• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Studi

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa jurnal sebagai tinjauan studi, yaitu sebagai berikut :

a. Pengenalan Huruf Bali Menggunakan Metode Modified Direction

Feature (MDF) dan Learning Vector Quantization(MDF) (Agung BW

dkk, 2009)

Dalam penelitian ini dilakukan pengenalan tulisan daerah Bali , mekanisme pengenalannya menggunakan teknik Modified Direction

Feature (MDF) dan menggunakan Jaringan Saraf Tiruan (Learning Vector

Quantization) dalam hal klasifikasinya . Penelitian ini menghasilkan

tingkat akurasi di atas 70% pada data uji dengan penulis yang berbeda dan di atas 80% dengan penulis yang tulisannya pernah menjadi data training. Dari penelitian ini , untuk penelitian lebih lanjut dalam rangka optimalisasi akurasi sitem dapat dilakukan dengan mencoba menggunakan metode klasifikasi yang lain.

b. Arabic numeral Recognition Using SVM Classifier (Sinha et al, 2013) Penelitian ini melakukan pengenalan terhadap Angka Arab . Mekanisme pengenalannya sebagai berikut, untuk tahap ekstraksi fitur menggunakan teknik Image Centroid Zone (ICZ), Zone Centroid Zone

(ZCZ), dan penggabungan kedua teknik tersebut. Untuk Klasifikasinya menggunakan Support Vector machine (SVM) yang berdasarkan teori pembelajaran statistik. Penelitian ini menghasilkan tingkat akurasi pengenalan berkisar dari 96.25% - 97.1%.

c. Offline Handwriting Recognition using Genetic Algorithm (Kala et al, 2010)

(2)

Penelitian ini membahas tentang pengenalan tulisan tangan secara online. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu algoritma genetika dan teori tentang graph . Teori graph dan koordinat geometri digunakan untuk mengkonversi citra menjadi graph. Penggabungan kedua teknik tersebut menghasilkan tingkat akurasi 98.44% .

2.2 Aksara Bali

Aksara Bali berasal dari aksara Brahmi purba dari India. Selain itu, buku tersebut juga menyebutkan bahwa aksara Bali memiliki banyak kemiripan dengan aksara-aksara modern di Asia Selatan dan Asia Tenggara yang berasal dari rumpun aksara yang sama. Aksara Bali pada abad ke-11 banyak memperoleh pengaruh dari bahasa Kawi atau Jawa kuno. Versi modifikasi aksara Bali ini digunakan juga untuk menuliskan bahasa Sasak yang digunakan di Pulau Lombok. Beberapa kata-kata dalam bahasa Bali meminjam dari bahasa Sansekerta yang kemudian juga mempengaruhi aksara Bali. Tulisan Bali tradisional ditulis pada daun pohon siwalan (sejenis palma), tumpukannya kemudian diikat dan disebut lontar.

Menurut keputusan Pasamuhan Agung tersebut Ejaan Bahasa Bali dengan Huruf Latin itu disesuaikan dengan ejaan Bahasa Indonesia. maksudnya ialah :

1. Ejaan itu dibuat sesederhana mungkin

2. Ejaan itu harus fonetik, artinya tepat atau mendekati ucapan yang sebenarnya

Berdasarkan hal- hal tersebut di atas, maka ditetapkan huruf- huruf yang dipakai untuk menuliskan Bahasa Bali dengan huruf Latin sebagai tersebut di bawah ini:

a) Aksara suara (vokal) : a, e, i, u, e, o (enam buah, telah diubah pepet dan taling sama)

(3)

Tabel 2. 1 Daftar Aksara Suara

b) Aksara wianjana (konsonan): h, n, c, r, k, g, t, m, ng, b, s, w, l, p, d, j, y, ny, (18 buah)

(4)

c) Angka : 0-9

Tabel 2. 3 Daftar Angka dalam Aksara Bali

d) Pangangge Suara

(5)

