• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA - DOCRPIJM 1495174468BAB IIdan III

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA - DOCRPIJM 1495174468BAB IIdan III"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN

BIDANG CIPTA KARYA

2.1 Konsep Perencanaan Bidang Cipta Karya

Dalam rangka mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan,

konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya disusun dengan berlandaskan pada berbagai peraturan perundangan dan amanat perencanaan pembangunan. Untuk mewujudkan keterpaduan pembangunan permukiman, Pemerintah

Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota perlu memahami arahan kebijakan tersebut, sebagai dasar perencanaan, pemrograman, dan pembiayaan pembangunan Bidang Cipta Karya.

Gambar 2.1 memaparkan konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya, yang membagi amanat pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya dalam 4 (empat) bagian, yaitu amanat penataan ruang/spasial, amanat pembangunan nasional

dan direktif presiden, amanat pembangunan Bidang Pekerjaan Umum, serta amanat internasional.

Dalam pelaksanaannya, pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya dihadapkan pada beberapa isu strategis, antara lain bencana alam, perubahan iklim, kemiskinan, reformasi

birokrasi, kepadatan penduduk perkotaan, pengarusutamaan gender, serta green economy. Disamping isu umum, terdapat juga permasalahan dan potensi pada masing masing daerah, sehingga dukungan seluruh stakeholders pada penyusunan RPI2-JM

(2)

Sumber : Direktorat Bina Program 2014

Gambar 2.1 Konsep Perencanaan Pembangunan Infrastruktur Bidang

Cipta Karya

2.2 Amanat Pembangunan Nasional Terkait Bidang Cipta Karya

Infrastruktur permukiman memiliki fungsi strategis dalam pembangunan nasional karena

turut berperan serta dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi angka kemiskinan, maupun menjaga kelestarian lingkungan. Oleh sebab itu, Ditjen Cipta Karya berperan penting dalam implementasi amanat kebijakan pembangunan nasional.

2.2.1 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025

RPJPN 2005-2025 yang ditetapkan melalui UU No. 17 Tahun 2007, merupakan dokumen perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah dan prioritas pembangunan

secara menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu 2005-2025. Dalam dokumen tersebut, ditetapkan bahwa Visi Indonesia pada tahun 2025 adalah “Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur ”. Dalam penjabarannya RPJPN

(3)

Dalam mewujudkan Indonesia yang berdaya saing maka pembangunan dan a.

penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sektor-sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi, pariwisata, dan jasa sebagai upaya

mendorong pertumbuhan ekonomi. Pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan melalui pendekatan tanggap kebutuhan (demand responsive approach) dan pendekatan terpadu dengan sektor sumber daya alam dan lingkungan hidup,

sumber daya air, serta kesehatan.

Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan maka b.

Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan sanitasi diarahkan pada (1) peningkatan kualitas pengelolaan aset (asset management) dalam penyediaan air minum dan sanitasi, (2) pemenuhan kebutuhan minimal air

minum dan sanitasi dasar bagi masyarakat, (3) penyelenggaraan pelayanan air minum dan sanitasi yang kredibel dan profesional, dan (4) penyediaan sumber-sumber pembiayaan murah dalam pelayanan air minum dan sanitasi bagi

masyarakat miskin.

Salah satu sasaran dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan c.

berkeadilan adalah terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan

prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh. Peran pemerintah akan lebih difokuskan pada perumusan kebijakan pembangunan sarana dan prasarana, sementara peran

swasta dalam penyediaan sarana dan prasarana akan makin ditingkatkan terutama untuk proyek-proyek yang bersifat komersial.

Upaya perwujudan kota tanpa permukiman kumuh dilakukan pada setiap tahapan d.

RPJMN, yaitu:

RPJMN ke 2 (2010-2014): Daya saing perekonomian ditingkatkan melalui 

percepatan pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan

kerjasama antara pemerintah dan dunia usaha dalam pengembangan perumahan dan permukiman.

RPJMN ke 3 (2015-2019): Pemenuhan kebutuhan hunian bagi seluruh 

masyarakat terus meningkat karena didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang dan berkelanjutan, efisien, dan akuntabel. Kondisi itu semakin mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman

kumuh.

(4)

dengan prasarana dan sarana pendukung sehingga terwujud kota tanpa permukiman kumuh.

