Curriculum Vitae
Personal Details
Name : Alfian Fahrurozi
Sex : Male
Place, Date of Birth : Bekasi, 29 January 1990
Nationality : Indonesia
Religion : Islam
Addrress : Jl. Bukit Dago Utara 1 No 402 Dago, Bandung
Mobile : +62 85782145200
E-mail : v_ansetia507@yahoo.co.id
Educational Background
1996-2002 : SDN Mustika Jaya IV
2004-2009 : SMA Islam Cipasung
2007-2008 : Sublette High School
2009-Present : Universitas Komputer Indonesia
Certificate & Seminar
Visual Arts Center of Fort Hays State University 2008
International Exchange Program from American Field Service 2008
The Western Kansas Scholastic Art Awards 2008
Graphic Design Class Sublette High School Kansas 2008
Konvensional Vs Digital UNIKOM 2010
1001 Senyum UNIKOM
Road to Success of a Movie maker UNIKOM 2011
Laporan Pengantar Tugas Akhir
PERANCANGAN FILM DOKUMENTER
SEJARAH GEDUNG NEW MAJESTIC DI JALAN BRAGA
DK 38315/Tugas Akhir
Semester II 2012-2013
Oleh :
Alfian Fahrurozi
51909183
Program Studi Desain Komunikasi Visual
FAKULTAS DESAIN
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena
atas rahmat dan ridho-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah Kolokium.
Makalah ini menjelaskan tentang sejarah gedung New Majestic yang merupakan
salah satu bangunan cagar budaya di kawasan jalan Braga, kota Bandung.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan mata kuliah
Tugas Akhir di jurusan Desain Komunikasi Visual, fakultas Desain. Judul
Makalah ini adalah : Sejarah Gedung New Majestic
Penulis mengambil Sejarah Gedung New Majestic sebagai judul Makalah
Tugas Akhir karena penulis sangat tertarik dengan keindahan bangunan tersebut
yang terdapat di jalan Braga. Gedung ini merupakan salah satu dari sebelas
Bangunan Cagar Budaya kelas A yang terdapat di jalan Braga dan memiliki nilai
sejarah dan gaya arsitektur yang menarik. Oleh karena itu penulis tertarik untuk
menulis Makalah Tugas Akhir tentang Sejarah Gedung New Majestic.
Selama penelitian tentang Sejarah Gedung New Majestic, penulis
mendapat banyak sekali pengalaman dan pengetahuan tentang sejarah. Penulis
sangat bersyukur kepada Allah SWT atas pengalaman dan pengetahuan yang
didapatkan selama meneliti Sejarah Gedung New Majestic.
Penulis berharap semoga Makalah Tugas Akhir ini membantu dan
memberikan manfaat bagi semua pembaca dan terhadap diri penulis sendiri dan
membantu pihak pihak yang membutuhkan.
Bandung, 2012
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ... i
LEMBAR HAK EKSLUSIF ... ii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
2.4.4 Data Teknis Bangunan ... 19
2.5 Analisis Masalah ... 21
2.5.1 Kondisi Bangunan Cagar Budaya di Jalan Braga ... 21
2.5.2 Solusi Pemecahan 5W1H+E ... 22
2.5.3 Target Audien ... 23
BAB III Strategi Perancangan dan Konsep Visual ... 25
DAFTAR PUSTAKA ... 61
DAFTAR PUSTAKA
Kunto, Haryoto. (1986). Semerbak Bunga di Bandung Raya. Bandung: PT.
Granesia
Hutagalung, Ridwan & Nugraha, Taufanny. (2008). BRAGA Jantung Parijs van
Java. Jakarta: Ka Bandung
Kunto, Haryoto. (1984). Wajah Bandung Tempo Doeloe. Bandung: PT. Granesia
Kartodiwirio, Sudarsono Katam.(2006). Bandung Kilas Peristiwa di Mata
Filatelis Sebuah Wisata Sejarah. Bandung: PT Kiblat Buku Utama
Katam, Sudarsono & Abadi, Lulus. (2005). Album Bandoeng Tempo Doeloe.
Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta:
Pusat Bahasa
Wawancara :
R.A Goeryama (Pengurus Bandung Heritage, 2012)
Dibyo Hartono (Dosen Arsitektur ITB, 2013)
Aji Bimarsono (Ketua Bandung Heritage)
Dokumen Film:
Film Bandung Tempo Doeloe (Arsip Paguyuban Pelestarian Budaya Bandung/
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kota Bandung merupakan salah satu dari tiga kota di dunia yang
menyisakan bangunan berarsitektur Art Deco terbesar setelah kota Miami &
Mumbai . Hal ini terjadi karena sejarah Kota Bandung yang pernah direncanakan
menjadi pusat pemerintahan Hindia Belanda oleh Gubernur Jendral J.P Graaf van
Limburg Stirum pada tahun 1916-1921. Walaupun rencana tersebut akhirnya
tidak terwujud karena terjadi resesi ekonomi ditahun 1930an, kota ini menjadi
salah satu kota yang kaya dengan peninggalan sejarah dan seni budaya bangunan.
Salah satu peninggalan bangunan bersejarah yang paling banyak terdapat di
kawasan jalan Braga. Menurut R.A Goerjama (Pengurus Bandung Heritage),
jalan Braga dulunya bernama jalan Pedati, yaitu jalan penghubung antara Gudang
Kopi yang sekarang menjadi balaikota dengan jalan Raya Pos (Jln. Asia Afrika),
kemudian pada perkembangan selanjutnya, jalan Pedati berganti nama menjadi
Kareenweg – Baragaweg dan akhirnya berubah lagi menjadi jalan Braga. Nama
jalan Braga berasal dari bahasa Sunda yaitu ngabaraga, yang artinya berjalan
menyusuri sisi kiri dan kanan sungai. Adapun sungai yang dimaksud disini adalah
sungai Cikapundung yang terletak disebelah barat kawasan jalan Braga. Adapun
pendapat lain kata “Braga” berasal dari perkumpulan tonil “Braga” yang didirikan
oleh Pieter Sijthoff pada tanggal 18 Juni 1882.
Pada awal tahun 1900 jalan Braga mengalami perkembangan yang sangat
pesat, banyak orang Belanda yang membuat toko disepanjang jalan Braga.
Sehingga jalan Braga sempat dijuluki “De meest Europeesche winkelstraat van
Indie” yang artinya komplek pertokoan Eropa yang paling terkemuka di Hindia
(Haryoto Kunto 1984). Oleh karena itu di jalan Braga banyak terdapat bangunan
Pemerintah kota Bandung pada tahun 2009 mengeluarkan perda No 19
tahun 2009 tentang Kawasan dan Bangunan Cagar Budaya. Dalam perda Kota
Bandung No. 19 Bangunan-bangunan yang terdaftar sebagai Bangunan Cagar
Budaya di jalan Braga ada 11 bangunan. Diantaranya adalah New Majestic,
Apotek Kimia Farma, Aubon Marce, Bank BJB, Dekranas Jabar, LKBN Antara,
Gas Negara, Bank Indonesia, Bank BJB Syariah, Centre Point, Landmark. Namun
pemerintah kurang berperan dalam pelestarian bangunan-Bangunan Cagar Budaya
tersebut, terlihat beberapa bangunan seperti Aubon Marche dan Gedung Gas
Negara yang tidak terurus dan dibiarkan kosong.
Namun permasalahan Bangunan Cagar Budaya bukan itu saja, menurut
Frances B. Affandy, Executive Director Paguyuban Pelestarian Budaya Bandung
atau sering disebut dengan Bandung Heritage Society letak permasalahan
konservasi Bangunan Cagar Budaya umumnya bukan pada anggaran atau biaya,
melainkan kecintaan serta rasa memiliki. Menurutnya rasa memiliki serta
kecintaan akan sejarah itu yang kurang dimiliki oleh generasi sekarang.
Bangunan Cagar Budaya tersebut memiliki sejarah penting dalam perkembangan
kota Bandung pada saat penjajahan hindia Belanda. Berikut ini adalah hasil
survey terhadap pengetahuan masyarakat kota Bandung terhadap bangunan cagar
budaya:
Gambar 1.1 Grafik Survey tentang Bangunan Heritage di Jalan Braga
Sumber: Dokumen Pribadi
Namun untuk mendapatkan nilai-nilai sejarah, budaya dan pengetahuan
banyaknya media pembelajaran sejarah yang menarik terutama media audio visual
Bangunan Cagar Budaya.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan paparan latar belakang masalah dapat di identifikasikan
bahwa masyarakat di kota Bandung banyak yang belum mengetahui akan sejarah,
budaya, dan pengetahuan tentang Bangunan Cagar Budaya di Bandung khususnya
Bangunan Cagar Budaya yang berada di jalan Braga sehingga mereka kurang
mempunyai rasa memiliki dan mencintai akan Bangunan Cagar Budaya yang ada
di jalan Braga.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan latar belakang diatas, dapat disimpulkan rumusan
masalahnya adala sebagai berikut:
• Dari hasil survey yang dilakukan terhadap 70 remaja dikota Bandung 72%
belum mengetahui tentang sejarah Bangunan Cagar Budaya yang ada di
jalan Braga.
