• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI - NOVITA WIEKA APRIHATUN BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI - NOVITA WIEKA APRIHATUN BAB II"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Konseptual

1. Berpikir Kritis Matematis

(2)

kreatif dan memecahkan suatu masalah.Kemampuan berpikir kritis adalah salah satu ciri utama keberhasilan dalam pembelajaran, terutama pada pembelajaran matematika. Pentingnya berpikir terutama berpikir kritis dalam pembelajaran matematika yaitu agar siswa dapat memahami dan menguasai matematika. Tidak berkembangnya kemampuan berpikir kritis akan menghambat siswa dalam menyelesaikan masalah matematis. Ennis (Kuswana, 2011) menyatakan bahwa berpikir kritis merupakan berpikir wajar dan reflektif yang fokus dalam menentukan apa yang harus dipercaya atau dilakukan. Ennis (1993) berpendapat bahwa berpikir kritis pada dasarnya tergantung pada dua disposisi. Pertama, perhatian untuk “bisa

melakukannya dengan benar” sejauh mungkin dan kepedulian untuk

menyajikan posisi jujur dan kejelasan. Kedua, tergantung pada proses evaluasi (menerapkan kriteria untuk menilai kemungkinan jawaban), baik secara proses implisit maupun eksplisit. Menurut Ennis (1985) tiga tingkat teratas taksonomi dari tunjuan pendidikan yaitu analisis, sintetis, dan evaluasi sering dijadikan sebagai definisi pemikiran kritis.Ennis (1985) juga menyatakan bahwa berpikir kritis adalah pemikiran reflektif dan masuk akal yang terfokus pada penentuan apa yang harus dipercaya atau dilakukan. McPeck (Kusuwana, 2011) mendefinisikan berpikir kritis sebagai

“ketepatan penggunaan spektis reflektif dari suatu masalah, yang

(3)

Sedangkan menurut Glazer (Suwarma,2009) membahas definisi berpikir kritis matematika dari beberapa literatur. Ia melaporkan bahwa berpikir kritis matematika tidak didefinisikan secara eksplisit. Menurutnya, berpikir kritis dapat dirujuk dari kombinasi pemecahan masalah, penalaran, dan pembuktian matematika. Hal ini diterangi karena beragamnya definisi berpikir kritis matematika yang digunakan para peneliti. Ia merumuskan berpikir kritis dalam matematika sebagai kemampuan dan disposisi untuk menyertakan pengetahuan sebelumnya, penalaran matematika, dan strategi kognitif untuk menggeneralisasi, membuktikan dan mengevaluasi situasi-situasi matematika yang tidak familiar secara reflektif.

Orang-orang yang memiliki kemampuan berpikir kritis tidak hanya mengenal sebuah jawaban. Mereka akan mengembangkan kemungkinan-kemungkinan jawaban lain berdasarkan analisis dan informasi yang telah didapat dari suatu permsalahan. Berpikir kritis berarti melakukan proses penalaran terhadap suatu masalah sampai pada tahap kompleks tentang

“mengapa” dan “bagaimana” proses pemecahannya.

(4)

penalaran deduktif. Sehingga seringkali tujuan utama dari pembelajaran matematika tidak lain untuk membiasakan agar siswa mampu berpikir logis, kritis dan sistematis. Oleh karena itu maka dalam mempelajari matematika kuarang tepat bila dilakukan dengan cara menghafal, namun matematika dapat dipelajari dengan baik dengan cara mengerjakan latihan-latihan. Dalam mengerjakan latihan-latihan tersebut mulai berpikir bagaimana merumuskan masalah, merencanakan penyelesaian, mengkaji langkah-langkah penyelesaian, membuiat dugaan bila data yang disajikan kurang lengkap maka diperlukan sebuah kegiatan berpikir kritis. Apabila dalam pembelajaran matematika yang dominan mengandalkan kemampuan daya pikir maka perlu membina kemampuan berpikir siswa khususnya berpikir kritis agar mampu mengatasi permasalahan pembelajaran matematika tersebut yang materinya cenderung bersifat abstrak.

