• Tidak ada hasil yang ditemukan

ISMAIL Guru SMAN 3 Luwuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ISMAIL Guru SMAN 3 Luwuk"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Penerapan Pendekatan

SETS

Melalui

Problem Based

Instruction

(PBI) dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa

pada Konsep Bioteknologi di Kelas XII IPA-1 SMA Negeri 3

Luwuk

ISMAIL

Guru SMAN 3 Luwuk Abstrak

Berdasarkan hasil observasi awal di SMA Negeri 3 Luwuk diperoleh data tentang nilai rata-rata ulangan harian siswa pada pokok bahasan Pertumbuhan dan Perkembangan pada Tumbuhan adalah 69,62 dengan ketuntasan belajar 67,5 %. Dari refleksi awal dijumpai fakta-fakta sebagai identifikasi masalah adalah: (1) Metode pengajaran yang dominan adalah metode ceramah yang bersifat informatif sehingga interaksi antar subyek belajar kurang intensif. (2) Guru lebih aktif dalam pembelajaran dan dianggap sebagai satu- satunya sumber belajar bagi siswa, (3) Guru tidak mengaitkan materi ajar dengan kenyataan di lingkungan sekitar (autentik), akibatnya siswa cenderung pasif, bosan sehingga kurang mengasah cara berpikir kritis dan kemampuan memecahkan masalah, (4) Banyak siswa beranggapan bahwa mata pelajaran Biologi merupakan mata pelajaran yang membosankan, banyak menghafal dengan kata-kata latin, sehingga membutuhkan metode yang tepat, agar dapat memotivasi belajar siswa. Kata kunci: belajar, siswa

I. PENDAHULUAN

Pembelajaran yang kurang melibatkan siswa secara aktif dapat menghambat kemampuan berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah sehingga perlu dipilih dan diterapkan suatu model pembelajaran untuk mewujudkan tercapainya tujuan pembelajaran. Ketika siswa belajar biologi, khusunya materi Bioteknologi maka situasi pembelajaran sebaiknya dapat menyajikan fenomena dunia nyata, masalah yang autentik dan bermakna yang dapat menantang siswa untuk memecahkannya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan guru untuk meningkatkan pembelajaran agar efektif dan bermakna adalah melalui pendekatan Science, Environment, Technology and Society (SETS). Akronim SETS, bila diterjemahkan dalam

(2)

bahasa Indonesia akan memiliki kepanjangan Sains, Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat. Titik pusat pembelajaran sains berwawasan SETS adalah menghubungkan antara konsep sains yang dipelajari dan implikasinya terhadap lingkungan, teknologi dan masyarakat. Keunggulan pembelajaran dengan pendekatan SETS dibandingkan pendekatan lainnya yaitu karena pembelajaran selalu dihubungkan dengan kejadian nyata yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari (bersifat kontekstual) dan komprehensif (terintegrasi antara keempat komponen SETS)

Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan dengan pendekatan SETS adalah pembelajaran berdasarkan masalah atau Problem Based Instruction (PBI). Menurut Nurhadi (2004:109), Problem Based Instruction merupakan model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang essensial dari mata pelajaran. Guru harus mendorong siswa untuk terlibat dalam tugas-tugas berorientasi masalah melalui penerapan konsep dan fakta, serta membantu menyelidiki masalah autentik dari suatu materi. Dengan demikian maka materi Bioteknologi adalah materi yang berorietasi pada hal-hal yang autentik, yang sehari-harinya dapat diamati oleh siswa di lingkungan sekitarnya,dengan segala implikasinya sehingga tepat bagi guru menyajikan materi pelajaran dengan pendekatan SETS

melalui problem based instruction (PBI). Berkaitan dengan uraian dan fakta identifikasi masalah di atas, maka peneliti akan melakukan penelitian tindakan kelas dengan formulasi judul: Penerapan Pendekatan SETS

melalui problem based instruction (PBI) dalam meningkatkan hasil belajar Siswa pada Konsep Bioteknologi di Kelas XII IPA-1 SMA Negeri 3 Luwuk.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pendekatan SETS adalah pendekatan pembelajaran yang berusaha membawa peserta didik agar memiliki kemampuan memandang sesuatu secara terintegratif dengan mengkaitkan keempat unsur SETS sehingga dapat diperoleh pemahaman yang lebih mendalam. Pengetahuan yang dipahaminya secara mendalam itu memungkinkan mereka memanfaatkan pengetahuan yang dimilikinya dalam kehidupan sesuai dengan tingkat pendidikannya.

