyerbuk sendiri kurang dari 5 % sehingga tanaman mendapat serbuk sari dari tanaman jagung manis yang ada di sekitarnya (Tracy, 1994 dalam Subekti et al., 2008). Jagung manis tumbuh baik pada

berbagai jenis tanah. Tanah liat lebih disukai karena mampu menahan lengas yang tinggi. Jagung manis peka terhadap tanah asam, dan tumbuh baik pada

(14)

7 Tanaman jagung manis memerlukan kelengasan yang tinggi, berkisar dari 500 –

700 mm per musim. Cekaman kelengasan paling kritis terjadi selama

pembentukan rambut dan pengisian biji. Kekurangan air dalam waktu singkat

biasanya dapat ditoleransi dan hanya berpengaruh kecil terhadap perkembangan biji. Namun, kekurangan air yang berkepanjangan setelah penyerbukan dapat secara nyata menurunkan bobot kering biji. Pada kondisi tersebut, pertumbuhan

biji sebagian disokong oleh mobilisasi asimilat yang tersimpan di batang. Secara keseluruhan, tanaman agak tahan terhadap kekeringan, tetapi peka terhadap

drainase tanah yang jelek dan tidak tahan genangan. Jagung manis responsif terhadap pemupukan taraf tinggi. Untuk mendapatkan hasil yang tinggi,

penambahan hara biasanya diperlukan (Rubatzky et al., 1998).

2.2 Sifat Biji Jagung Manis

Biji jagung manis pada saat masak keriput dan transparan. Biji yang belum masak

mengandung kadar gula (water-soluble polysaccharide) lebih tinggi daripada pati. Kandungan gula jagung manis 4 – 8 kali lebih tinggi dibanding jagung normal pada umur 18 – 22 hari setelah penyerbukan. Sifat ini ditentukan oleh gen sugary

(su) yang resesif (Tracy, 1994 dalam Subekti et al., 2008). Tingkat kemanisan yang ada dalam jagung manis bukan glukosa tapi fruktosa sehingga aman dan

tidak menyebabkan diabetes (Setia, 2005). Endosperm biji adalah tempat

menyimpan gula dan pati. Gula endosperm utama adalah sukrosa dengan sedikit

(15)

8 berbeda. Pada jagung biasa, gen Su-1 untuk biji berpati adalah dominan

homozigous (Su-1/Su-1) sedangkan pada jagung manis gen tersebut adalah resesif homozigous (su-1/su-1). Endosperm biji jagung biasa yang memiliki gen Su-1

yang dominan menyebabkan jagung biasa menyimpan pati jauh lebih banyak daripada gula. Jagung manis dengan gen su-1 (sugary) resesif menimbun gula lebih banyak daripada pati. Gen su-1 menyebabkan tanaman lebih cenderung

menimbun gula (15 %) berdasarkan bobot kering dan polisakarida larut air (fitoglikogen 35 %) dalam jaringan endospermnya. Kandungan fitoglikogen biji

diperlukan agar teksturnya halus. Pengaruh lain dari gen su-1 adalah perubahan gula menjadi pati yang berlangsung lambat. Kandungan pati pada jagung manis

meningkat secara lambat sejalan dengan kematangan, tetapi setelah kira-kira 20 hari cenderung ajeg sedangkan dalam jagung biasa, pati terus meningkat dan mencapai taraf yang jauh lebih tinggi hingga 75 % bobot kering. Karena biji

jagung manis mengandung lebih sedikit pati, maka biji ini keriput dan agak tembus pandang ketika sudah kering.

Gen peningkat kandungan gula se-1 (sugary enhancer) adalah pengubah resesif dari gen bergula su-1 dan secara nyata meningkatkan kandungan gula biji dan

meningkatkan masa panen lebih lama dengan lebih sedikit kehilangan gula. Pada kultivar se-1 kandungan gula meningkat tanpa mengurangi kandungan

fitoglikogen. Pada kultivar se-1 laju perubahan gula menjadi pati sama dengan pada tipe su-1 normal, tetapi pada awalnya memiliki kandungan gula yang lebih

(16)

9 Laju perubahan gula menjadi patinya lebih rendah ketimbang jagung manis su-1

normal. Seperti tipe se-1, tipe ini awalnya juga memiliki kandungan gula lebih tinggi yang menyebabkan biji sh-2 bertahan manis lebih lama setelah dipanen

(Rubatzky et al., 1998).