2.2.2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010- 2014

RPJMN 2010-2014 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 menyebutkan bahwa infrastruktur merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkeadilan dengan mendorong

partisipasi masyarakat Dalam rangka pemenuhan hak dasar untuk tempat tinggal dan lingkungan yang layak sesuai dengan UUD 1945 Pasal 28H, pemerintah memfasilitasi

penyediaan perumahan bagi masyarakat berpendapatan rendah serta memberikan dukungan penyediaan prasarana dan sarana dasar permukiman, seperti air minum, air limbah, persampahan dan drainase.

Dokumen RPJMN juga menetapkan sasaran pembangunan infrastruktur permukiman pada periode 2010-2014, yaitu:

Tersedianya akses air minum bagi 70 % penduduk pada akhir tahun 2014, dengan 1.

perincian akses air minum perpipaan 32 persen dan akses air minum

non-perpipaan terlindungi 38 %.

Terwujudnya kondisi Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) hingga akhir 2.

tahun 2014, yang ditandai dengan tersedianya akses terhadap sistem pengelolaan

air limbah terpusat (off-site) bagi 10% total penduduk, baik melalui sistem pengelolaan air limbah terpusat skala kota sebesar 5% maupun sistem pengelolaan air limbah terpusat skala komunal sebesar 5 % serta penyediaan

akses dan peningkatan kualitas sistem pengelolaan air limbah setempat (on-site) yang layak bagi 90 % total penduduk.

Tersedianya akses terhadap pengelolaan sampah bagi 80 % rumah tangga di 3.

daerah perkotaan.

Menurunnya luas genangan sebesar 22.500 Ha di 100 kawasan strategis 4.

perkotaan.

Untuk mencapai sasaran tersebut maka kebijakan pembangunan diarahkan untuk

meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap layanan air minum dan sanitasi yang memadai, melalui:

(5)

memastikan ketersediaan air baku air minum, 2.

meningkatkan prioritas pembangunan prasarana dan sarana permukiman, 3.

meningkatkan kinerja manajemen penyelenggaraan air minum, penanganan air 4.

limbah, dan pengelolaan persampahan,

meningkatkan sistem perencanaan pembangunan air minum dan sanitasi, 5.

meningkatkan cakupan pelayanan prasarana permukiman, 6.

Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya perilaku hidup 7.

bersih dan sehat (PHBS),

Mengembangkan alternatif sumber pendanaan bagi pembangunan infrastruktur, 8.

meningkatkan keterlibatan masyarakat dan swasta, 9.

mengurangi volume air limpasan, melalui penyediaan bidang resapan. 10.

2.2.3 Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

Dalam rangka transformasi ekonomi menuju negara maju dengan pertumbuhan ekonomi 7-9 persen per tahun, Pemerintah menyusun MP3EI yang ditetapkan melalui Perpres No.

32 Tahun 2011. Dalam dokumen tersebut pembangunan setiap koridor ekonomi dilakukan sesuai tema pembangunan masing-masing dengan prioritas pada kawasan perhatian investasi (KPI MP3EI). Ditjen Cipta Karya diharapkan dapat mendukung penyediaan

infrastruktur permukiman pada KPI Prioritas untuk menunjang kegiatan ekonomi di kawasan tersebut. Kawasan Perhatian Investasi atau KPI dalam MP3EI adalah adalah satu atau lebih kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat atau terhubung dengan

(6)

2.2.4 Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengentasan Kemiskinan Indonesia

Sesuai dengan agenda RPJMN 2010-2014, pertumbuhan ekonomi perlu diimbangi dengan upaya pembangunan yang inklusif danberkeadilan. Untuk itu, telah ditetapkan

MP3KI dimana semua upaya penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk mempercepat laju penurunan angka kemiskinan dan memperluas jangkauan penurunan tingkat kemiskinan di semua daerah dan di semua kelompok masyarakat. Dalam mencapai misi

penanggulangan kemiskinan pada tahun 2025, MP3KI bertumpu pada sinergi dari tiga strategi utama, yaitu:

Mewujudkan sistem perlindungan sosial nasional yang menyeluruh, 1.

terintegrasi,dan mampu melindungi masyarakat dari kerentanan dan goncangan, Meningkatkan pelayanan dasar bagi penduduk miskin dan rentan sehingga dapat 2.

terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di masa mendatang,

Mengembangkan penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood) masyarakat 3.

miskin dan rentan melalui berbagai kebijakan dan dukungan di tingkat lokal dan regional dengan memperhatikan aspek.