Fokus pengajaran SETS adalah mengenai bagaimana cara membuat peserta didik dapat melakukan penyelidikan untuk mendapatkan pengetahuan sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat yang saling berkaitan. Meminta peserta didik melakukan penyelidikan berarti memberi kesempatan kepada mereka untuk mengembangkan lebih jauh pengetahuan

(3)

yang telah diperoleh agar dapat menyelesaikan masalah yang diperkirakan timbul di sekitar kehidupannya (Binadja, 1999).

Unsur-unsur SETS tidak dapat dipisahkan satu sama lain, terlepas dari fokus perhatian sesuai situasi dan kondisi terkait. Di bidang pendidikan, yang khususnya menjadi fokus adalah sains. Dengan sains sebagai fokus perhatian, guru dan siswa yang menghadapi pelajaran sains dapat melihat bentuk keterkaitan dari ilmu yang dipelajarinya (sains) dikaitkan dengan unsur lain SETS.

Pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Instruktion) adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep esensial dari materi pelajaran. Pembelajaran berdasarkan masalah digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi dalam situasi berorientasi masalah, di dalamnya bagaimana seharusnya belajar. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Ibrahim dan Nur (2000: 3) bahwa secara garis besar terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri.

Selanjutnya menurut Ibrahim (2002: 2) mengemukakan bahwa pembelajaran berdasarkan masalah dengan nama lain seperti project-based teaching (pembelajaran proyek), experience-based education (pendidikan berdasarkan pengalaman), authentic learning (pembelajaran autentik), dan

anchored instruction (pembelajaran berakar pada kehidupan nyata). Peran guru dalam model pembelajaran berdasarkan masalah tidak dapat dilaksankan tanpa guru mengembangkan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka. Secara garis besar pembelajaran berdasarkan masalah terdiri dari penyajian kepada siswa dalam situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri

Sementara Nurhadi (2004:109) menyatakan bahwa Problem Based Instruction (PBI) merupakan model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang essensial dari mata pelajaran.

Pembelajaran berdasarkan masalah bukanlah sekedar pembelajaran yang dipenuhi dengan latihan-latihan soal seperti pada bimbingan belajar (les). Dalam pembelajaran berdasarkan masalah, potensi siswa lebih diberdayakan dengan dihadapkan pada permasalahan yang mengakibatkan rasa ingin tahu, menyelidiki masalah dan menemukan jawabannya melalui kerjasama serta mengkomunikasikan hasil karyanya kepada orang lain. Model pembelajaran berdasarkan masalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar mengembangkan potensi melalui suatu aktivitas untuk mencari, memecahkan dan menemukan sesuatu. Dalam pembelajaran siswa

(4)

didorong bertindak aktif mencari jawaban atas masalah, keadaan atau situasi yang dihadapi dan menarik simpulan melalui proses berpikir ilmiah yang kritis, logis, dan sistematis. Siswa tidak lagi bertindak pasif, menerima dan menghafal pelajaran yang diberikan oleh guru atau yang terdapat dalam buku teks saja. Hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam pembelajaran berdasarkan masalah adalah memunculkan masalah yang berfungsi sebagai batu loncatan untuk proses penyelidikan dan inkuiri. Di sini guru membimbing dan memberikan petunjuk minimal kepada siswa dalam memecahkan masalah.

Pembelajaran berdasarkan masalah mempunyai tujuan untuk membantu siswa mengembangkan berpikir, pemecahan masalah dan keterampilan intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa, serta menjadikan siswa bersikap mandiri dan otonom. Hal ini sesuai pendapat Corebima, dkk (2002: 13), bahwa pembelajaran berdasarkan masalah bertujuan memberikan dan mengembangkan siswa dalam hal : (1) keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah, (2) pemodelan peran orang dewasa, dan (3) pembelajaran otonom dan mandiri.

III METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian tindakan ini dilaksanakan di Kelas XII IPA-1 SMA Negeri 3 Luwuk yang terdaftar pada semerter genap tahun pelajaran 2009/2010 dan jumlah siswa yang dikenai tindakan sebanyak 38 orang yang terdiri dari 18 orang laki-laki dan 20 orang perempuan. Memperhatikan hasil awal, kelas tersebut memiliki daya serap yang masih relatif rendah pada mata pelajaran Biologi, khususnya dalam memahami dan menguasai materi Bioteknologi.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) yang terbagi dalam tahapan bersiklus. Apabila pada siklus ke-1 indikator yang ditentukan belum tercapai maka dilakukan siklus ke-2. Apabila pada siklus ke-2 indikator yang ditentukan belum juga tercapai maka dilakukan siklus selanjutnya. Masing-masing siklus terdiri dari 4 (empat) tahapan yaitu: 1) perencanaan (planning), 2) pelaksanaan tindakan (acting), 3) observasi (observating), dan (4) refleksi (reflecting).

Adapun alur dalam penelitian ditunjukan pada gambar 3.1 dibawah ini.

(5)

keterangan V 0 = Refleksi Awal V 1 = Refleksi Tindakan V 2 = Tindakan I V 3 = Observasi I V 4 = Refleksi I V 5 = Refleksi Revisi I V 6 = Tindakan Ikan II V 7 = Observasi II V 8 = Penyusunan Laporan A = Siklus I B = Siklus II V4 V3 V2 A V1 V 0 V8 V7 V6 B V 5

Gambar : Tahapan Siklus

IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil belajar kognitif siswa berkenaan dengan hasil belajar intelektualnya dapat ditunjukkan dengan nilai yang diperoleh siswa setelah menempuh tes. Ringkasan data hasil belajar kognitif siswa sebelum dan sesudah diterapkan pendekatan SETS melalui pembelajaran berdasarkan masalahdapat dilihat pada tabel 4.1.

TABEL 4.1 DAFTAR REKAPITULASI NILAI KOGNITIF SISWA PADA PRA SIKLUS, SIKLUS I, DAN SIKLUS II

NO

NILAI HASIL TES

SEBELUM TINDAKAN SETELAH TINDAKAN SIKLUS I SIKLUS II 1 2 3 4 Nilai Tertinggi Nilai Terendah Nilai Tes Rerata Ketuntasan Klasikal 85 45 65,9 55,3 % 85 55 68,8 73,7 % 95 65 79,2 92,1 %

(6)

Dari tabel tersebut ditunjukkan bahwa terjadi peningkatan nilai kognitif siswa pada setiap siklusnya setelah dilakukan tes proses dalam pelaksanaan KBM dengan indikator; (a) Nilai tes rerata dari 65,9 pada pra siklus menjadi 68,8 pada siklus I dan meningkat lagi menjadi 79,2 pada siklus II. (b) Ketuntasan Klasikal dari 55,3 % pada pra siklus menjadi 73,7 % pada siklus I dan meningkat lagi menjadi 92,1 % pada siklus II. Data lengkap hasil tes kognitif siswa pada lampiran 4, 5, dan 6.

Untuk lebih jelas peningkatan hasil tes kognitif sebelum tindakan (pra sikulus) , siklus I dan siklus II dapat dilihat melalui diagram batang berikut ini.

