PERKEMBANGAN SEKOLAH LUAR BIASA-E NEGERI
PEMBINA TINGKAT PROPINSI DI MEDAN (1984-1999)
SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN
O L E H
NAMA : OSMAIL PANJAITAN
NIM : 040706024
DEPARTEMEN ILMU SEJARAH
FAKULTAS SASTRA
Lembar Persetujuan Ujian Skripsi
PERKEMBANGAN SEKOLAH LUAR BIASA-E NEGERI
PEMBINA TINGKAT PROPINSI DI MEDAN (1984-1999)
Yang diajukan oleh : Nama : Osmail Panjaitan
NIM : 040706024
Telah Disetujui untuk Diujikan Dalam Ujian Skripsi oleh :
Pembimbing
Dra. Nurhabsyah,M.Si tanggal ……..
NIP. 195912311985032005
Dra. Fitriaty Harahap,SU tanggal ……..
NIP. 195406031983032001
DEPARTEMAN ILMU SEJARAH
FAKULTAS SATRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Lembar Persetujuan Ketua Depateman
Disetujui Oleh :
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
DEPARTEMEN SEJARAH Ketua Departemen
Dra. Fitriaty Harahap,SU NIP. 195406031983032001
Lembar Pengesahan Skripsi Oleh Dekan dan Panitia Ujian
Diterima oleh :
Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Untuk melengkapi salah syarat ujian Sarjana Sastra Dalam Ilmu Sejarah pada Fakultas Sastra USU Medan
Pada : Tanggal : Hari :
Fakultas Sastra USU Dekan
Dr. Drs. Syahron Lubis, MA NIP. 195110131976031001
Panitia Ujian
NO Nama Tanda Tangan
1.………. ( )
2.………. ( )
3.………. ( )
4.………. ( )
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat serta karuniaNya yang dilimpahkan dengan memberikan kesehatan,
ketabahan serta ketekunan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini mulai dari
awal sampai selesai. Adapun penulisan ini untuk memenuhi salah satu syarat untuk
menyelesaikan studi Program Sarjana Departemen Ilmu Sejarah Fakultas Sastra
Universitas Sumatera Utara. Pada kesempata ini penulis mengangkat permasalahan
tentang studi pendidikan luar biasa dalam kajian ilmu sejarah. Skripsi ini diberi judu:
Perkembangan sekolah luar biasa-E negeri pembina tingkat propinsi dimedan
(1984-1999).
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mengalami hambatan terutama
dalam pencarian data dan buku-buku di literatur pendukung dalam penulisan skirpsi.
Oleh sebab itu penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk
itu penulis menerima kritikan dan masukan yang bersifat membangun dari semua
pihak sebagai bahan penyempurnaan skirpsi ini.
Penulisan skirpsi ini dapat dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak baik
secara langsung maupun tidak langsung. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
seluruh jiwa raganya dalam merawat, membesarkan dan mendidik penulis dari
lahir sampai dewasa tanpa mengenal lelah dengan ketulusan hati yang dalam.
2. Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara beserta staf yang telah berkenan
menerma dan memberi kesempatan serta fasilitas kuliah kepada penulis selama
kuliah di Fakultas Sastra USU.
3. Dr. Drs. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera
Utara.
4. Dra.Fitriaty Harahap, SU, dan Dra. Nushansyah, M.Si selaku Ketua dan
Sekretaris Departemen Sejarah.
5. Dra. Junita Setiana Ginting, M.Si, selaku dosen wali penulis atas bimbingan
selama kuliah di Departemen Ilmu Sejarah.
6. Dra. Nurhabsyah, M.Si, selaku dosen pembimbing dalam penulisan skripsi ini
atas segala ketekunan, kesabaran dan kemauan serta rela melaungkan waktunya
untuk membimbing dan memperbaiki naskah skripsi ini hingga selesai.
7. Bapak dan Ibu Dosen di Departemen Ilmu Sejarah atas Segala bekal ilmu yang
telah diberikan kepada penulis selama ini
8. Kedua saudara penulis yang terkasih : Abang Sabar Panjaitan dan Adik Gomgom
Panjaitan.
9. Seluruh keluarga besar penulis yang terus mendukung saya selama masa
10.Sahabat-sahabatku di Jurusan Ilmu Sejarah Stambuk 2004, yang telah banyak
memberikan bantuan, dukungan dan semangat selama masa perkuliahan.
11.Para senior, dan alumni, Jurusan Sejarah terkhusus buat anak-anak Teater “O”
dan Gemapala.
12.Rekan-rekan khususnya : momos, gadink, Aswad, Barto, otang, dan Budi yang
telah menjadi teman berbagai Suka dan Duka selama ini.
Akhirnya untuk semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak
mungkin diebutkan satu persatu namanya, saya ucapkan terimakasih. Semoga Tuhan
yang Maha Esa membalas semua kebaikan yang telah diberikan dan Dia senantiasa
menyertai kita semua.
Medan, Oktober 2010
Penulis,
ABSTRAK
Pendidikan bagi anak-anak cacat merupakan salah satu tanggung jawab pemerintah dikarenakan hak untuk memperoleh pendidikan merupakan adalah hak semua warga negara, tidak terkecuali anak-anak cacat. Sekolah Luar Biasa didirikan agar anak-anak berkebutuhan khusus dapat menikmati layanan pendidikan agar mereka dapat memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk bekal mereka di masa yang akan datang.
Adanya Sekolah Luar Biasa-E Negeri Pembina bertujuan membantu terciptanya pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus di kota Medan. Penelitian ini dilakukan di kota Medan, Sumatera Utara. Dalam tulisan ini penulis menggunakan metode penelitian sejarah yang diawali dengan pengumpulan data historis yang berkenan dengan objek penelitian (heuristik) dan dilanjutkan dengan kritis sumber. Selanjutnya dilakukan interprestasi terhadap data yang telah di kritik tersebut dan akhirnya dilakukan penulisan (historiografi).
Sekolah Luar Biasa-E Negeri Pembina tingkat Propinsi di Kota Medan akan dapat memberikan layanan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus di kota Medan, yang dapat meningkatkan jumlah anak-anak berkebutuhan khusus serta merasakan pendidikan di sekolah. Pengingat semakin bertambahnya jumlah anak-anak berkebutuhan khusus di Kota Medan.
Di awal berdirinya SLB-E Negeri pembina tidak terlepas dari tantangan dan permasalahan yang dihadapi, ini menjadi proses perkembangan sekolah untuk dapat meningkatkan pelayanan pendidikan khusus bagi anak-anak cacat. Perkembangan itu berupa peningkatan layanan, fasilitas pendukung sekolah, dan peningkatan jumlah murid yang diterima disekolah, menjadi syarat mutlak dalam peningkatan mutu pendidikan khusus yang bersifat kualitas dan kwantitas sekolah.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
ABSTRAK ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1.Latar Belakang Masalah ... 1
1.2.Rumusan Masalah ... 6
1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7
1.3.1. Tujuan Penelitian ... 7
1.3.2. Manfaat Penelitian ... 8
1.4.Tinjauan Pustaka ... 8
1.5.Metode Penelitian ... 10
BAB II LATAR BELAKANG BERDIRINYA SLB-E NEGERI PEMBINA 12 2.1.Sejarah Singkat Pendidikan Luar Biasa di Indonesia ... 12
2.2.Berdirinya SLB-E Negeri Pembina Tingkat Propinsi ... 13
2.3.Struktur Organisasi ... 17
2.4.Sistem Tatakerja ... 19
3.1.Tata Layanan ... 22
3.2.Murid ... 27
3.2.1. Syarat Penerimaan Murid ... 27
3.2.2. Prestasi Yang Pernah dicapai Murid ... 29
3.2.3. Jumlah Murid ... 30
3.3. Kurikulum ... 36
3.4. Fasilitas (Sarana & Prasarana) ... 40
BAB IV PERANAN SLB-E NEGERI PEMBINA TINGKAT PROVINSI .. 44
4.1. Terhadap Orangtua Murid ... 44
4.2. Terhadap Anak Berkelainan ... 46
4.2.1. Penyesuaian Sosial Anak Berkelainan ... 46
4.2.2. Prinsip Pendidikan Anak Berkelaianan ... 49
4.3. Terhadap Masyarakat ... 53
4.4. Tantangan dan Permasalahan Yang Dihadapi ... 55
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 58
5.1. Kesimpulan ... 58
5.2. Saran ... 59
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR INFORMAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Populasi Anak Berkelainan di Indonesia Tahun 1980 ... 14
Tabel 2 : Luas Bangunan dan Tanah SLB-E Negeri Pembina Tahun
1984 21
Tabel 3 : Jumlah Murid SLB-E SLB-E Negeri Pembina Tahun 1996 ... 32
Tabel 4 : Data Jumlah Murid SLB-E Negeri Pembina Tahun 1983-1999 . 33
Tabel 5 : Susunan Program Pengajaran Kurikulum Pendidikan Luar
Biasa Bagi Siswa Tunanetra, Tuna Rungu, Tuna Daksa dan
Tuna Laras Tahun 1996 ... 38
Tabel 6 : Susunan Program Pengajaran Kurikulum Pendidikan Luar
Biasa Bagi Siswa Tunagrahita ringan, Tunagrahita sedang, dan
kelainan ganda tahun 1996 ... 39
Tabel 7 : Data Fisik SLB-E Negeri Pembina Tingkat Provinsi Tahun
ABSTRAK
Pendidikan bagi anak-anak cacat merupakan salah satu tanggung jawab pemerintah dikarenakan hak untuk memperoleh pendidikan merupakan adalah hak semua warga negara, tidak terkecuali anak-anak cacat. Sekolah Luar Biasa didirikan agar anak-anak berkebutuhan khusus dapat menikmati layanan pendidikan agar mereka dapat memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk bekal mereka di masa yang akan datang.
