• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEKOLAH LUAR BIASA TIPE D DI KOTA SEMARANG - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR) BAB III DAN IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SEKOLAH LUAR BIASA TIPE D DI KOTA SEMARANG - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR) BAB III DAN IV"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Rahmalia Fajri Setiani – L2B 008 074 | 27 BAB III

TINJAUAN KOTA SEMARANG DAN TINJAUAN SEKOLAH LUAR BIASA DI SEMARANG

3.1 Tinjauan Kota Semarang

3.1.1 Kondisi Fisik dan Non Fisik Kota Semarang

Kota Semarang merupakan ibu kota propinsi Jawa Tengah, yang juga merupakan tempat terjadinva perkembangan perekonomian yang begitu pesat, sehingga kota Semarang merupakan indikator kuat bagi daerah-daerah lain di provivsi Jawa Tengah untuk mengikuti perkembangan kota Semarang.

Kondisi ini didukung dengan pembangunan kawasan-kawasan industri dan perdagangan baru disamping memperluas kawasan untuk kegiatan sosial. Potensi yang ada di kota Semarang dapat dilihat dari kondisi alam Semarang, peraturan terkait, sarana dan prasarana yang ada.

Gambar 3.1 : Peta Kota Semarang Sumber : www.google.com 3. Letak Geografis

Kota Semarang terletak antara garis 605 ’ – 70 ’ Li ta g Selata dan garis 109035’ – 11005 ’ bujur Ti ur da dibatasi oleh:

Sebelah Utara : Laut Jawa Selatan : Kab. Semarang Timur : Kab. Demak Barat : Kab. Kendal 4. Kependudukan

(2)

Rahmalia Fajri Setiani – L2B 008 074 | 28 menunjukkan angka 1.435.574 jiwa. Kepadatan penduduk tinggi cenderung di Kecarnatan-kecamatan yang merupakan area Central Bisnis District (CBD) seperti Kecamatan Semarang Timur, Kecamatan Semarang

Barat, Kecamatan Semarang Tengah, Kecamatan Gayamsari, Kecamatan Candisari dan Kecamatan Semarang Utara dengan kepadatan penduduk ± 10.000 jiwa/km2.

Penduduk Kota Semarang memiliki mata pencaharian yang cukup beragam yang menunjukkan ciri masyarakat urbanis dari suatu kota yang sedang berkernbang ke arah metropolis, antara lain PNS. Pengusaha, jasa angkutan, buruh industri bangunan, buruh tani, petani, pensiunan, dan lain-lain.

3.1.2 Peran dan Fungsi Keruangan Kota Semarang.

Penataan ruang kota Semarang berdasarkan RTRW/RDTRK, memiliki visi iata ruang kota yang dapat mewadahi perkembangan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan melalui potensi geografis kota sebagai penghubung 2 kota perdagangan besar di Indonesia, lingkungan hidup yang berciri perbukitan dan pantai, serta pengembangan social budaya melalui pemanfaatan potensi serta warisan sejarah perkembangan kota.

Untuk mengarahkan pengembangan kota sehingga terwujud keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan antar wilayah, kota Semarang dibagi menjadi 4 Wilayah Pengembangan (WP) yang bertujuan untuk menciptakan kehidupan kota yang serasi, yang secara garis besar menyangkut susunan pusat-pusat pemukiman dan jangkauan pelayanan penduduk pada tiap-tiap wilayah tersebut. Pembagian WP disesuaikan dengan spesifikasi kegiatan yang ada dan potensi lokasi. Kemudian untuk lebih meningkatkan efisiensi pelayanan kota, maka masing-masing WP dibagi kedalam Wilayah Bagian Kota (BWK) yang seluruhnya berjumlah 10 Bagian Wilayah Kota.

Tabel 3.1. Pembagian WP & Bagian Wilayah Kota Semarang

No BWK II 4. Gajahmungkur

(3)

Rahmalia Fajri Setiani – L2B 008 074 | 29

BWK VII 12. Banyumanik 4 WP IV BWK VIII 13. Gunung pati

BWK IX 14. Mijen BWK X 15. Ngaliyan

16. Tugu Sumber : Bappeda Semarang

Adapun penjabaran pola tata ruang Kota Semarang adalah sebagai berikut :

 Wilayah pengembangan 1 dengan ciri kegiatan bersifat perkotan (urban) yaitu sebagai pusat kegiatan pelayanan umum yang meliputi perkantoran, perdagangan, pendidikan, komersial, pelabuhan dan industri berikat pelabuhan, perumahan dan lingkungan.

