• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI-NILAI KECERDASAN SPIRITUAL DALAM BUKU FIHI MA FIHI KARYA JALALUDDIN RUMI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "NILAI-NILAI KECERDASAN SPIRITUAL DALAM BUKU FIHI MA FIHI KARYA JALALUDDIN RUMI"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

i

NILAI-NILAI KECERDASAN SPIRITUAL

DALAM BUKU FIHI MA FIHI

KARYA JALALUDDIN RUMI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

ANDREAN ODIANSYAH IRAWAN

NIM : 111-13-270

JURUSAN TARBIYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI (IAIN)

SALATIGA

(2)

ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Lamp. : -

Hal : Naskah Skripsi

Andrean Odiansyah Irawan

Kepada

Yth. Dekan FTIK IAIN Salatiga Di Tempat

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Setelah meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini kami kirimkan naskah skripsi saudara :

Nama : Andrean Odiansyah Irawan NIM : 111 13 270

Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Judul : Nilai-Nilai Kecerdasan Spiritual dalam Buku Fihi Ma Fihi Karya Jalaluddin Rumi

Dengan ini kami mohon kepada Bapak Dekan FTIK IAIN Salatiga agar skripsi saudara tersebut di atas segera dimunaqosahkan. Demikian agar menjadi perhatian.

Wassalamu’alaikumWr. Wb.

Salatiga, 6 September 2017 Pembimbing

(3)

iii

KEMENTERIAN AGAMA RI

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK) Jl. Lingkar Salatiga Km. 2 Telepon: (0298) 6031364 Salatiga 50716 Website: tarbiyah.iainsalatiga.ac.id Email: tarbiyah@iainsalatiga.ac.id

SKRIPSI

NILAI-NILAI KECERDASAN SPIRITUAL DALAM BUKU FIHI MA FIHI

KARYA JALALUDDIN RUMI

DISUSUN OLEH

Andrean Odiansyah Irawan

NIM: 111 13 270

Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 29 September 2017 dan telah diterima sebagai bagian dari syarat–syaratuntuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.).

Susunan Panitia Penguji

Ketua Penguji : Mufiq, M. Phil __________________

Sekretaris Penguji :Drs. Djuz’ an, M. Hum __________________

Penguji I : Dra. Urifatun Anis, M.PdI __________________

Penguji II : Dra. Ulfah Susilowati, M.Si __________________ Salatiga, 2Oktober 2017 DekanFTIK IAIN Salatiga

Suwardi, M. Pd.

(4)

iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Andrean Odiansyah Irawan NIM : 111 13 270

Jurusan : Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK)

Judul : Nilai-Nilai Kecerdasan Spiritual Dalam Buku Fihi Ma Fihi karya Jalaluddin Rumi

Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar–benarmerupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis untuk dapat dimaklumi.

Salatiga, 2Oktober 2017 Penulis

(5)

v MOTTO

ٌﺪﯾِﺪَﺸَﻟ ﻰِﺑاَﺬَﻋ ﱠنِإ ْﻢُﺗ ْﺮَﻔَﻛ ﻦِﺌَﻟ َو ۖ ْﻢُﻜﱠﻧَﺪﯾ ِزَ َﻷ ْﻢُﺗ ْﺮَﻜَﺷ ﻦِﺌَﻟ

"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat)

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Syukur Alhamdulillah terurai dari sanubari atas karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang sederhana ini penulis persembahkan untuk orang–orang yang telah memberikan kisah kasih tentang makna dan semangat hidup serta langkah bijak dalam meniti kehidupan. Skripsi ini penulis persembahkan kepada :

1. Bapak dan Ibuku tercinta Bapak Supardi dan Ibu Endang Supriyati serta Adikku tersayang Anita Berliana Rahma dan seluruh keluargaku yang selalu melengkapi kehidupanku dalam segala hal. Selalu memberikan kasih sayang, semangat, dan do’a yang tiada henti, sehingga skripsi ini bisa penulis selesaikan.

2. Almamaterku tercinta IAIN Salatiga.

3. Teman-teman seperjuangan angkatan 2013 IAIN Salatiga.Teman-teman KKL, teman-teman PPL dan teman-teman KKN.

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Dengan menyebut nama Allah Swt yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, segala puji dan syukur kehadirat Allah Swt, yang telah memberikan rahmat, taufik serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tanpa halangan suatu apapun. Shalawat serta salam senantiasa tercurah terhadap Nabi agung Muhammad Saw, kepada keluarga, sahabat dan pengikutnya yang selalu setia dan menjadikannya suri tauladan bagi umat manusia dari zaman kegelapan menuju zaman terang benderang serta yang selalu kita nanti-nantikan syafaatnya besok di yaumil qiyamah.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak sedikit halangan, hambatan, gangguan dan kesulitan yang dihadapi. Namun berkat bantuan, bimbingan dan motivasi berbagai pihak yang telah berkenan membantu dan memberikan dorongan baik moril maupun materiil penulis menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada :

1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga

2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan 3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam 4. Ibu Rr. Dewi Wahyu Mustika Sari, M.Pd., selaku pembimbing akademik 5. Bapak Drs. Djuz’an, M. Hum., selaku pembimbing yang telah membimbing

(8)

viii

6. Bapak Supardi dan Ibu Endang Supriyati, selaku orang tua penulis yang telah memberikan do’a restunya dan memberikan dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis dan yang mungkin tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Akhirnya penulis berharap, semoga jasa dan bantuan yang telah diberikan menjadi amal baik dan mendapat balasan dari Allah Swt. Dalam penyusunan skripsi ini, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Hal ini dikarenakan keterbatasan dari segala aspek yang dimiliki oleh penulis sendiri. Untuk itu, kritik dan saran terbuka luas dan selalu penulis harapkan. Semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi penulis serta para pembaca pada umumnya. Amin.

Salatiga, 6 September 2017

(9)

ix ABSTRAK

Irawan, Andrean Odiansyah. 2017. Nilai-nilai Kecerdasan Spritual Dalam Buku

Fihi Ma Fihi Karya Jalaluddin Rumi . Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama

Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Drs. Djuz’ an, M. Hum

Kata kunci: Nilai-nilai Kecerdasan Spiritual.

Sebagai seorang pujangga cinta Jalaluddin Rumi adalah salah satu tokoh yang sangat populer di dunia Islam, melalui puisi dan syair dia mengungkapan dengan segala kekaguman diri dan hakikat cinta. Dengan semangat baru melalui kekuatan perasaan dapat mengendalikan akal dan nafsu hal inilah yang menjadikan rasa cinta penulis terhadap karya beliau. Jalaluddin Rumi adalah seorang tokoh besar sufi, dia lahir di Balkh, sekarang Afganistan, pada tahun 604 H/ 1027 M. Ayahnya, baha’ Walad, adalah seorang da’i terkenal, ahli fiqh sekaligus Sufi, yang menempuh jalan rohani sebagaimana Ahmad Ghazzali, saudara muhamad Ghazzali yang juga seorang Sufi terkenal.Salah satu kitabnya adalah Fihi Ma Fihi, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kecerdasan spiritual menurut Jalaluddin Rumi dalam kitab Fihi Ma Fihi. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: (1)Sejauh manakah Nilai Kecerdasan Spiritual dalam kitab Fihi Ma Fihikarya Jalaluddin Rumi dibutuhkan dalam memahami moralitas Islam, (2) Analisis konsep nilai-nilai kecerdasan spiritual dalam buku Fihi Ma Fihi, dan (3) Bagaimanakah relevansi nilai-nilai kecerdasan spiritual dalam buku Fihi Ma Fihi dengan konteks perkembangan pendidikan terhadap peserta didik

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library

research).Sumber data primer adalah Buku Fihi Ma Fihi, sumber sekundernya

adalah buku-buku lain yang bersangkutan dan relevan dengan penelitian.

(10)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Kegunaan Penelitian ... 8

E. Penegasan Istilah ... 9

F. Metode Penelitian ... 11

G. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II BIOGRAFI DAN KARYA JALALUDDIN RUMI A. Riwayat Hidup Jalaluddin Rumi ... 14

(11)

xi

BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN JALALUDDIN RUMI TENTANG

KECERDASAN SPIRITUAL DALAM BUKU FIHI MA FIHI

A. Pengertian Nilai Kecerdasan Spiritual ... 37 B. Pemikiran Jalaluddin Rumi tentang Nilai Kecerdasan

Spiritual dalam Buku Fihi Ma Fihi ... 40 BAB IV ANALISIS KONSEP NILAI-NILAI KECERDASAN SPIRITUAL

DALAM BUKU FIHI MA FIHI DAN RELEVANSINYA DALAM

KONTEKS PERKEMBANGAN PENDIDIKAN TERHADAP

PESERTA DIDIK

A. Analisis Konsep Nilai-Nilai Kecerdasan Spiritual dalam

Buku Fihi Ma Fihi dalam Konteks Kehidupan ... 52 B. Relevansi Nilai-Nilai Kecerdasan Spiritual dalam

Buku Fihi Ma Fihi dengan Konteks Perkembangan

Pendidikan Terhadap Peserta Didik ... 61 BAB V PENUTUP

A.Kesimpulan ... 71 B.Saran ... 73 DAFTAR PUSTAKA

(12)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan dalam menyelesaikan berbagai persoalan serta memahami makna yang terkandung di dalamnya, yaitu untuk memposisikan perilaku hidup dalam arti yang luas, kecerdasan yang mensifati sebuah keadaan tertentu untuk menjadikan seseorang berpikir danbertindak secara lebih bijakketika mengambil sebuah keputusan.Dengan hasil kesempurnaan yang di wujudkan dalam arti kesucian jiwa, pemahaman ilmu, dan kemulyaan akhlak, adapun kecerdasan spiritual sebuah kemampuan esoterik yang diberikan Tuhan kepada manusia. Adapun langkah manusia untuk memahami kemampuan tersebut harus melewati berbagai fase dalam hidup, hingga terwujud kehidupan yang berkualitas.Tapi semua itu harus dilakukan dengan tekad yang kuat dan tak luput dari petunjuk agama.