2.3 Pengolahan Citra Digital

Citra merupakan fungsi dua dimensi dari intensitas kecerahan f(x,y) . Citra digital merupakan sebuah citra dengan fungsi f(x,y) yang nilai kecerahan maupun posisi koordinatnya telah didiskritkan , sehingga nilainya berada dalam rentang jangkauan tertentu . Citra digital direpresentasikan dalam bentuk matriks . Matriks dimana baris dan kolomnya merepresentasikan sebuah posisi dari citra tersebut , nilai dari posisi yang bersangkutan merupakan tingkat kecerahan dari posisi tersebut pada citra yang sebenarnya . Berdasarkan pada penelitian bahwa sebuah warna merupakan kombinasi dari tiga warna dasar, yaitu merah, hijau, dan biru

(Red, Green, Blue - RGB). Kualitas suatu citra dapat diperbaiki dengan

melakukan pengolahan citra , pengolahan citra berguna juga untuk mengolah informasi yang terdapat pada suatu citra untuk pengenalan suatu objek secara otomatis dan dapat diinterpretsikan oleh mata manusia . Pada dasarnya pengolahan citra terbagi menjadi :

a) Peningkatan kualitas citra (image enhancement) b) Pemulihan citra (image restoration)

c) Pemampatan citra d) Analisis citra e) Segmentasi citra

f) Rekonstruksi citra, dan lain-lain

Pada penelitian, dilakukan beberapa pengolahan citra terhadap citra inputan, tahap pengolahan citra ini merupakan tahap pengolahan data awal . Pengolahan citra yang dilakukan pada penelitian ini yaitu pengolahan warna pada citra sampai mendapatkan citra biner, pemampatan citra agar bisa diekstraksi fitur dari citra , kemudian segmentasi, untuk mengambil koordinat dari citra yang mengandung informasi mengenai karakter aksara Bali.

2.4 Pengolahan Warna dalam Citra

Dalam suatu citra , setiap piksel menyimpan informasi, yaitu informasi warna yang terdiri dari tiga elemen Red, Green, Blue (RGB). Setiap elemen tersebut bias memiliki nilai yang beragam, dan hasil kombinasi dari ketiga elemen warna tersebut akan menghasilkan kombinasi warna yang berbeda – beda pula.

(6)

Ada beberapa citra menurut nilai yang terkandung pada ketiga elemen warna yang dimiliki oleh setiap pikselnya, berikut beberapa jenis citra berdasarkan nilai RGB yang dimiliki :

2.4.1 Citra RGB

Pada citra RGB, setiap piksel atau elemen citra mempunyai informasi nilai warna mulai dari 0 sampai dengan 255, nilai 0 menyatakan tidak ada elemen warna pada piksel dan 255 menyatakan nilai maksimum elemen tersebut pada pixel. RGB terdiri dari elemen Red (R), Green (G), dan Blue(B) , kombinasi dari ketiga warna tersebutlah yang akan menghasilkan susunan warna yang luas. Sebuah jenis warna dapat digambarkan sebagai sebuah vektor di ruang 3 dimensi (x,y,z). Maka sebuah vektor dituliskan sebagai r = (x,y,z). Untuk warna komponen- komponen tersebut digantikan oleh red, green, dan blue . Sehingga , untuk warna putih = RGB(255,255,255) , warna hitam = RGB(0,0,0), begitu pun untuk kombinasi warna lainnya.

2.4.2 Grayscale

Citra grayscale merupakan citra yang setiap pikselnya berada dalam rentang gradasi warna hitam dan putih. Pengolahan citra menjadi citra grayscale

biasanya dilakukan dengan memberikan bobot untuk masing – masing elemen

red, green, dan blue. Tetapi cara yang cukup mudah adalah dengan membuat nilai

rata- rata dari ketiga elemen dasar warna tersebut dan kemudian mengisi setiap piksel dari citra dengan warna dasar tersebut dengan rata – rata nilai warna yang dihasilkan .

