• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI-NILAI PENDIDIKAN TASAWUF DALAM BUKU MUSYAWARAH BURUNG (MANTIQ AL- TAYR) KARYA FARIDUDDIN ATTAR SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "NILAI-NILAI PENDIDIKAN TASAWUF DALAM BUKU MUSYAWARAH BURUNG (MANTIQ AL- TAYR) KARYA FARIDUDDIN ATTAR SKRIPSI"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI-NILAI PENDIDIKAN TASAWUF

DALAM BUKU MUSYAWARAH BURUNG (MANTIQ

AL-TAYR) KARYA FARIDUDDIN ATTAR

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Disusun Oleh

MUHAMMAD FARIDUDDIN 111 12 027

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

MOTTO

“Dunia ini dianyam oleh miliaran kehidupan, Setiap benang

melintasi benang yang lain.

Apa yang disebut dengan Filsafat hanya sebuah pergerakan kecil

dari sehelai benang.

Jika kau bisa menerjemahkan Setiap benang yang merajutnya,

Masa depan akan sepenuhnya bisa terbaca semudah

Matematika.”

(8)

viii

Skripsi yang sederhana ini penulis persembahkan kepada:

Ayahku Muhammad Islami dan Ibuku Siti Amroh yang

memberikan segalanya, tanpa jerih payah dan kasih sayang

darinya tak akan pernah mampu kuberada dalam keadaan yang

sebaik ini.

Seluruh dosen IAIN Salatiga, Khususnya Dra. Djami‟atul

Islamiyah, M.Ag. yang telah memberikan pengarahannya

hingga titik akhir pembuatan skripsi ini.

Seluruh teman-teman angkatan 2012 terima kasih telah

memberikan warna-warni dalam kehidupanku dan semoga

kawilujengan

dan

bagas kewaran

bersama kalian.

Teman-teman Ponpes Al-Islah, bersama kalian aku tempuh

masa muda untuk belajar kedewasaan

Dan kepada pembaca yang menyempatkan mengutip ataupun

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, meskipun dalam wujud yang sederhana dan jauh dari sempurna. Sholawat dan salam Allah Swt, semoga senantiasa terlimpahkan kepada Sang Penyempurna akhlak manusia dan yang selalu kuucap namamu sebagai bentuk kerinduan yang tak ada hentinya.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga.

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Pd. selaku Ketua Jurusan PAI IAIN Salatiga

4. Ibu Dra. Djami‟atul Islamiyah, M.Ag. selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan secara ikhlas dan sabar meluangakan waktu serta mencurahkan pikiran dan tenaganya untuk memberi bimbingan dan pengarahan yang sangat berguna sejak awal proses penyusunan dan penulisan hingga terselesaikannya skripsi ini.

(10)
(11)

ABSTRAK

Fariduddin Muhammad. 2017. Nilai-Nilai Pendidikan Tasawuf dalam Buku Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr) Karya Fariduddin Attar. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

Pembimbing : Dra. Djami‟atul Islamiyah, M.Ag.

Kata Kunci: Buku Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr), Pendidikan Tasawuf. Penelitian yang berjudul Nilia-Nilai Pendidikan Tasawuf dalam Buku Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr) karya Fariduddin Attar ini dimaksudkan untuk menggali nilai-nilai pendidikan tasawuf dalam buku musyawarah burung (Mantiq Al-Tayr). dari segi judulnya buku ini memang tidak secara eksplisit memuat tentang tasawuf, namun sesungguhnya isi dari buku ini mengandung nilai pendidikan tasawuf secara alegoris. Dalam konteks sekarang nilai pendidikan tasawuf menjadi sangat penting di tengah kemajuan teknologi dan informasi yang semakin canggih dan global untuk di aplikasi dalam kehidupan sekarang kususnya kaum remaja.

Pokok permasalahan dalam dalam skripsi ini adalah: 1) Bagaimana nilai-nilai pendidikan tasawuf yang terkandung dalam buku Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr) karya Fariduddin Attar? 2) Bagaimana relevansi nilai-nilai pendidikan tasawuf dalam buku Musayawarah Burung (Mantiq Al-Tayr) karya Fariduddin Attar dengan Konteks sekarang?

Mengingat kajiannya merupakan penelitian literarur/studi pustaka (library research) maka metode yang digunakan adalah Metode Hermeneutika Teks dan Metode Content Analysis (Analisis Isi). Data yang terkumpul akan dianalisi, dipelajari dan dideskripsikan. Selanjutnya memberikan gambaran, penjelasan, dan diuraikan.

(12)

xii

HALAMAN BERLOGO ... ii

HALAMAN DEKLARASI ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv

HALAMAN NOTA PEMBIMBING ... v

HALAMAN PENGESAHAN ... vi

MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

ABSTRAK ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Metode Penelitian ... 8

F. Penegasan Istilah ... 11

(13)

BAB II BIOGRAFI FARIDUDDIN ATTAR

A. Biografi Fariduddin Attar ... 17 B. Karya Sastra Fariduddin Attar ... 22 BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN

A. Isi Buku Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr)

Secara Umum ... 26 B. Nilai-Nilai Pendidikan Tasawuf dalam Buku

Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr) Dengan

Konteks Sekarang ... 38 BAB IV PEMBAHASAN

A. Analisis Terhadap Nilai-Nilai Pendidikan Tasawuf Dalam Buku Musyawarah Burung (Mantiq

Al-Tayr) ... 55 B. Relevansi Nilai-Nilai Pendidikan Tasawuf Dalam

Buku Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr)

Dengan Konteks Sekarang ... 93 BAB V PENUTUP

(14)

xiv

Lampiran 2 Surat Pembimbingan dan Asisten Pembimbingan Skripsi Lampiran 3 Lembar Konsultasi Skripsi

Lampiran 4 Daftar SKK

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sastra bukanlah sekedar budaya tulis dan rangkaian kata-kata yang tersusun dari beberapa bait, tetapi sastra adalah keindahan dan budaya kelembutan, sastra adalah salah satu refleksi dari naluri manusia untuk mencari kelembutan dan keindahan (estetika). karena Tuhan sendiripun menyampaikan kitab suci Al Quran dengan bahasa sastra, kalimat-kalimat Rasulullah sendiripun juga indah, bagai mana jadinya bila melakukan sholat tanpa rasa khusuk dan banyak pertanyaan yang biasa anda teruskan sendiri.

Tingkat sastra dalam Al-Quran begitu tinggi dan indahnya, bahkan Allah SWT juga pernah memberi tantangan kepada manusia dan jin dalam Al Quran, Allah berfirman:

(16)

2

Nuansa keindahan (estetik) dan kelembutan selau tercermin disetiap zaman dan kebudayaan masing-masing bangsa, Esteika dalam tradisi Islam dapat dikatakana sebagai jalan kerohanian, bentuk-bentuk yang berhubungan denga spiritualitas dan religiusitas. Sebagaimana puisi-puisi pujian kepada Nabi Muhammad SAW, sebab yang di ungkap ialah hakikat perjalanan rohani manusia menuju kebenaran yang tertinggi yaitu Tauhid (Hadi, 2004:44).

Sastra sufi adalah sastra yang berasal dari ungkapan pengalaman religiusitas sang pelaku suluk (pelaku tasawuf), seperti ungkapan kerinduan seorang hamba kepada kekasih-Nya. Jalaluddin Rumi menulis dalam sajak mistiknya:

Dengar alunan pilu seruling bambu

Sayu sendu nadanya menusuk kalbu

Begitulah ia sejak bercerai dari batang pohon rimba

Dadanya sesak di penuhi cinta dan kepiluan

Api cintalah yng membakar diriku

Anggur cintalah yang memberiku cinta mengawan

Inginkah kautahu bagaimana pencinta luka?

Dengar, dengar alunan seruling bambu

(17)

ayat-ayat Al-Quran, dan tidak jarang puisi-puisi mereka sebenarnya merupakan tafsir spiritual terhadap ayat-ayat Al-Quran yang di transformasikan ke dalam bahasa figurasi puisi (Hadi, 2004:38).

Segala bentuk keindahan dapat dijadikan sarana menuju pengalaman religius, sesuai dengan cara seseorang menanggapi keindaha. Dalam tradisi islam estetika juga menjelma menjadi ekpresi solidaritas sosial dan sejarah, sebagai mana di manifestasikan dalam karya-karya yang tergolong sastra adab, sejarah, epik, hikayat orang suci, kisah rakyat jelata, kisah didaktik dan cerita binatang seperti musyawarah burung (Mantiq Al-Tayar), atau karya-karya yang tergolong pelipur lara.

Renungan estetikus muslim tentang keindahan estetis (zahir) juga dapat disikap melalui tamsil-tamsil yang mereka gunakan dalam menggambarkan tahap-tahap perjalanan rohani (suluk) yang mereka tempuh menuju Yang Satu. Karena perjalanan itu merupakan perjalanan naik dari alam kewujudan yang lebih tinggi, maka digunakan tamsil perjalanan mendaki puncak gunung. sering pula digunakan tamsil penerbangan burung menuju puncak gunung yang tinggi seperti dalam Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr). Burung merupaka tamsil bagi roh yang senantiasa diusik kerinduan kepada asal usul kerohaniannya di alam ketuhanan (Hadi, 2004:45).

(18)

4

religiusitas serta nilai-nilai pendidikan tasawuf dalam buku sastra Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr) karya Fariduddin Attar.

Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr) karya Fariduddin Attar Sebuah puisi prosa dalam bait-bait bersajak, karya ini terdiri dari 4000 syair lebih yang dianggap sebagai tulisan paling berwawasan luas dan menjadi masterpiece terpenting puisi sufi, juga sebagai sastra sufistik yang diakui secara global. Masterpiece Fariduddin Attar ini mempunyai kekuatan untuk berbicara kepada pelaku tasawuf itu sendiri maupun orang awam.

(19)

menyatakan bahwa ternyata hanya tiga puluh ekor burung yang mencapai tujuan dan Simurgh (Raja Burung) tidak lain ialah hakikat diri mereka sendiri (Hadi, 2004:137).

Dalam buku Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr) karangan Fariduddin Attar di gambarkan secara simbolik bahwa jalan kerohanian dalam ilmu tasawuf ditempuh melalui tujuh lembah (wadi), yaitu :lembah pencarian (talab), cinta („isyq), makrifat (ma‟rifah), kepuasan hati (istighna), keesaan (tauhid), ketakjuban (hayrat), kefakiran (faqr) dan hapus (fana‟). Namun Attar menganggap bahwa secara keseluruhan jalan tasawuf itu sebenarnya merupakan jalan cinta, dan keadaan-keadaan rohani yang jumlahnya tuju itu tidak lain adalah keadaan-keadaan yang bertalian dengan cinta. Misalnya ketika seseorang memasuki lembah pencarian. Cintalah sebenarnya yang mendorong seseorang melakukan pencarian. Adapun kepuasan hati, perasaan atau keyakinan akan keesaan Tuhan, serta ketakjupan dan persatuan mistik merupakan tahapan keadaan berikutnya yang di capai di jalan cinta.

Dari uraian di atas, penulis ingin lebih jauh mengkaji tentang nilai pendidikan tasawuf pemikiran Fariduddin Attar melalui sebagian karyanya yaitu buku Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr) yang di dalamnya terdapat beberapa uraian tentang pendidikan tasawuf. Untuk itu, penulis mencoba untuk menyusun sebuah skripsi yang berjudul: Nilai-Nilai Pendidikan Tasawuf dalam Buku Musyawarah Burung (Mantiq

(20)

6

memberikan kontribusi dan manfaat bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

B. Rumusan Masalah

Langkah selanjutnya setelah penegasan istilah adalah perumusan

pokok permasalahan yang akan dikaji. ”permasalahan yang paling baik

apabila permasalahan itu datang dari diri sendiri, karena hal itu didorong

oleh adanya kebutuhan untuk memperoleh jawabannya”. Pokok

permasalahan pengkajian dalam hal ini sebagai berikut.

1. Bagaimana nilai-nilai pendidikan tasawuf yang terkandung dalam buku Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr) karya Fariduddin Attar?

2. Bagaimana relevansi nilai-nilai pendidikan tasawuf dalam buku Musayawarah Burung (Mantiq Al-Tayr) karya Fariduddin Attar dengan Konteks sekarang?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan di atas, maka tujuan yang hendak diperoleh dalam penulisan skripsi ini sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan tasawuf yang terkandung dalam buku Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr) karya Fariduddin Attar.

(21)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, antara lain:

1. Secara Teoritis

a. Dapat mendiskripsikan konsep nilai-nilai pendidikan tasawuf dalam buku Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr) karya Fariduddin Attar

b. Dapat mendiskripsikan relevansi nilai-nilai pendidikan tasawuf dalam buku Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr) karya Fariduddin Attar.

c. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai tambahan wacana dalam metode pendidikan tasawuf bagi dunia pendidikan Islam

2. Secara Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menginformasikan bahwa terdapat banyak pelajaran, hikmah, dan metode pendidikan tasawuf yang dapat dipetik dari buku musyawarah burung (Mantiq Al-Tayr) yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

(22)

8 E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan pendekatan kepustakaan (library research), karena semua sumber yang digali adalah bersumber dari pustaka (Hadi, 1990:3). Penelitian kualitatif ini sebagai prosedur penilaian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari seseorang yang dapat diamati. Dalam hal ini objeknya adalah pemikiran tasawuf yang terkandung dalam buku Musyawarag Burung (Mantiq Al-Tayr) karya Fariduddin Attar.

2. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan studi pustaka. Dalam tahapan ini, peneliti berusaha menyeleksi data-data (buku) yang ada relevansinya dengan pendidikan tasawuf dan buku Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr) karya Fariduddin Attar.

Sumber Data Primer, yaitu data yang sangat mendukung dan pokok dalam penelitian. Dalam hal ini, peneliti menggunakan buku Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr).

Sumber data sekunder, yaitu data yang berorientasi pada data yang mendukung secara langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan subjek penelitian. Data sekunder yang dimaksud dalam hal ini adalah:

(23)

b. Abdul Hadi : Hermeneutika, Estetika, dan Religiusitas Esai-Esai Sastra Sufistik

c. Hamka : Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya d. Sa‟id Hawa : Jalan Ruhani

e. Harun Nasution : Filsafat dan Mistisme dalam Islam

f. Annemarie Schimmel: Dimensi Mistik Dalam Islam dan buku-buku lainya yang ada Relevansinya dengan objek pembahasan penulis.

3. Metode Analisis Data

Data yang telah terkumpul diolah dengan Metode a. Metode Hermeneutika Teks

Hermeneutika Teks pada dasarnya merupakan wahana penelitian dengan cara interpretasi (penafsiran) terhadap teks. Hermeneutika menurut pandangan kritik sastra ialah sebuah metode untuk memahami teks yang di uraikan dan di peruntutkan bagi penelaah teks karya sastra, apapun bentuknya, berkaitan dengan suatu aktivitas yakni interpretasi (Edraswara, 2013:74).

(24)

10

Grammatical Hermeneutics” (Hermeneutika Grammatikal). (Al- Mirzanah, Syamsuddin, 2011: ix).

Dari ungkapan Schleiermacher di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa “Grammatical Hermeneutics” (Hermeneutika Grammatikal) adalah interpretasi yang melihat bahasa hingga pada tingkat tertentu dimana bahasa menentukan pikiran seluruh individu. (Al- Mirzanah, Syamsuddin, 2011: 12-13).

Semua langkah-langkah ini dimaksud untuk melakukan interpretasi guna menangkap arti, nilai dan maksud pendidikan tasawuf yang terkandung dalam buku Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr).

b. Metode Content Analysis (Analisis Isi)

(25)

F. Penegasan Istilah

Untuk mengetahui lebih lanjut tentang masalah yang akan peneliti kemukakan dan agar tidak terjadi perbedaan persepsi perlu dijelaskan dan ditegaskan maksud serta batasan-batasan istilah yang digunakan. Adapun istilah-istilah yang perlu ditegaskan pengertiannya di sini adalah sebagai berikut:

1. Nilai-nilai

Nilai adalah sesuatu yang dipandang baik, disukai, dan paling benar menurut keyakinan seseorang atau kelompok orang sehingga prefensinya tercermin dalam prilaku, sikap, dan perbuatan-perbuatanya (Maslikhah, 2009:106).

Jadi nilai dapat diartikan sebagai entitas atau inti mutiara dari sebuah hikmah yang berguna bagi manusia.

2. Pendidikan Tasawuf a. Pendidikan

Pendidikan berasal dari kata didik, kemudian mendapatkan awalan pe- dan akhiran -an yang berarti pengukuhan sikap dan tata perilaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewesakan manusia melalui upaya pengajaran, pelatihan, proses, cara dan perbuatan mendidik (Tim Pengembang Ilmu Pendidikan, 2007: 27).

(26)

12

pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelektual), dan tubuh anak.

Pendidikan adalah proses bantuan dan pertolongan yang diberikan oleh pendidikan kepada peserta didik atas pertumbuhan jasmani dan perkembangan rohaninya secara optimal (Munib, 2006: 32).

Jadi Pendidikan adalah upaya untuk membantu mengoptimalkan pertumbuhan peserta didik baik secara Jasmani maupun Rohani.

b. Tasawuf

Tasawuf atau sufisme adalah satu cabang keilmuan dalam Islam atau secara keilmuan ia adalah hasil kebudayaan Islam yang lahir kemudian setelah Rasulullah SAW wafat.

Secara Etimologis, kata ini berasal dari bahasa Arab, Tashawwafa, Yatashawwafu, Tashawwufan. Ulama berbeda

pendapat dari mana asal ushulnya. Ada yang mengatakan dari kata

Shuf” (bulu domba), “Shaf” (jernih) dan dari kata “Shuffah

(Suatu tempat di Masjid Nabawi yang di tempati oleh sebagian sahabat Nabi Muhammad SAW). Pemikiran masing masing pihak di latar belakangi obsesinya dan fenomena yang ada pada diri para sufi (Syukur, 2004: 4).

(27)

menonjol adalah yang di gagas oleh Ibrahim Basuniy. Dari ribuan definisi itu, dia menggolongkan menjadi tiga bagian, yaitu Al-Bidayah, Al Mujahadah, Al-Madzaqat.

Sudut pandang pertama (Al-Bidayah), mempunyai arti bahwa tujuan awal dari kemunculan tasawuf adalah sebagi manifestasi (perwujutan) dari kesadaran spiritual manusia tentang dirinya sebagai mahluk Tuhan.

