TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Program Studi Teknik Mesin
Oleh:
Nama : Benny Wijaya NIM : 045214083
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
FINAL PROJECT
Presented as Partial Fulfillment of the Requirements To Obtain the Sarjana Teknik Degree
In Mechanical Engineering Study Program
By:
Name : Benny Wijaya Student ID Number : 045214083
MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM
DEPARTMENT OF MECHANICAL ENGINEERING
FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tugas akhir ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, 26 Agustus 2008 Penulis
Beny Wijaya
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Beny Wijaya
Nomor Mahasiswa : 045214083
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
KARAKTER TURBIN ANGIN BERSUDU PROPELER
beserta perangkat yang diperlukan ( bila ada ). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 26 Agustus 2008
Yang menyatakan
Tugas akhir ini pembuatan kincir pada turbin angin. Penelitian bertujuan untuk mengetahui jumlah sudu dan besar sudut kemiringan sudu yang menghasilkan efisiensi tertinggi, Cl (coefficient of lift) tertinggi, Cd (coefficient of drag) terendah, dan daya yang dikeluarkan (Pout) tertinggi.
Kincir dibuat dengan posisi poros horizontal dan sudu kincir terbuat dari kipas angin. Sudu kincir di desain agar sudu dapat dibongkar – pasang sehingga jumlah sudu dan besar sudut kemiringan sudu dapat diubah-ubah. Jumlah sudu yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2 sudu, 3 sudu, dan 6 sudu, sedangkan besar sudut kemiringan sudu divariasikan 30°, 45°, dan 60°. Percobaan dilakukan dalam wind tunnel agar kecepatan angin dapat diatur.
Dari percobaan tersebut diketahui bahwa efisiensi tertinggi diperoleh dari kincir 2 sudu pada sudut kemiringan sudu 60° dengan besar 39,5946. Cl tertinggi diperoleh dari kincir 2 sudu pada sudut kemiringan sudu 45° dengan besar 0,2365. Cd terendah diperoleh dari kincir 6 sudu pada sudut kemiringan sudu 30° dengan besar 0,0099. tertinggi diperoleh dari kincir 6 sudu pada sudut kemiringan sudu 60° dengan besar 17,8025 Watt.
out P
Kata kunci : Sudu, wind tunnel, Cl (coefficient of lift), Cd (coefficient of drag) .
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.
Dalam penulisan tugas akhir ini penulis menyadari bahwa ada begitu banyak pihak yang telah memberikan bimbingan, dorongan, tenaga, perhatian dan bantuan sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ir. Greg. Heliarko, S.J., S.S., B.S.T., M.A., M.Sc. selaku Dekan Fakultas Teknik.
2. Budi Sugiharto, S.T., M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin.
3. Ir.Y.B.Lukiyanto, M.T. selaku pembimbing terima kasih telah bersedia meluangkan waktu serta memberikan bimbingan dan saran yang tentunya sangat berguna untuk tugas akhir ini.
4. Seluruh dosen Teknik Mesin atas ilmu yang telah diberikan selama kuliah di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
5. Segenap karyawan Jurusan Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma yang telah membantu dalam hal fasilitas dan administrasi.
6. Kedua orang tua penulis, Bapak Santiko dan Ibu Yani Lestari atas semua dukungan yang sudah diberkan baik jasmani maupun rohani.
akhir ini yang terlalu banyak jika disebutkan satu-persatu.
Dengan rendah hati penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu berbagai kritik dan saran untuk perbaikan tugas akhir ini sangat diharapkan. Akhir kata, semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Terima kasih.
Yogyakarta, 26 Agustus 2008
Beny Wijaya
HALAMAN JUDUL BAHASA INGGRIS... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... v
INTISARI ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR GAMBAR... xiii
DAFTAR TABEL... xvi
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1Latar Belakang ... 1
1.2Perumusan Masalah ... 2
1.3Tujuan Penelitian ... 2
1.4Manfaat Penelitian ... 3
1.5Batasan Masalah ... 3
2.1 Tipe Turbin Angin ... 5
2.1.1 Keuntungan dari pemilihan HAWT (Horizontal-Axis Wind Turbines) ... 5
2.1.2 Kerugian dari pemilihan HAWT (Horizontal-Axis Wind Turbines) ... 6
2.2 Gerak Turbin ... 6
2.3 Gaya dan Torsi Aerodinamik pada Kincir Angin ... 8
2.3.1 Perolehan Gaya menurut Teori ... 8
2.3.2 Penjabaran Gaya pada Sudu... 11
2.3.3 Dasar Teori untuk perolehan Efisiensi Turbin dan Suhu ... 15
2.4 Tip Speed Ratio... 18
2.5 Angle of Attack ... 21
2.6 Chord Line ... 22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 26
3.1 Sarana Penelitian... 26
3.2 Peralatan Penelitian... 26
3.3 Tujuan Penelitian ... 28
3.4 Analisa Data ... 28
3.5 Langkah Penelitian... 29
3.6 Cara kerja Alat ... 34
4.1.1 Data yang diperoleh pada saat percobaan dengan menggunakan
jumlah sudu yang berbeda ... 36
4.2 Pengolahan data dan Perhitungan ... 37
4.2.1 Pehitungan dengan kincir yang berbeda jumlah sudu dengan variasi Sudu ... 37
4.3 Pembahasan dana Perihal lain yang mempengaruhi Cl ... 43
4.3.1 Tip Speed Ratio dan Chord ... 43
4.3.2 Alternator dan Beban ... 44
4.4 Grafik Hasil Perhitungan... 45
4.4.1 Grafik Hasil Perhitungan berdasarkan Angle of Attack ... 45
4.4.2 Grafik Perhitungan berdasarkan Jumlah Sudu... 53
4.4.3 Grafik Hasil Perhitungan Lain ... 58
BAB V PENUTUP... 63
5.1 Kesimpulan ... 63
5.2 Saran... 64
Gambar 2.1. Contoh suatu Drag dan Lift yang terjadi pada kapal ... 7
Gambar 2.2. Lift dan Drag pada sudu turbin angin ... 8
Gambar 2.3. Resultan gaya aerodimamik dan momen pada body... 10
Gambar 2.4. Resultan gaya aerodinamik dan komponen yang telah diuraikan 10 Gambar 2.5. Resultan gaya aerodinamik pada sebuah sudu yang posisinya 90° terhadap sudut datang angin... 12
Gambar 2.6. Resultan gaya aerodinamik yang terurai secara sederhana pada sudu yang berbentuk plat ... 12
Gambar 2.7. Contoh Chord pada 2 bidang yang berbeda ... 16
Gambar 2.8. Contoh grafik antara Lift dan Sudut kemiringan dengan airfoil bentuk NACA 4412... 18
Gambar 2.9. Penentuan tip speed ratio pada tiap jumlah sudu berbeda ... 19