Komponen R memberikan kontribusi 30 % , komponen G 60 % , dan komponen B 10 % terhadap pencahayaan dari warna. Untuk menentukan nilai

grayscale sesuai dengan menghitung pencahayaan standar yang digunakan oleh

industri televisi (Gomes & Velho, 1997 ) yaitu dengan rumus 2.1 berikut :

Grayscale = R*0.299 + G*0.587 + B*0.114 ... (2.1)

dimana :

R : intensitas warna Red (merah) B : intensitas warna Blue (biru) G : intensitas warna Green (hijau)

(7)

2.4.3 Biner

Citra biner merupakan citra yang setiap pikselnya hanya mungkin memiliki warna hitam atau putih saja. Hitam atau putihnya warna dari piksel tersebut diperoleh melalui proses pemisahan piksel- piksel berdasarkan derajat keabuannya. Diperlukan batas atau threshold atau nilai ambang untuk melakukan pemisahan tersebut , jadi piksel yang memiliki nilai derajat keabuan di atas

threshold akan diubah menjadi warna putih , sedangkan piksel yang memiliki nilai

derajat keabuan dibawah threshold akan diubah menjadi warna hitam .

2.5 Thinning

Definisi image thinning adalah proses morfologi citra yang merubah bentuk asli citra biner menjadi citra yang menampilkan batas-batas obyek/ foreground hanya setebal satu piksel. Algoritma thinning secara iteratif menghapus piksel- piksel pada binary image, dimana transisi dari 0 ke 1 (atau dari 1 ke 0 pada konvensi lain) terjadi sampai dengan terpenuhi suatu keadaan dimana satu himpunan dari lebar per unit (satu piksel) terhubung menjadi suatu garis.

Algoritma zhang suen merupakan salah satu contoh untuk algoritma

thinning. Algoritma ini sederhana dan pemrosesan yang cepat. Setiap iterasi dari

metode ini terdiri dari dua sub iterasi yang berurutan yang dilakukan terhadap

contour points dari wilayah citra. Contour point adalah setiap pixel dengan nilai 1

dan memiliki setidaknya satu 8-neighbor yang memiliki nilai 0. Tabel 2. 5 Ketetanggaan Piksel

Kondisi:

1) 2 ≤ N(p1) ≤ 6 2) S(p1) = 1

(8)

3) p2 • p4 • p6 = 0 4) p4 • p6 • p8 = 0 5) 2 ≤ N(p1) ≤ 6 6) S(p1) = 1 7) p2 • p4 • p8 = 0 8) p2 • p6 • p8 = 0 Dimana:

N(p1) = jumlah dari tetangga p1 yang tidak nol S(p1) = jumlah transisi 0 – 1 dalam urutan p2, p3, ... Langkah-langkahnya:

a) Beri tanda semua piksel 8-tetangga yang memenuhi kondisi (1) sampai dengan (4).

b) Hapus piksel tengahnya.

c) Beri tanda semua piksel 4-tetangga yang memenuhi kondisi (5) sampai dengan (8).

d) Hapus piksel tengahnya.

e) Lakukan langkah a sampai d berulang kali, sampai tidak ada perubahan. 2.6 Segmentasi

Segmentasi adalah membagi suatu citra ke dalam beberapa daerah berdasarkan kesesuaian bentuk/objek. Proses segmentasi akan selesai apabila objek yang diperhatikan dalam aplikasi sudah terisolasi.

Algoritma segmentasi secara umum berbasiskan pada salah satu dari dua sifat dasar nilai intensitas:

1) diskontinu: membagi suatu citra berdasarkan perubahan besar nilai intensitas (seperti sisi)

(9)

2) similaritas: membagi suatu citra berdasarkan similaritas sesuai kriteria tertentu yang sudah didefinisikan.

Segmentasi sering digunakan sebagai fase pertama dalam analisis citra. Tujuan utamanya adalah membagi citra ke dalam basis elemen sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Bentuk elemen bergantung pada aplikasi. Misalkan citra yang terdiri dari udara hingga daratan, cukup memishkan antara jalan dari lingkungan dan kendaraan yang bergerak di atas jalan. Segmentasi citra otomatis merupakan model yang sangat sulit dalam pengolahan citra. Berikut langkah-langkah metode Profile Projection (Hendry, 2011) :

1) Input citra

2) Ubah citra menjadi citra biner

3) Bentuk proyeksi horisontal dengan menjumlahkan pixel black tiap baris dari citra, proyeksi dilakukan terhadap X

4) Bentuk proyeksi vertikal dengan menjumlahkan pixel black tiap kolom dari citra, proyeksi dilakukan terhadap Y

5) Jika proyeksi horizontal dan vertikal sudah terbentuk, selanjutnya adalah proses pemotongan untuk mendapatkan citra yang penting.