2.3 Sifat kuantitatif dan Kualitatif

Sifat kuantitatif adalah sifat yang diatur oleh banyak gen minor, faktor lingkungan tidak dapat diabaikan sedangkan sifat kualitatif adalah sifat yang diatur oleh satu atau dua gen mayor dan faktor lingkungan dapat diabaikan. Sifat kualitatif

mempunyai pola pewarisan sifat yang sederhana sehingga mudah diamati. Perbedaan antara sifat kualitatif dan kuantitatif tidak begitu tergantung pada

besarnya efek dari individu gen seperti pada keturunan dan kondisi lingkungan dalam menghasilkan fenotipe terakhir. Maka dari itu, kunci keberhasilan dari kemajuan dalam analisis sifat kuantitatif berada dalam penilaian relatif dari dua

gen penyebab variabilitas (Allard, 1960).

Sifat kualitatif memiliki nilai duga heritabilitas yang tinggi sedangkan sifat kuantitatif memiliki nilai heritabilitas yang rendah (Hilmayanti et al., 2006). Gen

(17)

10 Secara garis besar, perbedaan sifat kuantitatif dan kualitatif adalah sebagai berikut.

Tabel 1. Perbedaan sifat kualitatif dan kuantitatif

Kriteria Kualitatif Kuantitatif

Bentuk sebaran discrete atau tegas continue atau berlanjut Penilaian pengamatan visual pengamatan pengukuran Gen pengendali satu atau dua banyak atau polygenic

Pengaruh lingkungan sedikit mudah terpengaruh Cara pemilihan secara visual berdasarkan analisis data

Keragaman yang terus-menerus dan terputus telah diamati dalam sifat seperti tinggi yang menunjukkan bahwa perbedaan sifat kualitatif dan kuantitatif adalah

tidak mutlak. Pewarisan sifat kepada keturunannya dapat merupakan sifat kualitatif atau kuantitatif. Pengelompokan berdasarkan sifat kualitatif lebih mudah karena sebarannya discrete dan dapat dilakukan dengan melihat apa yang

tampak dan pengujiannya banyak dilakukan dengan menggunakan Chi-Squared Test sedangkan untuk sifat kuantitatif dilakukan dengan analisis ragam dan

modifikasinya (Mangoendidjojo, 2003).

2.4 Polinasi Terbuka

Polinasi terbuka (Open Pollination) merupakan suatu perkawinan pada tiap

individu dalam populasi yang mempunyai kesempatan sama untuk kawin dengan individu lain dalam populasi tersebut. Contohnya, suatu populasi terdiri atas 25 %

individu yang mempunyai genotipe AA, 50 % dengan genotipe Aa, dan 25 % dengan genotipe aa. Bila terjadi polinasi terbuka, individu dengan genotipe AA yang menghasilkan gamet jantan akan kawin dengan individu genotipe AA, Aa,

(18)

11 Demikian juga gamet jantan yang dihasilkan oleh individu yang bergenotipe Aa

dan aa. Jadi, perluang terpilihnya suatu genotipe untuk kawin dengan genotipe yang lain adalah sama dengan frekuensi relatif yang dimiliki oleh genotipe yang

bersangkutan. Polinasi terbuka menghasilkan tanaman yang beragam satu sama lain sehingga mudah dilakukan seleksi (Mangoendidjojo, 2003).

Polinasi terbuka merupakan suatu persilangan alami untuk meningkatkan genetik

tanaman. Melalui polinasi terbuka, terjadi penyusunan ulang gen-gen yang ada di dalam kromosom tanaman. Dengan demikian, akan terjadi perubahan fenotipe baik vegetatif maupun generatif pada tanaman generasi selanjutnya (Hikam, 2010).

2.5 Seleksi Self

Ada dua hal untuk memahami prinsip pemuliaan, yaitu (1) seleksi dapat bekerja

secara efektif dalam perbedaan yang dapat diwariskan; (2) seleksi tidak dapat menciptakan variabilitas, tetapi hanya bekerja pada sifat yang ada. Dalam kaitannya dengan hal yang kedua, pemuliaan self dianggap penting dalam

perbaikan tanaman. Pemuliaan self menyebabkan homozigositas meningkat. Hal ini berlaku untuk setiap sifat, baik sifat kualitatif maupun sifat kuantitatif.