Adanya Sekolah Luar Biasa-E Negeri Pembina bertujuan membantu terciptanya pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus di kota Medan. Penelitian ini dilakukan di kota Medan, Sumatera Utara. Dalam tulisan ini penulis menggunakan metode penelitian sejarah yang diawali dengan pengumpulan data historis yang berkenan dengan objek penelitian (heuristik) dan dilanjutkan dengan kritis sumber. Selanjutnya dilakukan interprestasi terhadap data yang telah di kritik tersebut dan akhirnya dilakukan penulisan (historiografi).
Sekolah Luar Biasa-E Negeri Pembina tingkat Propinsi di Kota Medan akan dapat memberikan layanan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus di kota Medan, yang dapat meningkatkan jumlah anak-anak berkebutuhan khusus serta merasakan pendidikan di sekolah. Pengingat semakin bertambahnya jumlah anak-anak berkebutuhan khusus di Kota Medan.
Di awal berdirinya SLB-E Negeri pembina tidak terlepas dari tantangan dan permasalahan yang dihadapi, ini menjadi proses perkembangan sekolah untuk dapat meningkatkan pelayanan pendidikan khusus bagi anak-anak cacat. Perkembangan itu berupa peningkatan layanan, fasilitas pendukung sekolah, dan peningkatan jumlah murid yang diterima disekolah, menjadi syarat mutlak dalam peningkatan mutu pendidikan khusus yang bersifat kualitas dan kwantitas sekolah.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Manusia pada dasarnya mempunyai bakat dan kelebihan tersendiri,
bakat itu diasah dan dicari melalui pendidikan karena pendidikan merupakan
unsur dari pencarian jati diri, penalaran ilmu, pengetahuan dan bakat sampai
akhirnya manusia menemukan dan bisa menerapkannya pada kehidupan
sehari-hari.
Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan
manusia, karena pendidikan merupakan sarana ataupun alat untuk mengubah
kehidupan mejadi lebih baik di masa yang akan datang. Untuk itu pendidikan
diharuskan dapat dirasakan oleh setiap manusia dimanapun berada, karena
tujuan dan pendidikan adalah mengeluarkan unsur-unsur kemanusiaan yang
sama. Unsur-unsur itu pada dasarnya tidak berbeda meski tempat dan
waktunya berlainan.1 Pendidikan juga dipandang sebagai pencipta sumber
daya manusia (SDM) suatu bangsa dalam rangka mempersiapkan masa
mencapai kemampuan dan daya saing bangsa pada lingkungan regional dan
global.2
Pemerintah telah menyiapkan kementrian pendidikan nasional untuk
mengatur dan menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran mulai dari
pendidikan tingkat dasar sampai pendidikan tingkat perguruan tinggi, tidak
terkecuali untuk pendidikan inklusif. Karena pada dasarnya setiap manusia
memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam kehidupan termasuk
memperoleh pendidikan yang layak. Hak untuk memperoleh pendidikan
mekekat pada semua orang tanpa terkecuali, termasuk anak penyandang
Kemajuan suatu bangsa terletak pada sejauhmana pencapaian yang
diberikan pendidikan itu kepada setiap warga negara agar terciptanya
warganegara yang berpendidikan menuju kemajuan dan kemandirian serta
dapat bersaing dengan bangsa lain di dunia. Negara ataupun pemerintah
mempuyai peranan dan tanggungjawab untuk menyelenggarakan pendidikan
hak kepada setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan dan
memberikan yang mudah dan layak. Sebagaimana yang tertuang di dalam
Undang-Undang Dasar : tahun 1945 (UUD 1945) pasal 31 ayat 1 yang
menyatakan bahwa :setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan
pada ayat 2 pasal 31 UUD 1945 menyatakan bahwa : setiap warga negara
wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
2
cacat, keterbelakangan mental dan keterbelakangan fisik, karena pendidikan
bagi anak berkebutuhan khusus berbeda dengan pendidikan anak normal,
didasari kenyataan tersebut pemerintah menyediakan pendidikan inklusif bagi
anak yang mempunyai keterbelakangan mental atau sering kita sebut anak
cacat.
Pendidikan inklusif adalah, pendidikan yang merangkul semua tanpa
terkecuali. Inklusif berasumsi bahwa hidup dan belajar bersama adalah suatu
cara yang lebih baik, yang dapat memberikan keuntungan bagi setiap orang,
bukan hanya anak yang diberi label atau tanda sebagai yang memiliki
perbedaan. Inklusif dapat dipandang sebagai proses untuk menjawab dan
merespon keragaman diantara semua individu melalui peningkatan partisipasi
dalam belajar, budaya dan masyarakat serta mengurangi eksklusif (hidup dan
belajar berbeda) baik dalam maupun dari kegiatan pendidikan. Sesuai hak
atas pendidikan bagi penyandang kelainan atau ketunaan yang telah
diterapkan dalam undang-undang pendidikan No.12 tahun 1954 memuat
ketentuan tentang pendidikan dan pengajaran luar biasa. Mulai saat itulah
sekolah bagi penyandang cacat disebut Sekolah Luar Biasa (SLB).
Peranan pemerintah dalam hal ini telah menyiapkan Direktorat
Pendidikan Luar Biasa, untuk mengatur, menyelenggarakan, menfasilitasi
suatu sekolah inklusif adalah, bahwa mengajar yang baik adalah mengajar
yang penuh gairah, yang mendorong agar setiap anak dapat belajar,
membentuk lingkungan yang sesuai, dorongan dan aktivitas yang bermakna,
disebabkan didalam sekolah inklusif atau yang lebih populer disebut Sekolah
Luar Biasa harus dihadapkan kepada anak yang berkelainan.
Istilah berkelainan dalam pengertiannya dikonotasikan sebagai suatu
kondisi yang menyimpang dari rata-rata umumnya. Dalam hal ini pendidikan
luar biasa (inklusif) istilah penyimpangan secara eksplisit ditunjukkan kepada
anak yang dianggap memiliki kelainan penyimpangan dari kondisi rata-rata
anak normal umumnya dalam hal fisik, mental, maupun karakteristik perilaku
sosialnya.3 berdasarkan pengertian tersebut anak yang dikategorikan memiliki
kelainan dalam aspek fisik meliputi kelainan indra penglihatan (tuna netra),
kelainan indra pendengaran (tuna rungu), kelainan kemampuan bicara
(tunawicara) dan kelainan fungsi anggota tubuh (tuna daksa), anak yang
memiliki kelainan dalam aspek mental meliputi anak yang memiliki mental
lebih (super normal) yang dikenal sebagai anak berbakat atau anak unggul
dan anak yang memiliki kemampuan mental sangat rendah (sub normal) yang
dikenal sebagai anak grahita.4
Sekolah Luar Biasa-E Negeri Pembina Tingkat Propinsi yang terletak
di jalan Karya Ujung Medan merupakan sekolah yang langsung dibawah
3
. Mohammad Effendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2006, hal.2.
4
koordinasi Depdiknas Sumatera Utara, secara struktural, memiliki tujuan
untuk mengajar serta mendidik anak-anak yang berkebutuhan khusus,
mempunyai visi mewujudkan pelayanan yang optimal bagi anak yang
berkebutuhan khusus sehingga dapat berkreasi, beradaptasi, mandiri,
mengatasi hidupnya berdasarkan pada nilai budaya dan agama, adapun
misinya adalah :
1. Memperluas kesempatan bagi anak yang berkebutuhan khusus untuk
memperluas pendidikan luar biasa sesuai dengan potensi dan kemampuan
dasar yang dimiliki.
2. Meningkatkan mutu pendidikan, meningkatkan prestasi, mengaktifkan
kegiatan agama, menciptakan rasa rindu datang ke sekolah, mengikuti
perkembangan zaman.
Sebagaimana diketahui bersama bahwa SLB-E Negeri Pembina ini
merupakan kateogori sekolah jenis kecacatan tunalaras (nakal, jahat) adapun
sekolah luar biasa di Indoensia dapat dibedakan menurut jenis kecatatan anak
didik, yakni:
1. Sekolah Luar Biasa Bagian A (SLB/A) untuk anak tunanetra (Buta)
2. Sekolah Luar Biasa Bagian B (SLB/B) untuk anak tuna rungu (Tuli, Bisu)
3. Sekolah Luar Biasa Bagian C (SLB/C)untuk anak tuna gahita (terbelakang
5. Sekolah Luar Biasa Bagian E (SLB/E) untuk anak tuna laras (nakal/jahat)
Berdasarkan penilaian tersebut di atas penulis ingin menulis tentang
perkembangan Sekolah Luar Biasa-E Negeri Pembina Tingkat Propinsi Jalan
Karya Ujung di Medan (1984-1999).