(13)

2

mengutamakan persaudaraan, berakhlak mulia, dan sikap-sikap positif lainnya.

Dengan kata lain, petunjuk agama sertakesadaran yang dimiliki manusia memiliki peran yang kuat, untuk meningkatkan potensi yang diberikan Tuhan secara khusus tersebut yakni kecerdasan spiritual, untuk menanggulangi kemerosotan akhlak. Adapun menurut (Nata, 2003: 126) gejala kemerosotan akhlak tersebut dewasa ini bukan saja menimpa kalangan dewasa, melainkan juga telah menimpa kalangan pelajar tunas-tunas muda, orang tua, ahli didik, dan mereka yang berkecimpung dalam bidang agama dan sosial banyak mengeluhkan sebagian perilaku dari pelajar yang berperilaku nakal, keras kepala, mabuk-mabukan, tawuran, pesta obat-obatan terlarang, bergaya hidup yang berlebih-lebihan, di Eropa, Amerika, dan sebagainya.

MenurutAkbar (1989: 13),hari demi hari dunia menjadi semakin penuh dengan kekerasan. Saya berani mengatakan, semakin banyak orang yang tak mempedulikan Tuhan. Secara sederhana disebabkan manusia tidak sepenuhnya memahami dirinya sendiri dan alasan mengapa dia diciptakan di atas dunia, sedemikian rupa halnya hingga setiap orang dari kita mau mencari petunjuk dan pengetahuan dan memberikannya kepada orang lain di sekitar kita. Jika tidak demikian maka kita akan membutakan orang dalam kegelapan.

(14)

3

sempurna, pincang, hanya berorientasi kekinian duniawiyah, mengingkari spritualitas dan agama. Manusia yang tidak sempurna selanjutnya menghasilkanperubahan dalam sosial budaya baik yang terjadi secara evolusi atau revolusi. Setiap perubahan yang tidak dilandasi oleh pegangan hidup dan tujuan hidup yang kuat akan menimbulkan krisis. Sebab hilangnya keyakinan dan ketidaktentuan dalam proses perubahan akan mengakibatkan ketidakpastian, ketidakpastian menyebabkan kesangsian, kebimbangan melahirkan kegelisahan dan akhirnya memunculkan rasa ketakuan.(Gazalba, 1983 : 251- 252).

Sehinggabanyak manusia mulai bersikap pragmatis, mudah emosional, suka berbohong, dan selalu berkeluh kesah. Melihat realitas ini, maka pekerti manusia yang mengalami kemerosotan tersebut layak dibenahi atau dibentuk kembali. (Khaelany, 2014: 191).

Dari permasalahan ini penulis mencoba mendeskripsikan secara umum mengenai kecerdasan spiritual bagaimana mengembangkan dirinya secara utuh mampu bersikap fleksibel dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan, memiliki tingkat kesadaran yang tinggi, mampu menghadapi penderitaan dan rasa sakit, mampu mengambil hikmah dalam setiap kejadian yang berharga dari sebuah kegagalan, serta pada akhirnya membuat seseorang mengerti akan makna hidup.

(15)

4

(16)

5

kebijaksanaan yang terdapat dalam makna kehidupan serta mengimplementasikannyadalam menggapai hidup yang lebih berkualitas. Karena tarbiyah rohani pada manusia sangat dibutuhkan untuk mengarahkan manusia mencapai hakikat dari sebuah penciptaan serta mengikuti apa yang dikehendaki Allah, Tuhan semesta dan jagat raya ini.

Sejalan dengan permasalahan di atas, tulisan ini akan mencoba mencarikan solusi untuk mengatasi polemik kehidupan dengan berbagai fenomena yang terjadi, dengan memfokuskan kajian-kajian pada tasawuf Islam.Salah seorangulama dan penyair sufi yang mengkajitasawuf Islam secaramendalamadalah Jalaluddin Rumi. Beliau seorang ulama besar, sufi, dan juga seorang penyair. Bersama Syaikh Hisamudin pula, Rumi mengembangkan Thariqat Maulawiyah atau jalaliyah. Thariqat ini di Barat dikenal dengan nama The WhirlingDvishes (para Darwisy yang berputar- putar). Nama itu muncul karena penganut Thariqat ini melakukan tarian berputar-putar, yang diiringi oleh gendang dan suling, dalam dzikir mereka untuk mencapai ekstase. Atau yang sering kita sebut tarian Darwish. (http://satupedang.blogspot.co.id/). Dan beliau telah memberikan sumbangan karya dari bidang tasawuf Islam, yaitu Fihi Ma Fihi diterjermahkan ke bahasa Indonesia untuk mempermudah dalam memahami buku ini oleh Abdul Latif.

Di antara buku-bukutasawuf, yang penulis pilih ialah buku “Fihi ma

Fihi”sebagai kajian skripsi ini, yang penyampaiannya berbentuk prosa.

(17)

6

yang berbeda-beda.berisi tentang kumpulan materi perkuliahan, refleksi dan komentar yang membahas masalah sekitar akhlak yang dilengkapi dengan tafsiran atas al-Qur’an dan Hadis. Ada juga beberapa pembahasan yang uraian lengkapnya dapat ditemukan dalam kitab Matsnawi. Seperti halnya diwan Matsnawi, buku ini menyelipkan berbagai analogi, hikayat sekaligus komentar Maulana Rumi. Selain itu, buku ini bisa membantu kita untuk memahami pemikiran beliau dan menyingkap maksud-maksud ucapannya dalam berbagai karya lainnya. (Rumi,terj.Latif, 2015: 18).

BukuFihi ma Fihiadalah salah satu masterpiece. Memuat ceramah-

ceramah yang Rumi sampaikan dihadapan murid-muridnya pada berbagai kesempatan. Rumi membedakan sudut pandang spiritual untuk menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi para murid dan orang-orang terdekatnya. Sebuah pendidikan agar kita menjalani hidup sesuai dengan kehendak pencipta. (http://www.penerbitzaman.com/).Merupakan bagian dari ilmu

tasawuf Islam yang perlu dimengerti serta , akan kita dapati sebuah dunia

yang sejuk, damai, ramah. Seolah-olah berbagai bentuk kekerasan, kekejaman, serta wabah pengkafiran enggan untuk menampakan diri didalam karyanya.

(18)

7

formal dan non formal, untuk mengembangkan pembelajaran Fihi Ma Fihi dengan rujukan karya Jalalludin Rumi yang berisi tentang petuah- petuah sufistik.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah Nilai Kecerdasan Spiritual dalam buku Fihi ma Fihi karya Jalaluddin Rumi dibutuhkan dalam moralitas Islam?

2. Bagaimanakah Konsep Nilai Kecerdasan Spiritual yang digunakan Jalaluddin Rumi dalam buku Fihi Ma Fihi ?

3. Bagaimanakah Relevansi Nilai Pendidikan Spiritual pada buku Fihi Ma

Fihi dalam konteks perkembangan pendidikan terhadap peserta didik?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui bagaimana Nilai Kecerdasan Spiritual dalam buku Fihi ma

Fihi karya Jalaluddin Rumi dibutuhkan dalam memahami moralitas Islam.

2. Mengetahui Konsep Nilai Kecerdasan Spiritual yang digunakan Jalaluddin Rumi dalam bukuFihi Ma Fihi.

3. Mengetahui relevansiNilai Kecerdasan Spiritual dalam buku Fihi Ma Fihi dalam konteks perkembangan pendidikan terhadap peserta didik.

(19)

8 a. Secara Teoritis

Penelitian tentang kecerdasan spiritual ini diharapkan sebagai pendidikan rohani dan memperbaiki karakter bangsa terutama bagi kaum muda. Selain itu diharapkan juga dapat merambah pengetahuan dan pengalaman bagi saya pribadi, teman-teman, dan bagi semua yang membacanya. Serta memberikan kontribusi dalam upaya peningkatan pengetahuan tentang kajian kecerdasan spiritual dan juga pengetahuan tentang ilmu tasawuf Islam. Sehingga dapat dimengerti dan dipahami bagaimana proses kecerdasan spiritual. Dengan demikian diharapkan setiap pribadi dalam keadaan tertentu mengambil petuah serta pelajaran hidup dari Jalaluddin Rumi untuk diimplementasikan dalam perilaku kehidupan manusia menuju kebahagian dunia dan akhirat.

b. Secara Praktis

Sebagai sumbangan fikiran dalam bentuk tulisan yang berbentuk ilmiah bagi lembaga IAIN Salatiga guna dimanfaatkan oleh berbagai pihak yang memerlukannya khususnya bagi umat Islam dalam rangka memahami kecerdasan spiritual, sebagai tujuan utuk memperbaiki moralitas manusia yang terkadang tak menentu. Dan penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan bagi penulis dan mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) IAIN Salatiga khususnya dan mahasiswa jurusan lainnya dan para pembaca pada umumnya.