• Perubahan fungsi bangunan menyebabkan sulitnya mengetahui informasi
tentang sejarah Bangunan Cagar Budaya tersebut.
• Kurangnya rasa memiliki dan kecintaan yang dimilliki remaja di kota
Bandung akan Bangunan Cagar Budaya terutama yang ada di jalan Braga.
• Tidak adanya media audio visual untuk menarik pemuda mengetahui
tentang Bangunan Cagar Budaya di jalan Braga
1.4 Pembatasan Masalah
Melihat latar belakang masalah maka pada penelitian ini dititik beratkan
pada salah satu objek Bangunan Cagar Budaya yang berada di jalan Braga yaitu
sejarah dan gaya arsitektur dari mulai didirikan tahun 1925 sampai 2012, serta
kaitanya dengan kota Bandung dan kawasan Jalan Braga.
1.5 Tujuan Perancangan
Tujuan dari perancangan media informasi audio visual tentang Bangunan
Cagar Budaya New Majestic yang ada di jalan Braga ini adalah sebagai berikut:
• Memberikan informasi tentang sejarah, budaya dan ilmu pengetahuan
terutama ilmu tentang arsitektur tentang Bangunan Cagar Budaya New
Majestic yang berada di jalan Braga pada pemuda kota Bandung.
• Dapat mengangkat serta memperkenalkan Bandung sebagai salah satu
kota yang memiliki bangunan Art Deco terbesar di dunia kepada
pemuda Bandung, umumnya pemuda Indonesia.
• Setelah remaja mengetahui informasi tentang sejarah, budaya dan ilmu
pengetahuan yang ada pada Bangunan Cagar Budaya New Majestic
secara mendalam, harapan yang dituju agar masyarakat lebih
BAB II
FILM DOKUMENTER & BANGUNAN CAGAR BUDAYA
NEW MAJESTIC DI JALAN BRAGA
2.1 Film Dokumenter
2.1.1 Pengertian Film Dokumenter
Film dokumenter adalah film non fiksi yang merekam tentang realita atau
kejadian yang pernah terjadi serta memberikan informasi dan edukasi kepada
penonton. Artinya film dokumenter menceritakan tentang suatu keadaan yang
sebenarnya terjadi dari mulai orang, tempat dan semua objek yang dibahas dalam
film tersebut. Selain mengandung fakta, film dokumenter juga mengandung
subyektivitas si pembuatnya. Artinya, apa yang direkam dalam film memang
berdasarkan fakta yang ada, namun dalam penyajianya, kita juga memasukan
pemikiran-pemikiran, ide-ide dan sudut pandang idealism kita.(Fajar Nugroho,
2007,h.34)
Didalam buku “Looking at Movies an introduction to Film” Ricard Barsam,
menuliskan: Film dokumenter pertama kali dibuat oleh John Grieson untuk film
Moana (1926) karya Robert Flaherty. Grierson berpendapat dokumenter
merupakan salah satu cara kreatif merepresentasikan realitas. Sekalipun Grierson
mendapat tentangan dari berbagai pihak, pendapatnya tetap relevan sampai saat
ini.
2.1.2 Tujuan Pembuatan Film Dokumenter
Film dokumenter menyajikan realita melalui berbagai cara dan dibuat untuk
berbagai macam tujuan. Namun harus diakui, film dokumenter tak pernah lepas
dari tujuan penyebaran informasi, pendidikan, dan propaganda bagi orang atau
Yaitu pendekatan faktual, intruksional, persuasif, dan propaganda. Berikut ini
adalah penjelasan tentang empat dasar pendekatan film dokumenter:
1. Film faktual
Film faktual termasuk film Nanook of the North yang dibuat pada
tahun 1920. Film yang bercerita tentang kehidupan daerah Kanada
Artik, memperlihatkan orang, tempat dan diproses dengan cara yang
sangat sederhana untuk menghibur dan berpesan tanpa terlalu
mempengaruhi penonton atau audien.
Gambar 2.1 Poster Film Nanook of The North
Sumber: Looking at the movies An Introduction to Film “Richard
Barsam”Hal 66.
2. Film Intruksional
Film intruksional dibuat untuk memberi pelajaran kepada penonton
tentang sesuatu hal yang menarik, lebih dari hanya sekedar
membujuk mereka untuk menerima ide tertentu. Sekarang banyak
film yang memberikan mengajarkan kepada penonton tentang
kemampuan dasar seperti memasak, yoga, atau bermain golf. Dalam
pembuatan film ini tidak dibutuhkan penelitian secara mendalam.
3. Film Persuasi
perubahan. Salah satu contohnya adalah film garapan Davis
Guggenheim's yang diangkat dari pendapat Al Gore's tentang
pemanasan global kemudian dijadikan sebuah film yang berjudul
“An Inconvenient Truth” (2006). Contoh lainnya adalah tentang
kesehatan (Sicko, 2007), tentang pengendalian senjata api (Bowling
for Columbine, 2002), dan peran Presiden Bush dalam perang di Irak
(Fahrenheit 9/11, 2004).
Gambar 2.2 Cover Film An inconvenient Truth
Sumber:
http://stonehillblogs.org/sustainability/wp-content/uploads/2012/04/an_inconvenient_truth_by_al_gore.jpg
Tanggal Akses: 10 Januari 2013
4. Film propaganda
Propaganda mengandung arti penerangan, pendapat atau paham
yang disiarkan dengan maksud mencari pengikut atau bantuan. Film
dokumenter jenis ini biasanya ada dalam film persuasi dicampur
adukan dengan pesan yang ingin disampaikan sehingga secara
sistematis menyebarluaskan kebohongan dan merusak informasi.
Film propaganda yang paling terkenal yang pernah dibuat adalah
“Triumph of the Will” (1935), direkam dari beberapa acara yang
di Jerman dan kekeliruan yang dijadikan film tersebut sebagai film
faktual. Di Indonesia juga pernah beredar film Propaganda Jepang,
pada saat itu tentara Dai Nippon telah memproduksi sekitar 350
judul fim propaganda. Saat itu film-film propagada tersebut diputar
dibioskop-bioskop. (Richard Barsam, 2010,h.66)
Gambar 2.3 Poster Film Truimph of the Will
Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/File:Triumph_des_Willensposter.jpg
Tanggal Akses: 10 Januari 2013
Dari penjelasan tentang dasar-dasar film dokumenter diatas dapat
disimpulkan bahwa film dokumenter selalu berpijak pada realita yang ada, dan
memiliki sebuah tujuan yang beragam dari mulai penyebaran informasi,
pendidikan, persuasi dan propaganda atau menyebarkan sebuah paham.
2.1.3 Perkembangan Film Dokumenter
Kemudian pada perkembangannya muncul beberapa istilah baru dalam
film dokumenter, diantaranya adalah sebagai berikut
1. Laporan Perjalanan
Sekarang ini banyak televisi yang membuat program dengan
Jejak Petualang (Trans7), Travel and Living (Discovery Channel)
dan sebagainya.
2. Sejarah
Dalam film dokumenter, jenis ini menjadi salah satu yang sangat
kental aspek referential meaning-nya (makna yang sangat
bergantung pada referensi peristiwanya) sebab keakuratan data
sangat dijaga dan hampir tidak boleh ada yang salah baik pemaparan
datanya maupun penafsirannya. Sekarang ini di Metro TV sering
ditayangkan Metro Files, program dokumenter yang mengupas
sejarah yang tidak terungkap di Indonesia.
3. Biografi
Sesuai dengan namanya, jenis ini lebih berkaitan dengan sosok
seseorang. Mereka yang diangkat menjadi tema utama biasanya
seseorang yang dikenal luas di dunia atau masyarakat tertentu atau
seseorang yang biasa namun memiliki kehebatan, keunikan ataupun
aspek lain yang menarik. Isinya bisa berupa sanjungan, simpati,
krtitik pedas atau bahkan pemikiran sang tokoh.
4. Rekonstruksi
Dokumenter jenis ini mencoba memberi gambaran ulang terhadap
peristiwa yang terjadi secara utuh. Biasanya ada kesulitan tersendiri
dalam mempresentasikannya kepada penonton sehingga harus
dibantu rekonstruksi peristiwanya.
5. Investigasi
Jenis dokumenter ini memang kepanjangan dari investigasi
jurnalistik. Biasanya aspek visualnya yang tetap ditonjolkan.
