DAERAH PENELITIAN
Koordinat basis atau patok awal yang digunakan pada daerah penelitian diperoleh dari pengukuran menggunakan GPS Geodetik, dimana patok tersebut telah ditentukan terlebih dahulu nilainya sesuai dengan Badan Standarisasi Nasional sebagai pengikat agar data yang diambil akurat. Koordinat titik patok dan titik tembak daerah penelitian diperoleh dari pengukuran menggunakan GPS Garmin serta Total Station Leica 11. Koordinat titik patok ini digunakan sebagai tempat berdirinya Total Station maupun sebagai patok tempat backside untuk penembakan detail pada bagian dalam daerah penelitian, sedangkan koordinat sounding daerah penelitian merupakan koordinat yang diperoleh dari pengukuran terdahulu menggunakan alat Echosounder. Berikut data koordinat titik patok, tembak serta titik sounding daerah penelitian pada Tabel A.1, A.2 dan A.3.
Tabel A.1 Koordinat titik patok daerah penelitian
titik
68
NO X Y Z KODE
TS.1.12.A 625674,906 9780816,524 20,485 BASIS A TS.1.12.B 625677,931 9780851,977 20,324 BASIS B
1 625652,197 9780743,742 21,375 P 1
2 624666,810 9780783,890 10,270 P 31
3 624801,770 9780752,620 9,730 P 28
4 624776,260 9780683,490 11,480 P 29
5 624840,450 9780647,290 10,550 P 26
6 624689,030 9780635,770 6,550 P 30
7 625570,370 9781118,810 15,330 P 10
8 625646,900 9781108,120 15,650 P 9
9 625538,280 9781077,670 15,250 P 11
10 625291,400 9781026,650 12,410 P 19
11 625201,700 9781007,720 12,260 P 20
12 625706,970 9780988,790 15,830 P 8
13 625520,170 9780981,390 16,840 P 12
14 624993,510 9780941,070 9,940 P 27
15 625505,360 9780860,420 15,170 P 14
Sambungan Tabel A.1
NO X Y Z KODE
17 625172,080 9780843,960 14,240 P 21
18 625494,660 9780836,560 16,280 P 15
19 625302,100 9780803,640 15,810 P 17
20 625437,060 9780797,880 15,470 P 16
21 625222,280 9780783,890 18,000 P 18
22 625517,700 9780773,190 16,360 P 6
23 625078,270 9780717,230 14,570 P 22
24 625795,850 9780698,310 20,500 P 2
25 625172,080 9780687,610 19,090 P 23
26 625719,320 9780636,590 19,220 P 3
27 625078,270 9780578,160 14,960 P 24
28 625363,820 9780574,050 19,550 P 7
29 625196,770 9780549,360 15,710 P 25
30 625708,620 9780533,720 14,940 P 4
7
0
No X Y Z Kode No X Y Z Kode No X Y Z Kode
7
1
MENGGUNAKAN SOFTWAREQUANTUM GIS 2.10.1 PISA
Berikut merupakan tahapan pengolahan titik koordinat hasil pengukuran yang kemudian diolah menggunakan Software Quantum GIS 2.10.1 Pisa, sehingga diperoleh peta situasi serta peta rencana penatagunaan lahan.
1. Buka data pengukuran penelitian dengan format comma delimited (*csv) pada Software Quantum GIS 2.10.1 Pisa.
Gambar B.1 Data csv pada software quantum GIS Pisa 2.10.1 pisa 2. Pilih sistem referensikoordinat yang baru dipakaiserta referensi
seluruh dunia dengan WGS 84/UTM zone 48 S.
koordinat
Gambar B.2Menu pemilihan sistem referensi koordinat
3. Setelah memilih sistem koordinat akan muncul titik-titik hasil seperti gambar dibawah ini.
pengukuran
GambarB.3 Point hasil pengukuran daerah peneltian
Untuk mempermudah pembuatan poligon dari titik tembak daerah penelitian, terlebih dahulu klik kanan layer titik koordinat keseluruhan, kemudian pilih proporties dan pilih label, setelah itu piilih label KODE untuk memunculkan kode pada titik-titik hasil pengukuran.
4.
Gambar B.4 Properties layer
Selanjutnya buat layer shapefile baru dengan nama gundukan dan kolong untuk menyimpan poligon hasil pengukuran.
Gambar B.5 Menu layer shapefile baru
Gambar B.6 Layer shapefile baru dengan nama gundukan dan kolong 6. Dalam pembuatan poligon, klik layer data ukur keseluruhan atau layer
Gambar B.7Menyambungkan titik koordinat satu persatu pada kolong pertama menggunakan fitur
Gambar B.8Pembuatan poligon menggunakan fitur pada kolong kedua 7. Setelah pembuatan poligon pada kolong selesai, lakukan hal yang sama pada
Gambar B.9Poligon gundukan dan kolong pada daerah penelitian
Gambar B.10Identifikasi luas kolong pertama
Gambar B.12Identifikasi luas kolong ketiga 8. Untuk mengetahui kedalaman kolong,
alat sounding yang diperoleh dari PT comma delimited (*csv) pada Software
buka data pengukuran menggunakan Timah (Persero) Tbk dengan format Quantum GIS 2.10.1 Pisa, selanjutnya tampilkan juga layer shapefile dasar kolong dan permukaan berair seperti gambar dibawah ini.Perhitungan luas dasar kolong maupun permukaan berair dapat dilakukan dengan memilih identifikasi fitur .
Gambar B.13 Sounding kolong
yaitu, layout tambang, rk tambang, jalan tambang, jalan aspal, diperoleh peta situasi sepeti gambar di bawah ini
sehingga
Gambar B.14 Peta situasi lokasi TS 1.12 Air Jangkang
10. Pada pembuatan peta rencana penatgunaan lahan, peta yang diperoleh dari ploting koordinat hasil pengukuran di lapangan serta pengukuran terdahulu dapat dilakukan pengeditan warna dll dengan klik kanan proporties pada layer yang hendak diedit. Berikut merupakan gambar peta rencana penatagunaan lahan pada Gambar B.15.