 Wilavah pengembangan II dengan karakteristik sebagai kawasan industri kota, rekreasi pantai, perumahan, pendidikan dan pertambakan.

 Wilayah pengembangan III dengan karakteristik sebagai wilayah urban dan dikembangkan sebagai wilayah untuk jasa, pendidikan, kesehatan, perumahan dan pergudangan.

 Wilyah pengembangan IV dengan karakteristik sebagai pusat pertumbuhan baru yang dikembangkan menjadi daerah perumahan, perdagangan, perkantoran, pusat olah raga, industri non profit dan berteknologi tinggi, agroindustri, dan sebagainya.

Dari penjabaran pola tata ruang kota Semarang dapat diketahui tata guna lahan yang diperuntukkan untuk fasilitas Pendidikan adalah pada Wilayah Pengembangan I (BWK II – Kecamatan Gajah Mungkur & Candisari), Wilayah Pengembangan II (BWK V – Kecamatan Pedurungan & Gayamsari) dan Wilayah Pengembangan III (BWK VI – Kecamatan Tembalang).

Sedangkan rencana penggunaan tanah dari prosentasenya untuk setiap wilayah pengembangan Kota Semarang, menurut Perda N. 2/1990 diatur sebagai berikut :

Tabel 3.2. Rencana penggunaan tanah pada Wilayah Pengembangan (WP) di kota Semarang.

No Jenis Peruntukan Wilayah Pengembangan Jumlah

WP I WP II WP III WP IV Luas (H) Prosentse 1 Perumahan 5291.27 2776.87 4015.75 4146.75 15901.09 42.55

2 Perdagangan 200 12.85 34 34.2 281.05 0.75

3 Industri 0 2075 0 0 2075 5.55

(4)

Rahmalia Fajri Setiani – L2B 008 074 | 30

Sumber : Bappeda Kota Semarang

Selain itu berdasarkan pada Rencana Detail Tata Ruang Kota Semarang 2000-2010 bahwa pengembangan penyediaan sekolah dan sarana penunjangnya di BWK II. V dan BWK IV pada :

 Penyediaan pendidikan, sebagai usaha peningkatan sumber daya manusia guna meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan secara mandiri

 Penyediaan Pendidikan sebagai usaha pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi penduduk sehingga dapat meningkatkan produktifitas kerja, pendapatan dan dapat berperan secara aktif dalam pembangunan sampai akhir perencanaan.

 Peningkatan kualitas pendidikan yang sudah ada, melalui program dan pendekatan yang sesuai dengan keadaan yang aada di wilayah ini.

3.2 Tinjauan Sekolah Luar Biasa di Semarang

Kota Semarang sebagai salah satu kota besar di Jawa Tengah, jumlah penyandang cacat khususnya penyandang cacat tubuh baik yang merupakan penyandang cacat anak-anak maupun dewasa cukup mengalami peningkatan yang berfluktuasi. Berikut ini adalah data perkembangan jumlah penyandang cacat tubuh yang ada di kota Semarang pada tahun 2006 hingga tahun 2009 berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kota Semarang:

Tabel 3.3 : Data Penyandang Cacat di Kota Semarang

(5)

Rahmalia Fajri Setiani – L2B 008 074 | 31

4. 2009 612 349 422 309 81

Total 2377 1299 1547 1319 369 Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Semarang

Dari tabel di atas, jumlah kebutuhan khusus atau penyandang cacat tubuh dan mental dalam rentang waktu 10 tahun mengalami penurunan dan kenaikan yang besar perbedaannya. Diprediksi kondisi ini akan berlaku dalam rentang 10 tahun kedepan.

Sedangkan fasilitas khusus bagi anak kebutuhan khusus penyandang cacat, khususnya bagi cacat tubuh di kota Semarang sebenarnya kurang dan belum mampu menampung jumlah penyandang cacat yang ada di Semarang, baik layanan pendidikan maupun fasilitas rehabilitasi yang ada.

