DAYA MELARUTKAN FRAKSI AIR DAN ETIL ASETAT DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius Roxb.) TERHADAP
KALSIUM BATU GINJAL SECARA IN VITRO
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi
Program Studi Farmasi
Oleh :
Natalia Ni Putu Olivia Paramita S.D. NIM : 038114024
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2007
DAYA MELARUTKAN FRAKSI AIR DAN ETIL ASETAT DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius Roxb.) TERHADAP
KALSIUM BATU GINJAL SECARA IN VITRO
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi
Program Studi Farmasi
Oleh :
Natalia Ni Putu Olivia Paramita S.D NIM : 038114024
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2007
Saya belajar bahwa tidak ada yang instant atau serba cepat di dunia ini,
semua butuh proses dan pertumbuhan
Saya belajar bahwa untuk menjadi paham sesuatu butuh niat, waktu, dan
usaha yang nyata
Saya belajar untuk menjadi kuat dalam menghadapi dunia setiap hari
Saya belajar untuk menjadi bijaksana dalam memahami bahwa saya tidak
mengetahui segala sesuatunya
Saya belajar untuk menjadi cukup bodoh ketika suatu keajaiban terjadi
Saya belajar untuk selalu yakin akan tujuan akhir saya
Saya belajar untuk menjadi terang bukan di tempat yang terang tetapi
terang ditempat yang gelap
Saya belajar untuk menjadi jawaban dan tidak hanya diam
Saya belajar untuk menjadi garam tetapi tidak di tengah lautan
Saya belajar untuk menjadi harapan bukan hanya berharap
Saya belajar untuk menjadi jawaban bukan hanya ucapan
Saya belajar untuk menjadi jawaban bukan menambah beban
Saya belajar untuk mencintai setiap orang dengan cara yang sempurna
bukan mencintai orang yang sempurna
Saya belajar bahwa Tuhan selalu punya rencana dalam hidup dan kadang
rencanaNya tidak sesuai dengan harapan saya tetapi Dia akan menjadikan
segala sesuatu indah tepat pada waktuNya
Saya belajar....belajar....belajar....dan akan terus belajar....
Kupersembahkan karya ini untuk almamaterku
Mama Erna, idola dan teladanku
Papa Ketut, pendukungku
Bagonk Yoga, teman bermain dan bertengkarku
PRAKATA
Terima kasih kepada Tuhan yang telah memberi pengetahuan dan kemampuan sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Penyusunan skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
Penyelesaian skripsi ini telah melibatkan banyak pihak dan melalui suatu proses yang tidak sebentar. Terima kasih kepada semua yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, secara khusus kepada:
1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
2. Bapak Yohanes Dwi Atmaka, M.Si., selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan, dan masukan hingga terselesaikanya skripsi ini.
3. Ibu Christine Patramurti, M.Si., Apt. selaku dosen penguji atas masukan, nasehat dan kritikan yang membangun demi tercapainya hasil terbaik dari skripsi ini.
4. Drs. Mulyono, Apt. selaku dosen penguji atas masukan, nasehat, dan kritikan yang membangun demi tercapainya hasil terbaik dari skripsi ini.
5. Seluruh dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah membagikan segenap pengetahuan, pengalaman, dan gambaran akan masa depan seorang farmasis. Terima kasih untuk selalu membantu sejak dari awal hingga akhir perkuliahan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
6. Mama, Papa, dan Yoga yang selalu mendukung, mendoakan, dan meyakinkan bahwa segala sesuatu pasti bisa terselesaikan dengan baik karena keikutsertaan Bapa di sorga.
7. Mas Wagiran, Mas Agung, Mas Bimo, Pak Mukmin, Pak Prapto, Pak Parlan, Mas Kunto, Mas Otok, Pak Musrifin, Mas Yuwono, dan semua laboran atas bantuan, canda tawa, dan kesediaanya untuk lembur saat bekerja di laboratorium.
8. Heribertus Rinto Wibowo yang selalu memberi semangat, masukan, dan kritik yang membangun hingga akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Terima kasih untuk semua hal baru yang boleh penulis dapatkan dari kebersamaan selama mengerjakan skripsi ini.
9. Eyene, Inow, Chemel, Makcik Ditae, Pakcik Indrae, dan Om Ate yang selalu setia memberikan sayap-sayap yang kokoh hingga skripsi ini selesai.
10.Genduut, Melin, Nandute, Bleki, Margamon, yang telah mengenalkan arti sebuah realita dan keajaiban. Terima kasih untuk tambahan pengetahuan, semangat, dan curhat-curhatnya.
11.Gothe, Sita, Ira untuk dukungan moral yang sungguh menguatkan sejak SMA hingga sekarang.
12.Teman-teman kos Difa, Alit, Mamae, Galih, Livi, Monci, Merry, Asyen, Dinae, Tiwi, Ria, Ayu, Grace, Friska, Dini, Sifa, Ami, Sentya, atas segenap perhatian, semangat, dan kebersamaan yang telah diberikan.
13.Mas Mbong, dan teman-teman Cantus Firmus Choir, Esti, Dita Sopran, Mas Beni, Mas Bayu, Danang Kecil, Rondang, Budi, Ferdian, teman-teman
altoners, soprano, tenorist, dan bassers atas semangat, doa, dan makna sebuah persahabatan.
14.Semua teman-teman kelas A atas kebersamaan selama hari-hari kuliah dan praktikum. Semangat terus dan sukses selalu.
15.Titan, yang memberi warna di hari-hari akhir penyelesaian skripsi ini.
16.Semua teman dan sahabat yang tak bisa disebutkan satu persatu atas doa, dukungan, dan bantuan yang telah diberikan demi terselesaikannya skripsi ini
Tiada sesuatu yang sempurna, demikian juga dengan skripsi ini. Masukan dan kritikan yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini menjadi kehormatan bagi penulis. Penulis memohon maaf jika terdapat kesalahan dalam penulisan skripsi ini. Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat bermafaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.
Penulis
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 14 Maret 2007 Penulis
Natalia Ni Putu Olivia Paramita S.D.
INTISARI
Tanaman pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) merupakan salah satu tanaman yang dimanfaatkan sebagai obat peluruh batu ginjal. Hal ini karena adanya kandungan flavonoid dalam pandan wangi, khususnya di bagian daun. Fraksinasi daun pandan wangi menggunakan air dan etil asetat bertujuan mengetahui pengaruh kedua fraksi terhadap kelarutan kalsium batu ginjal.
Penelitian ini termasuk dalam rancangan eksperimental murni lengkap pola searah. Analisis kualitatif kandungan flavonoid dalam daun pandan wangi menggunakan kromatografi lapis tipis. Hasil analisis menunjukkan bahwa fraksi air dan etil asetat daun pandan wangi mengandung glikosida flavonoid yang mengarah pada golongan flavonol.
Subjek uji batu ginjal direndam dalam sembilan kelompok perlakuan yaitu, kontrol negatif, fraksi air dan etil asetat daun pandan wangi dengan konsentrasi 2,5% v/v, 5% v/v, 7,5% v/v, dan 10% v/v. Filtrat hasil perendaman
diukur kadar kalsium terlarutnya menggunakan spektrofotometer serapan atom. Data kadar kalsium terlarut yang diperoleh diuji dengan analisis statistik deskriptif Explore, dilanjutkan uji One Way Anova dan uji post hoc LSD. Hasil analisis menunjukkan bahwa fraksi etil asetat daun pandan wangi mampu melarutkan kalsium batu ginjal lebih tinggi daripada fraksi airnya. Kedua fraksi daun pandan wangi tersebut memiliki daya melarutkan tertinggi pada konsentrasi 10%v/v.
Kata kunci : pandan wangi, batu ginjal kalsium, air, etil asetat, spektrofotometer serapan atom
ABSTRACT
Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) is one of the plant that can be used as a drug which decreases the size of the kidney stones. This presumed because of the flavonoids which contained in pandan wangi, particularly in its leaves. Fractionation the pandan wangi leaves using water and ethyl acetate has a purpose to know the influence from both of the fraction in solubilizing the calcium kidney stones.
This research is a kind of a complete pure experimental research with one way pattern. Qualitative analysis of flavonoids in pandan wangi leaves carried out by thin layer chromatography. The result of analysis showed that pandan wangi leaves contained glycosides flavonoid which supposed to flavonol group.
The test subject, kidney stones, submered in nine treatment groups involved negative control, water and ethyl acetate fraction of pandan wangi leaves in concentration 2,5%v/v, 5% v/v, 7,5% v/v, 10% v/v. The filtrates after the
submersion then measured by atomic absorption spectrophotometer to know the concentration of the soluble calcium.
The data of soluble calcium which obtained from the measurement by atomic absorption spectrophotometer tested by Explore descriptive statistical analysis, then continued by One Way Annova and post hoc LSD. The results showed that the fraction of ethyl acetate of pandan wangi leaves could dissolves the calcium kidney stones higher than the fraction of water of pandan wangi leaves. Both of the fractions of pandan wangi leaves gave the highest solubility in concentration 10%v/v.
