INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
Sidang Ujian Tugas Akhir. 2012
STUDI PENENTUAN BATAS MARITIM INDONESIA-MALAYSIA
DI LAUT SULAWESI BERDASARKAN UNITED NATIONS
CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA (UNCLOS 1982)
(Studi Kasus Ambalat di Laut Sulawesi)
Oleh :
FLORENCE ELFRIEDE SINTHAULI SILALAHI 3508100004
LATAR BELAKANG
Laut Sulawesi merupakan bagian wilayah perairan Indonesia yang berbatasan dengan Malaysia. Indonesia memiliki batas daratan
dengan Malaysia di Pulau Sebatik
Konsepsi UNCLOS mengenai negara pantai dan negara kepulauan
2
Indonesia menandatangani UNCLOS pada tahun 1985 melalui Undang-Undang No. 17/1985, sedangkan Malaysia meratifikasi pada tanggal 14
Oktober 1996
Perlunya studi penentuan batas maritim antara Indonesia dan Malaysia di Laut Sulawesi.
PERUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana menentukan batas maritim antara
Indonesia dengan Malaysia di laut Sulawesi
yang sesuai dengan konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa tentang hukum laut (UNCLOS
1982)?
2.
Bagaimana analisa terhadap zona
maritim pada kawasan Ambalat di
Laut Sulawesi yang dapat dilakukan
antara kedua negara tersebut?
BATASAN MASALAH
Adapun batasan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1.
Penggambaran wilayah maritim pada peta laut dan peta lingkungan laut
nasional mengenai batas antara Indonesia yang mengacu pada PP
No.37/2008 dari Pemerintah Republik Indonesia, dengan Malaysia yang
disesuaikan dengan United Nations Convention on the Law of the Sea
(UNCLOS 1982) pasal 3, 5, 33, 47 dan 57, serta Technical Aspects on the
Law of the Sea (TALOS) di Laut Sulawesi.
2.
Analisa batas wilayah maritim Indonesia-Malaysia pada kawasan
Ambalat di Laut Sulawesi yang sesuai United Nations Convention on the
Law of the Sea 1982 pasal 3, 5, 33, 47 dan 57, serta Technical Aspects on
the Law of the Sea (TALOS).
TUJUAN DAN MANFAAT
Tujuan
1. Menghasilkan peta batas wilayah maritim antara Indonesia dengan Malaysia di Laut Sulawesi berdasarkan United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 pasal 3, 5, 33, 47 dan 57, serta Technical Aspects on the Law of the Sea (TALOS).
2. Mendeskripsikan kawasan Ambalat dari analisa zona maritim antar kedua negara di Laut Sulawesi berdasarkan United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 pasal 3, 5, 33, 47 dan 57, serta Technical Aspects on the Law of the Sea (TALOS).
5
Manfaat
1. Memberi informasi mengenai batas wilayah maritim antara Indonesia dengan Malaysia yang telah sesuai dengan PP No.37/2008, United Nations Convention on the
Law of the Sea 1982 pasal 3, 5, 33, 47 dan 57, serta Technical Aspects on the Law of the Sea (TALOS).
2. Memberikan informasi dalam bentuk peta dan analisa deskriptif tentang lokasi Ambalat pada wilayah maritim antara Indonesia-Malaysia di Laut Sulawesi.