Tabel 3.4 : Jumlah Pelayanan Fasilitas Pendidikan Bagi Penyandang Cacat di Kota Semarang

No. Nama Jenis

1 YPAC C, D

2 Swadaya B, C

3 Widya Bakti B, C

4 Hj. Soemiyati Himawan C

5 Dria Adi A

7 Darma Mulia C

8 Immanuel C

9 Putra mandiri C

10 Talifakum C

11 SLB Negeri A, B, C, D, E

Autis Sumber : www.kliksemarang.com

(6)

Rahmalia Fajri Setiani – L2B 008 074 | 32 BAB IV

KESIMPULAN, BATASAN DAN ANGGAPAN

4.1

Kesimpulan

1. Sekolah Luar Biasa Bagi Tuna Daksa di Semarang menjadi penting terkait dengan belum adanya fasilitas pendidikan luar biasa yang aksesibel terhadap penyandang cacat, dalam menyongsong sarana prasarana pendidikan yang lebih memadai.

2. Merupakan upaya untuk melayani pendidikan, terapi dan keterampilan masyarakat penyandang cacat tubuh (Tuna Daksa) di kota Semarang.

3. Sekolah Luar Bisa Tipe D bagi Tuna Daksa di kota Semarang pada dasarnya merupakan unit untuk memwadahi pendidikan luar biasa yang ditunjang layanan pendidikan khusus bagi anak berkebutuhan khusus secara menyeluruh dan berkelanjutan.

4.2

Batasan

1. Batasan Pelayanan Sekolah Luar Biasa Tipe D ini untuk lingkup wilayah Kota Semarang dan sekitarnya.

2. Aktifitas Utama Sekolah Luar Biasa Tipe D di kota Semarang ini adalah penyelenggaraan layanan pendidikan luar biasa yang ditunjang dengan kegiatan pendukungnya sesuai dengan konsep dasar Sekolah Luar Biasa.

3. Spesifikasi Pengguna Sekolah Luar Biasa Tipe D di kota Semarang ini diperuntukkan bagi anak berkebutuhan khusus Tuna Daksa.

4. Penentuan Lokasi dan Tapak yang digunakan dalam perencanaan & perancangan mengacu pada tata guna lahan dalam Rencana Umum Tata Ruang Kota Semarang 2000 – 2010.

5. Persyaratan yang dipakai sebagai dasar perencanaan dan perancangan sesuai dengan standar pelayanan minimal yang berlaku, pendekatan teknis aksesibilitas yang baku, study ruang, hasil studi komporasi.

4.3

Anggapan

1. Proyeksi perancangan dalam hal daya dukung fifik Sekolah Luar Biasa Tipe D mengacu pada upaya untuk menjawab kebutuhan hingga 10 tahun ke depan.

2. Tapak terpilih dianggap siap digunakan dengan batas-batas yang ada dan memenuhi syarat dalam penyediaan pembatasan tanah tidak ada masalah.

(7)

Rahmalia Fajri Setiani – L2B 008 074 | 33 4. Kondisi masyarakat Kota Semarang dianggap telah paham dan sadar arti pentingnya

Gambar

Gambar 3.1 : Peta Kota Semarang
Tabel 3.1. Pembagian WP & Bagian Wilayah Kota Semarang
Tabel 3.2. Rencana penggunaan tanah pada Wilayah Pengembangan (WP) di kota Semarang.
Tabel 3.3 : Data Penyandang Cacat di Kota Semarang
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan Profesionalisme Satuan Pengawas Intern Dengan Efektivitas Sistem Pengendalian Internal Penjualan.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Fungsi yang dimaksudkan penulis adalah bagaimana Talempong Batu disajikan dan untuk apa Talempong Batu itu dimainkan pada masyarakat Talang Anau, Sumatera Barat,

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra. © Dewi

Federasi tersebut juga memberi bantuan kepada pasien yang di operasi hari ini// Untuk pemberian. obatnya di sebut dengan AHF atau obat anti hemofilia/ yang dikirim dari

4.34 Tingkat Kepuasan Responden Terhadap Ketersediaan Fasilitas Informasi Taman Tematik ...98 4.35 Tingkat Kepuasan Responden Terhadap Ketersediaan Tempat Parkir

Memposisikan ilmu sebagai al-‘aqabah atau rintangan dalam ibadah merupakan hasil sebuah renungan pemikiran yang mendalam. Satu sisi ilmu itu dibutuhkan

Selain itu, generasi muda juga memiliki kemampuan organisasi yang tinggi sehingga berpeluang mengawal perubahan melalui gerakan sosial yang positif.. Hal ini menarik untuk

Herein most of the authors from the early centuries of Islam belonged to non-Muslim societies, cultures, or religions. The primary intent of many early works was to inform