Gambar 2.10. Sebuah bentuk sudu, arah aliran udara dan αsebagai angle of attack... 22
Gambar 2.11. Contoh sebuah Chord pada NACA 4412 ... 23
Gambar 2.12. Hubungan antara Chord dan Tip speed ratio... 24
Gambar 3.1. Turbin angin secara utuh tanpa kelistrikan ... 31
Gambar 3.2. Bagian – bagian dari kelistrikan... 31
Gambar 3.3. Penampang Sudu dan sekrup pengatur kemiringan ... 32
Gambar 3.4. Pengatur sudut kemiringan sudu ... 33
Gambar 3.5. Bosh ditempelkan pada rumah sudu dengan dilas ... 34
Gambar 4.1. Gambar luas permukaan sudu ... 38
Gambar 4.4. Grafik hubungan antara Pin dengan Angle of Attack ... 47
Gambar 4.5. Grafik hubungan Efisiensi dengan Angle of Attack ... 48
Gambar 4.6. Grafik hubungan antara Perbandingan Cl dan Cd dengan Angle of Attack ... 49
Gambar 4.7. Grafik hubungan antara Tip Speed Ratio dengan Angle of Attack ... 50
Gambar 4.8. Grafik hubungan antara Besar Cl berdasarkan pada perhitungan Chord dengan Angle of Attack ... 51
Gambar 4.9. Grafik hubungan antara Besar Cl dengan Jumlah sudu ... 52
Gambar 4.10. Grafik hubungan antara Besar Cd dengan Jumlah sudu ... 53
Gambar 4.11. Grafik hubungan antara Pin dengan Jumlah Sudu ... 54
Gambar 4.12. Grafik hubungan antara Efisiensi dengan Jumlah sudu ... 55
Gambar 4.13. Grafik hubungan antara Tip Speed Ratio dengan Jumlah sudu.... 56
Gambar 4.14. Grafik hubungan antara besar Cl berdasarkan perhitungan Chord dengan Jumlah sudu ... 57
Gambar 4.15. Grafik hubungan antara Tip Speed Ratio dengan Efisiensi Turbin... 58
Gambar 4.16. Grafik hubungan antara Tip Speed Ratio dengan Perbandingan Cl dan Cd ... 59
dan Cd ... 60 Gambar 4.19. Grafik hubungan antara Efisiensi SKEA dengan berdasarkan
jumlah sudu ... 61 out
P
Gambar 4.19. Grafik hubungan antara Efisiensi SKEA dengan berdasarkan
angle of attack... 62 out
P
Tabel 4.2. Data perolehan dari kincir 3 sudu ... 36
Tabel 4.3. Data perolehan dari kincir 2 sudu. ... 37
Tabel 4.4. Tabel perolehan S, Pin, dan Pout pada kincir 6 sudu ... 40
Tabel 4.5. Tabel perolehan S, Pin, dan Pout pada kincir 3 sudu ... 40
Tabel 4.6. Tabel perolehan S, Pin, dan Pout pada kincir 2 sudu ... 40
Tabel 4.7. Data perolehan Lift dan Drag,Pout dan Fout sudu 6 ... 41
Tabel 4.8. Data perolehan Lift dan Drag,Pout dan Fout sudu 3 ... 41
Tabel 4.9. Data perolehan Lift dan Drag,Pout dan Fout sudu 2 ... 41
Tabel 4.10. perolehan hasil efisiensi dan coeffisien Lift dan Drag pada kincir 6 sudu... 42
Tabel 4.11. perolehan hasil efisiensi dan coeffisien Lift dan Drag pada kincir 3 sudu... 42
Tabel 4.12. perolehan hasil efisiensi dan coeffisien Lift dan Drag pada kincir 2 sudu... 43
Tabel 4.13. Besar Tip Speed Ratio dan Chord 6 sudu... 43
Tabel 4.14. Besar Tip Speed Ratio dan Chord 3 sudu... 43
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini kebutuhan akan energi listrik terus meningkat. Namun energi listrik tidak dapat kita peroleh begitu saja dari alam. Diperlukan suatu proses tertentu untuk mendapatkannya karena alam tidak menyediakan energi listrik secara langsung. Energi listrik diperoleh dengan mengubah energi yang ada di alam misalnya, energi gerak, energi kimia, energi panas dan sebagainya, dengan suatu alat tertentu dan proses tertentu diubah menjadi energi lisrik. Dalam proses-proses tersebut membutuhkan alat-alat tertentu yang dapat mengubah ataupun mengkonversi suatu bentuk energi ke bentuk energi lain.
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan yang dapat dirumuskan pada pembuatan alat ini adalah sebagai berikut:
1) Indonesia mempunyai potensi angin yang banyak.
2) Alternatifnya dibuat desain alat yang sederhana dan mudah mendapatkannya, seperti kincir angin dengan sudu berupa fan (terbuat dari kipas angin ).
1.3 Tujuan Penelitian
1. Memperoleh data tentang koefisien Drag dan Lift suatu kincir dengan variasi sudut sudu.
2. Memperoleh data tentang koefisien Drag dan Lift suatu kincir dengan variasi jumlah sudu.
3. Memperoleh data tentang Efisiensi alat tersebut dari variasi besar sudut sudu, dan variasi jumlah sudu.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penulisan Laporan Tugas Akhir ini adalah:
1) Dapat dipergunakan sebagai sumber informasi pada daerah berangin yang kekurangan sumber tenaga listrik, karena dapat digunakan membangkitkan tenaga listrik.
2) Dapat menambah literatur (pustaka) tentang turbin angin sebagai pembangkit listrik.
1.5 Batasan Masalah
Agar permasalahan yang ada tidak berkembang menjadi luas, maka perlu adanya batasan terhadap permasalahan yang akan dibuat yaitu:
1) Pengendalian kecepatan angin menggunakan Wind Tunnel. 2) Jumlah sudu yang digunakan ialah 2 sudu, 3 sudu, 6 sudu. 3) Perubahan besar sudut adalah 30°, 45°, 60°
4) Data energi yang masuk pada alat adalah energi yang disebabkan oleh adanya angin.
5) Data energi yang keluar dari alat adalah energi listrik.
1.6 Langkah Perancangan
DASAR TEORI
2.1 Tipe Kincir Angin
Kincir angin poros horizontal adalah kincir dengan poros utama horizontal
dan generator pembangkit listrik pada puncak menara. Sedangkan kincir angin
poros vertikal adalah kincir dengan poros vertikal sepanjang menara dan
mempunyai generator pembangkit listrik dibawah poros.
Kincir angin modern yang sering dilihat saat ini adalah kincir dengan tiga
sudu, terkadang 2 sudu atau bahkan 1 sudu (dengan counter-balanced), dan
tertuju pada angin dengan motor computer-controlled. Menurut Danish turbin
manufaktur, kincir tiga sudu mempunyai Tip speed ratio yang tinggi, efisiensi
tinggi, dan mempunyai reaksi torsi rendah yangsering dipergunakan. Tipe ini
biasanya diletakkan pada ketinggian 200 sampai 295 kaki. Terkadang tipe ini
berputar pada 16.6 rpm dengan dipercepat gearbox, sehingga komponen
generator dapat berputar hingga 2200 rpm.
2.1.1 Keuntungan dari pemilihan HAWT (Horizontal-Axis Wind Turbines)
Seluruhnya self-starting
Dapat lebih murah karena menghasilkan volume produksi relatif
tinggi, bentuk lebih besar dan effisiensi yang lebih tinggi.
Dengan adanya menara yang tinggi mempermudah pemasangannya di
daratan atau dilepas pantai.