TINJAUAN PUSTAKA
6
Gambar 1 Pembagian Zona Maritim
TINJAUAN PUSTAKA
7
Titik Pangkal dan Garis Pangkal
Gambar 2 Contoh-Contoh Garis Pangkal
(Sumber : Arsana. 2007)
TINJAUAN PUSTAKA
Metode Delimitasi Batas Maritim
8
Gambar 3 Metode Sama Jarak Berhadapan
Gambar 4 Metode Sama Jarak
Bersebelahan
TINJAUAN PUSTAKA
9
Peta Laut (Nautical Chart)
Proyeksi Peta
TINJAUAN PUSTAKA
10
Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS 1982) sebagai
Dasar Penentuan Batas Maritim Negara Indonesia-Malaysia di
Laut Sulawesi Pasal 3, 5, 33, 47, dan 57
TALOS (Technical Aspects of the Law of the Sea)
Datum Geodetik
PENELITIAN TERDAHULU
11
Opsi garis yang dibicarakan dalam seksi ini adalah garis batas maritim untuk dasar laut. Pertama, menetapkan garis batas tunggal maka satu garis akan membagi dasar laut sekaligus airnya. Secara praktis, garis semacam ini akan menentukan batas kewenangan untuk eksploitasi minyak/ gas di dasar laut sekaligus ikan di perairannya. Kedua, jika delimitasi untuk masing-masing rejim dilakukan secara terpisah maka ada kemungkinan akan dihasilkan garis yang berbeda untuk dasar laut (landas kontinen) dan tubuh airnya (ZEE). (Arsana. 2009)
METODOLOGI PENELITIAN
12
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini mengambil wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia di Laut Sulawesi, yaitu
01
° 46' 53" LU- 04° 10' 10" LU dan 117° 54’ 29” BT- 119° 02' 26" BT, dimulai dari P. Sebatik
(TD.036) hingga P. Sambit (TD.040).
Gambar 6. a) Peta NKRI b) Peta Malaysia 1979; c) Peta Laut Indonesia No.132; d)
Peta British Admiralty Charts 1994
(Sumber : Pusat Pemetaan Batas Wilayah Bakosurtanal)
a
b
c
d
PERALATAN DAN BAHAN
13
PeralatanHardware
1. Notebook Compaq Presario CQ40 AMD Turion X2, memori 1 GB, harddisk 320 GB 2. hp designjet scanner 4200
3. Printer dalam pencetakan laporan tugas akhir. Software 1. AutoDesk Map 2004 2. TransforSoft 1998 3. ArcView GIS 3.3 Bahan
1. Peta Laut daerah penelitian yang dikeluarkan oleh Dinas Hidro-Oseanografi TNI-AL (Dishidros), meliputi Peta Laut Kalimantan-Pantai Timur Sungai Berau hingga perbatasan Indonesia Malaysia keluaran keenam Juni 2011, nomor peta 132 dengan skala 1 : 500.000, datum WGS 1984 dan Proyeksi Mercator.
2. British Admiralty Charts (BAC) Tahun 1994 nomor peta 1852 dengan skala 1 : 300.000, datum WGS 1984 dan Proyeksi Mercator sebagai peta tinjauan.
3. Peta Malaysia 1979 cetakan 1-PPNM rampaian 97 Skala 1 : 1.500.000, datum Timbalai 1948 dan Koordinat Geografis. 4. Peta No.1 Dishidros TNI AL edisi Agustus 2010 tentang Simbol
dan Singkatan Peta laut.
5. Koordinat geografis konsesi Blok Ambalat
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.38 tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.37 tahun 2008 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik garis Pangkal Kepulauan Indonesia dan Perubahannya.
7. United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 pasal 3, 5, 7, 33 dan 47
DIAGRAM ALIR PENGOLAHAN DATA
14
HASIL DAN PEMBAHASAN
Menyamakan Proyeksi dan Datum
15
Tabel 1. Spesifikasi Peta-Peta yang Digunakan
Peta LautIndonesia Admiralty British Charts
(BAC)
Peta Malaysia Proyeksi Mercator Mercator Geografis Ellipsoida WGS 1984 WGS 1984 Timbalai 1948 Skala 1 : 500.000 1 : 300.000 1 : 1.500.000 Edisi (Tahun Pembuatan) 2011 1994 1979
Tabel 2. Spesifikasi Datum yang
Digunakan
Dari data dan peta-peta tersebut dilakukan proses transformasi agar sistem proyeksi dan elipsoida menghasilkan koordinat dengan proyeksi Merkator dalam satuan meter (X,Y) dan elipsoida WGS 1984.
