• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI TEBAS POHON DURIAN (Studi Kasus di Desa Bringin Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI TEBAS POHON DURIAN (Studi Kasus di Desa Bringin Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK

JUAL BELI

TEBAS

POHON DURIAN

(Studi Kasus di Desa Bringin Kecamatan Bringin

Kabupaten Semarang)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh:

Ruli Susilowati

NIM : 21414012

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK

JUAL BELI

TEBAS

POHON DURIAN

(Studi Kasus di Desa Bringin Kecamatan Bringin

Kabupaten Semarang)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh:

Ruli Susilowati

NIM : 21414012

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS

SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(4)

NOTA PEMBIMBING

Lamp : 4 (empat) eksemplar

Hal : Pengajuan Naskah Skripsi

Kepada Yth.

Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga

Di Salatiga

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Disampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa:

Nama : Ruli Susilowati

NIM : 21414012

Judul : TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP

PRAKTIK JUAL BELI TEBAS POHON DURIAN

(Studi Kasus di Desa Bringin Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang)

dapat diajukan kepada Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga untuk diujikan

dalam sidang munaqasyah.

Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan digunakan sebagaimana mestinya.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Salatiga, 23 Agustus 2018 Pembimbing

Luthfiana Zahriani, SH.MH

(5)

KEMENTERIAN AGAMA RI

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

Jl. Nakula Sadewa No. 09 Telp (0298) 323706, 323433 Salatiga Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail: administrasi@iainsalatiga.ac.id

PENGESAHAN

Skripsi Berjudul

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI TEBAS POHON DURIAN

(Studi Kasus di Desa Bringin Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang)

Oleh: Ruli Susilowati NIM: 21414012

Telah dipertahankan di depan sidang munaqasyah skripsi Fakultas Syari’ah,

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada hari Senin, tanggal 03

September 2018 dan telah dinyatakan memenuhi salah satu syarat guna

memperoleh gelar sarjana dalam hukum Islam

Dewan Sidang Munaqasyah

Ketua Sidang : Dr. H. Muh. Irfan Helmy, Lc., MA

Sekertaris Sidang : Luthfiana Zahriani, SH.,MH

Penguji I : Heni Satar Nurhaida, SH.,M.Si

Penguji II : Drs. Machfudz, M.Ag

Salatiga, 03 September 2018 Dekan Fakultas Syariah

Dr. Siti Zumrotun, M.Ag

(6)

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Ruli Susilowati

NIM : 21414012

Program Studi : Hukum Ekonomi Syari’ah

Fakultas : Syari’ah

Judul Skripsi : TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL

BELI TEBAS POHON DURIAN (Studi Kasus di Desa

Bringin Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang )

Menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip dan dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Salatiga, 23 Agustus 2018 Yang menyatakan

(7)

MOTTO

Hidup adalah belajar

Belajar bersyukur meski tak cukup

Belajar bersabar meski terbebani

Belajar setia meski banyak yang menggoda

Belajar memaafkan meski pernah tersakiti

Berusahalah

Semua itu perlu proses dan proses itu perlu waktu biarlah ia

berproses dan tidak perlu terburu-buru kaena hasil terbaik juga

memerlukan waktu. Teruslah berusaha, bersabarlah dan yakinlah

tidak akan ada yang mengkhianati usaha

Berdoalah

Tidak ada satupun yang lebih dihargai oleh Allah,

(8)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan untuk:

1. Kedua orang tuaku tercinta Bapak Sugimin dan Ibu Rusiyah sebagai

motivator terbesar dalam hidupku yang tak mengenal lelah dan mendoakan aku serta menyayangiku, terimakasih atas semua pengorbanan, keringat dan kesabaran mengantarkanku sampai kini.

2. Kakakku tercinta, Heru Purmiyanto satu-satunya keluarga kandungku yang

(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan karuninnya-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu persyaratan

guna memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H), Fakultas Syari’ah, Program Studi

Hukum Ekonomi Syari’ah. Penulis menyadari tanpa bantuan dan bimbingan dari

berbagai pihak, mulai dari masa perkuliahan sampai dalam penyusunannya. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Ibu Dr. Siti Zumrotun, M.Ag selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga,

sekaligus selaku Dosen Pembimbing Akademik yang selalu memberikan bimbingan dan pengarahan untuk selalu melakukan yang terbaik.

3. Ibu Evi Ariyani, S.H.,M.H, selaku Ketua Program Studi Hukum Ekonomi

Syari’ah IAIN Salatiga.

4. Ibu Luthfiana Zahriani S.H.,M.H selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu, tenaga dan pikiran serta dukungannya untuk selalu memberikan pengarahan dan masukan yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini, sehingga dapat selesai dengan maksimal sesuai dengan yang diharapkan.

5. Keluarga tercinta Ibuk, bapak, kakak yang tak henti-hentinya selalu

(10)

6. Saudara sepupuku mbak Indah Yulianti yang selalu menjadi motivasi, memberi semangat buat saya.

7. Kepada semua narasumber yang berkenan memberikan informasi.

8. Terimakasih kepada teman-teman tercinta Laela, Cik Nur, Lindut, Lia

Rahma, Fitri, Lia El, Arum, Fatir, Bowo, Saiful, Alviyan, Rista dan Fatma serta teman-teman yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terimakasih banyak untuk pertemanannya selama ini dan sukses selalu untuk kalian semua.

9. Teman seperjuanganku Hukum Ekonomi Syari’ah 2014 IAIN Salatiga.

10. Seluruh jajaran Akademi Institut Agama Islam Negeri Salatiga Fakultas

Syari’ah yang tidak bisa penulis sebutkan semuanya terimakasih banyak telah

banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini.

11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah

memberikan Konstribusi dan dukungan yang cukup besar sehingga penulis dapat menjalani perkuliahan dari awal hingga akhir di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan mereka dengan balasan yang lebih dari yang mereka berikan dan senantiasa mendapatkan

maghfiroh, dilingkupi rahmat dan cita-Nya, Amin.

(11)

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu, baik bagi penulis sendiri ataupun bagi pembaca pada umumnya.

Salatiga, 23 Agustus 2018 Penulis,

(12)

ABSTRAK

Susilowati, Ruli. 2018. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Jual Beli Tebas

Pohon Durian (Studi Kasus di Desa Bringin, Kecamatan Bringin,

Kabupaten Semarang). Skripsi. Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah

Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

Pembimbing: Luthfiana Zahriani, S.H.,M.H

Kata Kunci: Hukum Islam, Jual Beli, Tebas

Jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar harta benda yang memberikan kemaslahatan bagi kedua belah pihak atas dasar kerelaan yang di dalamnya terdapat pihak penjual dan pihak pembeli serta dalam melaksanakan

perjanjian tersebut harus berdasarkan ketentuan syara’ yang berlaku. Jual beli

dikatakan sah atau tidaknya tergantung dari terpenuhinya rukun dan syarat akad.

Salah satu jual beli yang dilakukan di Desa Bringin adalah jual beli tebas, yaitu

jual beli tanaman atau barang dengan cara borongan ketika tanaman belum dipetik

atau masih dipohon. Sebagaimana yang terjadi dalam jual beli tebas durian di

Desa Bringin merupakan salah satu aktivitas yang sering dilakukan dan menjadi kebutuhan dalam masyarakat. Dari latar belakang tersebut penulis menggunakan

dua fokus penelitian yaitu: bagaimana pelaksanaan praktik jual beli tebas pohon

durian di Desa Bringin, Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang dan bagaimana

tinjauan hukum Islam terhadap praktik jual beli tebas pohon durian di Desa

Bringin, Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang.

Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) yang bersifat

deskriptif kualitatif dan pendekatan yuridis sosiologis dengan pengumpulan data

melalui wawancara kepada pihak-pihak yang terlibat dalam jual beli tebas pohon

durian. Penyajian penelitian ini dilakukan dengan cara menggambarkan objek yang apa adanya dengan pernyataan-pernyataan yang bersifat kualitatif. Kemudian dianalisa apakah sesuai dengan hukum Islam mengenai praktik jual beli tebas ini.