Menara yang tinggi menyebabkan perolehan angin lebih banyak. Dari
tiap kenaikan menara ±10 meter, dapat meningkatkan kecepatan
angin sebesar 20 % dan tenaga keluaran sekitar 34 %.
2.1.2Kerugian dari pemilihan HAWT (Horizontal - Axis Wind Turbines)
Harga dari HAWT menjadi kendala pembuatannya.
Kincir ini juga mengganggu kinerja radar angkatan udara.
Apabila sudu terlalu dekat dengan tanah sulit pengoperasiannya,
karena kincir ini lebih mementingkan aliran laminer daripada aliran
turbulen kincir.
Apabila dioperasikan dilepas pantai menyebabkan radar pada
kapal-kapal yang lewat terganggu.
2.2 Gerak Kincir
Pada intinya kincir angin mentransmisikan energi angin dan mengubahnya
melalui generator yang ada menjadi energi listrik. Energi angin yang diterima
oleh sudu akan membuat suatu aliran angin, sebagai contoh pada obyek yang
bergerak searah aliran angin, menghasilkan gaya yang disebut “drag” atau gaya
seret. Gaya seret digunakan terlebih dahulu pada kincir angin. Drag mudah
bekerja sangat pelan dan sudu yang bergerak berlawanan arah angin pada
umumnya memperlambat perputaran rotor. Gaya Drag adalah gaya dari angin
yang mendorong searah arah aliran angin, tetapi ada juga gaya lain yang disebut
“lift”. Gaya lift selalu bekerja tegak lurus arah aliran angin, dan gaya ini
perputaran rotornya berlawanan dengan drag yaitu semakin mempercepat
perputaran rotor.
Karakteristik sudu memerlukan spesifikasi lebar dan sudut kemiringan
sudu pada tiap sudunya, dimana spesifikasi lebar dan sudut kemiringan
berpengaruh sepanjang sudu. Gaya drag melawan arah gerak kincir, sedangkan
gaya Lift menyokong arah gerak kincir. Hal mengenai lift dan drag dapat dilihat
dari gambar 2.1. Angin mendorong layar maka akan menyeret kapal dan
disebut drag, tetapi hal tersebut berbeda pada kincir yang diperlihatkan pada
gambar 2.2 yang memperlihatkan bahwa angin mendorong sudu disebut Lift
Gambar 2.1 Contoh suatu Drag dan Lift yang terjadi pada kapal (Sumber : The Encyclopedia of Alternative Energy and Sustainable
Gambar 2.2Lift dan Drag pada sudu kincir angin.
(Sumber : The Encyclopedia of Alternative Energy and Sustainable
Living, A resource of The Worlds of David Darling)
2.3Gaya dan Torsi Aerodinamik pada Kincir Angin 2.3.1 Perolehan Gaya menurut Teori
Gaya angkat dan gaya seret tergantung pada koefisien CL dan Cd, yang
tiap saat tergantung pada potongan melintang sudu yang digunakan, dan pada
Persamaan untuk Lift dan Drag adalah;
(Sumber : Engineering Fluid Mechanics, halaman 71 )
Dengan:
kecepatan angin, m/s
Cl = Koefisien Lift
= Koefisien Drag
Cd
Pada intinya betapa komplek bentuk sudu atau sayap, gaya aerodinamik
dan momen sepanjang body merupakan 2 sumber dasar. Hanya mekanisme
yang menghubungkan gaya pada body dengan tekanan fluida, yang
didistribusikan ketegangan pada permukaan body. Efek dari tekanan ( ) dan
distribusi tegangan (
p
τ ) diintegrasikan menjadi resultan (R) dan momen (M ).
Gambar 2.3 Resultan gaya aerodimamik dan momen pada body.
(Sumber : Fundamental of Aerodynamics, halaman 14)
Sudut datang αdidefinisikan sebagai sudut antara Chord ( C ) dan .
Karena itu
∞ V
α juga merupakan sudut antara lift ( L ) dan gaya normal ( N ). dan
antara drag ( D ) dan gaya aksial ( A ). Hubungan geometri antara dua bentuk
komponen ditunjukan pada Gambar 2.4, dan gambar tersebut menjelaskan
berputarnya poros dikarenakan gaya dorong lift terhadap sudu.Sehingga akan
diperoleh torsi pada poros tersebut.
Gambar 2.4 Resultan gaya aerodinamik dan komponen yang telah
diuraikan.
Persamaan yang terbentuk dari gambar di atas adalah:
α
α sin
cos A
N
L= − ... (2.3)
α
α cos
sin A
N
D= + ... (2.4)
(Sumber : Fundamental of Aerodynamics, rumus 1.1, halaman 14)
Dengan:
N = Gaya Normal Sudu ( N )
A = Gaya Aksial Sudu ( N )
Lift dan drag diperoleh dari dua komponen, yaitu perpaduan antara gaya
normal dan gaya aksial sudu pada baling – baling kincir atau sayap pada
pesawat, dimana komponen R ( resultan ) terjadi karena adanya 2 gaya tersebut.
2.3.2 Penjabaran Gaya pada sudu
Dari data hasil percobaan Prof. John D. Anderson yang terdapat pada
Gambar 2.5 dapat memudahkan kita untuk mencari lift dan drag, yaitu dengan mengalikan gaya Normal dan dengan besar variabel sudut. Gaya aerodinamik
Gambar 2.5 Resultan gaya aerodinamik pada sebuah sudu yang posisinya
90° terhadap sudut datang angin.
α
β
∞ V
D
L N
Gambar 2.6 Resultan gaya aerodinamik yang terurai secara sederhana
pada sudu yang berbentuk plat.
Rumus yang terbentuk dari gambar diatas adalah:
α
cos N
L= ... (2.5)
α
sin N
Dengan:
α = Sudut antara arah datang angin dengan kemiringan sudu (°)
N = Fout = Gaya keluaran.
Gambar 2.6 menjelaskan resultan gaya aerodinamik yang terurai. Resultan gaya aerodinamik yang terurai merupakan hasil penjabaran dari kincir yang
berbentuk plat. Dari persamaan 2.5 dan persamaan 2.6 dapat diperoleh CL dan
Cd, dengan memasukkan hasil perolehan L dan D ke dalam persamaan 2.1 dan
2.2.
Perolehan gaya N atau gaya normal yang disebutkan sama dengan
gaya keluaran. Gaya tersebut merupakan hasil bagi dengan
out F
out
P V∞
Sehingga perolehan Foutdapat dicari denagn persamaan 2.7;
Dari persamaan 2.8 diatas dapat diperoleh torsi yaitu dengan persamaan;
Untuk gaya yang masuk atau yang menggerakkan kincir adalah dan
persamaan untuk adalah:
in
P = Daya masukan dari angin. (Watt)
2.3.3 Dasar teori untuk perolehan efisiensi kincir dan sudu
Tegangan dan arus listrik diperoleh dari besar listrik yang dihasilkan oleh
generator ( alternator ). Hasil tersebut juga dapat digunakan untuk mencari
besar momen yang terjadi pada sudu. Efisiensi sebuah sudu dapat ditentukan
dengan membandingkan besar lift dan drag, sedang efisiensi kincir ditentukan
dari membandingkan besar Pin dan Pout.