Gambar 4.1 Grafik Nilai Kognitif siswa 2. Data Hasil Belajar Afektif dan psikomotorik Siswa

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Pra Siklus Siklus I Siklus II 85 85 95 45 55 65 65,9 68,8 79,2 55,3 73,7 92,1

NIL

AI

K

OG

NITI

F

TINDAKAN

Nilai Tertinggi Nilai Terendah Rata-rata Ketuntasan Klasikal

(7)

Penilaian afektif dan psikomotorik diperoleh dari lembar observasi siswa (kinerja siswa) meliputi mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, mengemukakan pendapat, membuat keterkaitan unsur-unsur

SETS, dan melakukan kegiatan untuk mencari pemecahan masalah melalui diskusi, membuat laporan kegiatan, serta mempersentasikan hasil kegiatan. dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. Rekapitulasi Hasil Observasi Afektif dan Psikomotorik siswa pada Siklus I-II

NO HASIL OBSERVASI SIKLUS I SIKLUS II

1 2 Rata-rata Frekuensi Rata-rata Prosentase 21,43 56,39 34,00 89,47

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan nilai hasil belajar afektif dan psikomotorik siswa pada setiap siklusnya setelah dilakukan observasi dalam pelaksanaan KBM dengan indikator; (a) Rata-rata Frekuensi dari 21,43 pada siklus I meningkat menjadi 34,00 pada siklus II. (b) Rata-rata Prosentase dari 56,39 % pada siklus I meningkat menjadi 89,47 % pada siklus II. Data lengkap hasil observasi afektif dan psikomotor pada lampiran 7 dan 8.

Untuk memperjelas peningkatan hasil belajar Afektif dan psikomotorik siswa dapat dilihat melalui diagram batang berikut ini

(8)

Gambar 4.2 Grafik Nilai Afektif dan Psikomotor siswa 1. Kegiatan Guru dalam Pembelajaran (Obsevasi KBM)

Data hasil observasi kegiatan guru selama proses pembelajaran siklus I sampai dengan siklus II dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Rekapitulasi Hasil Observasi Kegiatan Guru (KBM) Siklus I-II No Tindakan

Kategori Penilaian Jumlah Kategori Sangat baik dan Baik Prosentase Kategori Sangat Baik dan Baik SB B C K 1 2 Siklus I Siklus II 5 9 10 10 6 2 - - 15 19 71.43 90,48 Dari tabel di atas menunjukkan adanya peningkatan Kegiatan Guru (kinerja guru) dalam pelaksanaan KBM pada setiap siklusnya setelah dilakukan observasi dalam pelaksanaan KBM dengan indikator; (a) Jumlah Kategori sangat baik dan baik dari 15 aspek pada siklus I meningkat menjadi 19 aspek pada siklus II. (b) Prosentase kategori sangat baik dan baik dari 71,43 % pada siklus I meningkat menjadi 90,48 % pada siklus II. Data lengkap hasil observasi KBM pada lampiran 9 dan 10

Untuk memperjelas peningkatan hasil Obsevasi Kegiatan Guru (kinerja guru) selama proses pembelajaran pada siklus I dan II dapat dilihat melalui diagram batang berikut ini

0 20 40 60 80 100 Rata-rata Frekuensi Rata-rata Prosentase 21,43 56,39 34 89,47 N IL A I R A TA -R A TA A FE K TIF D A N PI K OM OTO R HASIL OBSERVASI Siklus I Siklus II

(9)

Gambar 4.3 Grafik Hasil Observasi KBM B. Pembahasan

Indikator keberhasilan untuk; (a) aspek kognitif dapat dilihat dari hasil tes yang dicapai siswa, jika hasil belajar siswa mencapai 70% secara individual dan 85% secara klasikal, maka hasil belajar dikatakan tuntas. (b) Aspek afektif dan psikomotorik dapat dilihat dari observasi keaktifan siswa (kinerja siswa) dalam pelaksanaan KBM, jika rata-rata prosentase mencapai 85 %. (c) Aspek kegiatan guru (kinerja guru) dalam pembelajaran dapat dilihat dari observasi KBM, jika prosentase kriteria sangat baik dan baik mencapai 85 %.

