• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMAN BROILER DI SEMI CLOSED HOUSE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMAN BROILER DI SEMI CLOSED HOUSE"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENGARUH KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMAN BROILER DI SEMI CLOSED HOUSE

Oleh Dwi Andriani

Manajemen yang baik perlu dilakukan untuk meningkatkan performan broiler. Perbedaan tingkat kepadatan kandang dapat memengaruhi kenyamanan ayam untuk pertumbuhan. Semiclosed house merupakan kandang yang tertutup dengan terpal. Konsep semiclosed house mengadopsi konsep vakum udara pada sistem

closed house.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui pengaruh kepadatan kandang terhadap performan broiler di semiclosed house dan (2) mengetahui kepadatan kandang yang terbaik terhadap performan broiler di semiclosed house. Penelitian dilaksanakan selama 24 hari dari 12 Februari--6 Maret 2012, di kandang ayam milik Ramajaya Farm di Desa Candimas, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Ayam yang digunakan adalah broilerstrainCobb

dengan merk dagang CP 707. Rata-rata bobot awal DOC 42,55 ± 3,13 g/ekor dengan koefisien keragaman 7,36%. Broiler mulai mendapatkan perlakuan umur 13--24 hari sebanyak 330 ekor dengan rata-rata bobot badan awal 367,29 ± 27,73 g/ekor dan KK sebesar 7,56%.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Langkap (RAL), terdiri atas empat perlakuan, dengan ulangan sebanyak lima kali, yaitu P1: kepadatan kandang 12 ekor m-2, P2: kepadatan kandang 15 ekor m-2, P3: kepadatan kandang 18 ekor m-2, dan P4: kepadatan kandang 21 ekor m-2. Data yang dihasilkan dianalisis dengan analisis ragam, apabila dari analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan terhadap kepadatan kandang nyata pada taraf 5%, maka analisis

dilanjutkan dengan uji Duncan.

(2)

PENGARUH KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMAN BROILER DI SEMICLOSED HOUSE

(Skripsi)

Oleh DWI ANDRIANI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(3)

PENGARUH KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMAN BROILER DI SEMI CLOSED HOUSE

Oleh

Dwi Andriani

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PETERNAKAN

pada

Jurusan Peternakan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 4

C. Kegunaan Penelitian ... 5

D. Kerangka Pemikiran ... 5

E. Hipotesis ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Broiler... ... 8

B. Kepadatan Kandang ... 11

C. SemiClose House ... 12

D. Performan ... 15

a. Konsumsi ransum ... 16

b. Konsumsi air minum ... 17

c. Pertambahan berat tubuh ... 18

d. Konversi ransum ... 20

e. Income over feed cost (IOFC) ... 21

III. BAHAN DAN METODE ... 23

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 23

(6)

a. Ayam... ... 23

b. Kandang ... 24

c. Ransum ... 24

d. Air minum ... 25

e. Antibiotik, vaksin dan vitamin ... 25

C. Peralatan Penelitian ... 25

D. Rancangan Percobaan dan Analisis Data ... 26

E. Pelaksanaan Penelitian ... 27

F. Peubah yang Diukur ... 28

a. Konsumsi ransum... ... 28

b. Pertambahan berat tubuh ... 29

c. Konversi ransum ... 29

d. Income over feed cost (IOFC) ... 29

e. Konsumsi air minum ... 29

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……… 30

A. Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Konsumsi Ransum…… 30

B. Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Konsumsi Air Minum… 33

C. Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Pertambahan Berat Tubuh. 35

D. Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Konversi Ransum……... 38

E. Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Income Over Feed Cost (IOFC)……… 40

V. SIMPULAN DAN SARAN……… 44

A. Simpulan………... 44

B. Saran………. 44

DAFTAR PUSTAKA………. 45

(7)
(8)

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2003. Meningkatkan Produktivitas Ayam Pedaging. Agromedia Pustaka. Jakarta

Aksi Agraris Kanisius. 2003. Berternak Ayam Pedaging. Cetakan ke-18. Kanisius. Jakarta

Amrullah, I.K. 2003. Nutrisi Ayam Broiler. Cetakan Pertama. Lembaga Satu Gunung Budi. Bogor.

Anggraini, N. 2011. ”Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Performans Ayam Jantan Tipe Medium di Kandang Panggung”. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Anggorodi, R. 1992. Kemajuan Mutakhir Ilmu Makanan Ternak Unggas. Cetakan ke-1. Universitas Indonesia Press. Jakarta

Cahyono, B. 2004. Cara meningkatkan Budidaya Ayam Ras pedaging (Broiler).

Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta

Creswell, D dan P.S. Hardjosworo. 1979. ”Bentuk Kandang Unggas dan

Kepadatan Kandang untuk DaerahTtropis”. Laporan Seminar Ilmu dan Industri Perunggasan II, Ciawi Bogor, Puslitbang Ternak, Bogor.

CV. Mitra Utama. 2010. “Ventilasi Closed House”.

http://mitraternakbroiler.blogspot.com/2010/05/ventilasi-close-house.html. Diakses 31 Maret 2012

Fadilah, R. 2004. Panduan Mengelola Peternakan Ayam Broiler Komersial. Cetakan pertama. Agromedia Media Pustaka. Jakarta

Fahmi, Mgs. 2004. “Pengaruh Pembagian Persentase Pemberian Ransum pada Siang dan Malam Hari terhadap Performans Broiler pada Frekuensi Pemberian Ransum 8 kali”. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung

Fajar, Z.F. 2012. ”Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Respon Fisiologis

(9)

Haris, S. 2011. “Ventilasi Tunnel pada Broiler”.

http://unggasindonesia.wordpress.com/2011/03/28/ventilasi-tunnel-pada-broiler/. Diakses 31 Maret 2012

Hypes, W A., G. H. Carpenter., R. A. Peterson., dan W T. Jones. 1994. “Productive performance of convention floor-reared broilers vs. high density cage-brooded broilers”. J.Appl. PoultryRes. 3:238--243

Kartasudjana, R dan Suprijatna, E. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Cetakan-1. Penebar Swadaya. Jakarta

Meizwarni. 1993. “Sistem Perkandangan”. Paper. Fakultas Pasca Sarjana Universitas Andalas. Padang.

Melviana, T. 2009. ”Menyiasati Angin Mati”. Majalah Trobos. Edisi 1 April 2009. Jakarta

Miku, Y,F. dan Sumiati. 2010. “Manajemen Perkandangan Ayam Bibit Pedaging

StrainRoss dan Strain Lohman di PT. Silga Perkasa Sukabumi-Jawa Barat”.

Makalah Seminar PKL. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor Moberg, G. 1985. Animal Stress. 1st ed. American Physiological Society. Bethesda, Maryland

National Research Council (NRC). 1994. Nutrient Requirement of Poultry. 9th Ed. National Academy of Science, Washington, D.C.