Adapun tahapan-tahapan berpikir kritis menurut Angelo (Santoso, 2009) sebagai berikut :

1. Ketrampilan Menganalisis

(5)

menggabungkan, memilah, mengurutkan, membuat diagram, memilih alternatif untuk menghitung.

2. Ketrampilan Mensintesis

Ketrampilan mensintesis merupakan ketrampilan yang berlawanan dengan ketrampilan menganalisis. Ketrampilan mensintesis adalah ketrampilan menggabungkan bagian-bagian menjadi sebuah bentukan atau susunan yang baru. Untuk mengembangkan ketrampilan mensintesis berarti adanya sebuah tindakan menggabungkan, menghimpun, mengorganisir, dan mensistematis sebuah permasalahan sehingga ditemukan penyelesaian.

3. Ketrampilan Mengenal dan Memecahkan Masalah

Ketrampilan ini merupakan ketrampilan aplikasi konsep kepada beberapa pengertian baru. Ketrampilan ini bertujuan agar siswa mampu memahami dan menerapkan konsep-konsep ke dalam permasalahan atau ruang lingkup baru. Kegiatan yang dilakukan dalam mengembangkan kemampuan pemecahan masalah adalah dengan mengamati, mengenali, identifikasi, memprediksi, dan membuat alternatif jawaban.

4. Ketrampilan Menyimpulkan

(6)

faktor-faktor yang mempengaruhi serta menemukan hal-hal baru berdasarkan informasi yang dianalisis.

5. Ketrampilan Mengevaluasi dan Menilai

Ketrampilan ini menuntut pemikiran yang matang dalam menentukan nilai sesutau dengan berbagai kriteria yang ada. Ketrampilan ini menghendaki siswa agar memberikan penilaian tentang nilai yang diukur dengan menggunakan standar tertentu.

Ennis (1993) juga mengemukakan pendapatnya bahwa berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pada pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan.

Dalam kurikulum berpikir kritis, menurut Ennis (Suwarma, 2009) terdapat dua belas indikator berpikir kritis yang dikelompokan dalam lima kemampuan berpikir, yaitu (1) Klarifikasi elementer (elementary clarification), yang meliputi: memfokuskan pertanyaan, menganalisis

argumen, bertanya dan menjawab pertanyaan yang membutukan penjelasan. (2) Dukungan dasar (basic support), meliputi: mempertimbangkan kredibilitas sumber dan melakukan pertimbangan observasi. (3) Penarikan kesimpulan (inference), meliputi: melakukan dan mempertimbangkan deduksi, induksi, dan nilai keputusan. (4) Klarifikasi lanjut (advanced clarification), meliputi: mengidentifikasi istilah dan mempertimbangkan

definisi, dan mengidentifikasi asumsi. (5) Strategi dan taktik (strategies and tactics), meliputi: menentukan suatu tindakan dan berinteraksi dengan orang

(7)

Perkins & Murphy (Kurniasih, 2010) membagi indikator berpikir kritis dalam matematika menjadi 4 indikator sebagai berikut: (1) klarifikasi (clarification); Tahap ini merupakan tahap menyatakan, mengklarifikasi,

menggambarkan (bukan menjelaskan) atau mendefinisikan masalah. Aktivitas yang dilakukan adalah menyatakan masalah, menganalisis pengertian dari masalah, mengidentifikasi sejumlah asumsi yang mendasari, mengidentifikasi hubungan di antara pernyataan atau asumsi, mendefinisikan atau mengkritisi definisi pola-pola yang relevan. (2) Asessmen (assesment); Tahap ini merupakan tahap menilai aspek- aspek seperti membuat keputusan pada situasi, mengemukakan fakta-fakta argumen atau menghubungkan masalah dengan masalah yang lain. Pada tahap ini digunakan beragam fakta yang mendukung atau menyangkal. Aktivitas yang dilakukan adalah menyediakan atau bertanya apakah penalaran yang dilakukan valid, penalaran yang dilakukan relevan, menentukan kriteria penilaian seperti kredibilitas sumber, membuat penilaian keputusan berdasarkan kriteria penilaian atau situasi atau topik, memberikan fakta bagi pilihan kriteria penilaian. (3) Penyimpulan (inference); Tahap ini menunjukkan hubungan antara sejumlah ide,

(8)

Berdasarkan uraian diatas maka indikator kemampuan berpikir kritis matematis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Kemampuan menganalisis masalah dengan alasan yang logis

Dalam penelitian ini, kemampuan menganalisis yang dimaksud yaitu siswa paham akan pokok persoalan yang tersurat maupun tersirat dan dapat menjelaskan alasan secara logis.

