• Tidak ada hasil yang ditemukan

S PSI 1001411 Chapter1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "S PSI 1001411 Chapter1"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kekerasan dalam berpacaran menjadi sebuah fenomena sosial yang

sangat memprihatinkan. Lundberg & Marmion (2006), menyatakan bahwa

kekerasan dalam berpacaran adalah pola perilaku yang digunakan untuk

mengendalikan pasangan dalam sebuah hubungan yang belum menikah dan

menjadi upaya pembelajaran untuk melakukan tindakan kekerasan dalam

hubungan pernikahan. Terdapat bentuk-bentuk kekerasan dalam berpacaran

yang meliputi kekerasan fisik, psikis, dan seksual.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Komnas Perempuan, setiap

tahunnya daerah Jawa Barat menduduki peringkat ketiga tertinggi di

Indonesia dalam kasus kekerasan terhadap perempuan. Kasus kekerasan

dalam berpacaran yang terjadi di Indonesia menduduki peringkat kedua

tertinggi setelah kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Sepanjang

tahun 2011 terdapat 1.405 kasus kekerasan dalam berpacaran dan terdapat

1.085 kasus sepanjang tahun 2012. Sedangkan, sepanjang tahun 2013 kasus

kekerasan dalam berpacaran meningkat jumlahnya menjadi 2.507 kasus dan

menurun menjadi 1.784 kasus sepanjang tahun 2014. Wanita yang menjadi

korban kekerasan dalam berpacaran pada umumnya berusia 13-40 tahun.

Korban kekerasan dalam berpacaran pada usia 25-40 tahun menduduki

peringkat pertama, usia 13-18 tahun menduduki peringkat kedua, sedangkan

usia 19-24 tahun menduduki peringkat ketiga (Komnas Perempuan, 2012;

2013; 2014; 2015).

Salah satu kasus kekerasan dalam berpacaran yang terjadi di Indonesia

dan terpublikasi di media masa adalah kasus yang dialami oleh Ardina Rasti.

Tindakan kekerasan yang dialami Rasti selama satu setengah tahun

berpacaran dengan Eza Gionino, sebanyak dua kali. Eza melakukan tindakan

kekerasan di kediaman Rasti. Pada bulan Juli 2011, Rasti pertama kalinya

mengalami tindakan kekerasan. Pada saat itu, Eza cemburu terhadap seorang

(2)

merendahkan Rasti dengan kata-kata kasar tetapi juga melakukan tindakan

kekerasan fisik sehingga Rasti menjalani perawatan di rumah sakit. Tindakan

kekerasan yang kedua, dialami Rasti pada bulan Juni 2012. Pada saat itu,

Rasti tidak mengikuti permintaan Eza untuk tidak melakukan sebuah syuting

sehingga Rasti mengalami penamparan, benturan di kepala, dorongan, dan

direndahkan dengan menggunakan kata-kata kasar (Tribunnews.com, 2013;

detik.com, 2013).

Kecemburuan terhadap sutradara menyebabkan Eza melakukan

kekerasan psikis yang diikuti oleh kekerasan fisik. Hal ini, sejalan dengan

penelitian Murfy et al (dalam Foran et al, 2014) yang menyatakan bahwa

kekerasan fisik dalam sebuah hubungan disebabkan oleh kekerasan psikis

yang sebelumnya telah dialami.

Kecemburuan merupakan salah satu tanda yang selalu diperlihatkan oleh

pelaku kekerasan. Selain itu, pelaku juga memperlihatkan tanda-tanda, seperti

mengatur, memiliki keinginan yang tidak realistis, mengisolasi, menyalahkan

pasangan, “playfull” menggunakan kekerasan seksual, kekerasan verbal,

kepribadian Jeklly and Hyde, melakukan ancaman, dan menggunakan

kekerasan saat berdebat (Lundberg & Marmion, 2006).

Kekerasan dalam berpacaran menjadi sebuah siklus dalam pola interaksi

pasangan. Walker (dalam Krahe, 2005) menjelaskan mengenai siklus

kekerasan yang terjadi dalam pola interaksi pasangan. Siklus kekerasan

tersebut membantu menjelaskan mengapa para korban tetap bertahan dalam

suatu hubungan yang disertai penganiayaan selama siklus tersebut

berlangsung.