Karena tidak tersedianya disposal area pada lahan bekas tambang TS 1.12 PT Timah (Persero) Tbk, maka digunakan material overburden untuk melakukan penataan lahan bekas tambang. Volume penataan diperoleh dari volume gundukan serta non gundukan, dimana kriteria gundukan serta non gundukan didasari pada ketinggian dari gundukan itu sendiri. Pada perhitungan volume material overburden dilakukan beberapa perhitungan terlebih dahulu sebagai berikut: 1. Perhitungan volume gundukan
Pada pengukuran luas perlapisan dan dimensi gundukan menggunakan alat Total Station yang kemudian dilakukan pengolahan data menggunakan Software Quantum GIS 2.10.1 Pisa, sedangkan untuk mendapatkan volume gundukan dilakukan perhitungan secara manual menggunakan metode perubahan bertahap, dimana:
a) Jika luas lapisan L1 berbanding L2 ≥ 0,5, maka perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus mean area.
S1 + S2
× t V =
2
Keterangan : S1, S2 t
= Luas tampang tanah 1 dan 2 = Tinggi
b) Jika luas lapisan L1 berbanding L2 ≤ 0,5, maka perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus frustum.
1
× t
(
A1 + A2 + A1× A2)
V =3
Keterangan: t A1 A2
= = =
Tinggi/jarak antara penampang atas dan bawah Luas penampang atas
Luas penampang bawah
Adapun perhitungan volume masing- masing gundukan sebagai berikut:
(1) Gundukan 1
V = 1 × t
(
A1 + A2 + A1× A2)
3Luas lapisan gundukan 1 (A1) Luas lapisan gundukan 2 (A2) Ketinggian (t)
Luas lapisan gundukan 1 (A1) Luas lapisan gundukan 2 (A2) Ketinggian (t)
(4) Gundukan 4
V = 1 × t
(
A1 + A2 + A1× A2)
3Luas lapisan gundukan 1 (A1) Luas lapisan gundukan 2 (A2) Ketinggian (t)
Luas lapisan gundukan 1 (S1) Luas lapisan gundukan 2 (S2) Ketinggian (t)
Lapisan 3 :
S1 + S2
× t V =
2
Luas lapisan gundukan 2 (S1) Luas lapisan gundukan 3 (S2) Ketinggian (t)
Luas lapisan gundukan 1 (A1) Luas lapisan gundukan 2 (A2) Ketinggian (t)
479,17 + 742,63
Luas lapisan gundukan 1 (S1) Luas lapisan gundukan 2 (S2) Ketinggian (t)
Luas lapisan gundukan 2 (S1) Luas lapisan gundukan 3 (S2) Ketinggian (t)
Luas lapisan gundukan 3 (S1) Luas lapisan gundukan 4 (S2)
= =
Ketinggian (t)
Luas lapisan gundukan 1 (A1) Luas lapisan gundukan 2 (A2) Ketinggian (t)
Luas lapisan gundukan 3 (S1) Luas lapisan gundukan 4 (S2) Ketinggian (t)
1.940,50 + 2.153,47 + 2.430,67 6.524,67 m³
S1 + S2
× t V =
2
Luas lapisan gundukan 1 (S1) Luas lapisan gundukan 2 (S2) Ketinggian (t)
Lapisan 3 :
S1 + S2
× t V =
2
Luas lapisan gundukan 3 (S1) Luas lapisan gundukan 4 (S2) Ketinggian (t)
Luas lapisan gundukan 4 (S1) Luas lapisan gundukan 5 (S2) Ketinggian (t)
= 5.697,99 m³ (10) Gundukan 10
1
× t
(
A1 + A2 + A1× A2)
V =3
Luas lapisan gundukan 1 (A1) Luas lapisan gundukan 2 (A2) Ketinggian (t) (11) Gundukan 11 Lapisan 1 :
1
× t
(
A1 + A2 + A1× A2)
V =3
Luas lapisan gundukan 1 (A1) Luas lapisan gundukan 2 (A2) Ketinggian (t)
Volume total = = =
V1 + V2
5.930,65 + 20.234,86 26.165,51 m³
(12) Gundukan 12
V = 1 × t
(
A1 + A2 + A1× A2)
3Luas lapisan gundukan 1 (A1) Luas lapisan gundukan 2 (A2) Ketinggian (t) (13) Gundukan 13
V = 1 × t
(
A1 + A2 + A1× A2)
3Luas lapisan gundukan 1 (A1) Luas lapisan gundukan 2 (A2) Ketinggian (t)
= 6.821,29 m³ Volume total =
= =
V1 + V2
8.379,40 + 6.821,29 15.200,69 m³ (14) Gundukan 14
V = 1 × t
(
A1 + A2 + A1× A2)
3Luas lapisan gundukan 1 (A1) Luas lapisan gundukan 2 (A2) Ketinggian (t) (15) Gundukan 15 Lapisan 1 :
V = 1 × t
(
A1 + A2 + A1× A2)
3Luas lapisan gundukan 1 (A1) Luas lapisan gundukan 2 (A2) Ketinggian (t)
377,39 + 703,16
Luas lapisan gundukan 3 (S1) Luas lapisan gundukan 4 (S2) Ketinggian (t)
(16) Gundukan 16 Lapisan 1 :
V = 1 × t
(
A1 + A2 + A1× A2)
3Luas lapisan gundukan 4 (A2)
Luas lapisan gundukan 4 (S1) Luas lapisan gundukan 5 (S2) Ketinggian (t)
Luas lapisan gundukan 5 (S1) Luas lapisan gundukan 6 (S2) Ketinggian (t)
L1: L2 = 0,52
1.767,41 + 599,26 + 1.448,62 + 12.323,51 + 3.755,48 19.894,28 m³
(17) Gundukan 17 Lapisan 1 :
1
× t
(
A1 + A2 + A1× A2)
V =3
Luas lapisan gundukan 1 (A1) Luas lapisan gundukan 2 (A2) Ketinggian (t)
Luas lapisan gundukan 4 (S2)
5.380,18 + 9.838,27 + 17.093,05 32.311,5 m³
(18) Gundukan 18 Lapisan 1 :
V = 1 × t
(
A1 + A2 + A1× A2)
3Luas lapisan gundukan 1 (A1) Luas lapisan gundukan 2 (A2) Ketinggian (t)
Lapisan 3 :
V = 1 × t
(
A1 + A2 + A1× A2)
3Luas lapisan gundukan 3 (A1) Luas lapisan gundukan 4 (A2) Ketinggian (t)
1.494,40 + 10.952,86 + 33.895,83 46.343,09 m³
V = 1 × t
(
A1 + A2 + A1× A2)
3Luas lapisan gundukan 1 (A1) Luas lapisan gundukan 2 (A2) Ketinggian (t)
393,80 + 891,19
× 1,41 V =
2
= 882,39 m³ Volume total =
= =
V1 + V2
683,97 + 882,39 1.566,36 m³
Berdasarkan perhitungan volume dari 19 gundukan yang berada di lokasi lahan bekas tambang TS 1.12 PT Timah (Persero) Tbk, untuk perhitungan volume total gundukan dapat dilihat pada Tabel C.1 di bawah ini.