6) Tentukan proyeksi vertikal untuk memisalkan baris-baris yang mengandung karakter dalam citra

7) Potong tiap baris berdasarkan titik terendah dan tertinggi dari tiap proyeksi vertikal

8) Untuk tiap baris hasil pemotongan proyeksi vertikal, potonglah tiap karakter dengan menggunakan koordinat dari proyeksi horizontal.

Pemotongan dilakukan dengan mencari jumlah proyeksi vertikal dan horizontal yang tidak nol tetapi koordinatnnya tepat berada sebelum atau sesudah nol. Karena nol dianggap adalah spasi atau pemisah karakter maupun baris.

2.7 Pengenalan Pola

Sebuah pola merupakan tiruan dari suatu model, namun ketika menjelaskan berbagai tipe objek dalam dunia fisik dan abstrak dapat dikatakan bahwa pola itu sendiri adalah setiap antarhubungan data baik analog maupun digital, kejadian dan atau konsep yang dapat dibeda- bedakan. Secara garis besar ,

(10)

pengenalan pola dibedakan menjadi dua yaitu pengenalan pola langsung (konkret) dan tidak langsung (konseptual). Pengenalan pola konkret mencakup pengenalan visual dan aural spasial (contohnya gambar, tulisan, sidik jari, wajah) dan temporal (contohnya gelombang, suara) dimana dibutuhkan bantuan alat penginderaan ( sensor). Pengenalan pola abstrak seperti gagasan di satu pihak dapat dilakukan tanpa bantuan sensor.

Berdasarkan pada subjek pelakunya, pengenalan pola dibedakan menjadi dua. Pertama pengenalan pola oleh manusia atau jasad hidup lainnya, contohnya disiplin ilmu fisiologi, biologi,psikologi,dan lain sebagainya. Kedua mengenai pengembangan teori dan teknik unuk merancang sebuah alat yang dapat melakukan tugas pengenalan sevara otomatis, berhubungan dengan komputerisasi serta ilmu teknik dan informatika.

Pengenalan pola yang berhubungan dengan komputerisasi memiliki dua fase dalam system pengenalan polanya, yaitu fase pelatihan (training) dan fase pengenalan. Untuk pengenalan pola melalui suatu citra, pada fase pelatihannya beberapa sampel citra dipelajari untuk menentukan fitur/ciri yang akan digunakan untuk pengenalan dan prosedur klasifikasinya. Kemudian pada fase pengenalannya , diambil fitur atau ciri dari citra tersebut kemudian ditentukan kelas/kelompoknya.

Pada penelitian kali ini, metode yang digunakan untuk melakukan ekstraksi fitur yaitu :

2.7.1 Direction Feature (DF)

Direction Feature (DF) adalah pencarian nilai fitur berdasarkan label arah

dari sebuah piksel. Pada metode ini setiap piksel foreground pada gambar memiliki arah tersendiri dimana arah yang digunakan terdiri dari 4 arah dan masing-masing arah diberikan nilai atau label yang berbeda. Arah yang digunakan pada pelabelan arah dapat dilihat seperti berikut :

(11)

Gambar 2. 1 Pelabelan Arah Piksel Matriks ketetanggaannya seperti berikut :

Tabel 2. 6 Matriks Ketetanggaan

X1 X2 X3

X8 O X4

X7 X6 X5

Untuk melakukan pelabelan arah pada masing masing piksel dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Lakukan pengecekan secara raster dari kiri ke kanan.

