• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 INTRODUKSI. riset, problem riset, pertanyaan riset, motivasi riset, tujuan riset, kontribusi riset,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 INTRODUKSI. riset, problem riset, pertanyaan riset, motivasi riset, tujuan riset, kontribusi riset,"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 INTRODUKSI

Bab 1 di dalam riset ini berisi tentang latar belakang pemilihan judul, konteks riset, problem riset, pertanyaan riset, motivasi riset, tujuan riset, kontribusi riset, proses riset dan sistematika penulisan.

1.1 Latar Belakang

Penghitungan kerugian keuangan negara merupakan suatu upaya untuk menentukan jumlah uang pengganti/tuntutan ganti rugi, sebagai salah satu patokan jaksa untuk melakukan penuntutan mengenai berat/ringannya hukuman dan sebagai bahan gugatan/penuntutan sesuai yang berlaku dalam kasus perdata (Soepardi, 2009). Adapun penentuan kerugian keuangan negara dalam proses Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) didasari pada beberapa pemahaman. Pasal 6 ayat 2 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan, “Tidak Seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggungjawab, dan telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya.”

Pemahaman alat bukti yang sah merujuk pada siapa atau instansi mana yang berwenang untuk menghitung dan menyimpulkan kepastian nilai kerugian keuangan negara. Undang-undang Dasar 1945 pada Pasal 23E ayat 1 menjelaskan bahwa audit atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kewenangan BPK kemudian diperjelas

(2)

pada pasal 10 angka 1 Undang-undang Nomor 15 tahun 2006. Pasal tersebut menjelaskan bahwa BPK memiliki kewenangan untuk menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian keuangan negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara. Selain BPK, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangun (BPKP) juga memiliki wewenang untuk menghitung kerugian keuangan negara. Kewenangan BPKP diatur melalui pasal 27 Peraturan Presiden Nomor 192 tahun 2014 tentang Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Pasal tersebut menjelaskan bahwa BPKP juga memiliki kewenangan untuk menghitung kerugian keuangan negara.

Pembuktian suatu tindak pidana korupsi diperkuat dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor:31/PUU-X/2012 pada tanggal 23 Oktober 2012. Pada pertimbangan hukum poin [3.14] disebutkan bahwa, “KPK bukan hanya dapat berkoordinasi dengan BPKP dan BPK dalam rangka pembuktian suatu tindak pidana korupsi, melainkan juga dapat berkoordinasi dengan instansi lain, bahkan bisa membuktikan sendiri di luar temuan BPKP dan BPK, misalnya dengan mengundang ahli atau dengan meminta bahan dari inspektorat jenderal atau badan yang mempunyai fungsi yang sama dengan itu dari masing-masing instansi pemerintah, bahkan dari pihak-pihak lain (termasuk dari perusahaan), yang dapat menunjukkan kebenaran materiil dalam penghitungan kerugian keuangan negara dan/atau dapat membuktikan perkara yang sedang ditanganinya.”

(3)

Salah satu permasalahan dalam penanganan tindak pidana korupsi di pengadilan ialah penentuan jumlah kerugian keuangan negara. Permasalahan terjadi jika terdapat perbedaan penghitungan antar ahli ataupun berbagai instansi yang berwenang. Perbedaan penghitungan kerugian keuangan negara sering terjadi dalam berbagi kasus di pemerintah pusat hingga pemerintah daerah. Seperti halnya di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), perbedaan penghitungan kerugian keuangan sering terjadi pada beberapa kasus yang ditangani di Pengadilan Tipikor Yogyakarta.