Nisa, A.S.H. 2008. “Performa Ayam Broiler yang Mendapat Ransum Bersuplemen Cr Organik dan Dipelihara pada Kepadatan Kandang yang Berbeda”. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor North, M.O. and D.D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th Edition. Van Nostrand Rainhold. New York

Nova, K., T. Kurtini, dan Riyanti. 2002. Buku Ajar Manajemen Usaha Ternak Unggas. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Nova, K. 2008. “Pengaruh perbedaan persentase pemberian ransum antara siang dan malam hari terhadap performans broiler CP 707”. Jurnal Animal Production. Vol. 10(2) halaman 117--121

Prayitno, D,S dan Wahono, E,Y. 1997. Manajemen Ayam Ras Pedaging. Cetakan-1. Trubus Agriwidia. Ungaran

(10)

48 Priyo. 2009. ”Menyiasati Angin Mati”.Artikel. Blogspot(http://ilmupeternakan-priyo.blogspot.com/2009_05_01_archive.html). Diakses pada18 Desember 2011 PT.Charoen Pokphand Indonesia, Tbk. 2003. Manual Broiler Manajemen CP. 707. Jakarta

PT. Tekad Mandiri Citra. 2010. Heat Stress dan Cara Menanganinya. http:// www.temanc.com/id/in/component/content/article/119-tips/1168-heat-stress-dan-cara-menanganinya.html. diakses 8 mei 2012

Rasyaf, M. 1995. Pengelolaan Usaha Peternakan Ayam Pedaging. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

---. 2011. Panduan Berternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta

Ross Manual Management, 2009. http://info.medion.co.id/index.php/artikel/layer/ tata-laksana/suhu-dan-kelembapan. Diakses pada hari Sabtu, 2012 pukul 20.30 WIB

Rusianto, N. 2008. Management Berternak Broiler Modern. Buku Panduan. Privo Sakurazy Medtecindo (perusahaan inti plasma). Surabaya

Sainbury and P. Sainbury. 1988. Livestock Health and Houshing. 3rd ed. Bailere Tindall. London

Schaible. 1980. Poultry Feed and Nutrition. Dept. of Poultry Sci. Michigan State University, East Lansing. Michigan.

Setyono, D dan Ulfah, M. 2011. 7 Jurus Sukses Menjadi Peternak Pedaging. Cetakan-1. Penebar Swadaya. Jakarta

Soeharsono. 1997. “Respon broiler terhadap Berbagai Kondisi Lingkungan”.

Disertasi. Universitas Padjajaran. Bandung

Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistik Suatu Pendekatan Biometrik. Alih Bahasa B. Sumantri. PT. Gramedia. Jakarta Sturkie, P.D. 1976. Avian Physiology. Third Edition. Spinger verlag. New york Sudaryani, T. dan H. Santosa. 1999. Pembibitan Ayam Ras. Cetakan ke-4. Penebar Swadaya. Jakarta

Sudono, A,.I. Kismono,S.P. Hadjosworo, D.J. Samosir, Abdulgani, K.I.

(11)

Suhaimi, Y,.R. 1997. ”Tekhnologi Baru Harapan Baru”. Majalah Infovet. Edisi 047.

Sulistyoningsih, M. 2004. ”Respon Fisiologis dan Tingkah Laku Ayam Broiler

Periode Starter Akibat Cekaman Temperatur dan Awal Pemberian Pakan yang Berbeda”. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang

Suprijatna, E., U. Atmomarsono, dan K. Ruhyat. 2005. Ilmu Dasar ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta

Surjoatmodjo,M. 1997. “Close House Cleaner Production”. Majalah Infovet. Edisi 047 Juni. Jakarta

Tanudimadja, K. Dan S. Kusumamihardja. 1975. Tingkah Laku Hewan Piaraan. Departemen Zoologi. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo, dan S.

Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke-5. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Triyanto. 2006. “Perbandingan Performans Broiler Fase Finisher (15 -- 28 hari) Pada Kandang Panggung dan Kandang Litter”. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung

Unandar, T. 2003. “Ada Apa dengan Broiler”. Makalah disampaikan dalam temu Plasma Pintar. Bandar Lampung

Williamson, G dan W.J.A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan Di Daerah Tropis. Edisi ke tiga. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Yahya, A. 2003. “Pengaruh Penambahan Saccharomyces cerevisiae dalam Ransum terhadap Pertumbuhan Broiler”. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung

Yousef, M.K. 1985. Stress Physiologi in Livestock. Volume I. CRC Press. Boca Raton. Florida

(12)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Sektor peternakan sangat penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Sumber daya manusia yang berkualitas ditentukan oleh pendidikan yang tepat guna dan

pemenuhan gizi masyarakat. Pemenuhan gizi masyarakat sebagian besar berasal dari protein hewani. Protein hewani yang banyak digemari masyarakat dan memiliki kandungan protein yang tinggi adalah daging ayam. Daging ayam yang banyak dikonsumsi masyarakat sampai saat ini adalah broiler atau ayam

kampung.

(13)

Produktivitas ternak dipengaruhi oleh 30% faktor genetik dan 70% faktor

lingkungan (Aksi Agraris Kanisius/AAK, 2003). Manajemen pemeliharaan yang baik diperlukan untuk mendapatkan performan yang baik. Salah satu faktor yang diperhatikan di dalam manajemen pemeliharaan adalah kepadatan kandang. Kepadatan kandang yang ideal akan menciptakan suasana yang nyaman di dalam kandang yang akan berpengaruh terhadap konsumsi ransum. Tingginya

kepadatan kandang akan menurunkan konsumsi ransum yang berakibat menurunnya produksi. Sebaliknya, jika kepadatan rendah akan terjadi pemborosan ruangan dan pertumbuhan akan menurun karena ayam banyak bergerak yang menyebabkan energi banyak terbuang (Fadilah, 2004).

Indonesia terletak di daerah tropis (60 LU--110 LS garis khatulistiwa) yang menyebabkan Indonesia selalu mengalami suhu dan kelembaban yang tinggi. Suhu setiap hari berkisar 23--350C di dataran rendah dan 20--300C di dataran tinggi (Cresswell dan Hardjosworo 1979). Menurut Prayitno dan Wahono (1997), suhu untuk mengonversi ransum paling baik pada broiler adalah 21,10C. Hal ini membuat pemeliharaan broiler kurang nyaman. Oleh sebab itu, diperlukan modifikasi kandang untuk pemeliharaan broiler sehingga broiler nyaman dipelihara dan produksi maksimal.

(14)

3 Kandang yang banyak digunakan dalam pemeliharaan ayam di Indonesia

(Lampung khususnya) adalah kandang terbuka. Kandang terbuka adalah sistem kandang dengan ventilasi terbuka yang bertujuan pertukaran udara dari dalam kandang terjadi secara alami (Priyo, 2009). Kelebihan kandang terbuka adalah biaya pembangunan kandang murah dan pertukaran sirkulasi udara yang baik, sedangkan kelemahan kandang terbuka adalah kecepatan dan aliran udara yang masuk tidak dapat dikendalikan.