Peristiwa yang diangkat merupakan peristiwa yang ingin diketahui
lebih mendalam, baik diketahui oleh publik ataupun tidak.
6. Perbandingan & Kontradiksi
Dokumenter ini mentengahkan sebuah perbandingan, bisa dari
seseorang atau sesuatu seperti Michael Moore dalam film Sicko
(2007) membandingkan kebijakan dan pelayanan kesehatan di
Inggris dan Perancis serta satu negara berkembang yang justru
tetangga Amerika Serikat sendiri yaitu Kuba.
7. Ilmu Pengetahuan
Film dokumenter genre ini sesungguhnya yang paling dekat dengan
masyarakat Indonesia, misalnya saja pada masa Orde Baru, TVRI
sering memutar program berjudul Dari Desa Ke Desa ataupun film
luar yang banyak dikenal dengan nama Flora dan Fauna.
8. Musik
Film Dokumentasi jenis ini adalah film yang mengabadikan konser
musik ataupun perjalanan tur keliling ini biasanya untuk
mempromosikan sebuah album.
9. Association Picture Story
Jenis dokumenter ini dipengaruhi oleh film eksperimental. Sesuai
dengan namanya, film ini mengandalkan gambar–gambar yang tidak
berhubungan namun ketika disatukan dengan editing, maka makna
yang muncul dapat ditangkap penonton melalui asosiasi yang
terbentuk di benak mereka. Contohnya dalam film Baraka, Fricke
mencoba mengangkat aspek kebudayaan manusia dari bentuk
primitif hingga modern, bahkan hingga saat manusia merusak
alamnya sendiri.
10.Dokudrama
Selain menjadi sub-tipe film, dokudrama juga merupakan salah satu
dari jenis dokumenter. Film jenis ini merupakan penafsiran ulang
terhadap kejadian nyata, bahkan selain peristiwanya hampir seluruh
aspek filmnya (tokoh, ruang dan waktu) cenderung untuk
direkonstruksi. Ruang (tempat) akan dicari yang mirip dengan
tempat aslinya bahkan kalau memungkinkan dibangun lagi hanya
untuk keperluan film tersebut. Begitu pula dengan tokoh, pastinya
akan dimainkan oleh aktor yang sebisa mungkin dibuat mirip dengan
tokoh aslinya. Salah satu contoh film dokudrama Indonesia adalah
Perkembangan film dokumenter di Indonesia menurut Riri Riza (Sutradara
Film) yaitu bahwa semenjak era revormasi memberi banyak peluang kepada
pembuat film dokumenter untuk lebih berkembang, mengingat Indonesia ini
punya sejarah yang panjang dalam pembentukannya sehingga menjadi negara
yang cukup demokratis seperti sekarang ini. Dari hal tersebut banyak sekali
subjek yang bisa difilm kan menjadi cerita di dalam film dokumenter. Banyak
sekali dari sejarah Indonesia yang dapat ditulis dan kemudian dijadikan
episode-episode film dokumenter. Selain bicara soal kesejarahan tetapi ada nilai
dramatikanya. Tentu saja ini sebuah peluang untuk film dokumenter untuk lebih
berkembang, dan diharapkan dapat membuat perubahan sosial, penyebaran
informasi, media untuk pendidikan. Dibanyak negara film dokumenter diputar
bukan hanya ditelevisi dan punya nilai jual, tetapi diputar sampai ke bioskop. Di
Indonesia kita mempunyai semua itu, stasiun TV dari mulai TV lokal atau daerah
sampai TV nasional. Jadi film dokumenter adalah salah satu media yang tepat dan
menarik untuk digunakan sebagai media pembelajaran penyampaian informasi
terutama yang berkaitan dengan budaya dan sejarah.
2.2 Pengertian Cagar Budaya
Menurut KBBI pengertian Cagar Budaya adalah daerah yang kelestarian
hidup masyarakat dan perikehidupannya dilindungi oleh undang-undang karena
yang semacam itu sudah sangat jarang terdapat yang diperkirakan sudah hampir
punah. Sedangkan pengertian Cagar Budaya menurut UU no 5 tahun 1992, benda
Cagar Budaya dibagi dalam 2 jenis yaitu :
1. Benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak, yang berupakesatuan
atau kelompok, atau bagian-bagian atau sisa sisanya, yang berumur
sekurang-kurangnya 50 tahun atau mewakili masa gaya yang khas dan
mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 tahun, serta dianggap
mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.
2. Benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu
2.2.1 Pembagian kelas pada Bangunan Cagar Budaya
Benda Cagar Budaya dibagi kedalam kelas-kelas berdasarkan kriteria yang
dimiliki oleh benda tersebut. Kriteria tersebut adalah benda buatan manusia atau
alam yang melewati masa / zaman tertentu sekurang-kurangnya 50 tahun dan
dianggap memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
Penentuan kawasan dan Bangunan Cagar Budaya di atur oleh PERDA Kota
Bandung No : 19 tahun 2009 BAB VII, bagian kesatu, pasal 18 tentang kriteria
Bangunan Cagar Budaya, yaitu :
a. nilai sejarah;
b. nilai arsitektur;
c. nilai ilmu pengetahuan;
d. nilai sosial budaya;
e. umur.
Dari kriteria-kriteria diatas kemudian Bangunan Cagar Budaya dibagi
menjadi 3 golongan, yaitu:
• Bangunan Cagar Budaya golongan A (Kelas A) Yaitu bangunan yang
memenuhi 4 kriteria dari Cagar Budaya.
• Bangunan Cagar Budaya golongan B (Kelas B) Bangunan yang memenuhi
3 kriteria.
• Bangunan Cagar Budaya golongan C (Kelas C) Bangunan yang memenuhi
2 kriteria.
2.3 Sejarah Jalan Braga
Kata Braga menurut Goerjama (Pengurus Bandung Cagar Budaya), Braga
berasal dari bahasa Sunda yaitu “ngabaraga” yang artinya berjalan menyusuri sisi
kiri kanan sungai. Sungai yang dimaksud disini adalah sungai Cikapundung yang
berada di sebelah barat jalan Braga. Ada juga beberapa sumber yang mengaitkan
jalan Braga dengan dengan penulis drama dari Portugis yaitu Theifilo Braga
(1843-1924), tetapi menurut Goeryama (Pengurus Bandung Cagar Budaya) hal
tidak pernah singgah ke Bandung, mana mungkin jalan Braga berasal dari nama
tersebut. J.P Verhoek (seperti dikutip Haryoto Kunto, 1884) ada juga yang
mengaitkan dengan nama Dewa Puisi “Bragi” dalam cerita Mitologi Jerman dan
pahlawan bangsa Viking. Tetapi hal tersebutpun tidak berlandaskan bukti-bukti
yang ada.
Dari jalan inilah sebenarnya julukan Bandung sebagai “Parijs van Java”
berasal. (Haryoto Kunto, 1984, h.296). Jadi dari beberapa pengertian Braga diatas,
kata “Baraga” yang berasal dari bahasa Sunda lah yang memiliki landasan yang
masuk akal. Karena jalan Braga dahulu adalah jalan yang berada ditepi sungai
Cikapundung, tetapi karena dijaman sekarang ini daerah kawasan Braga yang
sangat padat, sungai Cikapundung sudah tidak terlihat lagi dari jalan Braga.
Perkembangan jalan Braga dimulai dari tahun 1856, sewaktu bandung
menjadi ibukota Priangan, beberapa hunian Eropa dibangun di Jalan Braga, jalan
ini masih berupa tanah liat, rumah-rumah masih beratapkan ijuk, rumbia, dan
ilalang, yang tidak lama kemudain diganti dengan genteng dan bahan tembok.
Hingga tahun 1874 hanya ada enam atau tujuh dengan konstruksi bahan tembok
di Jalan Braga. Dibawah ini perkembangan jalan Braga diliat dari perkembangan
arsitekturnya:
• 1893 : Kawasan Jalan Braga mulai menjadi daerah pertokoan yang
terkemuka di Hindia Belanda.
• 1900 : Penggal Jalan Gereja sampai dengan Jalan Braga merupakan jalan
yang pertama di aspal.
• 1906 : Diadakan standarisasi dan peraturan bangunan-bangunan toko di
Braga:
Tipe bangunan gaya barat yang semula terbuka diubah
menjadi bangunan perdagangan tertutup.
Bentuk bervariasi mulai dari langgam klasik hingga gaya
arsitektur modern.