Nama
Datum a (Sumbu Panjang Ellipsoid) 1/f (penggepen gan) Timbalai 1948 6377298.556 1/300.8017 WGS 1984 6378137 1/298.2572
HASIL DAN PEMBAHASAN
16
Proses Rubber sheet dan Digitasi Peta
Proses Rubber Sheet memerlukan empat titik kontrol pada peta, yaitu a berada pada
pojok kiri atas, b pojok kanan atas, c adalah pojok kanan bawah, d adalah pojok kiri
bawah. Peta yang telah di-rubber sheet selanjutnya di-digitasi. Daerah didigitasi dengan
layer warna tertentu, yaitu indeks degradasi warna pada AutoCad (layer color index)
meliputi Kalimantan yaitu Pantai Timur Sungai Berau hingga perbatasan
Indonesia-Malaysia, Pulau Omadal, Bumbum, dan Simpoma Malaysia.
HASIL DAN PEMBAHASAN
17
Proses Plotting Koordinat Titik Dasar
Data koordinat titik-titik dasar (basepoints) yang digunakan untuk Indonesia
mulai TD.036-TD.037 dengan nomor urut daftar koordinat 17-20 berdasarkan PP
No. 37/2008, dan TD.039-TD.040 dengan nomor urut 21-22 berdasarkan PP No.
38/2002. Basepoints ini ditransformasikan sebelum di-plotting pada basemap
dengan TransforSoft 1998.
Gambar 9. Hasil Plotting PP No.37/2008 dan PP No. 38/2002 (layer color
HASIL DAN PEMBAHASAN
18
Proses Plotting Koordinat Titik Dasar Indonesia
Dari hasil plotting koordinat titik-titik dasar tersebut, terdapat perbedaan antara titik yang tergambar pada peta laut dengan hasil transformasi dari PP No.37/2008 dan PP No.38/2002 yang berupa kesalahan radial, yaitu makin ke pojok-pojok peta makin tidak presisi. Hal ini dapat disebabkan beberapa hal seperti kemampuan perangkat lunak yang digunakan yaitu Autodesk Map 2004 dan program transformasi Transforsoft 1998, ketidakakuratan saat proses rubber sheet, maupun dari kesalahan basemap sendiri seperti kualitas gambar dan warna dari hardcopy peta laut dan proses scan peta menjadi softcopy .
Tabel 3 Besar Pergeseran Hasil Plotting Titik Dasar No. Titik Dasar Jarak (meter) Δx (meter) Δy (meter)
036 187.5122 187.4746 3.7547 036A 163.4594 161.2941 -26.5174 036B 224.7327 224.5259 9.6399 037 190.3372 171.4553 -82.6517 039 148.9989 136.3876 59.9926 040 1152.0406 634.9136 961.2929
HASIL DAN PEMBAHASAN
19
Proses Plotting Koordinat Titik Dasar
Tabel 4. Hasil Transformasi Plotting PP No.37/2008 dan PP No. 38/2002
No
Urut Lintang Geodetik Bujur X (meter) Proyeksi Mercator Y (meter) ket
0 ‘ “ 0 ‘ “ 17 4 10 10 117 54 29 1235683.764 461446.207 TD.036 18 4 9 58 117 55 44 1238002.920 461076.638 TD.036A 19 4 9 34 117 56 27 1239332.569 460337.499 TD.036B 20 4 0 38 118 4 58 1255133.752 443831.758 TD.037 21 2 15 12 118 38 41 1317689.122 249225.835 TD.039 22 1 46 53 119 2 26 1361753.087 197007.970 TD.040
Data koordinat titik-titik dasar (basepoints) yang digunakan untuk Malaysia
dipertimbangkan dari garis pantai berdasarkan peta laut dikarenakan Malaysia
tidak mempublikasikan ataupun mendepositkan salinan setiap peta atau daftar
klaim koordinatnya pada sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.