Hasil pemuliaan self sampai dengan generasi enam atau sembilan memisahkan

populasi menjadi subpopulasi yang berbeda secara genetik. Keseragaman timbul di dalam subpopulasi. Pemuliaan self tidak mencakup variabilitas genetik yang

(19)

12 Efek dari pemuliaan self penting dalam pemuliaan tanaman secara praktis. Efek

utama dari penyerbukan kros dengan susunan genetik yang terencana adalah untuk menaikkan keturunan yang akan mewariskan gen interes dari kedua

induknya. Pemuliaan self efektif dalam memfiksasi gen resesif yang

mengendalikan karakter penting, tetapi tidak terekspresi pada individu heterozigot. Pemuliaan self tidak mungkin berhasil tanpa diseleksi. Oleh sebab itu, seleksi self

sangat tergantung pada genetik tanaman karena polinasi self menaikkan homozigositas. Ukuran kuantitatif yang paling bermanfaat dari pemuliaan self

adalah menurunnya heterozigositas di dalam populasi (Allard, 1960).

2.6 Segregasi Genetik

Hukum segregasi bebas menyatakan bahwa pada pembentukan gamet, kedua pasang alel yang membentuk gen akan memisah sehingga tiap-tiap gamet

menerima satu alel A atau a.

Secara garis besar, hukum ini mencakup tiga pokok, yaitu sebagai berikut.

(1) Gen memiliki bentuk-bentuk alternatif yang mengatur variasi pada karakter. Ini adalah konsep mengenai alel.

(2) Setiap individu membawa pasangan kromosom, satu dari tetua jantan dan satu

dari tetua betina. Gen tersusun secara linier pada kromosom.

(3) Jika gen ini mempunyai dua alel yang berbeda (Aa), alel dominan akan

(20)

13 Jagung manis Dwiwarna (pearls and diamonds) didefinisikan sebagai jagung

manis yang mempunyai dua warna endosperm kuning dan putih pada satu tongkol. Kedominanan lengkap warna kuning menyebabkan lebih banyak biji kuning

daripada putih dalam satu tongkol, dengan nisbah harapan 3 kuning:1 putih (Hikam, 2003). Fenotipe adalah hasil dari banyak produk gen yang diekspresikan dalam suatu lingkungan tertentu. Lingkungan tidak hanya mencakup faktor

eksternal seperti temperatur dan jumlah atau kualitas cahaya, melainkan juga faktor internal seperti hormon dan enzim (Elrod dan Stansfield, 2006)

2.7 Epistasis

Epistasis adalah sebuah gen atau lokus yang menekan gen di lokus lain. Pada

segregasi epistasis dialel rasio 9:3:3:1 berubah menjadi 15:1. Pada segregasi epistasis 9:7, 9 Sh_Su_:3 Sh_susu:3 shshSu_:1 shshsusu berubah menjadi 9 biji bulat (9 Sh_Su_):7 biji kisut (3 Sh_susu + 3 shsh Su_ + 1 shshsusu) pada fenotipe

yang berbeda.

2.8 Depresi Inbriding

Penyerbukan silang akan menyebabkan terjadinya vigor hibrid. Vigor hibrid adalah meningkatnya vigor dan kinerja F1 melebihi kedua tetua bila dua inbred disilangkan. Sebaliknya, depresi inbriding terjadi bila dilakukan penyerbukan self

beberapa generasi dari tanaman menyerbuk silang (Jumin, 2008). Menurut Hallauer dan Miranda (1981 dalam Handayani, 2006) inbriding pada tanaman

(21)

14 Menurut Mangoendidjojo (2003), saat proses self yang dilakukan, zuriat akan

mengalami kemunduran vigor, yaitu berkurangnya ukuran dari standar normal dan berkurangnya tingkat kesuburan reproduksi dibandingkan dengan tetuanya.

Kemunduran sifat-sifat ini disebut inbreeding depression. Penggenerasian self yang terus-menerus pada tanaman menyerbuk silang akan menyebabkan depresi inbriding. Depresi inbriding dapat dihilangkan dengan satu kali penggenerasian

hibrid. Depresi inbriding terjadi akibat segregasi Mendel yang menyebabkan terekspresinya fenotipe yang merugikan. Efek yang merugikan dari pemuliaan

self tidak dihasilkan oleh proses self itu sendiri, tetapi berhubungan langsung dengan jumlah dan jenis karakter heterozigot dalam populasi tetua yang

bersegregasi akibat di self (Allard, 1960).