Adapun alasan penulis memulai penulisan tahun 1984 dikarenakan
pada tahun itulah sekolah tersebut awalnya berdiri, dan diakhiri pada tahun
1999, dikarenakan sekolah luar biasa-E Pembina Tingkat Propinsi mengalami
perkembangan berupa : Fasilitas, bertambahnya guru-guru pengajar, dan
peningkatan pelayanan terhadap anak-anak tula laras (nakal, jahat), tetapi
sudah dapat menerima anak-anak dengan ketunaan/kecacatan jenis lainya
sebagai murid untuk bersekolah di SLB-E Negeri Pembina, karena itulah
pada saat ini sekolah tersebut memiliki banyak anak berkebutuhan khusus
untuk disekolahkan disana, sehingga menyulut peningkatan fasilitas berupa
sarana dan prasarana dari pemerintah dan merupakan salah satunya sekolah
luar biasa percontohan bagi sekolah sekolah lain sejenis yang ada di Sumatera
Utara.
1.2.Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan awal dari setiap proses kerja ilmiah,
tanpa adanya masalah tidak akan ada suatu proses penelitian ilmiah, untuk itu
penelitian agar mempermudah penelitian. Adapun rumusan masalah yang
akan di bahas dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana latar belakang berdirinya Sekolah Luar Biasa-E Negeri
Pembina Tingkat Propinsi .
2. Bagaimana perkembangan Sekolah Luar Biasa-E Negeri Pembina tingkat
propinsi pada tahun 1984-1999.
3. Bagaimana peranan Sekolah Luar Biasa-E Negeri Pembina tingkat
propinsi.
1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah dikemukakan maka
penelitian ini bertujuan sebagai berikut :
1. Mengetahui dan menjelaskan latar belakang berdirinya Sekolah Luar
Biasa-E Negeri Pembina Tingkat Propinsi.
2. Mengetahui dan menjelaskan perkembangan SLB-E Negeri Pembina
Tingkat Propinsi tahun 1984-1999.
1.3.2. Manfaat Penelitian
1. Menambah dan memberikan masukan kepada masyarakat untuk
memahami proses perkembangan Sekolah Luar Biasa-E Negeri Pembina
Tingkat Propinsi
2. Menambah koleksi kajian sejarah lokal sebagai referensi untuk penelitian
lebih lanjut.
3. Menjadikan landasan bagi sekolah Luar Biasa-E Negeri pembina tingkat
propinsi untuk lebih meningkatkan peranannya.
4. Memberikan masukan, agar memperhatikan kebutuhan masyarakat di
dalam bidang pendidikan umumnya dan pendidikan inklusif khususnya.
1.4.Tinjauan Pustaka
Untuk dapat menyusun kepustakaan yang baik, tidak ada cara lain
mengumpulkan dan mengusahakan bahan sebanyak-banyaknya yang
berhubungan dengan judul penulisan. Telaah pustaka dilakukan dalam rangka
memuat data yang objektif dan relevan dengan topik penelitian.
Dalam buku, Wardiman Djojonegoro, yang berjudul lima puluh tahun
perkembagaan pendidikan Indonesia menjelaskan bahwa pendidikan di
Indonesia berkembang sebagai wujud transformasi pandangan bangsa dari
waktu ke waktu.
Menurut Panto Freire, Ivanillick, dkk, didalam bukunya: menggugat
pengetahuan dan gambaran secara teoritis menyangkut masalah pendidikan
disertensi analisis yang berkembang.
Di dalam Buku Mohammad Effendi yang berjudul : Pengantar “Psiko
Pedagogik Anak Berkelainan” di sini dijelaskan dan dikemukakan pendidikan
infkusif beserta penjelasannya, dan Anak berkebutuhan khusus berserta
penjelasannya.
Di dalam Buku pedoman penyelenggaraan pendidikan inskusif penulis
direktorat pendidikan luar biasa, menjelaskan bagaimana mengembangkan
pendidikan inklusif, manajemen dan sistem yang relevan terhadap sekolah
dan anak berkebutuhan khusus.
Di dalam buku “Profesional Development for Educcational
Management : Pengembangan Profesionalisme untuk manajemen pendidikan,
penerjemah Ursulagyani menjelaskan serta menganalisis manajemen bagi
pribadi, teori dan praktek.
Di dalam buku : “Dasar dan Teori Perkembangan Anak” penulis S.
Gursa mengemukakan banyak teori, dasar dan pedoman untuk perkembangan
Anak dikemukan oleh Banyak Ahli dibidangnya.
Di Dalam buku : “Psikologi Anak Luar Biasa”, Penulis S. Moerdani,
Mengemukakan Segala hal yang menyangkut Psikologi Anak Luar Biasa,
1.5.Metode Penelitian
Penulisan sejarah yang benar adalah penulisan yang didahului oleh
penelitian yang mendalam tentang apa hendak ditulis. Dalam penulisan
sejarah yang ilmiah sangatlah penting metode sejarah, dapat diartikan sebagai
proses menguji dan menganalisa secara teoritis, atau rekaman dan
peninggalan masa lalu.5
1. Pengumpulan data-data historis (heuristik) dilaukan dengan 2 cara yaitu
studi pustaka dan studi lapangan. Studi pustaka dilakukan di perpustakaan
dengan mengumpulkan buku-buku ataupun arsip yang berhubungan
dengan penelitian, studi lapangan dilakukan metode wawancara.
Untuk kekurangan, penulis melengkapi pada saat penelitian lapangan
dimana dengan metode wawancara untuk melengkapi data yang telah ditulis.
Adapun tahap-tahap metode sejarah tersebut adalah :
2. Melakukan kritik sumber, dilakukan dengan 2 cara yaitu : kritis ekstern
yaitu mengkritik terhadap keaslian sumber yang didapat dan kritik intern
yaitu : kritik terhadap isi data yang didapat, setelah itu kemudian data
tersebut dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu data primer (pokok),
data sekunder (pendukung).
5
. Tentang Metode Sejarah Lihat Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta : Benteng, 1995, hal 95-97 dan Louis Gottschalk, Understanding History : A.Primer of Historial
3. Melakukan interpretasi yaitu tahap dimana akan melakukan penafsiran
terhadap fakta dari sumber yang telah di dapat, sehingga memberikan
gambaran yang jelas dan terperinci tentang objek penelitian di masa lalu.
4. Melakukan penulisan atau historiografi dimana dapat menuliskan dan
menceritakan bagaimana kondisi situasi objek yang diteliti pada masa lalu,
BAB II
LATAR BELAKANG BERDIRINYA SLB-E NEGERI
PEMBINA TINGKAT PROPINSI
2.1Sejarah Singkat Pendidikan Luar Biasa di Indonesia
Sejarah singkat pendidikan luar biasa di Indonesia dapat dilihat dari
dua periode yaitu periode sebelum kemerdekaan dan setelah kemerdekaan.
Berdirinya Blinden Institut tahun 1901 di Bandung yang diprakarsai dr.West
hooff marupakan awal pelayanan terhadap penyandang cacat di mana para
tuna netra diberikan latihan dengan cara program shetered workshop (bengkel
kerja). Program inilah yang merupakan cikal-bakal berdirinya sekolah khusus
bagi tuna netra di Indonesia. Selanjutnya pada tahun 1927, juga di Bandung,
dibuka sekolah khusus bagi anak tuna grahita yang didirikan oleh Bijzonder
Onder Wijs yang di prakarsai oleh seorang yang bernama Folker, sehingga
sekolah ini disebut Folkerschool. Pada tahun 1930 sekolah khusus untuk tuna
rungu wicara juga di buka di Bandung oleh seorang Belanda yang bernama
C.M.Roelsema.
Pada masa kemerdekaan, keberadaan sekolah bagi penyandang cacat
makin terjamin dengan adanya UUD 45 yang menyatakan setiap warga
negara berhak mendapatkan pendidikan.6
6
. Johnsen, Band Skjorten, Pendidikan Kebutuhan Khusus Sebuah Pengantar, Oslo : Uni Pub, 2004, Hal : 5
Disamping itu UU Pendidikan
biasa. Mulai saat itulah sekolah bagai penyandang cacat disebut sekolah luar
biasa (SLB).
Penyelenggara SLB, sejak dulu hingga kini, sebagian besar adalah
pihak swasta yang merupakan yayasan.7
2.2. Berdirinya SLB-E Negeri Pembina Tingkat Propinsi
Meskipun demikian penyelenggaran
SLB dibina oleh pemerintah yang mula-mula oleh seksi pengajaran luar biasa
merupakan bagian dari Balai Pendidikan Guru kemudian urusan Pendidikan
Luar Biasa, bagian dari jawatan pengajaran, selanjutnya oleh urusan
pendidikan luar biasa. Bagian dari Jawatan pendidikan umum. Sejak tahun
1980 SLB dibina oleh Subdirektorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa (Subdit
PSLB), di bawah Direktorat Pendidikan Dasar pada Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah. Selanjutnya Subdit PSLB ditingkatnya
fungsinya menjadi Direktorat Pendidikan Luar Biasa (Dit PLB) dan terakhir
Direktorat ini berubah menjadi Dit. PSLB.