HASIL DAN PEMBAHASAN
20
Proses Plotting Koordinat Titik Dasar
Tabel 5. Hasil Proyeksi Mercator dari Klaim Malaysia
No. Urut Lintang Bujur X (meter) Y (meter) 78 3° 01' 5" 119° 53' 0" 1455379.337 333850.911 79 3° 06' 0" 118° 57' 5" 1351649.393 342924.271 80 3° 08' 67" 118° 46' 17" 1331614.519 348676.243 81 3° 39' 0" 118° 22' 0" 1286566.970 403842.876 82 4° 03' 65" 118° 01' 1" 1247641.188 450172.155 83 4° 08' 0" 117° 56' 95" 1241272.077 457408.435 84 4° 10' 0" 117° 53' 97" 1235768.670 461103.786 Kawasan klaim Malaysia didapatkan dari Peta 1979 dari mulai nomor titik 78-84 yang masih perlu ditransformasikan karena perbedaan proyeksi dan datum, sehingga hasilnya seperti Gambar 6 berikut :
HASIL DAN PEMBAHASAN
21
Proses Plotting Koordinat Titik Dasar
Gambar 10. Hasil Digitasi wilayah Malaysia dengan batas klaimnya
(layer color index 126)
PENARIKAN BATAS MARITIM
22
Metode Sama Jarak Sama Jarak Modifikasi
1. Penentuan batas maritim laut teritorial diatur pada Pasal 15 UNCLOS 1982
yang menyatakan bahwa dua negara yang saling berhadapan atau
berdampingan tidak diperkenankan mengklaim laut teritorial yang melebihi
garis tengah (median line) antara kedua negara tersebut
2. Namun hampir semua garis pantai bersifat tidak teratur (irregular) maka
sebuah garis lurus tidak akan memenuhi syarat ekuidistan pada jarak yang
panjang. Untuk itu diperlukan mengubah arah di titik-titik tertentu, yang
disebut titik belok untuk menyesuaikan keadaan pantai dari negara (daerah)
yang terlibat.
3. Garis batas maritim final bisa dicapai dengan memberikan bobot tertentu
(nol, setengah, penuh) kepada pulau-pulau kecil di sekitar Sabah, Malaysia
sehingga garis final yang dihasilkan bukan lagi garis tengah murni,
melainkan hasil modifikasi
PENARIKAN BATAS MARITIM
23
Metode Sama Jarak Sama Jarak Modifikasi
Gambar 11. Penarikan Metode Sama Jarak dengan Circle Three Points System
Penarikan batas maritim penelitian ini menggunakan metode sama jarak modifikasi
yang diperlukan untuk penentuan batas maritim antara Indonesia – Malaysia yang
kurang dari 24 mil, selain itu bahwa telah diterima secara umum bahwasanya hukum
internasional modern tidak memungkinkan pulau kecil untuk memberikan efek yang
tidak proporsional pada batas maritim (Lowe, dkk dalam Arsana, 2007)
PENARIKAN BATAS MARITIM
24
Metode Sama Jarak Sama Jarak Modifikasi
Gambar 12. Keseluruhan Hasil Penarikan Metode Sama Jarak dengan
PENARIKAN BATAS MARITIM
25
Pembuatan Topology dan Buffering Laut Teritorial
Gambar 13. Penentuan Batas Laut Teritorial dengan Pembuatan Topology dan
Buffering
Untuk wilayah perairan antara Indonesia-Malaysia yang luasnya lebih dari
24 mil laut, dibuat topology untuk pembuatan buffering. Diawali pembuatan
topologi yaitu berhubungan dengan interkoneksi dan batas features peta,
kemudian membuat buffer garis (polyline)
PENARIKAN BATAS MARITIM
26
Penentuan Zona Tambahan