Tabel C.1 Volume gundukan
1) Volume non gundukan
Dalam menentukan volume non gundukan pada lahan bekas tambang, pengukuran dimensi tidak dilakukan menggunakan alat Total Station dikarenakan gundukanya memiliki ketinggian dibawah 1 meter. Sedangkan pengukuran luas menggunakan software Quantum GIS 2.10.1 Pisa, dalam perhitungan volume non gundukan diasumsikan ketinggianya adalah 0,15 meter. Perhitungan volumenya sebagai berikut:
Nomor Gundukan Volume (m³)
1 502,69
2 885,40
3 777,84
4 600,17
5 2.949,05
6 442,62
7 4.639,49
8 6.524,64
9 5.697,99
10 1.092,84
11 26.165,51
12 605,86
13 15.200,69
14 4.646,70
15 2.817,13
16 19.894,28
17 32.311,50
18 46.343,09
19 1.566,36
Volume non gundukan dimana,
Luas daratan
= Luas non gundukan × Tinggi
= = = = = = = =
Luas lokasi – Luas kolong 56,0700 m² – 141.587,60 m² 419.112,40 m²
Luas daratan – Luas gundukan 419.112,40 m² – 74.184,87 m² 344.927,53 m²
344.927,53 m² × 0,15 m 51.739,13 m³
Luas non gundukan
Volume non gundukan
2) Volume overburden untuk perataan
Volume overburden untuk perataan diperoleh dari jumlah volume gundukan dan non gundukan. Karena volume overburden ini merupakan material hasil galian dari pit, maka akan terjadi pengembangan volume. Untuk menyatakan volume overburden sebenarnya, menggunakan rumus pengembangan tanah dalam perhitungannya. Berikut merupakan parameter swell factor pada Tabel C.2 di bawah ini.
Tabel C.2 Berat dan “Swell Factor” berbagai macam material (Musa, 2013)
Berdasarkan litologi tanah yang terdapat di TS 1.12 PT Timah (Persero) Tbk, Air Jangkang, Kabupaten Bangka, banyak terdapat tanah biasa bercampur pasir yang memiliki faktor pengembangan 0,9. Perhitungan volume overburden guna penataan lahan bekas tambang sebagai berikut:
Macam Material Berat lb/cu.yd Swell Factor
Bauksit 2.700-4.325 0,75
Tanah liat, kering 2.300 0,85
Tanah liat, basah 2.800-3.000 0,82-0,80
Tanah biasa, kering 2.800 0,85
Tanah biasa, basah 3.370 0,85
Tanah biasa, bercampur pasir 3.100 0,90
Kerikil (Gravel) kering 3.250 0,89
Kerikil (Gravel) basah 3.600 0,88
Lumpur 2.160-2970 0,83
Pasir kering 2.220-3.250 0,89
Bank volume Volume overburden (SF) =
Loose volume
(Volume gundukan + Volume non gundukan)/0,9 (174.238,10 m³ + 51.739,13 m³)/0,9
251.085,81 m³
yang akan digunakan untuk penataan lahan bekas =
Perhitungan volume kolong menggunakan rumus Obelick, yaitu rumus untuk menghitung cadangan. Adapun bentuk dari rumus Obelick sebagai berikut:
L S1 + S2 V =
2
Keterangan: S1 dan S2 L
V
= = =
Luas penampang 1 dan 2 Jarak antara S1 dan S2 Volume
Gambar D.1 Rumus Obelick (Anonim, 2007)
Untuk luas permukaan kolong, diperoleh dari hasil pengukuran menggunakan total station yang kemudian diolah menggunakan Software Quantum GIS 2.10.1 Pisa. Terdapat satu kolong, yaitu kolong 2 yang luas alas dan kedalaman diperoleh dari hasil pengukuran sounding. Perhitungan volume masing-masing kolong dengan menggunakan rumus obelick sebagai berikut: 1. Perhitungan Volume Kolong 1
Diketahui: L S2
Kemiringan
= 11 m = 5.787,60 m² = 40º
Ditanya: S1 = ?