Sudut pandang kedua (Al-Mujahadah) adalah seperangkat amaliah dan latihan dengan cara bersungguh-sungguh untuk memperoleh apa yang selama ini menjadi tujuan utamanya, yaitu berjumpa dengan Allah, atau usaha diri yang sungguh-sungguh agar bias berada sedekat-dekatnya dengan Allah.

Sudut pandang ketiga (Al-Madzaqat) bisa diartikan sebagai apa dan bagaimana yang dialami dan dirasakan manusia dihadirat Tuhannya. Apa ia melihat Tuhan, merasakan kehadiran Tuhan dalam hatinya, atau ia merasa bersatu dengan Tuhan. Berdasarkan pendekatan ini tasawuf dipahami sebagai al-ma‟rifatul haq, yakni ilmu tentang hakikat realitas realitas intuitif yang terbuka bagi sufi (Forum Karya Ilmiah Purna Siswa, 2011: 14-15).

(28)

14

“Tauhid” secara sederhana dapat dikatakana Ilmu tasawuf adalah ilmu yang menjelaskan tata cara pengembangan rohani manusia dalam rangka usaha mencari dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Berdasarkan keterangan di atas dapat kita tari gari bahwa pendidikan tasawuf adalah uapaya untuk menigkatkan pertumbuhan Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Spiritual, untuk mengenali siapa dirinya agar lebih mengenali Tuhanya, mengerti tujuan hidupnya dan mengerti peranya di dalam kehidupan ini.

3. Buku Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr)

Musyawarah Burung menceritakan penerbangan burung-burung mencari raja diraja mereka Simurgh (Raja Burung) yang berada di puncak gunung Qaf yang sangat jauh dari tempat mereka berada, perjalanan itu dipimpin oleh Hudhud, burung kesayangan Nabi Sulaiman AS. yang melambangkan guru sufi yang telah mencapai tingkat makrifat yang tinggi. Sedangkan burung-burung melambangkan jiwa atau roh manusia yang gelisah di sebabkan kerinduannya kepada hakikat ketuhanan. Simurgh (Raja Burung) sendiri merupakan lambang diri hakikat mereka dan sekaligus lambang hakikat Ketuhanan.

(29)

(maqam) seseorang penempuh jalan akan mengalami keadaan-keadaan jiwa/ rohani (ahwal, kata jamak dari hal). Uraian keadaan rohani yang di sajikan Attar menarik karena menggunakan

kisah-kisah perumpamaan. Pada akhir cerita „Attar menyatakan bahwa

ternyata hanya tiga puluh ekor burung yang mencapai tujuan, dan Simurgh (Raja Burung) tidak lain ialah hakikat diri mereka sendiri (Hadi, 2004:137).

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam skripsi ini terdiri dari lima bab yang perinciannya sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan, yang terdiri dari: latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II : Biografi dan Karya Fariduddin Attar, yang terdiri dari: Biografi Fariduddin Attar, dan Beberapa karya sastra Fariduddin Attar. Bab III: Deskripsi Pemikiran, yang terdiri dari: isi buku musyawarah burung (Mantiq Al-Tayr) secara umum, dan nilai-nilai pendidikan tasawuf dalam buku musyawarah burung (Mantiq Al-Tayr) dalam konteks sekarang.

(30)

16

(31)

BAB II

BIOGRAFI FARIDUDDIN ATTAR

A. Biogarafi Fariduddin Attar

Ketiga ahli tasawuf besar Persia seperti Abu Sa‟id, Al-Ansari, dan Sanai yang telah memberi jalan buat kedatangan seorang sufi yang sangat mendalam, penyair kecintaan kepada Tuhan dan pengarang yang kaya akan fisualisasinya yang bisa membawa niali-nilai tasawuf dalam bentuk sastra dan puisi. Itulah fariduddin Al-Attar orang Naisabur, yang meninggal di permulaan abad ke-Tujuh Hijriyah. Dia digelari orang “Sauthus Salikin”, artinya cemeti orang-orang yang mengerjakan suluk (thoriqot tasawuf). Tidak kurang dari 40 buah rangkaian syair karangan beliau, terdiri dari beribu bait,

ada yang pendek dan ada yang panjang. Diantaranya ialah “Kitab Nasehat”

(Bandinamah), dan sebuah kitab yang mendalam, bernama Mantiq Al- Tayr (Musyawarah Burung). Buku Musyawarah Burung itulah yang berisi perjalana untuk mencapai perjumpaan dengan khaliknya, dalam tulisan yang sangat indah dan mendalam (Hamka 1984: 178).

(32)

18

adalah dia meninggal setelah ditangkap oleh orang Mongol. Suatu hari seorang dating dan menawarkan seribu keping perak untuk membeli Attar. Attar mengatakan kepada orang Mongol agar tidak menjual dirinya karena harga itu tidak benar. Orang Mongol menerima kata-kata Attar dan tidak menjualnya. Kemudian, orang lain datang dan menawarkan sekarung jerami untuknya. Attar menasehati orang Mongol untuk menjual dirinya karena harga itu sangat layak. Tentara Mongol itu menjadi sangat marah dan memenggal kepala Attar. Jadi Attar mati untuk mengajarkan sebuah hikmah.

(33)

menghabiskan sebagian besar hidupnya mengumpulkan puisi mistik sufi lainnya.

Attar adalah anak dari seorang ahli kimia yang makmur, dan mendapat pendidikan yang sangat baik dalam bahasa Arab. Teosofi dan obat-obatan. Dia membantu ayahnya di toko dan kematian ayahnya, membuatnya mengambil alih kepemilikan toko itu. Orang-orang yang membantu di tokonya sering mencurahkan masalah mereka kepada Attar dan ini mempengaruhi dirinya secara mendalam. Akhirnya, ia meninggalkan tokonya dan pergi ke kufah, Mekkah, Damaskus, Turkistan, dan India, bertemu dengan Syeh-syeh sufi dan kembali memperkenalkan ide-ide tasawuf untuk kota kelahirannya Nishapur (Attar, 2015: 362).

(34)

20

darwis. "Kita tunggu saja," kata darwis itu, dan segera sesudah itu ia pun merebahkan diri dan mati.

Peristiwa ini menimbulkan kesan yang amat dalam dihati Attar sehingga ia meninggalkan kedai ayahnya, menjadi murid Syaikh Bukn-ud-din yang terkenal, dan mulai mempelajari sistem pemikiran Sufi, dalam teori dan praktek. Selama tiga puluh sembilan tahun ia mengembara ke berbagai negeri, belajar dipermukiman-permukiman para syaikh dan mengumpulkan tulisan-tulisan para Sufi yang saleh, sekalian dengan legenda-legenda dan cerita-cerita. Kemudian ia pun kembali ke Nisyapur di mana ia melewatkan sisa hidupnya. Konon ia memiliki pengertian yang lebih dalam tentang alam pikiran Sufi dibandingkan dengan siapa pun di zamannya. Ia mengarang sekitar dua ratus ribu sajak dan banyak karya prosa. Ia hidup sebelum Jalal-uddin Rumi. Ditanya siapa yang lebih pandai di antara keduanya itu, seorang Sufi mengatakan, "Rumi membubung ke puncak kesempurnaan bagai rajawali dalam sekejap mata; Attar mencapai tempat itu juga dengan merayap seperti semut. Rumi mengatakan, "Attar ialah jiwa itu sendiri."

(35)

Allah Kekal

Dengan nama Allah Yang Pengasih Yang Pengampun

Di sini di taman Adn bawah, Attar menebarkan wangi pada jiwa

orang-orang yang paling sederhana.

Inilah makam seorang yang begitu mulia sehingga debu yang terusik

kakinya akan merupakan kollirium di mata langit; makam syaikh Farid Attar

yang terkenal, yang menjadi ikutan orang-orang suci; makam penebar wangi

yang utama dengan nafasnya yang mengharumi dunia dari Kaf ke Kaf.

Di kedainya, sarang para malaikat, langit bagai botol obat semerbak

dengan wangi sitrun. Bumi Nisyapur akan terkenal hingga hari kiamat karena

orang yang termasyhur ini.Tambang emasnya terdapat di Nisyapur sebab ia

dilahirkan di Zarwand di wilayah Gurgan. Ia tinggal di Nisyapur selama

delapan puluh dua tabun, dan tiga puluh dua tahun dari waktu itu

dilewatkannya dalam ketenangan. Dalam usia yang sudah amat lanjut ia

dikejar-kejar pedang pasukan tentara yang menelan segalanya. Farid tewas

di zaman Hulaku Khan, terbunuh sebagai syahid dalam pembantaian

besar-besaran yang terjadi ketika itu … Semoga Tuhan Yang Maha Tinggi

mempersegar jiwanya! Tingkatkanlah, o Rabbi, kebajikannya.

Makam orang yang mulia ini terletak di sini dalam wilayah

(36)

22

Selebihnya, inskripsi itu menyatakan pujian terhadap Sultan. Agaknya

tak ada catatan tertulis dewasa ini tentang bagaimana, bila, dan di mana dia

meninggal dan dikuburkan. (Attar, 2015: 175-176).

B. Karya Sastra Fariduddin Attar

Setelah itu Attar kembali ke Nisapur, di mana ia melewatkan sisa hidupnya. Konon ia memiliki pengertian yang lebih dalam tentang alam pikiran sufi dibandingkan dengan siapa pun di zamannya. Ia menulis sekitar 200.000 sajak, 114 buku, termasuk masterpiece-nya, Musyawarah Burung.