2.9 Ragam Genetik dan Heritabilitas

Ragam genetik adalah ragam yang ditimbulkan oleh perbedaan genetik di antara

individu. Keragaman genetik alami merupakan sumber bagi setiap program pemuliaan tanaman. Keragaman tersebut dapat dimanfaatkan untuk melakukan introduksi sederhana dan teknik seleksi atau dapat dimanfaatkan dalam program

persilangan yang canggih untuk mendapatkan kombinasi genetik yang baru (Welsh, 1991 dalam Room, 2004). Ragam genetik itu sendiri terdiri dari ragam

genetik aditif (σ2A), ragam genetik dominan (σ2D) dan ragam genetik epistasis (σ2I); dimana σ2g = σ2A + σ2D + σ2I. Ragam genetik aditif merupakan penyebab

(22)

15 ketidaksamaan diantara kerabat. Ragam ini merupakan basis utama bagi heterosis

dan kemampuan daya gabung (combining ability) (Syukur, 2005).

Heritabilitas dapat didefinisikan sebagai bagian keragaman genetik dari

keragaman total (keragaman fenotipe). Pendugaan heritabilitas adalah besarnya

heritabilitas suatu karakter kuantitatif dapat diduga melalui suatu desain

persilangan dua galur murni. Kemajuan seleksi adalah besaran heritabilitas yang

dapat digunakan dalam suatu program pemuliaan. Pengertian heritabilitas sangat penting dalam pemuliaan dan seleksi karakter kuantitatif. Efektif atau tidaknya seleksi tanaman yang berdaya hasil tinggi dari sekelompok populasi, tergantung

dari:

(1) seberapa jauh keragaman hasil yang disebabkan faktor genetik yang nantinya

diwariskan kepada keturunannya.

(2) seberapa jauh pula keragaman hasil yang disebabkan oleh lingkungan tumbuh tanaman (Makmur, 1992).

Heritabilitas suatu karakter penting diketahui, terutama untuk menduga besarnya

pengaruh lingkungan terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta pemilihan lingkungan yang sesuai untuk proses seleksi (Susanto dan Adjie, 2005

dalam Sujiprihati et al., 2005). Heritabilitas merupakan karakter genetik untuk memilih sistem seleksi yang efektif (Sujiprihati et al., 2005).

Heritabilitas dalam arti lebar atau broad-sense (h2BS) merupakan sifat yang

(23)

16 keragaman total pada sifat-sifat yang disebabkan oleh perbedaan genetik di antara

tanaman-tanaman yang diamati. Secara alami perbedaan ini mungkin terjadi karena perbedaan genetik dan perbedaan lingkungan sekitarnya dari kelompok ke

kelompok dan dari tahun ke tahun. Pengetahuan tentang nilai heritabilitas sangat diperlukan dalam melakukan program seleksi dan rancangan perkawinan untuk perbaikan mutu genetik tanaman. Pengetahuan ini bermanfaat dalam menduga

besarnya kemajuan untuk program pemuliaan berbeda. Di samping itu, pemulia dapat membuat keputusan penting apakah biaya program pemuliaan yang

dilakukan sepadan dengan hasil yang diharapkan. Nilai heritabilitas bermanfaat dalam menaksir nilai pemuliaan individu tanaman (Rusfidra, 2006).

Heritabilitas menentukan keberhasilan seleksi karena heritabilitas dapat

memberikan petunjuk suatu sifat lebih dipengaruhi oleh faktor genetik atau faktor lingkungan. Nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik lebih berperan dalam mengendalikan suatu sifat dibandingkan faktor lingkungan.

(24)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2009 sampai Januari 2010 di

kebun percobaan Politeknik Negeri Lampung.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah tiga kultivar jagung manis yang merupakan hasil sintetik I dari polinasi terbuka (open pollination) tahun 2008 (Tabel 1); pupuk NPK majemuk sedangkan alat-alat yang digunakan adalah tugal, polibag,

cutter, stapler, mistar, meteran, kertas label, tali rafia, karet gelang, kantung tongkol, kantung polen, jangka sorong, refraktometer, dan alat tulis.