2. Apabila menemukan sebuah piksel foreground maka lakukan pengecekan dengan melihat tetangga dari piksel tersebut.

3. O adalah piksel yang akan dicek, kemudian pengecekan dilakukan dari X1 – X8. Apabila pada posisi tetangga dari X1 sampai X8 ditemukan pixel

foreground, maka ubahlah nilai O menjadi nilai arah berdasarkan aturan

dibawah ini:

a) Jika pada posisi X1 atau X5 maka nilai arah adalah 5 b) Jika pada posisi X2 atau X6 maka nilai arah adalah 2 c) Jika pada posisi X3 atau X7 maka nilai arah adalah 3 d) Jika pada posisi X4 atau X8 maka nilai arah adalah 4 2.7.2 Transition Feature (TF)

Sesuai namanya , transition feature yaitu menghitung posisi transisi dan jumlah transisi pada bidang vertikal maupun horizontal dari citra. Transisi

(12)

merupakan posisi dimana terjadi perubahan piksel dari background menjadi

foreground tetapi tidak sebaliknya. Nilai TF ini didapatkan dari hasil pembagian

antara posisi transisi dengan panjang maupun lebar citra tersebut. Nilai TF diambil dari 4 arah transisi yaitu kiri ke kanan, kanan ke kiri, atas ke bawah, dan bawah ke atas. Kisaran nilai TF selalu antara 0-1, dan hasilnya selalu menurun . Jumlah transisi yang dilakukan tergantung dari jumlah transisi maksimal yang ditentukan , apabila lebih makanya nilainya tidak dihitung, apabila kurang maka nilai TF yang diberikan adalah 0.

2.7.3 Modified Direction Feature (MDF)

Metode ekstraksi ciri Modified Direction Feature (MDF)

mengkombinasikan ciri/ fitur arah dan informasi struktur global yang ada pada karakter. Ciri/fitur yang dihasilkan berupa vektor dengan nilai berkisaran 0-1 dengan panjang 120-161. Pendekatan yang dilakukan MDF yaitu dengan deteksi nilai arah (DF) , mencari nilai transisi (TF), dan menentukan banyaknya transisi yang dipakai.

1. Pencarian Titik Awal

Titik awal pertama adalah piksel pertama yang ditemukan pada citra karakter yang paling bawah dan paling kiri. Titik awal yang baru adalah setiap piksel yang mempunyai arah yang berbeda dari segmen baris sebelumnya. Iterasi pencarian titik awal dan nilai arah dimulai dari titik awal pertama sampai tidak ada lagi piksel-piksel pembentuk karakter yang belum mempunyai nilai arah. Semua titik awal yang ditemukan akan digantikan dengan nilai 8 untuk sementara. Nilai 8 ini selanjutnya akan dinormalisasi pada proses selanjutnya setelah semua titik awal ditemukan dan piksel-piksel lain selain titik-titik awal mempunyai nilai arah.

2. Menentukan Nilai Transisi

Dalam menentukan nilai transisi hal pertama yang dilakukan yaitu melakukan pemindaian pada masing masing piksel dari masing masing arah. Nilai transisi (TF) adalah nilai dari pembagian antara posisi dari transisi dengan panjang atau lebar dari citra. Apabila pemindaian dilakukan dari kiri ke kanan

(13)

atau dari kanan ke kiri maka nilai transisi diambil dari pembagian posisi transisi dengan lebar gambar. Apabila proses pemindaian dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas maka nilai transisi diambil dari pembagian posisi transisi dengan panjang gambar. TF selalu berkisar antara 0 – 1. Transisi pertama yang ditemukan selalu mempunyai TF yang terbesar.

3. Menentukan Nilai Arah

Ketika sebuah transisi ditemukan, selain menyimpan TF, DF juga disimpan. DF ini diambil dari pembagian label arah pada posisi ditemukan transisi dengan nilai pembagi. Pada penelitian ini nilai pembagi yang digunakan adalah 10 Apabila jumlah transisi yang ditemukan kurang dari jumlah transisi yang digunakan maka DF sisanya diberikan nilai 0.

4. Normalisasi Nilai Arah

Proses ini dilakukan untuk mengubah nilai 8 yang merupakan nilai sementara untuk titik awal. Terdapat dua langkah yang dilakukan pada proses ini. Langkah pertama adalah mencari frekuensi kemunculan nilai arah yang paling besar pada suatu segmen garis yang bermula pada suatu titik awal. Langkah kedua yaitu menggunakan nilai arah dengan frekuensi kemunculan paling besar tersebut untuk menggantikan nilai 8 pada titik awal tersebut.