Semasa hidupnya, selain menulis Musyawarah Burung, ia juga menulis prosa yang tak kurang tenarnya; Kenang-Kenangan Para Sufi dan Buku Bijak Bestari. Musyawarah Burung yang ditulis dalam gaya sajak alegoris ini, melambangkan kehidupan dan ajaran kaum sufi.

Kendati Attar merupakan salah seorang guru sufi besar dalam literatur klasik, dan pengilham Rumi, dongeng dan ajaran-ajaran guru-guru Sufi dalam karyanya Kenang-Kenangan Para Sufi, harus menunggu hampir tujuh setengah abad untuk diterjemahkan dalam bahasa Inggris.

Attar hidup sebelum Jalaluddin Rumi. Ketika ditanya siapa yang lebih

pandai di antara keduanya itu, seorang menjawab, “Rumi membubung ke

puncak kesempurnaan bagai rajawali dalam sekejap mata. Attar mencapai tempat itu juga dengan merayap seperti semut. Padahal Rumi sendiri berkata,

(37)

Ajaran-ajaran Attar banyak disertai gambaran-gambaran biografi, fabel, pepatah dan apologi, yang tidak hanya mengandung ajaran moral tetapi kiasan-kiasan yang menggambarkan tentang tahap-tahap khusus perkembangan manusia. Misalnya dalam Musyawarah Burung, ia membuat sketsa tahap-tahap individual dalam kesadaran manusia, meski hal ini direpresentasikan sebagai kejadian terhadap individu yang berbeda atau terhadap suatu komunitas seluruhnya. Attar menggunakan tema suatu 'perjalanan' atau 'pencarian' sebagai analogi dari tahap-tahap keberhasilan jiwa manusia dalam mencari kesempurnaan.

Tradisi-tradisi sufisme menegaskan bahwa karya Attar sangat penting, karena dengan membaca secara keseluruhan akan membantu menegakkan struktur sosial dan standar etika Islam. Sementara seleksi-seleksi khususnya mengandung materi inisiator yang tersembunyi oleh bagian-bagian teologikal yang berat.

Karya sastra Attar baik dalam lirik-lirik ataupun dalam banyak karya epiknya, Attar menunjukan bakat yang mengagumkan sebagai ahli cerita, ciri ini juga terlihat dalam koleksi biografinya tentang para wali, tadzkiratul auliya. Baginya biografi merupakan alat untuk mengisahkan cerita-cerita tentang guru-gurunya yang terhormat, bakat keahlian bercerita dan bahkan

bakat dramanya diperlihatkan dengan indahnya dalam tadzkiratul auliya‟.

(38)

24

pula. Memang, semua bukunya merupakan gudang kisah dan cerita yang hidup.

Hellmut Ritter yang memusatkan perhatiannya kepada buku besarnya Das Meer der Seele, Untuk menuliskan mistisisme dan seni persajakan „Attar,

membedakan tiga tahap dalam kehidupan penyairan itu. (Das Meer der Seele,

adalah karya lengkap tentang „Attar dan juga tentang masalah-masalah pemikiran dan puisi sufi, buku ini sanggat di perlukan oleh setiap orang yang mempelajari secara serius edisi karya-karya „Attar).

Periode pertama, ia adalah pujangga dalam bercerita, Mantiq Al-Tayar

„Musyawarah Burung-Burung‟, Ilahiname „kisahraja dan enam putranya‟ dan Musibatname „buku tentang penderitaan‟. Dalam periode kedua bentuk -bentuk lahiriah mulai menghilang dan anafora-anafora makin lama menjadi

makin panjang. „Attar seringkali begitu bergairah dalam menulis sehingga ia

berusaha memberikan rahasia illahi dengan rangkaian pengucapan yang berulang-ulang atau kata-kata yang identik; ia terbawa hanyut, karena kemabukannya, dari penalaran yang logis. Khas untuk periode ini bahwa pahlawan dalam Ushturname- sebuah sajak yang berpusat disekitar toko pemain boneka – bunuh diri dalam kegairahan mistik. Gagasan yang dulu

pernah tersebar luas bahwa „Attar menjadi orang syiah yang alim dalam

(39)
(40)

26

A. Isi Buku Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr) Secara Umum

Terbangnya burung-burung dengan sayap-sayap mereka merupakan simbol dari jiwa (Ruh) manusia yang sedang melakukan perjalanan spiritual. Bahkan Al-Quran sendiri juga berbicara tentang peran burung-burung sebagai pasukan intelejen dan sebagai bahasa pengantar untuk menyampaikan rahasia wahyu Allah kepada Nabi Sulaiman AS. Buku Mantiq Al-Tayr biasa diterjemahkan menjadi Musyawarah Burung adalah kisah alegori tentang perjuangan dan cobaan jiwa yang harus dihadapi seorang muslim untuk mencapai pencerahan spiritual. Buku ini berisi kumpulan fable, kisah jenaka, dan berbagai kisah dalam sebuah kisah, yang semuanya membentuk kisah tunggal tentang pencarian spiritual yang dipimpin oleh Burung Hud-hud yang melambangkan guru atau pembimbing spiritual.

(41)

tasawuf itu sebenarnya merupakan jalan cinta, dan keadaan-keadaan rohani yang jumlahnya tujuh itu tidak lain adalah keadaan-keadaan yang bertalian dengan cinta (Hadi, 2004: 137).

Dalam hal ini ketika seseorang memasuki lembah pencarian. Cintalah sebenarnya yang mendorong seseorang melakukan pencarian. Adapun kepuasan hati, perasaan atau keyakinan akan keesaan Tuhan, serta ketakjuban dan persatuan mistik (wahdatul wujud) merupakan tahapan keadaan berikutnya yang dicapai dalam jalan cinta. Satu persatu lembah-lembah itu memiliki kriteria-kriteria khas tersendiri.

Mantiq Al-Tayr karangan Fariduddin Attar ini secara umum

terdiri dari tiga bab, adapun penejelasan secara keseluruhan sebagai berikut:

1. Isi Bab I Do‟a Pujian (Madad Do‟a)

Dalam bab ini berisi tentang Pujian-pujian kepada Allah yang maha suci, yang telah menciptakan segala mahluk dibumi, Dia tinggikan langit diatasa bumi bagai tenda tanpa tiang penyangga. Dalam enam masa Dia ciptakan Sembilan kubah lagit dan dengan berbagai sifat Dia anugerahi jaringan tubuh, dan telah ditaruh-Nya debu pada ekor burung jiwa; burung jiwa: penyatuan yang menghubungkan jiwa dengan raga (tubuh).

(42)

28

yang menghidupkan tubuh. Tuhan memberinya kecerdasan agar dapat membedakan benda-benda. Ketika dilihat-Nya kecerdasan itu dapat membeda-bedakan, Dia berikan padanya pengetahuan agar dapat menimbang dan berfikir.

Tetap ketika manusia berhasil memiliki berbagai kecakapan, dia mengakui berbagai kelemahannya dan diliputi keheranan, sementara badan jasmaniahnya menyerah pada perbuatan-perbuatan lahiriah. Kawan atau lawan, semua menundukan kepala di bawah palang kayu yang dipasang Tuhan pada kearifannya; dan heran, Tuhan pun mengawasi kita semua (Attar, 2015: 4).

Berikutnya fariduddin Attar menceritakan tetang keagungan Tuhan dengan semua jagatraya dan isinya, serta mengajarkan Tetang kosep Imanesi dan penyatuan hamba denga sang khaliq (Wahdatul Wujud), puncak dari perjalanan manusia mengenali dirinya dan memahami Alam Semesta bahwa diri yang sejati adalah ketiadaan dan ketiadaan diri adalah kemengadaan bagi Allah, maka segala yang ada tiada yang lain kecuali cermin atau tajali dari sang pencipta itu sendiri.

(43)

bahwa hanya Hakikat-Nya sendirilah yang ada, maka pastilah tiada suatu pun selain Dia. Arasy-Nya di atas lautan dan Dunia ini diudara. Tetapi tinggalkanlah air dan udara itu, karena segalanya Tuhan: arasy dan Dunia itu hanya azimat. Tuhan adalah segalanya, dan benda-benda hanya punya nilai dalam sebutan saja; dunia yang terlihat dan tak terlihat hanya Dia sendiri jua.

Tiada siapapun kecuali dia. Tetapi juga, tak seorang pun dapat melihat Dia. Mata ini buta, walaupun dunia diterangi dengan matahari cemerlang. Andaikan kau dapat melihat Dia sekejap saja pun, kau akan kehilangan akal, dan bila kau dapat melihatnya sepenuhnya, kau akan kehilangan dirimu sendiri (Attar, 2015: 5). 2. Isi Bab II Burung-burung berkumpul

Bab ini berisi tentang berkumpulnya burung-burung di seluruh dunia yang membicarakan perjalanan menuju Simurgh (raja burung). Dalam perkumpulan ini dipimpim oleh Hud-hud sebagi ketua dari kawanan Burung-burung. Di dalam bab ini juga dijelaskan pengenalan tokok-tokoh yang akan ikut serta dalam perjalan mencari Simurgh (raja burung).