(20)

9

Untuk menghindari kekeliruan penafsiran dan kesalah pahaman, maka penulis kemukakan pengertian dan penugasan judul proposal ini sebagai berikut:

1. Pengertian Nilai Kecerdasan Spiritual

Kecerdasan spiritual (SQ) merupakan pengetahuan akan kesadaran diri, makna hidup, tujuan hidup, atau nilai-nilai tertinggi dalam hidup. Kecerdasan ini berupa kemampuan mengelola “suara hati “ sehingga terekspresikan secara tepat dan efektif, yang memungkinkan kita bekerja sama dengan lancar menuju sasaran yang lebih luas dan bermakna (Nasution, 200:4).

Ari Ginanjar menyatakan bahwa kesadaran spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna spiritual terhadap pemikiran, perilaku dan kegiatan, serta mampu menyinergikan IQ, EQ, dan SQ secara komprehensif (Ginanjar,2007:47).

(21)

10

Kecerdasan spiritual adalah ketika menghadapi persoalan dalam hidupnya, tidak hanya dihadapi dan dipecahkan dengan rasional dan emosional saja, tetapi ia menghubungkannya dengan makna kehidupan secara spiritual. Dengan demikian, langkah-langkahnya lebih matang dan bermakna dalam kehidupan. (Muhaimin,2014:37).

Menurut Khalil A Khavari kecerdasan spiritual sebagai fakultas dimensi non material kita atau jiwa manusia. Ia menyebutnya sebagai intan yang belum terasah dan dimiliki oleh setiap manusia. Kita harus mengenali seperti adanya, menggosoknya sehingga mengkilap dengan tekad yang besar, menggunakannya menuju kearifan, dan untuk mencapai kebahagian yang abadi. (Zohar,2001:27 ).

2. Jalaluddin Rumi

Beliau adalah seorang tokoh besar Sufi, dia lahir di Balkha, sekarang Afganistan, pada 6 Rabi’ul Awal 604 H atau 30 September 1207 M. Ayahnya, Bahauddin, tetapi nama yang lebih masyhur baha’ Walad, adalah seorang da’i pemberi fatwa, ahli fiqh sekaligus salah satu guru tarekat al-Kubrawiyah (pengikut Najmuddin al-Kubra).(Rumi,terj.Latif, 2015: 4).

3. BukuFihi Ma Fihi

BukuFihi Ma Fihi merupakan bagian tasawuf Islam yang perlu

(22)

11

kesempatan yang berbeda-beda. berisi tentang kumpulan materi perkuliahan, refleksi dan komentar yang membahas masalah sekitar akhlak yang dilengkapi dengan tafsiran atas al- Qur’an dan Hadis. Ada juga beberapa pembahasan yang uraian lengkapnya dapat ditemukan dalam kitab Matsnawi. Seperti halnyaMatsnawi, kitab ini menyelipkan berbagai analogi, hikayat sekaligus komentar Maulana Rumi. Selain itu, kitab ini bisa membantu untuk memahami pemikiran beliau dan menyingkap maksud-maksud ucapannya dalam berbagai kitab lainnya. (Rumi,terj.Latif, 2015: 18).

F. MetodePenelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kepustakaan (library research), karena yang dijadikanobjekkajianadalahhasilkaryatulis yang merupakanhasilpemikiran. 2. Sumber Data

Karenajenispenelitianiniadalahpenelitiankepustakaan (library

research), maka data yang diperolehbersumberdariliteratur. Adapun yang

menjadi sumber data primer adalah bukuFihi Ma Fihi karya Jalaluddin Rumi.

(23)

12 3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah dengan mencari dan mengumpulkan buku yang menjadi sumber data primer yaitu buku Fihi Ma Fihi dan sumber data sekunder yaitu buku

tasawuf Islam, buku keimanan ilmu tauhid, Ensiklopedi dan buku relevan

lainnya. setelah data terkumpul maka dilakukan penelaahan secara sistematis dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti, sehingga diperoleh data dan informasi untuk bahan penelitian.

4. Teknik Analisis Data

Dalam menganalisis data yang ada, penulis menggunakan metode

Content Analysis ( Analisis Isi). MenurutWeber sebagaimana dikutip oleh

Soejono dalam bukunya yang berjudul: Metode Penelitian suatu Pemikiran dan Penerapan, adalah: “metodologi penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik kesimpulan yang benar dari sebuah buku atau dokumen”. (Soejono, 2005: 13). Dengan teknik analisis ini penulis akan menganalisis terhadap makna atau pun isi yang terkandung dalam ulasan-ulasan buku Fihi Ma Fihi dan kaitannya dengan nilai- nilai kecerdasan spiritual.

G. Sistematika Penulisan

Untukmemberikankesanruntutnyapembahasandanmemberikanyang penulisjabarkandalamskripsiini,

(24)

13

Bab Pertama. Pendahuluan, menguraikantentang : latarbelakangmasalah, rumusanmasalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasanistilah, metode penelitian, dansistematikapenulisansebagaigambaranawaldalammemahamiskripsiini.

Bab Kedua. Biografi dan pemikiran Jalaluddin Rumi menguraikan tentang; Biografi Jalaluddin Rumi yang meliputi riwayat kelahiran, perjalanan karirnya. Selainitudalambabinijugamembahastentang karya-karyanya.

Bab Ketiga. Deskripsi pemikiran Jalaluddin Rumi dalam buku Fihi Ma

Fihi.

Bab Keempat. Pembahasan nili-nilai kecerdasan spiritual dalam buku

Fihi Ma Fihi serta menguraikanrelevansi dengan konteks perkembangan

pendidikan terhadap peserta didik.

(25)

14 BAB II

BIOGRAFI DAN KARYA ILMIAH JALALUDDIN RUMI

A. RIWAYAT HIDUP JALALUDDIN RUMI

Beliau adalah seorang lelaki bernama Muhamad, dan mendapat julukan Jalaluddin. Murid-murid dan para sahabatnya memanggil beliau dengan pnggilan Maulana (Tuanku) yang searti dengan kata Khawaja dalam bahasa Persia, Sebuah penghargaan maknawi dan sosial. Kata Maulana sendiri adalah terjamahan dari bahasa Persia Khudawanda Kar, yang mana julukan ini pertama kali diberikan oleh ayahnya. Dalam literatur Persia modern, dia dikenal dengan sebutan Mevlevi. Terkadang disematkan pula julukan Rumi atau Maulana Rumi karena dia hidup di sebuah negeri Romawi, tepatnya di daerah Asia kecil atau Anatolia yang saat ini lebih dikenal dengan sebutan Turki, sementara tempat tinggal ayah dan ibunya berada di kota Konya. Di negara Barat, dia dikenal dengan sebutan Rumi. (Rumi,terj.Latif, 2015: 4).

(26)

15

Jengis Khan Bahauddin Walad bersama keluarganya meninggalkan Balkh alasan yang jelas. Ada yang mengatakan disebabkan persoalan politik. Raja Khawarizmi ketika itu, Muhamad Khawarizmi-syah, menentang keberadaan

thariqat kubrawiyah yang dipimpin oleh Bahauddin Walad. Pendapat lain

yang tidak sedap karena Bahauddin Walad kuatir terhadap serbuan tentara Mongol yang ketika itu telah menghampiri wilayah kerajaan Khwarizmi. Tetapi pendapat ini tidak didasarkan alasan yang kuat, sebab pasukan Jengis khan pada tahun 1210 M masih bersusah payah menaklukan bagian-bagian utara dari negeri Cina yang merupakan jembatan menuju ke Asia Tengah. (https://info- biografi.blogspot. co.id.).

(27)

16

Perjalanan panjang ke Konya beserta keluarganya dimulai pada tahun 616 atau 617 H, seiring dengan gempuran tentara Moghul ke kota-kota Khurasan. Sebenarnya dalam perjalanan itu Baha’ Walad hendak melaksanakan ibadah haji ke kota Makkah al-Mukarromah, tetapi niat itu baru terlaksana setalah ia dan keluarganya menetap di Konya. Keluarga Baha’ Walad juga sempat singgah ke kota Naisabur, pasangan dari kota Khurasan, dan disambut oleh Syekh Fariduddin al-Attar, seorang bijak dan penyair besar yang berada di pasar tempat para penjual di kota itu. Ia tinggal di sebuah bilik yang saat ini dikenal dengan apotek. Di sana ia mengobati orang-orang dengan obat racikannya sendiri, disamping itu ia juga sering mengubah syair Irfani dan mengarang berbagai kitab yang berharga. (Rumi,terj.Latif, 2015:5- 6).

(28)

17

Sekitar satu tahun setelah wafatnya ayah Rumi, Burhanuddin Tirmidzi, salah seorang murid Bahauddin datang ke Konya untuk memberikan beberapa petunjuk baru kepada Rumi. Atas saran Burhannuddin inilah Rumi meneruskan pendidikannya di Aleppo. Di sini Rumi berdiam di Madrasah Halawiyah dan menerima bimbingan lebih lanjut dari Kama Din bin Al-Azhim. Dari Aleppo, Rumi pindah ke Damaskus dan tinggal di Madrasah Maqdisiyah. Di sini ia memperoleh kesempatan berharga untuk berdiskusi dengan tokoh- tokoh agung seperti Muhyi Al-Din Ibnu ‘Arabi, Sa’ad Al-Din Al-Hanawi, Utsman Al-Rumi, Awhad Al-Din Al- Kirmani dan Sadr Al-Din Al-Qunyawi.( Kartanegara,2004: 5).

(29)

18

memilih untuk menghentikan aktifitasnya sebagai guru profesional dan pendakwah. Hal ini dilakukan semata-mata demi memperkuat persahabatannya dengan darwish. Bagi Rumi, Syamsuddin Tabriz adalah matahari yang luar biasa, matahari yang mengubah seluruh hidupnya, membuatnya menyala dan membawanya ke dalam cinta yang sempurna (Kartanegara,2004: 6).