• 1920-1930 : Modernisasi Jalan Braga dengan rencana menjadikannya
sebagai pertokoan ekslusif, diadakan juga rencanan Cikapundung
Boulevard sebagai penghubung utara dan selatan untuk membebaskan
Jalan Braga dari lalu lintas
• 1937-1939 : Jalan Braga semakin ramai dan padat lalu lintas,kondisi
pertokoan mengalami kemajuan pesat dan dijuluki " De meest
Europeesche winkelstraat van indie" ( komplek pertokoan paling
terkemuka di Hindia)
• 1942 : Masa pendudukan Jepang. Pengaruh kebijakan yang ada pada saat
itu mengakibatkan merosotnya tingkat perekonomian di Jalan Braga.
• 1955 : Digelarnya Konferensi Asia-Afrika. Wajah bangunan di Jalan
Braga dipercantik, Braga menjadi kembali ramai dikunjungi.
• 1960 : Dibangunnya kembali toko Hellerman dengan bentuk lain, mulai
saat itu dapat dikatakan terjadi perubahan di Jalan Braga, dan muncul
reklame dan elemen-elemen baru.
• 1980-Sampai sekarang: Jalan Braga mulai suram, citra Braga yang begitu
dipuja keindahannya, sebagai salah satu kawasan pertokoan elit di Kota
Bandung, kini hanya tinggal kenangan.
Gambar 2.4 Suasana Jalan Braga tahun 1937
Melihat dari perkembangan sejarahnya jalan Braga ini sudah sangat
popiler baik di Indonesia maupun di masyarakat International. Kawasan ini
merupakan kawasan bersejarah yang menjadi simbol dari kejayaan dan keindahan
masa lalu Kota Bandung, bisa dilihat pada gambar diatas menggambarkan suasaa
Jalan Braga pada tahun 1937.
2.3.1 Bangunan Cagar Budaya di Jalan Braga
Kota Bandung menurut majalah National Geographic (29 Februari 2013)
merupakan salah satu dari tiga kota di dunia yang menyisakan bangunan
berarsitektur Art Deco. Tentu saja hal ini erat kaitannya dengan Bangunan Cagar
Budaya yang ada di jalan Braga karena di jalan ini banyak sekali banguanan
bergaya arsitektur Art Deco yang berdiri. Menurut Perda kota Bandung no 19
tahun 2009 di jalan Braga terdapat sebelas bangunan yang termasuk kategori
golongan A. Diantaranya adalah:
1. Gedung New Majestic (Asia Africa Culture Centre)
2. Apotek Kimia Farma
Dari sebelas Bangunan Cagar Budaya kelas A diatas, masing-masing
memiliki gaya arsitektur dan sejarah yang berbeda-beda. Namun dalam penelitian
2.4 Gedung New Majestic
2.4.1 Sejarah Bangunan
Gedung New Majestic pada awalnya dikenal dengan Bioskop Majestic
adalah merupakan salah satu elemen tak terpisahkan dari kegemilangan jalan
Braga masa lalu. Nama Majestic ini diambil dari bahasa Belanda yang artinya
megah. Dipertengahan tahun 1920-an, jalan yang awalnya pada abad 18 hanya
merupakan jalan pedat tersebut menjelma menjadi pusat pertokoan yang sangat
bergengsi. Banyak para tuan tanah Belanda dan pengelola perkebunan di seputar
Bandung (Preanger Planters) yang sedang menikmati keadaan pertumbuhan
ekonomi yang pesat di kota Bandung. Karena banyak dari mereka yang
membutuhkan sarana untuk berbelanja dan bersantai, maka tumbuhlah pertokoan
dan fasilitas hiburan elit Eropa di jalan Braga tersebut. Segala macam
perlengkapan kehidupan kalangan atas dapat ditemui di sana, mulai dari toko
penjual senapan berburu sampai butik-butik mewah yang menjual pakaian terbaru
dari paris. Pakaian-pakaian mode baru yang muncul di paris pada saat itu, dalam
hitungan hari sudah muncul sudah dapat ditemui di Braga.
Kemudian pada awal dekade 1920-an, dimintalah Technisch Bereau
Soenda untuk melaksanakan pembangunan suatu bioskop berkelas, yang
representatif bagi kalangan atas saat itu. Bioskop ini didesain arsitektur Prof.C.P.
Wolff Schoemaker, guru besar Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang
ITB), yang karya-karyanya tersebar di seluruh kota Bandung dan sebagian besar
masih berdiri sampai saat ini. Gedung yang didirikan awal dekade 1920-an selesai
dibangun pada sekitar tahun 1925, kemudian dikenal dengan nama Gedung
Bioskop Majestic yang dikelola secara langsung oleh Pemerintahan Belanda pada
Gambar 2.5 Gedung Bioskop Majestic
Sumber: komunitas aleut
Letaknya berdampingan dengan Societeit Concordia (Museum Asia
Afrika), tepatnya di jalan Braga No.1. Bangunan bergaya Art Deco ini dipadukan
dengan ornamen lokal yaitu diambil dari kebudayaan Hindu di Jawa tengah
“Batara Kala”. Batara kala adalah ornamen tradisional Hindu Jawa yang banyak
dipergunakan pada bangunan-bangunan tradisional. Maksud dari penggunaaan
ornamen ini adalah menangkal aspek negatif yang akan masuk kedalam
bangunan. Batara kala pada gedung Majestic ini terletak di fasad depan dan diatas
pintu masuk utama. Hal ini merupakan upaya Wolff Schoemaker untuk
mengadopsi elemen lokal pada bangunan, baik pada eksteriornya maupun
interiornya, dimaksudkan agar dapat dengan mudah diterima dan diingat oleh
masyarakat setempat. Bentuk luar bagian depan bangunan yang melengkung
menyerupai kaleng biskuit, menyebabkan Gedung Majestic ini dijuluki Blikken
Gambar 2.6 Ornamen Batara Kala Gedung New Majestic
Sumber: Dokumen Pribadi
Bioskop Majestic pada saat itu hanya boleh dimasuki orang-orang Eropa.
Seperti halnya gedung Societeit Concordia, dibangunan ini juga tertulis
“Verbodden voor Honder en irlander” yang artinya dilarang masuk bagi anjing
dan pribumi. Kursi bagi penonton didalamnya dibuat bertingkat, mirip dengan
bioskop yang ada dimasa sekarang. Namun yang membedakan tempat duduk
adalah harga tiket masuknya. Semakin bawah posisi tempat duduknya maka
semakin murah pula harganya. Sedangkan tiket yang paling mahal berada di
balkon. Posisi duduk di balkon cukup eksklusif, karena para penonton yang
membayar untuk menonton dibalkon akan diposisikan seperti café. Hal ini cukup
unik, karena letak duduk lelaki dan perempuan dipisahkan di sisi kanan dan kiri
bioskop, meskipun bagi para pasangan yang telah menikah aturan ini dilanggar
juga.
Pertunjukkan diadakan hanya pukul 19.30 dan 21.00. Mendekati saat
tersebut, pelataran bioskop biasanya sudah ramai oleh berbagai kegiatan, mulai
dari pedagang yang menawarkan barangnya hingga orkes yang disewa bioskop
untuk memainkan lagu-lagu gembira penarik perhatian. Menjelang film dimulai,
orkes mini yang biasanya terdiri atas alat musik biola, gitar, chelo dan tambur ini
pindah ke dalam bioskop, untuk memberikan musik latar pada film yang
Pemain-pemain orkes kerap ikut menjadi terkenal, selain karena ditonton banyak
orang, juga skill musik yang dimiliki umumnya cukup tinggi. Maklumlah,
permainannya harus sangat disesuaikan dengan cerita yang tengah berlangsung di
layar.
Film yang diputar, jangan harap berjalan selancar sekarang. Proyektor
yang ada hanya cukup untuk memutar satu reel film, yaitu rol film sepanjang
sekitar 300 m. dengan durasi 15 menit. Bayangkan saja untuk film sepanjang satu
setengah jam pastilah harus ada jeda lima kali sepanjang beberapa menit untuk
mengganti reel. Untuk mengisi waktu, biasanya ditayangkan slide waktu itu
populer dengan sebutan “gambar mati” reklame dari rekanan bioskop. Masa itu,
dengan alasan sopan santun penonton bioskop dibagi menjadi dua bagian, deretan
kanan dan kiri menurut menurut jenis kelaminnya. Namun aturan yang longgar
ini kerap dilanggar oleh pasangan yang telah menjalin ikatan, dengan alasan takut
terpisah saat ramai-ramainya bubar bioskop.