3. Isi Bab III Musyawarah Burung a. Musyawarah dibuka

(44)

30

kerajaan burung-burung tanpa penguasa! Keadaan demikian tak bisa dibiarkan terus. Kita harus berusaha bersama-sama untuk mencarinya; karena tiada negeri yang mungkin memiliki tata usaha dan tata susunan yang baik tanpa raja (Attar, 2015: 15).

Burung Hud-hud tampil kemuka dan memperkenalkan diri, dia memberitaukan kepada para burung-burung bahwa dialah yang paling aktif dalam perjuanngan suci (perjalanan mencari raja sejati) dan dia adalah utusan dari dunia yang tak

terlihat mata (dimensi setelah alam materi). “Aku memiliki

pengetahuan tentang Tuhan dan rahasia-rahasia ciptaan-Nya, kukenal baik Rajaku, tetapi tak bisa aku pergi mencari sendirian. Tinggalkan keengganan kalian, kesombongan kalian dan keingkaran kalian, karena siapa yang tak mementingkan hidupnya sendiri terbebas dari ikatan dirinya sendiri; ia terbebas dari ikatan baik dan buruk demi yang dicintainnya (Attar, 2015:16).

(45)

Burung Bul-bul (sebagai lambang dari orang yang logis rasionalis), Burung Nuri (orang yang sudah menemukan ketenangan batin dan merasa puas dengan itu), Burung Merak (lambang dari orang yang sudah dianut dan ditokohkan oleh masyarakatnya), Itik (lambang dari orang yang alim dan suci yang sudah merasa cukup dengan ibadahnya), Ayam Hutan (orang yang terlena dengan kemewahan harta benda dunia),

Humay “berbadan singa, berkepala dan bersayap burung

rajawali. Mahluk imajiner bangsa Persia” (lambang dari

seorang Raja), dan Burung Hantu (lambang dari orang yang memuja harta benda).

b. Perdebatan Burung-burung dengan Hud-hud

Dalam bab ini digambarkan terjadi perdebatan antara Hud-hud dengan para burung-burung, kemudian semua burung, satu demi satu, menyatakan alasan-alasan yang tak bijak untuk menghidar dan berdalih dari perjalanan mencari raja sejati (Simurgh) itu. Dalam perdebatan itu Hud-hud mengatakan kepada para burung-burung.

(46)

32

minum sepiala besar, o bayangkara raja? Jika kau tak memiliki tenaga sebutir zarrah, bagaimana kau akan menemukan khazanah surya? Jika kau dapat terbenam dalam setetes air, bagaimana kau akan dapat meninggalkan dasar laut ke puncak langit? Ini bukan wangian biasa; dan bukan pula tugas bagi dia

yang tak bermuka bersih.” (Attar 2015: 35).

(47)

Setelah mendengar pernyataan para burung-burung yang mencoba berdalih dari perjalanan mencari raja sejati (Simurgh) seperti tertulis di atas, maka Hud-hud menjawab dalih mereka dengan pernyataan:

Hud-hud: “O burung-burung yang tak bercita-cita! Bagaimana cinta akan bersemi indah dihati yang tak punya kepekaan rasa? Mengajukan pertanyaan seperti ini, yang seakan memaafkan kalian, tak akan ada gunanya. Siapa yang bercinta berangkat dengan mata terbuka ke arah tujuannya seraya membuat hidupnya sebagai barang permainan.

(48)

34

Bila kalian menjadi seperti yang kukatakan itu, tidaklah akan berarti bahwa kalian Tuhan, tetapi kalian akan terendam dalam Tuhan. Adakah makhluk yang terendam demikian menjadi berubah wujudnya ? Bila kalian mengetahui bayang-bayang siapa kalian ini, maka hidup atau mati tak akan menjadi soal bagi kalian. (Attar, 2015: 36-37).

Demikianlah pernyataan Hud-hud kepada burung-burung yang menjadi penutup cerita pada bab ini.

c. Burung-burung berangkat

Dalam bab ini secara umum menceritakan tentan awal mula keberangkatan para burung-burung dalam perjalanannya mencari raja sejati mereka yaitu (Simurgh). Perasaan takut dan cemas yang menimbulkan jerit kepiluan burung-burung itu ketika mereka memandang jalam yang akan mereka lalui tiada berujung, dimana badai pembebasan dari segala yang berbau duniawi membelah ruang langit.

(49)

Bul-bul dan perkutut mendekat, dan seperti dua pembaca dengan suara yang sama, mereka memancarkan lagu yang begitu merdu sehingga segala yang mendengar merasa terhanyut. Setelah itu kemudian satu demi satu, sejumlah burung mendekat padanya untuk bicara tentang berbagai kesulitan dan menyatakan alasan-alasan mereka (Attar 2015: 58).

Singkat cerita Hud-hud memberikan penggambaran (lembah-lembah) jalan yang akan dilalui untuk bertemu dengan raja mereka yaitu Simurgh. Attar menceritakan dalam bukunya sebgai berikut:

Hudhud: “Kita harus melintasi tujuh lembah dan hanya setelah kita melintasi lembah-lembah itu akan menemukan Simurgh. Siapa yang telah menempuh jalan ini tiada akan pernah kembali ke dunia, dan tak mungkin dikatakan berapa mil jarak yang ada di muka kita. Bersabarlah, o penakut, sebab semua mereka yang melintasi jalan ini sama halnya dengan keadaanmu.

(50)

36

ketujuh Lembah Kemiskinan dan Ketiadaan, lebih dari itu tiada yang dapat pergi lebih jauh lagi (Attar, 2015: 121).

Itulah tuju lembah (Station) yang harus dilewati untuk bertemu dengan raja sejati mereka (Simurgh) yang dalam dunia tasawuf kita kenal dengan “maqam” (Station).

d. Sikap Burung-burung

Setelah burung-burung mendengar perkataan Hud-hud, dan kesedihan mencucuk-cucuk hati mereka. Kini mereka mengerti betapa sulit bagi sekepul debu seperti mereka untuk meregang busur sehebat itu. Begitu besar gairah mereka sehingga banyak yang mati di tempat dan saat itu. Tetapi yang lain-lain, betapa sengsaranya pun, memutuskan untuk menempuh jalan panjang itu. Bertahun-tahun mereka mengembara melintasi gunung demi gunung dan lembah demi lembah, dan sebagian besar hidup mereka mengalir lalu di perjalanan itu. Tetapi bagaimana mungkin menuturkan segala yang telah terjadi pada mereka? Perlu berjalan bersama mereka dan mengetahui kesulitan-kesulitan mereka, serta mengikuti pengembaraan-pengembaraan di jalan panjang itu; barulah kita dapat menyadari penderitaan burung-burung itu.

(51)

Banyak yang hilang di lautan, yang lain binasa di puncak gunung-gunung tinggi, disiksa dahaga; yang lain lagi terbakar sayapnya, sedang hatinya mengering karena api matahari; sebagian dimangsa macan dan macan tutul, sebagian lagi mati kecapaian di gurun-gurun dan di hutan-hutan belantara, dengan bibir kering dan tubuh kepanasan: ada yang menjadi gila dan saling berbunuhan karena sebutir jawawut; ada pula yang karena lemah oleh penderitaan dan keletihan, jatuh di jalan dan tak kuat melanjutkan perjalanan lebih jauh lagi; yang lain, bingung karena apa-apa yang mereka lihat, berhenti di tempat itu, tercengang-cengang; dan banyak, yang telah berangkat lantaran ingin tahu atau senang, tewas tanpa mendapat gambaran tentang apa yang mereka cari dalam perjalanan yang telah mulai mereka tempuh itu. Karena itu, dari semua burung yang beribu-ribu itu, hanya tiga puluh saja yang dapat sampai ke tujuan perjalanan itu. (Attar, 2015: 159-160).

(52)

38

dan jangan risaukan apakah cabang-cabangnya ada atau tidak ada. (Attar, 2015: 164-165). Dan pada akhir kalimatnya Attar

mengatakan “Dan kini ceritakupun selesai, tak ada lagi yang

mesti kukatakan.

B. Nilai-Nilai Pendidikan Tasawuf Dalam Buku Musyawarah Burung

(Mantiq Al-Tayr) Dengan Konteks Sekarang

Nilai-nilai pendidikan tasawuf yang terkandung dalam buku musyawarah burung tentunya bisa dikatakan semuanya memuat nilai dan ajaran tasawuf, Karen buku musyawarah burung adalah buku sastra sufistik yang berisi tentang ajaran tasawuf dan menceritakan tentang bagaimana perjalanan batin seorang salik dalam menempuh suluk untuk menempuh tauhid yang sejati, yaitu tauhid dengan perjalanan pembuktian secara empiris dengan diri sendiri (melihat denga mata kepala) serta sampai pada keadaan bahwa tidak ada kemungkinan lain selain Allah SWT.

Dalam buku musyawarah burung juga di jelaskan bagaimana keadaan dan kondisi jiwa seorang sufi ketika dalam perjalanan Tauhid tersebut. Serta fase-fase atau tahapan-tahapan yang akan dilalui seorang sufi dalam perjalanannya menuju perjumpaan angung dengan raja yang sejati.

(53)

yang sangat halus tetapi padat akan muatannya, dimana setiap baris dan bait mengandung inti kesadaran dari kehidupan.

Buku musyawarah burung terdiri dari tiga Bab. Bab yang pertama berjudul Doa Pujian, Bab yang kedua berjudul Burung-Burung Berkumpul, dan Bab yang ketiga berjudul Musyawarah Burung. Berikut adalan gambaran secara rincinya.