Jalaluddin Rumi dan Syamsuddin Tabriz tidak terpisahkan lagi mereka menghabiskan hari-hari bersama. Menurut riwayat selama berbulan-berbulan mereka dapat hidup tanpa kebutuhan dasar manusia, ketika bersama-sama menuju cinta Tuhan. Hubungan ini menyebabkan rasa ingin tahu dan kecemburuan pada murid Rumi yang telah terputus sepenuhnya dari bimbingan dan diskusi dengan gurunya. Akibatnya, mereka menyerang Syams dengan celaan dan ancaman kekerasan. Hal ini segera dirasakan oleh Syams sehingga ia meninggalkan Rumi setelah tinggal di Konya selama enam belas bulan menuju Damaskus.( Kartanegara,2004: 6).

(30)

19

Dalam perjumpaannya di Konya, mereka saling berpelukan dan saling berlutut di hadapan temannya, sehingga tidak ada yang tahu siapa sang kekasih dan siapa yang terkasih. Keakraban hubungan mereka tumbuh sekali lagi dan begitu meluap-luap sehingga beberapa murid Rumi, dengan bantuan putra Rumi, Alauddin memutuskan untuk mengirimkan Syams ke tempat yang tidak ada jalan kembali. Suatu malam mereka memanggilnya keluar dari rumah Jalaluddin Rumi. Setelah menusuknya mereka membuangnya di sumur dekat itu. Ketika ayahnya tidur, mereka cepat-cepat menguburkan badan Syams yang di ambilnya dari dalam sumur, menutupi kuburan itu dengan semen yang dipersiapkan dengan tergesa-gesa. Sultan Walad mencoba menenangkan kecemasan ayahnya, dengan mengatakan bahwa setiap orang mencari Syams. (Schimmel,terj. Damono dkk, 2000: 398).

Karena dibakar rasa rindu yang tak tertahankan lagi, Rumi akhirnya memutuskan untuk pergi sendiri ke Damaskus, dengan harapan utuk menemukannya, ia kembali ke Konya dan mengangkat Syaikh Salah Al-Din Fariddun Zarkub, seorang darwis dan tukang emas untuk menjadi Khalifah yang menggantikan Syams.

Ketika Salah Al-Din wafat, Rumi kemudian menunjuk Sayid Husam Al-Din untuk menggantikannya. Dengan khalifah baru inilah Rumi menemukan sumber inspirasi dalam penulisan Matsnawi. (Kartanegara,2004: 9)

(31)

20

Maulana” (Guru kami), yang diberikan oleh para muridnya kepada sang guru

tercinta, Rumi. Sementara itu ia masih meneruskan penulisan Matsnawi atas permintaan Husam Al-Din selama lebih dari 15 tahun. Tidak lama setelah pekerjaan itu selesai kesehatan Rumi memburuk dan jatuh sakit. Selama berhari-hari terakhir hidupnya, Syaikh Sadr Al-Din Al- Qunyawi dan sejumlah darwis lainnya mengunjungi Rumi. Dalam salah satu percakapan dengan Rumi, Syaikh Sadr Al-Din mengatakan bahwa semoga Allah segera menyembuhkanmu, kemudian Rumi menjawab, ketika antara yang mencinta dan yang dicinta tinggal sehelai pakaian tipis, tidakkah engkau menginginkan cahaya bersatu dengan cahaya( Kartanegara,2004: 9).

Dan akhirnya di malam terakhir sebelum beliau meninggal, Rumi terkena demam parah. Namun tak sedikitpun terlihat di wajahnya ada tanda- tanda sakaratul maut. Bahkan beliau masih sempat menyenandungkan lagu- lagu ghazal dan menampakan kebahagiaan di wajahnya. Ia juga melarang para sahabatnya sedih atas kepergiannya.

“Di malam sebelumnya aku bermimpi

Melihat seorang syekh di pelataran rindu

Ia menudingkan tangannya padaku” dan berkata:

“Bersiap-siaplah untuk bertemu denganku”.

(32)

21

harinya dua matahari terbenam sekaligus di ufuk Barat, yang salah satunya adalah sang surya Maulana Jalaluddin Rumi. (Rumi,terj.Latif, 2015: 14).

B. BEBERAPA KARYA DAN PEMIKIRAN JALALUDDIN RUMI

Beliau Jalaluddin Rumi tidak menulis buku dengan cara konvensional sebagaimana orang lain melakukannya. Prosa dan satra Rumi pada saat ini di samping berasal dari karya-karya yang dicatat oleh pengikutnya ketika Rumi menyampaikannya secara lisan dan hasil pendiktean yang kemudian dia periksa lagi seperti dalam Matsnawi dan Diwan, juga karya- karya yang dicatat oleh pengikutnya dari ingatan mereka atau dari catatan-catatan Rumi sendiri setelah kematiannya. (Rumi,terj.Anwar Khalid, 2002: 14-16).

Setiap pandangan yang diungkapkan oleh Rumi baik dalam puisi- puisinya maupun dalam bentuk prosa, diarahkan untuk mengembangkan kecerdasan spiritual manusia. Kecerdasan spiritual yang dimaksudkan Rumi adalah kecerdasan yang bersumber dari hati nurani yang suci yang mencerminkan sifat-sifat Ilahi. Oleh karena itu kecerdasan spiritual dalam konsep Rumi sangat erat dengan nilai-nilai religius dan perilaku yang mulia. Sehingga orang yang memiliki kecerdasan spiritual dalam pandangan Rumi merupakan hamba-hamba Allah yang bertakwa.

(33)

22

pencarian gurunya tersebut, membuat bakatnya sebagai penyair hidup kembali. Maka lahirlah syair-syair yang indah dari tangannya bertemakan cinta dan kerinduan mistikal. Cintanya pada gurunya yang tak kunjung ditemuinya lagi sejak perpisahannya yang terakhir, kini berubah menjadi cinta trandesental, yaitu cinta Ilahiyah. (Kartanegara,2004: 10-11).

Maka kebanyakan karya tersebut disajikan dalam bentuk prosa atau sastra, sehingga karya-karyanya tidak hanya diminati oleh masyarakat Muslim saja melainkan seluruh umat manusia. Karya-karya yang utama adalah sebagai berikut :

1. Maqalat- I Syams- I Tabriz (Percakapan Syams Tabriz)

Karya ini dianggap sebagai buah persahabatan intim Rumi dan sahabatnya, Syams Al- Din Tabriz. Karya ini berisikan beberapa dialog mistik antara Syams sebagai guru dan Rumi sebagai murid. Sekalipun karya tersebut menjelaskan perihal kehidupan, namun menurut Nicholson lebih jauh lagi ia menerangkan beberapa ide dan doktrin sang penyair. (Kartanegara,2004: 10-11).

2. Diwan- syamsi-i- Tabriz

(34)

23

Kitab ini terdiri atas 36.000 bait puisi yang indah, sebagaian besar ditulis dalam bentuk Ghazal. (Rumi,2006: xvii).

3. Matsnawi-i- Ma’nawi

Karangan bersajak tentang makna-makna atau rahasia terdalam ajaran agama. Ini merupakan karya Rumi yang terbesar, tebalnya sekitar 2000 halaman yang dibagi menjadi 6 jilid. Kitab ini juga disebut Husami-nama ( Kitab Husam). Kitab ini selesai dikerjakan selama 12 tahun sejak dituturkan Rumi kepada Husamaddin. (Rumi,2006: xvii- xviii).

Menurut Anand Krishna (2001: 21-22), Matsnawi bukanlah sekedar text book, tetapi work book (buku kerja, kerja nyata) bila kita memperlakukan sebagai buku saja, maka kita tidak akan memperoleh apa-apa dari Matsnawi, kecuali hanya mendapatkan beberapa kisah baru saja tapi jika diperlukan sebagai work book, Matsnawi bisa menjadi teman hidup kita dan harus di praktekkan dalam hidup sehari- hari.

4. Fihi Ma Fihi ( Di dalamnya adalah Apa yang di dalamnya)

(35)

24

Jalaluddin Rumi dalam karyanya Fihi Ma Fihi yang digunakan sebagai buku-buku rujukan para Sufi ini menjelaskan lebih jauh tentang tiga jenjang yang dilewati manusia.Pada jenjang pertama, manusia menyembah apa saja; manusia, perempuan, uang, anak-anak, bumi tanah atau batu. Kemudian ketika sedikit lebih maju, manusia menyembah Tuhan,” maupun “Aku tidak menyembah Tuhan”. Karena pada tahap ini ia telah melewati tahap yang ketiga. (Shah, 2000: 158).

5. Ruba’ iyyat

Bunga rampai ini terdiri atas 3.318 bait puisi. Melalui kitab ini, Rumi memperlihatkan dirinya sebagai salah seorang penyair lirik yang agung, bukan saja dalam sejarah sastra Persia, melainkan juga dalam sejarah satra dunia. (Rumi,2006: xix).

6. Maktubat (Surat Menyurat)

Berisikan 145 surat yang rata-rata sepanjang 2 halaman. Menurut William C Chittick. Kebanyakan surat-surat ini ditujukan kepada pangeran-pangeran dan para bangsawan Konya. Namun demikian, surat-surat itu tidak semata-mata berkaitan dengan ajaran spiritual Jalaluddin Rumi, namun termasuk juga surat-surat rekomendasi atau surat-surat yang ditulis atas nama murid atau sahabatnya karena permintaan untuk berbagi tujuan. (Shah, 2000: 13- 14).