Closed house adalah kandang ayam yang tidak bergantung pada lingkungan, pertumbuhan ayam dengan mudah bisa dikontrol. Kelembaban dan suhu udara bisa diatur sesuai dengan kehendak peternak (Surjoatmodjo, 1997). Namun, biaya untuk pembuatan kandang ini relatif mahal.

Solusi untuk mengatasi kelemahan kandang terbuka dan closed house yaitu semi closed house. Semiclosed house adalah jenis kandang yang mengadopsi prinsip kerja closed house yang dikenal dengan sistem inlet-outlet. Semiclosed house

belum permanen seperti layaknya closed house, kandang ini dilengkapi dengan kipas. Satu ujung kipas berfungsi mendorong angin masuk (inlet) dan ujung lain menarik angin dalam kandang dan mendorong keluar (outlet) dan kandang ditutup layar untuk keberhasilan sistem ini. Semiclosed house dapat mengeluarkan kelebihan panas dan gas-gas yang berbahaya seperti CO2 dan NH3 yang ada dalam kandang serta mampu meminimalkan pengaruh-pengaruh buruk lingkungan (Priyo, 2009).

Menurut Rasyaf (2011), kepadatan kandang yang ideal pada pemeliharaan broiler

(15)

kandang konvensional (opened house) biasanya 10 ekor m-2, sedangkan pada

closed house mencapai 21 ekor m-2. Menurut Rusianto (2008), kepadatan kandang broiler di kandang dengan ventilasi alami mencapai 15 kg m-2 berat hidup.

Sampai saat ini, kepadatan kandang pemeliharaan broiler pada semi closed house

belum diketahui, padahal semi closed house memiliki sistem sirkulasi udara yang baik dan nyaman untuk dilakukannya pemeliharaan broiler. Selain itu, kelebihan

semi closed house adalah kandang tidak berbau dan tidak ada lalat yang masuk ke kandang. Pada umumnya, peternak memilih kepadatan kandang broiler 15 ekor m-2 di semiclosed house. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh kepadatan kandang yang ideal untuk menghasilkan

performan yang baik pada broiler di semi closed house dengan kepadatan 12, 15, 18, dan 21 ekor m-2. Jumlah kepadatan kandang di semiclosed house diantara kandang terbuka (opened house) dan kandang tertutup (closed house). Sistem sirkulasi udara di semiclosed house mengadopsi sistem sirkulasi di closed house.

B. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. mengetahui pengaruh kepadatan kandang terhadap performan broiler di semi closed house;

2. mengetahui kepadatan kandang yang terbaik terhadap performan broiler di

(16)

5 C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi peternak mengenai tingkat kepadatan kandang yang ideal untuk meningkatkan produksi broiler di semi closed house.

D. Kerangka Pemikiran

Broiler adalah ayam yang mampu menghasilkan bobot hidup antara 1,3--1,6 kg pada umur 5--6 minggu (Rasyaf, 2011). Menurut Cahyono (2004), broiler dapat dipanen pada umur 6--8 minggu dengan bobot tubuh mencapai 1,3--1,8 kg. Keunggulan lain dari broiler adalah ukuran tubuh besar dengan dada lebar, padat dan berisi (Unandar, 2003).

(17)

Kepadatan kandang yang tidak sesuai akan memengaruhi kenyamanan broiler

untuk berproduksi. Kepadatan kandang yang tinggi akan meningkatkan suhu kandang yang berimbas pada turunnya konsumsi ransum dan terjadi peningkatan air minum. Kepadatan yang rendah juga akan mengurangi energi yang ada di dalam tubuh karena terlalu banyak aktivitas broiler di dalam kandang. Menurut Fadilah (2004), kepadatan kandang yang tinggi kurang baik terhadap

pertumbuhan unggas. Broiler berproduksi dengan baik pada suhu 210C atau kisaran 16--200C (AAK, 2003). Menurut Prayitno dan Wahono (1997), suhu untuk mengonversi ransum paling baik pada broiler adalah 21,10C.

Kandang yang nyaman memberikan dampak positif agar ternak tidak stres yang selanjutnya akan memberikan imbalan produksi yang lebih baik. Semi closed house memiliki suhu yang lebih sejuk dibandingkan dengan kandang panggung dan postal dengan ventilasi terbuka, karena terdapat exhaust fan dan cooling pad

yang berfungsi untuk pertukaran udara. Semi closed house cukup tinggi

kepadatannya daripada panggung dan postal dengan ventilasi terbuka. Sirkulasi udara di semiclosed house dapat diatur oleh peternak, sehingga suhu dapat dikendalikan pada saat-saat tertentu.

Menurut Kartasudjana dan Suprijatna (2006), kepadatan broiler di kandang litter

biasanya 10--12 ekor m-2. Berdasarkan penelitian Nisa (2008), kepadatan

(18)

7 (kandang tertutup) kepadatan dapat mencapai 25--30 kg m-2 berat hidup. Menurut Suhaimi (1997), kepadatan kandang closed house mencapai 21 ekor m-2. Menurut pengalaman peternak yang sudah memelihara broiler di semi closed house, berat badan broiler saat umur 23 hari mencapai 1,3 kg ekor-1.

Kepadatan kandang di semiclosed house diharapkan dapat meningkat

dibandingkan dengan kandang terbuka, karena pada semiclosed house memiliki sirkulasi udara yang dapat diatur oleh peternak. Kepadatan kandang broiler di

semiclosed house berada di antara kandang opened house dan closed house. Oleh sebab itu, pada penelitian ini pemeliharaan broiler di semiclosed house

menggunakan kepadatan kandang 12, 15, 18, dan 21 ekor m-2.

E.Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah

1. tingkat kepadatan kandang berpengaruh terhadap performan broiler di semi closed house;

(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Broiler

Broiler adalah ternak yang paling ekonomis dibandingkan dengan ternak lain. Daging broiler dapat segera diperoleh, dipasarkan atau dikonsumsi dalam waktu yang relatif singkat (Murtidjo, 2001). Menurut Kartasudjana dan Suprijatna (2006), broiler adalah ayam-ayam muda jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 5--6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging.

Karakteristik broiler adalah memiliki pertumbuhan yang cepat, efisiensi dalam mengonversi ransum menjadi daging, ukuran tubuh yang besar dengan dada lebar serta mempunyai daging yang banyak (AAK, 2003). Sehubungan dengan waktu panen yang relatif singkat maka broiler mempersyaratkan pertumbuhan yang cepat, dada lebar yang disertai timbunan daging yang baik, dan warna bulu yang disenangi, biasanya warna putih (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

(20)

9 di Indonesia yaitu Starbio, Hybro, Lohmann, Arbror Acress (AA), Cobb dan Ross

(Rasyaf, 1995).