Kementerian Pekerjaan Umum, khususnya Ditjen Cipta Karya, berperan penting dalam pelaksanaan MP3KI, terutama terkait dengan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat (PNPMPerkotaan/ P2KP, PPIP, Pamsimas, Sanimas dsb) serta Program Pro

Rakyat.

2.2.5 Kawasan Ekonomi Khusus

UU No. 39 Tahun 2009 menjelaskan bahwa Kawasan Ekonomi Khusus adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang

ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor,

(7)

mendukung infrastruktur permukiman pada kawasan tersebut sehingga menunjang kegiatan ekonomi di KEK.

2.2.6 Direktif Presiden Program Pembangunan Berkeadilan

Dalam Inpres No. 3 Tahun 2010, Presiden RI mengarahkan seluruh Kementerian, Gubernur, Walikota/Bupati, untuk menjalankan program pembangunan berkeadilan yang meliputi Program pro rakyat, Keadilan untuk semua, dan Program Pencapaian MDGs.

Ditjen Cipta Karya memiliki peranan penting dalam pelaksanaan Program Pro Rakyat terutama program air bersih untuk rakyat dan program peningkatan kehidupan

masyarakat perkotaan. Sedangkan dalam pencapaian MDGs, Ditjen Cipta Karya berperan dalam peningkatan akses

pelayanan air minum dan sanitasi yang layak serta pengurangan permukiman kumuh.

2.3 Peraturan Perundangan Bidang PU/Cipta Karya

Ditjen Cipta Karya dalam melakukan tugas dan fungsinya selalu dilandasi peraturan perundangan yang terkait dengan bidang Cipta Karya, antara lain UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, UU No. 28 Tahun 2002 tentang

Bangunan Gedung, UU No. 7 tahun 2008 tentang Sumber Daya Air, dan UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Persampahan.

2.3.1 UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

UU Perumahan dan Kawasan Permukiman membagi tugas dan kewenangan Pemerintah

Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Pemerintah Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan permukiman mempunyai tugas:

Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota 1.

di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dan provinsi.

Menyusun dan rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan 2.

kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap pelaksanaan 3.

kebijakan kabupaten/kota dalam penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman.

(8)

perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota. 5.

Melaksanakan melaksanakan peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan 6.

strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat

kabupaten/kota.

Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman. 7.

Melaksanakan kebijakan dan strategi provinsi dalam penyelenggaraan perumahan 8.

dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional.

Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan 9.

kawasan permukiman.

Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di bidang 10.

perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

Menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba. 11.

Adapun wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menjalankan tugasnya yaitu:

Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman 1.

pada tingkat kabupaten/kota.

Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan bidang 2.

perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan 3.

permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundangundangan serta 4.

kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan dan 5.

permukiman bagi MBR.

Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi MBR pada 6.

tingkat kabupaten/kota.

Memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota antara pemerintah 7.

kabupaten/kota dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.

Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh dan 8.

permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.

Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman 9.

(9)

Di samping mengatur tugas dan wewenang, UU ini juga mengatur penyelenggaraan

perumahan dan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah pendanaan dan pembiayaan, hak kewajiban dan peran masyarakat.

UU ini mendefinisikan permukiman kumuh sebagai permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas

bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Untuk itu perlu dilakukan upaya pencegahan, terdiri dari pengawasan, pengendalian, dan pemberdayaan

masyarakat, serta upaya peningkatan kualitas permukiman, yaitu pemugaran, peremajaan, dan permukiman kembali.

2.3.2 UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

UU Sumber Daya Air pada dasarnya mengatur pengelolaan sumber daya air, termasuk

didalamnya pemanfaatan untuk air minum. Dalam hal ini, negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif.

Pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum dimana Badan usaha milik negara dan/atau

badan usaha milik daerah menjadi penyelenggaranya. Air minum rumah tangga tersebut merupakan air dengan standar dapat langsung diminum tanpa harus dimasak terlebih dahulu dan dinyatakan sehat menurut hasil pengujian mikrobiologi Selain itu, diamanatkan

pengembangan sistem penyediaan air minum diselenggarakan secara terpadu dengan pengembangan prasarana dan sarana sanitasi.

2.3.3 UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

UU No. 18 Tahun 2008 menyebutkan bahwa pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya.