67,
Jadi, volume pit yang didapat adalah:
11× (5.787,60 + 3.563,95)
Volume pit =
2
= 51.433,53 m³ 2. Perhitungan Volume Kolong 2 Diketahui:
S2
Jadi, volume pit yang didapat adalah: 5,44 ×(11.700 + 3.849,01) Volume pit =
2
255
Jadi, volume pit yang didapat adalah:
17 ×(66.000 + 51.429,68)
Volume pit =
2
238 119
,46 / ,23 =
Diameter bawah 16,8
= = = = = = = = =
diameter atas – ( x + x ) 272,06 – ( 16,8 + 16,8 ) 238,46
diameter bawah/2 2
r
Luas bawah
3,14 × 119,23 × 119,23 44.637,59 m³
Jadi, volume pit yang didapat adalah:
20 ×(58.100 + 44.637,59)
Volume pit =
2
= 1.027.375,3 m³
Berikut perolehan volume total pit pada Tabel D.1 di bawah ini. Tabel D.1 Volume total pit/kolong
Jadi, volume total pit/kolong pada daerah penelitian adalah 2.119.254,42 m³. Kolong Luas Permukaan
(m²) Luas Alas (m²)
Tinggi
(m) Volume (m³)
K1 5.787,60 3563,95 11 51.433,53
K2 11.700 3.849,01 5,44 42.293,31
K3 66.000 51.429,68 17 998.152,28
K4 58.100 44.637,59 20 1.027.375,30
Gambar E.1 Bulldozer Komatsu type D-65 P Tabel E.1 Spesifikasi alat Bulldozer Komatsu type D-65 P
107
Description Unit Value
Blade m³ 3,55
Flywheel Horsepower Hp 165
Ps 167,3
Operating Weight kg 18.200
ton 18,20
Rasio Engine Power/Operation Weight Ps/ton 9,19 Information Data:
1. Shoe/Grouser Type 2. Shoe Widht
3. Grouser Height
4. Length Of Track On Ground 5. Track Roller Quantity (R+L Side)
- Ground Contact Area - Ground Pressure - Ground Clearenance - Transmission Type
mm mm mm Pcs cm² kg/cm²
mm
Single 950
65 3.140
14 59.660
Berikut merupakan perhitungan mengenai waktu yang dibutuhkan untuk melakukan penataan material overburden pada lahan bekas tambang, dimana dalam hal ini tidak semua kolong akan dilakukan penimbunan dikarenakan keterbatasan overburden. Peralatan yang digunakan pada penataan lahan adalah satu unit Bulldozer type D-65 P. Perhitungan waktu penataan lahan bekas tambang sebagai berikut: Waktu kerja tersedia Waktu efektif kerja Waktu kerja perbulan Volume overburden Dalam menentukan diantaranya:
1) Waktu kerja tersedia
:
faktor penyesuaian menggunakan beberapa faktor
=
Waktu kerja tersedia – (waktu hambatan yang tidak dapat dihindari + waktu hambatan yang dapat dihindari)
600 – (115,00+ 07.00) 478 menit
2) Waktu kerja produktif
= =
Berikut waktu hambatan yang dapat dihindari serta waktu hambatan yang tidak dapat dihindari dapat dilihat pada Tabel F.1 dan F.2 di bawah ini.
Tabel F.1 Waktu hambatan yang tidak dapat dihindari
(Menit)
Tabel F.2 Waktu hambatan yang dapat dihindari
(Menit)
Waktu kerja efektif
× 100 % Effisiensi kerja =
Waktu kerja tersedia 478 ×
100 % 600
0,80
KB × 60 × effisiensi kerja 3,55 × 60 × 0,80
170,40 m³/jam
170,40 m³/jam × 8 jam 1.363,20 m³/hari
Volume overburden =
= = = = = = Produksi bulldozer/jam
Produksi bulldozer/hari
Waktu =
Produksi bulldozer /hari
251.085,81 m³ =
1.363,20 m³/hari 149,19 hari ≈ 149 hari =
No Hambatan Rata-rata Waktu Hambatan
1 Standby 02,00
2 Berhenti sebelum waktunya 05,00
Jumlah 07,00
No Hambatan Rata-rata Waktu Hambatan
1 Pengecekan kondisi alat berta 05,00
2 Mengisi BBM 15,00
3 Memanaskan mesin 15,00
4 Menuju Lokasi 05,00
5 Pelumasan 10,00
6 Mengatur alat berat 05,00
7 Makan dan istirahat 60,00
DIBUTUHKAN
Berdasarkan dokumen AMDAL, PT Timah (Persero) Tbk melakukan penataan tanah pucuk dengan sistem pot/lubang tanam. Pekerjaan yang dilakukan pada sistem pot/ lubang tanam yaitu dengan dimensi ukuran dan jarak lubang tanam disesuaikan berdasarkan jenis tanaman yang digunakan. Berikut perhitungan volume tanah pucuk/top soil pada lahan bekas tambang TS 1.12 PT Timah (Persero) Tbk, Air Jangkang dengan luas lahan yang hendak direvegetasi seluas 41,91 ha, dimana lahan tersebut akan ditanami tanaman jenis sengon atau akasia.
Dimensi lubang tanam = = =
60 cm × 60 cm × 50 cm 180.000 cm³ atau 0,18 m³ 4 m × 4 m
Jarak tanam
Dengan jarak tanam yang digunakan adalah 4 m x 4 m, maka jumlah tanaman yang ideal adalah:
10.000 m³ Jumlah lubang tanam per ha
=
4 m × 4 m
= 625 lubang tanam
hendak ditanami adalah sebesar 41,91 ha atau Dengan luas lokasi yang
419.100 m², maka:
Jumlah lubang tanam = = =
Luas area × 625 lubang tanam 41,91 ha × 625 lubang tanam
26.193,75 lubang tanam atau 26.194 lubang tanam
Total jumlah lubang tanam × Dimensi lubang tanam
26.194 × 0,18 m³ 4.714,92 m³ Volume tanah pucuk =
= =
Jadi, volume tanah pucuk yang dibutuhkan adalah 4.714,92 m³.
Data curah hujan yang digunakan pada lokasi penelitian adalah data curah hujan dari stasiun Badan Meteorologi dan Klimatologi Geofisika (BMKG) Depati Amir, wilayah Pangkalpinang. Data curah ini digunakan dikarenakan adanya keterbatasan data curah hujan untuk wilayah Air Jangkang, Kabupaten Bangka yang merupakan wilayah penelitian. Berikut data curah hujan dari periode tahun 2007 hingga tahun 2016.