Tabel 2. Kultivar jagung manis yang diteliti

Kultivar Warna Biji Genotipe

(25)

18 3.3 Pelaksanaan Penelitian

Media yang dipakai untuk penelitian ini adalah tanah yang berasal dari Politeknik Negeri Lampung yang dimasukkan ke dalam polibag sebanyak lima kilogram. Benih ditanam sebanyak satu benih per polibag.

Benih yang digunakan adalah benih jagung manis dari tujuh kultivar dengan tiga

kali ulangan dan ditentukan lima sampel pada setiap kultivar. Kultivar yang diambil adalah sintetik I dari polinasi terbuka pada tahun 2008. Penyiraman

dilakukan dengan cara mengisi air pada botol plastik bekas yang ditanamkan pada setiap polibag dan bagian dasar botol sudah dipotong serta bagian penutup botol

sudah diberi lubang. Penyiraman dilakukan setiap sore hari.

Setelah tanaman jagung manis berumur dua minggu dilakukan pemupukan dengan menggunakan pupuk NPK majemuk dengan dosis 5 g per tanaman. Semua

tanaman jagung manis diself. Polen di panen dengan cara menutup malai bunga

jantan dengan kantung polen selama 24 jam sebelum polinasi. Bunga betina diisolasi dengan cara menutup dengan menggunakan kantung tongkol agar tidak dipolinasi oleh polen asing (stray pollen). Untuk mendapatkan rambut yang

banyak dan panjang serta seragam, ujung tongkol yang berukuran ± 2 – 3 cm dipotong karena pertumbuhan rambut yang seragam akan memudahkan polinasi.

(26)

19 Pengamatan dilakukan terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah malai,

panjang tongkol, diameter tongkol, tinggi tongkol, jumlah baris biji per tongkol, kadar sukrosa, warna biji jagung manis, jumlah biji bulat:biji kisut per tongkol.

3.4 Metode Statistika

Penelitian ini menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak nonfaktorial

dengan tiga ulangan. Lini zuriat yang digunakan adalah LASS Kuning Bulat (KuBu), LASS Kuning kisut (Kuki), dan LAW putih Bulat (puBu). Benih LASS berasal dari tetua LASS Kuki (♀) dan UL3 KuBu(♂) sedangkan LAW puBu berasal dari tetua LASS Kuki (♀) dan LAW puBu (♂). Data diambil dari variabel

vegetatif dan generatif dan dilakukan analisis ragam. Pemeringkatan ketiga

kultivar jagung manis berdasarkan Beda Nyata Jujur (BNJ) 5%.

Berdasarkan kuadrat nilai tengah harapan yang diperoleh dari analisis ragam maka dihitung ragam genetik (σ2g), heritabilitas broad-sense (h2BS), dan koefisien keragaman genetik (KKg). Segregasi warna dan bentuk biji diuji dengan uji

Goodness of Fit Chi-Squared (χ2).

Tabel 3. Analisis Ragam

Sumber

(27)

20 Pendugaan nilai ragam genetik (σ2g), heritabilitas broad-sense (h2BS), dan

koefisien keragaman genetik (KKg) dianalisis dengan rumus:

σ2

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

(1) Tinggi tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang sampai dengan daun bendera.

(2) Tinggi tongkol Relatif (%)

Tinggi tongkol relatif adalah tinggi tongkol dibagi dengan tinggi tanaman kemudian dipersenkan.

(3) Jumlah daun (helai)

Jumlah daun adalah seluruh daun pada tanaman sampel.

(4) Jumlah malai

(28)

21 (5) Jumlah Tongkol

Jumlah tongkol adalah seluruh tongkol pada tanaman sampel. (6) Jumlah Bunga Betina

Jumlah bunga betina adalah seluruh bunga betina pada tanaman sampel. (7) Diameter tongkol (cm)

Diameter tongkol merupakan garis tengah yang diukur dari tongkol jagung.

(8) Panjang tongkol (cm)

Panjang tongkol diukur mulai dari pangkal tongkol sampai dengan ujung

tongkol.

(9) Jumlah baris biji per tongkol

Jumlah baris biji per tongkol merupakan seluruh baris biji dalam satu tongkol.