(10)

dilakukan dengan pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan pemanfaatan kembali sampah. Sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi:

pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan 1.

jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah,

pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber 2.

sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu,

pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat 3.

penampungan sampah sementara atau daritempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir,

pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik,komposisi, dan jumlah sampah, 4.

pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu 5.

hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.

Undang-undang tersebut juga melarang pembuangan sampah secara terbuka di tempat pemrosesan akhir. Oleh karena itu, Pemerintah daerah harus menutup tempat

pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka dan mengembangkan TPA dengan sistem controlled landfill ataupun sanitary landfill.

2.3.4 UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun

Dalam memenuhi kebutuhan hunian yang layak, Ditjen Cipta Karya turut serta dalam

pembangunan Rusunawa yang dilakukan berdasarkan UU No. 20 Tahun 2011. Dalam undang-undang tersebut Rumah susun didefinisikan sebagai bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang

distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda

bersama, dan tanah bersama. Peraturan ini juga mengatur perihal pembinaan, perencanaan, pembangunan, penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan, pengelolaan,

peningkatan kualitas, pengendalian, kelembagaan, tugas dan wewenang, hak dan kewajiban, pendanaan dan sistem pembiayaan, dan peran masyarakat.

2.4 Amanat Internasional

(11)

kesepakatan bersama di bidang permukiman. Beberapa amanat internasional yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kebijakan dan program bidang Cipta Karya meliputi

Agenda Habitat, Konferensi Rio+20, Millenium Development Goals, serta Agenda Pembangunan Pasca 2015.

2.4.1 Agenda Habitat

Pada tahun 1996, di Kota Istanbul Turki diselenggarakan Konferensi Habitat II sebagai

kelanjutan dari Konferensi Habitat I di Vancouver tahun 1976. Konferensi tersebut menghasilkan Agenda Habitat, yaitu dokumen kesepakatan prinsip dan sasaran

pembangunan permukiman yang menjadi panduan bagi negara-negara dunia dalam menciptakan permukiman yang layak dan berkelanjutan.

Salah satu pesan inti yang menjadi komitmen negara-negara dunia, termasuk Indonesia, adalah penyediaan tempat hunian yang layak bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali, serta meningkatkan akses air minum, sanitasi, dan pelayanan dasar terutama bagi

masyarakat berpenghasilan rendah dan kelompok rentan.

2.4.2 Konferensi Rio+20

Pada Juni 2012, di Kota Rio de Janeiro, Brazil, diselenggarakan KTT Pembangunan Berkelanjutan atau lebih dikenal dengan KTT Rio+20. Konferensi tersebut menyepakati

dokumen The Future We Want yang menjadi arahan bagi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di tingkat global, regional, dan nasional. Dokumen memuat kesepahaman pandangan terhadap masa depan yang diharapkan oleh dunia (common vision) dan

penguatan komitmen untuk menuju pembangunan berkelanjutan dengan memperkuat penerapan Rio Declaration 1992 dan Johannesburg Plan of Implementation 2002.

Dalam dokumen The Future We Want, terdapat 3 (tiga) isu utama bagi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, yaitu: (i) Ekonomi Hijau dalam konteks pembangunan

berkelanjutan dan pengentasan kemiskinan, (ii) pengembangan kerangka kelembagaan pembangunan berkelanjutan tingkat global, serta (iii) kerangka aksi dan instrumen

pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Kerangka aksi tersebut termasuk penyusunan

(12)

rencana pembangunan nasional secara konkrit, termasuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2014-2019, dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Nasional (2005-2025).

2.4.3 Millenium Development Goals

Pada tahun 2000, Indonesia bersama 189 negara lain menyepakati Deklarasi Millenium sebagai bagian dari komitmen untuk memenuhi tujuan dan sasaran pembangunan

millennium (Millenium Development Goals). Konsisten dengan itu, Pemerintah Indonesia telah mengarusutamakan MDGs dalam pembangunan sejak tahap perencanaan sampai

pelaksanaannya sebagaimana dinyatakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 serta Rencana