1. UNCLOS 1982 mendefinisikan pulau sebagai wilayah tanah (area of land)
yang terbentuk secara alami (natural formed), dikelilingi air (surrounded
by water) dan harus berada di atas permukaan air saat pasut tinggi
(above water at high tide). Sementara itu karang (rocks) hanya bisa
mengklaim laut teritorial dan zona tambahan dan tidak bisa mendukung
kehidupan manusia atau kehidupan ekonominya secara mandiri. (Arsana,
2007)
2. Penarikan batas maritim penelitian ini menggunakan metode sama jarak
modifikasi dengan memberikan bobot setengah untuk garis batas antara
Indonesia-Malaysia, sehingga zona tambahan hanya ditentukan untuk
Indonesia. Hasil dari buffering Laut Teritorial dan Zona tambahan ini
dihubungkan dengan garis hasil metode sama jarak dengan circle three
PENARIKAN BATAS MARITIM
27
Penentuan Zona Tambahan
Gambar 14. Penentuan Batas Zona Tambahan Indonesia dengan
PENARIKAN BATAS MARITIM
28
Penggambaran Konsesi Blok Ambalat
Analisa selanjutnya plotting koordinat Blok Konsesi Ambalat yang telah
ditransformasikan menjadi koordinat mercator. Ada tiga konsesi yang
didapatkan yaitu Blok Bukat (layer color index 33), Blok Ambalat (index layer
color 224) dan Blok East-Ambalat (layer color index 14).
PENARIKAN BATAS MARITIM
29
Analisa Penggambaran Konsesi Blok Ambalat
1. Dari penggambaran diketahui, Blok Bukat masuk ke wilayah laut teritorial
Indonesia sehingga berlaku hak kedaulatan (sovereignty), untuk Blok Ambalat
masuk pada Zona Tambahan dan Blok East-Ambalat termasuk pada Zona
Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia sehingga berlaku hak berdaulat (sovereign
rights). Penarikan ZEE dan landas kontinen tidak dilakukan pada penelitian ini
dikarenakan jarak 200 mil laut melebihi basemap penelitian, namun dari
penggambaran terlihat bahwa Blok Ambalat masuk dalam hak kedaulatan dan
hak berdaulat Indonesia.
2. Kedaulatan (Sovereignty) merupakan suatu wewenang tertinggi yang dapat
dilakukan suatu negara untuk melaksanakan kekuasaanya terhadap suatu
wilayah dan/atau masyarakatnya. Sedangkan Hak berdaulat merupakan
kewenangan suatu negara terhadap suatu wilayah tertentu dimana
pelaksanaannya haruslah tunduk pada aturan hukum yang berlaku bagi
masyarakat internasional.
PENARIKAN BATAS MARITIM
30
KESIMPULAN
31
1. a. Penentuan batas maritim antara Indonesia-Malaysia di laut Sulawesi
berdasarkan UNCLOS 1982 dilakukan dengan menarik garis batas maritim
Indonesia-Malaysia dengan dua cara, yaitu membuat topology dan buffering
dengan Autodesk Map 2004, dan metode sama jarak modifikasi. Penarikan laut
teritorial Indonesia sebesar 12 mil dari garis pangkal kepulauan, sedangkan
Malaysia dari garis pangkal normal yaitu sepanjang pulau dan karangnya.
b. Penarikan batas sama jarak modifikasi antara kedua negara dengan prinsip
circle three points system yang penarikan lingkarannya tidak melebihi daratan
malaysia dan garis pangkal kepulauan Indonesia.