2.4.2 Perkembangan Bioskop Majestic
Pada tahun 31 Desember 1926, bioskop ini juga memutar film lokal
pertama di Hindia Belanda, yaitu “Loetoeng Kasaroeng” yang diproduksi oleh
NV Java Film Company. Film ini diputar hingga 6 Januari 1927. Film ini dibuat
di sekitar Bandung dan Padalarang, pemeran-pemeran di film ini merupakan
pribumi terpilih dari golongan priayi yang berpendidikan. Namun, karena
sutradara film ini berkebangsaan Belanda, film ini tidak dianggap sebagai film
pertama di Indonesia (Hindia Belanda merupakan sebutan bagi Indonesia saat
Gambar 2.7 Iklan Film Loetoeng Kasaroeng
Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/File:Loetoeng_Kasaroeng_p67.jpg
Tanggal Akses: 10 Januari 2013
Setelah masa kemerdekaan, gedung ini juga masih berfungsi sebagai
bioskop bagi masayarakat Indonesia. Bioskop inipun sempat menampilkan
film-film bergenre action dari Cina. Namun seiring bermunculannya bioskop-bioskop
modern, pada tahun 80-an Majestic mulai ditinggalkan, dan hanya segelintir orang
yang menonton sampai pada akhirnya bangunan ini tidak berfungsi sebagai
bioskop lagi.
Hingga akhirnya pada tanggal 8 januari 2002 Majestic direvitalisasi
menjadi gedung pertemuan dan berganti nama menjadi Asia Africa Cultural
Centre (AACC). Selain sebagai tempat pertunjukkan kesenian tradisional, gedung
ini juga disewakan untuk kegiatan lainnya. Tidak hanya itu, karena kurangnya
ruangan/tempat bagi musisi lokal untuk berkreasi, gedung ini juga digunakan
sebagai tempat konser. Dan yang memilukan, pada 9 Februari 2008, 10 orang
meninggal saat menonton konser band Beside di gedung ini. Kemudian setelah itu
nama Asia Africa Culture Centre berubah lagi menjadi New Majestic sampai
sekarang.
sebagia salah satu elemen fisik spasial pembentuk ruang kota pada kawasan Jalan
Braga. Gedung yang beralamat pada Jl. Braga No 1 in termasuk kedalam salah
satu Bangunan Cagar Budaya kelas A dan salah satu bagian dari tipologi fisik
bentuk bangunan"berjajar" (ensemble) yang ada pada segmen kawasan Jalan
Braga bagian selatan. Bangunan yang dibuat oleh arsitektur Prof C.P W
Schoemaker ini memiliki ciri khas langgam arsitektur yang mewarisi zamannya,
sebagai bentuk pemberontakan terhadap "jajahan" aliran internasionalisme yang
dinilai Schoemaker sebagi tidak efisien dan terlalu boros ornamen. Jawabannya
ditemui dalam desain arsitektur bangunan ini mengandung elemen-elemen
arsitektur (eksterior dan interior) dan seni ukir regional dipadu dengan teknik
konstruksi dari barat, dengan tidak kehilangan monumentalitasnya. Sebuah
wacana baru yang dikembangkan saat itu, sebagai langgam klasik yang tidak
merujuk kepada ornamentasi Yunani dan Romawi, namun sebaliknya
menggalinya dari kekayaan arsitektur dalam negeri. Gedung ini, dengan
garis-garis vertikal dan horizontal yang menonjol, adalah merupakan salah satu karya
penting dari perkembangan arsitektur Art Deco yang menghidupkan kawasan
Braga dan sekitarnya pada masa kejayaannnya.
Konsep dari bangunan ini pada awalnya diperuntukan sebagai gedung
bioskop tempo dulu, dan secara tidak langsung juga turut mempengaruhi kondisi
jumlah lantai, tatanan dan organisasi ruang yang ada di dalam bangunan.
Walaupun secara fisik kini fungsi bangunan sebagai balai pertemuan, tetapi secara
garis besar hal tersebut tidak terlalu berpengaruh kepada kondisi asli ruang dalam
yang ada pada bangunan tersebut seperti pada mulanya. Ruang utama yang ada di
dalam bangunan ini sebagaian didominasi oleh ruang area duduk penonton dan
panggung pertunjukan, sedangkan ruang-ruang lainnya (ruang proyektor, kantor,
ruang service, dll) berfungsi sebagai ruang-ruang penunjang yang ada pada
bangunan.
2.4.4 Data Teknis Bangunan
Nama bangunan : Gedung Bioskop Majestik, Gedung Bioskop Dewi, Gedung
Asia Afrika Culural Centre, Gedung New Majestic sampai
sekarang.
Lokasi: Jl. Braga No. 1, Kelurahan Braga, Kecamatan Sumur
Bandung, Kota Bandung
Umur Bangunan: 88 Tahun
Pemilik: BUMD Jawa Barat
Pengelola: Manajemen Asia Afrika Cultural Center
Fungsi awal: Gedung Bioskop
Fungsi saat ini: Gedung pusat kebudayaan Asia Afrika
Arsitek: Prof. C. P. Wolff Schoemaker
Tahun dibangun: 1925
Gaya Arsitektur: Arsitektur Neo-Klasik (Art Deco Ornamental/ Deco El
Decorative)
Orientasi massa: Massa bangunan menghadap ke timur (kearah Jl. Braga)
Entrance
bangunan:
entrance utama bangunan terletak pada ruang tengah
bangunan, sedangkan untuk entrance tambahan berada pada
bagian samping kiri dan kanan bangunan.
Luas tanah: ± 700 m2
Luas Bangunan: ± 515 m2
Jumlah lantai: 2 lantai
Tebal bangunan: dinding 2 bata 40 cm (bangunan lama)
dinding ½ bata 15 cm (bangunan baru)
Tinggi dinding
depan :
Lantai 1=3.5 m, lantai 2=3.5 m dan 4.5 m (bagian depan)
Tinggi atap: 1 m
Total tinggi
bangunan :
8 m
Panjang
Batas-batas : - Utara : Bangunan Aubon Marche
- Selatan : Museum Asia Afrika
- Barat : Gedung Merdeka
- Timur : eks Hotel Braga (Sekarang Hotel Ibis Braga)
Tabel 2.1 Data Teknis Bangunan
Dari data sejarah dan data teknis bangunan, gedung New Majestic ini
memiliki beberapa alasan mengapa bangunan ini menjadi Bangunan Cagar
Budaya kelas A diantaranya adalah:
1. Bangunan New Majestic memiliki nilai sejarah yang penting dalam
pembangunan dan perkembangan kota Bandung.
2. Bangunan New Majestic memiliki nilai estetika karena dirancang oleh
arsitektur Prof. C.P Wolff Schoemaker.
3. Bangunan New Majestic mewakili gaya arsitektur Neo Klasik (Art Deco
Ornamental).
4. Bangunan New Majestic memiliki peranan sebagai elemen bangunan
penting dalam suatu kawasan dilihat dari segi visual.
5. Bangunan New Majestic merupakan bangunan langka dan unik dengan
bentuk bangunan spesifik “berjajar (ensemble) dalam satu kawasan.
6. Bangunan New Majestic berada dalam kawasan Jalan Braga (Kawasan
Pusat Kota) yang merupakan kawasan yang dilindungi pemerintah daerah.
7. Bangunan New Majestic menjadi objek penting dalam penelitian
bidang-bidang ilmu pengetahuan (arsitektur, seni, desain, film, budaya, dll)
8. Bangunan New Majestic berfungsi sebagai gedung pentas/pertunjukan
2.5 Analisis Masalah
2.5.1 Kondisi Bangunan Cagar Budaya di Jalan Braga
Dalam penelitian ini telah dilakukan metode survey yang dimulai pada 28
maret - 5 April 2013 dengan jumlah responden 70 orang yang 70% nya adalah
pemuda di kota Bandung. Jumlah pertanyaan dalam survey yang diajukan
sebanyak sepuluh pertanyaan yang dianggap ada keterkaitan dengan Bangunan
Cagar Budaya di jalan Braga.
Gambar 2.8 Grafik Survey Pengetahuan tentang Sejarah Bangunan Heritage
Sumber: Dokumen Pribadi
Dari hasil kuantitatif data yang diperoleh maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa masyarakat di kota Bandung khususnya pemuda sudah mengetahui apa itu
Bangunan Cagar Budaya. Pada umumnya Bangunan Cagar Budaya di kota
Bandung banyak berada di kawasan Jalan Braga. Masyarakat menganggap
Bangunan Cagar Budaya yang berada di jalan Braga ini harus dilestarikan dan
penting untuk dipelajari sejarahnya, terutama dipenelitian ini dikhususkan pada
satu Bangunan Cagar Budaya New Majestic. Masyarakat di kota Bandung hanya
sekedar mengetahui letak Bangunan tetapi belum mengetahui tentang sejarah dari
2.5.2 Solusi Pemecahan 5W1H + E
Dalam pemecahan masalah yang telah di jelaskan pada sub bab
sebelumnya, diperlukan sebuah media informasi audio visual berupa film
dokumenter tentang Bangunan Cagar Budaya New Majestic untuk memberikan
pengetahuan tentang sejarah Gedung New Majestic kepada masyarakat kota
Bandung khurusnya para pemuda dan secara tidak langsung untuk melestarikan
Bangunan Cagar Budaya di jalan Braga. Dalam hal ini, digunakan metode 5W1H
+ E sebagai strategi agar informasi yang dikomunikasikan sampai pada penerima
pesan dengan efektif, berikut adalah uraiannya:
WHAT
Sejarah jalan Braga dan Bangunan Cagar Budaya New Majestic secara mendalam.