Kerja Tahunan berikut dokumen penganggarannya. Sesuai tugas dan fungsinya, Ditjen Cipta Karya memiliki kepentingan dalam pemenuhan target 7C yaitu menurunkan hingga setengahnya proporsi rumah tangga tanpa akses berkelanjutan terhadap sumber air

minum layak dan fasilitas sanitasi dasar layak hingga tahun 2015. Di bidang air minum, cakupan pelayan air minum saat ini (2013) adalah 61,83%, sedangkan target cakupan pelayanan adalah 68,87% yang perlu dicapai pada tahun 2015. Di samping itu, akses

sanitasi yang layak saat ini baru mencapai 58,60%, masih kurang dibandingkan target 2015 yaitu 62,41%. Selain itu, Ditjen Cipta Karya juga turut berperan serta dalam pemenuhan target 7D yaitu mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan

penduduk miskin di permukiman kumuh (minimal 100 juta) pada tahun 2020. Pemerintah Indonesia menargetkan luas permukiman kumuh 6%, padahal data terakhir (2009) proporsi penduduk kumuh mencapai 12,57%. Untuk memenuhi target MDGs di bidang

permukiman, diperlukan perhatian khusus dari seluruh pemangku kepentingan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Oleh karena itu, pemerintah kabupaten/kota perlu melakukan optimalisasi kegiatan penyediaan infrastruktur permukiman dalam rangka

percepatan pencapaian target MDGs.

2.4.4 Agenda Pembangunan Pasca 2015

Pada Juli 2012, Sekjen PBB membentuk sebuah Panel Tingkat Tinggi untuk memberi

(13)

beranggotakan 24 orang dari berbagai negara. Pada Mei 2013, panel tersebut mempublikasikan laporannya kepada Sekretaris Jenderal PBB berjudul “A New Global

Partnership: Eradicate Poverty and Transform Economies Through Sustainable Development”. Isinya adalah rekomendasi arahan kebijakan pembangunan global pasca-2015 yang dirumuskan berdasarkan tantangan pembangunan baru, sekaligus pelajaran

yang diambil dari implementasi MDGs.

Dalam dokumen tersebut, dijabarkan 12 sasaran indikatif pembangunan global pasca

2015, sebagai berikut:

Mengakhiri kemiskinan 1.

Memberdayakan perempuan dan anak serta mencapai kesetaraan gender. 2.

Menyediakan pendidikan yang berkualitas dan pembelajaran seumur hidup 3.

Menjamin kehidupan yang sehat 4.

Memastikan ketahanan pangan dan gizi yang baik 5.

Mencapai akses universal ke Air Minum dan Sanitasi 6.

Menjamin energi yang berkelanjutan 7.

Menciptakan lapangan kerja, mata pencaharian berkelanjutan, dan pertumbuhan 8.

berkeadilan

Mengelola aset sumber daya alam secara berkelanjutan 9.

Memastikan tata kelola yang baik dan kelembagaan yang efektif 10.

Memastikan masyarakat yang stabil dan damai 11.

Menciptakan sebuah lingkungan pemungkin global dan mendorong pembiayaan 12.

jangka panjang

Dari sasaran indikatif tersebut, Ditjen Cipta karya berkepentingan dalam pencapaian

sasaran 6 yaitu mencapai akses universal ke air minum dan sanitasi. Adapun target yang diusulkan dalam pencapaian sasaran tersebut adalah:

Menyediakan akses universal terhadap air minum yang aman di rumah, dan di 1.

sekolah, puskesmas, dan kamp pengungsi,

Mengakhiri buang air besar sembarangan dan memastikan akses universal ke 2.

sanitasi di sekolah dan di tempat kerja, dan meningkatkan akses sanitasi di rumah tangga sebanyak x%,

Menyesuaikan kuantitas air baku (freshwater withdrawals) dengan pasokan air 3.

minum, serta meningkatkan efisiensi air untuk pertanian sebanyak x%, industri sebanyak y% dan daerah-daerah perkotaan sebanyak z%,

(14)

industri sebelum dilepaskan.

Selain memperhatikan sasaran dan target indikatif, dokumen laporan tersebut juga menekankan pentingnya kemitraan baik secara global maupun lokal antar pemangku kepentingan pembangunan. Kemitraan yang dimaksud memiliki prinsip inklusif, terbuka,

(15)

BAB III

ARAHAN STRATEGIS NASIONAL BIDANG CIPTA KARYA UNTUK

KABUPATEN/KOTA

3.1 Kawasan Strategis Nasional (KSN)

Sesuai dengan arahan pada Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Kawasan Strategis Nasional (KSN) adalah

wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat

penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara,

ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan

sebagai warisan dunia. Penetapan Kawasan Strategis Nasional dilakukan berdasarkan

beberapa kepentingan, yaitu:

pertahanan dan keamanan a.