Pelaksanaan praktik jual beli tebas pohon durian di Desa Bringin,

Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang menggunakan sistem tahunan atau kontrak pohon yaitu dengan cara membeli atau menjual buah dimana masih dalam bentuk pohon dan belum berbuah bahkan belum berbunga sedikitpun tetapi dengan melihat hasil panen tahun kemarin serta pembayaran sepenuhnya di awal

sehingga tidak mengenal sistem panjar. Mengenai pelaksanaan praktik jual beli

tebas pohon durian jika ditinjau dari hukum Islam dilarang dan batal hukumnya

karena tidak terpenuhinya syarat dari jual beli yaitu dari segi ijab qabul dan

ma‟qud alaih, serta jual beli ini termasuk jenis jual beli yang mengandung unsur

(13)

DAFTAR ISI

SAMPUL ... i

LEMBAR BERLOGO ... ii

HALAMAN JUDUL ... iii

NOTA PEMBIMBING ... iv

PENGESAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN ... vi

MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

ABSTRAK ... xii

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Kegunaan Penelitian... 6

E. Penegasan Istilah ... 7

F. Tinjauan Pustaka ... 7

G. Metode Penelitian... 10

(14)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Jual Beli Menurut Hukum Islam ... 17

1. Pengertian Jual Beli Menurut Hukum Islam ... 17

2. Dasar Hukum Jual Beli Menurut Hukum Islam ... 19

3. Rukun dan Syarat Jual Beli Menurut Hukum Islam ... 21

4. Macam-macam Jual Beli Menurut Hukum Islam ... 32

5. Etika Jual Beli Menurut Hukum Islam ... 41

B. Tinjauan Umum Jual Beli Tebas ... 43

1. Pengertian Jual Beli Tebas ... 43

2. Dasar Hukum Jual Beli Tebas Menurut Hukum Islam ... 44

BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Gambaran Umum Desa Bringin ... 46

1. Letak Geografis Desa Bringin ... 46

2. Visi dan Misi Desa Bringin ... 48

3. Demografis Desa Bringin ... 49

B. Praktik Jual Beli Tebas Pohon Durian di Desa Bringin Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang ... 57

(15)

B. Praktik Jual Beli Tebas Pohon Durian Ditinjau dari Jenis-jenis Jual Beli Menurut Hukum Islam ... 70

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 75 B. Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 77

(16)

DAFAR LAMPIRAN

1. Nota Pembimbing Skripsi

2. Surat Penunjukan Skripsi

3. Surat Permohonan Izin Penelitian

4. Lembar Konsultasi

5. Surat Keterangan Lulus Ujian Komprehensif

6. Daftar Panduan wawancara

7. Surat Keterangan dari Kepala Desa

8. Foto penulis bersama informan

9. Daftar nilai SKK

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agama Islam adalah agama universal. Islam sebagai sistem ajaran keagamaan yang lengkap dan sempurna, bukan hanya ajaran tentang akhirat saja akan tetapi kebutuhan fisik juga harus terpenuhi. Segala sesuatunya telah ditentukan oleh Allah. Mengatur setiap segi kehidupan umatnya, mengatur seorang hamba dengan Allah dan juga mengatur hubungan antar sesamanya yaitu manusia dengan manusia. Di dalam agama itu sendiri pasti ada hukum yang menjelaskan suatu perbuatan bisa dikategorikan halal dan haram. Sebagai sistem kehidupan, Islam juga memberikan warna dalam setiap dimensi kehidupan umat manusia, tidak terkecuali dalam urusan perekonomian (Djumaini, 2010:18).

Islam merupakan ajaran yang bersifat rahmatan lil „alamin (menjadi

rahmah bagi alam semesta), maka tujuan utamanya bertumpu pada

kemashlahatan yang hakiki termasuk syariat’nya di bidang muamalah

(bisnis). Kaidah fiqh mengatakan bahwa pada prinsipnya hukum muamalah adalah boleh selama tidak ada dalil yang mengharamkannya (Budi Utomo, 2003:51). Untuk melaksanakan kegiatan muamalah manusia harus saling

bekerja sama dan memberi bantuan kepada orang lain yang

(18)

Suatu hal yang paling mendasar oleh manusia dalam memenuhi kebutuhannya ialah adanya interaksi sosial dengan manusia lain dan untuk memenuhi kebutuhan setiap hari, setiap manusia pasti melakukan suatu transaksi. Oleh karena itu, kehidupan manusia di dunia ini juga tidak lepas dari praktik jual beli karena jual beli merupakan salah satu bentuk tolong menolong antara manusia satu dengan yang lainnya (Dahlan, 2003: 827). Jual beli dalam Islam dikategorikan dalam bidang muamalah. Muamalah adalah

perbuatan sesama manusia dalam masalah maliyah, huquq, dan keuangan

Negara dan institusi keuangan yang berlandaskan pada syari’ah Islam

(Mujibatun, 2012:9).

Dengan kata lain muamalah adalah suatu tukar menukar barang atau sesuatu yang memberikan manfaat sesama manusia, seperti jual beli itu sendiri, sewa-menyewa, upah-mengupah, pinjam-meminjam, urusan bercocok tanam, dan lain-lain. Muamalah dalam Islam telah memberikan ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah yang harus ditaati dan dilaksanakan. Jadi dalam praktik muamalah harus sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan oleh

syari’at Islam.

(19)

maupun pembeli. Jika salah satu tidak terpenuhi maka jual beli tersebut bisa dikatakan tidak sah. Oleh karena itu, sebagai orang yang akan melakukan akad jual beli tersebut harus memperhatikan dengan baik mengenai rukun dan syarat dari jual beli.

Pada dasarnya jual beli dalam Islam itu hukumnya mubah atau boleh. Namun dalam praktik jual beli itu sendiri harus terbuka dan tidak ada unsur tipuan, maka dalam perjanjiannya pun harus jelas. Dalam kegiatan jual beli pun hendaknya orang yang berdagang mengetahui apa yang sebaiknya diambil dan apa yang sebaiknya tidak diambil, mengetahui halal dan haram, tidak mengambil hak orang lain, tidak ada kebohongan, barang yang diperjualbelikan harus pasti, serta tidak mengandung unsur riba. Anjuran untuk melaksanakan jual beli yang baik dan benar atau harus suka sama suka atau saling ridha. Hal ini sesuai dengan firman Allah Qs. An-Nisa 29 dan Qs. Albaqarah 275.

(20)

mengharamkan riba. (Qs. Al-Baqarah: 275)

Persoalan jual beli menjadi bagian dari kehidupan setiap individu dalam segala struktur lapisan masyarakat. Kebijakan ekonomi yang tidak merata ditambah dengan krisis ekonomi yang berkepanjangan dalam suatu Negara akan berdampak negatif terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat. Hal ini tidak hanya dirasakan oleh kalangan atas saja tetapi juga oleh lapisan masyarakat kalangan bawah.

Perkembangan ekonomi pada masa sekarang ini, praktik jual beli yang terjadi di sela-sela kehidupan kita terdapat beraneka ragam jenisnya, salah satunya adalah jual beli yang berdasarkan pada timbangan atau takaran yang dapat ditaksirkan dan dibuktikan secara langsung ataupun tidak oleh pembeli.

Ada juga jual beli memesan barang (al-salam). Ada pula jual beli dengan cara

tebasan. Praktik jual beli secara tebas ini sudah ada sejak zaman dahulu. Dalam kehidupan masyarakat jual beli dengan sistem tebasan masih banyak

terjadi dan sudah menjadi kebiasaaan. Praktik jual beli tebasan banyak

ditemui di daerah pedesaan. Hal ini dikarenakan mata pencaharian mereka adalah bertani dan berdagang. Dalam praktiknya jumlah dan kualitas buah yang diperjualbelikan belum pasti sehingga dapat merugikan salah satu pihak serta dalam transaksinya menggunakan sistem panjar.

Jual beli tebasan merupakan salah satu aktivitas yang sering dilakukan

(21)

membedakan jual beli tebasan di desa ini dengan yang lain ialah menebas

buah durian ketika pada musimnya tetapi masih dalam bentuk pohon dalam arti belum berbunga dan belum berbuah sedikitpun, tetapi tahun sebelumnya pohon tersebut sudah pernah berbuah. Oleh karena itu, hal tersebut memungkinkan dapat merugikan salah satu pihak padahal pada dasarnya dalam jual beli tidak boleh merugikan salah satu pihak. Maka saya selaku

sebagai mahasiswa Hukum Ekonomi Syari’ah perlu mengadakan penelitian

untuk meninjau dan menggali tentang jual beli sistem tebasan tersebut.