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tahun 2013-2014 mencatat bahwa Pengadilan Tipikor Yogyakarta memproses tiga kasus korupsi yang mengalami perbedaan dalam penentuan besaran kerugian keuangan negara. Perbedaan terjadi pada penghitungan yang dilakukan oleh beberapa instansi yang diminta secara khusus oleh jaksa penuntut umum untuk melakukan penghitungan. Putusan Mahkamah Agung No.30/Pid.Sus/2013/P.Tpkor.Yk, pada tahun 2013 mengungkapkan adanya Kasus Korupsi Biaya Operasional Kendaraan (BOK) Bus Trans Jogja oleh PT Jogja Tugu Trans yang menyebabkan kerugian keuangan negara. BPKP Perwakilan DIY telah melakukan penghitungan kerugian pada kasus tersebut namun belum menemukan indikasi kerugian keuangan negara. Disisi lain, BPK memberikan hasil penghitungan yang berbeda. Berdasarkan laporan No.07A/LHP/XVIII.YOG/06/2013 dalam Putusan Mahkamah Agung No.30/Pid.Sus/2013/P.Tpkor.Yk dijelaskan bahwa terdapat kerugian negara sebesar Rp413.437.743,00. Hakim Pengadilan Tipikor Yogyakarta menggunakan

(4)

hasil penghitungan yang dilakukan oleh BPK sebagai pertimbangan untuk memberikan hukuman kepada terdakwa.

Perbedaan penghitungan terulang kembali pada tahun 2014, kasus bantuan pengadaaan tiga belas alat kesehatan pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Yogyakarta menyebabkan kerugian keuangan negara (Putusan Mahkamah Agung No.14/Pid.Sus-TPK/2014/PN.Yyk). Menurut penghitungan ahli oleh BPKP Perwakilan DIY, tertuang dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) Nomor SR-335/PW12/5/2014 dalam Putusan Mahkamah Agung No.14/Pid.Sus-TPK/2014/PN.Yyk, terjadi kerugian keuangan negara akibat pengadaan alat kesehatan sebesar Rp861.731.583,00. Jaksa penuntut umum memiliki hasil penghitungan yang berbeda dengan BPKP. Setelah melakukan penghitungan ulang kerugian keuangan negara seperti yang tertuang dalam surat tuntutan Registrasi Perkara Nomor PDS-03/YOGYA/Ft.1/06.2014 dalam Putusan Mahkamah Agung No.14/Pid.Sus-TPK/2014/PN.Yyk, jaksa menemukan adanya kerugian keuangan negara sebesar Rp467.111.822,00. Namun, Hakim Pengadilan Tipikor Yogyakarta tidak sependapat dengan hasil penghitungan baik yang dilakukan oleh BPKP Perwakilan DIY maupun penghitungan yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum. Hakim berpendapat bahwa kerugian keungan negara hanya sebesar Rp106.696.209,00.

Kasus selanjutnya pada tahun 2015, menurut Putusan Mahkamah Agung No.4/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Yyk, penggunaan dana hibah yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Bantul kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) yang kemudian diberikan kepada Persiba Bantul dalam pengelolaannya

(5)

menyebabkan kerugian keuangan negara. Menurut Inspektorat Kabupaten Bantul, sesuai dengan LHP Nomor: X.900/175/2013 dalam Putusan Mahkamah Agung No.4/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Yyk, terjadi kerugian keuangan negara sebesar Rp740.952.250,00. Namun, menurut penghitungan ahli yang dilakukan oleh BPKP Perwakilan DIY, tertuang dalam laporan hasil pemeriksaan Nomor: SR-362/PW-12/5/2014 dalam Putusan Mahkamah Agung No.4/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Yyk, terjadi kerugian keuangan negara sebesar Rp817.980.100,00 dalam pengelolaan dan hibah. Hakim Pengadilan Tipikor Yogyakarta tidak sependapat dengan hasil penghitungan BPKP Perwakilan DIY maupun penghitungan yang dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten Bantul. Hakim berpendapat bahwa kerugian keungan negara sebesar Rp1.040.779.560,00.

Perbedaan penghitungan pada tiga kasus yang dijelaskan di atas, mengindikasikan bahwa terdapat penggunaan metode yang berbeda dalam penghitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh instansi yang berwenang ataupun instansi yang diminta secara khusus, terutama Inspektorat Kabupaten Bantul dan BPKP Perwakilan DIY sebagai auditor internal pemerintah. Penggunaaan prinsip-prinsip auditing pada proses penghitungan dapat memengaruhi hasil yang ditentukan oleh ahli. Penentuan kerugian yang tepat memiliki manfaat bagi pengembalian jumlah uang pengganti yang harus dikembalikan oleh pelaku korupsi. Namun, belum ada penelitian yang dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab terjadinya perbedaan penghitungan yang dilakukan oleh para ahli.