Key words : pandan wangi, calcium kidney stones, water, ethyl acetate, atomic absorption spectrophotometer
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PRAKATA ... vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ix
INTISARI ... x
ABSTRACT ……….. xi
DAFTAR ISI ………. xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Keaslian Penelitian ... 3
D. Manfaat Penelitian ... 3
E. Tujuan Penelitian ... 4
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 5
A. Pandan Wangi ... 5
B. Flavonoid ... 6
C. Batu Ginjal ... 11
D. Kelarutan ... 15
E. Kromatografi Lapis Tipis ... 17
F. Validitas Metode ... 19
G. Analisis Kualitatif Batu Ginjal ... 20
H. Spektrofotometri Serapan Atom ... 21
I. Landasan Teori ... 24
J. Hipotesis ... 25
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 26
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 26
B. Variabel dan Definisi Operasional ……….. 26
1. Variabel penelitian ……….. 26
2. Definisi operasional ……… 27
C. Bahan Penelitian ………. 28
D. Instrumen Penelitian ………... 28
E. Tata Cara Penelitian ……… 29
F. Tata Cara Analisis Hasil ……….. 33
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 34
A. Determinasi Tanaman ………. 34
B. Fraksi Air dan Etil Asetat Daun Pandan Wangi ... 34
C. Preparasi Batu Ginjal ... 36
D. Analisis Kualitatif Batu Ginjal ... 36
E. Analisis Kualitatif Flavonoida ... 39
F. Analisis Kuantitatif Kelarutan Kalsium Batu Ginjal ... 50
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 60
A.Kesimpulan ... 60
B. Saran ... 60
DAFTAR PUSTAKA ... 61
LAMPIRAN ... 64
BIOGRAFI PENULIS ... 93
DAFTAR TABEL
Halaman I. Serapan filtrat serbuk batu ginjal yang diukur pada
spektrofotomotometer serapan atom ... 38 II. Hasil KLT fraksi air dan etil asetat daun pandan wangi dengan
fase diam selulosa dan fase gerak campuran n-butanol : asam
asetat : air (4:1:5 v/v) ... 40
III. Hasil KLT fraksi air dan etil asetat daun pandan wangi dengan
pereaksi semprot AlCl3 dan sitroborat ... 44
IV. Penafsiran warna bercak dari segi struktur jenis flavonoid yang mungkin terkandung dalam fraksi air dan etil asetat daun
pandan wangi ... 47 V. Persamaan kurva baku hasil pengukuran serapan seri larutan
baku pada spektrofotometer serapan atom ... 50 VI. Nilai perolehan kembali (%) dari tiga replikasi seri larutan baku
... 52 VII. Nilai koefisien variasi (%) ... 52
VIII. Rata-rata kadar kalsium terlarut (ppm) setelah pengukuran
menggunakan spektrofotometer serapan atom ... 54 IX. Rata-rata kadar kalsium terlarut pada fraksi air dan etil asetat
daun pandan wangi... 56
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Struktur umum flavonoid ... 6
2. Ginjal dan batu ginjal ... 11
3. Instrumentasi spektrofotometer serapan atom ... 23
4. Kromatogram rutin, fraksi etil asetat, fraksi air daun pandan wangi dengan fase diam selulosa dan fase gerak campuran n-butanol : asam asetat : air (4:1:5 v/v) ... 41
5. Gugus kromofor dan auksokrom pada flavonol ... 42
6. Reaksi flavonol dengan basa amonia ... 43
7. Reaksi flavonol dengan AlCl3 ……… 45
8. Reaksi flavonol dengan asam borat………... 46
9. Kurva baku kalsium hubungan antara konsentrasi larutan baku kalsium versus absorbansi dengan persamaan kurva baku y = 0,009552 x – 0,00147 ... 51
10. Diagram batang rata-rata kadar kalsium terlarut pada setiap kelompok perlakuan setelah pengukuran dengan spektrofotometer serapan atom ……….. 54
11. Grafik rata-rata kalsium terlarut (ppm) dalam fraksi air dan etil asetat daun pandan wangi setelah pengukuran pada spektrofotometer serapan atom ... 57
12. Kompleks glikosida flavonol fraksi etil asetat daun pandan wangi (12.a) dan fraksi air daun pandan wangi (12b.) dengan kalsium
... 59 13. Pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) ……… 66
14. Serbuk daun pandan wangi ………... 67 15. Batu ginjal yang diperoleh dari Laboratorium Patologi Klinik
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ……. 68 16. Pengamatan bercak rutin, fraksi etil asetat daun pandan wangi,
fraksi air daun pandan wangi hasil KLT di bawah sinar UV 365
nm tanpa uap amonia ………... 75
17. Pengamatan bercak rutin, fraksi etil asetat daun pandan wangi, fraksi air daun pandan wangi hasil KLT di bawah sinar UV 365
nm setelah pemberian uap amonia ………. 76 18. Pengamatan bercak rutin, fraksi etil asetat daun pandan wangi,
fraksi air daun pandan wangi hasil KLT di bawah sinar tampak
setelah pemberian uap amonia ………... 77 19. Pengamatan bercak rutin, fraksi etil asetat daun pandan wangi,
fraksi air daun pandan wangi hasil KLT di bawah sinar tampak
setelah disemprot dengan AlCl3 ………. 78
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
I. Determinasi tanaman ... 64
II. Pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) dan serbuk tanaman pandan wangi ………... 66
III. Batu ginjal ... 68
IV. Seri larutan baku ... 69
V. Hasil KLT flavonoid ... 75
VI. Data kalsium terlarut dalam kelompok perlakuan ... 79
VII.Hasil analisis statistik ... 80
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Batu ginjal merupakan penyakit yang terjadi selama ribuan tahun bahkan
setiap tahunnya jutaan orang dapat menderita penyakit batu ginjal. Hal ini
disebabkan gaya hidup seseorang yang mengkonsumsi berlebih makanan dan
minuman yang mengandung kalsium tinggi seperti susu, mentega, keju, emping,
melinjo, kacang-kacangan, dan ubi-ubian, konsumsi vitamin C dan D dosis tinggi,
faktor genetik, serta kurangnya cairan tubuh.
Saat ini banyak cara untuk mengobati batu ginjal, diantaranya yaitu
dengan ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy), Percutaneus
Lithotripsy, konsumsi obat-obatan diuretik, atau dengan konsumsi obat-obatan
tradisional. Konsumsi obat tradisional lebih digemari oleh masyarakat karena
murah dan bahannya mudah didapat.
Beberapa obat tradisional yang dimanfaatkan masyarakat untuk
pengobatan batu ginjal antara lain yang berasal dari tanaman tempuyung, meniran,
kumis kucing, keji beling. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Pramono,
Sumarno, dan Wahyono (1993), daun tempuyung mampu melarutkan kalsium
batu ginjal. Hal ini diduga terjadi melalui pembentukan kompleks antara gugus
hidroksi karbonil dalam molekul flavonoid dengan ion kalsium penyusun batu
ginjal. Penelitian lain yang juga menunjukkan kemampuan flavonoid dalam
melarutkan kalsium batu ginjal dilakukan oleh Yanti, Anggraeni, dan Yuningsih
(1993) pada tanaman meniran (Phyllantus niruri L.).
Dalam penelitian Raharjo (2003), infusa daun pandan wangi (Pandanus
amaryllifolius Roxb.) dapat melarutkan kalsium batu ginjal. Hal ini karena adanya
kandungan flavonoid dalam infusa daun pandan wangi. Mursyidi (1990)
menyebutkan bahwa di dalam tumbuhan, flavonoid biasanya berikatan dengan
gula sebagai glikosida. Molekul yang berikatan dengan gula tadi disebut aglikon.
Glikosida flavonoid bersifat polar sehingga lebih mudah larut dalam pelarut polar.
Sedangkan aglikon flavonoid bersifat kurang polar sehingga lebih mudah larut
dalam pelarut dengan polaritas medium.
Ekstraksi flavonoid umumnya dilakukan menggunakan pelarut campuran
air dengan etanol, metanol, atau aseton. Kemudian dilakukan pengekstraksian
kembali dengan pelarut organik yang tidak bercampur dengan air tetapi agak
polar. Robinson (1995) menyebutkan bahwa pelarut organik yang umumnya
dipakai untuk pengekstraksian kembali ekstrak air tanaman adalah etil asetat. Dari
hasil pengekstraksian kembali, glikosida flavonoid akan tertinggal dalam fase air
(fraksi air) sedangkan aglikon flavonoid dan kemungkinan sebagian glikosida
flavonoid dengan polaritas yang lebih rendah dari yang tersari di fase air akan
tersari dalam fase etil asetat (fraksi etil asetat). Namun seberapa banyak flavonoid
yang terkandung dikedua fraksi tidak diketahui. Berdasarkan hal tersebut maka
dilakukan penelitian tentang daya melarutkan fraksi air dan etil asetat daun
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut di atas maka diambil suatu rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana pengaruh fraksi air dan etil asetat daun pandan wangi terhadap
kelarutan kalsium batu ginjal secara in vitro?
2. Pada konsentrasi berapakah fraksi air dan etil asetat daun pandan wangi yang
memberikan kelarutan terbesar terhadap kalsium batu ginjal secara in vitro?