Berdasarkan masalah di atas ada perbedaan dari yang biasanya dalam

praktik jual beli secara tebas, oleh karena itu penulis tertarik untuk

melakukan sebuah penelitian yang berjudul “TINJAUAN HUKUM ISLAM

TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI TEBAS POHON DURIAN (Studi

Kasus di Desa Bringin, Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis akan membatasi rumusan masalah yang akan di bahas dalam peneletian ini agar tidak terjadi kerancauan. Adapun rumusan pokok permasalahan yang akan diteliti yaitu :

1. Bagaimana pelaksanaan praktik jual beli tebas pohon durian di Desa

Bringin Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang?

2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan praktik jual beli

(22)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pelaksanaan praktik jual beli tebas pohon durian di

Desa Bringin Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang

2. Untuk mengetahui tinjauan Hukum Islam terhadap pelaksanaan praktik

jual beli tebas pohon durian di Desa Bringin Kecamatan Bringin

Kabupaten Semarang

D. Kegunaan Penelitian

Manfaat atau kegunaan penelitian ini yang bisa diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan

ilmu Syari’ah, khususnya jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah untuk menjadi wawasan keilmuan dan keagamaan dalam masalah yang

berhubungan dengan praktik jual beli pohon durian secara tebas.

2. Kegunaan Praktis

Menambah wawasan kepada pembaca untuk memahami hukum jual beli dalam Islam khususnya dalam jual beli pohon durian secara

tebas di Desa Bringin, Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang. Agar

masyarakat dapat mengetahui praktik jual beli tebas pohon durian ini

sudah sesuai dengan hukum Islam apa belum dan untuk meluruskan

(23)

diharapkan masyarakat bisa menerapkan jual beli sesuai yang diperbolehkan dalam hukum Islam.

E. Penegasan Istilah

Agar tidak terjadi salah pengertian dalam pemahaman penelitian yang penulis teliti, maka dipandang perlu untuk menjelaskan beberapa istilah yang ada hubungannya dengan judul penelitian ini yaitu antara lain :

1. Hukum Islam adalah peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang

disyariatkan oleh Allah kepada hamba-Nya untuk diakui dan diyakini serta mengikat untuk semua yang beragama Islam (Rohidin, 2016:5).

2. Jual beli adalah suatu perjanjian tukar-menukar benda atau barang yang

mempunyai nilai secara sukarela diantara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan

perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan oleh syara’ dan

disepakati (Ali, 2011:42).

3. Tebas menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah jual beli hasil tanaman dalam jumlah borongan ketika tanaman belum dipetik atau masih di pohon.

F. Tinjauan Pustaka

Sejauh penulis mengamati, memang telah banyak penulisan yang

membahas tentang jual beli tebas. Di antara penelitian terdahulu yang

berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:

Pertama, skripsi dari Dini Widya Mulyaningsih, 2012, Jurusan

(24)

Walisongo Semarang dengan judul “Analisis Hukum Islam Terhadap Praktek

Ganti Rugi Dalam Jual Beli Tebasan (Studi Kasus Ganti Rugi Pada Jual Beli

Padi Tebasan di Desa Brangsong Kecamatan Brangsong Kabupaten

Kendal)”. Skripsi ini memiliki fokus penelitian pada bagaimana sistem pemberian ganti rugi dalam jual beli padi tebasan dan apa saja faktor yang melatarbelakangi masyarakat berkenan dalam memberikan ganti rugi serta bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pemberian ganti rugi dalam jual beli padi tebasan tersebut. Adapun kesimpulan dari penelitian ini yaitu bahwa transaksi jual beli dan ganti rugi padi tebasan yang terjadi di Desa Brangsong tersebut tidak sesuai hukum Islam karena banyak terjadi hal-hal yang tidak sesuai dengan hukum Islam seperti adanya unsur keterpaksaan, tidak enak karena bertetangga dan juga menghindari keributan antara petani dan penebas, sehingga tidak terdapat unsur kerelaan antara kedua belah pihak. Selain itu dalam transaksi ini juga terjadi pemotongan harga secara sepihak yang tidak ada kesepakatan sebelumnya, sehingga menyebabkan kerugian di salah satu pihak maka jual beli dan ganti rugi tidak sah karena ada unsur kebatilan didalamnya.

Kedua, skripsi dari Qoriuhwatul Chasana, 2016, Jurusan Ekonomi Islam, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Universitas Islam Negeri (UIN)

Walisongo dengan judul “Analisis Penghasilan Petani Dengan Sistem Tebas

Dalam Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat (Study Kasus Masyarakat

Dusun Grajegan Desa Tampingan Kecamatan Boja Kabupaten Kendal)”.

(25)

sistem tebas dapat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat petani di Dusun Grajegan Desa Tampingan Kecamatan Boja Kabupaten Kendal. Adapun kesimpulan dari penelitian ini yaitu bahwa jual beli dengan sistem tebas mempengaruhi kesejahteraan masyarakat petani, hal ini ditunjukkan rata-rata dengan pendapatan rata-rata Rp 11.534.000,- petani dengan luas lahan sebesar 1 hektar dan pendapatan rata-rata Rp 5.042.000,- untuk luas lahan sebesar setengah hektar. Dari pendapatan petani yang cukup banyak tetapi belum bisa dikatakan masyarakat sejahtera karena masih banyak petani di dusun tersebut yang kurang kesadaran untuk membayar zakat mal untuk hasil dari usaha pertaniannya tersebut.

Ketiga, skripsi dari Lizawati, 2016, Jurusan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Fakultas Hukum, Universitas Jember

dengan judul “Perjanjian Jual Beli Buah Jeruk Secara Tebas (Beli Dalam

Keadaaan Masih Dipohon) Ditinjau Dari Hukum Kebiasaan Desa Tegalsari

(26)

oleh saksi dari pihak penebas. Adapun kedudukan hukum para pihak dalam perjanjian jual beli jeruk secara tebas yaitu penjual berhak menerima uang hasil penjualan buah jeruk dari pembeli dan pembeli berhak untuk menerima yang telah masak dengan jangka waktu sesuai kesepakatan awal. Sedangkan, upaya yang bisa dilakukan oleh penjual apabila pembeli jeruk secara tebas tidak memenuhi kewajiban pembayaran sebagaimana perjanjian di awal adalah musyawarah mufakat dengan penebas.

Dari sekian penelitian yang telah dilakukan peneliti lain, bahwa penelitian yang dilakukan penulis berbeda dengan penelitian-penelitian yang sudah dijelaskan di atas. Hal tersebut terletak pada fokus dari penelitian ini

yaitu mengenai bagaimana pelaksanaan praktik jual beli tebas pohon durian

di Desa Bringin Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang dan bagaimana

tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan praktik jual beli tebas pohon

durian di Desa Bringin Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang.

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

a. Jenis Penelitian

(27)

atau menggambarkan bagaimana bentuk jual beli tebas pohon durian di Desa Bringin Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang.

b. Pendekatan

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan yuridis sosiologis yaitu pendekatan penelitian yang mengkaji persepsi dan perilaku hukum orang (masyarakat dan badan hukum) dan masyarakat serta efektivitas berlakunya hukum positif di Indonesia (Utsman, 2014:66). Dan bersifat deskriptif analitis yaitu pendekatan yang menelaah tentang kehidupan masyarakat (Moleong, 2004 : 6). Dalam penelitian ini menggambarkan tinjauan hukum Islam terhadap praktik

jual beli tebas pohon durian di Desa Bringin Kecamatan Bringin

Kabupaten Semarang.

2. Kehadiran Peneliti

Dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai pengumpul data dan instrumen atau alat penelitian yang aktif dalam pengumpulan data yang lain selain peneliti adalah dokumen yang menunjang keabsahan hasil penelitian serta alat bantu lain yang dapat mendukung terlaksananya penelitian, seperti kamera dan alat perekam.

3. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian ini berada di Desa Bringin Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang. Peneliti masih menemukan jual beli pohon durian

dengan sistem tebas di desa ini. Maka dari itu peneliti memilih desa

(28)

4. Sumber Data

Sumber data yang bisa didapatkan untuk mendukung penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Data primer

Data primer adalah kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai (Moleong, 2009:157). Sumber data primer yang didapat dari penelitian ini adalah wawancara langsung kepada

informan sebagai pelaku jual beli pohon durian dengan cara tebas baik

dari pihak penjual maupun pembeli yang ada di Desa Bringin.

b. Data sekunder

Data sekunder adalah digunakan untuk mendukung data primer (Munawaroh, 2013:82). Data lain yang bisa mendukung penelitian ini adalah dengan telaah pustaka seperti buku-buku, jurnal ataupun hasil penelitian sebelumnya yang meneliti hal serupa.

5. Prosedur Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini menggunakan dua metode pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan laporan penelitian yaitu sebagai berikut:

a. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara

(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara

(29)

(Moleong, 2009:186). Tujuan penulis mengunakan metode pengumpulan data ini adalah untuk mendapatkan data yang kongkrit

mengenai jual beli tebas pohon durian yang dilakukan oleh masyarakat.

Dalam penelitian ini peneliti akan wawancara dengan masyarakat

pelaku jual beli beli tebas pohon durian di Desa Bringin.

b. Dokumentasi

Pada penelitian ini, peneliti juga menggunakan teknik pengumpulan data dengan dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan-catatan transkip, buku-buku, surat kabar dan sebagainya (Arikunto, 2010:201). Metode ini peneliti gunakan untuk mengumpulkan bacaan-bacaan yang memuat tentang tema yang akan diteliti. Adapun dokumentasi yang digunakan dalam

penelitian ini adalah berupa foto-foto yang terkait dengan jual beli tebas

pohon durian di Desa Bringin.

6. Analis Data

(30)

Peneliti melakukan analilis data awal yang diperoleh untuk menentukan titik fokus penelitian yang bersifat sementara. Analisis akan dilakukan kembali setelah memperoleh data tambahan dari berbagai sumber yang ada untuk ditarik kesimpulan. Kesimpulan ini ditarik dari fakta atau data khusus berdasarkan pengamatan dilapangan.

7. Pengecekan Keabsahan Data

Dalam suatu penelitian, validitas data mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam menentukan hasil akhir suatu penelitian, sehingga untuk memperoleh data yang valid diperlukan suatu teknik untuk memeriksa keabsahan data.

8. Tahap Penelitian

Tahap-tahap dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Tahap sebelum lapangan, yaitu hal-hal yang dilakukan sebelum

melakukan penelitian seperti pembuatan proposal penelitian,

mengajukan surat ijin penelitian, menetapkan fokus penelitian dan sebagainya yang harus dipenuhi sebelum melakukan penelitian.

b. Tahap pekerjaan lapangan, yaitu mengumpulkan data melalui

wawancara dengan masyarakat yang terlibat dalam jual beli tebas

pohon durian di Desa Bringin.

c. Tahap analisa data, yaitu apabila semua data telah terkumpul dan dirasa

(31)

d. Tahap penulisan laporan yaitu apabila semua data telah terkumpul dan telah dianalisis serta dikonsultasikan kepada pembimbing maka yang dilakukan peneliti selanjutnya adalah menulis hasil penelitian tersebut sesuai dengan pedoman penulisan yang telah ditentukan.

H. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pemahaman isi penelitian ini, maka diperlukan sistematika. Adapun sistematika penulisan proposal ini adalah meliputi sebagai berikut:

BAB I Bab ini merupakan bab pendahuluan yang menguraikan tentang latar

belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II Bab ini berisi tentang kajian pustaka, membahas telaah pustaka yang

berisi tinjauan umum tentang jual beli menurut hukum Islam yang meliputi pengertian jual beli menurut hukum Islam, dasar hukum jual beli menurut hukum Islam, syarat dan rukun jual beli menurut hukum Islam, macam-macam jual beli menurut hukum Islam dan etika jual

beli menurut hukum Islam serta tinjauan umum jual beli tebas yang

meliputi pengertian jual beli tebas dan dasar hukum jual beli tebas

menurut hukum Islam.

(32)

Bringin Kabupaten Semarang, yang meliputi letak geografis Desa Bringin, visi dan misi Desa Bringin, serta demografis Desa Bringin,

serta pelaksanaan praktik jual beli tebas pohondurian di Desa Bringin

Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang.

BAB IV Bab ini berisi tentang analisis mengenai tinjauan hukum Islam

terhadap pelaksanaan praktik jual beli tebas pohon durian di Desa

Bringin Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang.

(33)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Jual Beli Menurut Hukum Islam 1. Pengertian Jual Beli Menurut Hukum Islam

Jual beli secara bahasa berasal dari bahasa Arab yaitu al-bai‟, al

-tijarah, al-mubadalah artinya mengambil, memberikan sesuatu atau barter. Sebagaimana Allah swt. Berfirman dalam Qs. Fathir: 29

Artinya: “...Mereka itu mengharapkan

perniagaan/perdagangan yang tidak akan merugi.”

Secara istilah yang dimaksud dengan jual beli adalah sebagai berikut:

a. Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang yang

dilakukan dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan.

b. Pemilikan harta benda dengan jalan tukar menukar yang sesuai dengan

aturan syara’.

c. Saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola dengan ijab dan

(34)

untuk suatu kepemilikan, yang ditunjukkan dengan perkataan dan perbuatan (Mardani, 2013:83).

Jual beli menurut pengertian lughawinya adalah saling menukar

(pertukaran). Dan kata Al-Bai‟ (jual) dan Asy-Syiraa (beli) dipergunakan

biasanya dalam pengertian yang sama. Dua kata ini masing-masing mempunyai makna dua yang satu sama lain bertolak belakang. Menurut

pengetian syari’at, jual beli ialah pertukaran harta atas dasar saling rela.

Atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan (Sabiq, 1988:44-45).

Perkataan jual beli sebenarnya terdiri dari dua suku kata yaitu jual

dan beli. Sebenarnya kata “jual” dan “beli” mempunyai arti yang satu

sama lainnya bertolak belakang. Kata jual menunjukkan bahwa adanya perbuatan menjual, sedangkan beli adalah adanya perbuatan membeli. Dengan demikian perkataan jual beli menunjukkan adanya dua perbuatan dalam satu peristiwa yaitu satu pihak penjual dan di pihak yang lain membeli, maka dalam hal ini terjadilah peristiwa hukum jual beli (Parabisu dan Suhrawardi, 2004:33). Jual beli adalah tukar menukar

barang atau kekayaan (mal), termasuk barter (Scacht, 2010:218).

(35)

menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.

Dari beberapa definisi di atas dapat di simpulkan bahwa jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar harta benda yang memberikan kemaslahatan bagi kedua belah pihak atas dasar kerelaan yang di dalamnya terdapat pihak penjual dan pihak pembeli serta dalam

melaksanakan perjanjian tersebut harus berdasarkan ketentuan syara’ yang

berlaku.

2. Dasar Hukum Jual Beli Menurut Hukum Islam

Orang yang terjun ke dunia usaha atau bisnis, berkewajiban mengetahui hal-hal yang dapat mengakibatkan jual beli itu sah atau tidak

(fasid). Ini dimaksudkan agar muamalat berjalan dengan sah dan segala sikap dan tindakannya jauh dari kerusakan yang tidak dibenarkan. Tidak sedikit kaum muslimin yang mengabaikan untuk mempelajari muamalat, mereka melalaikan aspek ini, sekalipun semakin hari usahanya semakin meningkat dan keuntungan semakin banyak (Azzam, 2010:23-24).

(36)

Hukum mengenai jual beli telah disyariatkan berdasarkan

Al-Qur’an dan As-Sunnah. Adapun yang menjadi dasar landasan atau dasar jual beli adalah sebagai berikut:

1) Al-qur’an, diantaranya:

“...Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha

Penyayang kepadamu.”