Dynamics Pressure
Dalam perkembangan aerodinamika,akan lebih jelas dimana jumlah luas
dari sebuah benda datar lebih bersifat mendasar daripada gaya aerodinamik dan
momen itu sendiri. Dalam persamaan Fundamental of Aerodynamics, ρ∞adalah
densitas udara, dan adalah kecepatan sebuah udara, yang masing – masing
dalam aliran bebas berada sampai ujung dari sebuah body. Maka banyaknya
ukuran disebut juga aliran dynamics pressure
∞ V
Dengan persamaan 2.9 dibawah ini.
2
Dynamics pressure mempunyai satuan tekanan ⎟⎟
⎠
tambahannya, S merupakan Luas area dan l merupakan panjang. Maka koefisien
S q
L CL
∞
= ... (2.12)
S
q
D
C
d∞
=
... (2.13)Pada persamaan koefisien 2.12 dan 2.13, merupakan koefisien pada
sebuah bentuk body; pada bentuk yang berbeda, A dan l mungkin saja dapat
berbeda arti. Contoh seperti pada sayap pesawat, S adalah luas sayap dan l
adalah panjang Chord. Seperti pada Gambar 2.6
Gambar 2.7 Contoh chord pada 2 bidang yang berbeda
Efisiensi kincir ditentukan dengan persamaan 2.13 sedang efisiensi kincir
dengan persamaan 2.14.
Perbandingan Cl dan Cd =
d L
C C
... (2.14)
Efisiensi Sistem Konversi Energi Angin (SKEA) = ×100
in out
P P
% ..(2.15)
Berdasarkan gaya-gaya yang sudah diperoleh yaitu lift dan drag,
semuanya tergantung terhadap besar sudut α dan dipengaruhi oleh luas
penampang melintang sudu yang digunakan, dimana angin tersebut menumbuk
sudu. Kita tidak dapat menghitung koefisien lift dan drag, koefisien tersebut
dapat diukur melalui percobaan dalam Wind Tunnel, dan dicatat. Berikut adalah
grafik antara Lift dengan sudut kemiringan sudu (α ). Semakin α meningkat
Lift juga meningkat hingga sampai pada titik dimana sudu mengalami
perlambatan.
Stall
Pada Aerodinamik, perlambatan itu disebut Stall, dimana hal tersebut
mereduksi gaya Lift yang dihasilkan oleh sebuah airfoil. Ini terjadi ketika sudut
datang kritis dari airfoil melebihi batas, biasanya terjadi pada sudut 14 sampai
Gambar 2.8 Contoh grafik antara Lift dan Sudut kemiringan dengan airfoil bentuk NACA 4412
(Sumber : Http://www.windmission.dk/workshop/books.html)
2.4Tip Speed Ratio
Efisiensi tertinggi dari kincir dengan tiga sudu mempunyai tip speed ratio
5. Pada umumnya Tip speed ratio yang tinggi lebih baik, tetapi tidak berarti
dimana mesin bertambah berisik dan terlalu tegang. Tip speed ratio akan
menentukan berapa cepat kincir angin yang diinginkan akan berputar dan juga
sebagai implikasi untuk alternator yang dapat digunakan. contoh tip speed ratio
Gambar 2.9 Penentuan tip speed ratio pada tiap jumlah sudu berbeda.
(Sumber : Http://www.hugh.piggott@enterprise.net)
Kincir angin modern dibuat untuk berputar pada kecepatan bervariasi.
Menggunakan aluminium dan komposit pada sudu – sudunya menghasilkan
putaran inertia rendah, yang mana kincir angin yang baru dapat dengan mudah
mempercepat putaran jika angin dapat mengangkat, dan menjaga tip speed ratio
lebih mendekati konstan. Pengoperasian mendekati pada optimalnya tip speed
ratio saat hembusan keras dari angin mengizinkan kincir angin untuk
meningkatkan energi yang ditangkap dari hembusan keras yang tiba – tiba
adalah merupakan tipe di tempat berpopulasi.
Sebaliknya, bentuk lama kincir angin dibuat dengan sudu besi yang berat,
dimana lebih memiliki inertia yang besar, dan berputar pada kecepatan,
yang tinggi menahan perubahan dalam kecepatan putaran dan itu membuat daya
keluaran lebih stabil.
Pada intinya aspek ratiosangat penting dan merupakan indikator dari
liftdan drag pada sudu yang terbentuk. Di sebuah pesawat yang mempunyai
aspek rasio tinggi – dengan sayap lebar dan tipis – akan menyebabkan drag
berkurang, dimana keadaannya didominasi dengan angin kecepatan rendah.
Itulah mengapa Para Gliders mempunyai sayap yang panjang.
Tip speed ratio ditentukan sendiri tetapi bila perlu dapat diperhitungkan
dengan rumusan;
r
λ adalah local speed ratio pada sebuah sudu r dapat disebut sebagai tip
jari-jari sudu dengan r = R sehingga;
∞
2.5Angle of Attack
Pada teori tentang aerodinamik Angle of attack dapat dideskripsikan
sebagai sudut antara airfoil dengan chord line (garis penghubung antara leading
edge dengan trailing edge) dan relativitas aliran angin, yang mengarahkan
secara efektif gerak sudu. Ini dapat dideskripsikan sebagai sudut antara ujung
sayap / sudu dan kemana arah bergerak.
Angle of attack sering disalah artikan dengan sudut pancang. Angle of
attack tidak dapat diukur dari batas horizon, atau tanah; dimana sudut pancang
tersebut didapat. Ditunjukan pada Gambar 2.10
Apabila jumlah lift dihasilkan dengan hubungan angle of attack, maka
lebih besar sudut yang dihasilkan maka makin besar pula lift yang dihasilkan
(juga tidak ketinggalan pula Drag). Yang lainnya tergantung pada titik
pereduksi atau Stall, dimana lift mulai berkurang karena pemisahan aliran. Hal
ini jika terjadi pada pesawat terbang maka akan membuat pesawat tersebut sulit
Gambar 2.10 Sebuah bentuk sudu, arah aliran udara dan αsebagai angle of attack.
( Sumber : "http://en.wikipedia.org/wiki/Angle_of_attack”)
2.6Chord Line
Chord sebuah sudu harus dioptimalkan untuk memberikan tenaga
maksimum terutama pada tip speed ratio dalam hubungannya dengan
Coefficient lift, mengabaikan drag dan tip loss atau kerugian-kerugian pada
ujung. Maka bentuk persamaan chord yang optimal seperti pada
persamaan.Gambar 2.11 adalah sebuah contoh sebuah chord bentuk NACA
Gambar 2.11 Contoh sebuah Chord pada NACA 4412
(Sumber : Http://www.hugh.piggott@enterprise.net)
Dari Gambar 2.11 dapat diperlihatkan juga Chord berlaku untuk
sepanjang sudu dan berikut adalah hubungannya dengan Tip speed ratio seperti
R
r
Gambar 2.12 Hubungan antara Chord dan Tip speed ratio (Sumber : Http://www.hugh.piggott@enterprise.net)
Gambar 2.12 menghasilkan persamaan 2.17a seperti dibawah ini;
λμ
Dari persamaan 2.17a dapat disederhanakan menjadi dengan mengabaikan
Cl
Sehingga menjadi ;
Pada c
( )
μ terdapat unsur Cl (coefficient of lift), maka dari itu Chorddapat mempengaruhi kincir angin. Dan untuk mencari Cl (coefficient of lift)
dapat menggunakan persamaan;
( )
μ μλ
π 1
9 16
2⋅ ⋅ ⋅
⋅ =
B c
R
Cl ... (2.18e)
Dengan :
c = Chord (m)
μ =
R
r = Posisi radial non-dimensional
=
B Jumlah sudu yang terpasang
(Sumber : Wind Energy Handbook, Tony Burton halaman 338)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Sarana Penelitian
Sarana yang digunakan untuk penelitian adalah Kincir angin yang terbuat
dari Kipas angin gantung dengan memvariasikan sudut dan jumlah sudu kipas
tersebut, yang akan menghasilkan daya masukan yang berbeda.