Tabel H.1 Data curah hujan periode 10 tahun dari tahun 2007 – 2016 (Stasiun BMKG Depati Amir Kota Pangkalpinang, 2017)
rata
Berdasarkan data pada Tabel H.1, maka dapat diketahui nilai curah hujan rata-rata pertahun adalah sebesar 2.309,72 mm/tahun.
112 Bulan
Tahun Rata-
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Januari 476,3 372,7 249,4 281 254,6 185,6 202,6 218,2 168,8 282,0 269,12
Febuari 168,7 130,9 49,6 285,5 199,8 456,2 304,5 59,4 98,0 606,0 235,86
Maret 191,5 206,6 370,3 471,8 233,7 258,3 261,0 82,7 397,6 407,2 288,07
April 227,7 275,5 95,2 312,6 256,6 126,9 190,1 311,1 222,3 268,6 228,66
Mei 279,7 102,8 240,8 137,4 157,0 144,1 258,0 156,2 110,1 245,2 183,13
Juni 211,9 118,7 129,7 183,9 210,4 165,0 119,9 96,8 82,8 192,2 151,13
Juli 257,6 82,1 155,2 140,7 115,4 192,7 249,4 135,1 23,1 63,6 141,49
Agustus 58,3 119,8 78,0 430,7 4,0 4,0 84,5 128,5 13,7 175,7 109,72
September 84,9 120,3 11,8 203,8 11,4 13,5 235,1 0,8 0,0 31,8 71,34
Oktober 208,9 95,5 94,8 286,9 291,2 45,1 198,3 38,6 32,4 288,1 157,98
November 240,5 256,3 184,6 364,8 162,1 215,6 335,1 135,8 135,0 167,3 219,71
Desember 329,0 244.0 205,4 342,1 148,4 199,5 406,2 290,5 235,9 134,1 253,51
Total 2.735 2.125,2 1.864,8 3.441,2 2.044,6 2.006,5 2.844,7 1.653,7 1.519,7 2.861,8
Untuk menentukan curah hujan rencana pada lokasi penelitian digunakan analisis partial series, yaitu dengan menggunakan ambang batas hujan maksimum. Data curah hujan maksimum tersebut diperoleh dari Badan Meteorologi dan Klimatologi Geofisika (BMKG) Wilayah Pangkalpinang pada Tabel I.1 di bawah ini.
Tabel I.1 Curah hujan harian maksimum Kota Pangkalpinang
Maksimum Tahunan (mm)
Metode pengolahan data curah hujan yang digunakan adalah Metode Gumbel, sehingga untuk mendapatkan curah hujan
sebagai berikut:
rencana maksimum harian
Xt
Curah hujan rencana (mm/hari) Curah hujan rencana (mm/hari) Reduced variate factor
Pada penentuan nilai curah hujan rencana (mm/hari), perlu dilakukan perhitungan untuk mendapatkan variabel sebagai berikut:
1. Menentukan nilai Yn (Reduced mean)
Penentuan nilai koreksi rata-rata dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
(n + 1 −m)
Yn = − log− log n + 1
Keterangan: n m
= =
Jumlah data
Urutan sampel (1,2,3..)
Tabel I.2 Urutan sampel dari yang terbesar hingga terkecil
Perhituan nilai Yn dilakukan dengan cara mengurutkan urutan sampel dari yang terbesar hingga ke terkecil ataupun sebaliknya berdasarkan data curah hujan harian maksimum, perhitungan dilakukan sebagai berikut:
a. Nilai Yn untuk Tahun 2007 Diketahui:
nilai m = 2 nilai n = 10
(10 + 1 − 2) Maka nilai Yn = − log− log
10 + 1
= 1,059732
Berdasarkan perhitungan, maka nilai Yn untuk tahun 2007 adalah 1,059732. Tahun n Curah Hujan Harian Maksimum
Tahunan (mm) m Yn
2007 1 148,60 2 1,059732
2008 1 107,10 6 0,465437
2009 1 92,00 9 0,130555
2010 1 124,70 4 0,707092
2011 1 87,00 10 -0,017615
2012 1 108,40 5 0,579646
2013 1 141,40 3 0,859169
2014 1 94,60 8 0,248512
2015 1 99,80 7 0,357207
2016 1 183,90 1 1,383076
b. Nilai Yn untuk Tahun 2008 Diketahui:
Nilai m = 4 Nilai n = 10
(10 + 1 − 4) Maka nilai Yn = − log− log
10 + 1
= 0,465437
Berdasarkan perhitungan, maka nilai Yn untuk tahun 2008 adalah 0,465437. Hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada Tabel I.6. Setelah didapat nilai Yn pertahun, maka dapat diketahui pula nilai Yn dalam waktu 10 tahun yaitu 5,772811.
2. Menentukan nilai Yt (reduced variate)
Perhitungan nilai reduced variate (Yt) berdasarkan nilai periode ulang tahun, dimana untuk menentukan nilai Yt dapat digunakan rumus sebagai berikut:
= − log
[
− log(
T − 1) /T]
YtKeterangan:
T = Periode ulang (tahun) a. Menentukan nilai Yt (T) 2 tahun
2 − 1
Yt = − log− log 2
= 0,521390
Nilai Yt berdasarkan kala ulang 2 tahun adalah 0,521390. b. Menentukan nilai Yt (T) 3 tahun
3 − 1
Yt = − log− log 3
= 0,754262
Nilai Yt berdasarkan kala ulang 3 tahun adalah 0,754262.
Tabel I.3 Nilai perhitungan Yt
3. Menentukan nilai standart deviasi (S)
Nilai standart deviasi ditentukan berdasarkan nilai rata-rata curah hujan maksimum, sehingga untuk menentukan nilai S dapat digunakan rumus berikut:
∑
(
x − x)
2Curah hujan maksimum
Curah hujan maksimum rata-rata Jumlah data
x
n
Pada penentuan nilai S diperlukan data pendukung, dapat dilihat pada Tabel I.4.