C. Keaslian Penelitian
Pernah dilakukan penelitian tentang pengaruh infusa daun pandan wangi
terhadap kalsium batu ginjal secara in vitro oleh Raharjo (2003). Sedangkan
penelitian tentang daya melarutkan fraksi air dan etil asetat daun pandan wangi
terhadap kalsium batu ginjal secara in vitro belum pernah dilakukan sebelumnya.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah
1.Manfaat umum
Mengetahui pengaruh fraksi air dan etil asetat daun pandan wangi dalam
melarutkan kalsium batu ginjal sehingga dapat dijadikan tambahan
2.Manfaat khusus
Mendapatkan informasi konsentrasi yang memberikan kelarutan terbesar
dari fraksi air dan etil asetat daun pandan wangi dalam melarutkan kalsium
batu ginjal secara in vitro.
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
1.Mengetahui pengaruh fraksi air dan etil asetat daun pandan wangi terhadap
kelarutan kalsium batu ginjal secara in vitro.
2.Mengetahui konsentrasi dari fraksi air dan etil asetat daun pandan wangi
yang memberikan kelarutan terbesar terhadap kalsium batu ginjal secara in
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Pandan Wangi
1. Keterangan botani
Tanaman pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) termasuk dalam
famili Pandanaceae. Tanaman ini memiliki beberapa sinonim yaitu Pandanus
odorus Lidl., Pandanus latifolius Hassk., Pandanus hasskarlii Merr. (Sugati
dan Hutapea, 1991).
2. Pertelaan
Perdu, tahunan, tinggi 3-7 m. Helaian daun tunggal, liat , umumnya tidak
utuh, warna hijau tua, bentuk garis, panjang 48,2 – 50,3 cm, lebar 3,5 – 4,0
cm, ujung daun lancip, pinggir daun sedikit berduri kecil-kecil, tidak
bertangkai, tulang daun sejajar. Permukaan daun yang atas lebih mengkilap
daripada permukaan daun yang bawah (Anonim, 1989).
Sugati dan Hutapea (1991) menyebutkan batang tanaman pandan wangi
bulat dengan bekas duduk daun, bercabang, menjalar, akar tunjang keluar di
sekitar pangkal batang dan cabang. Bunga majemuk, bentuk bongkol,
warnanya putih. Buahnya buah batu, menggantung, bentuk bola, diameter
4-7,5 cm, dinding buah berambut, warnanya jingga.
3. Kandungan Kimia
Pandan wangi pada bagian daunnya mengandung flavonoida, alkaloida,
saponin, tanin, polifenol dan zat warna.
4. Kegunaan
Pandan wangi, khususnya bagian daun, berkhasiat sebagai obat lemah
saraf, selain itu bermanfaat juga sebagai penambah nafsu makan dan sebagai
bahan baku kosmetika. Kegunaan lain daun pandan wangi, seperti yang
disebutkan dalam Materia Medika Indonesia IV, yaitu sebagai bahan pewangi.
B. Flavonoid
Flavonoid merupakan kandungan khas tumbuhan hijau, kecuali alga dan
hornwort. Flavonoid terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar,
kayu, kulit, serbuk sari, nektar, bunga, buah, dan biji. Golongan flavonoid dapat
digambarkan sebagai deretan senyawa C6 – C3 – C6. Artinya, kerangka karbonnya
terdiri atas dua gugus C6 disambungkan oleh rantai alifatik tiga-karbon. Golongan
terbesar flavonoid berciri mempunyai cincin piran yang menghubungkan rantai
tiga karbon dengan salah satu dari cincin benzena.
O
Ga mba r 1. Struktur umum flavonoid (Robinson, 1995)
Semua varian flavonoid memiliki jalur biosintesis yang sama sehingga
memiliki struktur dasar yang sama. Flavonoid dikelompokkan menjadi beberapa
kelas berdasarkan tingkat oksidasi cincin pirannya (Brunetton, 1999).
Masing-masing flavonoid dalam tiap kelasnya dibedakan oleh posisi gugus hidroksi,
tumbuhan, flavonoid berada dalam bentuk glikosida. Gula yang umumnya terikat
pada flavonoid yaitu gula heksosa seperti glukosa, galaktosa, dan ramnosa ; dan
gula pentosa seperti arabinosa dan silosa. Molekul-molekul gula tersebut dapat
terikat sendirian atau berkombinasi dengan molekul gula yang lain pada molekul
flavonoid (Anonima, 2007).
Flavonoid yang memiliki sejumlah gugus hidroksi yang tak tersulih, atau
suatu gula, sifatnya polar dan disebut sebagai glikosida. Oleh karena sifatnya yang
polar, maka glikosida mudah larut dalam pelarut polar seperti etanol (EtOH),
metanol (MeOH), butanol (BuOH), aseton, dimetilsulfoksida (DMSO),
dimetilformamida (DMF), dan lain-lain. Glikosida flavonoid (flavonoid dengan
gula terikat) lebih mudah larut dalam air dan dengan demikian campuran pelarut
di atas dengan air merupakan pelarut yang baik untuk glikosida. Sebaliknya,
aglikon (flavonoid tanpa gula terikat) yang sifatnya kurang polar, seperti
isoflavon, flavanon, dan flavon serta flavonol yang termetoksilasi cenderung lebih
mudah larut dalam pelarut seperti eter atau kloroform (Markham, 1988).
Bentuk glikosida dari flavonoid terdapat pada vakuola, dan tergantung dari
spesiesnya, glikosida bisa terdapat pada epidermis daun ataupun tersebar baik di
jaringan epidermis maupun mesofil. Pada bunga, glikosida terdapat pada sel-sel
epidermisnya. Glikosida tersebut dapat diekstraksi, umumnya pada suhu tinggi,
dengan aseton atau alkohol (etanol, metanol) yang dicampur dengan air.
Penguapan solven dilakukan jika terdapat fase air hasil ekstraksi menggunakan
dua pelarut yang tak saling campur, misalnya: petroleum eter akan mengeliminasi
melarutkan sebagian besar glikosida. Sedangkan sakarida bebas akan tertinggal
dalam fase air bersama glikosida yang paling polar (jika ada) (Bruneton, 1999).
Robinson (1995) menyebutkan bahwa glikosida flavonoid dapat larut dalam
air dan pengekstraksian kembali larutan dalam air dengan pelarut organik yang
tidak bercampur dengan air tetapi agak polar sering kali bermanfaat untuk
memisahkan flavonoid dari senyawa yang lebih polar seperti karbohidrat. Etil
asetat merupakan pelarut yang baik untuk menangani hal ini.
Ketika ada flavonoid yang ditemukan dalam kutikula daun biasanya dalam
bentuk aglikon. Aglikon ini memiliki sifat lipofilik karena adanya metilasi
sebagian atau total pada gugus hidroksinya. Flavonoid yang bersifat lipofilik yang
terdapat pada jaringan-jaringan di permukaan daun dapat diekstraksi
menggunakan pelarut yang memiliki polaritas medium; kemudian dipisahkan dari
lemak dan lilin atau pengotor-pengotor lain yang ikut terekstraksi (Bruneton,
1999).
Analisis kualitatif flavonoid dapat dilakukan dengan kromatografi kertas
dan kromatografi lapis tipis. Kromatografi lapis tipis (KLT) lebih banyak
digunakan karena waktu pemisahan lebih cepat dan hasil pemisahan lebih baik.
Fase diam yang dapat dipilih untuk KLT antara lain selulosa, silika, dan poliamid.
Pemilihan fase diam didasarkan pada tujuan KLT. Sedangkan untuk fase gerak
dapat digunakan air, asam asetat, dan asam klorida maupun campuran pelarut.
Untuk campuran pelarut, yang dapat digunakan biasanya n-butanol : asam asetat :
air (4:1:5), t-butanol : asam asetat : air (3:1:1), kloroform : asam asetat : air
Fase gerak campuran n-butanol : asam asetat : air (4:1:5) dipakai fase atas,
digunakan untuk memisahkan glikosida, aglikon, dan gula. Kelebihan fase gerak
campuran n-butanol : asam asetat : air (4:1:5) dibandingkan t-butanol : asam
asetat : air (3:1:1) adalah waktu pengembangan yang lebih pendek per
kromatogram (Markham, 1988).
Bercak flavonoid hasil kromatografi dapat diamati dengan sinar tampak dan
ultraviolet (UV). Sebagian besar bercak flavonoid tidak terlihat pada sinar
tampak. Karena alasan tersebut, untuk mendeteksi bercak, kromatogram diperiksa
dengan sinar UV 365 nm. Memberikan uap amonium (NH3) pada kromatogram
yang sudah benar-benar kering akan meningkatkan kepekaan deteksi dan
menghasilkan perubahan warna yang ada kaitannya dengan struktur senyawa yang
bersangkutan (Markham, 1988).
Penyemprotan kromatogram menggunakan pereaksi yang berlainan dapat
memberikan informasi terbatas tentang struktur flavonoid. Ada empat pereaksi
semprot yang biasanya digunakan, yaitu:
1. FeCl3. Deteksi kromatogram dengan larutan FeCl3 akan menyebabkan
terbentuknya kompleks berwarna yang dapat diamati dengan sinar tampak.