2. Berpikir terbuka dalam mengambil alternatif penyelesaian yang terbaik Dalam penelitian ini, berpikir terbuka yang dimaksud yaitu siswa mampu menyusun sebuah konsep dari permasalahan yang ada dan mampu mencari alternatif lain dari permasalahan yang ada.

3. Kemampuan memecahkan masalah yang rinci dan jelas

Dalam penelitian ini kemampuan yang dimaksud yaitu siswa mampumemahami dan menerapkan konsep-konsep ke dalam permasalahan atau ruang lingkup baru. Sehingga siswa dapat menyelesaikan soal dengan baik dan diperoleh hasil yang tepat

4. Memberikan kesimpulan dengan pembuktian yang tepat

Dalam penelitian ini kesimpulan yang dimaksud yaitu siswa dapat menilai benar atau salah suatu permasalahan serta dapat membuktikannya dengan alasan yang tepat.

2. Tipe Kepribadian Ektrovert dan Introvert

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kepribadian diartikan sebagai

“keadaan manusia sebagai perseorangan, keseluruhan sifat-sifat yang

(9)

Menurut Feist (2011) kata kepribadian berasal dari kata personality (bhs. Latin) yang berarti kedok atau topeng, yang dipakai oleh aktor Romawi dalam pertunjukan drama Yunani. Para aktor Romawi memakai topeng (pesona) untuk memainkan peran atau penampilan palsu. Akan tetapi dalam psikolog istilah “Kepribadian” mengacu kepada suatu yang lebih dari sekedar

peran yang dimainkan seseorang. Menurut Sjarkawi (2009) kepribadian adalah ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan bentukan yang diterima dari lingkungan. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kepribadian merupakan cermin dari karakter seseorang yang paling dominan yang berupa sikap dan tingkah laku yang khas. Beberapa ahli menggolongkan kepribadian dalam berbagai macam tipe. Salah satunya Jung (Suryabrata, 2008) menggolongkan tipe kepribadian dalam dua kelompok besar, yaitu tipe kepribadian ekstrovert dan introvert. Menurut Zafar & Meenakshi (Hasanah, dkk) ”extrovert characters tend to be gregorius, while the introverted tend to be private, the

activity of the extrovert is seen as directed towards the external world an that

of the introvert inward upon himself or herself.” Secara umum, orang

(10)

berkepribadian ekstrovert tidak sabar menghadapi masalah serta ketika menyelesaikan persoalan tidak menuliskan secara rinci kesimpulan yang diperoleh, sedangkan kepribadian introvert lebih sabar dan menyimpulkan kesimpulan secara rinci.

Eysenck (Pervin,2011) menyebutkan bahwa variasi individu dalam introvert ekstrovert mencerminkan perbedaan individual dalam pemfungsian neurofisiologis pada kondisi otak. Mereka mengalami ketergugahan eksternal yang lebih tinggi dari kejadian-kejadian yang ada di dunia. Perilaku sosial para introvert lebih terbatas karena besarnya ketergugahan yang mereka alami. Sebaliknya , para ekstrovert mengalami ketergugahan kortikal lebih sedikit dibandingkan para introvert. Oleh karena itu mereka mencari lebih banyak pengalaman sosial yang intens. Eysenck (Pervin, 2011) mengembangkan bukti yang sangat relevan mengenai biologi dari dimensi ini, termasuk bukti bahwa para introvert lebih terpengaruh oleh hukuman dalam proses belajar, sedangkan ekstrovert lebih terpengaruh dalam pemberian hadiah.