Tabel I.4 Perhitungan nilai ( x −x )²
( x −x )² Tahun Curah Hujan Harian
Perhitungan sebagai berikut: Diketahui:
n
∑
( x − x) ²nilai standart deviasi dapat dilakukan dengan perhitungan
= =
10 8.592,74
Nilai S dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
∑
(
x − x)
2S =
n − 1 8.592,74
10 − 1 30,899011
S =
=
Berdasarkan perhitungan maka nilai standart deviasi (S) adalah 30,899011. 4. Menentukan nilai reduced standar deviasi (Sn)
Nilai reduced standart deviasi ditentukan berdasarkan nilai koreksi rata-rata pada perhitungan nilai Yn (reduced mean), sehingga untuk menentukan nilai Sn dapat menggunakan rumus berikut:
∑
(
Yn − Yn)
2 Sn =n − 1 Keterangan:
Yn = Reduced mean Yn
n
= =
Jumlah reduced mean rata-rata Jumlah data
Penentuan nilai Sn diperlukan data pendukung dapat dilihat pada Tabel I.5. Tabel I.5 Perhitungan nilai (Y- Yn )²
Tahun Yn Yn ( Yn −Yn )²
Penentuan nilai reduced standar deviasi dapat dilakukan
Nilai Sn dapat dihitung dengan rumus berikut:
∑
(
x − x)
25. Menghitung nilai k (Reduced variate factor) Penentukan nilai faktor koreksi (k) dapat rumus sebagai berikut:
Yt −Yn
dihitung dengan menggunakan
k =
a. Menentukan nilai k untuk periode ulang 2 tahun Diketahui :
Yt Yn
= 0,521390 = 0,577281
2013 0,859169 0,577281 0,079461 2014 0,248512 0,577281 0,108089 2015 0,357207 0,577281 0.048433 2016 1,383076 0,577281 0,649306
Sn = 0,434726
Penentukan nilai k dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: 0,521390 − 0,577281
k =
0,434726 k = -0,128566
Nilai k berdasarkan kala ulang 2 tahun adalah –0,128566. b. Menentukan nilai k untuk periode ulang 3 tahun
Diketahui :
Penentukan nilai k dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: 0,754262 − 0,577281
k =
0,434726 k = 0,407109
Nilai k berdasarkan kala ulang 3 tahun adalah 0,407109.
Berdasakan perhitungan maka nilai k untuk periode kala ulang 2 tahun - 0,128566 dan untuk 3 tahun 0,407109. Untuk hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada Tabel I.7. Setelah didapatkan variabel-variabel nilai tersebut, maka dapat ditentukan nilai hujan rencana (mm) untuk periode ulang 10 tahun kedepan, perhitungan dapat dilakukan dengan persamaan berikut:
Xt
Curah hujan rencana (mm) Curah hujan rata-rata (mm/hari). Reduced variate factor.
Standart deviasi.
Perhitungan yang digunakan untuk menentukan curah hujan rencana untuk periode ulang 2 tahun adalah sebagai berikut:
Diketahui:
k S
= -0,128566 = 30,899011
Penetuan curah hujan rencana dapat dihitung dengan persamaan berikut:
Xt =
= =
X + k × S
118,75+ -0,128566 × 30,899011 114,78 mm/hari
(x) mm
1
2
1
Tahun n m
Curah Maksimum
(X) mm
Curah Hujan Rata-rata
( x −x )² Yn Yn ( Yn −Yn )² S Sn
2007 10 2 148,60 118,75 891,02 1,059732 0,577281 0,232759
30,899011 0,434726
2008 10 4 107,10 118,75 135,72 0,465437 0,577281 0,012509
2009 10 7 92,00 118,75 715,56 0,130555 0,577281 0,199564
2010 10 9 124,70 118,75 35,40 0,707092 0,577281 0,016851
2011 10 10 87,00 118,75 1008,06 -0,017615 0,577281 0,353901
2012 10 8 108,40 118,75 107,12 0,579646 0,577281 0,000006
2013 10 3 141,40 118,75 513,02 0,859169 0,577281 0,079461
2014 10 6 94,60 118,75 583,22 0,248512 0,577281 0,108089
2015 10 5 99,80 118,75 359,10 0,357207 0,577281 0.048433
2016 10 1 183,90 118,75 4.244,52 1,383076 0,577281 0,649306
1
2
2
Variabel Periode Ulang (T)
2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nilai Yt 0,521390 0,754262 0,903303 1,013631 1,101378 1,174270 1,236632 1,291133 1,339538 Nilai Yn Rata-
rata 0,577281 0,577281 0,577281 0,577281 0,577281 0,577281 0,577281 0,577281 0,577281 Standar Deviasi
(S) 30,899011 30,899011 30,899011 30,899011 30,899011 30,899011 30,899011 30,899011 30,899011 Nilai Sn 0,434726 0,434726 0,434726 0,434726 0,434726 0,434726 0,434726 0,434726 0,434726
Nilai k -0,128566 0,407109 0,749948 1,003736 1,205580 1,373253 1,516705 1,642073 1,753419 Curah Hujan
Rata-rata (X) 118,75 118,75 118,75 118,75 118,75 118,75 118,75 118,75 118,75 Curah Hujan
Besarnya debit air limpasan (run off) dapat ditentukan dengan menggunakan rumus rasional sebagai berikut:
Q
Debit limpasan maksimum (m³/detik) Koefisien limpasan
Intensitas curah hujan (mm/jam) Luas daerah tangkapan hujan (km²)
penentuan debit limpasan, maka perlu diketahui variabel-variabel sebagai berikut:
1. Intensitas curah hujan (mm/jam)
Besarnya intensitas hujan dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan Mononobe sebagai berikut:
2 / 3
Intensitas hujan (mm/jam). Curah hujan rencana (mm/hari). Durasi hujan (1 jam).