Karena Gedung ini merupakan salah satu Bangunan Cagar Budaya kelas A, dan
memiliki nilai sejarah,budaya, dan ilmu pengetahuan tentang perkembangan
sejarah Kota Bandung.
WHO
Ditujukan kepada pemuda Kota Bandung dengan status sosial menengah ke atas yang peka akan sejarah, dan warisan Cagar Budaya. Karena generasi muda memiliki semangat yang tinggi untuk terus belajar.
WHY
Agar khalayak dapat memahami informasi tentang sejarah Gedung New Majestic lebih mendalam, dan kaitanya dengan sejarah Jalan Braga dan Kota Bandung. Ketika mereka sudah memahami diharapkan dapat mulai membantu melestarikan dan mencintai Bangunan Cagar Budaya New Majestic.
WHERE
WHEN
Di putar bertepatan dengan acara Braga Festival pada tanggal 27-29 September 2013. Alasannya karena Braga Festival merupakan sebuah festival untuk memperingati ulang tahun kota Bandung dan jalan Braga itu sendiri. Maka sangat tepat pemutaran film dokumenter ini ketika berlangsungnya Braga Festival 2013.
HOW
Melalui film dokumenter sejarah Gedung New Majestic.
EFFECT
BAB III
STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL
3.1 Target Audien
Segmentasi dari target masyarakat yang dituju dalam perancangan media
informasi film dokumenter ini meliputi beberapa faktor diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Demografis
Dilhat dari segi demografis, sasaran dari perancangan film dokumenter
Bangunan Cagar Budaya New Majestic adalah:
Usia : 18-24 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki & Perempuan
Kelas Sosial : Menengah ke atas
Pendidikan : Mahasiswa
Status : Belum Menikah
Agama : Semua agama
Alasan memilih target audien usia 18-24 tahun adalah karena pada usia
ini lebih tertarik pada hal-hal baru, oleh karena itu diharapkan dapat
mereka dapat mempelajari sejarah dan budaya yang belum mereka
ketahui.
2. Geografis
Dari segi geografis target audien yang disasar dalam film dokumenter
ini meliputi kota Bandung dan sekitarnya, namun tidak menutup
kemungkinan untuk orang diluar kota Bandung yang ingin mengetahui
tentang sejarah Bangunan Cagar Budaya New Majestic.
Menurut Gunarsa (1989) psikografis pada target audien usia 18-24
tahun adalah sebagai berikut:
Ketidakstabilan emosi.
Senang bereksperimentasi dan bereksplorasi.
Mempunyai banyak fantasi, khayalan dan bualan.
Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan
kegiatan berkelompok.
3.2 Strategi Perancangan
Dari hasil survey terhadap tujuh puluh pemuda yang ada di kota Bandung,
sebanyak 75% memilih film dokumenter untuk penyampaian informasi tentang
Bangunan Cagar Budaya di jalan Braga. Hal ini menunjukan bahwa remaja di
kota Bandung lebih menyukai media audio visual dibandingkan media lainnya.
Selain itu, karena Bangunan Cagar Budaya New Majestic ini sejarahnya
adalah pernah menjadi salah satu bioskop pertama di kota Bandung, maka film
dokumenter menjadi media yang menarik dan tepat untuk penyampain informasi
sejarahnya.
Gambar 3.1 Grafik Survey Media yang tepat untuk Penyampaian Informasi tentang
Bangunan Cagar Budaya di jalan Braga
Perancangan Film Dokumenter ini menggunakan teknik penyajian faktual
dan persuasi. Teknik faktual digunakan untuk mengungkap tentang sejarah
Bangunan Cagar Budaya New Majestic. Sedangkan teknik persuasi digunakan
untuk menarik pemuda kota Bandung untuk lebih mencintai dan membangkitkan
rasa memiliki mereka akan peninggalan-peninggalan bersejarah yang ada dikota
Bandung, khususnya Bangunan Cagar Budaya New Majestic di jalan Braga.
3.1.1 Pendekatan Komunikasi
3.1.1.1 Pendekatan Visual
Dari penjelasan tentang target audien yang dibahas pada bab sebelumnya
dapat disimpulkan pendekatan visual yang akan dimunculkan dalam film
dokumenter ini adalah gaya cinematografi vintage. Kata vintage dalam Bahasa
Inggris memiliki arti “antik”. Sedangkan dalam dunia fotografi atau cinematografi mengacu pada sesuatu yang sudah tua, oldstyle, gaya kuno, masa lalu, sesuatu
yang usang dan berumur. Visual vintage di dominasi warna hijau dan
warna-warna pudar yang khas dari foto-foto di jaman dulu dan juga diberi efek
vignetting ditiap-tiap sisinya. Dilihat dari kesannya, warna yang bergaya vintage
ini memberikan kesan kuno dan suasana yang dingin. Tetapi akhir-akhir ini warna
vintage dalam dunia fotografikembali popular dan banyak digemari oleh remaja.
Salah satu aplikasi untuk membuat foto terlihat bergaya vintage adalah aplikasi
“Instagram” yang biasa digunakan di Smartphone. Oleh karena itu pendekatan visual film dokumenter Sejarah Gedung New Majestic dengan bergaya vintage
ini sangat tepat selain memberikan kesan kuno terhadap bangunan dan suasana
sekitarnya, visual ini juga sedang popular dikalangan anak remaja saat ini jadi
dapat menarik dan mudah diterima oleh target audien yang dituju.
Dibawah ini adalah foto gedung De Vries yang berada diujung jalan
Gambar 3.2 Foto Gedung De Vries (Sebelum Diberi efek Vintage)
Sumber: Dokumen Pribadi
Gambar 3.3 Foto Gedung De Vries (Setelah Diberi efek Vintage)
Sumber: Dokumen Pribadi
3.1.1.2 Pendekatan Verbal
Pendekatan komunikasi dalam film dokumenter ini lebih menitik beratkan
pada narasi dan narasumber dengan menggunakan bahasa Indonesia, sehingga
film ini akan mudah dan cepat dipahami oleh audien. Adapun narasi dalam film
ini untuk menjelaskan cerita secara mendetail dari sebuah peristiwa atau objek
yang dibahas dalam film ini. Kemudian narasumber yang dimunculkan dalam film
Narasumber tersebut diantaranya adalah perwakilan dari Bandung Cagar Budaya,
arsitektur, sejarawan, dan pengamat bioskop di kota Bandung.
Kemudian audio atau lagu yang digunakan adalah lagu tempo dulu agar
kesan sejarahnya dalam film ini semakin terasa.
3.1.1.3 Keyword
Keyword atau kata kunci dari film ini adalah “Bioskop tua, Saksi bisu
sejarah.”
3.1.2 Strategi Kreatif
Strategi kreatif yang akan dimunculkan dalam ini adalah menggunakan
beberapa teknik pengambilan gambar video timelapse. Video timelapse adalah
sekumpulan still foto yang diambil dengan periode yang beraturan untuk
menggambarkan proses, pergerakan, atau perubahan suatu objek. lalu diproses
editing dengan menambah kecepatan (speed Duration). Misalnya, matahari
terbenam atau terbit, pergerakan suasana kota, pergerakan bintang-bintang,
siang-malam, dan lain sebagainya. Dalam film ini digunakan untuk memerlihatkan
keramaian suasana kota Bandung, jalan Braga dan gedung New Majestic dari sore
sampai menjelang malam hari. Dibawah ini adalah contoh pengambilan still foto
untuk dijadikan timelapse gedung New Majestic.
Gambar 3.4 Timelapse Gedung New Majestic dari sore ke malam
3.1.3 Strategi Media
Untuk menyampaikan informasi tentang sejarah Bangunan Cagar Budaya
New Majestic ini menggunakan media berupa sebuah film dokumenter.
Media utama
Media utama yang dipilih adalah film dokumenter yang membahas tentang
informasi Bangunan Cagar Budaya New Majestic dari mulai sejarah, gaya
arsitektur, dan perkembanganya dari masa kemasa.
