• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

DEPARTEMEN KEHUTANAN

DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

DIREKTORAT PEMANFAATAN JASA LINGKUNGAN DAN WISATA ALAM

Gedung Pusat Kehutanan Manggala Wanabakti Blok VII Lantai 7 Jalan. Jend. Gatot Subroto Senayan Telp/Fax. (021) 5720229 Jakarta Pusat-10270

Jl. Ir. H. Juanda No. 15 Bogor, Telp. (0251) 324013 (email : pjlwa_phka@yahoo.com)

PEDOMAN PEMBANGUNAN

MODEL DESA KONSERVASI

DALAM RANGKA

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

DI SEKITAR KAWASAN KONSERVASI

DIPA BA-29 DIREKTORAT PJLWA TAHUN 2009

Bogor, Nopember 2009

DRAFT

FINAL

(2)

KATA PENGANTAR

Pedoman Pembangunan Model Desa Konservasi (MDK) Dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Kawasan Konservasi ini disusun untuk dipedomani oleh UPT Ditjen PHKA (Balai KSDA/Taman Nasional) dalam pembangunan MDK di sekitar kawasan konservasi dalam upaya pelaksanaan pemberdayaan masyarakat. Materi yang terkandung dalam pedoman ini antara lain; prinsip dasar pembangunan MDK, kegiatan MDK, dan penyelenggaraan pembangunan MDK (perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, dan pendanaan).

MDK adalah desa yang dijadikan model/contoh bagi desa lain di sekitar kawasan konservasi dalam upaya pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan konservasi, dengan memperhatikan aspek konservasi, sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat setempat, serta dapat dikembangkan pada desa-desa lain di daerah penyangga dalam rangka pemberdayaan masyarakat.

Pembangunan MDK bertujuan agar wilayah desa tersebut dapat menjadi penangkal/penyangga kawasan konservasi, sehingga dapat berfungsi secara optimal dan lestari, serta mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya.

Semoga pedoman ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Nopember 2009 Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam

Dr. Tonny R. Soehartono

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Maksud dan Tujuan ... 2

C. Sasaran ... 2

D. Ruang Lingkup ... 2

II. KEGIATAN MDK ... 3

A. Pemberdayaan Masyarakat ... 3

B. Penataan Ruang/Wilayah Pedesaan Berbasis Konservasi ... 7

C. Pengembangan Ekonomi Pedesaan Berbasis Konservasi ... 10

III. PRINSIP DASAR PEMBANGUNAN MDK ... 16

IV. PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN MDK ... 18

A. Perencanaan (Planning) ... 18

B. Pengorganisasian (Organizing) ... 20

C. Pelaksanaan (Actuating) ... 21

D. Pengawasan (Controlling) ... 21

E. Mekanisme Pendanaan (Mechanism Fund) ... 22

V. PENUTUP ... 26

(4)

DAFTAR TABEL

(5)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Judul Juknis dan Modul Publikasi Direktorat PJLWA . Lampiran 2. Rancangan Mekanisme Pelaksanaan PNPM Mandiri 2009-2015. Lampiran 3. Struktur Organisasi PNPM Mandiri.

Lampiran 4. Kriteria Keberhasilan MDK. Lampiran 5. Ciri-ciri Masyarakat Berdaya.

(6)

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kondisi hutan saat ini sangat memprihatinkan, dimana laju kerusakan hutan diperkirakan berkisar antara 1,6 – 2,1 juta hektar/tahun, yang cenderung terus meningkat. Situasi kritis tersebut menuntut Departemen Kehutanan untuk merubah paradigma pembangunan kehutanan dari timber oriented kearah resources based management, yang merupakan salah satu kebijakan Departemen Kehutanan dalam meminimalkan terjadinya kerusakan hutan, sekaligus untuk mengoptimalkan pemanfaatan kawasan hutan dalam meningkatkan pendapatan negara/devisa, dan kesejahteraan masyarakat.