(10) Kadar sukrosa (%ºBrix)

Kadar sukrosa diukur pada 18 hari setelah polinasi (hsp) menggunakan refraktometer. Beberapa biji jagung manis diambil kemudian dihancurkan di atas kaca refraktometer. Setelah itu, dilihat berapa kadar sukrosa yang

terlihat.

(11) Nisbah biji bulat: biji kisut

(29)

ANALISIS GENETIKA KUANTITATIF UNTUK

SIFAT VEGETATIF DAN GENERATIF PADA

TIGA KULTIVAR JAGUNG MANIS

(Skripsi)

Oleh

Yorrensa Ulan Sari

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

(30)

vii DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Analisis boxplot untuk sifat interes pada tiga kultivar

(31)

iii

III.METODOLOGI PENELITIAN ... 17

3.1Waktu dan Tempat Penelitian ... 17

3.2Bahan dan Alat ... 17

3.3Pelaksanaan Penelitian ... 18

(32)

iv

3.5Variabel Pengamatan ... 20

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

4.1Analisis Kuadrat Nilai Tengah Gabungan untuk Variabel Vegetatif dan Generatif ... 22

4.2Analisis Boxplot untuk Sifat Interes pada Tiga Kultivar Jagung Manis ... 24

4.3Ragam Genetik (σ2g), Heritabilitas (h2BS), dan Koefisien Keragaman Genetik (KKg) untuk Variabel Vegetatif dan Generatif ... 27

4.4Segregasi Biji Jagung Manis pada Tiga Kultivar Jagung Manis ... 29

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 33

5.1 Kesimpulan ... 33

5.2 Saran ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34

LAMPIRAN ... 36

Tabel 12 – 13 ... 37

Tabel 14 – 16 ... 38

Tabel 17 – 20 ... 49

(33)

DAFTAR PUSTAKA

Allard, R. W. 1960. Pemuliaan Tanaman. PT Rineka Cipta. Jakarta. 336 hlm.

Elrod, S. L., dan W. D. Stansfield. 2006. Genetika. Edisi keempat. Penerbit Erlangga. Jakarta. Hlm. 78 – 182.

Handayani, R. O. 2005. Analisis Heterosis dan Heritabilitas Karakter Fenotipik pada Populasi Jagung Sintetik yang diturunkan dari Lima Populasi Tetua Inbred. Skripsi Sarjana Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Hlm. 1 – 26.

Hikam, S. 2003. Program Pengembangan Jagung Manis Lampung Super Sweet (LASS) dan Lampung Golden Bantam (LAGB). Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Hlm. 1 – 17.

_____. 2010. Teknik Perancangan dan Analisis Pemuliaan Tanaman. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Hlm 1 – 31.

Hilmayanti, I., W. Dewi, Murdaningsih, M. Rahardja, N. Rostini, dan R.

Setiamihardja. 2006. Pewarisan karakter umur berbunga dan ukuran buah cabai merah (Capsicum annuum L.). Zuriat. Volume 17 Nomor 1. Universitas Padjadjaran. Bandung.

Jumin, H. B. 2008. Dasar-dasar Agronomi, Edisi Revisi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hlm. 63 – 68.

Makmur, A. 1992. Pengantar Pemuliaan Tanaman. PT Rineka Cipta. Jakarta. Hlm. 30 – 51.

Mangoendidjojo, W. 2003. Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 182 hlm.

Nurhayati, S. 2002. Pengaruh takaran pupuk kandang dan umur panen terhadap hasil dan kandungan gula jagung manis. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian. Universitas Terbuka.

(34)

35 Room, G. O. 2004. Kajian Segregasi Genetik Warna dan Bentuk Biji pada

Hibrid-F1 Three-Way Cross dalam Perakitan Jagung Manis Biji Putih. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Hlm. 1 – 28.

Rubatzky, Vincent, dan M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia: Prinsip, Produksi, dan Gizi. Jilid 1. Penerbit Institut Teknologi Bandung. Bandung. Hlm. 261 – 280.

Rusfidra. 2006. Manfaat heritabilitas dalam pemuliaan ternak.

http://rusfidra.multiply.com/journal/item/46/Heritabilitas. Diakses pada tanggal 03 Februari 2010.

Setia, M. Y. P. 2005. Jagung LASS janjikan keuntungan lebih.

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=477&_dad=portal30&_schema =PORTAL30&pared_id=394466&patop_id=W02. Diakses pada tanggal 22 Februari 2010.