Menurut Unandar (2003), berdasarkan perkembangannya, broiler dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu broiler klasik dan modern. Broiler klasik banyak dijumpai sampai dengan pertengahan tahun delapan puluh, sedangkan broiler

modern mulai ditemukan di lapangan menjelang akhir tahun sembilah puluh.

Broiler klasik lebih menitik beratkan penggunaan bahan nutrisi untuk

mempertahankan hidup (live ability rate) sedangkan broiler modern disamping untuk mempertahankan hidup, juga untuk penampilan akhir (performance). Perbedaan karakterisktik yang bisa diamati pada broiler klasik dan modern dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik broiler klasik dan modern

No Broiler klasik Broiler modern

1 Diperoleh dari persilangan galur murni unggul yang ditemukan secara alamiah.

Diperoleh dari kombinasi persilangan antara galur murni unggul dengan rekayasa genetik.

2 Pola pertumbuhan yang terjadi pada ayam secara alamiah

Pola pertumbuhan yang sangat selektif dengan urutan pertumbuhan yang jelas 3 Mudah beradaptasi dengan

perubahan-perubahan yang ada.

Lebih peka terhadap setiap perubahan yang ada.

4 Pertumbuhan bulu yang lebih awal, umumnya kurang dari 2 minggu.

Pertumbuhan bulu yang sangat lambat, umumnya 3 minggu ke atas.

5 Formula diet yang umum, dapat digunakan oleh berbagai strain

persilangan yang ada.

Formula diet yang lebih spesifik pada

(21)

Soeharsono (1979) mengatakan bahwa pertumbuhan broiler dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :

1. Hereditas

Banyak gen yang terlibat di dalam individu maka sulit untuk mengetahui genotip secara pasti yang akan berpengaruh terhadap pertumbuhan.

2. Hormon

Hormon berpengaruh terhadap proses metabolisme dan fisiologis. Ketika terjadi stres kelenjar tiroid akan mengalami penurunan aktivitas kerja dan berdampak pada penurunan hormon tiroksin dan somatotropin. Penurunan hormon

somatotropin dan aktivitas enzim-enzim metabolis akan menurunkan pertumbuhan (Moberg, 1985)

3. Ransum

Menurut Soeharsono (1979), kebutuhan broiler akan energi secara umum dinyatakan dengan Energi Metabolis (EM). Bila broiler diberi ransum dengan kadar protein dan energi tinggi, maka broiler akan mengonsumsi jumlah ransum lebih sedikit. Sebaliknya, bila ransum yang dikonsumsi memiliki protein tinggi dan energi rendah maka broiler akan mengonsumsi ransum yang lebih banyak. Kandungan kalori dan protein untuk dataran rendah adalah 2.800 kkal dan 24%, sedangkan untuk dataran tinggi adalah 3.000 kkal dan 22%.

4. Suhu dan kelembapan

(22)

11 Ayam akan tumbuh optimal pada suhu lingkungana 19--210C (Rasyaf, 2011). Indonesia yang terletak di daerah tropik suhu lapisan permukaan air lautnya tinggi, suhu berkisar 26--300C. Broiler berproduksi dengan baik pada suhu 210C atau kisaran 16--200C (AAK, 2003).

B. Kepadatan Kandang

Kepadatan kandang dihitung berdasarkan luas lantai per ekor. Faktor yang memengaruhi kepadatan kandang adalah suhu, ukuran ayam, ventilasi dan jenis kandang (Meizwarni, 1993). Menurut Fadilah (2004), kepadatan yang rendah akan mengakibatkan pemborosan ruang dan ayam banyak bergerak sehingga energi banyak terbuang. Menurut Rasyaf (2011), kepadatan kandang optimal untuk ternak ayam dipengaruhi oleh suhu kandang. Semakin tinggi suhu udara dalam kandang maka kepadatan kandang optimal semakin rendah dan sebaliknya semakin rendah suhu udara dalam kandang, maka kepadatan kandang optimal semakin tinggi.

Kepadatan kandang broiler yang baik pada dataran rendah adalah 8--9 ekor m-2, sedangkan untuk dataran tinggi 11--12 ekor m-2 (Rasyaf, 2011). Menurut

Creswell dan Hardjosworo (1979), di Indonesia kepadatan kandang yang dipelihara di kandang postal optimal adalah 10 ekor m-2. Kepadatan kandang optimal untuk broiler di daerah subtropis adalah 15 ekor m-2 (Sainbury dan

(23)

Kepadatan berpengaruh terhadap kelembaban dan suhu dalam kandang. Kepadatan kandang yang tinggi meningkatkan kelembaban serta suhu udara dalam kandang (Prayitno dan Wahono, 1997). Peningkatan kelembaban dan suhu udara di dalam kandang mengakibatkan broiler menerima cekaman panas yang mengakibatkan stres. Stres pada broiler akan mengurangi energi yang ada di dalam tubuh dan menurunkan konsumsi ransum serta terjadi peningkatan

konsumsi air minum. Kepadatan kandang yang melebihi kebutuhan optimal dapat menurunkan konsumsi ransum dan nilai konversi ransum yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan ternak dan menurunnya bobot akhir (Suprijatna, dkk., 2005). Menurut Yousef (1985), ketika suhu tinggi ternak memperlihatkan kondisi terengah-engah yang ditandai peningkatan respirasi. Pada suhu tinggi, ternak menurunkan konsumsi ransum sehingga tingkat produksi panas menurun. Turunnya konsumsi ransum berakibat pada penurunan produksi ternak.

C. SemiClosed House

Kandang merupakan tempat hidup dan tempat berproduksi yang berfungsi melindungi ayam dari gangguan binatang buas, melindungi dari cuaca buruk, membatasi ruang gerak, menghindari resiko kehilangan ternak, serta

(24)

13 Berdasarkan sistem ventilasi atau dinding kandang, ada dua macam yaitu kandang tertutup (closed house) dan kandang terbuka (opened house). Kandang tertutup adalah kandang yang semua dinding kandangnya tertutup. Sistem ventilasi atau pergerakan udaranya tergantung sepenuhnya dari kipas yang dipasang. Kandang terbuka adalah semua dinding kandangnya terbuka. Kondisi dalam kandang sangat dipengaruhi oleh kondisi luar kandang (Sudaryani dan Santoso, 1999).

Menurut Melviana (2009), semiclosed house merupakan kandang yang tertutup dengan terpal. Konsep semiclosed house mengadopsi konsep vakum udara pada sistem closed house. Setelah sekeliling kandang tertutup oleh layar, kipas

kandang dipasang di kedua ujung kandang.