1. Bab I Doa Pujian

Dalam bab 1 ini tertulis lembaran syair dan pujian kepada Allah SWT, dan keagungan terhadap ciptaannya. Dalam bab ini terdapat bebrapa nilai-nilai pendidikan tasawuf yang bisa kita ambil antaralain yaitu sebagai berikut.

a. Ajaran Tauhid ( bukti kehadiran Alam Semesta sebaga ciptaan-Nya)

Pada permulaan zaman Tuhan menggunakan gunung-gunung selaku paku pengukuh bumi dan membasuh wajah bumi dengan air lautan. Kemudian Ia tempatkan bumi di atas punggung lembu jantan, dan lembu jantan itu di atas ikan, dan ikan itu di atas udara. Tetapi di atas mana terletak udara? Di atas yang tiada. Tetapi yang tiada itu tiada dan segalanya itu pun tiada.

(54)

40

maka pastilah tiada suatu pun selain Dia. Arasy-Nya di atas perairan dan dunia ini di udara. Tetapi tinggalkanlah perairan dan udara itu, karena segalanya Tuhan: arasy dan dunia itu hanya azimat. Tuhan adalah segalanya, dan benda benda hanya punya nilai dalam sebutan saja; dunia yang terlihat dan tak terlihat hanya Dia Sendiri jua.

Tiada siapa pun kecuali Dia. Tetapi juga, tak seorang pun dapat melihat Dia. Mata ini buta, meskipun dunia diterangi dengan matahari cemerlang. Andaikan kau dapat melihat Dia sekejap saja pun, kau akan kehilangan akal, dan bila kau dapat melihat Dia sepenuhnya, kau akan kehilangan dirimu sendiri (Attar, 2015: 4-5).

b. Penyatuan Roh (jiwa) dengan Raga

(55)

mengerti sedikit pun akan dasarnya yang terdalam dan dunia lahiriah ini ialah pesona yang melindunginya.

Tetapi pesona yang berupa rintangan-rintangan jasmani ini akhirnya akan rusak. Dan akan kau temukan harta itu bila pesona itu lenyap; jiwa pun akan menyingkapkan dirinya sendiri bila raga tersingkir. Tetapi jiwamu ialah suatu pesona yang lain; dalam hal yang berhubungan dengan rahasia ini, jiwa itu suatu kenyataan yang lain. Maka tempuhlah jalan yang akan kutunjukkan, tetapi janganlah minta penjelasan (Attar, 2015: 7-8).

c. Perjuangan perjalanan rohani para Nabi dalam bertauhid

(56)

42

setelah tersesat dari Jalan itu, meninggalkan bulan ke perut ikan. Lihat Sulaiman, yang kerajaannya dikuasai jin. Ingat Zakaria, begitu menyala-nyala cintanya pada Tuhan sehingga ia tetap diam ketika orang-orang membunuhnya; dan Yahya, yang dihinakan di muka orang banyak, dan kepalanya diletakkan di atas lempengan kayu. Tegak berdirilah di kaki tiang Salib mengagumi Isa ketika ia menyelamatkan dirinya dari tangan-tangan orang Yahudi. Dan akhirnya, renungkanlah segala yang di derita oleh Pemimpin sekalian nabi itu, berupa penghinaan dan penganiayaan dari orang-orang yang jahat (Attar, 2015: 8-9).

2. Bab II Burung Burung Berkumpul

Seluruh burung-burng di dunia berkumpul menjadi satu, mereka membentuk sebuah kelompok yang di pimpin oleh Burung Hudhud, masing-masing burung disapa dan diperkenalkan latarbelakangnya oleh Hudhud. Begitulah Attar mengambarkan isi dari bab 2 ini. Adapun nilai pendidikan tasawuf dalam bab ini adalah Ajaran tetang suatu kelompok oraganisasi Tariqat

(57)

sebagai kawan baginya, kau pun mendapat mahkota kehormatan. Kau harus membelenggu setan, si penggoda itu, dan sesudah demikian, kau akan dapat masuk ke istana Sulaiman (Attar, 2015: 11).

3. Bab III Musyawarah Burung

Segala burung-burung di dunia, yang dikenal dan tak dikenal, dating berkumpul. Mereka berkata, “Tiada negeri di dunia ini yang tak punya Raja. Maka bagaimana mungkin kerajaan burung-burung tanpa penguasa.” Begitulah Attar membuka kalimatnya dalam Bab 3 ini.

Dalam Bab ini berisi tetang dialok dan perdebatan Hudhud sebagai pemimpin dengan para burung-burng. Adapun nilai-nilai pendidikan tasawuf yang terkandung dalam Bab ini akan penulis gambarkan sebagai berikut.

a. Musyawarah dibuka

Digambarkan bahwa segala burung di seluruh dunia berkumpul. Mereka memikirkan tentang bagaimana hendak mencari pemimpin. Tenjadi banyak percakapan mengenai pencarian raja sejati. Adapun pendidika tasawuf yang tekandung dalam bab ini adalah sebagai berikut.

1) Ajaran tentang Zuhud

(58)

44

kalian, kesombongan kalian dan keingkaran kalian, karena siapa yang tak mementingkan hidupnya sendiri terbebas dari ikatan dirinya sendiri; ia terbebas dari ikatan baik dan buruk demi yang dicintainya (Attar, 2015: 16).

Hudhud: Janganlah kita menutup jiwa kita terhadap yang kita kasihi, tetapi hendaklah kita ada dalam keadaan yang serasi untuk menuntun jiwa kita ke istana Raja kita itu. Cucilah tangan kalian dari kehidupan ini bila kalian ingin disebut pengamal. Demi yang kalian kasihi, tinggalkan kehidupan kalian yang berharga ini, sebagai makhluk mulia. Bila kalian menyerahkan diri dengan manis, sang kekasih pun akan memberikan seluruh hidupnya pada kalian." (Attar, 2015: 18).

2) Kewaspadaan terhadap cinta yang berlebihan

Bulbul: “Bila aku berpisah dari mawarku

(59)

kekuasaanku, cinta dari Mawar itu cukup bagi Bulbul

ini” (Attar, 2015: 19).

3) Ajaran Tentang Surga Duniawi dan Surga Akhirat

Merak: “Namun aku selalu berharap agar ada penunjuk jalan yang bermurah hati mau menuntun aku keluar dari tempat yang gelap ini dan membawaku ke rumah-rumah besar yang tinggal berdiri selamanya. Aku tak mengharapkan akan sampai ke hadapan Raja yang kausebutkan itu, cukuplah bagiku untuk sampai ke gerbangnya. Bagaimana dapat kau harapkan diriku akan berusaha untuk sampai ke hadapan Simurgh karena aku telah tinggal di sorga dunia? Tak ada keinginanku yang lain kecuali tinggal di sana lagi. Tiada yang lain lagi yang berarti bagiku." (Attar, 2015: 23).

4) Orang yang menuhankan ibadahnya

(60)

46

Di antara burung-burung aku petobat yang berpenglihatan jernih, berpakaian bersih; dan aku hidup dalam unsur yang suci. Tak ada yang lebih bermanfaat bagiku kecuali air, karena di sana kudapat makananku dan kumiliki permukimanku. Bila kesusahan-kesusahan merisaukan diriku, maka kubasuh dan kuhilangkan semuanya di air.

Air jernih memberikan zat-zatnya pada sungai di mana aku hidup; aku tak suka akan tanah kering. Begitulah, karena aku hanya berurusan dengan air, mengapa pula aku harus meninggalkannya? Segala yang hidup ini hidup dari air. Bagaimana aku akan dapat melintasi lembah-lembah dan terbang mendapatkan Simurgh? Mana mungkin macam aku ini yang puas dengan permukaan air, merasa rindu untuk bertemu dengan Simurgh ? (Attar, 2015: 24).

5) Pengemis kepadan Raja-aja (pemerintah)

Rajawali: “Aku yang senang menyertai para raja

(61)

dengan tepat seperti yang diharapkan. Mengapa pula aku harus bertemu dengan Simurgh, meskipun dalam mimpi? Mengapa begitu saja aku harus bergegas kepadanya?

Aku tak merasa terpanggil untuk ikut serta dalam perjalanan ini, aku puas dengan sesuap dari tangan raja; istananya cukup bagus bagiku. Ia yang bermain-main demi kesenangan raja, mendapatkan segala keinginannya; dan agar berkenan di hati raja, aku hanya harus terbang lewat lembah-lembah yang tak bertepi. Tak ada keinginanku yang lain kecuali melewatkan hidupku penuh kegembiraan dengan cara begini baik dengan melayani raja maupun dengan berburu menurut kesukaannya." (Attar, 2015: 29). 6) Kemunafikan “menyembunyikan kesombongan dan

keriya‟an di dalam kerendah hatian.”

(62)

48

berusaha mendapatkan Simurgh? Burung Gereja tak akan sanggup berbuat demikian.

Tak kurang mereka di dunia ini yang mencari persatuan itu, tetapi bagi makhluk macam aku ini, itu tak selayaknya. Aku tak ingin memulai perjalanan sesusah itu untuk mencari sesuatu yang tak mungkin kucapai. Jika aku mesti berangkat menuju ke istana Simurgh, aku akan binasa di jalan. Maka karena aku

sama sekali tak layak untuk berusaha ke arah itu.”