Seiring dengan perkembangan dan kebutuhan terus meningkat akan
pendidikan khusus bagi anak-anak cacat, tidak dapat dipungkiri bahwa
pendidikan luar biasa harus ditingkatkan secara kuantitatif maupun kualitatif.
untuk itu pemerintah harus berbenah untuk memenuhinya, melihat semakin
salah satu jawaban dari semua itu, pemerintah telah mendirikan sekolah luar
biasa.
Direktorat Pendidikan Dasar dan menengah mengutip hasil sensus
kependudukan tahuan 1980 mengumumkan bahwa jumlah anak berkelainan
tahun 1980 mengumungkan bahwa jumlah anak berkelainan dengan usia 7-12
tahun diketahui sebanyak 254-134 orang. Adapun rincian masing-masing
kelompok dapat dilihat pada tabel berikut ini .
Tabel 1: Populasi Anak Berkelainan di Indonesia Tahun 1980
No Jenis Kelamin Jumlah %
1 Tuna Netra 41.057 16,16
2 Tuna Rungu 76.745 30,20
3 Tuna Grahita 40.441 15,91
4 Tuna Daksa &Tuna Laksa 95.891 37,73
Jumlah 254.134 100%
Sumber : Dirjen Dikdasmen Depdiknas Tahun 1980
Sedangkan anak-anak cacat yang terdata di Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan Sumatera Utara pada tahun 1983, terdapat 699 orang yang
sudah tertampung di SLB-SLB yang ada di Sumatera Utara pada saat itu, dan
terdapat 5.126 orang belum tertampung yang kesemuanya semua itu
merupakan anak-anak cacat berusia 7-12 tahun.8
8
. Hasil wawancara dengan Bapak Komarudin, Guru SLB-E Negeri Pembina Tanggal 24 Agustus 2010, Pukul 11. Wib.
menyiapkan sekolah bagi mereka, dalam rangka pembangunan manusia
seutuhnya dan dalam rangka penuntasan wajib belajar bagi anak cacat usia
7-12 tahun.
Pemerintah melalui Departemen Pendidikan dan kebudayaan secara
bertahap mendirikan sekolah luar biasa tingkat propinsi diberbagai kota di
Indonesia seperti: SLB-A (Tuna Netra) di Palembang, SLB-B (Tuna Rungu)
di Sumedang, SLB-C (Tuna Grahita) di Djokjakarta, SLB-D (Tuna Daksa) di
Makasar dan SLB-E (Tuna Laras) di Medan.
Pendirian sekolah luar biasa tersebut di dasari dari pertimbangan
bahwa di setiap daerah tersebut banyak terdapat anak-anak cacat sesuai
dengan ketunaannya.9 Sekolaqh luar biasa pembina tingkat propinsi didirikan
pemerintah dengan maksud sebagai tempat untuk menghimpun
pemikiran-pemikiran, konsepsi-konsepsi, serta inovasi tentang pembinaan sekolah luar
biasa dengan tujuan meningkatkan mutu pendidikan dan perluasan
kesempatan belajar bagi anak berkelainan, sehingg mereka mampu
membekali diri untuk dapat mandiri dan ikut berpartisipasi dalam proses
pembangunan bangsa dan negara.
Adapun tujuan adalah melaksanakan latihan dan peyegaran bagi tenaga
kependidikan sekolah luar biasa yang meliputi tingkat persiapan, dasar, dan
Fungsi dari sekolah luar biasa tingkat propinsi antara lain :
1. Mengadakan latihan peyegaran bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya
serta menyelenggarakan pendidikan luar biasa.
2. Melakukan percontohan penyelenggaraan pendidikan tingkat persiapan,
dasar dan menengah sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
3. Mengadakan pemeriksaan psikologis, medis dan sosiologis murid.
4. Memberikan bimbingan dan penyuluhan bagi murid, orangtua, dan
masyarakat.
5. Membina hubungan kerjasama dengan orangtua murid dan masyarakat.
6. Melakukan publikasi yang menyangkut pendidikan luar biasa sesuai
dengan kelainan/ ketunaannya.
7. Melakukan urusan tata usaha sekolah.
SLB-E Negeri Pembina Tingkat Propinsi merupakan sekolah binaan
sekolah langsung oleh pemerintah, sekolah ini dikategorikan untuk
menampung anak-anak tuna laras (Anak Nakal) pada awalnya.10
10
. Hasil Wawancara Dengan Bapak Komarudin, Guru SLB-E Negeri Pembina Tanggal 24 Agustus 2010, Pukul 11.30 Wib.
Maka pada
tanggal 19 Januari 1983 yang berdasarkan surat keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan No.051/0/1983 didirikanlah sekolah luar biasa
dengan nama : SLB-E Negeri Pembina Tingkat Propinsi Sumatera Utara yang
Pendirian sekolah merupakan realisasi dari salah satu program nasional
dalam usaha peningkatan mutu pendidikan dan perluasan kesempatan belajar
bagi anak-anak cacat di Indonesia.
2.3 Struktur Organisasi
Dalam rangka menjalankan dan melaksanakan operasional sekolah,
perlu di bentuk struktur organisasi sekolah agar dapat menjadi suatu wadah
atau badan kegiatan yang bersinergis untuk mencapai suatu hasil.
Di dalam setiap perangkat organisasi memiliki Tugas dan Tanggung
Jawab sesuai dengan ketentuan dan peraturan, untuk lebih jelasnya dapat
dilihat bagan di bawah ini :
Sumber : Profil SLB-E Negeri Pembina Tingkat Propinsi Pada Tahun 1984
Berdasarkan bagan diatas dapat dijelaskan bahwa struktur organisasi Kepala Sekolah
Sub Kepala
Guru Tenaga Teknis Tenaga Bimbingan
1. Kepala Sekolah
Kepala sekolah mempuyai tugas memimpin pelaksanaan tugas sekolah.
2. Sub. Bagian Tata Usaha
Sub. Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan urusan tata
usaha dan rumah tangga sekolah, untuk menyelenggarakan tugas tersebut
sub.bagian tata usaha mempunyai fungsi :
a. Melakukan urusan surat menyurat, rumah tangga dan perlengkapan.
b. Melakukan urusan kepegawaian dan keungan.
3. Guru
Guru mempunyai tugas melakukan kegiatan pendidikan, pengajaran,
latihan bagi para murid, percontohan dalam proses belajar mengajar, dan
publikasi bagi para peserta dan kerjasama dengan orangtua murid.
4. Tenaga Teknis
Memberikan tugas percontohan latihan teknis kepada guru SLB dan
tenaga kependidikan lainnya serta memberikan latihan teknis kepada
murid di sekolah.
5. Tenaga Bimbingan dan Penyuluhan
Mempunyai tugas memberikan bimbingan dan penyuluhan kepada murid
serta penyuluhan kepada orangtua dan masyarakat.
6. Tenaga Klinis Pendidikan
Mempunyai tugas melakukan pemeriksaan Psikologis, medis, dan
2.4. Sistem Tatakerja
Untuk dapat berlangsungnya kegiatan pendidikan di sekolah, unsur manusia
merupakan unsur penting karena kelancaran pelaksanaan program-program sekolah
sangat ditentukan oleh orang-orang yang melaksanakannya. Dengan demikian, hal
tersebut harus betul-betul di sadarai oleh semua personil sekolah, sehingga dengan
segala kemampuannya dengan bimbingan kepala sekolah akan terus berupaya
mengelola sumber daya yang ada untuk pengembangan sekolah natinya.
Dalam melaksanakan tugasnya, setiap unsur di lingkungan SLB-E Negeri Pembina Tingkat Propinsi wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkrorisasi baik di dalam maupun di luar lingkungannya.
Kepala sekolah wajib mengikuti dan mematuhi pentunjuk peraturan
perundangan-undangan yang berlaku, kepala sekolah bertanggung jawab memimpin dan mengkopordinasikan semua unsur di lingkungan sekolah dan memberikan bimbingan serta petunjuk bagi pelaksanaan tugas masing-masing.
Pelaksanaan pembinaan SLB-E Negeri Pembina Tingkat Propinsi di koordinasikan oleh Direktur Pendidikan Dasar. Dalam melaksanakan tugasnya SLB-E Negeri Pembina Tingkat Propinsi wajib mengadakan :
a. Konsultasi teknis dengan SLB Pembina Tingkat Nasional.
b. Konsultasi teknis operasional dengan kepala kantor wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan di Propinsi.
2.5. Fasilitas (Sarana dan Prasarana)
Suatu sekolah tidak dapat berjalan dengan baik tanpa adanya fasilitas
(sarana dan prasarana) di karenakan fasilitas sekolah merupakan hal mutlak
diperlukan untuk meningkatkan mutu pendidikan.11
11
.Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta : Rineka Cipta, 2004, Hal.13. SLB-E Negeri Pembina Tingkat Propinsi pertama sekali didirikan di
atas lahan luas 25.000 m2- atau 2,50 Ha. Pembangunan sekolah didanai oleh
pemerintah melalui Pelita III pada saat itu, sekolah yang didirikan harus dapat
menunjang prestasi para murid, melalui sarana dan prasarana agar tercipta
kondisi belajar yang optimal. Untuk itu sekolah direncanakan
pembangunannya sesuai dengan kebutuhan dan strandart sekolah luar biasa.