diperuntukkan bagi kepentingan pemeliharaan keamanan dan pertahanan 

negara berdasarkan geostrategi nasional,

diperuntukkan bagi basis militer, daerah latihan militer, daerah 

pembuangan amunisi dan peralatan pertahanan lainnya, gudang amunisi,

daerah uji coba sistem persenjataan, dan/atau kawasan industri sistem

pertahanan, atau

merupakan wilayah kedaulatan negara termasuk pulau-pulau kecil terluar 

yang berbatasan langsung dengan negara tetangga dan/atau laut lepas.

pertumbuhan ekonomi b.

memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh, 

memiliki sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi 

nasional,

memiliki potensi ekspor, 

didukung jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan ekonomi, 

memiliki kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi, 

berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan nasional dalam 

rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional,

berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energi dalam 

rangka mewujudkan ketahanan energi nasional, atau

ditetapkan untuk mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal. 

(16)

merupakan tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat atau 

budaya nasional,

merupakan prioritas peningkatan kualitas sosial dan budaya serta jati diri 

bangsa,

merupakan aset nasional atau internasional yang harus dilindungi dan 

dilestarikan,

merupakan tempat perlindungan peninggalan budaya nasional, 

memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman budaya, atau 

memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial skala nasional. 

pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi d.

diperuntukkan bagi kepentingan pengembangan ilmu 

pengetahuan dan teknologi berdasarkan lokasi sumber daya alam strategis 

nasional, pengembangan antariksa, serta tenaga atom dan nuklir

memiliki sumber daya alam strategis nasional 

berfungsi sebagai pusat pengendalian dan pengembangan antariksa 

berfungsi sebagai pusat pengendalian tenaga atom dan nuklir, atau 

berfungsi sebagai lokasi penggunaan teknologi tinggi strategis. 

fungsi dan daya dukung lingkungan hidup e.

merupakan tempat perlindungan keanekaragaman hayati, 

merupakan aset nasional berupa kawasan lindung yang 

ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora dan/atau fauna yang hampir 

punah atau diperkirakan akan punah yang harus dilindungi dan/atau

dilestarikan,

memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap tahun 

berpeluang menimbulkan kerugian negara,

memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro 

menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas lingkungan hidup 

rawan bencana alam nasional 

sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan mempunyai dampak 

luas terhadap kelangsungan kehidupan.

3.2 Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN)

Sesuai dengan arahan pada PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Nasional, Pusat Kegiatan Strategis Nasional atau PKSN adalah kawasan

(17)

negara. Penetapan PKSN dilakukan berdasarkan beberapa kriteria yang terdapat pada

pasal 15, yaitu sebagai berikut:

pusat perkotaan yang berpotensi sebagai pos pemeriksaan lintas batas dengan a.

negara tetangga

pusat perkotaan yang berfungsi sebagai pintu gerbang internasional yang b.

menghubungkan dengan negara tetangga

pusat perkotaan yang merupakan simpul utama transportasi yang c.

menghubungkan wilayah sekitarnya

pusat perkotaan yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang dapat d.

(18)

Tabel 3.1 Penetapan Kawasan Strategis Nasional (KSN)

(19)
(20)

3.3 Pusat Kegiatan Nasional (PKN)

Sesuai dengan arahan pada PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Nasional, Pusat Kegiatan Nasional atau PKN adalah kawasan perkotaan yang

berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi.

Penetapan PKN dilakukan berdasarkan beberapa kriteria yang terdapat pada pasal 14,

yaitu sebagai berikut:

kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan a.

ekspor-impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional

kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri b.

dan jasa skala nasional atau yang melayani beberapa provinsi

kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama c.

transportasi skala nasional atau melayani beberapa provinsi PKN suatu wilayah

dapat berupa kawasan megapolitan, kawasan metropolitan, kawasan perkotaan

(21)

3.4 Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

(MP3EI)

Berdasarkan arahan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan

Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025, Masterplan

Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) merupakan arahan

strategis dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia untuk

periode 15 (lima belas) tahun terhitung sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2025

dalam rangka pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025

dan melengkapi

dokumen perencanaan.

Pengembangan MP3EI difokuskan pada Kawasan Perhatian Investasi (KPI) yang

diidentifikasikan sebagai satu atau lebih kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang

terikat atau terhubung dengan satu atau lebih faktor konektivitas dan SDM IPTEK.

