LAPORAN
PRAKTIKUM
GENETIKA
MOLEKULAR
HIBRIDISASI
SOUTHERN
KHAIRUL
ANAM
P051090031/BTK
BIOTEKNOLOGI
SEKOLAH
PASCASARJANA
INSTITUT
PERTANIAN
BOGOR
HIBRIDISASI
SOUTHERN
PENDAHULUAN
Hibridisasi Southern adalah proses perpasangan antara DNA yang menjadi sasaran dan DNA
pelacak. Hibridisasi southern biasa digunakan untuk melacak adanya DNA yang sesuai dengan pelacak,
misalnya untuk mengetahui integrasi transgen di dalam organisme transgenik. Berdasarkan prinsipnya,
hibridisasi southern dapat dibagi ke dalam 4 tahap, yaitu : (1) fiksasi DNA di membran (nitroselulosa
atau nilon); (2) pelabelan pelacak; (3) prehibridisasi dan hibridisasi; dan (4) deteksi hasil hibridisasi.
Fiksasi DNA di membran dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu (1) penetesan DNA (dot blot)
langsung di membran; (2) fiksasi DNA bakteri replika (plasmid rekombinan) di membran; (3) fiksasi DNA
fage rekombinan dari satu replika plak di membran; dan (4) transfer DNA dari gel agarose (yang
sebelumnya telah dimigrasikan dengan elektroforesis) ke membran. Membran yang dipergunakan untuk
memfiksasi DNA biasanya menggunakan membran nilon karena lebih kuat daripada membran
nitroselulosa. Dot blot dan hibridisasi terhadap DNA replika hanya dapat digunakan untuk mendeteksi
keberadaan DNA tetapi tidak dapat mengetahui ukurannya. Sebaliknya, hibridisasi southern terhadap
DNA yang difiksasi ke membran dengan cara transfer melalui metode southern (southern blotting) dapat
diketahui ukuran DNA targetnya (Suharsono dan Widyastuti, 2006).
Pelacak dapat diperbanyak melalui beberapa metode sebagai berikut : perbanyakan plasmid
yang dilanjutkan dengan isolasi fragment DNA yang diinginkan melalui elusi atau dengan PCR dengan
menggunakan primer yang spesifik. Berbagai bahan dan cara telah dikembangkan untuk melabel
pelacak. Pada dasarnya bahan untuk melabel DNA pelacak dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu
(1) bahan radioaktif (radioisotop) seperti 32P, 33P, 3H; dan (2) bahan non radioaktif seperti digoxigenin,
biotin, ECL, dan alkalin fosfatase (AlkPhos). Radioisotop sangat sensitif untuk digunakan dalam
hibridisasi southern, tetapi membutuhkan fasilitas yang canggih dan keamanan yang harus dijaga
dengan ketat. Oleh karena itu pemilihan bahan non‐radioisotop menjadi sangat menarik karena dampak
lingkungannya lebih ringan dibandingkan dengan menggunakan bahan radioisotop walaupun
ALAT DAN BAHAN
Alat
PCR, Elektroforesis, Gel Dock, Shaker, UV transiluminator, vacuum dan mesin hibridisasi
Bahan
Fage rekombinan, Film, Probe
METODE
Southern Blotting
Dilakukan elektroforesis DNA di dalam 0,8% gel agarose tanpa ethidium bromida (dengan
penanda berat molekul DNA). Kemudian, DNA diwarnai dengan merendam gel yang mengandung DNA
di dalam larutan ethidium bromida (0,5 mg/ml), pada wadah yang terlindung cahaya selama 20‐30
menit. DNA divisualisasikan di atas lampu transiluminator UV, dan dibuat foto gel untuk mengetahui
posisi penanda ukuran DNA. Kemudian, gel hasil elektroforesis direndam dengan larutan depurinasi 0.25
M HCl selama 10 menit dan digoyang dengan kecepatan 10 rpm, lalu dibilas dengan akuades. Kemudian
gel direndam dalam larutan denaturasi (0.5 M NaOH) sebanyak 500 ml, digoyang selama 20‐25 menit,
pada kecepatan 10 rpm, lalu gel dibilas dengan akuades. Lalu gel direndam dalam larutan netralisasi (1.5
M NaCl; 0.5 M Tris HCl pH 7.2 1 mM EDTA)sebanyak 500 ml digoyang selama 15 menit, lalu gel dibilas
dengan akuades. Membran nylon Hybon N+ disiapkan sesuai dengan ukuran gel yang kemudian
membran tersebut dipotong salah satu ujungnya untuk mengetahui orientasi membran dan diberi label
dengan pensil. Membran nylon dibasahi dengan 2X SSC dan diletakkan di atas alat vacuumgene
(Pharmacia). Gel diletakkan di atas membran, ditambahkan 20X SSC hingga tergenang dan diatasnya
ditutup dengan plastic. Gel di vakum dengan 60 mBar selama kurang lebih 3 jam. Membran diambil dan
dimasukkan ke dalam alat crosslinker untuk menfiksasi DNA di membran pada 1200 x 100 mJoule/cm2 :
1 menit. Membran siap untuk dilakukan hibridisasi southern blot.