Kegiatan pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan konservasi yang menjadi kebijakan Direktorat Jenderal PHKA didasarkan pada UU No. 5 Tahun 1990 Pasal 4 dan Pasal 37 yang menjelaskan bahwa pemerintah berkewajiban untuk mendorong peran serta rakyat dalam KSDAH&E, dan UU No. 41 Tahun 1999 Pasal 70 bahwa masyarakat turut berperan serta dalam pembangunan di bidang kehutanan. Pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan konservasi bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang mau dan mampu mengembangkan kreatifitas yang bertumpu pada potensi sosial, ekonomi, budaya, dan lingkungan yang mereka miliki guna mendukung kelangsungan pembangunan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dalam rangka peningkatan perlindungan, pengawetan /pembinaan, dan pemanfaatan kawasan konservasi untuk kesejahteraan masyarakat.

Salah satu program kebijakan prioritas pembangunan kehutanan yang tertuang dalam SK. Menhut No. 456/Menhut-II/2004 adalah “Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat di Dalam dan di Sekitar Hutan”. Hal ini merupakan komitmen pemerintah dalam pembangunan hutan lestari tidak hanya bertumpu pada aspek ekologis dan ekonomi tetapi juga aspek social dan budaya masyarakat. Implementasi pelaksanaan peningkatan kemampuan, kemandirian dan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan konservasi yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal PHKA maupun berbagai lembaga non pemerintah, melalui pemberian kesempatan kepada masyarakat (pemberdayaan masyarakat) sebagai pelaku dan atau mitra dalam pengelolaan/pemanfaatan sumberdaya alam hutan. Kegiatan tersebut terintegrasi dengan rencana pengelolaan yang mengakomodir aspirasi masyarakat antara lain, pengembangan: ekowisata seperti desa wisata, homestay, pemanfaatan jasa lingkungan lainnya, budidaya flora dan fauna, pelestarian sumberdaya alam seperti koperasi yang memanfaatkan potensi wilayah, ekonomi produktif (home industri, produk pertanian, kehutanan, peternakan, perikanan), dll.

Sejalan dengan hal tersebut di atas, pembangunan kehutanan yang dulu kurang menyertakan masyarakat sekitar hutan telah dirubah dengan upaya menempatkan masyarakat sebagai subyek pembangunan kehutanan. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tersebut dilakukan melalui program pemberdayaan masyarakat, dengan wadah “Model Desa Konservasi (MDK) di Sekitar Kawasan Konservasi”. Pembangunan MDK diarahkan untuk mendukung pengelolaan kawasan konservasi, sehingga

(7)

kegiatan yang dikembangkan sedapat mungkin diarahkan sesuai dengan fungsi kawasan yaitu sebagai tempat untuk penelitian, pendidikan, sumber plasma nutfah dan wisata alam.

B. Maksud dan Tujuan

Maksud

Sebagai pedoman/acuan UPT Ditjen PHKA maupun pihak terkait yang berkepentingan, dalam Pembangunan MDK yang terintegrasi dengan rencana pengelolaan kawasan.

Tujuan

o Agar semua aparat di lingkungan Ditjen PHKA memiliki acuan dalam penyelenggaraan dan pengembangan kegiatan pembangunan MDK di wilayahnya masing-masing.

o UPT dapat memilih kegiatan kehutanan yang dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi wilayah sehingga berdampak positif terhadap pengelolaan kawasan konservasi.

o Terbangunnya kesadaran masyarakat melalui aktivitas pembangunan yang dilaksanakan pada MDK dan dapat memberikan manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan.

C. Sasaran

o Para pelaksana pembangunan MDK di daerah yaitu UPT Ditjen PHKA (Balai Besar KSDA/TN dan Balai KSDA/TN).

o Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan stakeholders lain yang berpartisipasi dalam pembangunan MDK di sekitar kawasan konservasi serta kawasan hutan lainnya.

o Masyarakat yang berada di sekitar kawasan konservasi yang telah terhimpun dalam kelembagaan desa.

D. Ruang Lingkup

Ruang lingkup yang dibahas dalam pedoman ini meliputi 3 (tiga) aspek, yaitu:

o Kegiatan MDK.

o Prinsip Dasar Pembangunan MDK.

(8)

II. KEGIATAN MDK

Kegiatan MDK terdiri dari: A. Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan Masyarakat di sekitar kawasan konservasi pada dasarnya merupakan segala upaya yang bertujuan untuk terus meningkatkan keberdayaan masyarakat di sekitar kawasan konservasi, untuk memperbaiki kesejahteraannya dan meningkatkan partisipasi mereka dalam segala kegiatan konservasi sumberdaya hayati dan ekosistemnya, secara berkelanjutan.