2. AlCl3. Larutan AlCl3 5% yang bisa digunakan untuk spektroskopi UV-tampak
bila disemprotkan pada kromatogram kemudian dikeringkan, menunjukkan
semua 5-hidroksi-flavonoid sebagai bercak berfluoresensi kuning bila dilihat
di bawah sinar UV 366 nm. Selain itu, bercak yang semula tidak tampak
3. Kompleks difenil-asam borat-etanolamin. Pemakaian larutan 1% dalam
metanol menunjukkan semua 3’, flavon dan 3’,
4’-dihidroksi-flavonol sebagai bercak jingga.
4. Asam sulfanilat yang terdiazotasi. Kromatogram disemprot dengan pereaksi
ini kemudian disemprot dengan natrium karbonat 20%. Kebanyakan senyawa
yang mempunyai gugus hidroksi fenol akan terlihat sebagai bercak kuning,
jingga, atau merah.
5. Vanilin-HCl. Bercak merah atau merah lembayung segera setelah
penyemprotan dan pemanasan oleh katekin dan proantosianidin, dan terbentuk
lebih lambat oleh flavon dan dihidroflavonol (Markham, 1988).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Pramono, dkk (1993) menyebutkan
pelarutan batu ginjal oleh daun tempuyung (Sonchus arvensis L.) diduga melalui
efek diuretik oleh karena adanya kandungan mineral atau melalui pembentukan
kompleks antara kandungan flavonoid dalam daun tempuyung dengan ion kalsium
penyusun batu ginjal.
Flavonoid yang terkandung dalam daun tempuyung, menurut hasil
penelitian Pramono, dkk (1993), mengarah pada apigenin 7-glukosida dan luteolin
7-glukosida. Kedua senyawa ini mempunyai gugus hidroksi karbonil yang terdiri
dari gugus hidroksi pada posisi 5 dan gugus karbonil pada posisi 4. Gugus
hidroksi karbonil ini mempunyai sifat dapat membentuk kompleks khelat yang
stabil dengan logam-logam seperti Pb, Fe, Al. Kebanyakan komposisi batu ginjal
terdiri dari kalsium. Adanya ion kalsium ini merupakan agen yang mempunyai
flavonoid. Gugus lain yang terdapat pada luteolin 7-glukosida dan mempunyai
kemungkinan membentuk kompleks adalah gugus orto dihidroksi pada cincin
benzen lateral.
C. Batu Ginjal
Batu ginjal adalah material kristalin dan mineral yang keras yang
terbentuk di ginjal atau di sepanjang saluran kemih. Terbentuknya batu bisa
terjadi karena air kemih jenuh dengan garam-garam yang dapat membentuk batu
atau kurangnya inhibitor pembentukan batu (Anonimb,2007). Penyebab lain
terbentuknya batu ginjal yaitu kerusakan tubular pada ginjal, hiperkalsiuria,
hiperoksaluria, penurunan volume urin, dan faktor keturunan (Dale, 2003).
Ga mba r 2. G inja l d a n b a tu g inja l (Ano nim c, 2007)
Menurut Dorland (2000) pembentukan batu di saluran kemih disebut
disebut nephrolithiasis. Dale (2003) menyebutkan pasien penyakit batu ginjal
mengalami beberapa gejala seperti nyeri hebat yang tiba-tiba di bagian panggul
(flank pain) atau terkadang menyebar sampai ke bagian bawah dekat alat kelamin
(groin pain). Nyeri hebat ini dapat disertai dengan nausea dan vomiting. Letak
penyumbatan oleh batu menentukan lokasi nyeri yang dialami pasien. Batu yang
berada pada pelvis ginjal atau di ureter bagian atas dapat menyebabkan nyeri pada
panggul (flank pain). Sedangkan batu yang berada di bagian tengah atau bawah
dari ureter menyebabkan nyeri pada bagian bawah dekat alat kelamin (groinpain)
dan alat kelamin itu sendiri. Adanya batu pada kantung kemih ditandai dengan
nyeri pada bagian bawah perut, berkurangnya volume urin, disuria, dan nyeri saat
mengeluarkan urin. Gejala lain dari penyakit batu ginjal adalah terjadi hematuria.
Smith dan Guay (1996) menyebutkan bahwa ada tiga teori tentang
pembentukan batu ginjal, yaitu:
a) Teori matrix, menyebutkan bahwa semua batu ginjal mengandung 2-3%
material organik pada komposisi kristalnya. Material organik inilah yang
menginisiasi mekanisme pembentukan batu ginjal. Namun setelah penelitian
lebih lanjut, material organik tersebut hanya melindungi permukaan kristal
batu ginjal sehingga melindungi kristal dari disolusi.
b) Teori defisiensi inhibitor. Urin merupakan cairan kompleks yang
mengandung sejumlah inhibitor kristalisasi, antara lain sitrat, sulfat,
pirofosfat, magnesium, glikosaminoglikan. Penurunan aktivitas inhibitor pada
c) Teori presipitasi-kristalisasi. Teori ini berdasar pada pengenalan tingkat
kejenuhan suatu larutan yang mengandung mineral. Tingkat kejenuhan suatu
larutan didefinisikan dengan dua istilah yaitu solubility product dan formation
product. Solubility product adalah tingkat kejenuhan di mana fase cair berada
dalam kondisi ekual dengan fase padat. Formation product adalah tingkat
kejenuhan di mana terjadi pembentukan kristal secara spontan. Tingkat
kejenuhan larutan di bawah tingkat solubility product adalah larutan tidak
jenuh (undersaturated). Tingkat kejenuhan larutan diantara solubility product
dan formation product merupakan larutan jenuh (supersaturated). Sedangkan
tingkat kejenuhan larutan diatas formation product merupakan larutan lewat
jenuh dan terjadi pembentukan kristal. Pembentukan kristal inilah yang
menginisiasi pembentukan batu ginjal jika kondisi urin lewat jenuh.
Jenis batu ginjal ,menurut Heptinstall (1983), bervariasi tergantung dari
komponen-komponen penyusunnya. Berikut adalah jenis-jenis batu ginjal:
a) Batu Kalsium
Batu kalsium biasanya keras dan bentuknya tidak beraturan. Batu berwarna
agak gelap pada permukaanya, karena kristal oksalat yang tajam menyebabkan
abrasi pada mukosa pelvis sehingga terjadi hemoragi yang melapisi batu.
Bentuknya yang tidak beraturan merupakan hasil kristalisasi dan biasanya
ditemukan pada urin yang asam. Terkadang ratusan batu ini bergabung
menjadi satu di dalam calyx, yang kemudian oleh sinar X terdeteksi sebagai
batu tunggal. Jika batu ini bergabung dengan fosfat, batu akan menjadi lebih
b) Batu Struvite
Batu struvite berwarna abu-abu atau agak keputihan dan memiliki konsistensi
yang bervariasi. Beberapa ada yang keras namun beberapa juga ada yang
rapuh dan lunak. Batu ini terbentuk pada urine basa dan juga terbentuk karena
adanya infeksi bakteri sehingga sering disebut sebagai batu infeksi. Biasanya
batu struvite mengandung campuran kalsium fosfat dan magnesium fosfat,
tetapi dapat juga mengandung sedikit kalsium oksalat atau kalsium karbonat.
c) Batu Asam Urat
Batu asam urat keras dan berwarna coklat kekuningan dengan permukaan
yang halus dan bulat. Seringkali batu ini berada dalam bentuk ganda. Menurut
Dale (2003), biasanya batu ini ditemukan pada kantung kemih dan terjadi
pada kantung kemih yang tidak terinfeksi. Batu ini terbentuk pada urin yang
asam dan dapat menjadi besar memenuhi kaliks ginjal.
d) Batu Sistin
Umumnya berwarna kekuningan dan agak berlemak, menjadi berwarna gelap
setelah dioperasi atau otopsi. Batu ini berada dalam bentuk ganda, halus,
bulat, dan biasanya kecil. Pembentukan batu ini terjadi pada pasien yang
mengalami sistinuria.
Dari keempat jenis batu ginjal di atas, batu kalsium merupakan jenis batu
yang paling sering ditemukan pada penderita batu ginjal. Jenis batu kedua yang
paling sering ditemukan adalah batu fosfat. Batu asam urat berhubungan dengan
penyakit gout. Batu sistin ditemukan pada penderita sistinuria. Faktor keturunan
batu infeksi sebagian besar ditemukan pada wanita sebagai akibat dari infeksi
saluran urin.
Beberapa tanaman yang memiliki khasiat sebagai obat peluruh batu ginjal
yaitu tempuyung (Sonchus arvensis L.), kumis kucing (Orthosiphon stamineus
Benth.), keji beling (Strobilanthus crispus Bl.), meniran (Phyllantus niruri L.).
Infusa daun tempuyung pada percobaan in vivo menunjukkan efek menghambat
pembentukan batu kandung kemih buatan pada tikus. Selain itu secara in vitro
infusa daun tempuyung mempunyai efek melarutkan kalsium oksalat batu ginjal.
Daun kumis kucing digunakan sebagai terapi untuk penyakit kadar urin
rendah dan pembengkakkan pada penyakit batu ginjal. Dari hasil penelitian secara
praklinis dan klinis, tanaman ini memiliki khasiat sebagai diuretik, menurunkan
kadar asam urat, dan pelarut batu kalsium. Penelitian tentang ekstrak air dari
herba meniran secara in vitro menunjukkan adanya efek penghambatan terhadap
pembentukan kristal kalsium oksalat sehingga herba ini dapat dijadikan obat
alternatif dari penyembuhan kencing batu (Anonim, 2000).