Fasilitas yang diperoleh langsung dari pemerintah diharapkan mampu
meningkatkan peran serta perangkat didalamnya baik kepala sekolah, guru,
tenaga teknis, dan murid agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Pembangunan sekolah direncanakan mempunyai sarana dan prasarana
Tabel 2 : Luas Bangunan Dan Tanah SLB-E Negeri Pembina Tahun
1983
No Luas Bangunan Luas Tanah
1 Acar yagraha 420,00 m2
2 Mesjid 49,00 m2
3 Garasi 45,00 m2
4 Gardu Jaga 7,50 m2
5 Rumah Dinas 498,00 m2
6 Asrama dan Ruang makan 975,00 2
7 Ruang Belajar 1.635,50 m2
8 Klinik 199,25 m2
9 Gardu Listrik 9,00 m2
10 Aula 413,00 m2
11 Rumah Penjaga Sekolah 42,00 m2
Luas Bangunan Seluruhnya 4.288,25 m2
Dibangun di atas tanah seluas 25.00,00 m2 atau 2,50 ha
Sumber : Profil Sekolah Luar Biasa –E Negeri Pembina pada tahun 1983
Biaya pembangunan sekolah termasuk pengadaan tanah berjumlah
Rp.705.260.000 pada tanggal 14 maret 1984 diresmikan oleh bapak Prof. Dr.
BAB III
PERKEMBANGAN SLB-E NEGERI PEMBINA
TINGKAT PROPINSI
3.1. Tata Layanan
Pada tahun 1983 cikal bakal berdirinya sekolah, SLB-E Pembina
belum mempunyai guru-guru khusus untuk anak-anak cacat maka melalui
kebijakan dan inisiatif pemerintah pusat pada waktu itu di datangkanlah
guru-guru langsung dari Jakarta.12
Seiring dengan program pemerintah pusat, SLB-E Negeri Pembinapun
masih dikepalai oleh Bapak Partisupriadi dan guru-guru yang langsung
datang dari Jakarta. Di awal berdirinya pada tahun 1983 sekolah ini masih
belum mempunyai murid untuk bersekolah di SLB-E Pembina, baru pada
tahun 1984 dibuatlah suatu kebijakan untuk mempromosikan serta
mensosialisasikan sekolah kepada masyarakat agar anak-anak dengan
kategori Tuna Laras (anak-anak nakal) dapat disekolahkan di SLB-E
Pembina. Sosialisasi yang dilakukan pihak sekolah berupa informasi kepada Mengingat tenaga pengajar yang ada di
Sumatera Utara belum ada pada saat itu.
12
masyarakat melalui radio, iklan, koran, dan kerjasama dengan institusi terkait
seperti Departemen Sosial.13
Mengingat di Medan banyak terdapat anak tunas laras (nakal) tidak
menyulut banyaknya murid yang mendaftar di SLB-E Negeri Pembina
dikarenakan orangtua tidak mau atau tidak rela anaknya dikatakan nakal,14 ini
merupakan tantangan dan masalah tersendiri dari pihak sekolah pada saat itu.
Selanjutnya berdasarkan kebijakan pemerintah tentang gerakan wajib belajar
yang dirancangkan oleh Bapak Presiden Republik Indonesia tanggal 2 mei
1984, maka untuk memanfaatkan bangunan yang telah siap pakai dari gedung
yqang semula hanya untuk menampung anak tuna laras, dalam rangka
mempercepat proses masuknya anak penyandang cacat ke sekolah mulai
tahun ajaran 1984/1985; dilaksanakan kegiatan pendidikan dengan
menampung berbagai jenis kelainan yaitu : anak tuna rungu, anak tuna netra,
terbelakang mental, tuna daksa dan tuna laras. Sesuai dengan surat keputusan
Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan menengah Direktorat Pendidikan
Dasar Nomor : 0339 kode 2/T 84 tanggal 21 maret 1984.
Maka dari itu terjadilah perkembangan dari pihak sekolah berupa jenis
Adapun jenis pendidikan yang diselenggarakan SLB-E antara lain :
a. Tingkat Persiapan (TKLB)
Dua tahun untuk anak tuna netra, tuna rungu, tuna grahita ringan, tuna
grahita sedang, tuna daksa dan tuna laras.
b. Tingkat Dasar (SDLB)
Enam tahun untuk anak tuna netra, tuna rungu, tuna grahita ringan, tuna
grahita sedang, tuna daksa dan tuna laras.
c. Tingkat Lanjutan Pertama (SLTP LB C)
Dua tahun untuk anak tuna netra, empat tahun untuk anak tuna rungu dan
tuna grahita, dan tiga tahun untuk anak tuna laras.
d. Tingkat Menengah (SMLB)
Untuk lebih mengoptimalkan proses pendidikan yang berlangsung perlu
merancang program agar lebih efisien dan dapat langsung mengenai
sasaran proses belajar mengajar di sekolah. Program pendidikan di SLB-E
Negeri Pembina Tingakat Propinsi meliputi :
a. Program pendidikan umum
b. Program pendidikan khusus
c. Program muatan lokal
d. Program pilihan
Seiring dengan perkembangan sekolah perangkat seperti guru-guru,
tenaga teknis, juga mengalami perubahan demi meningkatkan layanan dan
yang diterima di sekolah tidak lagi berpatokan kepada anak tuna laras. Untuk
itu perlu di buat struktur dan kepengurusan sekolah yang lebih relevan
terhadap tantangan dan kebutuhan yang berkembang pada saat itu.
Adapun struktur organisasi SLB-E Negeri Pembina Medan dapat
dilihat pada bagan berikut :
Sumber : Profil Sekolah Luar Biasa-E Negeri Pembina pada tahun 1996
Keterangan :
- PKS 1 : Edukatif/pengajaran
- PKS 2 : Administrasi
- PKS 3 : Kesiswaan
- PKS 4 : Hubungan masyarakat Kepala Sekolah
PKS 4 PKS 3 PKS 2 PKS 1 SubBag. Tata Usaha
Kepegawaian Umum Keuangan Sanggar Klinik Asrama
Agar lebih lengkapnya dapat dilihat data ketenagaan sekolah SLB-E
Negeri Pembina pada lampiran 1.
Rekapitulasi Guru dan Pegawai
Guru : 1. Diploma SGPLB : 25 orang
2. Diploma Non PLB : 01 orang
3. Sarjana PLB : 06 orang
4. Sarjana Non PLB : 02 orang
Jumlah : 34 orang
Pegawai : 1.SLTP : 02 orang
2. SLTA : 05 orang
Jumlah 07 orang
Honorer : 30 orang
Untuk meningkatkan mutu pendidikan sekolah yang terus berkembang
sesuai dengan tuntutan akan penyelenggaran pendidikan khusus, maka
pemerintah selaku penanggung jawab bidang kependidikan termasuk
didalamnya pendidikan luar biasa, telah melakukan berbagai upaya untuk
meningkatkan mutu ketenagaan khususnya bagi kepala sekolah dan guru
antara lain :
1. Mengikutsertakan dalam berbagai kegiatan penataran, yang berhubungan
2. Mengikut sertakan dalam pelatihan, khususnya di bidang keterampilan
khusus mengajar dan keterampilan yang berhubungan dengan pembekalan
guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar.
3. mengikut sertakan dalam studi perbandingan antar sekolah baik dalam
negeri maupun ke luar negeri.
4. Mengirimkan beberapa orang guru mengikuti tugas belajar baik di
perguruan tinggi dalam negeri maupun luar negeri, seperti ke Australia,
Amerika, dan Eropa.
3.2. Murid
3.2.1. Syarat Penerimaan Murid
Murid sebagai bagian dari objek pengajaran disekolah memerlukan
suatu kondisi yang nyaman bagi mereka di karena tingkat kecacatan para
murid berbeda-beda, untuk itu perlu dibuat suatu program khusus bagi
mereka (murid), inilah yang membedakan sekolah luar biasa dengan sekolah
umum.
Pada tahun ajaran 1990/1991 dibuatlah suatu metode penerimaan baku
bagi para murid untuk dapat bersekolah di SLB-E Negeri Pembina, karena
bayangkan.15
a. Umum : 1. Membawa calon murid untuk diwawancarai/ interview.
Ditambah lagi semakin bertambahnya jenis pendidikan dan
jenis kecacatan murid yang diterima disekolah.
Adapun syarat penerimaan murid SLB-E Negeri Pembina adalah :
2. Mengisi formulir yang disediakan.
3. Pas photo hitam putih 3 x 4 = 7 lembar.
4. Surat keterangan kesehatan/ Dokter (tidak mengidap
penyakit/ menular).
5. Surat keterangan pindah sekolah (bagi yang pindah dari
sekolah lain).