Dalam pelaksanaannya, sasaran yang ingin dicapai dari kegiatan pemberdayaan masyarakat meliputi:

o Terjaganya kelestarian kawasan konservasi, sehingga peran, fungsi dan kontribusi kawasan konservasi terhadap masyarakat di sekitar kawasan konservasi dapat optimal.

o Meningkatnya kesejahteraan masyarakat, sehingga kesadaran, kemauan dan kepedulian dalam upaya-upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya meningkat.

o Terwujudnya keserasian dan keharmonisan antara kelestarian kawasan konservasi dengan kehidupan masyarakat.

Dalam rangka pelaksanaan pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan konservasi dan sebagai model/contoh dalam upaya pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan konservasi, dengan memperhatikan aspek konservasi, sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat setempat, perlu dilakukan melalui pembangunan MDK.

Kebijakan yang ditempuh dalam rangka pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan konservasi melalui pembangunan MDK meliputi:

o Pembangunan kawasan konservasi harus tetap memperhatikan pembangunan masyarakat didalam dan sekitar hutan.

o Pembangunan MDK sebagai upaya konkrit pemberian contoh kepada masyarakat mengenai pemberdayaan masyarakat.

o Pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan konservasi/daerah penyangga dilakukan secara terintegrasi dalam pengelolaan kawasan secara partisipatif melalui pelibatan masyarakat dalam pengelolaan kawasan unit management Balai Besar/Balai TN dan Balai Besar/Balai KSDA dan dikoordinasikan dengan Pemerintah Daerah setempat.

o Pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan konservasi/daerah penyangga dilakukan melalui optimalisasi potensi pemanfaatan jasa lingkungan , tumbuhan dan satwa liar (hasil hutan non kayu).

o Pembangunan masyarakat dilaksanakan melalui pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan dan kemandiriannya yang dilakukan melalui pembangunan desa model di sekitar kawasan konservasi.

(9)

o Pemberdayaan masyarakat harus mengarah kepada kegiatan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pelestarian sumber daya hutan.

o Pemberdayaan masyarakat di arahkan pada desa-desa di sekitar kawasan konservasi/daerah penyangga yang masyarakatnya mempunyai interaksi langsung dengan kawasan konservasi dan berpotensi mengancam kelestarian kawasan.

Pelaksanaan Pembangunan MDK pada dasarnya merupakan kegiatan partisipatif dari berbagai pihak (stakeholders) yang terkait dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat. Langkah awal dalam pelaksanaan pembangunan MDK agar dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien serta untuk dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan, maka perlu adanya kesepahaman dari berbagai pihak (stakeholders) yang terkait, termasuk pemerintah daerah setempat.

Dalam pelaksanaan pembangunan MDK harus memperhatikan tahapan kegiatan pemberdayaan masyarakat, yang secara rinci dijelaskan pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Tahapan Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat dalam Pembangunan MDK.

No TAHAPAN KEGIATAN KEGIATAN BENTUK KELUARAN A. PRA KONDISI  1 . Membangun Kesepahaman dengan Pihak Terkait (Stakeholders) - Workshop - Seminar - Diskusi - Forum Pertemuan - Lokakarya Dilaksanakan pada setiap level pemerintahan (Pusat, Propinsi, Kabupaten, Kecamatan, dan Desa). - Terbangunnya kesepahaman dengan pihak terkait (stakeholders) sehingga dapat memberikan peran sesuai dengan Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI)-nya masing-masing. - Jelas siapa berbuat

apa terutama Pemerintah Daerah. - Seluruh stakeholders memahami fungsi dan manfaat kawasan konservasi.  2 . Membangun/ Mengembangkan Kelembagaan Di Tingkat Desa - Membentuk/ mengembangka n kelompok tani (SPKP) ditingkat desa pada lokasi pemberdayaan

- Tersedianya Kelembagaan SPKP/Kelompok Tani ditingkat desa sebagai wadah perencanaan, pelaksanaan, dan

(10)