3.2 Peralatan Penelitian
Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah :
1. Alternator
Alat ini berfungsi sebagai alat yang mengubah gaya gerak menjadi
listrik. Alternator menghasilkan arus listrik dan tegangan listrik
yang berfungsi untuk mencari besar daya yang dikeluarkan.
2. Tachometer
Alat ini digunakan untuk mengukur putaran poros motor DC.
Tachometer yang digunakan tachometer jenis digital light
tachometer, yang prinsip kerjanya dengan memancarkan sinar
untuk membaca sensor yang berupa pemantul cahaya (contoh
3. Wind Tunnel
Alat ini berfungsi sebagai lorong yang menangkap dan
mengumpulkan angin dan menghembuskannya pada kincir yang
juga diletakkan didalam Wind Tunnel tersebut, pengaturan
kecepatan angin dilakukan dialat ini.
4. Fan / Blower
Alat ini menghembuskan angin yang akan disalurkan ke Wind
Tunnel.
5. Accu
Sebagai sumber arus listrik. Pada alternator, listrik dari accu
digunakan sebagai pemancing magnet agar alternator dapat terus
menghasilkan listrik saat accu dimatikan.
6. Multimeter
Alat ukur untuk mengukur kelistrikan pada beban yang diberikan.
7. Lampu / beban
Berfungsi sebagai beban dalam percobaan ini dan beban ini yang
akan diukur.
8. Anemometer
3.3 Tujuan Penelitian
Adapun variabel yang digunakan dalam pengujian yaitu:
a. Sudut sudu
Variasi sudut sudu yang diambil sebanyak tiga variasi, yaitu 30°, 45° ,
60°. Sudut sudu ini diambil dari sudut tegak lurus sudu terhadap fan,
jadi dapat dibilang sudut 0° sama dengan 90° sudu terhadap fan.
Variasi ini merupakan variasi pertama untuk mencari efisiensi
b. Jumlah sudu
Variasi jumlah sudu yang diambil sebanyak 3 kali dengan jumlah 2
sudu, 3 sudu, 6 sudu. Jumlah ini merupakan variasi kedua dalam
mencari efisiensi.
3.4 Analisa Data
Data yang diambil dari percobaan ini adalah sebagai berikut :
a. Putaran poros kincir dan Alternator yang dihasilkan ( n ).
b. Tegangan (VL) dan Arus (IL) listrik pada Lampu.
c. Kecepatan angin (V∞) yang digunakan didapat dari pengukuran
Anemometer yang diletakan didepan Wind Tunnel.
d. Untuk mendapatkan Pin maka haruslah mendapatkan S yang didapat
dari luasan (A ) seluruh kincir dan dikalikan dengan besar sudu dan
jumlah sudu.
e. Pout diperoleh dari pengkalian tegangan (VL) dan Arus (IL) listrik
f. Dari hasil Pout diperoleh FAlt yang merupakan gaya alternator.
g. Gaya alternator tersebut bila dikalikan dengan (r) yang merupakan
jari-jari maka didapatkan torsi alternator tersebut.
h. Dari FAlt yang sudah didapat maka dapat diuraikan seperti pada
Gambar 2.5, dan dengan menggunakan persamaan 2.5 dan 2.6 maka
didapatkan Lift (L) dan Drag (D).
dapat diperoleh CLdanCd menggunakan persamaan 2.11 dan 2.12.
j. Selanjutnya ditentukan efisiensi turbin dan efisiensi kincir dengan
menggunakan persamaan 2.13 dan 2.14
3.5 Langkah Penelitian
a. Kincir angin dipasang didalam Wind Tunnel dan dibaut supaya tidak
bergerak sedikitpun.
b. Puli besasr kincir angin dihubungkan dengan alternator, kemudian
dihubungkan pada accu secara seri, lampu dihubungkan secara paralel.
Pada hubungan seri accu diberi saklar, untuk memutus dan
menyambungkan arus listrik.
c. Didepan kincir angin dipasang anemometer untuk mengetahui besar
angin yang ada dalam Wind Tunnel.
d. Setelah semua siap. Blower dihidupkan untuk menghembuskan angin
e. Setelah angin dapat memutar kincir pada kecepatan maksimum dan
konstan, maka saklar accu dihidupkan supaya alternator memperoleh
magnet dari arus listrik yang disediakan oleh accu. Accu dihidupkan
hanya sebentar karena hanya untuk memancing gaya magnet pada
alternator, karena alternator tidak mempunyai magnet permanen.
f. Setelah lampu menyala maka dapat diukur tegangan dan arus pada
lampu, diukur juga perputaran poros apda puli alternator.
g. Jalannya percobaan a-f dilakukan berulang dengan variasi sudut sudu
30° ,45° ,60°.
h. Setelah percobaan sudut sudu selesai, maka dapat diteruskan dengan
percubaan jumlah sudu yaitu 6 sudu ,3 sudu ,2 sudu.
Gambar 3.1 Turbin angin secara utuh tanpa kelistrikan
Gambar 3.2 Bagian – bagian dari kelistrikan
1 2 6 3
Keterangan bagian-bagian kincir
1. Sudu
Merupakan bagian untuk menangkap angin yang berupa bilah-bilah
tipis.
Gambar 3.3 Penampang sudu dan sekrup pengatur kemiringan
2. Rumah sudu
Bagian pusat yang merupakan tempat – tempat pengatur sudu yang
terbagi sebanyak 6 bagian.
3. Tempat pengatur sudut sudu
Tempat yang mengatur sudut kemiringan sudu terhadap arah
datang angin. Luas penampang
sudu
Sekrup pengatur sudut kemiringan
Gambar 3.4 Pengatur sudut kemiringan sudu
4. Tempat Alternator.
Di bagian ini alternator ditempatkan dan disambungkan dengan
puli besar kincir.
5. Puli besar
Puli ini berfungsi sebagai penambah kecepatan putaran kincir,
yaitu dari puli besar ini menuju puli kecil alternator.
6. Bosh
Bosh digunakan untuk menyambung rumah sudu dengan poros
sehingga membentuk satu kesatuan kincir angin. Baut untuk
Gambar 3.5 Bosh ditempelkan pada rumah sudu dengan dilas
3.6 Cara kerja alat
Cara kerja dari Turbin angin adalah sebagai berikut;
1. Turbin dipasang pada wind tunnel dan diatur sudut kemiringannya.
2. Setelah mengatur sudut kemiringan, maka memasang kelistrikan
seperti pada gambar 3.2.