2) As-Sunah

(37)

?ُبَيْطَأ ِبْسَكْلَا ُّيَأ :َلِئُس ملسو ويلع للها ىلص َِّبَِّنلَا َّنَأ

ٍعْيَ ب ُّلُكَو ,ِهِدَيِب ِلُجَّرلَا ُلَمَع ( :َلاَق

) ٍروُرْ بَم

.ُمِكاَْلَْا ُوَحَّحَصَو ،ُراَّزَ بْلَا ُهاَوَر

“Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah

ditanya: Pekerjaan apakah yang paling baik?. Beliau bersabda: "Pekerjaan seseorang dengan tangannya dan setiap jual-beli yang bersih." Riwayat al-Bazzar. Hadits

shahih menurut Hakim.” (HR. Ahmad dan Bazzar dari

Rafi’ bin Khudaij, Ra)

3) Kaidah Ushul Fiqh

Dalam kaidah Ushul fiqh juga disebutkan tentang hukum jual beli

yaitu sebagai berikut “Asal hukum muamalah adalah mubah”. Jadi,

hukum asal muamalah atau jual beli adalah mubah, selama belum ada dalil yang melarangnya.

4) Ijma’

Kaum muslimin telah sepakat dari dahulu sampai sekarang tentang kebolehan hukum jual beli. Oleh karena itu, hal ini merupakan

sebuah bentuk ijma’ umat, karena tidak ada seorangpun yang

menentangnya.

3. Rukun dan Syarat Jual Beli Menurut Hukum Islam

(38)

dalam perbuatan hukum ini haruslah dipenuhi rukun dan syarat sahnya jual beli.

a. Rukun Jual Beli

Arkan adalah bentuk jamak dari rukn. Rukun adalah unsur-unsur yang membentuk sesuatu, sehingga sesuatu itu terwujud karena adanya unsur-unsur tersebut yang membentuknya atau dengan kata lain rukun adalah yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu pekerjaan.

Sedangkan arkan berarti hal-hal yang harus ada untuk terwujudnya

satu akad dari sisi luar. Dalam konsepsi hukum Islam unsur-unsur yang membentuk sesuatu disebut dengan rukun.

Menurut Mazhab Hanafi, rukun jual beli hanya ijab dan kabul saja. Menurutnya yang menjadi rukun dalam jual beli itu hanyalah kerelaan antara kedua belah pihak. Sedangkan menurut jumhur ulama rukun jual beli itu ada empat yaitu orang yang berakad (penjual dan

pembeli), sighat (lafal ijab dan qabul), ada barang yang dibeli dan ada

nilai tukar pengganti barang (Sahrani dan Ru’fah, 2011:67-68).

Adapun rukun jual beli pada umumnya ada tiga yaitu pihak yang

berakad („aqidain), akad (ijab qabul) dan objek akad (ma‟qud alaih).

1) Pihak yang berakad („Aqidain)

„Aqidain adalah para pihak yang berakad. Jika dikatakan

(39)

dijualnya atau mendapatkan izin untuk menjualnya dan sehat akalnya. Selain itu, penjual mempunyai dua kewajiban utama terhadap pembeli apabila harga barang tersebut telah dibayar oleh pembeli yaitu harus menyerahkan barang yang diperjualbelikan kepada pembeli dan menanggung atau menjamin barang tersebut.

Sedangkan, pembeli ia disyaratkan diperbolehkan bertindak dalam arti ia bukan orang gila atau bukan anak kecil yang tidak mempunyai izin untuk membeli. Selain itu pembeli juga mempunyai kewajiban utama yaitu membayar harga pembelian pada waktu dan di tempat yang telah di perjanjikan. Akan tetapi, apabila waktu dan tempat tidak ditetapkan maka harus dilakukan pada saat penyerahan barang.

Secara umum syarat-syarat dari pihak yang berakad adalah sebagai berikut:

a. Baligh

Ukuran baligh seseorang adalah telah bermimpi (ihtilam) bagi

laki-laki dan sudah haid bagi perempuan.

b. Aqil (berakal)

(40)

c. Tamyis (dapat membedakan)

Orang yang bertransaksi haruslah dalam keadaan dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.

d. Mukhtar (bebas dari paksaan)

Para pihak harus bebas dalam bertransaksi, lepas dari paksaan dan tekanan (Dewi, 2006:55-56).

2) Akad

Akad adalah ikatan kata antara penjual dan pembeli yakni pemberian hak milik dari penjual kepada orang yang menerima hak milik (pembeli). Akad ini dapat dikatakan sebagai inti dari proses berlangsungnya proses jual beli, karena belum dikatakan sah

sebelum melakukan ijab qabul sebab ijab qabul menunjukkan

kerelaan kedua belah pihak. Pada dasarnya ijab qabul dilakukan

dengan lisan tetapi tidak mungkin misalnya bisu atau lainnya,

boleh ijab qabul dengan surat menyurat yang mengandung ijab

qabul (Suhendi, 2014: 70).

Adapun yang termasuk macam-macam akad adalah sebagai berikut:

(41)

b) „Aqad Mu‟alaq yaitu akad yang dalam pelaksanaannya terdapat syarat-syarat yang telah ditentukan dalam akad, seperti penentuan penyerahan barang-barang yang diakadkan setelah adanya pembayaran.

c) „Aqad Mudhaf yaitu akad dalam pelaksanaannya terdapat syarat-syarat dan waktu yang ditentukan mengenai penangguhan pelaksanaan akad, perkataan tersebut sah dilakukan pada waktu akad, tetapi belum mempunyai akibat hukum sebelum tibanya waktu yang telah ditentukan (Huda, 2011:33).

3) Objek Akad (ma‟qud alaih)

Objek akad adalah barang yang diperjualbelikan. Objek akad dapat berupa benda, manfaat benda, jasa atau pekerjaan atau suatu

yang lain yang tidak bertentangan dengan syari’ah. Objek jual beli

terdiri atas benda yang berwujud maupun harta yang akan dipindahkan dari tangan seorang yang berakad kepada pihak lain, baik harga atau barang berharga (Anwar, 2010:190-191).

Para hukum Islam mensyaratkan beberapa syarat pada objek akad yaitu sebagai berikut:

1. Objek akad dapat diserahkan atau dilaksanakan

Dasar ketentuan ini terdapat pada hadist Nabi Saw yaitu:

a. Nabi Saw bersabda: “Jangan engkau menjual barang yang

(42)

b. “Rasulullah Saw melarang jual beli lempar krikil dan jual

beli gharar.” (HR. Muslim no. 2783)

Dalam hal tersebut para ahli hukum berbeda pendapat dalam menyimpulkan asas hukum dari kedua hadist di atas dan hadis lain yang serupa. Menurut pendapat madzhab ulama

syafi’i adalah secara mutlak melarang jual beli barang tertentu

yang belum ada. Seperti halnya jual beli buah yang belum jadi. Begitu pula menurut madzhab Hanafi berpendapat bahwa objek itu ada pada waktu di tutup sehingga tidak terjadi akad jual beli barang yang tidak ada (Vogel dan Hayes, 2007 :114).

Sedangkan menurut madzhab Maliki yang membolehkan akad jual beli bagian yang belum muncul dari buah-buahan yang tidak keluar serentak atas dasar mengikutsertakan yang belum muncul itu kepada yang sudah muncul. Begitu pula dengan pandangan madzhab Hambali yaitu jika objek tidak ada pada waktu akad namun dapat dipastikan ada di kemudian hari maka akadnya tetap sah dan apabila tidak dapat di pastikan adanya di kemudian hari maka akadnya tidak sah (Anwar, 2010:195-200).

2. Objek akad tertentu

(43)

Apabila objek akad tidak jelas sehingga dapat menimbulkan perselisihan, maka akadnya tidak sah.

3. Objek akad dibenarkan oleh syara’

Pada dasarnya, benda atau barang yang menjadi objek akad

harus tidak bertentangan dengan syari’at Islam atau ketertiban

umum dan juga haruslah memiliki nilai dan manfaat bagi manusia.

b. Syarat Jual Beli

Agar suatu perjanjian jual beli yang dilakukan oleh pihak penjual dan pihak pembeli sah, maka harus dipenuhi syarat-syarat jual beli. Berikut adalah syarat-syarat jual beli:

1) Tentang Ijab dan Qabul

Ijab dan qabul hendaknya diucapkan oleh penjual dan pembeli

secara langsung dalam suatu majelis, maksudnya tidak boleh

diselang oleh hal-hal yang mengganggu jalannya ijab qabul

tersebut. Syarat-syarat sah ijab qabul ialah sebagai berikut:

a) Ijab qabul diungkapkan dengan kata-kata yang menunjukkan jual beli yang telah lazim diketahui masyarakat. Seperti penjual

berkata: “Aku jual buku ini kepadamu seharga Rp 20.000,-.”