No TAHAPAN KEGIATAN BENTUK KEGIATAN KELUARAN - Tersedianya sarana pertemuan berupa kantor sebagai sekretariat, dengan susunan pengurus sesuai kebutuhan yang dipilih secara demokratis oleh masyarakat. monitoring-evaluasi kegiatan pemberdayaan masyarakat serta sebagai wadah pemberlajaran masyarakat. - Tersedianya kantor yang dapat melaksanakan administrasi aktifitas kelompok.  3 . Menyiapkan

Fasilitator/Pendamping - Pelatihan Training Of Trainer (TOT) Tersedianya fasilitator/pendamping yang mampu mendampingi masyarakat secara terus menerus dilokasi pemberdayaan.  4 . Pelatihan PRA (Participatory Rural Appraisal) - Dalam bentuk kegiatan pelatihan PRA desa. - Masyarakat mampu melaksanakan PRA di desa mereka, dan mampu menganalisis potensi serta permasalahan di desa mereka.  5 . Melaksanakan PRA (Participatory Rural Appraisal) - Pelaksanaan pengkajian desa secara partisipatif (PRA desa)

- Hasil PARA desa yang digunakan sebagai dasar bagi penyusunan perencanaan ditingkat desa. B. Tahap Pelaksanaan  1 . Peningkatan Kapasitas

SDM (Masyarakat) - Melakukan pelatihan ketrampilan masyarakat melalui teknik Participatory Rural Appraisal (PRA) ditingkat desa. - Tersusunnya Participatory Rural Appraisal (PRA) Desa berdasarkan potensi dan masalah yang ada.

- Tersusunnya perencanaan kegiatan desa yang bersifat fisik dan

(11)

No TAHAPAN KEGIATAN BENTUK KEGIATAN KELUARAN - Melaksanakan Participatory Rural Appraisal (PRA) desa. - Menyusun profil keluarga, RKK, RKPD, RKD. non-fisik. - Tersedianya Rencana Kegiatan Kelompok (RKK). - Tersedianya profil keluarga pada setiap rumah tangga pada desa sasaran pemberdayaan masyarakat. - Tersedianya Rencana Usaha Keluarga (RUK).  2 . Peningkatan Ketrampilan

Masyarakat (Petani) - Pelatihan teknis pengembangan potensi ekonomi sesuai dengan RKD (Rencana Kegiatan Desa), RKK (Rencana Kegiatan Kelompok), RUK (Rencana Usaha Keluarga). - Petani/ masyarakat menguasai teknologi pengembangan kegiatan yang ada sesuai dengan

potensi yang dimiliki, dalam perencanaan.

 2 .

Pengembangan Kegiatan Usaha Ekonomi Produktif Masyarakat

- Mengembangkan kegiatan/komodi tas yang sesuai dengan rencana yang telah dibuat baik ditingkat desa, kelompok, maupun keluarga. - Tersedianya fasilitas pendanaan dari berbagai stakeholders sesuai dengan Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI)-nya masing-masing. C. Tahap Pengembangan  1 . Membangun Kemitraan

dan Jejaring Usaha - Melakukan pelatihan tentang pola-pola kemitraan yang sesuai dengan kebutuhan. - Melakukan kemitraan dengan pihak terkait dalam - Tersedianya kelembagaan di tingkat desa. - Terbangunnya pola kemitraan. - Tersedianya jaminan pasar. - Meningkatnya ketrampilan masyarakat dalam membangun

(12)

No TAHAPAN KEGIATAN BENTUK KEGIATAN KELUARAN rangka Bimbingan Teknis dan Pemasaran produk. kemitraan. - Meningkatnya pendapatan masyarakat yang dapat terukur.

D. Tahap Pembinaan dan Monev

Bimtek, Monitoring, Evaluasi, dan Penyusunan Laporan

Bimbingan teknis dan Penyusunan Laporan

- Adanya hasil Monev partisipatif, dari, oleh dan untuk masyarakat sendiri.