6. Fotocopy akte kelahiran (keterangan lain yang autentik).
7. Fotocopy kartu keluarga.
8. Membawa map berwarna (A.Merah, B.Kuning, C.Biru,
D.Hijau, stel hecter folio).
b. Khusus : a. Surat keterangan Dokter mata untuk tuna netra.
b. Surat keterangan Dokter T.H.T untuk anak tuna rungu
wicara.
c. Surat keterangan psikologis/ psikhiater.
15
d. Surat pengakuan orangtua, kepolisian, kehakiman bahwa
mengalami kelainan tingkat laku/ nakal (sering membuat
keributan dan menentang orangtua) bagi anak nakal.
3.2.2 Prestasi Yang Pernah Dicapai Murid
Murid-murid SLB-E Negeri Pembina dari awal berdirinya terus
mengalami perkembangan tidak hanya berupa bertambahnya jumlah murid
yang bersekolah dan peningkatan pelayanan sekolah, tetapi prestasi pun dapat
diraih murid. Sekolah sangat mendukung dan menfasilitasi para murid yang
berbakat untuk dapat meraih prestasi.16
a. Juara melukis antar SLB se Indonesia yang diselenggarakan oleh Subdit
PLSL B Jakarta.
Dikurun waktu tahun ajaran
1992-1996 ada beberapa murid yang meraih prestasi berupa prestasi akademik
ataupun prestasi keterampilan. Untuk dapat lebih jelasnya dapat dilihat data
berikut :
Prestasi yang pernah dicapai murid :
Juara II atas nama : Hendra Oktavia
b. Juara lari special olympic tingkat propinsi Sumatera Utara yang
selanjutnya mewakili Sumatera Utara ke Jakarta.
Juara I atas nama : Tumpal Indra Jaya
c. Juara special olympic tingkat nasional (Jakarta)
1.Lari : Tumpal Indra Jaya
2.Lempar : Gunawan
d. Juara bulat gaya bebas tingkat Propinsi Sumatera Utara kelas 80 kg
Juara I atas nama : Lerismon Ginting
e. Di samping itu masih ada beberapa siswa yang sampai sekarang mengikuti
kegiatan di luar sekolah antara lain :
- Cabang Olahraga : karate
- Cabang Olahraga : silat
- Ketermpilan
3.2.3 Jumlah Murid
Pada tahun 1983 awal berdirinya sekolah, murid sama sekali kosong,
mengingat sekolah belum banyak diketahui masyarakat luas.17
Di Medan khususnya banyak terdapat anak tuna laras (nakal), maka
demi penanggulangan anak tuna laras tersebut dilakukan kerjasama kepada
Departemen Sosial, untuk menjaring, serta dapat di sekolahkan di SLB-E
Negeri Pembina, dikarenakan Departemen Sosial pun berperan aktif pada saat Baru pada
tahun 1984-1985, ada beberapa murid yang bersekolah itupun berkat
kebijakan serta inisiatif pemerintah dan pihak sekolah untuk menerima murid
tidak hanya diperuntukkan bagi anak tuna laras.
17
itu memberantas serta mengurangi anak tuna laras agar tidak melakukan
tindakan kriminal.
Menurut data yang diperoleh dari penulis bahwa di kurun waktu antara
tahun 1990-1996 terjadi perkembangan yang signifikan jumlah murid yang
bersekolah seiring perubahan tata layanan sekolah, pada periode tahun 1987
terjadi pergantian kepala sekolah yang sebelumnya dijabat oleh Bapak
Partisupriadi berganti di jabat oleh Bapak Drs. D.J. Ginting dimasa kerja
bapak D.J. Ginting inilah banyak terjadi kemajuan, khususnya jumlah
murid18
Kemajuan berupa peningkatan jumlah murid, merupakan prestasi
tersendiri bagi pihak sekolah dikarenakan mampu menjalankan operasional
sekolah serta memenuhi program yang telah dilakukan pihak pemerintah
untuk menyelenggarakan pendidikan luar biasa. .
19
Di tahun ajaran 1996
merupakan tahun dimana bertambah banyak jumlah murid. Yang mendaftar
Tabel 3 : Jumlah murid di SLB-E Negeri Pembina tahun 1996
No Murid yang aktif Jumlah murid
1 Tingkat Dasar
a. Tuna Netra 05 orang
b. Tuna Rungu 53 orang
c. Tuna Grahita Ringan 59 orang
d. Tuna grahita Sedanng 38 orang
e. Tuna Laras 08 orang
2 Tingkat SLTPLB
a. Tuna Grahita 09 orang
Jumlah 172 0rang
Sumber : Data jumlah murid SLB-E Negeri Pembina Tahun 1996
Disamping itu masih ada murid yang pasif berjumlah 20 orang dan
murid yang masih menunggu untuk masuk berjumlah 10 orang. Disebabkan
guru pengajar dan sarana sekolah berupa ruangan kelas, disamping itu ada
beberapa murid yang terlambat mendaftar serta murid yang malas datang ke
sekolah.
Untuk lebih jelasnya dapat dirinci jumlah murid dikurun waktu tahun
Tabel 4 : Data Jumlah Murid SLB-E Negeri Pembina Tahun 1983-1999
No Murid Yang Aktif 1983/1984 1985/1986 1986/1987 1988/1989 1990/1991 1992/1993 1994/1995 1996/1997 1998/1999
1 Tingkat Persiapan (TKLB)
3 Tingkat lanjutan (SLTP PLBC )Tuna Grahita
- - 5 3 12 11 17 9 15
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa pada tahun awal berdirinya
sekolah, tingkat kesadaran masyarakat akan pendidikan khusus masih relatif
rendah ini dapat dilihat tidak adanya murid yang bersekolah pada kurun
waktu tahun 1983-1984. Disamping itu karena sekolah masih relatif baru
dibuka jadi tidak banyak masyarakat mengetahui.
Yang menjadi kendala dari pihak sekolah di awal berdirinya yaitu
tenaga pengajar atau guru masih belum memadai untuk memenuhi pelayanan
di sekolah, oleh karena itu sekolah terus mencari guru yang mampu mengajar
di sekolah luar biasa.
Kesadaran akan pentingnya pendidikan luar biasa bagi masyarakat
sangat penting, mengingat anak-anak cacat juga memerlukan pendidikan.
Tingkat kesadaran itu dapat dilihat dari jumlah murid yang mendaftar di
tingkat persiapan (TKLB) masih relatif rendah,dari awal berdirinya sampai
tahun 1999 sekolah murid yang mendaftar ditingkat persiapan nyaris kosong.
Penyebab utama dari semua itu adalah masyarakat pada umumnya masih
belum mau menyekolahkan anaknya ditingkatkan TKLB, karena dulu
orangtua dari murid pada umumnya menyekolahkan anaknya usia 6 tahun
atau setingkat dengan SD.
Dari Tingkat Dasar (SDLB), sekolah banyak menerima murid, setiap
tahunnya terus mengalami peningkatan dari jumlah murid. Bahkan ada murid
yang masih menunggu untuk mendatar dikarenakan banyaknya murid yang
mendaftar. Di tahun 1990 dan seterusnya sekolah ini terus mengalami
Keberhasilan itu tidak terlepas dari promosi dan sosialisasi terhadap
masyarakat luas dari pihak sekolah akan pentingnya pendidikan khusus, jadi
banyak masyarakat yang sudah tahu dan mengenal sekolah ini. Untuk satuan
tingkat lanjutan (SLTP PLB-C), murid yang mendaftar banyak yang dari
sekolah luar biasa yang lain atau murid transfer disebabkan sekolah hanya
melayani jenis kecacatan tuna grahita (keterbelakang mental/lemah pikiran)
khusus untuk tingkatan lanjutan. Tetapi sangat minim anak-anak tuna grahita
dari tingkat dasar terus melanjut ke tingkat lanjutan bersekolah di SLB-E
Negeri Pembina dikarenakan orangtua murid banyak yang tidak mau lagi
menyekolahkan anaknya disini. Penyebabnya adalah orang tua murid
umumnya sudah rela dan pasrah akan keadaan anaknya seperti itu, jadi
mereka tidak terlalu fokus akan pendidikan anaknya.20
Menjadi catatan pihak sekolah dari tdata jumlah murid tahun
1983-1999 bahwa untuk anak jenis kecacatan tuna grahita dan tingkat dasar sampai
tingkat menengah (SMLB) terus mengalami penurunan dari segi jumlah.
Penyebab utamanya dalah : anak tuna grahita itu sangat sedikit yang mampu
didik (idiot).21
Untuk itu pemerintah selaku penanggung jawab akan penyelenggaraan
pendidikan, harus meningkatkan program berupa tersedianya layanan bagi
anak-anak cacat dari semua tingkat pendidikan. Sekolah juga harus dapat
sumber daya yang ada demi keberlangsungan dan peningkatan jumlah murid
demi semua tingkatan pendidikan di masa yang akan datang.
3.3 Kurikulum
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunkan sebagai pedoman
penyelenggaran kegiatan belajar mengajar.22
Kurikulum yang disusun untuk pendidikan luar biasa. Terdiri atas (a)
landasan, program dan pengembangan kurikulum pendidikan dasar 9 tahun;
(b) garis-garis besar program pengajaran (GBPP), (c) pedoman pelaksanaan
kurikulum yang meliputi : pedoman kegiatan bimbingan belajar, pedoman
pengelolaan/administrasi dan pedoman pembinaan guru.