Kemudian pembeli menjawab: “Saya beli buku ini seharga Rp

20.000,-.”

(44)

topik yang sama atau tidak ada yang memisahkan, pembeli

benda-benda tertentu. Misalnya saja seseorang dilarang menjual hambanya yang bergama Islam kepada pembeli yang tidak beragama Islam, sebab besar kemungkinan pembeli tersebut akan merendahkan abid yang beragama Islam, sedangkan Allah melarang orang-orang mukmin memberi jalan kepada orang kafir untuk merendahkan orang mukmin (Hidayat, 2015:22).

2) Tentang Subjeknya

Orang yang berakad adalah orang yang boleh melakukan akad, yaitu orang yang telah baligh, berakal dan mengerti, dengan kehendaknya sendiri bukan dipaksa, keduanya tidak mubazir, serta orang yang tidak bodoh sebab mereka tidak pandai mengendalikan harta. Allah berfirman dalam Qs. An-Nisa : 5



Artinya: “Dan janganlah kamu serahkan

kepada orang-orang yang belum sempurna

(45)

Pada ayat tersebut dijelaskan bahwa harta tidak boleh kepada orang yang bodoh atau belum sempurna akalnya. Orang yang belum sempurna akalnya ialah anak yang belum baligh atau orang dewasa yang tidak dapat mengatur harta bendanya.

Oleh karena itu, akad yang dilakukan oleh anak di bawah umur, orang gila atau idiot tidak sah kecuali seizin walinya. Jika orang gila dapat sadar seketika dan gila seketika (kadang-kadang sadar dan kadang-kadang gila), maka akad yang dilakukannya pada waktu sadar dinyatakan sah, dan yang dilakukan ketika gila, tidak sah.

Akad anak kecil yang sudah dapat membedakan baik dan buruknya sesuatu dinyatakan valid (sah), namun kesahannya tergantung kepada izin walinya. Apabila diizinkan oleh orang tuanya maka akad yang dilakukan anak kecil sah.

Keadaan tidak mubazir, maksudnya para pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian jual beli tersebut bukanlah manusia yang mubazir (boros), sebab orang yang boros di dalam hukum dikategorikan sebagai orang yang tidak cakap bertindak, maksudnya dia tidak dapat melakukan sendiri sesuatu perbuatan

hukum walaupun kepentingan hukum itu menyangkut

(46)

berada di bawah pengampauan atau walinya (Parabisu dan Suhrawardi, 2004:35-41).

3) Tentang Objeknya

Benda yang dijadikan sebagai objek jual beli ini haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a) Bersih Barangnya

Barang yang diperjual-belikan bukanlah benda najis, atau yang di golongkan sebagai benda yang diharamkan. Benda-benda najis bukan hanya tidak boleh diperjual-belikan, tetapi juga tidak sah untuk diperjual-belikan. Seperti bangkai, darah, daging babi, khamr, nanah, kotoran manusia.

b) Dapat Dimanfaatkan

Maksud dari barang harus dapat dimanfaatkan adalah bahwa kemanfaatan barang tersebut harus sesuai dengan

ketentuan syari’ah Islam tidak bertentangan dengan norma -norma agama yang berlaku.

c) Milik orang yang melakukan akad

(47)

oleh seorang anak kecil, baik yatim atau bukan, maka walinya berhak untuk melakukan transaksi atas benda milik anak itu.

d) Mampu menyerahkan

Pihak penjual (baik sebagai pemilik maupun sebagai kuasa) dapat menyerahkan barang yang dijadikan sebagai objek jual beli sesuatu dengan bentuk dan jumlah yang diperjanjikan pada waktu penyerahan barang kepada pihak pembeli. Ketentuan ini terdapat di hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dari Ibnu

Mas’ud r.a. yang artinya berbunyi sebagai berikut:

“Janganlah kamu membeli ikan yang berada di dalam air, sesungguhnya yang demikian itu penipuan.”

Dari ketentuan hadis tersebut dapat dikemukakan bahwa barang yang dijual itu harus nyata, dapat diketahui jumlahnya (baik ukuran maupun besarnya). Oleh karena itu, jual beli barang-barang yang dalam keadaan dihipotikkan, digadaikan atau sudah diwakafkan adalah tidak sah sebab penjual tidak mampu lagi untuk menyerahkan barang kepada pihak pembeli.

e) Mengetahui

(48)

dalam suatu jual beli keadaan barang dan jumlah harganya tidak diketahui maka perjanjian jual beli tersebut tidak sah. Sebab bisa jadi perjanjian tersebut dapat menimbulkan unsur penipuan.

f) Barang yang diakadkan ada di tangan

Barang harus tersedia, atau ada dan dapat dilihat bentuknya (Sabiq, 1988:52).

4. Macam-macam Jual Beli Menurut Hukum Islam

Dalam syari’at Islam hukum jual beli pada dasarnya mubah, namun

demikian dalam praktiknya dapat digolongkan menjadi 2 yakni jual beli yang diperbolehkan dan jual beli yang dilarang.

a. Jual beli yang diperbolehkan adalah sebagai berikut:

1) Murabahah

Secara etimologis murabahah berarti saling

menguntungkan. Sedangkan secara terminologis murabahah yaitu

suatu bentuk jual beli tertentu ketika penjual menyatakan biaya perolehan, meliputi harga barang dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan untuk memperoleh barang tersebut dan tingkat keuntungannya yang diinginkan (Ascarya, 2007:81-82). Jadi,

(49)

2) Al-Istishna‟

Jual beli istishna‟ adalah jual beli barang dalam bentuk

pesanan (Iska, 2012:173). Istishna‟ adalah jual beli dimana

pembeli membayar di depan kemudian objek jual beli dibuat atau

diproduksi dan diserahkan kemudian (Iqbal, 2008: 91-92). Jadi,

al-Istishna adalah jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan dan penjual.

3) As-Salam

As-Salam adalah jual beli dengan terlebih dahulu menyerahkan uang akan tetapi barangnya belum ada (barangnya belakangan).

4) Muqayyadah (barter)

Muqayyadah adalah jual beli dengan cara menukar barang dengan barang seperti menukar baju dengan sepatu.

5) Muthlaq

Muthlaq adalah jual beli barang dengan sesuatu yang telah disepakati sebagai alat tukar atau tukar menukar suatu benda dengan mata uang.

6) Jual beli alat tukar dengan alat tukar

(50)

b. Jual beli yang dilarang dapat dibedakan menjadi dua yaitu sebagai berikut:

1. Jual beli yang dilarang dan batal hukumnya

a. Jual beli barang yang diharamkan

Tentunya ini sudah jelas sekali, menjual barang yang diharamkan dalam Islam. Jika Allah sudah mengharamkan sesuatu, maka Dia juga mengharamkan hasil Penjualannya. Seperti menjual sesuatu yang terlarang dalam agama. Rasulullah telah melarang menjual bangkai, khamr, babi, patung dan lain

sebagainya yang bertentangan dengan syari’at Islam.

Begitu juga jual beli yang melanggar syar’i yaitu dengan

cara menipu. Menipu barang yang sebenarnya cacat dan tidak layak untuk dijual, tetapi sang penjual menjualnya dengan memanipulasi seakan-akan barang tersebut sangat berharga dan berkualitas. Ini adalah haram dan dilarang dalam agama, bagaimanapun bentuknya.

b. Jual beli Gharar

(51)

ىَهَ ن ( :َلاَق ونع للها يضر َةَرْ يَرُى ِبَِأ ْنَعَو

ْنَع ملسو ويلع للها ىلص ِوَّللَا ُلوُسَر

) ِرَرَغْلَا ِعْيَ ب ْنَعَو ,ِةاَصَْلَْا ِعْيَ ب

ٌمِلْسُم ُهاَوَر

“Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu

berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang jual-beli dengan cara melempar batu dan jual-beli gharar (yang belum jelas harga, barang,

waktu dan tempatnya).” (HR. Muslim no. 2783) Adapun yang termasuk dari macam-macam jual beli yang

diharamkan karena gharar adalah sebagai berikut:

1) Jual beli sperma hewan

Jual beli ini haram hukumnya karena Rasulullah bersabda :

“Dari Ibnu Umar ra berkata: “Rasulullah saw telah melarang menjual mani binatang”.” (HR. Muslim no. 2925)

2) Jual beli Mulamasah

Mulamasah secara bahasa artinya adalah menyentuh

dengan tangan. Maksudnya jika seseorang berkata: “Pakaian

yang sudah kamu sentuh, berarti sudah menjadi milikmu

(52)

3) Jual beli Munabadzah

Kata Al-Munabadzah secara bahasa yang berarti

melempar. Sedangkan Munabadzah menurut syar’i adalah

ketika seseorang berkata “Kain mana saja yang kamu

lemparkan kepadaku, maka aku membayarnya dengan harga

sekian” tanpa dia melihat kepada barang tersebut. Jual beli ini

dilarang oleh syari’at karena dapat menimbulkan perselisihan

dan permusuhan kedua belah pihak.