R24 adalah besarnya curah hujan maksimum (curah hujan rencana), waktu periode ulang hujan bisa diambil lebih singkat dengan periode ulang hujan 5 tahun atau bisa dengan 2 tahun. Untuk periode ulang 2 tahun dengan curah hujan rencana (Lampiran I) yaitu sebesar 114,78 mm/hari. Nilai t = 1 jam, sebab tidak ada data curah hujan yang disajikan dalam durasi waktu yang singkat seperti satu jam atau kurang. Pada perhitungan intensitas curah hujan, dikonversikan dari curah hujan harian menjadi jumlah curah hujan dalam satuan jam, maka untuk mengetahui intensitas hujan dengan periode ulang 2 tahun adalah sebagai berikut:
Diketahui: R24 t
= 114,78 mm/hari = 1 jam
Perhitungan nilai intesitas hujan dapat ditentukan dengan persamaan berikut:
2 / 3
R24 24
I =
24 t
2 / 3
114,78 24
I =
24 1 I = 39,79 mm/jam
Berdasarkan perhitungan, nilai ntensitas hujan adalah sebesar 39,79 mm/jam. 2. Nilai koefisien limpasan
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi harga koefisien limpasan, antara lain kondisi permukaan tanah, luas daerah tangkapan hujan dan kemiringan permukaan tanah. Tiap-tiap permukaan tanah mempunyai koefisien limpasan berbeda-beda, menurut Hofedank and Gold secara umum dapat dilihat pada Tabel J.1.
Tabel J.1 Harga koefisien limpasan daeah tambang (Hofedank and Gold dalam Gautama, 1999)
Nilai koefisien limpasan (C) untuk kajian teknis sistem penyaliran tambang berdasarkan tabel diatas adalah 0,65. Hal ini di lakukan dengan pertimbangan bahwa daerah penelitian adalah berupa area tambang yang akan ditimbun dengan lapisan tanah penutup (overburden).
3. Luas daerah tangkapan hujan
Catcman area (daerah tangkapan hujan) diperlukan untuk mengetahui debit air yang masuk kedalam tambang. Pada perhitungan debit limpasan yang akan
Jenis Material C
Lapisan batubara (coal seam) 1,00
Jalan pengangkutan 0,90
Dasar pit dan jenjang (pit floor & bench) 0,75 Lapisan tanah penutup (fresh overburden) 0,65 Lapisan tanah penutup yang ditanami (revegeted overburden) 0,55
masuk ke lahan bekas tambang TS 1.12 yang akan dilakukan penatagunaan lahan, diasumsikan luas area tangkapan hujan 52.800 m² atau 0,0528 km². Asumsi tersebut diperoleh berdasarkan luas keseluruhan daerah penelitian.
Berdasarkan variabel-variabel yang telah didapatkan, maka dapat diketahui debit air limpasan pada TS 1.12 PT Timah (Persero) Tbk Air Jangkang, dapat dihitung dengan rumus rasional sebagai berikut :
Q =
= =
0,278 × C × I × A
0,278 × 0,65 × 39,79 mm/jam × 0,0528 km² 0,38 m³/detik
air limpasan untuk perioe ulang 2 tahun pada lokasi penelitian Jadi, nilai debit
KECEPATAN ALIRAN
1. Perhitungan Dimensi Saluran Drainase
Upaya pencegahan erosi pada lahan bekas tambang yang telah dilakukan penatagunaan lahan adalah dengan pembuatan saluran pengendali erosi atau disebut saluran drainase. Bentuk penampang saluran drainase umumnya dipilih berdasarkan debit air, tipe material pembentuk saluran serta kemudahan dalam pembuatannya. Bentuk penampang saluran yang akan digunakan adalah bentuk trapesium, sebab mudah dalam pembuatannya, murah, efisien dan mudah dalam perawatannya, serta stabilitas kemiringan dindingnya dapat disesuaikan menurut keadaan daerah.
Penentuan dimensi penampang saluran drainase dapat dihitung berdasarkan rumus Manning, dapat dilihat pada persamaan berikut:
Q = 1/n × S1/2 × R2/3 × A Keterangan:
Debit pengaliran maksimum (m3/detik) Luas penampang (m2)
Kemiringan dasar saluran (%) Jari-jari hidrolis (m)
Koefisien kekasaran dinding saluran Q
Luas penampang basah saluran Jari-jari hidrolis
d b a B m
= = = = =
Kedalaman aliran Lebar dasar saluran
Panjang sisi saluran dari dasar ke permukaan Lebar permukaan saluran
Kemiringan dinding saluran
Harga n yang digunakan adalah 0,030 dikarenakan dinding saluran berupa tanah, koefisien kekasaran dinding dapat dilihat pada tabel L.1.
Tabel K.1 Koefisien kekerasan dinding saluran menurut Manning (Gautama,1999)
Sistem saluran yang dipakai dalam pemuatan drainase adalah sistem saluran terbuka, dimana untuk kemiringan dasar saluran ini adalah 0,25% sampai 0,50% yang merupakan syarat agar tidak terjadinya erosi serta merupakan pertimbangan bahwa suatu aliran dapat mengair secara alamiah.
Berikut merupakan perhitungan untuk mendapatkan dimensi saluran drainase, dimana sudut kemiringan yang digunakan adalah 60º, yang merupakan tetapan kemiringan saluran trapesium. Perhitungan untuk memperoleh dimensi saluran sebagai berikut:
1) Kemiringan dinding saluran (m) m = cotg α
= cotg 600 = 0,58 2) Lebar dasar saluran (b)
= 2
(
= 2(
+ 1 − m
)
d m 2b
0,582 + 1 − 0,58
)
d = 1,15dTipe Dinding Saluran N
Semen 0,010-0,014
Beton 0,011-0,016
Bata 0,012-0,020
Besi 0,013-0,017
Tanah 0,020-0,030
Gravel 0,022-0,035
3) Luas penampang basah saluran (A) A = (b + m.d) d
= 1,15d2 + 0,58d² = 1,73d2
4) Kedalaman aliran (d)
1/n × A × S1/2 × R2/3
Besarnya tinggi jagaan adalah 15% dari 0,49 m, sehingga d = h = 0,56 m. Berdasarkan persamaan di atas, diperoleh hasil sebagai berikut:
1) Lebar dasar saluran (b)
b =
2) Luas penampang basah saluran (A) = 1,73d2
= 1,73 × (0,49)2 = 0,42 m²
3) Lebar permukaan saluran (B) A
4) Panjang sisi saluran dari dasar ke permukaan (a)
a =
saluran drainase yaitu, lebar dasar saluran (b) 0,56 m, panjang sisi saluran dari dasar ke permukaan (a) 0,56 m, lebar permukaan (B) 1,13 m, dan kedalaman (d) 0,49 m.