Pendekatan KPI dilakukan untuk mempermudah identifikasi, pemantauan, dan evaluasi

atas kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat dengan faktor konektivitas dan

SDM IPTEK yang sama.

KPI dapat menjadi KPI prioritas dengan kriteria sebagai berikut:

Total nilai investasi pada setiap KPI yang bernilai signifikan a.

Keterwakilan Kegiatan Ekonomi Utama yang berlokasi pada setiap KPI b.

Dukungan Pemerintah dan Pemerintah Daerah terhadap sentrasentra produksi di c.

masing-masing KPI

Kesesuaian terhadap beberapa kepentingan strategis (dampak sosial, dampak d.

ekonomi, dan politik) dan arahan Pemerintah (Presiden RI)

Adapun KPI berdasarkan arahan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang

Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2 011-2025

(22)

Tabel 3.2 Penetapan Lokasi Kawasan Perhatian Investasi (KPI)

(23)
(24)

3.5 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

Sesuai dengan arahan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang

Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus, Kawasan Ekonomi Khusus atau KEK

adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik

Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan

memperoleh fasilitas tertentu. KEK terdiri atas satu atau beberapa zona, antara lain

pengolahan ekspor, logistik, industri, pengembangan teknologi, pariwisata, energi, dan

ekonomi lainnya. Pembentukan KEK tersebut dapat melalui usulan dari Badan Usaha

yang didirikan di Indonesia, pemerintah kabupaten/kota, dan pemerintah provinsi, yang

ditujukan kepada Dewan Nasional. Selain itu, Pemerintah Pusat juga dapat menetapkan

suatu wilayah sebagai KEK yang dilakukan berdasarkan usulan kementerian/lembaga

pemerintah non kementerian.

Sedangkan lokasi KEK yang diusulkan dapat merupakan area baru maupun perluasan

dari KEK yang sudah ada.

Usulan lokasi KEK harus memenuhi beberapa kriteria antara lain :

sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan tidak berpotensi mengganggu a.

kawasan lindung;

adanya dukungan dari pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten/kota b.

yang bersangkutan;

terletak pada posisi yang dekat dengan jalur perdagangan internasional atau dekat c.

dengan jalur pelayaran internasional di Indonesia atau terletak pada wilayah

potensi sumber daya unggulan;

mempunyai batas yang jelas. d.

Adapun KEK berdasarkan arahan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang

(25)

Tabel 3.3 Penetapan Lokasi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

Berdasarkan Arahan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011

Tabel 3.4 Matriks Isian Lokasi KSN, PKSN, PKN, PKI MP3EI, dan KEK

Gambar

Gambar 2.1 Konsep Perencanaan Pembangunan Infrastruktur BidangCipta Karya
Tabel 3.1 Penetapan Kawasan Strategis Nasional (KSN)
Tabel 3.2 Penetapan Lokasi Kawasan Perhatian Investasi (KPI)
Tabel 3.3 Penetapan Lokasi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

Referensi

Dokumen terkait

Tange merasa tidak mungkin jika hanya mampu mengail satu ikan padahal sudah berusaha keras untuk belajar mengail ikan dari adiknya itu.... “Adikku, aku mengaku kalah

Activity Diagram Mengubah Data Order Type .... Activity Diagram Menghapus Data Order Type

Pompa ini menggunakan difragma atau membran yang bekerja bolak-balik untuk menghisap masuk dan mendorong keluar air dalam ruang pompa ( chamber ) dan terdapat

Fenomena yang berkembang di Indonesia, yaitu mendapatkan pasangan dari internet dan hasil wawancara dengan partisipan terkait self disclosure menarik perhatian peneliti

Rekomendasi kredit dibuat oleh pejabat perekomendasi kredit berdasarkan analisis/evaluasi yang dibuat oleh pemrakarsa/penganalisis kredit. Dalam memberikan rekomendasi

Laporan akhir ini dibuat untuk memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Diploma III pada Jurusan Teknik Elektro Program Studi Teknik Listrik Politeknik

Berdasarkan hasil dari wawancara dan data yang telah penulis kumpulkan, diketahui bahwa prosedur pemberian kredit konsumtif yang diterakan oleh Koperasi Pegawai

Judul Laporan Akhir ini adalah “Aplikasi Module Online (e-module) pada Jurusan Manajemen Informatika Politeknik Negeri Sriwijaya”.. Data didapatkan dari hasil penelitian selama kurang