7. Majlis Sab’ ah ( Tujuh Pembahasan)

(36)

25

dari pengembaraan hidup Rumi yang mempertemukan dirinya dengan sang guru, Syamsuddin al-Tabriz. (Rumi,terj.Latif, 2015: 16).

Semua karya-karya satra Rumi ini merupakan ciri khas karunia atau barokah yang keluar dari kehidupan Rumi yang mendasari pembentukan

Thariqat Maulawi, yang secara luas dianut oleh para Sufi yang masih

hidup.(Rumi,terj.Latif, 2015: 16).

Sebagai seorang Sufi, karya, pemikiran dan ajaran Jalaluddin Rumi sarat dengan muatan spiritual yang dalam. Dia sangat menekankan aspek spiritual dalam melihat suatu persoalan. Banyak sekali ajaran Jalaluddin Rumi yang berkenaan dengan aspek tersebut, antara lain yang berkenaan dengan ma’rifat, cinta dan kebebasan manusia. Ma’rifat, merupakan pengetahuan sejati sebagai satu-satunya jalan pengetahuan yang dapat menembus rintangan-rintangan yang tidak dapat di atasi oleh pendekatan intelektual, teologi, filsafat dan sebagainya. Pengetahuan spiritual (ma’rifat) menggantikannya dengan pengetahuan intuitif yang bersumber dari dalam diri kita sendiri sebagai karunia dari Allah swt. Ma’rifat, telah dilukiskan Rumi sebagai “ mutiara” di laut:

(37)

26

melainkan penyelam yang benar-benar ulung dan beruntung. Banyak ilmu dan seni yang serupa dengan menimba air laut dengan ember. Adapun cara menemukan mutiara merupakan suatu yang lain lagi”. ( Kartanegara,2004: 69).

Untuk memahami alam pikiran Rumi kita perlu mengenal adanya dunia makna dan dunia bentuk. Rumi di berbagai puisinya seringkali menerangkan bahwa apa yang nampak dalam pandangan sebenarnya hanyalah selubung yang menutupi hakikat yang tersembunyi. Jadi, dunia yang Nampak di depan hanyalah bentuk semesta, jadi itu bukan makna sesungguhnya. Karena menurut Rumi, dunia itu merupakan selubung atau tirai dari makna-makna yang tersembunyi. Jadi perlu dipahami adanya dikotomi antara bentuk dan makna. Bentuk adalah penampakan luar (aspek luar), sedangkan makna adalah hakikat sejati yang berada diseberang bentuk (aspek dalam). Rumi merasa sedih bahwa manusia seringkali terlalu menganggap penting dunia bentuk, ketimbang dunia makna. Padahal yang utama itu sesungguhnya maknanya, karena makna adalah hakikat atau intisarinya. (https://rumisufi,blogspot.co.id.).

(38)

27

Mereka hendaknya belajar untuk memahami hakikat atau makna tersembunyi. Dengan demikian manusia akan mampu memahami nilai-nilai kesejatiannya dan mampu memahami makna dari kehidupan yang hakiki. (https://rumisufi,blogspot.co.id.).

Di antara pemikiran Jalaluddin Rumi seperti yang disebutkan diatas, adalah sebagai berikut :

1. Kesatuan Wujud

Meski konsep kesatuan wujud menemukan banyak varian dari para penggagasnya, bukan berarti menjadi asing untuk dicari dimensi lain yang memungkinkan pembaharuan dari teori kesatuan wujud tersebut. (Chittick,terj.Ismail dan Nidjam, 2000: 16).

(39)

28

ia tidak meninggalkan syari’ah untuk bisa menemukan hakikat. Sebab

syari’ah mempunyai perannya sendiri sebagai penghantar manusia untuk

dapat menemukan hakikat. (Chittick,terj.Ismail dan Nidjam, 2000: 16). Untuk menapaki kesatuan wujud dengan Tuhan, tentu harus mau menaati semua perintah dan larangan Tuhan. Secara lebih dalam melalui sejati berarti mengikuti keteladanan Nabi yang kita tahu tidak pernah meninggalkan syari’ah untuk melakukan penyatuan wujud dalam bertemu Tuhan. (Kartanegara, 2004: 48- 57).

Cara pandang Sufi terhadap wujud agak berbeda dari kaum teologi

(muttakallimun). Bagi kaum Sufi, wujud berarti kenyataan dan tiada

kecuali kenyataan/kebenaran tertinggi. Rumi menyajikan pandangannya sendiri dalam kaitannya dengan penafsiran ungkapan terkenal al-Hallaj,

Anal al- haqq, (aku adalah kebenaran). Orang-orang mengira ungkapan

anal al- haqq adalah ungkapan kesombongan, padahal mengatakan ana

(40)

29

Haqq) adalah prinsip segala makhluk dan mereka pasti kembali, sementara

“Dia yang lahir, Dia yang batin”, mengisyaratkan transedensi- Nya. (Kartanegara, 2004: 48- 57).

2. Cinta Universal

Menurut Rumi, yang pertama kali diciptakan oleh Tuhan adalah cinta. Dari sinilah rumi mengajukan sebuah spekulasi-filosofis yang sangat cemerlang dengan memandang cinta sebagai kekuatan kreatif fundamental. Cinta itulah yang bertanggung jawab atas pertumbuhan alam dari tingkat rendah ke tingkat lain yang lebih tinggi. Cintalah yang memberikan yang memberikan kesatuan pada partikel-partikel materi, cinta juga yang membuat tumbuh-tumbuhan berkembang dan yang menyebabkan hewan bergerak dan berkembang biak.( Kartanegara, 2004: 54- 55).

Dalam pandangan Rumi, Tuhan adalah pencipta semesta yang menciptakannya dari ketiadaan. Namun demikian, ketiadaan itu bukanlah ketiadaan murni. Akan tetapi ketidak adaan mengandung kenyataan dan potensial yang aktualisasinya menjadi adaan bergantung sepenuhnya kepada kemurahan Tuhan.(Kartanegara, 2004: 48- 57).

(41)

30

Dengan begitu, Rumi menganggap cinta sebagai kekuatan kreatif paling dasar, yang menyusup ke dalam jiwa setiap makhluk dan menghidupkan mereka. Sebagai cermin Tuhan, semesta mereflesikan sifat-sifat-Nya sesuai dengan tingkatan wujud yang terdapat di dalamnya. Semakin tinggi tingkatan yang dicapainya, semakin banyak sifat Tuhan yang mereka reflesikan. (Kartanegara, 2004: 48- 57).

3. Cinta Ilahi

Menurut Rumi, cinta bukan hanya milik manusia dan mahluk hidup lainnya, tapi juga semesta. Cinta kepada Tuhan telah menciptakan di dalamnya kerinduan untuk kembali dan bersatu. Kadang-kadang Rumi menggambarkan cinta sebagai astrolabe rahasia-rahasia Tuhan yang menjadi petunjuk bagi manusia untuk mencari kekasihnya. Karena itu, cinta membimbing manusia kepada-Nya dan menjaganya dari gangguan orang lain. Cinta, kata Rumi, adalah astrolabe misteri-misteri Tuhan. Kapanpun cinta, entah dari sisi dunia atau dari sisi langitnya, namun pada akhirnya ia membawa kita ke sana. (Kartanegara, 2004: 77- 80).

Dengan pengaruhnya yang luar biasa pada jiwa manusia, cinta juga dapat mempercepat perjalanan manusia menuju Tuhan. Jadi cinta Ilahi dapat menjauhkan manusia dari syirik dan mengangkatnya ke tingkatan yang tertinggi dari tauhid. (Kartanegara, 2004: 77- 80).

4. Pengetahuan Sejati (al- Ma’rifah)

(42)

31

merupakan bagian semua pengetahuan sejati langsung dari Tuhan. Menurut Rumi, “Kebijaksanaan Tuhan menciptakan dunia agar segala hal yang ada dalam pengetahuan-Nya tertangkap”. Demikianlah tiga fundamental manusia untuk memahami seluruh kebenaran sejati yang bersembunyi di balik pikiran manusia melalui pemahaman dunia fenomena. (Kartanegara, 2004: 70- 71).

Disini ada dua hal yang penting untuk dicatat; pertama ma’rifah sepenuhnya bergantung pada kehendak dan kemurahan Tuhan, kedua, ia bukan hasil latihan mental. Persepsi indra akal penting sebagai sarana yang membimbing kita hanya sampai pada gerbang pengatahuan sejati, dan sisanya bergantung pada rahmat Tuhan. Atas dasar ini, mereka yang hanya menggunakan persepsi indra atau penalaran diskurtif, akan sia-sia mencari kebenaran. (Kartanegara, 2004: 70- 71).

5. Kesatuan transendental agama-agama

(43)

32

“Kalau dalam buku ini ada rukun iman dan rukun Islam, bukan

berarti eklusifisme aliran atau agama, tetapi keinginan untuk menyampaikan kebenaran. Kalau dalam buku ini ada Al Qur’an,

itu bukan untuk golongan tetapi untuk seluruh umat manusia”.

(Ginanjar, 2007: xxii).

Bukan al Qur’an untuk Islam, bukan dunia untuk Islam. Tetapi al Qur’an dan Islam untuk dunia. Islam merindukan perdamaian dan kebahagian sejati bersama dengan yang lain. (Ginanjar, 2007: xxii).