Siklus kekerasan dalam berpacaran, diawali dengan membangun

ketegangan dalam hubungan sehingga mengakibatkan terjadinya ledakan

kekerasan. Setelah itu, diikuti oleh periode yang lebih harmonis dimana

pelaku kekerasan memperlihatkan kasih sayang yang dimilikinya sehingga

korban tetap mempertahankan hubungan dan membangun intimacy dengan

pelaku. Menurut Linder (2007), intimacy dalam hubungan berpacaran

dibangun dengan kepercayaan, pengertian, penerimaan, dan menghargai

(3)

Jenis intimacy yang dibangun oleh pasangan dalam hubungan berpacaran

berbeda-beda. Oleh sebab itu, mungkin setiap pasangan memiliki jenis

intimacy yang berbeda dengan pasangan lain dalam hubungan berpacaran.

Layder (2009), mengungkapkan bahwa jenis intimacy dalam hubungan

berpacaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan berkomunikasi. Wanita

memiliki kemampuan berkomunikasi yang berbeda dengan laki-laki.

Kemampuan berkomunikasi yang dimiliki seorang wanita dapat

membantu wanita tersebut untuk melakukan pendekatan terhadap

pasangannya dalam hubungan berpacaran. Menurut Erickson (1968), intimacy

adalah proses dalam sebuah hubungan dimana individu menemukan identitas

dan melakukan pendekatan terhadap diri individu lain (dalam Santrock,

2012).

Proses dimana individu menemukan identitasnya terjadi pada masa

dewasa awal. Menurut Erikson, pada masa dewasa awal (young adulthood)

individu mampu membangun sebuah hubungan romantis dan komitmen yang

dipenuhi dengan rasa cinta terhadap individu lain (dalam Friedman dan

Schustack, 2006).

Kriteria usia periode masa dewasa awal (young adulthood) adalah 18-40

tahun (Hurlock, 1991). Pada usia 20-30 tahun, selain berada pada masa

dewasa awal (young adulthood), individu juga berada pada tahap ke VI

perkembangan psikososial intimacy vs isolation. Menurut Boeree (2010),

pada tahap intimacy individu memiliki tugas untuk menjalin intimacy dengan

individu lain dan tidak menjauhkan diri dari lingkungan sosial isolation. Ciri

khas pada tahap intimacy vs isolation, menunjukkan adanya hubungan yang

dipenuhi rasa cinta terhadap individu lain untuk menjalin intimacy seperti

keluarga, kerabat, dan lawan jenis.

Intimacy dengan lawan jenis tidak jarang disertai dengan komitmen

untuk menjalin hubungan berpacaran. Menurut Erickson (1968), komitmen

sebuah hubungan terdapat di dalam intimacy (dalam Santrock, 2012). Dalam

penelitiannya, Marcus et al (2002) menyatakan bahwa intimacy merupakan

inti dari sebuah hubungan. Oleh sebab itu, intimacy dalam hubungan

(4)

tersebut, sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumter et al

(2013) bahwa masa dewasa awal memiliki tingkat intimacy yang lebih tinggi

daripada masa remaja. Selain itu, dalam penelitian yang dilakukan oleh

Montgomery (2005) juga menjelaskan bahwa pada dewasa awal wanita

memiliki intimacy yang lebih besar daripada laki-laki meskipun wanita

tersebut tidak mengalami cinta pada pandangan pertama dan tidak memiliki

kepercayaan terhadap pasangannya.

Meskipun intimacy memiliki peran yang penting dalam sebuah hubungan

namun kekerasan dalam berpacaran sering terjadi pada jenis intimacy yang

modern. Santore (2008) dalam penelitiannya, menjelaskan bahwa intimacy

yang modern memberikan peluang yang lebih besar untuk melakukan

perubahan gaya dalam menjalin sebuah hubungan sesuai dengan tradisi sosial

yang terdahulu secara umum.

Kekerasan yang terjadi dalam hubungan berpacaran pada masa dewasa

awal dapat menyebabkan perubahan intimacy pasangan dalam hubungan.

Rubin et al (2012) dalam penelitiannya, menjelaskan bahwa intimacy dapat

berubah dari waktu ke waktu dan intimacy dapat terus berkembang pada

sebuah hubungan yang memiliki gairah.