(Attar, 2015: 34).

b. Tuju Maqom Dan Keadaan Para Sufi

Dalam bagian ini Attar mengambarkan bahwa orang yang melakukan Suluk atau perjalanan Tasawuf harus melewati tujuh lembah. Dalam dialog burung-burung

Hudhud mengatakan: “Kita harus melintasi tujuh lembah

(63)

Adapun nilai pendidikan tasawuf dalam bagian ini akan penulis kemukakan sebgai berikut:

1) Lembah pencarian

Bila kau memasuki lembah pertama, Lembah Pencarian, seratus kesukaran akan menyergapmu; kau akan mengalami seratus cobaan. Di sana, merak langit tak lebih dari seekor lalat. Kau harus melewatkan beberapa tahun di sana, kau harus melakukan upaya-upaya besar, dan harus mengubah keadaanmu. Kau harus meninggalkan segala yang tampak berharga bagimu dan memandang segala milikmu sebagai tak berarti apa-apa. Bila kau yakin bahwa kau tak memiliki suatu apa, kau masih harus melepaskan dirimu dari segala yang ada. Kemudian hatimu pun akan diselamatkan dari kehancuran dan kau akan melihat cahaya suci Keagungan Ilahi dan hasrat-hasratmu yang sejati akan diperlipat gandakan menjadi tak terbatas. (Attar, 2015: 121).

2) Lembah cinta (mahabbah)

(64)

50

Bila kau memiliki penglihatan batin, zarrah-zarrah dari dunia yang kelihatan ini akan tersingkap bagimu. Tetapi bila kau memandang segalanya dengan mata pikiran biasa, kau tak akan pernah mengerti betapa perlunya mencinta. Hanya dia yang telah teruji dan bebas dapat merasakan ini. Ia yang menempuh perjalanan ini hendaknya punya seribu hati sehingga tiap sebentar ia dapat mengorbankan satu." (Attar, 2015: 126).

3) Lembah keinsyafan dan ke‟arifa (Ma‟rifat)

Hudhud: “Setelah lembah yang kubicarakan itu,

(65)

seekor lalat terbang dengan segala kemampuannya dapatkah ia menyamai kecepatan angin? Ada berbagai cara melintasi Lembah ini, dan semua burung tidaklah sama terbangnya. Keinsafan dapat dicapai dengan beragam cara-sebagian ada yang menemukannya di Mihrab, yang lain pada arca pujaan. Bila matahari keinsafan menerangi jalan ini, masing-masing akan menerima cahaya sesuai dengan amal usahanya dan mendapatkan tingkat yang telah ditetapkan baginya dalam menginsafi kebenaran. (Attar, 2015:132-133). 4) Lembah kebebasan dan lembah kelepasan (istinghna)

Hudhud melanjutkan, “Kemudian menyusul

(66)

52

kafilah tewas sementara seekor gagak sedang mengisi

temboloknya.”

Di Lembah ini tiada apa pun yang baru atau yang lama akan berharga; kau boleh berbuat atau tidak berbuat. Bila kaulihat seluruh dunia terbakar dan segala hati tak lebih dari syisy kabab, itu baru impian saja dibandingkan dengan kenyataan yang sebenarnya. Jika puluhan ribu jiwa harus tenggelam ke lautan yang tak terbatas, itu akan seperti setitik embun belaka. (Attar, 2015: 136-137).

5) Lembah Keesaan Murni (Tauhid)

Hudhud melanjutkan: “Kau seterusnya harus

(67)

kemudian, dan karena kedua keabadian ini telah lenyap, jangan lagi membicarakannya. Bila segala yang tampak menjadi tiada, apakah lagi yang tinggal untuk direnungkan?" (Attar, 2015: 142).

6) Lembah keheranan dan Kebingungan (Al-Ittihad)

Setelah Lembah Keesaan menyusul Lembah Keheranan dan Kebingungan, di mana kita menjadi mangsa duka dan kesedihan. Di sana keluhan bagai pedang, dan setiap nafas ialah keluhan pedih; di sana, adalah duka dan ratapan, dan kerinduan yang menyala. Siang dan malam pun serempak. Di sana, adalah api, namun kita merasa tertekan dan tak berpengharapan.

(68)

54

penuh dan sekaligus juga hampa cinta." (Attar, 2015: 147).

7) Lembah Keterampasan (Faqir) dan Ketiadaan (Fana)

Hudhud melanjutkan: “Terakhir dari semua itu

menyusul Lembah Keterampasan dan Kematian, yang hampir tak mungkin diperikan. Hakikat Lembah ini ialah kelupaan, kebutaan, ketulian dan kebingungan; seratus bayang-bayang yang melingkungimu menghilang dalam sepancar sinar surya samawi. Bila lautan kemaharayaan mulai bergelora, pola pada permukaannya pun kehilangan bentuknya; dan pola ini tak lain dari dunia kini dan dunia nanti.

Siapa yang menyatakan bahwa dirinya tak ada mendapat keutamaan besar? Titik air yang menjadi bagian dari lautan raya ini akan tetap tinggal di sana selamanya dan dalam kedamaian. Dilaut yang tenang ini, kita pada mulanya hanya akan mengalami kehinaan dan keterbuangan; tetapi setelah terangkat dari keadaan ini, kita akan memahaminya sebagai penciptaan, dan banyak kerahasiaan akan tersingkap bagi kita. (Attar, 2015: 153).

(69)

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Analisis Terhadap Nilai-Nilai Pendidikan Tasawuf Dalam Buku

Musyawarah Burung (Mantiq Al-Tayr)

Dalam perjalanan menuju tauhid yang sejati atau paling tidak menemukan kehadira Allah dalam kehidupa kita ini. Seorang salik membutuhkan seorang guru untuk membimbing perjalanannya, karena tanpa guru perjalanan ini membutuhkan waktu yang lama.

Inti sebenarnya dari buku musyawarah burung ini terangkum dalam

bab tiga yang berjudul “Musyawarah di Buka”. Itu adalah titik awal sampai

dimulainya perjalanan burung-burung mencari raja sejati mereka yaitu Simurgh. Adapun analisis secara keseluruhan, pada bagian ini akan penulis gambarkan dalam dua hal yaitu: Analisis tek doa pujian dan Analisis tek tentang rapat di buka dan Tuju Maqam (Stasion).

1. Analisis Teks Doa Pujian

Dalam teks doa pujian ini pertama-tama penulis Fariduddin Attar memuji Allah SWT dengan segala keagungan ciptaannya. Adapun Analisi nilai-nilai pendidikan tasawuf pada bagian ini antara lain sebagai berikut. a. Ajaran Tauhid ( bukti kehadiran Alam Semesta sebaga ciptaan-Nya)

(70)

56

Kemudian Ia tempatkan bumi di atas punggung lembu jantan, dan lembu jantan itu di atas ikan, dan ikan itu di atas udara. Tetapi di atas mana terletak diudara? Di atas yang tiada. Tetapi yang tiada itu tiada dan segalanya itu pun tiada.

Kalau demikian, kagumilah buah karya Tuhan, meskipun Ia sendiri memandang segalanya itu sebagai tiada. Dan mengingat bahwa hanya Hakikat-Nya sendirilah yang ada, maka pastilah tiada suatu pun selain Dia. Arasy-Nya di atas perairan dan dunia ini di udara. Tetapi tinggalkanlah perairan dan udara itu, karena segalanya Tuhan: arasy dan dunia itu hanya azimat. Tuhan adalah segalanya, dan benda benda hanya punya nilai dalam sebutan saja; dunia yang terlihat dan tak terlihat hanya Dia Sendiri jua.

Tiada siapa pun kecuali Dia. Tetapi juga, tak seorang pun dapat melihat Dia. Mata ini buta, meskipun dunia diterangi dengan matahari cemerlang. Andaikan kau dapat melihat Dia sekejap saja pun, kau akan kehilangan akal, dan bila kau dapat melihat Dia sepenuhnya, kau akan kehilangan dirimu sendiri (Attar, 2015: 4-5).

(71)

Allah, adapun Ayat-ayat Allah yaitu segala sesuatu yang ada di dalam diri manusia dan segala sesuatau yang tersebar di alam semesta. Sedangkan ayat Allah yang berupa tulisan disebut Al-Quran dan ditulis dalam kertas disebut mushaf.

Alam Semesta sebagai bukti adanya Allah, Alam Semesta diciptakan oleh Allah dan akan kembali kepada-Nya, Allah menciptakan Alam Semesta dengan kekuasaan dan kesempurnaan, Allah menciptakan Langit dan Bumi keduanya bertautan (bersatu), Allah menciptakan dan menjaga Langit sebagai atap yang tidak roboh/lenyap, kejadian Langit dan Bumi dan pergantian siang dan malam mejadi tanda kekuasaan-Nya.