Seperti Sufi lainnya, Rumi percaya pada kesatuan transedental agama dan memandang kontroversi diantara penganut agama-agama tersebut hanya terjadi karena mereka melihat bentuk luar agama-agama dan bukan pada esensinya. Mereka terlalu terikat pada cara pandang formal dan tradisional yang memandang agama-agama lain terpisah dan akibatnya, tidak mengizinkan adanya visi tentang kesatuan semua agama. Dalam kisah yang terkenal tentang gajah di istana yang gelap, Rumi berusaha menunjukan betapa orang-orang yang berpikiran sempit gagal menjelaskan hakikat agama-agama. Upaya mereka tidak akan pernah berhasil sebelum mereka memahaminya secara komprehensif. (Kartanegara, 2004: 87- 90).

(44)

33

Sistematika penulisan Maulana Jalaluddin Rumi dalam karyanya

Fihi Ma Fihi diterjemahkan dari bahasa Persia ke bahasa Arab oleh Isa Ali

al-Akub. Sedangkan versi cetakan Indonesia yang diterbitkan oleh Forum, Jl. Permadi Nyutran RT/RW. 61/19 MJ II No. 1606 Wirogunan, Mergangsan, Yogyakarta. Di terjemahkan oleh Al-Ustadz Abdul Latif. Buku Fihi Ma Fihi ini penyampaiannya berbentuk prosa. Kebanyakan pembahasan dalam setiap pasal-pasalnya merupakan jawaban dan tanggapan dalam konteks dan kesempatan yang berbeda-beda, meliputi berbagai pasal :

1) Semuanya karena Allah. 2) Manusia adalah hamba Allah . 3) Matilah kalian sebelum kalian mati. 4) Kami muliakan anak keturunan Adam. 5) Kelahiran yang sambung menyambung.

6) Seorang Mukmin adalah cermin bagi Mukmin lainnya.

7) Sekalipun tabir tersingkap, keyakinanku tidak akan bertambah. 8) Sungguh telat datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri. 9) Tujuan satu-satunya.

10) Apa yang diucapkannya bukanlah kemauan hawa nafsunya. 11) Tunjukan segala sesuatu padaku apa adanya.

12) Kita kembali dari jihad tindakan menuju jihad pikiran. 13) Menjauhlah dari tujuan mereka.

(45)

34 15) Mempelai perempuan rahasia.

16) Siapa yang melihatnya, berarti ia sudah melihat-Ku. 17) Manusia adalah kombinasi malaikat dan binatang. 18) Setetes air dari Tuhan.

19) Yang terpenting adalah tujuannya. 20) Berlayar mengarungi wujud manusia. 21) Lautan dan buih akhirat dan dunia. 22) Air kehidupan.

23) Aroma sang kekasih.

24) Manusia mengemban tugas Tuhannya.

25) Jika bukan karenamu, Aku Tidak Akan menciptakan Alam Semesta. 26) Bagaimana mungkin cinta Tuhan bisa melepaskanmu pergi.

27) Jangan mempertanyakan perkataan Wali. 28) Berakhlak dengan akhlak Allah.

29) Dari tanah kembali ke tanah, dan dari roh kembali ke roh. 30) Aku tertawa ketika membunuh.

31) Aku menghendaki untuk tidak berkehendak. 32) Sang guru keyakinan.

33) Pencari kebebasan tidak akan memburu ikatan. 34) Bumi Allah itu luas.

35) Al-Qur’an: Sang Magician yang menakjubkan. 36) Lukisan adalah bukti adanya pelukis.

(46)

35 38) Sholat spiritual dan sholat formal. 39) Jalan kefakiran.

40) Tidak menjawab juga merupakan sebuah jawaban. 41) Ilmu perenungan dan ilmu argumentasi.

42) Para tamu cinta.

43) Bisa melihat karena ada yang memperlihatkan. 44) Al-Qur’an adalah sutera yang memiliki dua sisi. 45) Mintalah kepada Allah.

46) Alam adalah media transfigurasi Allah. 47) Kehendak dan keridhaan.

48) Syukur adalah buruan segala kenikmatan.

49) Aku duduk bersama mereka yang mengingat-Ku. 50) Tanda-tanda mereka tampak di wajahnya.

51) Manisnya gula adalah fitrah.

52) Selubung yang lemah cocok untuk mata yang lemah. 53) Matahari ucapan itu amat lembut.

54) Tombak yang tergenggam di tangan- Nya sangatlah besar. 55) Orang kafir dan orang beriman. Keduanya sama-sama bertasbih. 56) Cahaya kekayaan.

57) Setiap sesuatu tersimpan dalam cinta. 58) Sang guru dan pekereja.

(47)

36 61) Getaran cinta.

62) Anggur masam akan berubah menjadi anggur hitam. 63) Langit yang bersemayam di dunia roh.

64) Ilmu Abdan dan ilmu Adyan.

65) Kebahagiaan penghuni neraka di neraka. 66) Tubuh ini hanyalah tipuan semata. 67) Adam di ciptakan menurut hukum- Nya.

68) Mengeluhkan ciptaan berarti mengeluhkan pada penciptanya. 69) Nabi Ayub belum kenyang dengan ujiannya.

70) Permata-permata yang tersimpan. 71) Terbang meninggalkan segala dimensi.

(48)

37 BAB III

DESKRIPSI PEMIKIRAN JALALUDDIN RUMI TENTANG NILAI

KECERDASAN SPIRITUAL DALAM BUKU FIHI MA FIHI

A. Pengertian Nilai KecerdasanSpiritual

1. Pengertian Nilai Kecerdasan Spiritual

Kecerdasan spiritual (SQ) merupakan pengetahuan akan kesadaran diri, makna hidup, tujuan hidup, atau nilai-nilai tertinggi dalam hidup. Kecerdasan ini berupa kemampuan mengelola “suara hati” sehingga terekspresikan secara tepat dan efektif, yang memungkinkan kita bekerja sama dengan lancar menuju sasaran yang lebih luas dan bermakna (Nasution, 200:4).

Ari Ginanjar menyatakan bahwa kesadaran spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna spiritual terhadap pemikiran, perilaku dan kegiatan, serta mampu menyinergikan IQ, EQ, dan SQ secara komprehensif (Ginanjar,2007:47).

(49)

38

Bahkan, kecerdasan spiritual (SQ) merupakan kecerdasan tertinggi kita (Zohar, 2001:4).

Kecerdasan spiritual adalah ketika menghadapi persoalan dalam hidupnya, tidak hanya dihadapi dan dipecahkan dengan rasional dan emosional saja, tetapi ia menghubungkannya dengan makna kehidupan secara spiritual. Dengan demikian, langkah-langkahnya lebih matang dan bermakna dalam kehidupan. (Muhaimin,2014:37).

Menurut Khalil A Khavari kecerdasan spiritual sebagai fakultas dimensi non material kita atau jiwa manusia. Ia menyebutnya sebagai intan yang belum terasah dan dimiliki oleh setiap manusia. Kita harus mengenali seperti adanya, menggosoknya sehingga mengkilap dengan tekad yang besar, menggunakannya menuju kearifan, dan untuk mencapai kebahagian yang abadi. (Zohar,2001:27 ).

(50)

39

1. Kemampuan bersikap fleksibel, Rumi mengatakan (2015:36) dalam buku Fihi Ma Fihi sesungguhnya sesuatu yang menarik hanya ada satu, tetapi muncul dalam bentuk yang bermacam-macam. Tidakkah kamu sadar bahwa manusia dikuasai oleh ratusan keinginan yang berbeda-beda? Seseorang berkata: “Aku ingin Tutamaj (semacam bihun), aku ingin burik (perkedel daging dengan saus), aku ingin halwa, aku ingin kue kering, aku ingin buah, aku ingin kacang-kacangan”. Manusia menghitung semua hal ini dan menamainya satu persatu, akan tetapi asal dari semua yang disebutkan tadi hanya satu, yaitu lapar.

2. Tingkat kesadaran yang tinggi, Rumi mengatakan (2015:53) dalam buku Fihi Ma Fihi ada satu hal di alam semesta ini yang tak patut untuk dilupakan. Kalau kamu melupakan segala hal tetapi tetap mengingat satu hal itu, maka seolah-olah kamu tak pernah berbuat apa-apa.

(51)

40

4. Mampu menghadapi dan melampui rasa sakit, Rumi mengatakan (2015:98) dalam buku Fihi Ma Fihi akal adalah sesuatu yang terus menerus berproses, siang dan malam, terus berpikir, berusaha, dan bekerja keras untuk memahami sang pencipta. Meskipun kupu-kupu itu terjebak dalam lilin, ia akan lebur dan hancur. Meskipun kupu-kupu harus merasa panas dan terbakar karenanya, ia tetap membutuhkan lilin.

5. Memiliki visi dan nilai-nilai, Rumi mengatakan (2015:63) dalam buku

Fihi Ma Fihi ketika kamu memegang jabatan yang tinggi dan agung

sehingga kamu disibukkan dengan pekerjaan-pekerjaan yang penting dan mulia, maka kamu akan menganggap dirimu mampu menangani semua pekerjaan itu karena tingginya semangatmu, dan kamu tidak akan pernah merasa puas dengan prestasi yang sudah kamu raih karena kamu mersa ada banyak hal yang masih perlu dilakukan. Walaupun hatiku ingin selalu membantumu, aku juga ingin memberikan sebuah penghargaan dalam sebuah bentuk pada kalian.

B. PemikiranJalaluddin Rumi tentang Nilai Kecerdasan Spiritual dalam

BukuFihi Ma fihi

(52)

41

terdapat struktur kalbu yang perlu mendapat tempat tersendiri untuk menumbuhkan aspek-aspek efektif seperti kehidupan emosional, moral, spiritual, dan agama.