Media Pendukung
Beberapa media pendukung yang dipilih untuk menunjang media utama
adalah sebagai berikut:
Poster
X Banner
Gambar 3.5 X Banner
Diunggah ke media sosial Youtube dan Vimeo
(www.youtube.com, www.vimeo.com )
Media Kreatif
Beberapa media kreatif yang dipilih untuk menunjang media utama adalah
sebagai berikut:
Stiker
Gambar 3.6 Stiker
Pembatas Buku
Gambar 3.7 Pembatas Buku
Gambar 3.8 Pin
Mug
Gambar 3.9 Mug
3.1.4 Strategi Distribusi
Jadwal penyebaran film dokumenter sejarah banguan Cagar Budaya New
Majestic dijadwalkan bersamaan dengan diselenggarakannya Braga Festival 2013
yang jatuh pada tangal 27-29 September 2013. Tempat penayangannya di Bus
Megaplex. Bus Megaplex merupakan tempat pemutaran film-film independent
karya mahasiswa seluruh kota Bandung. Kemudian karena pembuatan film
dokumenter ini bekerjasama dengan Bandung Cagar Budaya, maka film ini akan
diputar pada beberapa acara yang akan diadakan oleh Bandung Cagar Budaya
Gambar 3.10 Suasana Braga Festival 2013
Sumber: Dokumen Pribadi
3.2 Konsep Visual
3.2.1 Format Film
Format film yang akan digunakan adalah format video digital dengan
resolusi full High Definition 1920x1080 pixel berdurasi 17 menit. Karena
pemutaran film ini menggunakan media proyektor dan DVD player, maka format
film akan dibagi menjadi dua resolusi. Untuk pemutaran dengan proyektor
menggunakan resolusi 1920x1280 pixel dengan frame rate 25fps, sedangkan
untuk resolusi DVD adalah 720x576 pixel. Studi visual pada film dokumenter ini
menggunakan pengembangan pengambilan gambar film dokumenter non-verbal
yang berjudul “Samsara” karya Ron Fricke dan Mark Magidson. Penggunaan
referensi film tersebut dikarenakan banyak menggunakan teknik pengambilan
gambar timelapse. Objek filmnya pun banyak mengambil bangunan-Bangunan
Gambar 3.11 Scene Film Dokumenter “Samsara”
Sumber: Film Samsara
Gambar 3.12 Foto Gedung New Majestic
Sumber: Dokumen Pribadi
3.2.2 Tata Letak (Layout)
Tata letak dalam film dokumenter ini menggunakan Intersection of thirds
(Rule of Thirds). Komposisi Rule of third adalah petunjuk bagaimana caranya
mengkomposisikan obyek di satu per tiga bagian dalam foto agar lebih enak
dilihat. Tujuannya adalah agar film dokumenter ini terlihat menarik karena
komposisi objek tidak selalu harus ada ditengah agar kreatifitas pengambilan
Gambar 3.13 Pembagian komposisi Rule of thirds
Sumber: Dokumen Pribadi
Dan untuk memberikan kesan tentang kemegahan banguan Cagar Budaya
New Majestic tentu menggunakan aspek rasio yang lebar agar semua bagian
bangunan terekam oleh kamera. Aspek rasio yang digunakan dalam film
dokumenter ini adalah 16:9. Saat ini aspek rasio 16:9 merupakan rasio standar
untuk film-film yang ditayangkan di bisokop Indonesia.
Sedangkan untuk layout cover dari label DVD film dokumenter ini adalah
seperti dibawah ini:
Gambar 3.14 Format Desain Cover DVD
3.2.3 Tipografi
Tipografi yang digunakan dalam film dokumenter ini adalah huruf-huruf
yang bergaya Art Deco, karena dilihat dari gaya arsitektur bangunan New
Majestic yang menggunakan Art Deco, dan dipadukan dengan font jenis serif
untuk digunakan keterangan nama narasumber, cover DVD dan Manual Book .
Maka huruf yang digunakan dalam film ini adalah sebagai berikut:
American Typerwriter
ABCDEFGHIJKLMOPQRSTUVWXYZ
abcdefghijklmnopqrstuvwxyz
1234567890
!@#$%^&*()_-=+
Mouse DecO
ABCDEfghijklmnopqrstuvwxyz
1234567890
!@#$%^&*()_-=+
COPPERPLATE
ABCDEFGHIJKLMNOPQRSTUVWX
YZ
!@#$%^&*()_-=+
Untuk judul film menggunakan font yang ada di Gedung New Majestic
saat ini dan dipadukan dengan huruf Mouse Deco.
Gambar 3.15 Judul Film Dokumenter New Majestic
Sumber: Dokumen Pribadi
Penggunaan font Cooperplate pada keterangan nama narasumber
diletakan dibagian bawah frame, dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 3.16 Judul keterangan nara sumber
Sumber: Dokumen Pribadi
3.2.4 Warna
Dalam penggunaan warna, digunakan warna-warna vintage yang dapat menambah kesan klasik dan ciri khas dari objek film. Warna-warna klasik ini
dipadu dengan warna-warna yang ada di objek film (Gedung New Majestic).
Gambar 3.17 Color Picker
Sumber: Dokumen Pribadi
Warna RGB digunakan untuk kepentingan digital, sedangkan warna
CMYK digunakan untuk kepentingan cetak.
Penggabungan antara kesan warna klasik dan tipografi Art Deco terlihat
pada judul film dokumenter New Majestic dibawah ini.
Gambar 3.18 Judul Film Dokumenter New Majestic
Sumber: Dokumen Pribadi
Bambang semedhi (2005) Musik dalam film merupakan elemen yang tidak
bisa dipisahkan, dan merupakan salah satu elemen yang memperkuat mood,
nuansa, serta efek dramatisasi dalam film sebuah film. Adapun dalam film ini
musik dibagi menjadi dua bagian, diantaranya adalah ilustrasi musik dan lagu.
Ilustrasi musik digunakan untuk mengiringi narasi dan percakapan narasumber,
sedangkan lagu digunakan untuk pengiring pembukaan film. 2011 (hal.77).
Elemen musik yang akan digunakan dalam film ini adalah sebagai berikut:
Ilustrasi musik : Musik Kontemporer Instrumental, Musik Belanda di era 1920an
Judul lagu : Hallo! Bandung! Karya Willy Derby
3.2.6 Ide Cerita
Membuat film dokumenter tentang Bangunan Cagar Budaya New
Majestic yang memiliki nilai sejarah tinggi dan pengaruhnya terhadap
perkembangan kota Bandung, serta memperlihatkan secara mendalam tentang
ilmu-ilmu yang bisa dipelajari dari Gedung New Majestic dengan tujuan agar
masyarakat di kota Bandung, khususnya pemuda di kota Bandung lebih
mengetahui tentang sejarah dan ilmu pengetahuan tentang banguan Cagar Budaya.
3.2.7 Film Statement
Bangunan Cagar Budaya New Majestic yang berada di kawasan Cagar
Budaya jalan Braga. Apakah pemuda di kota Bandung mengetahui tentang
keberadaan Gedung New Majestic? Bila tahu, Apakah pemuda di kota Bandung
mengetahui tentang sejarahnya? Apa yang mereka akan lakukan bila mengetahui
tentang sejarah Gedung New Majestic? Apabila tidak ada banguan Gedung New
Majestic apakah identitas kota Bandung ?
3.2.8 Storyline
Storyline atau alur cerita yang akan dimunculkan dalam film dokumenter
ini adalah sebagai berikut:
Film ini dimulai dengan memperlihatkan suasana kota Bandung ditahun
1900-1940. Ditahun inilah Perkembangan pesat yang terjadi di kota
Bandung.
Scene 2:
Scene ini menceritakan tentang keadaan kota Bandung saat ini dengan
peninggalan-peninggalan bangunan Cagar Budaya yang tersebar hampir
diseluruh kota Bandung.
Scene 3:
Pada scene ini menampilkan narasumber dari Bandung Cagar Budaya,
menceritakan sekilas tentang keadaan banguan Cagar Budaya yang ada di
kota Bandung, dan upaya pelestarian yang telah dilakukan oleh Bandung
Cagar Budaya maupun pemerintah.
Scene 4:
Pembukaan film dokumenter “Heritage of New Majestic” dengan
menampilkan timelapse gedung New Majestic dari sore menjelang malam
kemudian muncul judul film “Heritage of New Majestic”.
Scene 5:
Scene ini merupakan penjelasan sekilas tentang jalan Braga, narasumber
yang akan dimunculkan pada scene ini adalah H.RA Goerjama, selaku
saksi sejarah jalan Braga yang masih hidup. Visual yang akan
dimunculkan pada scene ini adalah suasana Braga zaman pemerintahan
Hindia Belanda, berupa video dan slideshow foto. Kemudian setelah
menjelaskan sekilas tentang jalan Braga, pembicaraan difokuskan kepada
Gedung New Majestic.
Scene 6:
Penjelasan tentang awal berdirinya Gedung New Majestic. Siapa yang
arsitektur yang merancangnya? Dan apa fungsi dari gedung New
Majestic?. Visual yang dimunculkan pada scene ini adalah foto-foto
Gedung New Majestic tempo dulu.