Pelabelan Probe
20 ul cross linker solution diencerkan dengan ditambahkan 80 ul air. DNA (atau RNA) diencerkan
untuk label sampai konsentrasi 10 ng/ul dengan air yang berbeda. Diambil 10 ul sampel DNA (yang telah
diencerkan) dan masukkan ke eppendorf, kemudian didenaturasi dalam water bath 100°C selama 5
menit. Eppendorf didinginkan di es selama 5 menit,lalu spin down. 10 ul buffer reaksi ditambahkan ke
dalam ependorf, lalu di mix. Kemudian ditambahkan 2 ul labeling reagen, lalu di mix. Ditambahkan 10 ul
menit. Probe dapat digunakan langsung atau dapat disimpan di es paling lama 2 jam (untuk
penyimpanan yang lebih lama, probe yang sudah di label dapat disimpan dalam larutan 50% (v/v) pada ‐
15°C s.d. ‐30°C sampai 6 bulan.
Prehibridisasi
Larutan buffer prehibridisasi dibuat dengan melarutkan NaCl 0,5 M dan 5 % (b/v) blocking
reagent ke dalam larutan hibridisasi dan dikocok dengan magnetic stearer selama 1 jam pada suhu
ruang. Membran dimasukkan ke dalam tabung hibridisasi dengan posisi yang mengandung DNA pada
bagian dalam gulungan dan ditambahkan SSC 3x sebanyak 5 ml tanpa menyebabkan terbentuknya
gelembung udara antara dinding tabung dengan membran. Larutan SSC 3x dibuang dan ditambahkan 15
– 20 ml larutan buffer prehibridisasi ke dalam tabung. Lakukan prehibridisasi selama 1 jam pada suhu
42°C.
Hibridisasi
Larutan buffer prehibridisasi di dalam tabung ditambahkan dengan DNA pelacak yang sudah
dilabel dengan menggunakan pipet mikro. Tabung eppendorf tempat DNA pelacak yang sudah dilabel
dibilas dengan larutan prehibridisasi supaya seluruh pelacak dapat masuk ke dalam larutan. Hibridisasi
dilakukan pada suhu 42°C.
Washing
Larutan pembilas pertama dipanaskan pada suhu 42°C di dalam oven hibridisasi, dilakukan 2
kali. Membran diambil dari dalam tabung dan dimasukkan dalam wadah yang berisi larutan pembilas
kedua menggunakan pinset berujung tumpul. Wadah diletakkan di atas shaker dan digoyang selama 5
menit pada suhu ruang, dilakukan 2 kali. Larutan pembilas kedua dalam wadah di ganti dengan yang
baru dan diinkubasikan kembali selama 5 menit pada suhu ruang.