3. Pemasangan anemometer diletakan pada wind tunnel bagian depan.
4. Pada saat angin berhembus pada wind tunnel, maka akan
mendorong sudu turbin untuk berputar. Sudu
Pengatur kemiring
Bosh
5. Setelah kincir berputar dan mencapai putaran yang stabil, maka
saklar diposisikan ON. Untuk mengalirkan listrik dari accu
dihidupkan hingga lampu dapat menyala dengan stabil.
6. Setelah lampu dapat menyala dengan stabil, saklar kembali
di-OFF-kan.
7. Pada saat saklar posisi OFF dan lampu dapat menyala dengan
hanya alternator, dilakukanlah pengukuran terhadap tegangan
listrik, arus listrik, putaran pada puli alternator. Setelah selesai
pengukuran, angin berhenti dihembuskan, supaya tidak ada magnet
pada alternator.
8. Setelah selesai melakukan pengukuran pada salah satu sudut, maka
dilakukan perubahan sudut kemiringan sudu. Hal ini dilakukan
pada sudut kemiringan 30°,45°,60°
9. Pengukuran dilakukan pada sudut-sudut diatas dan percobaan
berikutnya ke perubahan jumlah sudu yaitu 2 sudu, 3 sudu, 6 sudu.
Pada tiap percobaan sudu juga dilakukan pengubahan sudut
4.1 Data Penelitian
4.1.1 Data yang diperoleh pada saat percobaan dengan menggunakan jumlah sudu yang berbeda adalah sebagai berikut :
Sudut pengambilan data diambil pertama kali pada sudut 90°
Keterangan:
∞
V = kecepatan angin (m s) =10 m s
α
=
Angleof Attack = 30°, 45°, 60°r = Jari - jari sudu = 0,415 m
a. Data hasil percobaan setelah di rata - rata
Percobaan dilakukan 3 kali supaya diperoleh hasil baik dan dirata-rata
supaya mempermudah perhitungan, pada tiap percobaan disertakan
variasi sudu supaya dapat dilihat secara langsung.
Tabel 4.1 Data perolehan dari kincir 6 sudu;
Besar derajat V I Putaran generator kemiringan Lampu Lampu berbeban Lampu
60° 9,67 1,841 623,34
45° 8,167 0,567 646,67
30° 8,146 0,35 651
Tabel 4.2 Data perolehan dari kincir 3 sudu;
Besar derajat V I Putaran generator kemiringan Lampu Lampu berbeban Lampu
60° 7,534 1,643 500-1400
45° 7,5 1,613 1373,67
Keterangan :
Pada kincir 3 sudu dengan pengaturan sudut 30° putaran kincir tidak
stabil, sehingga pada perolehan V dan I menjadi terganggu karena
ketidakstabilan tersebut.
Tabel 4.3 Data perolehan dari kincir 2 sudu;
Besar derajat V I Putaran generator kemiringan Lampu Lampu berbeban Lampu
60° 7,12 1,54 400
45° 7,53 1,74 1130
30° 7,434 1,643 834,34
4.2 Pengolahan data dan perhitungan
4.2.1 Perhitungan dengan kincir yang berbeda jumlah sudu dengan variasi sudu
Dari tabel data 4.1 diperoleh hasil sebagai berikut:
V = Tegangan listrik yang dihasilkan alternator (volt)
= 9,67 Volt
I = Arus listrik yang dihasilkan dari alternator (Ampere)
= 1,841 Ampere
n = Putaran poros alternator (rpm)
= 623,34 rpm
Dari data - data diatas dapat ditentukan luas sudu (A) yaitu dengan
mencari luas dari sudu yang sudah dibagi - bagi menjadi bagian - bagian
kecil, seperti pada gambar 4.1. Hal ini untuk mempermudah perhitungan
LuasIII
Luas II
Luas I 41.5 cm
Gambar 4.1 Gambar luas permukaan sudu yang dibagi menjadi beberapa bagian.
Dari gambar 4.1 didapatkan;
Dengan;
=
A Luas permukaan sudu secara terpisah.
Setelah diperoleh hasil dari luas sudu, maka dapat diperoleh yaitu
dengan persamaan;
S
B Jumlah sudu yang terpasang
Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 4.4, dari tabel juga
diperlihatkan hasil perhitungan Pin dan Pout.
diperoleh dengan persamaan sebagai berikut;
in
P = Daya masukan dari angin. (Watt)
Tabel 4.4 tabel perolehan S, Pin, dan Pout pada kincir 6 sudu
Besar derajat
kemiringan S
Besar derajat
kemiringan S
Besar derajat
kemiringan S
Berdasarkan persamaan 2.7, maka didapat hasil berupa dan
apabila dibagi dengan jari – jari dari kincir angin atau panjang sudu (r)
akan didapatkan Torsi keseluruhan.
out F
out F
Dengan pada sebuah sudu, maka menimbulkan gaya yang
akan membuat sudu tersebut terdorong. Apabila sudu tersebut dalam kondisi
searah dengan arah angin, maka N sama dengan besar . Dan oleh sebab
itu persamaan 2.5 dan persamaan 2.6 dapat diperoleh dan dapat diterapkan.
out
F Fout
dan 2.8 yang menjelaskan dan . Maka diperoleh hasil seperti pada
tabel – tabel dibawah ini.
out
Setelah memperoleh hasil pada tabel – tabel diatas, maka Cl dan Cd
dapat dihitung. Tetapi terdapat satu faktor lagi yang haruslah ditambahkan
pada persamaan untuk mencari Cl dan Cd yaitu dynamics pressure.
Dynamics pressure dapat diperoleh dengan persamaan 2.10, dimana
berlaku untuk Cl dan . Setelah memperoleh dynamics pressure,
dan dapat ditentukan dengan persamaan 2.11 dan 2.12.
∞
q Cd Cl
Setelah Cl dan Cd didapatkan, maka Perbandingan Cl dan Cd, dan
efisiensi SKEA atau efisiensi Sistem Konversi Energi Angin dapat diperoleh
juga. Dengan menggunakan persamaan 2.13 dan 2.14, diperoleh
perbandingan Cl dan Cd dan efisiensi SKEA atau efisiensi Sistem Konversi
Energi Angin tersebut.
Berikut adalah tabel hasil dari perhitungan menggunakan persamaan –
persamaan yang sudah ada.
Tabel 4.10 perolehan hasil efisiensi dan coeffisien Lift dan Drag pada kincir
6 sudu
Besar derajat Cl Cd Perbandingan Efisiensi kemiringan Cl dan Cd SKEA
60° 0,1071 0,1855 0,5774 21,4286
45° 0,0279 0,0279 1,0000 3,9419
30° 0,0172 0,0099 1,7320 1,9814
Tabel 4.11 perolehan hasil efisiensi dan coeffisien Lift dan Drag pada kincir
3 sudu
Besar derajat Cl Cd Perbandingan Efisiensi
kemiringan Cl dan Cd SKEA
60° 0,1489 0,2580 0,5774 29,7994
Tabel 4.12 perolehan hasil efisiensi dan coeffisien Lift dan Drag pada kincir
2 sudu
Besar derajat Cl Cd Perbandingan Efisiensi
kemiringan Cl dan Cd SKEA
60° 0,1979 0,3427 0,5774 39,5946 45° 0,2365 0,2365 1,0000 33,4603 30° 0,2204 0,1273 1,7320 25,4652
4.3 Pembahasan dan Perihal lain yang mempengaruhi Cl 4.3.1Tip Speed Ratio dan Chord.
Dari percobaan yang dilakukan ditemukan beberapa hal yang dapat
mempengaruhi laju putaran kincir angin. Seperti pada bab II, telah
dituliskan persamaan yang mempengaruhi laju putaran angin, yaitu tentang
Tip Speed Ratio dan Chord.