Sistem ventilasi yang digunakan adalah dinding kandang terbuka (inlet) untuk mengalirkan udara segar dari luardan exhaust fan untuk mengeluarkan gas CO2 dan bau amonia ke luar kandang. Banyaknya exhaust fan yang digunakan

tergantung dari volume bangunan kandang dan bobot badan ayam dalam kandang tersebut (Miku dan Sumiati, 2010). Menurut Nova, dkk. (2002), exhaust fan

berfungsi mengeluarkan udara kotor yang ada di dalam kandang. Fadilah (2004) menyatakan bahwa diperlukan exhaust fan sebanyak 1,5 berukuran 36 inch untuk lebar dan panjang kandang masing-masing 12 dan 30 m.

Menurut CV. Mitra Utama (2010), formulasi untuk menggunakan sistem ventilasi

tunnel dengan pendingin evaporasi yang banyak dipakai di Indonesia yaitu : 1. Dimensi kandang = panjang x lebar x tinggi

2. Kecepatan angin yang dibutuhkan

(25)

4. Kebutuhan kipas = kapasitas kipas total x kapasitas 1 kipas yang akan digunakan.

Dimensi inlet yang baik adalah layar inlet dipasang 1 meter dari cooling pad dan sepanjang pad. Titik bawah diatur lebih tinggi seperempat dari tinggi cooling pad, dan layar inlet terbuat dari bahan kedap udara (CV. Mitra Utama, 2010). Menurut Haris (2011), ventilasi tunnel menghasilkan pergerakan angin yang cepat di dalam kandang. Kecepatan angin umumnya antara 350--400 FPM (feet per menit) atau ekivalen dengan 1,7 sampai 2 m detik-1. Kecepatan angin dalam batas ini akan menurunkan suhu sekitar 3,5--40C. Efek ini akan menurun bila suhu udara meningkat di atas 330C.

Menurut North and Bell (1990), exhaust fan berfungsi sebagai pengeluaran udara busuk dari dalam kandang sehingga udara segar dari luar bisa masuk ke dalam kandang. Kebutuhan exhaust fan yang digunakan tergantung dari kapasitas ayam, sekat pada bangunan kandang, temperatur, umur, dan bobot badan ayam.

Menurut Fadilah (2004), exhaust fan berfungsi menjaga kualitas udara dan suhu dalam kandang dengan cara mengeluarkan efek panas yang berlebihan. Menurut Pramono (2009), inlet atau tempat masuknya udara ke dalam kandang yang berupa cell pad. Beberapa peternak ada yang mencoba menggunakan jaring. Cell pad atau jaring harus dilengkapi dengan pompa untuk membasahi permukaannya.

(26)

15 dan (3) saluran keluar (outlet), tempat keluarnya udara kotor (Prayitno dan

Wahono, 1997). Menurut Pramono (2009), peralatan yang diperlukan di kandang semi closed house meliputi (1) inlet atau masuknya udara ke dalam kandang; (2)

exhaust fan; (3) termostat yang berfungsi mengatur jalannya exhaust fan; dan (4) termometer yang berfungsi untuk mengontrol suhu di dalam kandang.

D. Performan

Pertumbuhan adalah kenaikan massa dari setiap jenis ternak yang berbeda dalam selang waktu tertentu (Soeharsono,1997). Performan adalah istilah yang

diberikan kepada sifat-sifat ternak yang bernilai ekonomi (produksi telur, bobot badan, pertambahan bobot badan, konsumsi ransum, konversi ransum, persentase karkas, dan lain-lain) (Sudono, dkk.,1986). Pertumbuhan umumnya dinyatakan dengan pengukuran kenaikan berat tubuh yang dilakukan dengan penimbangan berulang-ulang dan diketengahkan dengan berat tubuh tiap hari, tiap minggu, atau tiap waktu lain (Tillman, et al, 1991).

Menurut North dan Bell (1990), pertumbuhan dipengaruhi oleh bangsa ayam, jenis kelamin, ransum, dan kondisi lingkungan. Faktor pendukung pertumbuhan

broiler adalah (1) ransum, ransum yang mengandung protein dan asam amino yang seimbang sesuai dengan kebutuhan akan mempercepat pertumbuhan; (2) manajemen pemeliharaan, bibit yang baik membutuhkan manajemen

(27)

a. Konsumsi ransum

Konsumsi ransum adalah jumlah ransum yang dimakan ayam selama masa pemeliharaan. Priono (2003) menyatakan bahwa konsumsi ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu besar dan bangsa ayam, suhu lingkungan, tahap produksi dan energi ransum. Bentuk ransum, ukuran ransum, penempatan ransum, dan cara pengisian ransum merupakan faktor yang dapat memengaruhi konsumsi ransum. Menurut AAK (2003), konsumsi ransum ditentukan dari kondisi ayam (strain) dan lingkungan.

Konsumsi ransum setiap minggu bertambah sesuai dengan pertambahan berat badan. Setiap minggunya ayam mengonsumsi ransum lebih banyak dibandingkan dengan minggu sebelumnya (Fadilah, 2004). Menurut Rasyaf (2011), konsumsi ransum broiler merupakan cermin dari masuknya sejumlah unsur nutrien ke dalam tubuh ayam. Jumlah yang masuk ini harus sesuai dengan yang dibutuhkan untuk produksi dan untuk hidupnya.

Konsumsi ransum diukur setiap minggu berdasarkan jumlah ransum yang diberikan pada awal minggu dikurangi dengan sisa ransum pada akhir minggu (Rasyaf, 2011). Menurut Triyanto (2006), konsumsi ransum broiler yang dipelihara di kandang panggung dengan ventilasi terbuka sebesar 603,31

g/ekor/minggu dengan pemeliharaan selama 15--28 hari, sedangkan pada kandang postal dengan ventilasi terbuka sebesar 630,52 g/ekor/minggu dengan

(28)

17 Tabel 2. Kebutuhan ransum broiler yang dipelihara di daerah tropis

Umur (minggu)

Bobot badan rata-rata (g)

Kebutuhan ransum per minggu (g) 1

Faktor yang memengaruhi konsumsi ransum adalah bentuk serta kualitas ransum, kecepatan pertumbuhan, kesehatan ternak dan suhu lingkungan (National

Research Council, 1994). Pada suhu tinggi, ternak menurunkan konsumsi ransum sehingga tingkat produksi panas tubuh menurun. Turunnya konsumsi ransum berakibat pada penurunan produksi ternak (Yousef, 1985). Amrullah (2003) menyatakan bahwa cekaman panas luar tubuh akan menambah panas asal pakan yang diolah tubuh sehingga dapat menimbulkan cekaman panas yang fatal untuk ayam berukuran besar.

b. Konsumsi air minum

(29)

lingkungan, bentuk fisik ransum, kandungan zat pelengkap dalam ransum, dan jumlah ransum yang dikonsumsi (Anggorodi, 1992).