Subekti, N. A., Syafruddin, R. Efendi, dan S. Sunarti. 2008. Morfologi tanaman dan fase pertumbuhan jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/ind//bjagung/empat.pdf. Diakses pada tanggal 03 Februari 2010

Sudarmadji, R. Mardjono, dan H. Sudarmo. 2007. Variasi genetik, heritabilitas, dan korelasi genotipik sifat-sifat penting tanaman wijen (Sesamum indicum

L.). Jurnal Littri. Volume 13, No. 03. Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat. Malang, Jawa Timur. Hlm. 88 – 92.

Sujiprihati, S., M. Syukur, dan R. Yunianti. 2005. Pendugaan ragam genetik dan heritabilitas beberapa karakter vegetatif dan hasil jagung manis. Jurnal Agrotropika X (2). Hlm. 75 – 78.

Suprapto dan N. Md. Kairudin. 2007. Variasi genetik, heritabilitas, tindak gen dan kemajuan genetik kedelai (Glycine max Merrill) pada ultisol. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia. Volume 9, No. 2. Hlm. 183 – 190.

Syukur, M. 2005. Pendugaan parameter genetik pada tanaman.

http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/10245/muh_syukur.pdf. Diakses pada tanggal 03 Februari 2010.

Wikipedia. 2010. Hukum pewarisan Mendel. Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas.

(35)

v DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Perbedaan sifat kualitatif dan kuantitatif... 10

2. Kultivar jagung manis yang diteliti ... 17

3. Analisis Ragam ... 19

4. Analisis kuadrat nilai tengah untuk variabel vegetatif ... 22

5. Analisis kuadrat nilai tengah untuk variabel generatif ... 23

6. Peringkat kultivar untuk variabel vegetatif dan generatif berdasarkan BNJ0,05 ... 24

7. Ragam genetik (σ2g), heritabilitas broad-sense (h2BS) dan koefisien keragaman genetik (KKg) untuk variabel vegetatif dan generatif ... 28

8. Uji Goodness of fit chi-squared kultivar LASS KuBu dengan nisbah harapan 12 bulat:4 kisut ... 30

9. Uji Goodness of fit chi-squared kultivar LASS KuBu dengan nisbah harapan 9 bulat:7 kisut ... 31

10.Uji Goodness of fit chi-squared kultivar LASS Kuki dengan nisbah harapan 12 bulat:4 kisut ... 31

11.Uji Goodness of fit chi-squared kultivar LAW puBu dengan nisbah harapan 9 Kuning Bulat:3 Kuning kisut:3 putih Bulat:1 putih kisut ... 32

12.Nilai rerata variabel vegetatif dan generatif ... 37

(36)

vi 14.Uji homogenitas berdasarkan Levene pada variabel

vegetatif dan generatif ... 38

15.Analisis ragam untuk tinggi tanaman ... 38

16.Analisis ragam untuk tinggi tongkol relatif ... 38

17.Analisis ragam untuk jumlah daun ... 39

18.Analisis ragam untuk jumlah malai... 39

19.Analisis ragam untuk jumlah tongkol ... 39

20.Analisis ragam untuk jumlah bunga betina ... 39

21.Analisis ragam untuk diameter tongkol ... 40

22.Analisis ragam untuk panjang tongkol ... 40

23.Analisis ragam untuk jumlah baris biji ... 40

(37)

Karena Tuhanlah yang memberikan hikmat,

dari mulut-Nya datang pengetahuan dan kepandaian (Amsal 2:6)

Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga (Pengkotbah 9:10a)

karena masa depan sungguh ada dan harapanmu tidak akan hilang (Amsal 23:18)

Persiapan yang baik untuk masa depan ialah tugas yang terakhir dikerjakan dengan sebaik-baiknya (Mac Donald)

(38)

Dengan penuh rasa syukur kepada Tuhan Yesus, kupersembahkan skripsi ini pada kedua orang tua dan adik-adikku yang tersayang, orang-orang yang mengasihiku,

(39)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 21 Desember 1988 di Bandar Jaya, Lampung

Tengah. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Eddy Prasetyo dan Nurlaela Talis.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak Dharma Wanita 2