Tanaman keji beling berbau lemah dan memiliki rasa yang pahit,
berkhasiat melancarkan air seni serta menghancurkan batu dalam empedu, ginjal,
dan kandung kemih. Untuk pengobatan batu ginjal daun keji beling dapat direbus
dengan air dengan jumlah tertentu (Sulaksana, 2005).
D. Kelarutan
Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat
didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk
dispersi molekuler homogen (Martin, 1990).
Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika kimia zat terlarut
dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH larutan dan
untuk jumlah yang lebih kecil, bergantung pada hal terbaginya zat terlarut
(Martin, 1990).
Martin (1990) menyebutkan air adalah pelarut yang baik untuk garam,
gula dan senyawa sejenis, sedang minyak mineral dan benzena biasanya
merupakan pelarut untuk zat yang hanya sedikit larut dalam air.
Kelarutan zat dalam pelarut ditentukan oleh banyak faktor, salah satunya
momen dipol pelarut. Pelarut polar melarutkan zat terlarut ionik dan zat polar lain.
Selain momen dipol, kemampuan zat terlarut membentuk ikatan hidrogen,
khususnya jika pelarutnya adalah air, merupakan faktor yang jauh lebih
berpengaruh dibandingkan dengan polaritas yang direfleksikan dalam dipol
momen yang tinggi. Kelarutan zat juga bergantung pada gambaran struktur seperti
perbandingan gugus polar terhadap gugus nonpolar dari molekul. Jika suatu
molekul banyak memiliki gugus polar maka molekul tersebut akan mudah larut
dalam pelarut polar. Sebaliknya, jika suatu molekul lebih banyak memiliki gugus
non polar maka molekul tersebut akan larut dalam pelarut non polar (like disolve
like).
Pelarut berdasarkan polaritasnya dibedakan atas pelarut polar, semipolar,
dan nonpolar. Pelarut polar umumnya memiliki tetapan dielektrik yang tinggi,
menyebabkan pelarut polar dapat mengurangi gaya tarik menarik antara ion dalam
kristal yang bermuatan berlawanan (misal: natrium klorida). Sedangkan pelarut
non polar memiliki tetapan dielektrik yang rendah sehingga tidak dapat
mengurangi gaya tarik menarik antara ion-ion elektrolit kuat dan lemah. Pelarut
nonpolar dapat melarutkan zat terlarut nonpolar dengan tekanan dalam yang sama
melalui interaksi dipol induksi. Pelarut semipolar, seperti keton dan alkohol, dapat
menginduksi suatu derajat polaritas tertentu dalam molekul pelarut nonpolar.
Pelarut semipolar dapat bertindak sebagai pelarut perantara yang dapat
menyebabkan bercampurnya cairan polar dan nonpolar, misalnya: aseton
menaikkan kelarutan eter dalam air.
E. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan metode kromatografi cair
yang sederhana selain kromatografi kertas. KLT dapat dipakai untuk analisis
kualitatif, kuantitatif, dan preparatif. Selain itu dapat juga digunakan untuk
menentukan sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai pada
kromatografi kolom (Gritter, Bobbit, Schwarting, 1991).
KLT digunakan pada pemisahan zat secara cepat, dengan memakai zat
penyerap berupa serbuk halus yang dilapiskan secara merata pada lempeng kaca
(Anonim, 1989). Pada KLT pemisahan komponen-komponen terjadi atas dasar
perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam di bawah gerakan pelarut
atau pelarut pengembang campur dipengaruhi oleh macam dan polaritas zat-zat
kimia yang dipisahkan (Mulja dan Suharman, 1995).
Fase diam yang umum dan banyak dipakai adalah silika gel yang dicampur
dengan CaSO4 untuk menambah daya lengket partikel silika gel pada pendukung
(pelat). Perlu diperhatikan bahwa ukuran partikel dibuat pada rentang kehalusan
tertentu 1-25 µm dalam keadaan seragam. Tujuan dibuat dalam keadaan seragam
ini yaitu untuk didapatkannya pemisahan yang baik, laju aliran pelarut
pengembangan yang cepat dan merata (Mulja dan Suharman, 1995).
Kromatogram pada KLT merupakan bercak-bercak yang terpisah setelah
visualisasi dengan cara fisika atau kimia. Visualisasi dengan cara fisika yaitu
dengan melihat bercak kromatogram yang mengabsorpsi radiasi ultraviolet atau
berfluoresensi dengan radiasi ultraviolet pada π = 254 nm atau π = 365 nm.
Sedangkan visualisasi secara kimia yaitu dengan mereaksikan kromatogram
dengan pereaksi warna yang memberikan warna atau fluoresensi yang spesifik
(Mulja dan Suharman, 1995).
Data KLT diberikan dalam bentuk harga Rf senyawa dalam sistem pelarut
tertentu. Faktor retardasi atau Rf didefinisikan sebagai:
awal
Angka Rf berjangka antara 0,00 sampai 1,00 dan hanya dapat ditentukan dua
desimal. Harga hRf ialah angka Rf dikalikan faktor 100 (h) menghasilkan nilai 0
F. Validitas Metode
Validasi metode analisis adalah proses terdokumentasi yang menjamin
bahwa pelaksanaan metode analisis yang bersifat karakteristik telah sesuai dengan
tujuan pelaksanaannya. Metode-metode analisis yang digunakan dalam
laboratorium kimia analisis bisa berupa metode standar, metode komparatif
ataupun metode pengembangan. Semua metode analisis yang dipilih untuk
penentuan rutin ataupun riset terlebih dahulu mutlak harus divalidasi dengan
beberapa parameter validasi (Mulja dan Hanwar, 2003).
Menurut Mulja dan Hanwar (2003), pada analisis kuantitatif besarnya
batasan angka persyaratan parameter validasi sangat tergantung pada macam
sampel yang dianalisis, sedangkan pada analisis kualitatif mempersyaratkan hasil
analisisnya harus memberikan kesalahan 0% pada penentuan analit yang
menyangkut nasib seseorang.
Istilah-istilah parameter analisis yang perlu dipahami adalah:
1. Spesifisitas
Spesifisitas merupakan kemampuan suatu metode untuk mengukur dengan
akurat respon analit diantara seluruh komponen sampel potensial yang
mungkin ada dalam matrik sampel.
2. Linieritas
Linieritas dari suatu prosedur analisis merupakan kemampuannya untuk
mendapatkan hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi
(jumlah) analit di dalam sampel. Persyaratan data linieritas yang bisa diterima
(Vxo) < 2% sedangkan untuk bioanalisis (penetapan hayati/analisis pada
matrik sampel biologis) dipersyaratkan nilai Vxo = 5% - 10%.
3. Akurasi
Akurasi suatu metode merupakan keterdekatan nilai pengukuran dengan nilai
sebenarnya dari analit dalam sampel. Indikasi yang paling umum untuk
menyatakan akurasi yang tinggi adalah perolehan kembali (% recovery).
Akurasi untuk bahan obat dengan kadar kecil biasanya disepakati 90 – 110%,
akurasi untuk kadar obat yang lebih besar biasanya disepakati 95 – 105%,
akurasi untuk bahan baku biasanya disepakati 98 – 102%, sedangkan untuk
bioanalisis rentang akurasi 80 – 120 % masih bisa diterima.
4. Presisi
Presisi suatu metode analisis merupakan sejumlah pencaran hasil yang
diperoleh dari analisis berulangkali pada suatu sampel homogen. Presisi
biasanya dinyatakan dengan Coefficient of Variation (CV) dan Relative
Standard Deviation (RSD). Harga RSD < 20 ppt atau CV < 2% dapat
dikatakan metode tersebut memberikan presisi yang bagus, sedangkan untuk
bioanalisis CV = 15 – 20% masih dapat diterima.
G. Analisis Kualitatif Batu Ginjal
Identifikasi secara kualitatif suatu zat dapat dilakukan dengan mereaksikan
zat atau sampel dengan pereaksi kimia. Analisis kualitatif dapat dilakukan pada
bermacam-macam skala diantaranya skala makro dan semimikro. Adapun
Dalam batu ginjal terkandung kalsium yang berada dalam bentuk ion
(kation) maka dilakukan analisis kualitatif terhadap keberadaan kalsium tersebut.
Kalsium merupakan kation yang terdapat dalam golongan IV bersama barium dan
stronsium. Pada golongan ini kation tidak bereaksi dengan reagensia golongan I,
II, dan III. Reagensia yang bereaksi dengan golongan ini tidak dapat bereaksi
dengan kation golongan V (Vogel, 1979).
Reagensia yang biasa digunakan dalam identifikasi kualitatif kalsium
sehingga terjadi reaksi pengendapan diantaranya adalah amonium karbonat, asam
sulfat encer, amonium oksalat, kalium kromat, dan kalium ferosianida. Kalsium
dengan amonium karbonat membentuk endapan amorf putih yang merupakan
endapan kalsium karbonat, dengan asam sulfat encer membentuk endapan putih
yang merupakan endapan kalsium sulfat, dengan kalium kromat kalsium tidak
membentuk endapan dari larutan-larutan encer dan juga larutan-larutan pekat
dengan adanya asam asetat. Hal inilah yang membedakan dari barium, karena
barium membentuk endapan kuning barium kromat. Reaksi kalsium dengan
larutan kalium ferosianida menghasilkan endapan putih garam campuran dan hal
ini yang membedakan kalsium dengan stronsium (Vogel, 1979).