(11)

ekstrovert menikmati humor seksual dan agresif eksplisit, sementara para introvert lebih menyukai bentuk humor yang intelek. (4) Para ekstrovert lebih aktif secara seksual dalam hal frekuensi dan partner yang bebeda dibandingkan para introvert. (5) Para ekstovert lebih mudah diberikan masukan dibandingkan para introvert.

Dari beberapa pendapat, kepribadian ekstrovert adalah individu yang mempunyai ciri-ciri: tidak suka belajar sendiri, suka mengambil tantangan, tidak banyak pertimbangan, dan memerlukan umpan balik dari guru pada saat proses pembelajaran. Sedangkan kepribadian introvert adalah individu yang mempunyai ciri-ciri: suka belajar sendiri, berhati-hati dalam mengambil keputusan, tenang dan rajin.

Untuk bisa memahami kepribadian seseorang maka diperlukan suatu alat pemeriksaan untuk mengukur setiap perbedaan individu. Dalam hal ini, Eysenck mengembangkan suatu kuesioner yang mengukur kepribadian ekstrovert dan introvert yang pengaruhnya sangat luas, dalam arti dipakai oleh banyak pakar untuk melakukan penelitian atau memahami klien, maupun dalam arti menjadi ide untuk mengembangkan tes yang senada. Kuesioner ini terdiri dari butir-butir sederhana yang melaporkan keadaan diri. Para

ekstrovert akan menjawab “ya” pada pertanyaan-pertanyaan seperti: apakah

(12)

untuk pertanyaan-pertanyaan seperti: pada umumnya, apakah Anda lebih senang membaca daripada bertemu dengan orang lain? Apakah anda sering kali menjadi pendiam jika sedang bersama orang lain? Apakah Anda berhenti dan berpikir dahulu sebelum melaksanakan sesuatu?

Dari uraian di atas terlihat bahwa karakter orang-orang introvert, mereka cenderung mempunyai intelegensi yang relatif tinggi. Kuswana (2011) menjelaskan bahwa berpikir kritis tidak hanya melibatkan logika, tetapi ada kesiapan antara kecerdasan yang tinggi seperti kejelasan, kredibilitas, akurasi, presisi, relevansi, kedalaman, keluasan makna, dan keseimbangan. Ketika kita meningkatkan keterampilan berpikir kritis, maka kita dapat meningkatkan kecerdasan yang membantu meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dan berpikir mendalam. Oleh karenanya kecerdasan yang tinggi sebagaimana karakter orang-orang introvert secara tidak langsung berkorelasi dengan kemampuan berpikir kritis. Sehingga para introvert lebih berprestasi di sekolah dibandingkan para ekstrovert khususnya dalam bidang studi yang lebih sukar seperti pada mata pelajaran matematika. 3. Materi Pelajaran

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah materi Relasi dan Fungsi untuk siswa SMP/MTs kelas VIII semester gasal.

Adapun Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator kelas VIII yang memuat materi Relasi dan Fungsi adalah sebagai berikut:

(13)

1.4 menentukan nilai fungsi Indikator :

1.3.1 Menjelaskan pengertian relasi dan fungsi

1.3.2 Menjelaskan dengan kata-kata dan menyatakan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan relasi dan fungsi

1.3.3 Menyatakan relasi dan fungsi dengan diagram panah, diagram cartesius dan himpunan pasangan berurutan

1.4.1 Menentukan nilai fungsi B. Penelitian Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Hidayanti (2016) dengan judul Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Kelas IX pada Materi Kesebangunan memperoleh hasil sebagai berikut, bahwa kemampuan berpikir kritis siswa pada jenjang SMP tergolong rendah. Hal ini dikarenakan siswa yang memenuhi masing-masing indikator kemampuan berpikir kritis siswa masih dibawah 50%. Peneliti menggunakan 3 indikator analisis, evaluasi dan inferensi, dan semua indikator terlihat masih tergolong rendah. Presentasi indikator kemampuan berpikir kritis adalah pada indikator analisis siswa tergolong rendah yaitu sebanyak 23% siswa yang menganalisis dengan baik, dan pada indikator evaluasi dan inferensi juga masih rendah karena 100% siswa tidak dapat melakukan evaluasi dan inferensi.