Berdasarkan tabel 4.1 dan gambar grafik 4.1, pada penilaian aspek kognitif diperoleh nilai tes rerata sebelum tindakan (pretes) adalah 65,92 dengan ketuntasan belajar klasikal 55,30%. Pada siklus I, hasil rerata belajar kognitif (pos-tes siklus I) meningkat menjadi 68,82 dengan ketuntasan belajar klasikal 73,70%. Pada siklus II, hasil rerata belajar kognitif (pos-tes siklus II) juga mengalami peningkatan menjadi 79,20 dengan ketuntasan belajar klasikal 92,10%. Ini berarti pada siklus II hasil belajar kognitif telah tuntas secara klasikal. Peningkatan hasil belajar tersebut menunjukkan bahwa penguasaan dan tingkat pemahaman siswa terhadap materi semakin meningkat. 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Frekuensi Sangat Baik dan Baik Prosentase Sangat Baik dan Baik 15 71,43 19 90,48 N IL A I FR EK UE N SI D A N PROS EN TA SE TINDAKAN Siklus I Siklus II

(10)

Berdasarkan tabel 4.2 dan gambar grafik 4.2 di atas, pada penilaian aspek afektif dan psikomotorik diperoleh dari hasil observasi aktivitas siswa, rata-rata frekuensi 21,43 pada siklus I meningkat menjadi 34,00 pada siklus II. Rata-rata prosentase 56,39 % pada siklus I meningkat menjadi 89,47 % pada siklus II. Ini berarti pada siklus II hasil belajar afektif dan psikomotorik telah mencapai indikator keberhasilan.

Demikian pula pada tabel 4.3 dan gambar grafik 4.3 di atas, pada penilaian kegiatan guru dalam pembelajaran (kinerja guru) melalui observasi KBM, diperoleh jumlah kategori sangat baik dan baik sejumlah 15 aspek pada siklus I meningkat menjadi 19 aspek pada siklus II, dan prosentase kategori sangat baik dan baik 71,43 % pada siklus I meningkat menjadi 90,48 % pada siklus II. Dengan demikian pada siklus II sudah memenuhi indikator keberhasilan.

Walaupun pada siklus I terjadi peningkatan nilai tes rerata dan ketuntasan belajar klasikal untuk hasil belajar kognitif siswa, belum dikatakan tuntas bila mengacu pada indikator keberhasilan. Berdasarkan hasil observasi KBM yang dilakukan oleh observer, terhadap berlangsungnya kegiatan belajar mengajar pada siklus I ditemukan beberapa kelemahan/kekurangan yang dilakukan oleh guru (peneliti), antara lain ; Memberi contoh masalah yang autentik dan berhubungan dengan SETS

masih dalam kategori kurang, akibatnya siswa masih kesulitan mencari keterkaitan unsur SETS sehingga pada siklus ke II guru harus berperan lebih banyak dalam kegiatan ini agar siswa dapat memahami permasalahan yang yang berkaitan dengan unsur SETS. Aspek lainnya adalah kurangnya aktivitas guru untuk meminta dan mengarahkan siswa dalam merumuskan masalah sehingga siswa masih canggung dan bingung dalam merumuskan masalah, maka pada siklus ke II guru lebih berperan aktif membimbing siswa dalam mencari dan merumuskan masalah untuk dapat mereka pecahkan bersama dalam kelompok. kurangnya aktivitas guru dalam membimbing siswa untuk berbagi tugas dengan teman sekelompoknya, akibatnya siswa cenderung bekerja sendiri-sendiri dalam setiap kelompoknya, sehingga kendala-kendala yang ditemukan oleh siswa tidak terselesaikan dengan baik, maka pada siklus kedua guru perlu memotivasi siswa agar setiap anggota kelompok tekun dan berbagi tugas secara aktif dalam menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Diakhir proses pembelajaran kegiatan inti, guru kurang membantu siswa mengkaji cara pemecahan masalah yang sudah ditempuh dalam pembelajaran, akibatnya ada sebagian kelompok yang sulit dalam mencari pemecahan masalah yang mereka telah rumuskan dalam kaitannya dengan unsur SETS, dengan demikian pada siklus ke II maka diperlukan bantuan guru dalam membimbing kegiatan ini. Hal ini dimaksudkan untuk membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri dan di samping itu juga ketrampilan penyelidikan dan ketrampilan intelektual yang mereka gunakan.