Dengan MDF, ciri suatu karakter didapatkan dari nilai-nilai arah dan lokasi dari nilai arah tersebut. Pada setiap arah pencarian tersebut akan dihasilkan dua buah matriks, matriks pertama berisi letak piksel arah yang membentuk karakter (Location Transition (LT)), sedangkan matriks ke dua berisi nilai arah pada piksel tersebut (Direction Transition (DT)). Setiap matriks akan berukuran 5 x 3 pada MDF3 dan 5 x 4 pada MDF4. Sehingga hasil akhir vektor yang didapatkan akan berjumlah 4 x 2 x 5 x 3=120 pada MDF3 dan 4 x 2 x 5 x 4=160 pada MDF4 (4 = banyak arah pencarian, 2 = jumlah matriks pada setiap arah pencarian (DT&LT), 5*3 = ukuran matriks MDF3, 5*4 = ukuran matriks MDF4). 2.8 Artificial Neural Network

Artificial Neural Network (ANN) atau Jaringan saraf tiruan (JST) adalah

sebuah sistem pengolahan informasi yang karakteristik kinerjanya menyerupai jaringan saraf biologis. Jaringan saraf tiruan telah banyak dikembangkan sebagai

(14)

generalisasi model matematika dari pengertian manusia atau saraf biologi . Seperti halnya manusia yang otaknya selalu belajar dari lingkungan sehingga dapat mengelola lingkungan dengan baik berdasarkan pengalaman yang sudah didapatkan, ANN, yang dalam pengenalan pola sebagai model yang digunakan untuk proses pengenalan, membutuhkan proses pelatihan agar dapat melakukan pengenalan kelas suatu data uji baru yang ditemukan. Proses pelatihan dalam ANN dapat menggunakan algoritma-algoritma seperti Perceptron,

Backpropagation, Self - Organizing Map (SOM), Delta, Associative Memory,

Learning Vector Quantization dan sebagainya.

Secara umum, ada 4 macam fungsi aktivasi yang dipakai di berbagai jenis ANN, yaitu

a) Fungsi aktivasi linear

Fungsi aktivasi ini biasanya digunakan untuk keluaran ANN yang nilai keluarannya diskret. Jika v adalah nilai gabungan dari semua oleh penambah, sinyal keluaran y didapatkan dengan memberikan nilai

v apa adanya untuk menjadi nilai keluaran. Nilai y diformulasikan dengan :

𝑦 = 𝑠𝑖𝑔𝑛 𝑣 = 𝑣 ... (2.1) b) Fungsi aktivasi undak (step)

Jika v adalah nilai gabungan dari semua vektor oleh penambah, keluaran y didapatkan dengan melakukan pengambangan

(thresholding) pada nilai v berdasarkan nilai T yang diberikan. Nilai y

diformulasikan dengan :

𝑦 = 𝑠𝑖𝑔𝑛 𝑣 = −1 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑣 < 𝑇1 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑣 ≥ 𝑇... (2.2) Bentuk di atas disebut juga step/threshold bipolar, ada juga yang berbentuk biner. Berikut contohnya :

(15)

2.9 Generalized Learning Vector Quantization

Generalized Learning Vector Quantization (GLVQ) dikembangkan oleh Atsushi

Sato dan Keiji Yamada pada tahun 1996 untuk menangani masalah perbedaan serius dengan. Sato dan Yamada memecahkan masalah ini dengan metode pembelajaran baru untuk meminimalkan fungsi biaya (cost function). Perumusan GLVQ dimulai dengan mendefinisikan perbedaan jarak relatif 

 

x sebagai berikut :

 

2 1 2 1 d d d d x     ... (2.4) dimana d1 adalah jarak antara x dengan w1, dan d2 adalah jarak antara x dengan w2.