Dari persamaan 2.16 dan 2.17e dapat diperoleh hasil seperti pada tabel
dibawah ini;
Tabel 4.13. Besar Tip Speed Ratio dan Chord 6 sudu
60° Unsteady Unsteady Unsteady
45° 57,0073 0,0041 0,1126
Tabel 4.15. Besar Tip Speed Ratio dan Chord 2 sudu
Dari tabel – tabel yang sudah didapat, maka dapat dibandingkan
dengan hasil yang diperoleh dari perhitungan Cl dari perhitungan . Hasil
dari perhitungan keduanya menunjukkan perbedaan yang sungguh
mencolok, karena pada intinya perhitungan dari merupakan perhitungan
mula – mula untuk merancang dan hasil yang sebenarnya dapat dikatakan
adalah Cl dari Chord. Hal ini juga didukung oleh karena perhitungan dari
masih ditambah dari besar listrik dari alternator.
out
4.3.2 Alternator dan beban
Pada percobaan kincir 3 sudu 60°, terjadi putaran yang tidak tetap yang
mencapai putaran maksimal 1400 rpm dan putaran minimal 500 rpm. Hal ini
terjadi oleh karena alternator yang digunakan tidak bersifat magnet
permanen.
Pada alternator dengan magnet permanen akan menjadikan alternator
Listrik dari accu akan memicu aliran listrik dalam alternator yang akan
memberikan medan magnet yang akan membuat alternator tersebut bekerja,
tetapi apabila sambungan ke accu dilepas dari alternator yang sudah bekerja,
maka alternator tersebut akan bekerja dengan menghasilkan listrik sendiri
yang akan menghidupkan lampu atau beban.
Pada beban, apabila beban tersebut terlalu kecil maka alternator akan
menjadi On / Off sehingga alternator menjadi tidak dapat membebani secara
terus menerus. Hal tersebut dapat dilihat pada percobaan 3 sudu 60°.
Alternator magnet tak permanen akan menyedot sebagian listrik untuk
menghasilkan medan magnet dalam alternator untuk memacu listrik.
4.4 Grafik Hasil Perhitungan
4.4.1 Grafik Hasil Perhitungan berdasarkan Angle of Attack
6 sudu
Angle of Attack
Cl
6 sudu 3 sudu
2 sudu
Grafik 4.2 merupakan grafik dengan hubungan besar Cl dengan angle
of attack atau sudut kemiringan. Berdasarkan angle of attack, Cl maksimum
diperoleh dari kincir dengan 2 sudu 45° dengan besar 0,2365, dan Cl
Minimum diperoleh dari kincir 6 sudu 30° dengan besar 0,0172.
6 sudu
Angle of Attack
Cd
6 sudu
3 sudu 2 sudu
Gambar 4.3. Grafik hubungan Besar Cd dengan Angle of Attack
Grafik 4.3 merupakan grafik dengan hubungan besar Cd dengan angle
of attack atau sudut kemiringan. Berdasarkan angle of attack, Cd maksimum
diperoleh dari kincir dengan 2 sudu 60° dengan besar 0,3427, dan Cd
0 20 40 60 80 100 120 140 160
0 10 20 30 40 50 60 70
Angle of Attack
P in
6
3
2
Gambar 4.4. Grafik hubungan antara Pin dengan Angle of Attack.
Gambar 4.4 adalah grafik yang menunjukkan besar yang
dihasilkan dengan angle of attack. Berdasarkan angle of attack, terbesar
dihasilkan saat 6 sudu 30° dengan besar 143,8912 W dan hasil terkecil yang
didapat saat 2 sudu 60° yaitu dengan besar 27,6927 W.
in P
6 sudu
Angle of Attack
Ef
Gambar 4.5. Grafik hubungan Efisiensi dengan Angle of Attack
Grafik dari gambar 4.5 adalah grafik yang menunjukkan besar efisiensi
alat konversi tersebut dengan besar angle of attack. Berdasarkan angle of
attack, Efisiensi maksimum diperoleh dari kincir dengan 2 sudu 60° dengan
besar 39,5946 dan, Efisiensi Minimum diperoleh dari kincir 6 sudu 30°
0
Angle of Attack
P
Untuk semua sudu percobaan
Gambar 4.6. Grafik hubungan antara Perbandingan Cl dan Cd dengan
Angle of Attack.
Gambar 4.6 merupakan hubungan antara perbandingan Cl dan Cd
dengan besar angle of attack. Hasil grafik menunjukkan sudut 30° paling
6 sudu
Angle of Attack
Ti
Gambar 4.7. Grafik hubungan antara Tip Speed Ratio dengan
Angle of Attack.
Gambar 4.7 merupakan grafik hubungan besar tip speed ratio dengan
besar angle of attack. Berdasarkan angle of attack, 3 sudu 45° adalah hasil
0,00
Angle of Attack
C
Gambar 4.8. Grafik hubungan antara Besar Cl berdasarkan pada perhitungan
Chord dengan Angle of Attack.
Gambar 4.8 adalah grafik hubungan besar Cl yang dihitung dari chord,
dengan besar angle of attack. Berdasarkan angle of attack, sudut 30° adalah
6 sudu
Angle of attack
P
out
6 sudu
3 sudu
2 sudu
Gambar 4.9. Grafik hubungan antara Pout dengan Angle of Attack.
Gambar 4.9 menunjukkan hubungan besar dengan Angle of
Attack. Berdasarkan angle of attack, hasil terbesar terdapat pada 6 sudu
60° yaitu 17,8025 W dan yang terkecil adalah 6 sudu 30° yaitu 2,8511 W.
out P
4.4.2. Grafik perhitungan berdasarkan Jumlah sudu
Gambar 4.10. Grafik hubungan antara Besar Cl dengan Jumlah sudu.
Gambar 4.10 menunjukkan grafik hubungan besar Cl dengan besar
jumlah sudu. Berdasarkan jumlah sudu, Cl terbesar didapat dari 6 sudu 45°
60°
Gambar 4.11. Grafik hubungan antara Besar Cd dengan Jumlah sudu.
Gambar 4.11 menunjukkan grafik hubungan besar Cd dengan besar
jumlah sudu. Berdasarkan jumlah sudu, Cd terbesar didapat dari 2 sudu 60°
60°
Gambar 4.12. Grafik hubungan antara Pin dengan Jumlah Sudu.
Gambar 4.12 menunjukkan grafik hubungan besar dengan besar
jumlah sudu. Berdasarkan jumlah sudu, terbesar didapat dari 6 sudu 30°
60°
Gambar 4.13. Grafik hubungan antara Efisiensi dengan Jumlah sudu.