(6)

Oleh karena itu, riset ini mencoba untuk mengidentifikasi dan menganalisis penggunaan metode penghitungan kerugian yang dilakukan oleh beberapa instansi yang berwenang serta penyebab terjadinya perbedaan penghitungan antar instansi tersebut. Pemahaman akan dilakukan pada kasus yang terjadi pada tahun 2015, yakni kasus bantuan dana hibah Persiba Bantul. Pemilihan kasus tersebut didasarkan karena potensi kerugian dari kasus tersebut paling besar dan melibatkan inspektorat sebagai Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Riset ini kemudian akan membandingkan penghitungan yang dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten Bantul, BPKP Perwakilan DIY, dan Hakim Pengadilan Tipikor Yogyakarta. Diharapkan riset ini mampu memberikan gambaran yang utuh terkait perbedaan penghitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh instansi yang berwenang.

1.2 Problem Riset

Permasalahan yang menjadi fokus dalam riset ini ialah perbedaan penghitungan kerugian keuangan negara pada Kasus Korupsi Dana Hibah Persiba Bantul yang dilakukan oleh instansi berwenang. Permasalahan tersebut dijabarkan sebagai berikut.

a. Instansi berwenang yaitu Inspektorat Kabupaten Bantul, BPKP Perwakilan DIY, dan Hakim Pengadilan Tipikor Yogyakarta yang melakukan penghitungan kerugian negera memperoleh hasil yang berbeda dalam menentukan kerugian keuangan negara. Menurut Putusan Mahkamah Agung No.4/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Yyk, penghitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh ahli, yakni (1) Audit oleh

(7)

Inspektorat Kabupaten Bantul telah terjadi kerugian negera Cq. Pemerintah Kabupaten Bantul sebesar Rp740.952.250,00, (2) Penghitungan BPKP Menunjukkan telah tejadi kelebihan pembayaran sebesar Rp817.980.100,00, dan (3) Hakim menunjukkan bahwa negara Cq. Pemerintah Kabupaten Bantul menderita kerugian sejumlah Rp1.040.779.560,00.

b. Hakim tidak menggunakan hasil penghitungan kerugian keuangan negara dari BPKP Perwakilan DIY ataupun dari Inspektorat Kabupaten Bantul tetapi menghitung sendiri jumlah kerugian sebesar Rp1.040.779.560,00. Perbedaan penghitungan inilah yang mempengaruhi putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta dalam menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa.

1.3 Pertanyaan Riset

Berdasarkan problem riset yang dijelaskan di atas, maka pertanyaan riset yang diajukan sebagai sebagai berikut.

a. Bagaimana metode penghitungan kerugian keuangan negara yang digunakan oleh BPKP Perwakilan DIY, Inspektorat Kabupaten Bantul, dan Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Yogyakarta? b. Mengapa terjadi perbedaan penghitungan kerugian keuangan negara untuk

Kasus Korupsi Dana Hibah Persiba Bantul yang dihitung oleh BPKP Perwakilan DIY, Inspektorat Kabupaten Bantul, dan Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Yogyakarta?

(8)

1.4 Motivasi Riset

Riset ini dimotivasi dengan fakta bahwa pada tahun 2013-2015 terjadi perbedaaan penghitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh instansi berwenang/ahli pada kasus yang ditangani di Pengadilan Tipikor Yogyakarta. Riset ini ingin mengidentifikasi permasalahan apa yang terjadi saat penghitungan dan memberikan solusi untuk memecahkannya. Solusi ini dapat dijadikan landasan ketika melakukan penghitungan kerugian keuangan negara pada kasus korupsi yang ditangani di Pengadilan Tipikor Yogyakarta.