c. Pemberian bobot setengah (half effect) untuk pulau kecil dan karang milik
Malaysia ketika menentukan garis batas antara Indonesia-Malaysia sesuai pasal
121 UNCLOS 1982, sehingga zona tambahan hanya ditentukan untuk Indonesia.
KESIMPULAN
32
1. d. Terjadi pergeseran titik dasar hasil transformasi koordinat dari PP No.37/2008 dan PP No.38/2002 dengan titik dasar yang telah tergambar pada peta laut Indonesia yaitu TD.036=187.5122 meter, TD.036A=163.4594 meter, TD.036B=224.7327 meter, TD.037=190.3372 meter, TD.039=148.9989 meter, TD 0.40=1152.0406 meter. Hal ini dapat disebabkan beberapa hal seperti kemampuan perangkat lunak yang digunakan, yaitu Autodesk Map 2004 dan program transformasi Transforsoft 1998, ketidakakuratan saat proses rubber sheet, maupun dari kesalahan basemap sendiri seperti kualitas gambar dan warna dari hardcopy peta laut yang digunakan dan proses scan peta agar menjadi softcopy .
2. Dari penggambaran diketahui lokasi konsesi yang ada di Laut Sulawesi, yaitu Blok Bukat masuk ke wilayah laut teritorial Indonesia berdasarkan UNCLOS 1982 pasal 3 tentang Lebar Laut Teritorial, sehingga berlaku hak kedaulatan (sovereignty), untuk Blok Ambalat masuk pada Zona Tambahan Indonesia, dan Blok East-Ambalat termasuk pada Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia sehingga berlaku hak berdaulat (sovereign rights).
SARAN
33
1. Penulis mengajukan saran kepada Negara Malaysia agar pembuatan peta Malaysia beserta garis klaim maritimnya harus berdasarkan UNCLOS 1982 yang dihasilkan pada peta laut dengan tahun pembuatan setelah 1996 dan perlu dilakukan pembaharuan peta secara periodik.
2. keperluan negosiasi antara kedua negara, sebaiknya memperhatikan keseragaman antara proyeksi dan elipsoida dalam membuat peta yang mengacu pada standart internasional Special Publication IHO atau SPI-51 tentang A Manual on Technical
Aspects of the United Nations Convention on the Law of the Sea, Part II mengenai
peta laut.
3. Untuk keperluan penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan software CARIS LOTSTM yang dirancang untuk keperluan pembuatan peta laut.
4. Diperlukan pembelajaran mengenai penarikan batas wilayah laut dikarenakan banyaknya metode yang dapat digunakan, selain itu perlu pengetahuan untuk pertimbangkan kesesuaiannya dengan wilayah penelitian, dan kesesuaiannya dengan peraturan-peraturan yang berlaku.
PENUTUP
34
Rekomendasi
Penelitian ini hanya merupakan studi akademis sehingga masih diperlukan
penelitian lebih lanjut, seperti penentuan daerah survei dan lokasi titik dasar
bereferensi pada posisi titik-titik dari garis pangkal perairan Indonesia dengan
metode, spesifikasi, dan standar ketelitian survei yang mengacu pada ketetapan
IHO dalam SP-44 yaitu Pembuatan Pilar Titik Referensi, Pengukuran Geodetik,
Survei Batimetrik, Pemeruman, Penentuan Garis Pantai, Pengamatan Pasang
Surut, Sarana Bantu Navigasi, Pengamatan Meteorologi, Pengumpulan Data
Geografi Maritim dan Penggambaran Lembar Lukis Teliti (penggambaran hasil
pengukuran geodetik dan pemeruman pada lembar lukis teliti skala 1 : 5.000
dan kedalamannya dinyatakan dalam meter dan desimeter). (Djunarsjah, 2004)
DAFTAR PUSTAKA
35
Anonim. Glossary Geodesi. <URL http://geodesy.gd.itb.ac.id/?page_ id=13> Diakses pada tanggal 21 Mei 2012 pukul 11.12 WIB
Anonim. Map Projection. <URL http://student.eepis-
its.edu/~arik/arik/KuliaH%20PaGi/GIS%20Arif%20Basofi/Week-05%20(Map%20Projection).ppt> Diakses pada tanggal 21 Mei 2012 pukul 11.17 WIB
Anonim. Reference Ellipsoid. <URL
http://www.colorado.edu/geography/gcraft/notes/datum/edlist.html> Diakses tanggal 21
Mei 2012 pukul 11.18 WIB
Anonim. Timbalai 1948. <URL http://georepository.com/datum_ 6298/Timbalai-1948.html> Diakses pada tanggal 21 Mei 2012 pukul 11.15 WIB
Arsana, I.M. 2007. Batas Maritim Antar Negara. Jogjakarta. UGM Press.