4) Jual beli Hashat

Yang termasuk jual-beli Hashat ini adalah jika seseorang

membeli dengan menggunakan undian atau dengan adu ketangkasan, agar mendapatkan barang yang dibeli sesuai dengan undian yang didapat. Sebagai contoh: Seseorang

berkata: “ Lemparkanlah bola ini, dan barang yang terkena lemparan bola ini kamu beli dengan harga sekian”. Jual beli

yang sering kita temui di pasar-pasar ini tidak sah. Karena mengandung ketidakjelasan dan penipuan.

5) Jual beli Ma‟dum

(53)

bahwa objek tersebut tidak bisa diserahterimakan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

َكَدْنِع َسْيَل اَم ْعِبَت َلَ

Jangan menjual sesuatu yang tidak ada padamu.”

(HR Tirmidzi no. 1153)

6) Jual beli Mukhadarah

Mukhadarah adalah menjual buah-buahan sebelum nampak baiknya (belum masak). Adapun ciri-ciri dari buah yang jelas baiknya adalah buah itu warnanya baik, rasanya manis, telah matang, sudah mengeras, sudah besar dan harum. Rasulullah saw bersabda :

َّنَأ

اَم ِّثلا ِع ْيَ ب ْنَع ىَهَ ن َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُللها ىَّلَص ُِّبَِّنلا

َعاَتْبُمْلاَو َعِئاَبْلا ىَهَ ن اَهُحَلاَص َوُدْبَ ي َّتََّح ِر

“Sesungguhnya Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang jual beli buah-buahan hingga sampai buah itu telah nampak jadinya. Beliau

melarang penjual dan pembeli.” (HR. Bukhari no. 2044 dan Muslim no. 2834 dari Abdullah bin Umar Ra).

7) Jual beli Muzabanah dan Muhaqalah

Muzabanah adalah menjual kurma basah dengan kurma kering dalam bentuk takaran atau menjual kismis dengan

anggur dalam bentuk takaran. Dengan kata lain

(54)

dan timbangannya, kemudian dijual hanya kira-kira saja. Jadi, jual beli ini dapat berimplikasi kepada riba.

Sedangkan jual beli muhaqalah adalah jual beli tanaman

yang masih di ladang atau di sawah atau menjual kebun tanah ladang dengan makanan yang telah di ketahui jumlahnya.

Para ulama sepakat mengenai keharaman bai‟ al- muhaqalah

karena jual beli ini mengandung riba dan gharar. Alasannya

adalah disebabkan tidak dapat diketahuinya barang yang sejenis dalam hal ukuran atau jumlah, begitu juga samar terhadap barang yang sejenis sama dengan mengetahui adanya jumlah dan kadar yang berbeda (kelebihan).

“Dari Jabir Radliyallaahu 'anhu bahwa

Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang jual-beli dengan cara muhaqalah (menjual biji atau tanaman dengan borongan yang masih samar ukurannya), muzabanah (menjual buah yang masih segar dengan yang sudah kering dengan sukatan), mukhobarah (menyewakan tanah untuk ditanami tumbuhan dengan syarat si pemilik tanah mendapat keuntungan setengah atau lebih dari hasilnya), dan tsunaya (penjualan dengan memakai pengecualian), kecuali jika ia jelas. Riwayat Imam Lima kecuali

(55)

c. Jual beli Musharrah

Seorang muslim tidak boleh menahan susu kambing atau lembu atau unta selama berhari-hari agar susunya terlihat banyak, kemudian manusia tertarik membelinya dan ia pun menjualnya, karena cara seperti itu adalah penipuan.

d. Jual beli Urbun

Al-urbun secara bahasa artinya seorang pembeli memberi unag panjar atau uang muka (DP). Dinamakan demikian, karena di dalam akad jual beli tersebut terdapat uang panjar yang bertujuan agar orang lain yang menginginkan barang itu tidak berniat membelinya karena sudah dipanjar oleh si pembeli pertama.

Tentang jual beli urbun, Imam Malik menjelaskan bahwa

jual beli urbun ialah seseorang membeli sesuatu atau menyewa

hewan, kemudian berkata kepada penjual, “Engkau aku beri

uang satu dinar dengan syarat jika aku membatalkan jual beli,

atau sewa maka aku tidak menerima uang sisa darimu.”

2. Jual beli yang dilarang tetapi hukumnya sah

a. Jual beli Najasy

(56)

Tujuannya adalah hanya semata-mata agar orang lain tertarik untuk membelinya (Hidayat, 2015:129).

Tidak boleh hukumnya menawar suatu barang dengan harga tertentu, padahal ia tidak ingin membelinya, namun ia berbuat seperti itu agar diikuti para penawar lainnya kemudian pembeli tertarik membeli barang tersebut.

Bentuk praktik najasy adalah sebagai berikut, seseorang

yang telah ditugaskan menawar barang mendatangi penjual lalu menawar barang tersebut dengan harga yang lebih tinggi dari yang biasa. Hal itu dilakukannya dihadapan pembeli dengan tujuan memperdaya si pembeli. Sementara ia sendiri tidak berniat untuk membelinya, namun tujuannya semata-mata ingin memperdaya si pembeli dengan tawarannya tersebut. Ini termasuk bentuk penipuan.

b. Menemui orang desa sebelum mereka masuk ke pasar untuk

membeli bendanya dengan harga yang semurah-murahnya sebelum mereka tahu harga pasaran kemudian ia jual dengan harga setinggi-tingginya. Tetapi apabila orang desa sudah mengetahui harga pasaran jual beli seperti ini tidak apa-apa.

c. Menjual atas penjualan orang lain dan menawar atas tawaran

saudaranya

Contoh menjual atas penjualan orang lain adalah “batalkan jual

(57)

dengan harga yang lebih murah atau barang yang lebih bagus

kualitasnya.” Atau misalnya, seseorang berkata “kembalikan saja

barang itu kepada penjualnya, nanti barangku saja yang kamu beli

dengan harga yang lebih murah.” Sedangkan, contoh dari menawar atas tawaran saudaranya adalah misalnya seseorang

berkata “tolaklah harga tawarannya itu, nanti aku yang membeli

dengan harga yang lebih mahal”. Hal ini dilarang karena dapat

mendatangkan kemudaratan dan dapat mendatangkan kebencian serta permusuhan di antara manusia (Nawawi, 2012:78-83).

5. Etika Jual Beli Menurut Hukum Islam

Islam sudah mengatur bagaimana cara beretika dalam jual beli baik

dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Adapun etika yang harus ditaati

dalam jual beli adalah sebagai berikut:

a. Tidak berlebihan dalam mengambil uang

Dalam jual beli tidak boleh terlalu besar dalam mengambil untung karena prinsip utama jual beli adalah tolong menolong. Dalam pengambilan untung maksimal 1/3 dianalogikan dengan wasiat maksimal 1/3.

b. Jujur dalam jual beli

Hal ini berdasarkan hadis Nabi saw yang artinya “Pedagang yang

jujur, terpercaya, akan bersama para Nabi, orang-orang jujur dan

(58)

c. Meninggalkan sumpah

Makruh hukumnya seorang pedagang banyak bersumpah, walaupun keberadaannya benar. Sebaiknya pedagang mencegah terjadinya sumpah atas nama Allah dalam akad, karena hal itu merupakan sebuah bentuk hinaan terhadap nama-Nya.

d. Ramah dan toleran dalam jual beli

Yang dimaksud dengan ramah dalam jual beli yaitu memberikan kemudahan kepada pembeli, tidak mempersulit pembeli dengan syarat-syarat jual beli dan tidak menambah harga (mempermainkan harga).

e. Perbanyak sedekah

Manfaat sedekah salah satunya adalah untuk mensucikan harta dan jiwa penjual. Mungkin ketika dalam melakukan jual beli penjual pernah melakukan sumpah, curang, menyembunyikan cacat, menipu dan tidak sopan ketika melayani pembeli.

f. Mencatat utang dan ada saksi dalam jual beli (Mardani,

2013:107-109).

Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam transaksi jual beli adalah sebagai berikut:

1) Menyempurnakan takaran dan timbangan. Oleh karena itu, tidak boleh

jika jual beli mengandung unsur kecurangan baik dalam bentuk

mengurangi takaran, mengurangi timbangan, maupun

(59)

2) Perikatan diadakan kedua belah pihak secara tertulis atau dengan dua orang saksi (Ali, 2009:145).

B. Tinjauan Umum Jual Beli Tebas

1. Pengertian Jual Beli Tebas

Jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar harta benda yang memberikan kemaslahatan bagi kedua belah pihak atas dasar kerelaan yang di dalamnya terdapat pihak penjual dan pihak pembeli serta dalam

melaksanakan perjanjian tersebut harus berdasarkan ketentuan syara’

yang berlaku.

Adapun kata “tebas” pada dasarnya berasal dari bahasa jawa yang

berarti membeli semua atau memborong. Jadi, jual beli tebas adalah jual

beli barang dimana dengan cara memborongnya tanpa ada yang tertinggal meskipun dalam memanennya sedikit demi sedikit. Sedangkan jual beli

tebas menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah jual beli hasil tanaman dalam jumlah borongan ketika tanaman belum dipetik. Tanaman yang akan dibeli masih dalam keadaan hidup.

Jual beli tebas ini biasanya digunakan untuk memudahkan jual beli

buah-buahan atau biji-bijian yang masih belum bisa diperkirakan jumlahnya atau dalam keadaan masih siap dipanen. Pada prinsipnya jual

beli ini menyatakan perkataan tebas atau bisa dibilang sampai habis atau

diborong sampai habis (Cahyani, 2017:10).

Jadi, jual beli tebas adalah jual beli tanaman atau barang dengan cara

(60)

menggunakan perkiraan yang berupa taksiran dan tidak adanya proses penakaran yang sempurna, sehingga dapat menimbulkan ketidakjelasan dalam jual beli tersebut. Dengan demikian bisa saja dari pihak pembeli atau penjual mendapatkan keuntungan atau mengalami kerugian.

2. Dasar Hukum Jual Beli Tebas Menurut Hukum Islam

Jual beli tebas merupakan bukan fenomena yang baru lagi, praktik

ini sudah umum terjadi di masyarakat. Pada zaman Nabi saw juga sudah

ada jual beli semacam itu, tetapi di kenal dengan sebutan jual beli jizaf.

Jual beli jizaf secara bahasa adalah mengambil dalam jumlah banyak. Jual

beli jizaf dalam terminologi ilmu fiqh yaitu jual beli barang yang biasa

ditakar, ditimbang atau dihitung secara borongan tanpa ditakar, dihitung, dan ditimbang lagi (Daradjad, 2010:256).

Jual beli jizaf dilakukan cukup dengan menaksirnya setelah melihat

objeknya dengan cermat. Madzhab malikiyah menyebutkan syarat

dibolehkannya jual beli jizaf atau borongan yaitu objek harus bisa dilihat

dengan mata kepala ketika sedang melakukan akad atau sebelumnya. Para ulama membolehkan jual beli secara borongan atau taksiran (Abdullah, 2013:92). Rasulullah bersabda:

(61)

memindahkannya dari tempat belinya.” (HR. Muslim: 1526).

(62)

BAB III

PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Gambaran Umum Desa Bringin 1. Letak Geografis Desa Bringin

Bringin adalah sebuah Desa yang terletak di Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang. Desa Bringin merupakan Ibukota dari Kecamatan Bringin dan secara keselurahan desa ini mempunyai luas wilayah kurang lebih 454,049 Hektar dengan perincian penggunaan sebagai berikut:

a. Tanah Sawah

1) Sawah Irigasi : 76 Ha

2) Sawah Tadah Hujan : 26 Ha

b. Tanah Kering

1) Pemukiman : 120,020 Ha

2) Tegalan atau Perkebunan : 235,029 Ha

Ketinggian wilayah Desa Bringin Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang berada pada kisaran antara 363 meter di atas permukaan air laut

(mdpl), dengan suhu antara 27 – 30 0C dan curah hujan 2000/3000

mm/tahun.

Desa Bringin termasuk dalam wilayah Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang dengan batas-batas wilayahnya sebagai berikut:

(63)

c. Sebelah Timur : Desa Pakis dan Desa Rembes

d. Sebelah Barat : Desa Tlompakan dan Desa Karanganyar

Adapun jarak Desa Bringin dengan beberapa wilayah disekitar adalah sebagai berikut:

a. Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah : 35 Km

b. Ibu Kota Kabupaten Semarang : 22 Km

c. Ibu Kota Kecamatan Bringin : 0 Km

d. Kota Salatiga : 10 Km

Desa Bringin ini terbagi dalam 6 (enam) dusun yaitu:

a. Dusun Krajan

b. Dusun Karanglo

c. Dusun Klopo

d. Dusun Bojong

e. Desa Bringin

f. Dusun Kroyo

(64)

Gambar 3.1 Struktur Organisasi Tata Kerja Pemerintahan Desa Bringin

2. Visi dan Misi Desa Bringin

(65)

“MENCIPTAKAN DESA BRINGIN SEBAGAI DESA YANG LEBIH MAJU, AMAN, RUKUN, DAMAI, dan SEJAHTERA”

Agar visi sebagaimna tersebut dapat tercapai maka ditetapkan misi sebagai berikut ini:

1) Memajukan pembangunan di segala bidang dengan menitik-beratkan

pada bidang pertanian, perekonomian dan perdagangan

2) Mempererat kehidupan sosial kemasyarakatan dengan

mengesampingkan segala macam perbedaan agama, kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, suku dan bangsa

3) Meningkatkan peran serta seluruh warga masyarakat khususnya

pemuda dan kaum perempuan dalam bidang pembangunan Desa Bringin.

3. Demografis Desa Bringin

a. Penduduk

(66)

Tabel 3.1

Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia

NO. UMUR (TAHUN) L P JUMLAH

1 0<4 172 175 347

2 5>9 241 241 482

3 10>14 214 207 421

4 15>19 240 196 436

5 20>24 222 211 433

6 25>29 230 222 452

7 30>34 213 208 421

8 35>39 224 250 474

9 40>44 185 207 392

10 45>49 193 231 424

11 50>54 184 198 382

12 55>59 186 171 357

13 60>64 122 123 245

14 65>69 75 82 157

15 70>74 44 55 99

16 75 keatas 73 119 192

Gambar

Gambar 3.1 Struktur Organisasi Tata Kerja Pemerintahan Desa Bringin
Tabel 3.1
Tabel 3.2

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya dapat dilihat bahwa pos yang memiliki kontribusi paling besar bagi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lamandau adalah lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah, dan

Berdasarkan penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan bahwa terdapat peningkatan kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran dan peningkatan keterampilan proses

1. Kemajuan teknologi di era globalisasi berpengaruh dengan pendidikan Indonesia baik dampak positif dan negatif pada peserta didik. Dampak negatif peserta didik

Bapak/Ibu memberikan dorongan kepada masyarakat atau kelompok yang lain agar mengikuti program yang berkaitan dengan pengelolaan wilayah konservasi Ujung Kulon. Adanya

Judul laporan akhir ini adalah “ Pengaruh Likuiditas dan Profitabilitas pada Perusahaan Farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010- 2014”..

Di samping itu, pengamatan dan analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran uang (M2) merupakan variabel kunci bagi otoritas moneter untuk menetapkan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh tekanan anggaran waktu, tekanan ketaatan, dan pengalaman auditor terhadap audit judgment kepada auditor yang ada di Kantor

suasana kegiatan yang kondusif, membangun interaksi yang aktif dan positif anta peserta didik dengan guru, sesama peserta didik, dalam kegiatan bersama di