Masih banyak pengertian lainnya yang kesemuanya menunjukan adanya fungsi akal manusia yang bekerja aktif dalam menyikapi keadaan- keadaan atau situasi yang baru secara cerdas, cepat, dan cermat. Semua sistem kerja kecerdasan tersebut melibatkan akal, karena pada mulanya kecerdaan hanya berkaitan dengan kemampuan struktur akal (intellect) dalam menangkap suatu gejala-gejala dan hukum alam yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. (Golema,terj.Hermaya, 2001: 185).

Al-Ghozali mengingatkan bahwa akal mempunyai banyak pengertian, diantaranya ia dapat berarti potensi yang membedakan manusia dari binatang dan yang menjadikan manusia mampu menerima berbagai pengetahuan teoritis. Lebih lanjut, akal dalam pandangan Al- Ghozali adalah pengetahuan yang diperoleh seseorang berdasarkan pengalaman yang dilaluinya sehingga pada gilirannya akal tersebut menghaluskan budinya. (Shihab, 2005: 87).

(53)

pencapaian-42

pencapaian kesempurnaan manusia, pensucian jiwa, dan pencerahan hati, bukan untuk kebanggaan, kesombongan, kekuasaan, dan kekayaan dunia, serta pemuasan kebutuhan-kebutuhan jasmani dan syahwat. Minimalnya sebagai tahapan awal bagi perjalanan kesempurnaan manusia dan pengenalan konsepsional terhadap Tuhan. (https://catatanhery.wordpress.com/).

Kemampuan akal yang berkaitan dengan kecerdasan bukan hanya bersinggungan dengan aspek kognitif belaka, akan tetapi bagaimana memfungsikan akal secara efektif untuk mencapai kecerdasan spiritual. Karena kecerdasan spiritual sebagai landasan kecerdasan-kecerdasan lainnya.

MenurutAry Ginanjar Agustian (2001:54) kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan tinggi kita, yang mampu memberikan makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah-langkah pemikiran bersifat suci menuju manusia seutuhnya dan memiliki pola pemikiran tauhid, serta bersifat hanya karena Allah semata.

Kecerdasan Spiritual tersebut dijelaskan dalam bukuFihi Ma Fihidiantaranya:

a. Semuanya karena Allah

(54)

43

simpati dari para pemimpin. Sementara ilmu yang mereka miliki, sejak awal diniatkan sebagai media agar mereka dapat bercengkerama dengan para pemimpin, agar diberi penghormatan dan jabatan yang tinggi. Mereka mengubah dirinya dari bodoh menjadi berilmu semata- mata demi para pemimpin. (Rumi,terj.Latif, 2015: 23).

Ketika ulama itu menjadi terpelajar dan berpendidikan karena takut pada para pimpinan dan ingin di puji, maka ia akan menjadi tunduk akan kekuasaan dan arahan sang pemimpin. Mereka menyenangkan diri dengan penuh harap agar sang pemimpin memerhatikan. Jadi, tidak peduli apakah ulama itu yang datang mengunjungi ulama, tetap menjadikan ulama sebagai pengunjung dan pemimpinlah yang dikunjungi. (Rumi,terj.Latif, 2015: 24).

(55)

44

Berkaitan tentang keutamaan menuntut ilmu secara tidak langsung niat sebagai Tolak ukur dalam melakukan sahnya amalan. Entah amalan menuntut ilmu atau amal baik lainnya, dan bila niatnya rusak maka rusak pula niatnya. Menurut Burhanuddin Az Zanurji dalam kitabnya ta’lim mu

ta’alim (2007: 17) hendaklah dalam menuntut ilmu diniatkan untuk

mensyukuri nikmat akal dan kesehatan badan, dan tidak diniatkan untuk mencari muka dihadapan manusia, mencari kenikmatan dunia atau untuk mencari kedudukan dihadapan penguasa.

b. Jalan Kefakiran

Allah Ta’alla berfirman :

   

36. Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan

senda gurau. dan jika kamu beriman dan bertakwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu dan Dia tidak akan memint harta-hartamu.(QS. Muhammad: 36).

(56)

45

sampai tujuan itu. Seseorang tidak akan memperoleh tujuannya selain dengan menempuh jalan alternatif itu. Sedangkan lintasannya panjang, penuh dengan berbagai rintanmgan dan halangan, dan tidak jarang berbagai rintangan itu akan menggagalkan hasratmu. . (Rumi,terj.Latif, 2015: 331).

Dalam kitab Ihya’ Ulumuddin, Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa faqir itu adalah orang yang tidak memiliki harta sama sekali. Kemudian Imam Al-Ghazali mengklafikasikan hakikat faqir itu dan memberinya masing- masing nama ;Hal yang pertama,adalah jika orang itu diberi harta, orang itu tidak menyukainya dan orang itu merasa tersiksa dengan harta tersebut. Maka orang itu disebut zuhud.

Hal yang kedua,ialah orang tersebut tidak menyukai harta walaupun orang itu berhasil memperoleh harta tersebut dengan penuh kesenangan. Tapi orang tersebut tidak membenci dengan harta yang di perolehnya itu, maka ia disebut rela.

Hal yang ketiga, yaitu orang tersebut diberi harta namun tak sampai harta tersebut menggerakan orang itu untuk mencarinya, tapi orang itu tetap mau mengambilnya. Maka sifat itu disebut qona’ ah.

Hal yang ke empat, orang tersebut lemah dalam mencari harta namun ia tetap mau mencarinya walau pun dengan bersusah payah, hanya karena kerakusannya. Orang ini disebut rakus harta.

(57)

46

memakai pakaian. Maka orang itu disebut ‘terpaksa’. ( Al- Ghazali, terj. Zuhri, 2003: 127- 128).

c. Syukur adalah buruan segala kenikmatan

Syukur adalah buruan segala kenikmatan. Jika kamu sendengar suara syukur, berarti kamu sudah siap untuk menerima tambahan. Ketika Allah mencintai seorang hamba, Dia akan menguji hamba tersebut. Bila ia bersabar dan bersyukur, maka Allah juga akan memilihnya. Sebagian dari mereka bersyukur pada Allah karena kemurkaan-Nya. Keduanya adalah baik, sebab ungkapan syukur adalah penangkal racun yang menyulap kemurkaan menjadi kelembutan. Seorang hamba yang berakal sempurna adalah dia yang bersyukur atas kekerasan yang Nampak maupun yang samar, sebab semua itu adalah pilihan yang diberikan Allah kepadanya. Meskipun Allah mengirim mereka kedasar neraka, melalui syukur itulah tujuan Allah didahulukan. Keluhan raga adalah refleksi dari keluhan jiwa. Rasullullah Saw, bersabda : “ Aku tertawa ketika akan membunuh”. Maksud hadis ini adalah : “Tawaku di hadapan penyerang akan membunuh kemarahan dan kebenciannya”.Yang dimaksud dengan tawa ini adalah syukur yang menggantikan keluhan. (Rumi,terj.Latif, 2015: 403).

Seseorang bertanya : “ Apa penyebab tidak adanya rasa syukur dan apa yang menghalangi rasa syukur

(58)

47

ia mendapatkan lebih sedikit dari apa yang dibayangkan hatinya, hal itu akan menghalanginya untuk bersyukur. Membuatnya melupakan aibnya, melupakan kritikan yang ia utarakan dengan penuh kepalsuan. Ketamakan yang tanpa batas seperti memakan buah mentah, roti tengik dan daging busuk, yang bisa menimbulkan penyakit dan menyebabkan tidak adanya rasa syukur. Bila manusia memakan sesutau yang membahayakannya, maka seharusnya ia berhenti. Allah menguji seseorang dengan hikmah agar ia bersyukur, terbebas dari prasangka yang keliru, dan agar satu penyakit itu tidak berkembang menjadi banyak . (Rumi,terj.Latif, 2015: 403).

Allah Ta’ alla berfirman yang artinya :

    



168. dan Kami bagi-bagi mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan; di antaranya ada orang-orang yang saleh dan di antaranya ada yang tidak demikian. dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran).(QS. al- A’araf: 168).

(59)

48

Memperbaiki dan mempelancar interaksi sosial hanya orang yang mau bersyukur yang bisa melakukan upaya memperbaiki dan mempelancar hubungan sosial, karena dia tidak ingin menikmati sendiri apa yang telah diperolehnya. (Yani, 2007 : 251- 252).

d. Mintalah kepada Allah

Demikianlah, kedekatan dengan Allah tidak akan menjadi mudah kecuali dengan jalan menghambakan diri. Dia adalah Maha pemberi. Dia yang memenuhi dasar lautan dengan mutiara, yang membungkus duri dengan mawar dan memberikan roh kepada segenggam tanah. Semuanya dilakukan tanpa adanya pretense dan tanpa pendahulu. Setiap komponen alam memiliki kedudukan di sisi-Nya. Ketika seseorang mendengar kabar bahwa di sebuah kota ada seorang yang mulia yang memberi hadiah dengan donasi yang benar, maka untuk terdorong mengunjungi orang tersebut dengan harapan bisa mendapat dari bagian pemberian itu. Demikianlah Allah mengaruniakan ketenaran pada orang seperti itu. Jika reputasi dan seluruh alam lahir dari kelembutan-kelembutan-Nya, mengapa kamu tidak mencari manfaat dari-Nya, tidak meminta jubah- jubah kehormatan dan memohon kepada- Nya? Kamu justru malah duduk menganggur seraya berkata : “Jika Allah menghendaki, Dia akan memberikan semua itu padaku. Kamu tidak pernah meminta apa pun dari- Nya”.(Rumi,terj.Latif, 2015: 383).