(11)

Selanjutnya, berdasarkan kekurangan yang dilakukan guru (kinerja guru) dalam pelaksanaan PBM pada siklus I, maka berimplikasi pada aktivitas siswa (kinerja siswa) dalam pelaksanaan PBM tersebut, hasil observasi aktivitas siswa menunjukkan beberpa kekurangan antara lain; keterlibatan dan partisipasi siswa dalam kegiatan kerja kelompok belum optimal, terlihat hanya beberapa anak yang aktif, sebagian ada yang duduk diam atau mondar-mandir melihat pekerjaan kelompok lain. Masih banyak siswa yang malu atau takut untuk bertanya, menjawab dan mengemukakan pendapat. Belum terjalin kerjasama yang baik antar siswa dalam kelompok, karena kerja kelompok masih didominasi siswa tertentu. Begitu pula kemampuan siswa dalam mengaitkan permasalahan dengan unsur-unsur

SETS masih kurang, banyak siswa masih kurang memahami dalam merumuskan permasalahan yang dikaitkan dengan unsur SETS

Fenomena pembelajaran pada siklus I tersebut memotivasi guru (peneliti) untuk melakukan refleksi diri tentang kekurangan ataupun kendala yang terjadi dalam pelaksanaan PBM tersebut. Dengan bantuan observer peneliti melakukan perbaikan-perbaikan pembelajaran yang akan dilakukan pada siklus ke II, seperti mengoptimalkan dalam memberi contoh masalah yang autentik dan berhubungan dengan SETS, meminta dan mengarahkan siswa dalam merumuskan masalah, membimbing siswa untuk berbagi tugas dengan teman sekelompoknya dalam menyelesaikan tugas kelompok, membantu siswa mengkaji cara pemecahan masalah yang sudah ditempuh dalam pembelajaran. Pada siklus ke II terjadi peningkatan secara signifikan, terhadap kinerja siswa (hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotorik), yakni terjadi peningkatan nilai rerata dan ketuntasan belajar klasikal yang sudah memenuhi kriteria indikator keberhasilan. Hal ini karena dalam pembelajaran, masalah yang disajikan atau muncul berasal dari peristiwa kehidupan sehari-hari siswa sehingga memberikan kesempatan kepada siswa terlibat aktif untuk memecahkan masalah tersebut. Sesuai dengan pendapat Piaget dan Vygotsky dalam Ibrahim dkk (2000:14) yang menegaskan bahwa perkembangan intelektual siswa terjadi pada saat siswa berusaha menyelesaikan masalah yang dimunculkan oleh pengalaman baru yang ditemuinya. Siswa mempunyai rasa ingin tahu dan secara terus menerus berusaha memahami dunia sekitarnya. Demikian pula aktivitas guru (kinerja guru) telah mengalami peningkatan yang signifikan dan sudah memenuhi kriteria keberhasilan. Dengan demikian pada siklus ke II proses pembelajaran untuk konsep Bioteknologi dianggap telah berhasil, sehingga proses pembelajaran dihentikan sesuai dengan rancangan penelitian.

(12)

V. PENUTUP

1. Penerapan pendekatan SETS melalui problem based instruction (PBI) dapat meningkatkan hasil belajar Siswa pada Konsep Bioteknologi di Kelas XII IPA-1 SMA Negeri 3 Luwuk, dengan pencapaian (a) Pada siklus I, hasil rerata belajar kognitif (pos-tes siklus I) 68,82 dengan ketuntasan belajar klasikal 73,70%. Meningkat menjadi 79,20 untuk tes rerata dengan ketuntasan belajar klasikal 92,10% pada siklus II (b) pada penilaian aspek afektif dan psikomotorik diperoleh dari hasil observasi, rata-rata frekuensi 21,43 pada siklus I meningkat menjadi 34,00 pada siklus II. Rata-rata prosentase 56,39 % pada siklus I meningkat menjadi 89,47 % pada siklus II.