Berdasarkan data yang telah dipaparkan, kasus kekerasan dalam

berpacaran banyak terjadi di Indonesia. Sebagian besar korban dari kasus

kekerasan dalam berpacaran adalah wanita. Sebagai korban kekerasan, wanita

memilih untuk tetap membangun intimacy dengan pasangannya dalam

hubungan berpacaran meskipun hubungan tersebut diwarnai tindak

kekerasan. Selain itu, wanita juga memiliki cara yang berbeda dalam

membangun intimacy dengan pasangannya. Hal tersebut, menjadi hal yang

menarik perhatian peneliti. Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan

penelitian lebih lanjut mengenai intimacy wanita korban kekerasan dalam

berpacaran.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, penelitian ini berfokus

(5)

dibangun dengan kepercayaan, pengertian, penerimaan, dan menghargai

pasangan. Penelitian mengenai intimacy wanita korban kekerasan dalam

berpacaran akan digambarkan melalui enam jenis intimacy dalam hubungan

berpacaran yang dikemukakan oleh Layder (2009), yaitu: 1) dynamic

intimacy, 2) episodic intimacy, 3) semi-detached intimacy, 4) pretence

intimacy, 5) manipulative intimacy, dan 6) oppressive intimacy.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, individu berkomitmen

untuk menjalin hubungan berpacaran pada masa dewasa awal. Hubungan

berpacaran pada masa dewasa awal dilandasi dengan intimacy karena

intimacy memiliki peran yang sangat penting dalam membangun hubungan

berpacaran. Namun, terkadang dalam membangun intimacy di dalam

hubungan berpacaran terjadi tindak kekerasan.

Rumusan masalah di atas dijabarkan dalam pertanyaan penelitian sebagai

berikut:

1. Bagaimana intimacy wanita korban kekerasan dalam berpacaran?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran mengenai:

1. Untuk mengetahui gambaran intimacy wanita korban kekerasan dalam

berpacaran.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, sebagai

berikut:

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi

tambahan Psikologi Perkembangan mengenai tahap perkembangan

psikososial intimacy vs isolation. Dimana salah satu tugas dari tahap

perkembangan psikososial tersebut adalah membangun intimacy dalam

(6)

2. Menjadi sumber informasi bagi masyarakat luas terutama wanita dewasa

awal sehingga mengetahui apa yang harus dilakukan untuk mencegah

terjadinya kasus kekerasan dalam berpacaran di masyarakat.

F. Struktur Organisasi Skripsi

BAB I: PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, fokus penelitian, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi.

Pada bab ini, peneliti menjelaskan alasan mengapa intimacy wanita terhadap

pasangannya yang melakukan kekerasan dalam berpacaran dalam diangkat

dalam penelitian ini.

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan tinjauan teori yang mendasari masalah yang

menjadi objek penelitian. Teori yang dijabarkan dalam bab ini adalah

mengenai pengertian intimacy, kekerasan dalam berpacaran, dan dewasa

awal.

BAB III: METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan desain penelitian, instrumen penelitian, lokasi dan

subjek penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan uji

keabsahan data.

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi hasil penelitian dan pembahasan. Hasil penelitian berupa

pemaparan data dengan tabel display data yang bersisikan pokok-pokok hasil

penelitian yang disertai dengan intepretasi. Pembahasan berisi analisis yang

mendalam mengenai gambaran intimacy wanita terhadap pasangannya yang

melakukan kekerasan dalam berpacaran.

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menguraikan kesimpulan yang disampaikan dalam bentuk

pendapat baru sebagai jawaban permasalahan yang diungkapkan berdasarkan

hasil penelitian dan pembahasan. Saran berisi anjuran yang bersifat

operasional, kebijakan, maupun konseptual yang ditujukan pengguna hasil

Referensi

Dokumen terkait

After the writer analyzes the characterization of Eliza, Higgins, Alfred and Eliza’s experiences as the object of men’s domination, the writer finds that the thought and the

(Ketujuh bidadari mencari selendang Nawang Wulan dan Nawang Tahun yang hilang) Nawang Menit : “Ngapin kita ikut nyari, lha wong bukan selendang kita yang hilang?. Nawang Minggu

Hasil Analisis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit... Sidik Ragam Transformasi

Perancangan sistem ini menghasilkan sebuah aplikasi dari pendaftaran pasien hingga pembuatan laporan klinik yang terdiri dari laporan bulanan kunjungan pasien

Dari beberapa pendapat tersebut dapat diinferensikan bahwa perencanaan pembelajaran hendaknya mengandung unsur 1) tujuan dan kompetensi yang akan dicapai peserta didik, 2)

VOLUME COMPUTATION OF A STOCKPILE – A STUDY CASE COMPARING GPS AND UAV MEASUREMENTS IN AN OPEN PIT QUARRYP.

Program studi Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PS-PPDH) Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala mempunyai komitmen menghasilkan dokter hewan yang memiliki

[r]