H. Spektrofotometri Serapan Atom
Spektrofotometri serapan atom atau atomic absorption spectrophotometry
(AAS) merupakan suatu metode yang digunakan untuk analisis kualitatif dan
kuantitatif pada kurang lebih 70 elemen. Sensitivitas metode ini berada dalam
Adapun prinsip dari AAS adalah penyerapan sumber radiasi oleh atom-atom
netral dalam keadaan gas yang berada dalam nyala. Radiasi yang diserap oleh
atom-atom netral dalam keadaan gas tadi merupakan radiasi sinar tampak (visibel)
atau ultraviolet (UV). Namun demikian AAS berbeda prinsip dengan
spektrofotometri UV-Vis dalam hal instrumentasi, penanganan sampel, serta
bentuk spektrumnya (Mulja dan Suharman, 1995).
Penentuan jenis atom menggunakan metode ini hanya dapat dilakukan
ketika atom-atom dipisahkan satu dengan yang lainnya dan berada dalam bentuk
gas. Oleh karena itu langkah awal dalam prosedur spektrofotometri serapan atom
yaitu proses atomisasi, proses di mana larutan sampel diuapkan dan mengalami
dekomposisi untuk menghasilkan atom dalam keadaan gas (Skoog, 1994). Dalam
spektrofotometri serapan atom hanya ada transisi elektronik pada atom ketika
menyerap sumber radiasi. Hal ini karena atom merupakan bagian terkecil dari
suatu molekul dan tidak dapat berotasi ataupun bervibrasi seperti yang terjadi
pada molekul (Christian, 2004).
Dalam AAS, cuplikan yang diukur berupa larutan, biasanya air sebagai
pelarut. Metode kerjanya yaitu penyemprotan larutan sampel (larutan garam
logam) berupa tetesan-tetesan yang sangat halus ke dalam nyala api, pelarut akan
menguap meninggalkan serbuk garam yang halus yang kemudian diatomkan.
Nyala api unsur logam akan memancarkan warna yang khas dan memberikan
spektrum absorpsi atom yang khas pula. Berbeda dengan spektrofotometri visibel,
Secara umum instrumentasi spektrofotometer serapan atom terdiri dari
sumber radiasi yang berupa Hollow Cathode Lamp (HCL), kuvet nyala (flame),
monokromator, detektor, dan amplifier.
Ga mba r 3. Instrume nta si sp e ktro fo to me te r se ra p a n a to m (Christia n, 2004)
Lampu yang digunakan pada spektrofotometer serapan atom adalah
Hollow Cathode Lamp (lampu katoda berongga) merupakan lampu yang
memancarkan radiasi pada panjang gelombang yang spesifik sesuai dengan
panjang gelombang atom yang akan dianalisis (Christian, 2004).
Atom-atom netral suatu unsur di dalam nyala api akan menyerap radiasi
yang datang sehingga akan mengalami transisi ke tingkat energi yang lebih
tinggi. Energi akan dipancarkan ketika atom kembali ke tingkat energi dasar
dan akan menghasilkan garis-garis spektrum serapan atom. Garis-garis
spektrum serapan atom tersebut disebut sebagai garis-garis resonansi.
Garis-garis resonansi serapan atom jauh lebih sempit dibandingkan pita spektrum
sumber radiasi yang sinambung. Hal ini karena radiasi dari sumber radiasi
yang dilewatkan pada garis resonansi atom dalam nyala akan diserap oleh
atom-atom tersebut dalam bagian yang sangat kecil (Mulja dan Suharman,
I. Landasan Teori
Pandan wangi memiliki kandungan senyawa flavonoid khususnya
dibagian daun. Adanya kandungan flavonoid menyebabkan daun pandan wangi
mampu melarutkan kalsium batu ginjal. Hal ini diduga terjadi melalui mekanisme
pembentukan kompleks antara ion kalsium penyusun batu ginjal dengan
flavonoid.
Di dalam tumbuhan, flavonoid biasanya berikatan dengan gula sebagai
glikosida. Molekul yang berikatan dengan gula tersebut disebut aglikon. Oleh
karena mempunyai sejumlah gugus hidroksi yang tak tersulih, atau suatu gula,
flavonoid merupakan senyawa polar dan larut dalam pelarut polar. Bentuk
glikosida flavonoid juga mudah larut dalam air. Dengan demikian campuran
pelarut seperti etanol, metanol, aseton, dimetilsulfoksida, dan pelarut polar lainnya
dengan air merupakan pelarut yang baik untuk menyari flavonoid.
Pengekstraksian kembali ekstrak tanaman dalam air menggunakan pelarut
organik yang tidak saling campur dengan air tetapi agak polar bermanfaat untuk
memisahkan flavonoid dari senyawa yang lebih polar. Etil asetat merupakan salah
satu contoh pelarut organik yang umumnya digunakan untuk ekstraksi kembali
ekstrak tanaman dalam air. Dari hasil pengekstraksian kembali ini akan
didapatkan dua fase, yaitu fase air dan fase etil asetat. Di dalam fase air akan
terkandung sejumlah senyawa yang polar yaitu glikosida flavonoid. Sedangkan di
dalam fase etil asetat akan terkandung senyawa yang kurang polar yaitu aglikon
flavonoid dan kemungkinan glikosida flavonoid yang polaritasnya lebih rendah
J. Hipotesis
Baik fraksi air maupun fraksi etil asetat daun pandan wangi diduga mampu
melarutkan kalsium batu ginjal karena adanya kandungan flavonoid pada kedua
fraksi. Oleh karena pada fase etil asetat terdapat flavonoid dalam bentuk aglikon
dan glikosidanya sedangkan pada fase air hanya terdapat flavonoid dalam bentuk
glikosida, maka fraksi etil asetat daun pandan wangi diduga mampu melarutkan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental murni
lengkap pola satu arah.
B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian
a. Variabel bebas (Independent variable)
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kadar fraksi air dan etil asetat
daun pandan wangi yaitu: 2,5% v/v, 5% v/v, 7,5% v/v, dan 10% v/v.
b. Variabel tergantung (Dependent variable)
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kadar kalsium batu ginjal
terlarut dalam masing-masing kelompok perlakuan (ppm/10 ml).
c. Variabel pengacau
i. Variabel pengacau terkendali
Terdiri dari :
a)Derajat halus serbuk batu ginjal (20/50 mesh)
b)Suhu lingkungan perendaman batu ginjal (37o C)
c)Waktu penggojogan batu ginjal saat perendaman (1 menit)
d) Daerah dan waktu pengumpulan tanaman pandan wangi
ii. Variabel pengacau tak terkendali
Terdiri dari:
a) pH fraksi air dan etil asetat daun pandan wangi
2. Definisi Operasional
a. Fraksi air daun pandan wangi adalah sari yang diperoleh dari ekstrak
kental etanol-air daun pandan wangi yang dapat larut dalam air.
b. Fraksi etil asetat daun pandan wangi adalah sari yang diperoleh dari
ekstrak kental etanol-air daun pandan wangi yang dapat larut dalam etil
asetat.
c. Kadar fraksi air daun pandan wangi adalah jumlah (mililiter) air yang
sudah bebas etanol dengan penambahan tween 80 yang kemudian
dilarutkan dalam air hingga 100 ml.
d. Kadar fraksi etil asetat daun pandan wangi adalah jumlah (mililiter) etil
asetat yang sudah bebas etanol dengan penambahan tween 80 yang
kemudian dilarutkan dalam air hingga 100 ml.
e. Kadar kalsium batu ginjal terlarut adalah jumlah (ppm) kalsium batu
ginjal yang terlarut dalam sepuluh mililiter perlakuan setelah direndam
selama 6 jam pada suhu 37oC.
f. Derajat halus serbuk batu ginjal yang digunakan adalah 20/50.
g. Waktu penggojogan batu ginjal saat perendaman adalah selama 1 menit.
Batu ginjal yang direndam dalam setiap kelompok perlakuan digojog tiap
30 menit.
h. Kadar kalsium batu ginjal terlarut yang terbesar sebatas pada range kadar
C. Bahan penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1. daun pandan wangi yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Obat
Tawangmangu.
2. batu ginjal yang diperoleh dari Laboratorium Patologi Klinik Fakultas
Kedokteran UGM.
3. kalsium karbonat (Merck), etil asetat (Merck), petroleum eter (GT Baker),
etanol p.a (Merck), n-butanol (Merck), asam asetat (Merck), asam klorida
(Merck).
4. tween 80, aquadest, larutan amonium karbonat, larutan asam sulfat encer,
larutan amonium oksalat, larutan kalium kromat, larutan kalium ferosianida
dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi USD.