Deteksi Sinyal
Larutan deteksi sinyal dibuat dengan mencampurkan detection reagent 1 dan detection reagent
2 (1:1) sebanyak 0,125 ml/cm2. Wrapping plastik disiapkan diatas permukaan kaca yang rata dan
diteteskan dengan larutan deteksi. Kelebihan larutan pembilas kedua dibuang dan permukaan membran
yang mengandung DNA disentuh (direndam) ke atas tetesan cairan pendeteksi, selanjutnya di inkubasi
Membran diletakkan dalam kaset dengan permukaan yang mengandung DNA menghadap atas. Dalam
ruang gelap dengan menggunakan lampu bercahaya merah (red safe light) film autoradiografi ECL
seukuran membran diletakkan di atas membran dan dipress di dalam Film Cassette, dilakukan dalam
keadaan gelap pada suhu kamar selama 4 jam. Film diangkat dari Film Cassette dan dicuci dengan
larutan developer dalam keadaan gelap pada suhu kamar selama 5 menit. Film dicuci dengan larutan
fixer dalam keadaan gelap pada suhu kamar selama 5 menit. Film dibilas dengan air pada suhu kamar
selama 5 menit. Film dikeringanginkan pada suhu kamar. Sinyal yang terdapat pada film diobservasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hibridisasi southern dilakukan pada gen DNA yang terbentuk dalam pita yang terdapat pada gel
agarose hasil dari elektroforesis. Pada gambar 1, terdapat pita DNA dari gen hasil transformasi yang
telah di amplifikasi yang kemudian DNA dari pita inilah yang akan di hibridisasi.
Gambar 1. Gel agarose hasil elektroforesis pada pemeriksaan gen hasil transformasi
Pada gambar 2, diketahui bahwa pita DNA yang ada pada gel agarose berhasil di hibridisasi yang
kemudian dari hasil ini akan dilakukan deteksi sinyal dengan menggunakan pelacak DNA. Pada deteksi
sinyal tidak terbentuk pita pada film.
Gambar 2.
Hasil hibridisasi DNA dari gel agarose hasil elektroforesis
Pembahasan
Hibridisasi southern sangat berguna dalam penentuan keberadaan gen. walaupun teknik PCR
dapat digunakan untuk mengetahui keberadaan suatu gen atau DNA, tetapi hibridisasi southern tetap
dibutuhkan karena dengan teknik ini dapat diketahui panjang gen yang ada di dalam suatu organisme.
Selain itu hibridisasi juga dapat digunakan untuk kajian keragaman molekuler, seperti RLFP dan RAPD.
Penapisan terhadap suatu pustaka untuk mengisolasi gen, baik pustaka genom maupun pustaka cDNA,
memerlukan teknik hibridisasi southern. Konfirmasi hasil isolasi suatu gen atau DNA juga dilakukan
menggunakan teknik hibridisasi southern
(Suharsono dan Widyastuti, 2006).
Pada prinsipnya terdapat dua cara pemblotan DNA. Pertama adalah pemblotan dengan sistem
kapiler yang sudah dipakai sejak lama. Kedua adalah pemblotan dengan sistem vakum yang banyak
dipakai belakangan ini karena relative lebih cepat dan mudah. Terbukti pada percobaan kali ini hibridisasi
southern dengan menggunakan vakum berhasil, seperti yang terlihat pada gambar 2,meski lebih cepat.
Hibridisasi berhasil dilakukan, ditunjukkan dengan adanya pita yang ada pada membran nylon hybond N
+yang juga telah
diberi pelacak (Suharsono dan Widyastuti, 2006).Berdasarkan informasi yang diperoleh, dari percobaan deteksi sinyal, tidak diperoleh bercak
hitam pada film. Tidak adanya bercak hitam pada film dikarenakan tidak timbulnya cahaya dimana
cahaya tersebut dapat timbul apabila substrat yang berupa enzim (alkalin phosphatase) yang telah
diberi label (detection reagent) berekasi membentuk komplemen dengan DNA hasil hibridisasi yang
telah diberi pelacak (probe). Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa hibridisasi dari hasil transfeksi
tidak menghasilkan sinyal pada film x‐ray.
Tidak terdapatnya sinyal (dot) pada film X‐Ray tidak berarti tidak terdapatnya gen target, namun
perlu dilakukan dengan waktu yang lebih lama pada tahap deteksi sinyal ketika membran hasil
hibridisasi ditempelkan dengan film sehingga memungkinkan untuk alkalin phosphatase bereaksi
dengan DNA yang ada pada membran.
KESIMPULAN
1.
Hibridisasi southern berhasil dilakukan dengan metode blotting menggunakan vakum.
2.
Sinyal DNA hasil hibridisasi tidak dapat dideteksi karena tidak tercetak pada film.
DAFTAR PUSTAKA