Pada suhu 210C untuk 100 ekor ayam memerlukan 27,2 liter air minum setiap hari, sedangkan pada suhu 32--380C konsumsi air minum menjadi 2--3 kali lipat (Sudaryani dan Santosa, 1999). Tingkat konsumsi air minum pada ternak broiler

dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Konsumsi air minum broiler

Umur (minggu) Konsumsi (ml/ekor/hari) 1 Sumber : Lohmann Indian River (tanpa tahun)

Bila suhu tinggi unggas akan mengonsumsi air lebih banyak, mengakibatkan nafsu makan menurun (Rasyaf, 2011). Hasil penelitian Fahmi (2004)

menunjukkan bahwa konsumsi rata-rata air minum broiler yang dipelihara di kandang dengan sistem ventilasi terbuka berkisar 1.578,21--1.740,39

ml/ekor/minggu pada suhu ±27,340C. Menurut Rasyaf (2011), ayam akan mengurangi beban panas dengan banyak minum dan tidak makan yang mengakibatkan laju pertumbuhan menurun.

c. Pertambahan berat tubuh

(30)

19 dikonsumsinya (Wahju,1992). Kartasudjana dan Suprijatna (2006) menambahkan bahwa pertumbuhan pada broiler dimulai dengan perlahan-lahan kemudian berlangsung cepat sampai dicapai pertumbuhan maksimum setelah itu menurun kembali hingga akhirnya terhenti.

Pertambahan berat tubuh dipengaruhi oleh faktor genetik dan nongenetik yang meliputi kandungan zat makanan yang dikonsumsi, suhu lingkungan, keadaan udara dalam kandang, dan kesehatan ayam itu sendiri. Pengukuran berat tubuh dilakukan dalam kurun waktu satu minggu sehingga untuk mendapatkan pertambahan berat tubuh harian, bobot itu dibagi tujuh (Rasyaf, 2011)

Pertambahan berat tubuh merupakan acuan keberhasilan pemeliharaan broiler.

Broiler berproduksi dengan baik pada suhu 210C atau kisaran 16--200C (AAK, 2003). Suhu yang panas mengakibatkan ayam banyak minum dan tidak makan, hal ini akan menyebabkan penurunan laju pertumbuhan yang berimbas pada penurunan pertambahan berat tubuh. Keadaan pertumbuhan normal, jika berat tubuh diproyeksikan terhadap umur maka diperoleh suatu kurva berbentuk

sigmoid. Namun, pada broiler bentuk sigmoid ini tidak jelas sehingga cenderung merupakan garis lurus (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006). Perkembangan bobot tubuh broiler yang dipelihara di daerah tropis dapat dilihat pada Tabel 4.

Menurut hasil penelitian Fahmi (2004), rata-rata pertambahan berat tubuh broiler

(31)

g/ekor/minggu pada kandang panggung dengan ventilasi terbuka dengan suhu antara 26,48 -- 27,530C dan 426,17 g/ekor/minggu dengan pemeliharaan selama 15--28 hari pada kandang postal menggunakan ventilasi terbuka pada suhu antara 27,11--27,920C.

Tabel 4. Bobot tubuh broiler di daerah tropis

Umur (minggu) Bobot badan (g ekor-1)

0 40--42

1 165--175

2 425--505

3 825--980

4 1.335--1.555

5 1.920--2.190

Sumber : Setyono dan Ulfah (2011)

d. Konversi ransum

Konversi ransum didefinisikan sebagai banyaknya ransum yang dihabiskan untuk menghasilkan setiap kilogram pertambahan berat tubuh. Angka konversi ransum yang kecil berarti banyaknya ransum yang digunakan untuk menghasilkan satu kilogram daging semakin sedikit (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

(32)

21 Tabel 5. Konversi ransum untuk broiler

Umur (minggu) Jantan Betina Jantan dan betina

1 Sumber : Kartasudjana dan Suprijatna (2006)

Konversi ransum bernilai 1, artinya untuk menghasilkan 1 kg daging diperlukan ransum sebanyak 1 kg (Rasyaf, 2011). Angka konversi ransum menunjukkan tingkat efisiensi dalam penggunaan ransum. Jika angka konversi ransum semakin besar, maka penggunaan ransum tersebut kurang ekonomis. Sebaliknya, jika angka konversi ransum makin kecil berarti semakin ekonomis (AAK, 2003).

Suhu berpengaruh terhadap konversi ransum. Penelitian Triyanto (2006), pada suhu ±27,920C konversi ransum broiler berkisar 1,42. Penelitian Fahmi (2004), pada suhu ±27,340C konversi ransum broiler berkisar 1,75--1,96. Anggorodi (1992) menyatakan bahwa semakin rendah nilai konversi ransum maka semakin efisien penggunaan ransum, dan tingginya nilai konversi ransum berarti ransum yang dibutuhkan untuk menaikkan berat tubuh persatuan bobot semakin banyak.

e. Income Over Feed Cost (IOFC)

(33)

penjualan ayam dan jumlah biaya pengeluaran untuk ransum. Sekitar 40--70% dari keseluruhan biaya pemeliharaan digunakan untuk biaya ransum (Rasyaf, 2011). Hal ini yang menyebabkan tolak ukur IOFC hanya dibandingkan dengan biaya ransum saja.

Suatu usaha peternakan, biaya ransum memegang peranan penting karena merupakan biaya terbesar dari total biaya usaha. Oleh sebab itu, penggunaan ransum yang berkualitas baik dan harga yang relatif murah merupakan suatu tuntutan ekonomis untuk mencapai tingkat efisiensi tertentu (Yahya, 2003).

Menurut Rasyaf (2011), nilai IOFC meningkat apabila nilai konversi ransum menurun dan apabila nilai konversi ransum meningkat maka nilai IOFC akan menurun. Nilai IOFC dipengaruhi oleh jumlah ransum yang dikonsumsi, harga ransum, bobot badan akhir, dan harga jual ayam.

(34)

III. BAHAN DAN METODE

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kandang PT. Ramajaya Farm di Desa Candimas, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan selama 24 hari dari 12 Februari-- 6 Maret 2012.

B. Bahan Penelitian

a. Ayam

(35)

b. Kandang

Kandang yang digunakan pada penelitian ini adalah semi closed house yang

didalamnya dibagi menjadi 20 petak kandang percobaan. Setiap kandang berukuran 0,6 x 1,6 m (setara 1 m2) dengan tinggi 60 cm.

c. Ransum

Ransum berbentuk crumble yang digunakan dalam penelitian ini merupakan ransum ayam pedaging starter dengan merk dagang HI-PRO produksi PT. Vista Grain dan ransum ayam finisher dengan merk dagang BBR1(Bestfeed) produksi PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk. Kandungan nutrisi ransum yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Kandungan nutrisi ransum HI-PRO (umur 1--15 hari) dan BBR1 (Bestfeed) (umur 16--24 hari)

Kandungan nutrisi HI-PRO BBR1 (Bestfeed)

Air (%) Sumber : Hasil analisis Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak,

Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung (2012) *Hasil analisis Laboratorium Politeknik Lampung (2012)

** Hasil analisis Balai Riset dan Standarisasi Industri Bandar Lampung (2012)

(36)

25 d. Air minum

Air minum yang digunakan pada penelitian ini berasal dari air sumur yang diberikan secara ad libitum.

e. Antibiotik, vaksin dan vitamin

Antibiotik yang diberikan adalah Enoquyl dan Ciprovaks™. Vaksin yang diberikan Avinew NDspray™, Avian Influenza (AI), Gumboro IBD Blen™, dan Medivac ND Clone™. Sedangkan vitamin yang diberikan Strong fit™ dan katalis.