Menurut sudut pandang Islam, dunia ini dicipitakan oleh Allah dan dipelihara oleh-Nya serta akan kembali kepadan-Nya. Dunia diciptakan oleh Allah sebagai bukti bahwa Allahlah yang menciptakannya. Seluruh ciptaan Allah yang ada di jagat raya ini semuanya mempunyai awal dan akhirnya. Dalam Al-Quran Allah memberi gambaran tentang penciptaan Langit dan Bumi dalam Al-Bqarah, 117 yang berbunyi:

ُعيِدَب

Artinya: Allah pencipta langit dan Bumi, dan bila dia berkehendak (untuk

menciptakan) sesuatu, maka (cukup) Dia hanya mengatakan kepadanya:

(72)

58

Dalam banyak ayat Al-Quran. Allah bersumpah atas nama ciptaan-Nya, seperti matahari, bulan, berbagai jenis buah-buahan, dan banyak ayat Al-Quran yang menyuruh manusia agar memperhatikan kebijaksanaan yang luar biasa yang terdapat dalam ciptaan-Nya. Dengan cara yang serupa, islam memperuntukkan dirinya bagi alam primordial manusia yang ada dalam pencaran pesan kosmis yang tertulis di atas dedaunan, gunung-gunung dan bintang-bintang. Itulah sebabnya baik ayat-ayat Al-Quran menyebut kedua ayat ini yang dalam jiwa manusia maupun dalam ciptaan-Nya yang lain sebagai tanda-tanda atau isyarat Allah SWT sebagaimana disebutkan:

Artinya: kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda

(kekuasaan) di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga

jelas bagi mereka bahwa Al-Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup

bahwa sesungguhnya TuhanMu menjadi saksi atas segala sesuatu?

(Al-Fushilat 53). (Maslihah 2009: 81-82).

b. Penyatuan Ruh (jiwa) dengan Raga (jasad)

(73)

Jiwa punya peranan dalam apa yang tinggi, dan raga punya peranan dalam apa yang rendah; terbentuklah paduan antara tanah liat yang pekat dan ruh yang murni. Karena paduan ini, maka insan pun menjadi yang paling mengagumkan dari segala rahasia. Kita tak tahu dan tak mengerti sedikit pun tentang ruh kita. Jika kau ingin mengatakan sesuatu tentang ini, lebih baik kau diam. Banyak yang tahu akan permukaan lautan ini, tetapi mereka tak mengerti sedikit pun akan dasarnya yang terdalam dan dunia

lahiriah ini ialah pesona yang melindunginya.”

Tetapi pesona yang berupa rintangan-rintangan jasmani ini akhirnya akan rusak. Dan akan kau temukan harta itu bila pesona itu lenyap; jiwa pun akan menyingkapkan dirinya sendiri bila raga tersingkir. Tetapi jiwamu ialah suatu pesona yang lain; dalam hal yang berhubungan dengan rahasia ini, jiwa itu suatu kenyataan yang lain. Maka tempuhlah jalan yang akan kutunjukkan, tetapi janganlah minta penjelasan (Attar, 2015: 7-8).

(74)

60

menemui Tuannya maka dia harus mensucikan dirinya atau ruhaninya. Konsep penyatuan antara Jiwa dan Ruh juga di kemukakan oleh Syekh Abd Qadir Jilani dalam bukunya yang berbunyi sebagai berikut.

“Manusia dapat dilihat dari dua sudut pandang: dalam perwujudan jasad dan bentuk ruh. Dalam perwujudan jasad segala sesuatu lebih kurang sama. Karena itu dalam pemahaman ini,orang bisa menerapkan hukum-hukum umum ke manusia. Dalam bentuk ruh, dibalik perwujutannya yang tersembunyi, setiap orang berbeda-beda. Karena itu, hukum-hukum khusus dapat berlaku padanya.” (Al- Jilani, 2006: 13). c. Perjuangan perjalanan rohani para Nabi dalam bertauhid

(75)

sehingga ia tetap diam ketika orang-orang membunuhnya; dan Yahya, yang dihinakan di muka orang banyak, dan kepalanya diletakkan di atas lempengan kayu. Tegak berdirilah di kaki tiang Salib mengagumi Isa ketika ia menyelamatkan dirinya dari tangan-tangan orang Yahudi. Dan akhirnya, renungkanlah segala yang di derita oleh Pemimpin sekalian nabi itu, berupa penghinaan dan penganiayaan dari orang-orang yang jahat. (Attar, 2015: 8-9).

Kehidupan di dunia adalah perjuangan (Jihad). Sedangkan perjuangan setiap manusia berbeda-beda tergantung letak maqam dan kepekaannya terhadap firman Allah. Ada yang baru pada tahap mencari kebenaran, ada yang baru tahap menyukai sesuatu yang bersifat materi, kebesaran, popularitas, harta benda, ada juga yang sudah sampai pada kesadaran tentang asal usul dirinya, tujuan akan kemanakah dirinya dan tugasnya selama masih hidup di dunia. Dari berbagai titik keordinat kesadaran manusia tersebut sebenarnya jika ingin memperoleh kebahagiaan yang sejati mau tidak mau manusia harus melakukan pencarian-pencarian dan perjuangan yang sifatnya lebih hakikat atau substansi dari kehidupan ini. Karena kebahagiaan yang hakiki menag sudah di set up oleh Allah pada perjumpaan akhir di akhirat nanti.

(76)

62

menghadapi umatnya, Nabi Ibrahim dengan pencariaan Tauhidnya dan lain-lain. Tidak ada Nabi yang hidup dengan bahagia jika kita melihat dari sudut pandang Materi, tetapi jika kita melihat dari sudut pandang batiniah mereka mendapat ketenangan batin yang luarbiasa karena hidup mereka di jamin oleh Allah, mereka juga mendapatkan kedudukan di sisi Allah sebangai kekasihnya.

2. Analisi Bab II Burung Burung Berkumpul

Dalam analisis Bab dua ini di gambarkan suatu kelompok Burung-burung yang berkumpul untuk tujuan yang sama. Dalam bab ini sebenarnya Attar ingin mengambarkan suatu organisasi Tariqat, dan di dalam bab ini juga di jelaskan tentang pengambaran sosok Hudhud sebagai pemimpin atau mursid tariqat itu. Attar menuliskan dalam syairnya yang berbunyi.

Selamat datang, O Hudhud! Kau yang menjadi penunjuk jalan Raja Sulaiman dan menjadi utusan sejati dari lembah, yang beruntung dapat pergi hingga ke batas-batas Kerajaan Saba. Tutur siulmu dengan Sulaiman menyenangkan; sebagai kawan baginya, kau pun mendapat mahkota kehormatan. Kau harus membelenggu setan, si penggoda itu, dan sesudah demikian, kau akan dapat masuk ke istana Sulaiman. (Attar, 2015: 11).

(77)

kita sekarang ini. Di suatu tempat tertentu duduklah murid menghadap gurunya.

Guru itu di beri gelar Syaikh. Selain mempelajari syariat agama, yang di pentingkan sangat di dalamnya ialah dengan perantara guru mempelajari wirid tertentu di dalam menuju jalan Tuhan (Suluk). Thariqat-thariqat itu berdiri sendiri, di bawah pimpinan seorang syaikh. Yang sangat terkenal ialah

thariqat “Qadiriyah” yang didirikan oleh Sayid Abdul Kadir Jailani di negeri

bagdad. (Hamka 1984: 166).

Dari penjelasan di atas telah jelas bahwa thaariqat-thariqat adalah sebuah lembaga bagi orang-orang yang mengerjakan suluk. Sedang tugas sang guru (Mursid) dalam hal ini adalah mengawasi setiap saat dalam pertumbuhan rohani muridnya, ia mengawasinya khusus dalam masa meditasi.

Di bawah pimpinan guru terpercaya, murid dapat mengharapkan kemajuan tingkatan dalam tariqat. Guru memberi petunjuk tentang kelakuan yang tepat dalam setiap keadaan jiwa dan memerintahkan masa-masa khalwat, bila di pandangnya perlu. (Schimmel, 1986: 107).

3. Analisi Bab III Musyawarah Burung

Segala burung-burung di dunia, yang dikenal dan tak dikenal, dating

berkumpul. Mereka berkata, “Tiada negeri di dunia ini yang tak punya Raja.

Referensi

Dokumen terkait

a) Akad yang digunakan adalah akad jual beli. Implikasi dari penggunaan akad jual beli mengharuskan adanya penjual, pembeli, dan barang yang dijual. Bank syariah

Zakat dalam aspek keuangan karena zakat layaknya pajak yang telah ditentukan pembayar maupun jumlahnya, zakat dalam aspek ekomoni karena zakat dapat menjadi sarana

“Pengaruh Keterampilan Mengajar Guru dan Minat Belajar terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas X IIS Pada Mata Pelajaran Ekonomi di SMA Negeri 1 Wonoayu Sidoarjo”,.

URAIAN TUGAS RUANG KAMAR BERSALIN STAF PUSKESMAS KABERE..  Nama :

Inti dari masalah ekonomi yang kita pahami selama ini adalah kebutuhan manusia yang tidak terbatas sedangkan alat pemuas kebutuhan terbatas. Para ahli ekonomi

Infrastruktur merupakan modal awal yang menjadi titik fokus kami dalam membangun konektivitas antar wilayah untuk menciptakan rantai perekonomian baru di

4.6 Distribusi Frekuensi Pengukuran Infeksi Bakteri pada Organ Reproduksi Sebelum Pemakaian Pembalut Wanita Herbal di Lokalisasi Kelurahan Sukosari Kecamatan Bawen Semarang

(1) Kreditur pemegang hipotek atau pemegang gadai dimaksud dalam pasal yang latu, wajib melaksanakan tuntutannya sebelum lewat waktu dua bulan, terhitung dari