Kurikulum Pendidikan Dasar 9 tahun disusun untuk mewujudkan
tujuan pendidikan dasar 9 tahun, dengan memperhatikan tahap perkembangan
dasar dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembanguna
nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian,
sesuai dengan jenjang pendidikan dasar dan masing-masing satuan
pendidikan.
23
GBPP setiap mata pelajaran, untuk sekolah luar biasa berisi:
pengertian, fungsi, tujuan, ruang lingkup mata pelajaran, pokok bahasan/
22
. BSNP, Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan
Dasar dan Menengah, Jakarta: BSNP, 2006, Hal. 2.
23
.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Garis-Garis Besar Program Pengajaran
bahan pelajaran/bahan kajian, dan perkiraan penjatahan waktu untuk setiap
caturwulan, serta rambu-rambu pelaksanaan program pengajaran.
GBPP memuat bahan kajian/pelajaran yang bersifat nasional sehingga
memungkinkan untuk dijabarkan lebih lanjut sesuai dengan keadaan dan
kebutuhan lingkungan. GBPP merupakan acuan terutama bagi guru dalam
menentukan bahan pengajaran. Dengan mengacu GBPP dan
pedoman-pedoman pelaksanaan seperti disebutkan di atas guru merencanakan dan
melaksanakan kegiatan belajar mengajar serta mengadakan penilaian kegiatan
dan kemajuan serta hasial belajar murid.
Kurikulum di SLB-E Negeri Pembina mengacu pada garis besar
program pengajaran (GBPP), yang memuat tidak hanya mata pelajaran umum
seperti: Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Pendidikan Agama,
Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan
Sosial, Kerajinan Tangan dan Kesenian, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan
dan Bahasa Inggris, tetapi memuat program khusus, program muatan lokal
dan program pilihan (palut) keterampilan berupa: rekayasa, pertanian, usaha
dan perkantoran, kerumahtanggaan, kesenian.
Ini disesuaikan dengan sarana prasarana, serta minat atau bakat para
murid yang bersekolah di SLB-E Negeri Pembina Tingkat Propinsi kurikulum
ini menitik beratkan agar para murid dapat menguasai bidang studi yang di
Susunan Program Pengajaran Kurikulum Pendidikan Luar Biasa Bagi Siswa
Tuna Netra,Tuna Rungu, Tuna Daksa, dan Tuna Lara.
Tabel 5 : Susunan Program Pengajaran Kurikulum Pendidikan Luar
Biasa Bagi Siswa Tuna Netra, Tuna Rungu, Tuna Daksa, dan
Tuna Laras Tahun 1996
Satuan Pendidikan di
Kelas SDLB SLTP BL SM LB
Mata Pelajaran I II III IV V VI I II III I II III 1 Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 Pendidikan Agama 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 Bahasa Indonesia 10 10 8 8 8 2 2 2 2 2 2 2
4 Matematika
(berhitung) 10 10 8 8 8 2 2 2 2 2 2 2
5 Ilmu Pengetahuan
Alam - - 3 6 6 2 2 2 2 2 2 2
6 Ilmu Pengetahuan
Sosial - - 3 5 5 5 2 2 2 2 2 2
7 Kerajinan Tangan &
Kesenian 2 2 2 2 2 2 - - - -
8 Pendidikan Jasmani &
Kesehatan 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
12 Program Pilihan (Paket Ketrampilan)
a. Rekayasa b. Pertanian c. Usaha dan
perlenturan d. Kerumahtanggaan e. Kesenian
22 22 22 26 26 26
Jumlah 30 30 38 40 42 42 42 42 42 42 42 42
Tabel 6 Susunan program pengajaran kurikulum pendidikan luar
biasa bagi siswa tuna grahita ringa, tuna grahita sedang,dan
kelainan ganda Tahun 1996
Satuan Pendidikan di
Kelas SDLB SLTP BL SM LB
Mata Pelajaran I II III IV V VI I II III I II III 1 Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 Pendidikan Agama 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 Bahasa Indonesia 8 8 8 8 8 8 2 2 2 2 2 2
4 Matematika
(berhitung) 6 6 6 6 6 6 2 2 2 2 2 2
5 Ilmu Pengetahuan
Alam - - 4 6 6 6 2 2 2 2 2 2
6 Ilmu Pengetahuan
Sosial - - 4 5 5 5 2 2 2 2 2 2
7 Kerajinan Tangan &
Kesenian 4 4 4 4 4 4 - - - -
8 Pendidikan Jasmani &
Kesehatan 4 4 4 4 4 4 2 2 2 2 2 2
12 Program Pilihan (Paket Ketrampilan)
a. Rekayasa b. Pertanian c. Usaha dan
perlenturan d. Kerumahtanggaan e. Kesenian
Jumlah 30 30 38 42 44 44 42 42 42 42 42 42 Sumber : Kurikulum Pendidikan Luar Biasa Departemen Pendidikan & Kebudayaan Tahun
1996
Program Muatan Lokal
Program muatan lokal berfungsi memberikan peluang untuk
satuan pendidikan dasar dapat menambah mata pelajaran sesuai dengan
keadaan lingkungan dengan tidak mengurangi kurikulum yang berlaku secara
nasional. Pasal 14 ayat (3) dan bahwa satuan pendidikan dasar dapat
menjabarkan dan menambah bahan kajian dari mata pelajaran sesuai dengan
kebutuhan setempat pasal 14 ayat (4).
Muatan lokal dapat berupa bahasa Daerah, Bahasa Inggris Di SDLB,
dan kesenian daerah lainnya, yang diterapkan oleh kantor Wilayah
Departemen Pendidikan dan kebudayaan setempat.
3.4. Fasilitas (Sarana dan Prasarana)
Sebagai kelengkapan untuk dapat berjalannya suatu program dengan
baik tidak terlepas dari ketersediaan sarana dan prasarana, tentunya dengan
segala kriterianya sesuai dengan kebutuhan. Jadi, apabila sekolah ingin
berkembangan secara optimal dengan harapan dan kebutuhan masyarakat
maka unsur sarana dan prasarananya juga merupakan hal yang mutlak
diperlukan. Hal tersebut sesuai dengan PP 19 pasal 42 tahun 2005.24
1. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi, perabot,
peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya,
bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk
menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
, yang
menegaskan sebagai berikut :
24
. Syafaruddin, Undang-undang RI No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, UU RI
2. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan,
ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendididkan, ruang
tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja,
ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan juga, tempat berolah
raga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi dan ruang,
tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang
teratur dan berkelanjutan.
Fasilitas sebagai slah satu syarat mutlak terhadap keterlangsungan
sekolah selama kurun waktu tahun 1983-1999, mengalami banyak perubahan
baik berupa penambahan gedung baru maupun sarana yang pendukung
lainnya.
Demi perkembangan sekolah untuk peningkatan mutu pendidikan,
SLB-E Negeri Pembina terus berbenah demi tercapainya sekolah yang
mampu memberikan pelayanan bagi anak-anak cacat.25 Sseiring dengan
perkembangan zaman berupa informasi, teknologi, untuk pemerintahan sudah
seharusnya memberikan Fasilitas kepada sekolah. Perkembangan dsari segi
fasilitas SLB-E Negeri Pembina dapat dilihat dari berubahnya bentuk fisik
Tabel 7 Data Fisik SLB-E Negeri Pembina Tahun 1997
No Bangunan Jumlah
Perangkat Luas Bangunan
1
Disamping itu terdapat perkembangan dari segi sarana berupa
pembangunan lapangan sekolah, lapangan volly, jalan aspal: 4m x 681m2,
jalan sirtu: 4m x 144m, jalan penghubung koridor 2 x 128,5 m2, taman dan
lain lain.
Disertai dengan renovasi sekolah berupa penambahan daya listrik
menjadi 15.000 watt, penambahan jumlah meter listrik menjadi 12 unit dan
titik api berjumlah 724 buah, pipa PDAM 1200 m, kran air, 114 buah, saluran
parit : P .320 m, talang 893m, kaca mati 364 buah, kaca nako :2.912 buah dan
pagar sekolah 3m x 667m : 2.001 m2.
Pada tahun anggaran 1996/1997 SLB-E Negeri pembina tingkat
propinsi mendapatkan bantuan bangunan gedung dari pemerintah berupa :
ruang komputer, ruang screening audiometer, ruang laboratorium bagian A,
ruang gymnasium.
BAB IV
PERANAN SLB-E NEGERI PEMBINA TINGKAT PROPINSI
4.1Terhadap Orangtua Murid
Sekolah merupakan lembaga pendidikan untuk mengembangkan
potensi manusiawi yang dimiliki anak-anak agar mampu menjalankan tugas
tugas kehidupan sebagai manusia, baik secara individual maupun sebagai
anggota masyarakat.26
SLB-E Negeri Pembina dalam hal ini sekolah khusus bagi anak
berkebutuhan khusus sejauh ini, turut serta dalam menjalin hubungan Didalam unsur masyarakat, sekolah harus dapat membentuk dan
mengembangkan budaya sadar akan pentingnya pendidikan.Dalam hal ini,
orang tua dari murid merupakan salah satu unsur dari masyarakat itu, jadi
dapat dikatakan sekolah berperan strategis untuk menciptakan anak-anak
yang cerdas dengan menjadi manusia dewasa yang mampu berdiri sendiri
didalam kebudayaan dan masyarakat sekitarnya.Peran strategis itu salah
satunya adalah menjalin komunikasi yang baik terhadap orang tua murid.