2. Penerapan pendekatan SETS melalui problem based instruction (PBI) dapat meningkatkan kinerja guru dengan pencapaian yakni ; pada penilaian kegiatan guru dalam pembelajaran melalui observasi KBM (kinerja guru), diperoleh jumlah kategori sangat baik dan baik 15 aspek pada siklus I meningkat menjadi 19 aspek pada siklus II, dan prosentase kategori sangat baik dan baik 71,43 % pada siklus I meningkat menjadi 90,48 % pada siklus II

DAFTAR PUSTAKA

Abu Ahmadi dan Nurulbiyati. 2001. Ilmu Pendidikan. Rineka Cipta: Jakarta Basuki Wibawa. 2003. Penelitian Tindakan Kelas. Departemen Pendidikan

Nasional. Jakarta

Binadja, A. 1999. Hakekat dan Tujuan Pendidikan SETS dalam Konteks Kehidupan dan Pendidikan yang Ada. Makalah Semiloka Pendidikan

(13)

Corebima, dkk. 2000. Pengajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction): Depdiknas: Jakarta

Gulo, W. 2002. Strategi belajar mengajar. Grasindo: Jakarta

Hamalik, O. 1983. Metode Belajar dan Kesulitan-kesulitan Belajar. Tarsito: Bandung

Ibrahim, Muslimin dkk. 2000. Pengajaran Berdasarkan Masalah. Unesa: Surabaya

brahim Muslimin dan Nur Mohamad. 2000. Pengajaran Berdasarkan Masalah. University Press: Surabaya

Ibrahim Muslimin. 2002. Pengajaran Berdasarkan Masalah. University Press: Surabaya

Kristiyono. 2007. Buku Kerja Biologi Kelas XII dengan Pendekatan Belajar Aktif. Jakarta : Erlangga

Koes, Supriyono. 2003. Strategi Pembelajaran Fisika. JICA: Malang Munaf. 2001. Evaluasi Pendidikan Fisika. UPI: Bandung

Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004 Pertanyaan dan Jawaban. Grasindo: Jakarta Nasution. 2001. Asas-asas Kurikulum. Bumi Aksara: Jakarta

Gambar

TABEL 4.1 DAFTAR REKAPITULASI NILAI KOGNITIF SISWA PADA PRA  SIKLUS, SIKLUS I, DAN SIKLUS II
Gambar 4.1 Grafik Nilai Kognitif siswa
Tabel 4.2. Rekapitulasi Hasil Observasi Afektif dan Psikomotorik siswa  pada Siklus I-II
Gambar 4.2 Grafik Nilai Afektif dan Psikomotor siswa  1.  Kegiatan Guru dalam Pembelajaran (Obsevasi KBM)
+2

Referensi

Dokumen terkait

DITA PRIMA JUWITA, D0211031, MEDIA MASSA DALAM KAMPANYE PEMILIHAN UMUM WALIKOTA SOLO 2015 (Analisis Isi Kuantitatif Tentang Kandidat Walikota Solo dalam Berita Kampanye

Dari jawaban keseluruhan responden berdasarkan sub indikator maka dapat direkapitulasi sehingga dapat ditarik kesimpulan tentang pelaksanaan kuda lumping yang

Dari tabel di atas dapat diketahui indikator terbesar dari perbedaan tujuan kesiapan sekolah antara guru taman kanak-kanak dan orang tua se Kecamatan Tampan, Pekanbaru adalah pada

2. Bekasi dengan keterlambatan 28 menit dan dijadwalkan untuk berhenti di setiap stasiun dan perhentian. Perjalanan KA 423 berlangsung lancar tanpa gangguan hingga

Zonasi ruang pada rumah tinggal di Kawasan Pecinan Kota Batu yang banyak ditemukan adalah zona publik pada bagian depan, kemudian zona semi publik yang

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Walikota Kediri Nomor 40 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Fasilitasi Pemberdayaan Masyarakat (Berita Daerah Kota

Jika masih ada table lain pda sheet yang berbeda di file yang sama akan kita impor lagi, rubahlah dahulu nama file hasil import dengan mengklick kanan file lalu pilih rename

Pengajaran mikro merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh mahasiswa untuk mengambil mata kuliah PPL. Pengajaran mikro merupakan kegiatan praktik