2. Volume Saluran Drainase
Panjang saluran drainase yang akan dibuat 1.620 m, sehingga dengan menggunakan dimensi yang diperoleh berdasarkan hasil perhitungan, maka dalam perhitungan volume total saluran drainase meggunakan rumus trapesium sebagai berikut:
Luas permukaan saluran + luas dasar saluran
V total = × t
2
(
1.620 ×1,13)
+ (1.620 × 0,56)
= × 0,56
2 = 766,58 m³
Jadi, volume total saluran drainase adalah 766,58 m³. 3. Kecepatan Aliran Air
Untuk mengetahui kecepatan aliran yang mengalir di saluran drainase digunakan rumus Manning, dimana perhitungannya adalah sebagai berikut:
Q A
V =
3
0,38 m /detik =
0,42 m² 0,90 m/detik =
Gambar L.1 Excavator Komatsu type PC 200 Tabel L.1 Spesifikasi alat Excavator Komatsu type PC 200
130
Description Unit Value
Bucket m³ 0,93
Bucket factor % 0,9
Flywheel HorsePower Hp 133
Ps 135
Operating Weight Kg 20.350
Ton 20,35
Rasio Engine Power/Operation Weight Ps/ton 6,63 Shoe Information Data:
1. Shoe/Grouser Type 2. Shoe Widht
3. Grouser Height
4. Length Of Track On Ground 5. Track Roller Quantity (R+L Side)
- Ground Contact Area - Ground Pressure - Ground Clearenance - Transmission Type
mm mm mm
pcs
cm² kg/cm²
Triple 600
26 3.270
14 42.400
Berikut merupakan perhitungan mengenai waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pembuatan saluran drainase pada lahan bekas tambang, dimana saluran yang akan dibuat dengan panjang 1.620 m. Peralatan yang digunakan dalam pemuatan saluran drainase
Diketahui:
Merk excavator Tipe excavator Jumlah Waktu kerja excavator perhari (Ph)
Waktu kerja perbulan (Pb) Waktu edar (CT)
Volume saluran drainase Dalam menentukan faktor diantaranya:
1) Waktu kerja tersedia
penyesuaian menggunakan beberapa faktor
=
Waktu kerja tersedia – (waktu hambatan yang tidak dapat dihindari + waktu hambatan yang dapat dihindari) 600 – (115,00+ 07.00)
478 menit 2) Waktu kerja produktif
= =
Berikut adalah tabel waktu hambatan yang dapat dihindari serta waktu hambatan yang tidak dapat dihindari.
Tabel M.1 Waktu hambatan yang tidak dapat dihindari
(Menit)
Tabel M.2 Waktu hambatan yang dapat dihindari
(Menit)
Waktu kerja produktif
×100 % Effisiensi kerja =
Waktu kerja tersedia 478
=
×100 %600 0,80 =
KB × BF × 60 × FK Produksi excavator/jam =
CT
0,93× 0,9 × 60 × 0,80 =
0,5 80,35 m³/jam
80,35 m³/jam × 8 jam 642,80 m³/hari
642,80 m³/hari × 25 hari 16.070 m³/bulan
Volume overburden =
= = = = Produksi excavatorr/hari
Produksi excavator/bulan
Waktu =
Produksi bulldozer/bulan
No Hambatan Rata-rata Waktu Hambatan
1 Standby 02,00
2 Berhenti sebelum waktunya 05,00
Jumlah 07,00
No Hambatan Rata-rata Waktu Hambatan
1 Pengecekan kondisi alat berta 05,00
2 Mengisi BBM 15,00
3 Memanaskan mesin 15,00
4 Menuju Lokasi 05,00
5 Pelumasan 10,00
6 Mengatur alat berat 05,00
7 Makan dan istirahat 60,00
3
766,58 m =
642,80 m³/hari = 1,19 hari
Adapun alat yang dipergunakan dalam melakukan pengukuran di lapangan diantaranya:
1. GPS Geodetik
GPS Geodetik merupakan alat ukur GPS dengan mengunakan satellite dimana memiliki tingkat akurasi yang sangat tinggi serta ketelitian yang dihasilkan sangat akutrat, alat ini juga dapat digunakan dalam pengukuran lahan, seperti hutan, perkebunan, dengan akurasi sampai 5-10 mm.
Gambar N.1 GPS Geodetik 2. GPS Garmin
Global Positioning System (GPS) merupakan alat atau sistem yang dapat digunakan untuk menginformasikan penggunanya berada (secara global) di permukaan bumi yang berbasiskan satelit.
Bambar N.2 GPS Garmin
3. Total Station
Total Station adalah suatu wahana pemetaan teristris yang terdiri dari peralatan theodolit yang dilengkapi dengan EDM (Electronic Distance Measurement) dan aplikasi-aplikasi yang terintegrasi menjadi satu kesatuan dalam alat Total Station.
Gambar N.3 Total Station Leica 4. Echosounder
Echosounder adalah suatu alat navigasi elektronik dengan menggunakan sistem gema yang dipasang pada dasar kapal yang berfungsi untuk mengukur kedalaman perairan, mengetahui bentuk dasar perairan, dan mendeteksi gelombang.