Guru yang merupakan bagian dari perangkat sekolah mengemban tugas itu,
agar tercipta suatu kondisi yang efektif didalam proses tumbuh
berkembangnya anak-anak murid disekolah.
26
komunikasi yang baik terhadap orang tua murid.27 Komunikasi baik berupa
konsultasi perkembangan murid sangat berguna kepada orang tua.28
− Memberikan kesadaran terhadap orang tua akan pentingnya pendidikan
bagi anak berkelainan.
Disinilah
guru selaku pengajar sangat dibutuhkan peranannya dikarenakan pendidikan
bagi anak penderita cacat merupakan pendidikan yang berdasarkan kepada
kelainan. Disamping itu karena pendidikan bagi mereka merupakan
kebutuhan, untuk itulah peranan sekolah harus memberikan kesadaran bukan
saja kepada murid tetapi kepada orang tua murid.
Guru dan orang tua menjadi satuan yang strategis terhadap murid
dikarenakan peranan mereka sangat dibutuhkan terhadap murid, sekolah
dalam artian ini menjadi media atau wadah bagi terciptanya suatu kondisi
yang memungkinkan murid merasa nyaman dan rindu untuk datang
kesekolah, kondisi psikologis inilah salah satu kunci keberhasilan peranan
sekolah. Adapun peranan SLB-E Negeri pembina terhadap orang tua murid
antara lain :
− Menjalin hubungan komunikasi berupa konseling, bimbingan dan laporan
yang rutin terhadap orang tua murid akan perkembangan murid.
− Menjadikan orang tua bagian strategis terhadap perkermbangan anak
− Menerima masukan berupa kritik dan saran dari orang tua akan kondisi
anak murid.
4.2Terhadap Anak Berkelainan
4.2.1 Penyesuaian Sosial Anak Berkelainan
Masalah penyesuaian sosial bagi anak berkelainan bukan sesuatu yang
selalu otomatis mudah dilakukan,hal ini mengingat ketunaan yang dialami
anak berkelainan tentu tidak lepas dari berbagai kesulitan yang mengikutinya,
untuk itulah dibutuhkan peran sekolah dalam menanganinya. Berkaitan
dengan proses penyesuaian sosial anak berkelainan ini; menyusun
berpendapat: pertama, kelainan dari segi fisik saja tidak dapat dipandang
sebagai suatu masalah sosiak psikologis anak berkelainan. Kedua, kelainan
dapat dipandang sebagai suatu ketunaan yang hanya merupakan variasi fisik
yang kurang menguntungkan, baik penilaian yang diberikan oleh masyarakat
maupun yang diberikan oleh penderita itu sendiri atas kecatatannya.29
Berangkat dari pemikiran tersebut dapat disimpulkan bahwa kelainan
yang dialami oleh seseorang memang tidak secara otomatis berakibat pada
penyimpangan kepribadian atau penyesuaian sosial. Hal ini disebabkan
banyak faktor yang turut mempengaruhi, terutama faktor eksternal.Oleh
karena itu untuk, memperkecil frekuensi kemungkinan penyimpangan
tersebut, maka peran keluarga/orang tua menghindarkan sejauh mungkin
29
sikap-sikap yang dapat menyuburkan terjadinya penyimpangan kepribadian
dan penyesuaian sosial dari anaknya yang berkelainan.
Dalam rangka menuju suatu bentuk penyesuaian sosial bagi anak
berkelainan secara efektif, sekolah menggunakan formula acceptance yang
dapat dijadikan sebagai kerangka dasarnya, yaitu:
1. Seorang penyandang kelainan harus menyadari tentang akibat yang
ditimbulkan kemudian, diantaranya: yang menyangkut masalah keluarga,
hubungan hubungan sosial kemasyarakatan, kesempatam kerja, dan
lain-lain (acceptance sosial)
2. Seorang penyandang kelainan harus menyadari tentang sifat dan derajat
kelainan yang dideritanya, komplikasi, dan prognosanya (acceptance
physic)
3. Seorang penyandang kelainan diharapkan tidak menunjukkan
gejala-gejala emosional yang disebabkan oleh ketunaan atau kecacatannya
(acceptance psychology)
Formula lain yang cukup positif dalam mendukung terciptanya proses
pemyesuaian sosial yang efektif bagi anak berkelainan (murid) antara lain
sebagai berikut:
1. Memberikan kesempatan bagi anak yang berkelainan untuk berpartisipasi
aktif dalam kegiatan sosial dimasyarakat,
3. Membimbing anak berkelainan untuk dapat menyadari dan menerima
ketunaanya secara realistis, tanpa harus merasa sebagai bagian yang
terpisah dari masyarakat lainnya,
4. Membantu membimbing dan mengarahkan anak berkelainan dalam meniti
kehidupan masa depannya yang lebih baik.
5. Menanamkan perasaan percaya diri (self confidence) yang mantap kepada
anak berkelainan, agar kelak tidak tergantung kepada orang lain.30
Sebagai individu yang memiliki potensi daya, cipta dan karsa, sebagai
mana layaknya anak normal lainnya, anak berkelainan pun mempunyai
kebutuhan dasar (basic need) yang harus dipenuhi dan digunakan sebagai
dasar penyesuaian sosial, antara lain :
1. Kebutuhan fisikbiologis seperti : pangan, sandang, papan sebagai
kebutuhan primer
2. Kebutuhan menjadi bagian dari suatu kelompok
3. Kebutuhan merasa dirinya dianggap penting dan berguna
4. Kebutuhan untuk mengaktualisasi diri atau mencapai sesuatu untuk
memenuhi berbagai macam kebutuhan diatas, anak berkelainan sering
kali mengalami kegagalan. Hal ini terjadi karena keterbatasan yang
dimiliki sebagai akibat kelainan yang dialami.
Oleh karena itu, untuk memberikan pendidikan dan bimbingan kepada
anak berkelainan sekolah, sebaiknya memperhatikan beberapa aspek penting
30
yang perlu ditumbuh kembangkan dalam kaitannya dengan upaya
penyesuaian diri anak, antara lain: self help (kemampuan menolong diri
sendiri), self supporting (Kemampuan motivasi tinggi), self concept
(kemampuan memahami konsep diri), self care (kemampuan memelihara
diri) dan self orientation (kemampuan mengarahkan diri).
4.2.2 Prinsip Pendidikan Anak Berkelainan
Mendidik anak yang berkelainan fisik, mental maupun karakteristik
perilaku sosialnya, tidak sama seperti mendidik anak normal, sebab selain
memerlukan suatu pendekatan yang khusus juga melakukan strategi yang
khusus. Hal ini semata-mata karena bersandar pada kondisi yang dialami anak
berkelainan. Oleh karena itu sekolah mengambil peran melalui pendekatan
dan strategi khusus dalam mendidik anak berkelainan, diharapkan anak
berkelainan dapat menerima kondisinya, dapat melakukan sosialisasi dengan
baik, mampu berjuang sesuai dengan kemampuannya, memiliki keterampilan
yang sangat dibutuhkan dan menyadari sebagai warga negara dan anggota
masyarakat.31
Pengembangan prinsip-prinsip pendekatan khusus yang diberikan
sekolah dalam upaya mendidik anak berkelainan, antara lain sebagai
1. Prinsip Kasih Sayang
Prinsip kasih sayang pada dasarnya adalah menerima mereka sebagai
mana adanya, dan mengupayakan agar mereka dapat menjalani hidup dan
kehidupan dengan wajar, seperti layaknya anak normal lainnya. Oleh karena
itu, upaya yang perlu dilakukan mereka adalah : tidak bersikap memanjakan,
tidak bersikap acuh tak acuh terhadap kebutuhan dan memberikan tugas yang
sesuai dengan kemampuan anak.
2. Prinsip layanan individual
Pelayanan individual dalam rangka mendidik anak berkelainan perlu
mendapatkan porsi yang lebih besar, sebab setiap anak berkelainan dalam
jenis dan derajat yang sama seringkali memiliki keunikan masalah yang
berbeda antara satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, upaya yang perlu
dilakukan untuk mereka selama menjalani pendidikan disekolah, antara lain :
Jumlah siswa yang dilayani guru tidak dari 4 - 6 orang dalam setiap
kelasnya, pengaturan kurikulum dan jadwal pelajaran dapat bersifat fleksibel,
penataan kelas harus dirancang sedemikian rupa sehingga guru dapat
menjangkau semua siswanya dengan mudah dan modifikasi alat bantu
pengajaran.
3. Prinsip Persiapan
Untuk menerima suatu pelajaran tentu diperlukan kesiapan. Khususnya
kesiapan anak untuk mendapatkan pelajaran yang akan diajarkan, terutama