(60)

menggerak-49

gerakan ekornya. Seakan-akan dia berkata: “Beri aku roti, karena tidak punya roti dan kamu memiliki apa yang aku cari”. Anjing bisa membedakan hal itu. Akhirnya, kamu tidak lebih rendah dari anjing yang tidak rela tidur di atas abu dan berkata: “ Jika Allah menghendaki, Dia akan memberiku roti, “ tapi dia akan mencari dan mengibaskan ekornya. Jadi, kibaskan juga ekormu, mintalah kepada Allah dan memohonlah, karena permohonan kepada sang Pemberi seprti ini adalah tuntutan yang agung. Ketika kamu sedang kekurangan, mintalah bagianmu kepada pemilik kedermawanan dan kekayaan. (Rumi,terj.Latif, 2015: 383-384).

Allah sangat dekat denganmu. Setiap pikiran dan gagasan yang kamu yakini, Allah akan selalu berada di dalamnya. Karena Dia yang memberikan eksistensi bagi gagasan dan pemikiran itu dan membuatnya berada di pangkuanmu. Tetapi karena begitu dekatnya Dia denganmu, kamu tidak bisa melihat- Nya. .(Rumi,terj.Latif, 2015: 384).

Keadaan semacam ini seperti keadaan seseorang yang tidak melihat air mengalir. Dia dilemparkan kedalam air itu dengan kedua mata tertutup kain, lalu tubuhnya mersakan sesuatu yang basah dan halus. Saat penutup itu tersingkap dari kedua matanya, ia baru bisa mengerti bahwa itu adalah air. Ia mengetahui pengaruhnya terlebih dahulu sebelum melihat wujudnya. (Rumi,terj.Latif, 2015: 385).

e. Aku duduk bersama nereka yang mengingat-Ku

(61)

50

berita-berita ini, siapa yang setiap saat akan rela mengemban kabar- kabar ini? Seandainya semua hati itu tidak melihat kehidupannya kala ia terbakar dan berserakan dimana-mana, bagaimana mungkin ia ingin terbakar? Hati yang terbakar dengan api syahwat dunia dan menjadi debu, apakah ia akan mendengar suara atau melihat kilauannya?

Aku sudah tahu bahwa berlebih- lebihan bukanlah akhlaqku,

Apa yang menjadi rezekiku akan menghampiriku.

Aku berusaha mendapatkannya,

Namun mencarinya hanya membuatku derita,

Andai aku duduk, ia akan mendatangiku dan tidak akan menyakitiku.

Yang benar adalah: Aku sudah mengetahui aturan rezeki. Berjalan ke sana kemari tanpa tujuan dan penolongku selain dalam kondisi darurat bukanlah termasuk akhlakku. Sungguh apa yang sudah menjadi bagianku akan menghampiriku meskipun aku duduk sambil berkhayal mendapatkan emas, makanan, pakaian, dan api syahwat. Namun ketika aku berusah mencarinya, usaha itu hanya menyakitiku, membuatku tegang dan terganggu. Seandainya aku bersabar dan tetap diam di tempatku, rezeki itu akan tanpa lara dan gangguan. Karena rezeki itu juga mencari dan menarikku. Saat dia tidak mampu menarikku, ia akan mendatangiku seperti halnya saat aku tidak mampu menariknya, aku akan mendatanginya. (Rumi,terj.Latif, 2015: 408-409).

(62)

51

dudukmu ini adalah duduk demi mengerjakan amalan-amalan agama dan mengabdikan diri untuk agama. Meskipun manusia bekerja demi agama, hakikatnya ia duduk, dan meskipun manusia duduk demi agama, hakikatnya ia bekerja. Rasulullah Saw. Bersabda yang artinya: “Barang siapa yang menjadikan semua keinginannya menjadi satu keinginan saja

(yaitu akhirat), maka Allah akan mencukupkan seluruh keinginannya yang

lain“.Barang siapa yang memiliki sepuluh cita-cita agama, maka Allah

(63)

52 BAB IV

ANALISIS KONSEP NILAI-NILAI KECERDASAN SPIRITUAL

DALAM BUKU FIHI MA FIHI DAN RELEVANSINYA

DENGAN KONTEKS PERKEMBANGAN PENDIDIKAN

TERHADAP PESERTA DIDIK

A. Analisis Konsep Nilai-Nilai Kecerdasan Spiritual Dalam Buku Fihi Ma

Fihi

Jalaluddin Rumi merupakan seorang ulama dan penyair Sufi yang sebagaian besar karyanya berbentuk prosa. Yang diungkapkan melalui bait-bait syair dan puisi, dimana oleh sementara orang ia dianggap sebagai pelopor yang menghidupkan kembali semangat keagamaan kaum muslimin dan berusaha membuang jauh-jauh kesan yang selama ini merusak citra para Sufi yang dianggap sebagai fatalis. Sebaliknya, ia mengetengahkan gagasan-gagasan yang penuh dinamika yang mendorong manusia untuk senantiasa berbuat, berkarya dan bekerja keras untuk menunaikan tugas kemanusiannya yang amat berat. Dan diantara karya Beliau yang berhubungan dengan kecerdasan spiritual tertuang dalam karyanya Fihi Ma Fihi.

(64)

53

spiritual dapat dicapai melalui jalan cinta. Jalan cinta merupakan upaya spiritual yang diawali dengan aktivitas pembersihan jiwa dari ketertarikan pada pemilikan harta benda dan sifat-sifat tercela, serta disempurnakan dengan aktivitas pembersihan jiwa dari ketertarikan dunia, serta disempurnakan dengan aktivitas berperilaku sesuai dengan sifat-sifat kemulian Allah.

Dari keterangan diatas kecerdasan spiritual sangat dibutuhkan oleh setiap individu dalam menjalani kehidupan, termasuk anak-anak dan remaja. Kecerdasan spiritual merupakan inti yang dapat menggerakkan kecerdasan lainnya. Terlepas dari semua itu Jalaluddin Rumi memiliki berbagai alasan, tujuan dan latar belakang mengenai karyanya Fihi Ma Fihi .

Rumi mula-mula mempelajari tasawuf dari ulama terkenal bernama Burhanuddin al-Tirmidhi. Tetapi guru kerohaniannya yang sebenarnya ialah Syamsuddin al-Tabrizi atau Syamsi Tabris. Sebelum tampil sebagai ahli

tasawuf dan sastrawan terkemuka, Kebanyakan pembahasan dalam setiap

(65)

54

Bagi Rumi, tidak layak meniadakan sesuatu hanya karena tidak pernah melihatnya dengan indera. Sesungguhnya, batin akan selalu tersembunyi di balik yang lahir, seperti faedah penyembuhan yang terkandung dalam obat. “Padahal, yang lahir itu senantiasa menunjukan adanya sesuatu yang tersimpan, yang tersembunyi di balik dirinya. Bukankah anda mengenal obat yang bermanfaat? Bukankah kegunaannya di dalamnya tegas Rumi.(Solihin, 2003: 164-165).

Rumi melihat dalam diri Syams api cinta yang membakar. Rumi, yang menganggap dirinya seorang Syekh yang menguasai segenap ilmu pengetahuan, pun berguru kepada Syams. Ia tinggalkan segala miliknya demi kecintaan pada kekasih sejati, yang kini mengejawantahkan pada sosok Syams. (Bayat,terj.Nasrulloh,1999: 142).

Rumi mengungkapkan gagasan tasawuf dalam puisi, prosa puisi, khotbah dan dialog. Karya tasawuf Rumi sangat melimpah dan yang masyhur ialah Diwan- I Shamsi Tabriz ( sajak pujian kepada Syams Tabriz),

Matsnaw-I Ma’nawi (prosa lirik tentang makna-makna), Ruba’iyat (kumpulan sajak

empat baris), Fihi ma Fihi (di dalam ada seperti yang di dalam), Makatib (kumpulan surat-surat Rumi kepada para sahabatnya) dan Majalis I Sab’ah (himpunan khotbah Rumi di masjid- masjid dan halaqoh keagamaan). (Rifa’I, 2010 : 106).

(66)

55

ajaran Rumi selalu mengacu pada Al-Qur’an, Sunnah Nabi, dan ajaran-ajaran kaum Sufi terdahulu. Pesan-pesan Rumi bersifat universal, dan dia sangat liberal dalam menggunakan contoh yang diambil dari sumber-sumber yang tidak asing bagi setiap orang. Tema universal yang terkandung dalam karya-karyanya, membuat Rumi mendapat tempat khusus di hati masyarakat dunia. Tidak hanya bagi pemeluk Islam, tetapi juga pemeluk agama Nasrani, Yahudi dan Zoroaster. Menurutnya, semua manusia di dunia dipandang adil dan sama. .(Rifa’I, 2010: 107).

(67)

56

Cinta sejati, menurut Rumi, dapat , membawa seseorang mengenal alam hakikat yang tersembunyi dalam bentuk-bentuk lahiriah kehidupan. Karena cinta dapat membawa kita menuju kebenaran tertinggi , Rumi berpendapat cintalah sebenarnya yang merupakan sarana terpenting dalam mentrasendesikan diri Dalam salah satu syairnya sebagai berikut :

“Bagaimana keadaan sang pecinta?”

Tanya seorang laki- laki.

Kujawab, “jangan bertanya seperti itu,

Sobat:

Bila engkau seperti aku, tentu engkau akan tahu:

Ketika Dia memanggilmu, Engkau pun akan memanggil-Nya!”

(Schimmel,terj.Abdurahman dan Hasan , 2008: 237)

Referensi

Dokumen terkait

Bila ada sedikit saja yang tidak beres, ia langsung menjambak rambutku dan menendang dengan kakinya (LMBM 2008:98). Perlu diketahui, bahwa kutipan tentang kezaliman