C. Peralatan Penelitian

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah

1. tempat ransum baki (chick feeder tray) untuk umur 1--14 hari, sebanyak 20 buah; 2. tempat ransum gantung (hanging Feeder) untuk umur 15--24 hari, sebanyak

20 buah;

3. tempat air minum sebanyak 20 buah;

4. brooder atau pemanas berupa gasolex dengan bahan bakar gas beserta perlengkapanya untuk pemanas ayam umur 1--12 hari;

(37)

6. timbangan kapasitas 10 kg dengan ketelitian 100 g sebanyak 1 buah yang digunakan untuk menimbang berat tubuh broiler dan ransum dari 1--24 hari; 7. ember sebanyak 2 buah, dan bak air sebanyak 2 buah

8. lampu pijar untuk penerang sehingga ayam dapat makan pada malam hari; 9. tirai yang terbuat dari plastik;

10. bambu-bambu untuk membuat sekat kandang; 11. hand spray sebanyak 2 buah;

12. thermohygrometer sebanyak 1 buah; 13. exhaust fan dan inlet;

14. alat kebersihan;

15. alat tulis untuk pencatatan.

D. Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Penelitian ini dilakukan secara experimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri atas empat perlakuan, yaitu :

P1 : Kepadatan kandang 12 ekor m-2. P2 : Kepadatan kandang 15 ekor m-2. P3 : Kepadatan kandang 18 ekor m-2. P4 : Kepadatan kandang 21 ekor m-2.

Masing- masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali, sehingga digunakan 330 ekor

(38)

27 normalitas, homogenitas dan aditivitas. Apabila dari analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan terhadap kepadatan kandang nyata pada taraf 5%, maka analisis dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel and Torrie, 1991).

E. Pelaksanaan Penelitian

Satu hari sebelum ayam datang, brooder sudah dinyalakan dan sekam padi sudah disebar setebal 10 cm. Pada hari pertama sebanyak 1.119 ekor DOC ditimbang dengan menggunakan box untuk mendapatkan bobot tubuh awal. Bobot tubuh awal DOC rata-rata 42,55 ± 3,13 g/ekor dan koefisien keragaman sebesar 7,36%.

Sebanyak 1.119 ekor DOC diletakkan di dalam area brooding yang dibatasi dengan

chick guard sampai umur 12 hari untuk mendapatkan panas buatan dari brooder. Pada umur 13 hari secara acak 330 broiler diletakkan di 20 kandang penelitian dengan bobot tubuh yang hampir seragam, masing-masing kepadatan 12, 15, 18, dan 21 ekor per petak.

Pemberian ransum dan penimbangan sisa ransum dilakukan setiap hari untuk mengetahui konsumsi ransum per hari. Ransum diberikan secara ad libitum dan Pemberiannya pada pukul 07.00 dan 18.00 WIB.

Pemberian air minum dan pengukuran sisa air minum dilakukan setiap hari untuk mengetahui konsumsi air minum per hari. Pemberian air minum pada pagi dan sore hari. Pergantian air minum pada sore diberikan sebanyak 3 liter pada pukul

(39)

Bobot tubuh ditimbang setiap tiga hari sekali pada waktu yang sama. Pengukuran suhu (0C) dan kelembaban (%) kandang dilakukan setiap pukul 05.00, 13.00, dan 18.00 WIB. Alat yang digunakan untuk mengukur suhu dan kelembapan adalah

thermohygrometer yang dipasang ditengah petak kandang.

Program vaksin yang diberikan adalah (1) melakukan vaksin Avinew ND spray™ saat umur ayam 1 hari melalui spray yang dilakukan di dalam box; (2) melakukan

vaksinasi AI saat umur ayam berumur 4 hari melalui suntik di bawah kulit leher (subcutaneous) dengan dosis 0,2 cc/ekor; (3) melakukan vaksinasi gumboro (Gumboro IBD Blen™) + skim milk 30 g saat ayam berumur 12 hari melalui air minum; (4) melakukan vaksinasi Medivac ND Clone™ + skim milk 30 g saat ayam berumur 19 hari melalui air minum.

F. Peubah yang Diukur

a. Konsumsi ransum

(40)

29 b. Pertambahan berat tubuh

Pertambahan berat (g/ekor/hari) tubuh diukur setiap tiga hari sekali berdasarkan selisih bobot ayam pada hari itu dengan bobot tubuh tiga hari sebelumnya (g) (Rasyaf, 2011).

c. Konversi ransum

Konversi ransum merupakan pembagian antara konsumsi ransum yang dicapai pada tiga hari itu dengan pertambahan berat tubuh pada tiga hari itu pula (Rasyaf, 2011).

d. Income Over Feed Cost (IOFC)

Menurut Rasyaf (2011), income over feed cost pendapatan dari penjualan ayam dibandingkan dengan jumlah biaya ransum selama pemeliharaan.

e. Konsumsi air minum

(41)

TERHADAP PERFORMAN BROILER DI SEMICLOSED HOUSE

Nama : Dwi Andriani

NPM : 0814061008

Jurusan : Peternakan

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI, 1. Komisi Pembimbing

Dian Septinova, S.Pt., M.T.A. NIP 19710914 199702 2 001

Ir. Khaira Nova, M.P. NIP 19611018 198603 2 001

2. Ketua Jurusan

(42)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dian Septinova, S.Pt., M.T.A. ...

Sekretaris : Ir. Khaira Nova, M.P. ...

Penguji

Bukan Pembimbing : Ir. Tintin Kurtini, M.S. ...

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 19610826 198702 1 001

(43)

………Bismillahirahmaniraahim……

Rajutan kata penuh makna terukir dalam satu mimpi. Bermimpi dan berharap

tidaklah cukup, perubahan dan perkembangan hanya datang ketika keteguhan

memicu tindakan.

Ribuan tujuan yang harus dicapai, untuk jutaan impian yang akan dikejar,

untuk sebuah pengharapan, agar hidup jauh lebih bermakna.

Dengan setetes tinta kupersembahkan karya sederhana ini untuk Ibu dan

bapak atas pengorbanan, motivasi, ketabahan dan tak hentinya memberikan doa

dan dukungan dalam setiap langkahku serta didikan yang setiap saat selalu

diberikan tanpa mengenal lelah.