1.5 Tujuan Riset

Riset ini bertujuan untuk:

a. Mengidentifikasi, menganalisis dan membandingkan metode penghitungan kerugian keuangan negara yang digunakan oleh Auditor Investigatif BPKP Perwakilan DIY, Inspektorat Kabupaten Bantul, dan Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Yogyakarta

b. Mengidentifikasi dan menganalisis penyebab terjadinya perbedaan penghitungan kerugian keuangan negara untuk kasus dana hibah Persiba Bantul yang dihitung oleh BPKP Perwakilan DIY, Inspektorat Kabupaten Bantul, dan Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Yogyakarta.

(9)

1.6 Kontribusi Riset

Kontribusi yang di harapkan dari riset ini antara lain.

a. Kontribusi Praktis, yakni memberikan kontribusi bagi instansi berwenang atau pun instansi lain yang diminta secara khusus untuk menghitung kerugian negara sehingga dapat memberikan keyakinan kepada hakim untuk menjatuhkan hukuman dalam perkara tindak pidana korupsi.

b. Kontribusi Teoritis, memberikan tambahan bukti empiris bagi audit sektor publik maupun audit investigatif terkait penghitungan kerugian keuangan negara. Riset ini juga memperkuat penyebab terjadinya perbedaan hasil penghitungan kerugian negara oleh instansi yang berwenang.

1.7 Proses Riset

Riset ini merupakan riset studi kasus yang mengambil objek pada tiga instansi, yaitu BPKP Perwakilan DIY, Inspektorat Kabupaten Bantul, dan Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negari Yogyakarta. Proses riset secara singkat dilakukan sebagai berikut sebagai berikut.

a. Menemukan permasalahan riset, menentukan pertanyaan riset, tujuan, dan pondasi teoritikal riset studi kasus mengenai kerugian keuangan negara. b. Menentukan metoda riset.

c. Melakukan riset dengan pengumpulan data melalui proses analisis data terkait dan wawancara.

d. Mengevaluasi hasil temuan dan analisis. e. Memberikan kesimpulan dan rekomendasi.

(10)

1.8 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam riset ini disajikan dalam lima bab sebagai berikut. BAB 1: Introduksi

Bagian ini menguraikan tentang latar belakang, konteks riset, rumusan masalah, pertanyaan riset, tujuan riset, kontribusi riset, proses riset, dan sistematika penulisan.

BAB 2: Kajian Pustaka

Bagian ini membahas teori yang melandasi riset ini dan riset terdahulu yang telah dilakukan.

BAB 3: Disain Riset

Bagian ini menguraikan mengenai gambaran umum objek yang diteliti dan disain riset yang digunakan.

BAB 4: Analisis dan Diskusi

Bagian ini menguraikan mengenai analisis data dan diskusi hasil temuan riset studi kasus.

BAB 5 : Konklusi dan Rekomendasi

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mempelajari daya jerap dan kinetika adsorpsi logam Cu (II) dengan serbuk gergaji terasetilasi pada proses continue, dilakukan variasi tinggi unggun adsorben yaitu : 10 ;

Abstrak: Riset terdahulu atau riset yang relevan sangat penting dalam suatu riset atau artikel ilmiah. Riset terdahulu atau riset yang relevan berfungsi untuk memperkuat

Puji syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas kemurahan-Nya yang telah memberikan kemudahan, kelancaran kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul

Sehingga memudahkan audience untuk menentukan tujuan atau arah yang akan dilaluinya.Untuk mengajak masyarakat dalam waktu tertentu agar beralih dari kendaraan bermotor

Abstract: Riset terdahulu atau riset yang relevan sangat penting dalam suatu riset atau artikel ilmiah. Riset terdahulu atau riset yang relevan berfungsi untuk memperkuat

Jamur yang sering ditemukan di Gunung Singgalang yaitu dari sub-kelas Hymenomycetidae, sedangkan dari sub- kelas Phragmobasidiomycetidae dan Gasteromycetidae ditemukan

IDENTIFIKASI MOLEKULER SPESIES TAENIA DAN SEROPREVALENSI CYSTICERCOSIS PADA PENDERITA TAENIASIS YANG DATANG KE BAGIAN PARASITOLOGI FAKULTAS 2 101 NI LUH

Abstract: Riset terdahulu atau riset yang relevan sangat penting dalam suatu riset atau artikel ilmiah. Riset terdahulu atau riset yang relevan berfungsi untuk memperkuat