(14)

penelitian ini terdapat lima langkah dalam pemecahan masalah matematika kontekstual, lima langkah tersebut diantaranya adalah membaca masalah, mengeksplorasi, memilih strategi, menyelesaikan masalah dan merefleksi, dalam setiap langkah tersebut yang dilakukan oleh siswa berbeda-beda antara siswa dengan tipe kepribadian ektrovert dan siswa dengan tipe kepribadian introvert.

Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Hidayanti (2016) dengan penelitian ini adalah sama-sama memfokuskan pada kemampuan berpikir kritis siswa, sedangkan perbedaanya yaitu pada penelitian di atas memfokuskan pada penjenjangan dari keseluruhan siswa dalam kemampuan berpikir kritis, sedangkan penelitian ini memfokuskan kemampuan berpikir kritis matematis berdasarkan tipe kepribadian ektrovert dan introvert. Kemudian selanjutnya persamaan penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2016) dengan penelitian ini adalah sama-sama meninjau dari tipe kepribadian, yaitu tipe kepribadian ektrovert dan introvert, sedangkan perbedaanya adalah pada penelitian di atas memfokuskan siswa dengan kemampuan pemecahan masalah matematika kontekstual , sedangkan penelitian ini fokus kepada kemampuan berpikir kritis matematis berdasarkan tipe kepribadian ektrovert dan introvert.

C. Kerangka Pikir

(15)

Berpikir kritis matematis adalah kemampuan seseorang untuk berfikir secara beralasan dan reflektif yang berfokus untuk memutuskan, mempertahankan suatu pemikiran dan mengevaluasi keyakinan atau kebenaran yang mendasarinya dengan membuktikannya untuk menentukan sebuah keputusan yang tepat dan sistematis dalam menyelesaikan atau memecahkan suatu permasalahan matematika. Kemampuan berpikir kritis adalah salah satu ciri utama keberhasilan dalam pembelajaran, terutama pada pembelajaran matematika. Pentingnya berpikir terutama berpikir kritis dalam pembelajaran matematika yaitu agar siswa dapat memahami dan menguasai matematika. Tidak berkembangnya kemampuan berpikir kritis akan menghambat siswa dalam menyelesaikan masalah matematis.

(16)

proses berpikir siswa dengan masing-masing tipe kepribadian, maka guru dapat memaksimalkan proses belajar dan mampu memberikan umpan balik serta dapat melakukan tindakan yang tepat untuk pemahaman siswa.

Referensi

Dokumen terkait

1) Para migran cenderung memilih tempat tinggal terdekat dengan daerah tujuan.. 2) Faktor yang paling dominan yang mempengaruhi seseorang untuk bermigrasi adalah

Menurt Solomon dan Rothblum (Rachmahana, 2001, h.135) individu yang kurang asertif tidak mau mencari bantuan ( seeking for help) kepada orang lain untuk membantu

Pemeriksaan data dilakukan dengan cara trianggulasi data dan trianggulasi metode, dengan model evaluasi yang digunakan adalah evaluasi model Context, Input, Process, Product

Pada masa usia TK anak berada dalam fase berfikir konkrit. Anak akan berbicara sesuai dengan yang dilihatnya. Itulah sebabnya dalam proses belajar mengajar di TK banyak digunakan

Ketika tombol Add di klik maka tombol Save dan tombol Cancel akan aktif, kemudian muncul pesan “Silahkan pilih akses level”, lalu pilih hak akses maka kode petugas

Jika SDN Sasak maupun sekolah-sekolah lain di wilayah yang kita layani mampu memberikan yang terbaik untuk murid-muridnya, itu tidak terlepas dari peran staf Wahana Visi Indonesia

Kemudian dilanjutkan dengan bab II yang membahas mengenai landasan teori terkait kajian penelitian yang dilakukan, yaitu: manajemen pemasaran pendidikan inklusif

Form ini merupakan form inti dari perangkat lunak yang berfungsi untuk. menghubungkan semua form yang ada pada