D. Instrumen penelitian
Instrumen atau alat yang dipakai dalam penelitian ini antara lain :
spektrofotometer serapan atom (Instrumentation Laboratory aa/ae
Spectrophotometer 451), mortir dan stamper, ayakan ukuran 12/18 dan 20/50
mesh (Retsch), Soxhlet (Quickfit) , corong Buchner, rotaevaporator (Janke &
Kunkel IKA-Labortechnik RV 05-ST), alat-alat gelas (Pyrex), penangas air
E. Tata Cara Penelitian
1. Tanaman pandan wangi segar tanpa bunga dan buah dideterminasi di Balai
Penelitian Tanaman Obat Tawangmangu.
2. Pengumpulan bahan
Pengumpulan daun pandan wangi dilakukan pada bulan Agustus 2006. Batu
ginjal diperoleh dari Laboratorium Patologi Klinik Fakultas Kedokteran
Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
3. Penyiapan bahan
a. Pembuatan serbuk daun pandan wangi
Daun pandan wangi yang digunakan dalam penelitian ini sudah berada
dalam bentuk serbuk. Pembuatan serbuk daun pandan wangi dilakukan
oleh Balai Penelitian Tanaman Obat Tawangmangu. Serbuk daun pandan
wangi tersebut diayak sehingga diperoleh derajat halus serbuk daun 12/18.
b. Pembuatan serbuk batu ginjal
Batu ginjal digerus dengan mortir dan stamper lalu diayak dengan ayakan
20/50 mesh.
4. Pembuatan fraksi air dan etil asetat daun pandan wangi
a. Penghilangan lemak serbuk daun
Serbuk daun pandan wangi ditimbang 30,0 gram, dibungkus dengan kertas
saring sedemikian rupa sehingga dapat dimasukkan dalam Soxhlet tanpa
ada bagian yang bocor. Ekstraksi dengan 150 ml petroleum eter, volume 2
kali sirkulasi, dengan pemanasan pada suhu 40 – 60oC hingga pelarut tidak
b. Penyarian flavonoid
Serbuk yang telah dihilangkan lemaknya kemudian dimaserasi dengan 225
ml etanol 70% selama 5 x 24 jam hingga pelarut jernih. Selanjutnya
disaring dengan corong Buchner sehingga didapatkan filtrat. Filtrat
dipekatkan dengan rotaevaporator sampai sebagian besar etanolnya
menguap dan diperoleh ekstrak kental bebas etanol.
c. Fraksinasi flavonoid
Ekstrak kental bebas etanol yang diperoleh dari hasil penyarian flavonoid,
diekstraksi dengan 25 ml etil asetat beberapa kali sampai lapisan etil
asetatnya tidak berwarna. Lalu sari etil asetat dipekatkan hingga tidak
berbau. Setelah itu sari etil asetat dipipet 10,0 ml kemudian ditambah 1,0
ml tween 80 dan diencerkan dengan aquadest hingga 100 ml. Dengan
demikian diperoleh fraksi etil asetat dengan konsentrasi 10% v/v. Ekstrak
kental bebas etanol sisa yang telah dipekatkan, dipipet 10,0 ml kemudian
ditambah dengan 1,0 ml tween 80 dan diencerkan dengan aquadest sampai
100 ml sehingga diperoleh fraksi air dengan konsentrasi yang sama dengan
fraksi etil asetat yaitu 10% v/v.
5. Kromatografi Lapis Tipis
Dari fraksi air dan fraksi etil asetat daun pandan wangi 10% v/v,
masing-masing dipipet 10,0 ml, diuapkan di atas waterbath hingga tersisa 5 ml.
Selanjutnya kedua fraksi ditotolkan pada lempeng selulosa, dielusi dengan
fase gerak n-butanol : asam asetat : air (4 : 1 : 5 v/v), dipakai fase atas, dengan
bercak dengan sinar UV 365 nm, uap amonia, pereaksi semprot AlCl3 dan
sitroborat.
6. Analisis kualitatif batu ginjal
Serbuk batu ginjal dengan derajat halus 20/50 mesh ditambah dengan
aquadest, diasamkan dengan HCl 0,1 M dan disaring. Filtrat yang didapat
digunakan untuk uji individual kation kalsium (Ca2+) dan juga diukur
menggunakan spektrofotometer serapan atom. Reagensia yang digunakan
untuk uji individual kation kalsium (Ca2+) yaitu larutan amonium karbonat,
asam sulfat encer, amonium oksalat, kalium kromat, dan kalium ferosianida
(Vogel, 1979).
7. Pengelompokan subjek uji dan perlakuannya
Subjek uji batu ginjal dibagi menjadi sembilan kelompok perlakuan, yaitu:
I. Kontrol negatif (aquadest ditambahkan 1,0 ml tween 80 kemudian diencerkan sampai 100 ml).
II. Fraksi air daun pandan wangi 2,5% v/v III. Fraksi air daun pandan wangi 5% v/v IV. Fraksi air daun pandan wangi 7,5% v/v
V. Fraksi air daun pandan wangi 10% v/v
VI. Fraksi etil asetat daun pandan wangi 2,5% v/v VII. Fraksi etil asetat daun pandan wangi 5% v/v VIII. Fraksi etil asetat daun pandan wangi 7,5% v/v
IX. Fraksi etil asetat daun pandan wangi 10% v/v
Pembuatan fraksi air dan fraksi etil asetat daun pandan wangi 2,5% v/v, 5% v/v,
7,5% v/v, 10% v/v dilakukan dengan mengambil 2,5 ml ; 5 ml ; 7,5 ml ; dan 10
ml fraksi air dan fraksi etil asetat daun pandan wangi 10% v/v hasil fraksinasi
8. Perendaman batu ginjal dalam kelompok perlakuan
Subjek uji batu ginjal direndam pada sembilan kelompok perlakuan. Sebanyak
100,0 mg serbuk batu ginjal dimasukan ke dalam tabung reaksi bertutup.
Tabung reaksi diletakkan di atas penangas air pada suhu 37oC selama 6 jam
dan digojog setiap 30 menit selama 1 menit. Setelah 6 jam, hasil perendaman
disaring dengan kertas saring dan diperoleh filtrat yang digunakan untuk
pengukuran kadar kalsium terlarut dengan spektrofotometer serapan atom.
9. Preparasi alat
Untuk penetapan kadar kalsium, digunakan spektrofotometer serapan atom
dengan kondisi alat sebagai berikut:
Sumber Cahaya : Hollow Cathode Lamp
Arus lampu : 7-15mA
λ : 422,7 nm
Oksidan : udara (11,4 liter/menit) Bahan bakar : asetilena (1,3 liter/menit)
Setelah kondisi alat sesuai, dilakukan pembacaan serapan baku dan sampel.
10.Analisis kadar kalsium batu ginjal yang larut dalam fraksi air dan etil asetat
dengan spektrofotometer serapan atom
a. Pembuatan kurva baku kalsium
Pembuatan kurva baku diawali dengan membuat larutan stok kalsium
1000 ppm. Larutan stok kalsium dibuat dengan melarutkan 249,7 mg
CaCO3 dalam 50 ml HCl 0,1M dan ditambah aquadest hingga 100 ml.
Larutan standar dibuat dengan mengambil 0,6 ml ; 1,2 ml ; 1,8 ml ; 2,4 ml
; 3,0 ml larutan stok, diencerkan dengan aquadest sampai 100 ml sehingga
pmm, 30 ppm. Pembacaan serapan larutan baku menggunakan
spektrofotometer serapan atom.
b. Pengukuran kadar kalsium batu ginjal yang larut dalam fraksi air dan
fraksi etil asetat daun pandan wangi
Filtrat hasil perendaman dari masing-masing kelompok perlakuan dipipet
1,0 ml kemudian ditambahkan aquadest hingga 10 ml sebagai larutan
sampel. Pembacaan serapan larutan sampel menggunakan
spektrofotometer serapan atom.
F. Tata cara analisis hasil
Data diperoleh dari perendaman batu ginjal berkalsium berupa kadar
kalsium yang terlarut dalam fraksi air dan fraksi etil asetat daun pandan wangi
serta larutan kontrol negatif. Analisis data dilakukan menggunakan analisis
statistik deskriptif Explore untuk mengetahui model distribusinya. Setelah itu
dilanjutkan dengan analisis statistik One Way Annova untuk mengetahui adanya
perbedaan rata-rata dari setiap kelompok perlakuan. Kemudian untuk mengetahui
apakah rata-rata kelarutan kalsium batu ginjal tersebut berbeda bermakna atau
tidak maka analisis dilanjutkan dengan uji post hoc Least Significant Difference
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Determinasi Tanaman
Tanaman pandan wangi yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh
dari Balai Penelitian Tanaman Obat Tawangmangu. Determinasi tanaman
dilakukan untuk memastikan bahwa tanaman yang digunakan tidak salah dan
benar-benar berasal dari species Pandanus amaryllifolius Roxb. Berdasarkan hasil
determinasi yang dilakukan (lampiran I), dapat dipastikan bahwa tanaman pandan
wangi yang digunakan dalam penelitian ini benar-benar Pandanus amaryllifolius
Roxb.
B. Fraksi Air dan Etil Asetat Daun Pandan Wangi
Serbuk daun pandan wangi dengan derajat halus 12/18 dihilangkan dari
klorofil dan lemak menggunakan petroleum eter secara Soxhletasi. Lemak dan
klorofil dihilangkan agar tidak mengganggu saat fraksinasi flavonoid (Harborne,
1989). Soxhletasi dilakukan hingga petroleum eter tidak berwarna hijau. Hal ini
sebagai parameter bahwa klorofil telah hilang.