Lempuyang Bandar pada tahun 1995 dan Sekolah Dasar Negeri 3 Bandar Sakti, Lampung Tengah pada tahun 2000. Penulis melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Terbanggi Besar, Lampung Tengah dan lulus pada

tahun 2003 kemudian penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Terusan Nunyai, Lampung Tengah pada tahun 2006. Pada tahun yang sama, Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Agronomi, Jurusan

Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi pengurus Persekutuan

Oikumene Mahasiswa Kristen Fakultas Pertanian (Pomperta) sebagai sekretaris periode 2008 – 2009 dan Tim Pendamping Pelayanan Mahasiswa (TPPM) periode 2009 – 2010. Penulis juga dipercaya menjadi asisten praktikum mata kuliah

(40)

Pada semester tujuh, Penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) Di PT Great

(41)

i SANWACANA

Puji Tuhan atas segala kasih dan karunia Tuhan Yesus Kristus sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Genetika Kuantitatif untuk

Sifat Vegetatif dan Generatif pada Tiga Kultivar Jagung Manis”. Penulis banyak

mendapat bantuan dari penelitian sampai penyelesaian skripsi ini. Oleh karena

itu, dengan segenap hati penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Saiful Hikam, M. Sc. sebagai pembimbing pertama yang telah menyediakan waktu

untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, kesabaran yang luar biasa, arahan, dan motivasi yang diberikan kepada penulis; Dr. Ir. Paul B.

Timotiwu, M. S. sebagai pembimbing kedua yang telah memberikan saran,

bimbingan dan kebaikan kepada penulis; Ir. Denny Sudrajat, M. P. sebagai pembahas yang telah memberikan saran dan kebaikan kepada penulis; Ir. Herry Susanto, M. P. sebagai pembimbing akademik penulis yang telah memberikan

waktu, bimbingan, arahan, dan kebaikan selama penulis menjadi mahasiswa; dan seluruh dosen Jurusan Budidaya Pertanian, Universitas Lampung atas semangat,

ilmu, dan pengajaran yang telah diberikan kepada penulis.

Terima kasih untuk kedua orang tua dan adik-adik penulis yang telah memberikan doa, dukungan, kasih, berkat yang luar biasa kepada penulis.

(42)

ii pemuliaan tanaman, yaitu Reisha Ayu Puspita, Aris Setiawan, Nur Afni Uli

Gultom, Sri Nurmayanti, Tanty Yunita Saputri, dan Cipta Arief Martyadi untuk segala bantuan dan kerja sama yang telah diberikan kepada penulis; serta Rizky

Amelia Febrina, Roosaria Tiara F. K., Ayu Eka Wulandari, Onny Chrisna P. P., Yayah Inayah, Krisna Aji Hutomo, Ramadian B. S., Tantri Indah Sari

Situmorang, N. C. Lamtiur Situmorang, Nova Manurung, dan Lora Rossy Sinaga,

yang telah memberikan bantuan, semangat, doa, dan dukungan yang besar kepada penulis.

Bandar Lampung, November 2010

Penulis

Gambar

Tabel 1. Perbedaan sifat kualitatif dan kuantitatif
Tabel 2.  Kultivar jagung manis yang diteliti
Tabel 3.  Analisis Ragam

Referensi

Dokumen terkait

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah benih jagung manis varietas SD 3, media triptone soya agar (TSA), isolat bakteri koleksi Klinik Tanaman yaitu G4 yang

Apakah terdapat kombinasi dosis pupuk organonitrofos dengan pupuk kimia yang paling efisien serta efektif terhadap pertumbuhan, serapan hara dan produksi tanaman jagung manis

Salah satu desa penghasil jagung manis yang berada di Kecamatan Sigi Biromaru adalah Desa Bulupountu Jaya dengan luas lahan sebesar 75 ha dan produksi sebesar 285 ton pada

Rata-rata bobot segar tongkol dengan klobot per tanaman, per petak dan per hektar akibat perlakuan jarak tanam jagung manis dan varietas kedelai pada sistem tumpangsari disajikan

Salah satu desa penghasil jagung manis yang berada di Kecamatan Sigi Biromaru adalah Desa Bulupountu Jaya dengan luas lahan sebesar 75 ha dan produksi sebesar 285 ton pada

Hasil ANAVA menunjukkan bahwa penggunaan beberapa jenis mulsa berpengaruh terhadap berat kering tanaman Jagung umur 53 hst, secara ringkas dapat dilihat pada