Scene ini membahas sedikit tentang riwayat tentang arsitek C.P Wolff
Schoemaker yang telah berperan penting dalam perkembangan kota
Bandung pada bidang arsitektur.
Scene 8:
Pembahasan tentang gaya arsitektur yang digunakan pada gedung New
Majestic. Menampilkan visual tentang bagian eksterior, interior dan
ornamen-ornamen yang ada pada gedung New Majestic.
Scene 9:
Pembahasan tentang sejarah perkembangan bioskop di kota Bandung dan
bioskop New Majestic, kemudian dikaitkan dengan sejarah perfilman
nasional. Kemudian perubahan nama gedung New Majestic dari masa ke
masa.Visual yang ditampilkan adalah slideshow
Scene 10:
Kesimpulan akan disampaikan oleh ketua dari Bandung Cagar Budaya
untuk mengajak masyarakat, khususnya pemuda kota Bandung untuk lebih
menjaga dan mencintai Bangunan Cagar Budaya di kota Bandung.
3.2.9 Shooting List (Sasaran Tembak Kamera)
Shooting list atau sasaran tembak kamera adalah daftar gambar atau visual
apa saja yang akan ditambilkan dalam film, dan shooting list berdasarkan pada
storyline.
Shooting list film dokumenter Gedung New Majestic adalah sebagai berikut:
1. Perkembangan kota Bandung di visualisasikan dengan banyaknya
gedung-gedung megah yang dibangun dikota ini pusat kota.
2. Objek wisata Bangunan Cagar Budaya tersebut divisualisasikan
dengan menampilkan gedung-gedung bersejarah di kota Bandung
f. Gedung 3 warna BTPN
g. Gereja Bathel
h. Masjid Cipaganti
i. Landmark
j. Centre Point
k. Gedung BJB
l. Gas Negara
m. De vries
n. Hotel Savoy Homman
o. Kimia Farma
3. Narasumber dari Bandung Cagar Budaya, Forum film Bandung, dan
Sejarawan. Untuk menjelaskan tentang sejarah gedung New Majestic.
4. Makam Prof. C.P Wolff Schoemaker
5. Gedung New Majestic bagian eksterior dan interior secara mendetail.
6. Ornamen yang ada pada gedung New Majestic secara mendetail.
3.2.10 Storyboard
Storyboard Keterangan
Durasi : 10 Detik
Sound Effect: Springly “Apple Loops”
Durasi: 2 Menit 30 Detik
Sound : Hallo Bandung
“Wieteke Van Dort”
Ket: Menampilkan Suasana
Kota Bandung diawal tahun
1900-1940
Durasi: 3 Menit
Sound effect: Human Nurture
Ket: Menjelaskan tentang
Bandung yang merupakan
Kota Art Deco terbesar ke 3 di
Dunia.
Durasi: 30 Detik
Sound effect: Human Nurture
Ket: Suasana keramaian Kota
Bandung
Durasi : 1 Menit
Sound effect : Human Nurture
Ket: Menjelaskan dari awal
Durasi: 3 Menit
Sound effect: Human Nurture
Ket: Menjelaskan tentang
Braga pernah menjadi pusat
pertokoan paling elit di Kota
Bandung
Durasi: 5 Menit
Sound effect: Human Nurture
Ket: Sambutan dan penjelasn
dari Ketua Bandung Heritage
tentang kota bandung
Durasi: 7 Menit
Sound effect: Human Nurture
Ket: Narasumber menjelaskan
tentang Sejarah Jalan Braga
dan Gedung New Majestic
Durasi: 5 Menit
Sound effect: Human Nurture
Ket: Menjelaskan tentang
Arsitektur C.P Wolff
Schoemaker dan karya-karya
Durasi: 2 Menit
Sound effect: Human Nurture
Ket: Menjelaskan tentang
ornament dan ruangan-ruangan
yang ada digedung New
Majestic
Durasi: 30 Detik
Sound effect: Pleasure Cooker
Ket: Kesimpulan tentang
Gedung New Majestic
Durasi: 5 Detik
Sound effect: Pleasure Cooker
Ket: Judul Film Heritage of
New Majestic. Kemudian
muncul credit title.
Tabel 3.1 Storyboard
BAB IV
TEKNIS PRODUKSI MEDIA
4.1 Perlengkapan
4.1.1 Perlengkapan Pengambilan Gambar
Nama Barang Gambar
Sony Nex 5n
Lensa SEL 16 mm F/2.8
Lensa SEL 18-55 mm
Lensa SAM 50 mm F/1.8
GoPro Hero 3
Tripod
SD Card Sandisk 16 GB
Slider
Komputer iMac 24 inch Intel Core2Duo RAM 8Gb
Hardisk 640 GB
Hardisk 500 GB
Hard Disk WD 2TB
Tabel 4.1 Perlengkapan pengambilan
Sumber: Dokumen Pribadi
4.1.2 Software Penunjang
Final Cut Pro X
Digunakan untuk mengedit video dan audio
iPhoto
Digunakan untuk mengedit slide show
Adobe After Effect CS 4
Digunakan untuk membuat timelapse dan animasi tipografi
Adobe Photoshop CS 4
Digunakan untuk mengedit foto
Adobe Ilustrator CS 4
Digunakan untuk membuat media pendukung
Video Monkey
Digunakan untuk mengkompres video
Adobe Photoshop Lightroom 3.5
Digunakan untuk editing foto untuk timelapse
4.2 Anggota Tim
Alfian Fahrurozi : Sutradara, Kameraman, Editor
Hasnah Amini : Kameraman, Desain Grafis
Proses pengambilan gambar menggunakan kamera mirrorless Sony Nex 5n
yang menggunakan sensor CMOS 24x16 mm sehingga pengambilan gambar
tidak menggunakan lighting tambahan. Pengambilan gambar menggunakan
long shoot, medium shoot, dan close up. Pengambilan gambar disesuaikan
dengan shooting list, yaitu :
Keterangan Gambar
Logo Hi.fivestudio sebagai
perusahaan yang memproduksi
Heritage of New Majestic
Documentary Film
Suasana kota Bandung tahun
1900-1940, didapat dari arsip
Bandung Heritage.
Suasana jalan Asia Afrika sebagai
pusat hiburan orang belanda pada
zaman penjajahan, video didapat
Suasana kota Bandung tahun
2013, diambil dengan Handheld.
Contoh bangunan Art-Deco di
Bandung, villa ISOLA, bangunan
yang berada di Universitas
Pendidikan Indonesia, jalan
Setiabudi, diambil dengan
menggunakan slider untuk
mendapatkan efek dramatis.
Suasana jalan Asia Afrika pada
tahun 2013, sebagai pusat
bangunan Art Deco dikota
Bandung.
Tugu Nol, di jalan Asia Afrika,
sebagai tugu penanda pusat kota
Suasana alun alun, untuk
menceritakan pusat keramaian
kota Bandung yang berada di
alun-alun.
Kereta Api, yang merupakan
salah satu faktor yang membuat
kota bandung lebih ramai.
Perbandingan bangunan majestic
sebagai salah satu bangunan
heritage yang ada dikota bandung
dengan bangunan yang baru
dibangun.
Pembukaan oleh Ketua Bandung
Heritage Aji Bimarsono,
pengambilan gambar dilakukan di
kantor Bandung Heritage jalan RE
Martadinata No. 209 Bandung.
Pengambilan gambar dilakukan
dengan menggunakan 2 kamera
untuk mendapatkan angle yang
Narasumber : Bapak Goerjama
sebagai sesepuh Bandung
Heritage, pengambilan gambar
menggunakan 2 kamera untuk
mendapatkan angle yang berbeda.
Narasumber : Bapak Dibyo
Hartono sebagai dosen Arsitektur
ITB, pengambilan gambar
menggunakan 2 kamera untuk
mendapatkan angle yang berbeda.
Jalan braga pada pusat hiburan
orang belanda sebagai zaman
penjajahan
Kota bandung sebagai kota
perfilman, dengan film pertama
yang diproduksi di kota Bandung,
yaitu Loetoeng Kasaroeng.
Bangunan Majestic sebagai
bioskop paling elit dizaman
penjajahan Belanda yang terletak
C.P Wolff Schoemaker sebagai
arsitek bangunan Majestic, video
didapat dari arsip Bandung
Heritage
Percandian suku Inca yang
diadopsi oleh bangunan Art Deco
di Amerika
Percandian jawa timur yang
diadopsi oleh bangunan Art Deco
di Indonesia
Bangunan New Majestic yang
mengadopsi bangunan candi Jawa
Timur dengan mengadopsi Kala
yang merupakan ornament khas
percandian Jawa Timur.
Bagian dalam bangunan New
Majestic pada tahun 2013,
diambil dengan menggunakan
slider untuk menghasilkan kesan