Gambar 4.13 menunjukkan grafik hubungan besar Efisiensi dengan
besar jumlah sudu. Berdasarkan jumlah sudu, Efisiensi terbesar didapat dari
6 sudu 30° yaitu 39,5946 dan Efisiensi terkecil didapat pada 2 sudu 60°
60°
Gambar 4.14. Grafik hubungan antara Tip Speed Ratio dengan Jumlah sudu.
Gambar 4.14 menunjukkan grafik hubungan besar Tip Speed Ratio
dengan besar jumlah sudu. Berdasarkan jumlah sudu, Tip Speed Ratio
terbesar didapat dari 6 sudu 30° dan Tip Speed Ratio terkecil didapat pada 2
0,00
Gambar 4.15. Grafik hubungan antara besar Cl berdasarkan perhitungan
Chord dengan Jumlah sudu.
Gambar 4.15 adalah grafik hubungan besar Cl yang dihitung dari
chord, dengan besar jumlah sudu. Berdasarkan jumlah sudu, 2 sudu adalah
hasil terbesar dan 6 sudu adalah hasil terkecil.
4.4.3 Grafik hasil perhitungan lain
Dari hasil perhitungan dan tabel yang telah didapat, maka dapat
6 sudu
Efisiensi Sistem Konversi Energi Angin
Ti
Gambar 4.16. Grafik hubungan antara Tip Speed Ratio dengan
Efisiensi SKEA.
Gambar 4.16 menunjukkan grafik hubungan besar Tip Speed Ratio
dengan besar Efisiensi Turbin. Berdasarkan Tip Speed Ratio, Efisiensi
terbesar didapat dari 2 sudu yaitu 39,5946% dan Efisiensi terkecil didapat
6 sudu 6 sudu 6 sudu
Perbandingan Cl dan Cd
Ti
Gambar 4.17. Grafik hubungan antara Tip Speed Ratio dengan Perbandingan
Cl dan Cd.
0,00 0,50 1,00 1,50 2,00
Perbandingan Cl dan Cd
Gambar 4.18 menunjukkan grafik hubungan Efisiensi Turbin dengan
Perbandingan Cl dan Cd. Hasil yang terbesar didapat dari 2 sudu dengan
efisiensi sebesar 39,5946% dan hasil terkecil didapat pada 6 sudu dengan
efisiensi sebesar 1,9814%.
6 sudu
Efisiensi SKEA (Sistem Konversi Energi Angin)
P
out
6 sudu
3 sudu 2 sudu
Gambar 4.19. Grafik hubungan antara Efisiensi SKEAdengan
berdasarkan jumlah sudu.
out P
Gambar 4.19 adalah grafik yang menunjukkan hubungan antara besar
efisiensi SKEA dengan . Hasil tersebut memperlihatkan tertinggi
dihasilkan di 6 sudu walaupun efisiensinya rendah. Sebaliknya, efisiensi
tertinggi terdapat pada 2 sudu dengan hasil yang rata – rata. Semua hal
ini diperlihatkan dengan perbandingannya melalui jumlah sudu.
out
P Pout
60°
Efisiensi SKEA (Sistem Konversi Energi Angin)
P
out
60°
45°
30°
Gambar 4.20. Grafik hubungan antara Efisiensi SKEAdengan
berdasarkan angle of attack.
out P
Gambar 4.19 adalah grafik yang menunjukkan hubungan antara besar
efisiensi SKEA dengan . Hasil memperlihatkan tertinggi dihasilkan
saat sudut 60°. Efisiensi tertinggi juga didapatkan pada sudut 60°. Hasil
dan efisiensi terendah diperlihatkan pada 30°.
out
P Pout
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian dan perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa :
a) Cl maksimum diperoleh dari kincir dengan 2 sudu 45° dengan besar 0,2365, dan Cl Minimum diperoleh dari kincir 6 sudu 30° dengan besar 0,0172. b) Cd maksimum diperoleh dari kincir dengan 2 sudu 60° dengan besar 0,3427,
dan Cd Minimum diperoleh dari kincir 6 sudu 30° dengan 0,0099.
c) Efisiensi maksimum diperoleh dari kincir dengan 2 sudu 60° dengan besar 39,5946 dan , Efisiensi Minimum diperoleh dari kincir 6 sudu 30° dengan besar 1,9814.
d) Berdasarkan jumlah sudu, tertinggi dihasilkan pada kincir 6 sudu
dengan besar 17,8025 Watt, dan terendah juga dihasilkan pada kincir 6
sudu dengan besar 2,8511 Watt. out P
out P
e) Berdasarkan besar sudut kemiringan sudu, tertinggi dihasilkan pada
sudut kemiringan sudu 60° dengan nilai 17,8025 Watt. terendah
diperlihatkan pada sudut kemiringan sudu 30° dengan nilai 2,8511 Watt. out
P
out P
f) Pada kincir 3 sudu dengan besar sudut 30°, putaran kincir tidak stabil. Sehingga perolehan V dan I menjadi terganggu karena ketidakstabilan tersebut. Hal ini dikarenakan adanya faktor tip speed ratio dan faktor
aerodinamik dari sudu tersebut, yang membuat aliran udara setelah melewati sudu menjadi rusak.
g) Untuk mencari Cl dapat menggunakan beberapa cara yaitu dengan dan
Chord. Pada Chord menggunakan Tip Speed Ratio dimana berpengaruh pada besar Kecepatan kincir.
out P
5.2 Saran
Adapun saran untuk pihak yang akan mengembangkan penelitian pada bidang ini adalah :
a) Sudut yang digunakan pada kincir lebih baik dikembangkan dengan cara memperbanyak jumlah variasi sudut, sehingga diharapkan memperoleh efisiensi yang lebih baik.
b) Jumlah sudu yang digunakan dalam percobaan lebih baik divariasi lagi, karena hal tersebut juga berpengaruh dalam hasil efisiensi.
c) Pada saat percobaan dimulai alangkah baiknya apabila alat – alat yang digunakan berfungsi sebagaimana mestinya.
d) Pada perhitungan Cl dari lebih kecil dari Cl dari Chord, karena Cl dari
Chord merupakan Cl secara teoritis dan tanpa dipengaruhi suatu beban apapun. Dan hasil ini juga dipengaruhi oleh gaya aerodynamics.
Anderson, John.D,Jr., 1985, Fundamental of Aerodynamics, McGraw-Hill, New York. Burton, Tony., 2001, Wind Energy Handbook, John Wiley & Sons, New York.
Fox, J.A., 1974, Engineering Fluid Mechanics, MacMillan Press, Hong Kong.
Freris, L.L., 1990, Wind Energy Conversion Systems, Prentice Hall, United Kingdom. Heffley, David., 2007, Aerodynamic Characteristics of a NACA 4412 Airfoil,
www.Baylor University.com/Engineering Computer system
Giles, Ranald.V., 1986, Mekanika Fluida dan Hidraulika, Erlangga, Jakarta Pusat.
Schreck, S.J., 2007, Rotationally Augmented Flow Structures and Time Varying Loads on Turbine Blades, www.nrel.org/ Cp-500-40982
Schreck, S.J., dan Robinson, M., 2007, Wind Turbine Blade Flow Fields and Prospects for Active Aerodynamics Control, www.nrel.org/ Cp-500-41606
Stoddard, F., 1989, Determination of Elastic Twist in Horizontal Axis Wind Turbines (HAWTs) ,www.nrel.org/SR-500-32495