 

x

 bernilai antara -1 sampai 1. Jika 

 

x bernilai negatif maka x

diklasifikasikan benar, jika 

 

x bernilai positif maka x diklasifikasikan salah. Dengan demikian ukuran pembelajaran diformulasikan dengan meminimalkan

cost function S sebagai berikut :

 

  N i i x f S 1  ... (2.5)

dimana N adalah vektor input pada pembelajaran. Untuk meminimalkan S, w1,

dan w2 yaitu dengan cara diperbarui dengan menggunakan persamaan berikut :

2

1

2 1 2 1 1 x w d d d f w w         ... (2.6) dan

2

2

2 1 1 2 2 x w d d d f w w         ... (2.7) Dimana   f

adalah turunan dari fungsi sigmoid

 

t

e t f   1 1 ,

Generalized Learning Vektor Quantization (GLVQ) merupakan bagian

dari metode Jaringan Syaraf Tiruan (JST), yang di mana metode tersebut melakukan pembelajaran pada lapisan kompetetif yang terawasi. Suatu lapisan

(16)

kompetetif akan secara otomatis belajar untuk mengklasifikasikan vektor-vektor input. Adapun algoritma dari GLVQ adalah (Atsushi Sato, 1996):

1) Tetapkan bobot (w), maksimum epoh (MaxEpoh), error minimum yang diharapkan (Eps), Learning rate (α), Pengurang rasio (dec).

2) Tentukan

i. Input : x (m,n) ii. Target : T (1,n)

3) Tetapkan kondisi awal epoh = 0

4) Kerjakan jika : (epoh < MaxEpoh) atau (α > eps)

i. Epoh = epoh + 1

ii. Kerjakan untuk i = 1 sampai n

1. Tentukan j sedemikian hingga ||x-Wj|| minimum (sebut sebagai Cj )

2. Perbaiki Wj dengan ketentuan

a. Jika T = Cj maka , hitung Wj(baru) dengan rumus W 1 berikut:

𝑊𝑗 (baru) = 𝑊𝑗 (lama) + α 𝑓|𝑢(𝑣𝑖)

4 𝑑2

𝑑1+𝑑2 2 (x - 𝑤𝑙𝑎𝑚𝑎)……….(2.8)

b. Jika T ≠ Cj maka hitung Wj(baru) dengan rumus W 2 berikut:

𝑊𝑗 (baru) = 𝑊𝑗 (lama) - α 𝑓| 𝑢(𝑣𝑖) 4 𝑑2 𝑑1+𝑑2 2 (x - 𝑤𝑙𝑎𝑚𝑎)………..(2.9) dimana : m, n = Matriks gambar α = Learning rate

Wj = Bobot terdekat pada kelas yang sama dan salah

d1 = Jarak antara x dengan Wlama

5) Kurangi learning rate  α = α * pengurang rasio

Tes kondisi berhenti, yaitu kondisi yang mungkin menetapkan sebuah jumlah tetap dari iterasi atau rating pembelajaran mencapai nilai kecil yang cukup.

Gambar

Tabel 2. 1 Daftar Aksara Suara
Tabel 2. 4 Daftar Pengangge Suara
Gambar 2. 1 Pelabelan Arah Piksel  Matriks ketetanggaannya seperti berikut :

Referensi

Dokumen terkait

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya efek hepatoprotektif ekstrak etanol buah dewandaru ( Eugenia uniflora L.) pada tikus putih yang diinduksi

Buku Pedoman ini diterbitkan setiap tahun ajaran agar dapat memberikan gambaran serta acuan tentang tata cara proses pendidikan melaui kurikulum berbasis

Tidak ada pengaruh pemberian kombinasi tepung keong mas dan tepung paku air terfermentasi terhadap berat telur ayam petelur strain Isa brown ini, dikarenakan

Keberhasilan kegiatan belajar mengajar dikelas, tidak hanya tergantung dalam penguasaan bahan ajar atau penggunaan metode pembelajaran, tetapi proses pembelajaran yang baik

Lintang (LS/LU) Bujur (BT) Rawat Inap Non Rawat Inap Luas Wilayah Desa Jumlah Penduduk.. NO PROVINSI

Menguasai konsep teoritis audit atas laporan keuangan dengan penekanan pada kemampuan dalam melaksanakan audit program baik untuk pengujian substansi dan kemampuan dalam membuat

Dengan cara yang sama seperti di atas, Tabel Transportasi dan penyelesaiannya dengan menggunakan Program Solver untuk masing-masing jenis produk RAJAA TUNGGAL,

Penelitian ini hanya merupakan studi akademis sehingga masih diperlukan penelitian lebih lanjut, seperti penentuan daerah survei dan lokasi titik dasar bereferensi