Arsana, I.M. 2009. Penyelesaian Sengketa Ambalat dengan Delimitasi Maritim : Kajian Geospasial dan
Yuridis. <URL http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/6%20pdf.pdf> Diakses pada tanggal 20 Februari 2012 pukul 13.16 WIB
Arsana, I.M. Indonesia’s National and Regional Boundaries Under Law No.32/ 2004. Slide Principles of
DAFTAR PUSTAKA
36
Bakosurtanal. 2010. Batas Maritim Indonesia. Slide presentasi Pusat Pemetaan Batas Wilayah. Dinas Hidro-Oseanografi TNI-AL. 2010. Peta No.1 : Simbol dan Singkatan Peta laut. Jakarta
Direktorat Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. 2010. Penetapan Batas
Maritim dengan Malaysia sudah Dilakukan Sejak Tahun 1969. Tabloid Diplomasi No.35 Tahun
III 15 September-14 Oktober 2010 ISBN 1978-9173 Djunarsjah, E. 2004. Hukum Laut. Bandung. ITB
International Hydrographic Bureau. 2006. A Manual on Technical Aspects of the United Convention on the Law of the Sea. Special Publication No.51, 4th edition. Monaco.
Mugnier, CJ. 2009. Grids and Datums Malaysia. Photogrammetric Engineering & Remote Sensing April
2009. <URL http://www.asprs.org/a/resources/grids/04-2009-malaysia.pdf> Diakses pada tanggal 21 Mei 2012 pukul 11.08 WIB
Mutiara, Ira. 2004. Materi : Bab IV. Proyeksi Peta : Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT) Teknis
Pengukuran dan Pemetaan Kota. Surabaya. Program Studi Teknik Geomatika ITS
Negara Kesatuan Republik Indonesia. (2008). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37
Tahun 2008 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik – Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia. Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
37
Negara Kesatuan Republik Indonesia. (1983). Undang-Undang republik Indonesia No.5 Tahun 1983
tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
Pujiastuti, Fusy. 2009. Aspek Geodetik Dalam Penarikan Batas Wilayah Laut Daerah (Studi Kasus :
Perairan Selat Madura). Laporan Tugas Akhir. Surabaya. Program Studi Geomatika ITS.
Purworahardjo, Umaryono. 2000. Hitung dan Proyeksi Geodesi. Bandung. Jurusan Teknik Geodesi ITB. Safitri, D. 2011. Studi Penentuan Batas Maritim Antara Dua Negara Berdasarkan Undang-Undang yang
Berlaku di Dua Negara yang Bersangkutan (Studi Kasus : NKRI dan RDTL). Laporan Tugas Akhir.
Surabaya. Program Studi Geomatika ITS
United Nations. 1982. United Nations Convention on the Law of the Sea. <URL
http://id.wikisource.org/wiki/Halaman:Unclos_ e.djvu/> Diakses pada tanggal 20 Februari
2012 pukul 13.55 WIB
Wulandari, B. T. 2005. Sengketa Wilayah Perbatasan Perairan Ambalat-Karang Unarang Pasca Kasus
Sipadan dan Ligitan (tinjauan Hukum Laut Internasional). <URL
http://umm.scientificejournal.umm.ac.id/index.php/.../326_umm_scientific_journal.doc>
Artikel Jurnal Ilmiah Hukum Universitas Muhammadiyah Malang. Diakses pada tanggal 20 Februari 2012 pukul 13.45