Maserasi serbuk daun pandan wangi dilakukan menggunakan etanol 70%.
Hal ini karena flavonoid dalam tanaman umumnya berada dalam bentuk glikosida
yang dapat larut dalam campuran air dan pelarut polar. Markham (1988)
menyebutkan bahwa metanol, etanol, butanol, aseton, dimetilsulfoksida,
dimetilformamida, dan lain-lain dicampur dengan air merupakan pelarut polar
yang sering digunakan untuk ekstraksi glikosida flavonoid. Beberapa aglikon
flavonoid kemungkinan juga dapat terlarut dalam campuran pelarut air-etanol
(etanol 70%). Adapun tujuan maserasi yaitu untuk menarik flavonoid dari serbuk
daun pandan wangi. Pemilihan metode maserasi ini didasarkan atas zat aktif
dalam daun pandan wangi, flavonoid, yang mudah larut dalam cairan penyarinya
(etanol-air). Selain itu dipilih metode maserasi karena cara pengerjaan dan
peralatan yang digunakan sederhana dan mudah.
Maserat yang diperoleh dipekatkan menggunakan rotaevaporator dengan
tujuan untuk menguapkan etanol sehingga didapatkan ekstrak kental bebas etanol.
Fraksinasi ekstrak kental bebas etanol menggunakan etil asetat dengan cara
ekstraksi berulang. Hasil ekstraksi yang didapat yaitu sari etil asetat dan air. Sari
etil asetat yang diperoleh dipekatkan menggunakan rotaevaporator hingga tidak
berbau. Pembuatan fraksi etil asetat 10%v/v dengan mengambil 10,0 ml sari etil
asetat yang telah dipekatkan, ditambah 1,0 ml tween 80 dan diencerkan dengan
aquadest hingga 100 ml. Tween 80 berperan sebagai surfaktan agar etil asetat
dapat bercampur dengan air ketika diencerkan. Sedangkan sari air hasil ekstraksi
juga diberi perlakuan yang sama dengan sari etil asetat sehingga diperoleh fraksi
air dengan kadar 10% v/v.
Fraksinasi bertujuan untuk memisahkan flavonoid dari senyawa yang
lebih polar yang terdapat dalam ekstrak kental bebas etanol seperti karbohidrat,
gula bebas. Sebagian besar gula dan glikosida flavonoid dengan kepolaran yang
tinggi akan tertinggal pada lapisan air sedangkan aglikon flavonoid dan
terlarut dalam fase air akan terlarut dalam lapisan etil asetat (Brunetton, 1999 ;
Harborne, 1989).
C. Preparasi Batu Ginjal
Batu ginjal yang digunakan dalam penelitian memiliki bentuk dan ukuran
yang tak beraturan, berwarna putih kecoklatan, serta berlapis-lapis. Batu ginjal
dihaluskan menjadi serbuk dengan derajat halus 20/50 mesh. Dengan demikian
diharapkan akan terjadi interaksi yang sama antara batu ginjal dan zat aktif dalam
tanaman pada semua kelompok perlakuan.
D. Analisis Kualitatif Kalsium Batu Ginjal
Batu ginjal memiliki jenis yang beragam dengan kandungan yang
berbeda-beda pada setiap batu. Dale (2003) menyebutkan persentase insidensi
batu ginjal yang mengandung kalsium yaitu sebanyak 70%. Oleh karena itu dalam
penelitian ini digunakan batu ginjal yang mengandung kalsium. Untuk
mengetahui ada tidaknya kalsium dalam batu ginjal yang digunakan dilakukan
analisis kualitatif secara kimiawi dan dengan menggunakan spektrofotometer
serapan atom.
Analisis kualitatif secara kimiawi dilakukan dengan menambahkan
reagensia yang meliputi larutan amonium karbonat, asam sulfat encer, amonium
oksalat, kalium kromat, dan kalium ferosianida ke dalam filtrat serbuk batu ginjal.
(Vogel, 1979). Analisis kualitatif ini didasarkan pada reaksi pengendapan. Hasil
analisis kualitatif kalsium batu ginjal yaitu sebagai berikut:
1. Larutan Amonium karbonat
Penambahan larutan amonium karbonat ke dalam filtrat serbuk batu ginjal
menghasilkan endapan putih kalsium karbonat. Reaksi yang terjadi yaitu:
Ca2+ + CO32-Æ CaCO3(s)↓
2. Larutan amonium oksalat
Larutan amonium oksalat yang ditambahkan ke dalam filtrat serbuk batu ginjal
menyebabkan terbentuknya endapan putih kalsium oksalat dengan reaksi
sebagai berikut:
Ca2+ + (COO-)2Æ Ca(COO)2(s)↓
3. Larutan asam sulfat encer
Filtrat serbuk batu ginjal dengan penambahan asam sulfat encer tidak
membentuk endapan putih kalsium sulfat. Vogel (1979) menyebutkan reaksi
kalsium dengan asam sulfat encer membentuk endapan putih kalsium sulfat.
Berikut reaksi yang terjadi:
Ca2+ + SO42-Æ CaSO4 (s)↓
Tidak terbentuknya endapan putih kalsium sulfat pada reaksi ini kemungkinan
disebabkan kurangnya kadar kalsium dalam batu ginjal sehingga tidak cukup
mampu untuk membentuk endapan dengan larutan asam sulfat encer.
4. Larutan kalium ferosianida
Larutan kalium ferosianida dengan filtrat serbuk batu ginjal tidak membentuk
ginjal untuk dapat membentuk endapan dengan larutan kalium ferosianida.
Endapan putih garam campuran seharusnya terbentuk menurut reaksi di bawah
ini seperti yang disebutkan oleh Vogel (1979). Reaksi :
Ca2+ + 2K+ + [Fe(CN)6]4 - Æ K2Ca[Fe(CN)6] (s)↓
5. Larutan kalium kromat
Endapan kuning-jingga kalsium kromat terbentuk ketika larutan kalium
kromat ditambahkan pada filtrat serbuk batu ginjal. Warna endapan yang
terbentuk mengikuti warna anion dari reagen yang ditambahkan. Ion kromat
berwarna kuning sehingga endapan kalsium kromat yang terbentuk berwarna
kuning-jingga (Vogel, 1979).
Ca2+ + CrO42-Æ CaCrO4 (s)↓
Berdasarkan hasil analisis kualitatif tersebut menunjukkan filtrat
mengandung kalsium. Adanya kandungan kalsium dalam batu ginjal yang
digunakan dalam penelitian ini juga ditunjukkan dari hasil pengukuran filtrat
menggunakan spektrofotometer serapan atom (tabel I).
Tabel I. Serapan filtrat serbuk batu ginjal yang diukur pada spektrofotometer serapan atom
Nilai serapan yang diperoleh dari hasil pengukuran dengan
spektrofotometer serapan atom menunjukkan adanya kalsium dalam filtrat.
Dengan demikian dari analisis kualitatif batu ginjal baik secara kimiawi maupun
dengan spektrofotometer serapan atom dapat disimpulkan terdapatnya kandungan
kalsium dalam subjek uji batu ginjal yang digunakan dalam penelitian.
E. Analisis Kualitatif Flavonoida
Analisis kualitatif dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya
flavonoid yang terkandung dalam fraksi air dan etil asetat daun pandan wangi.
Digunakan kromatografi lapis tipis dengan fase diam selulosa dan fase gerak
campuran n-butanol : asam asetat : air dengan perbandingan 4 : 1 : 5 v/v dipakai
fase atas. Fase atas dari campuran butanol : asam asetat : air merupakan
n-butanol dan asam asetat yang jenuh dengan air.
Sampel fraksi air dan etil asetat daun pandan wangi dielusi berdampingan
bersama standar rutin 0,05% b/v. Elusi dilakukan pada jarak 10 cm dari tempat
penotolan sampel. Deteksi bercak dilakukan menggunakan uap amonia dan
Tabel II. Hasil KLT fraksi air dan etil asetat daun pandan wangi dengan fase diam selulosa dan fase gerak campuran n-butanol : asam asetat : air (4 : 1 : 5 v/v)
Tanpa uap amonia Dengan uap amonia
Sinar tampak UV 365 nm Sinar tampak UV 365 nm
Pengamatan bercak dilakukan sebelum dan sesudah pemberian uap
amonia di bawah sinar tampak dan UV 365 nm. Berdasarkan hasil pengamatan,
tiap bercak menunjukkan warna dan Rf yang berbeda (tabel II). Sebelum diuapi
amonia dan diamati di bawah sinar tampak, hampir semua bercak tidak terlihat
warnanya, kecuali bercak c2 fraksi air daun pandan wangi. Bercak tersebut
memperlihatkan warna coklat muda dengan harga Rf 0,27. Perubahan warna
bercak terjadi ketika diamati di bawah sinar UV 365 nm. Tanpa uap amonia,
masing-masing bercak tampak berwarna gelap. Harga Rf bercak c1 fraksi air daun
pandan wangi 0,38 ; 0,64 untuk bercak b2 fraksi etil asetat daun pandan wangi ;