Kakak terbaikku Briptu Napar Niyanto, adik bungsuku Putri Handayani dan

Pakde yang telah memberikan doa, semangat, serta keceriaan.

Untuk keluarga besar dan sahabat-sahabat terbaikku dalam merangkai

indahnya kehidupan

Almamater tercinta

(44)

”Allah akan memberikan kelapangan setelah kesempitan”

(QS Ath Thalaaq : 7)

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik

bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang

kamu tidak mengetahui”

(QS. Al-Baqarah, 2: 216)

“Tuntutlah ilmu dan belajarlah ketenangan dan kehormatan

diri, dan bersikaplah rendah hati kepada orang lain.”

(HR. ath-Thabrani)

“kemenangan bersama dengan kesabaran dan keberhasilan

bersama dengan kesulitan”

(45)

RIWAYAT HIDUP

Dwi Andriani lahir di Bandar Lampung pada 4 Juni 1990, sebagai putri kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Sunarman TK dan Ibu Parina.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak Tunas Harapan pada 1996; Sekolah Dasar Negeri 2 Sawah Brebes pada 2002; Sekolah Menengah Pertama Negeri 24 Bandar Lampung pada 2005; Sekolah Menengah Atas Yayasan Pembina Unila pada 2008.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur PKAB (Penelusuran Kemampun Akademik dan Bakat) pada 2008. Pada Juli sampai Agustus 2011 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kelurahan Ganjar Asri, Kecamatan Metro Barat, Kota Metro. Pada Januari sampai Februari 2012 penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di Desa Candimas, Kecamatan Natar, Lampung Selatan.

Selama masa studi, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Peternakan

(HIMAPET) Fakultas Pertanian sebagai anggota Bidang Dana dan Usaha periode 2009/2010, Bendahara Umum periode 2010/2011. Selain itu, penulis juga pernah menjadi anggota Paduan Suara Mahasiswa Universitas Lampung (PSM-Unila) pada 2009/2010.

(46)

SANWACANA

Alhamdulilahhirobbil ‘Alamin, rasa syukur yang sangat besar ku junjungkan kepada Allah SWT, atas berkat, rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada :

1. Ibu Dian Septinova, S.Pt., M.T.A.--selaku Pembimbing Utama--atas ketulusan hati, kesabarannya dalam membimbing, dan ilmu yang diberikan;

2. Ibu Ir. Khaira Nova, M.P.--selaku Pembimbing Anggota--atas bimbingan, kesabaran, arahan, nasehat, dan perhatiannya selama penyusunan skripsi; 3. Ibu Ir. Tintin Kurtini, M.S.--selaku Pembahas--atas bimbingan, saran, dan

perbaikannya;

4. Ibu Ir. Nining Purwaningsih.--selaku Pembimbing Akademik--atas persetujuan, saran, arahan, dan bimbingannya;

5. Bapak Ir. Arif Qisthon, M.Si.--selaku Sekretaris Jurusan Peternakan--atas izin dan bimbingannya dalam pengoreksian skripsi ini;

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S.--selaku Ketua Jurusan Peternakan--atas izin untuk melaksanakan penelitian;

(47)

8. Seluruh Bapak/Ibu dosen Jurusan Peternakan--atas bimbingan, motivasi, nasehat, dan saran yang diberikan;

9. Mas Feri, Mbak Erni, dan Mas Agus--atas bantuan, fasilitas selama kuliah, selama penelitian dan penyusunan skripsi;

10.Bapak Iljas Hadi Gozali, S.E dan drh. Purnama Edy Santosa, M.Si.—atas izin tempat penelitian dan fasilitas serta bantuan yang diberikan;

11.Bapak, Ibu, kakak Napar, Adek Putri, Pakde beserta keluarga besarku--atas semua kasih sayang, nasehat, dukungan, dan keceriaan di keluarga serta do'a tulus yang selalu tercurah tiada henti bagi penulis;

12.Nidia Anisa Bastari, Zul Fadlie Fajar dan Khoirul Anam, sahabat

seperjuangan saat penelitian atas kerjasama, dorongan semangat, dan rasa persaudaraan yang diberikan;

13.Cintia, Putri, Ari, Triyan, dan Fajar, sahabat terbaik dalam mengejar mimpi. 14.Esti, Ana, Nike, Neka, Elda, Aan, Andy, Adit, Nyoman, Dwi J, Febri, Dedi S,

Yudi, Adi dan seluruh teman-teman angkatan ’08, ’07,’09, ‘10 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas do’a, kenangan, motivasi, dan bantuannya; Semoga semua yang diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dan rahmat dari Allah SWT, dan penulis berharap karya ini dapat bermanfaat. Amin.

Bandar lampung, Juni 2012 Penulis

(48)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Kepadatan kandang broiler 12, 15, 18, dan 21 ekor m-2 di semiclosed house

berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap pertambahan berat tubuh, konversi ransum, dan income over feed cost, tetapi berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap konsumsi ransum dan konsumsi air minum.

2. Kepadatan kandang broiler terbaik terdapat pada 12 ekor m-2.

B. Saran

1. Peternak dianjurkan memakai kepadatan kandang 12 ekor m-2 pada pemeliharaan

broiler di semi closed house untuk mendapatkan performan terbaik. 2. Penelitian lanjutan pemeliharaan broiler di semiclosed house dengan

menggunakan strain yang berbeda, sehingga diketahui pengaruh kepadatan yang sebenarnya terhadap performan broiler.

Gambar

Tabel 1.  Karakteristik broiler klasik dan modern
Tabel 2. Kebutuhan ransum broiler yang dipelihara di daerah tropis
Tabel 3. Konsumsi air minum broiler
Tabel 4. Bobot tubuh broiler di daerah tropis
+2

Referensi

Dokumen terkait

Beban yang menjadi gangguan pada sistem pengaturan level air steam drum berupa laju aliran uap yang keluar

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan bahwa, Implementasi metode permainan edukatif dalam scientific approach dapat meningkatkan hasil belajar

telah diubah dengan Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 6 Tahun 2020. tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, peneliti menemukan 12 data bentuk koherensi tidak berpenanda dalam rubrik Mimbar Mahasiswa pada surat kabar Solopos

Untuk menghindari subjektivitas terhadap analisis kesalahan yang dilakukan, penulis melibatkan seorang pakar di bidangnya untuk melakukan pengecekan, dan (4)

Berdasarkan permasalahan yang menjadi fokus penelitian agar tujuan penelitian tercapai, maka perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh (Dewi dan

melakukan penyusunan perencanaan program dan evaluasi pelaksanaan tugas-tugas pada seksi Pembinaan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, Sekolah Dasar, dan Sekolah

90 178 241.. Obyektivitas kedua RC-CAHR adalah: Kapasitas masyarakat sipil dan instansi terkait dalam layanan HR serta kesehatan kepada pengguna narkoba suntik, pasangan,