Tahapan kegiatan pemberdayaan masyarakat tersebut di atas, secara periodik dilaksanakan setiap tahun dan selanjutnya dalam rangka keberlanjutan kegiatan pemberdayaan masyarakat, maka perlu didorong beberapa kegiatan secara periodik sebagai berikut:

o Mendorong kegiatan dan pengembangan aktifitas kelompok.

o Penyusunan rencana kelompok, secara periodik.

o Peningkatan dan pengelolaan modal bersama.

o Pelaksanaan usaha bersama.

o Gerakan menabung dan pengembalian kredit.

o Pencatatan dan pembukuan keuangan kelompok.

o Pemasaran hasil usaha.

o Pengembangan modal dan penggunaannya.

o Optimalisasi waktu dan uang secara tepat.

o Pengembangan kerjasama antar kelompok dan perkoperasian.

o Dukungan lembaga/instansi terkait lainnya.

Dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat di lokasi MDK pada zona khusus di taman nasional, agar memperhatikan rambu-rambu MDK terhadap aspek lahan di dalam kawasan konservasi, yaitu:

o Tidak merubah kawasan.

o Tidak merubah fungsi hutan.

o Tidak membuat sertifikat tanah.

o Masyarakat diberikan hak memanfaatkan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dan jasa lingkungan sesuai peraturan yang berlaku.

B. Penataan Ruang/Wilayah Pedesaan Berbasis Konservasi

Dalam rangka penataan ruang/wilayah pedesaan berbasis konservasi perlu diketahui beberapa hal sebagai berikut:

(13)

o Batas-batas desa.

o Peta wilayah/sketsa desa yang berisi penggunaan lahan saat ini dan keadaan topografi.

o Potensi sumber daya alam.

o Data penggunaan lahan.

o Jenis tanaman/vegetasi yang ada saat ini.

o Data sosial ekonomi desa.

Pada prisnsipnya penataan wilayah pedesaan tidak merubah kondisi yang sudah ada, akan tetapi hanya menata atau memaksimalkan pemanfaatan ruang, dengan berbagai kegiatan yang sesuai dengan kondisi ruang atau wilayah pedesaan, misalnya menentukan wilayah pengembangan hutan rakyat, agroforestry, penempatan lokasi budidaya tanaman hias dan obat-obatan, penangkaran satwa, pengembangan sayuran, dan lain-lain.

Kondisi umum lingkungan pedesaan terdiri dari berbagai pemanfaatan ruang antara lain:

o Pemukiman penduduk

Untuk pengembangan kegiatan MDK di pemukiman maka dikembangkan pagar hidup, dan lahan di sekitar rumah berupa pekarangan, dapat dikembangkan budidaya tanaman hias, tanaman obat, sayuran dan jika dimungkinkan dapat dibuat kolam ikan lele, belut, dan lain-lain.

o Lahan usaha tani

 Lahan usaha tani basah diantaranya sawah dan rawa.

 Lahan usaha tani kering berupa kebun, pekarangan, lahan garapan musiman, lahan garapan tahunan.

o Lahan milik pemerintahan desa (tanah bengkok).

o Lahan bebas milik negara, yang bukan kawasan hutan.

o Lahan yang diperuntukkan usaha peternakan.

Dari data tersebut direncanakan jenis kegiatan yang dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi lahan yang berbasis konservasi. Bagi desa yang berbatasan langsung dengan kawasan konservasi. Sebaiknya batas dibuat dari tanaman pohon yang mempunyai nilai ekonomi, batas kepemilikan lahan atau kebun dapat menggunakan tanaman berkayu, dan pagar rumah penduduk terbuat dari pagar hidup, serta pekarangan rumah penduduk tidak dibiarkan dalam keadaan kosong, dapat dilakukan pengayaan tanaman obat, sayuran, dan pemeliharaan ikan di pekarangan. Dalam pemanfaatan pupuk, sebaiknya digunakan pupuk organik, pupuk hijau dan pupuk kandang. Selain itu dalam memanfaatkan aliran air sungai dapat difungsikan untuk pemeliharaan ikan air deras. Jika pada wilayah MDK terdapat sawah maka sebaiknya dilakukan perguliran tanaman dan jerami sisa panen sebaiknya tidak dibakar tetapi dijadikan bahan pupuk kompos dan pematang sawah diperkaya dengan tanaman sayuran dan buah-buahan. Pada dasarnya pembangunan MDK melalui pemanfaatan lahan secara maksimal yang berbasis konservasi, dengan prinsip segala kebutuhan masyarakat tentang hasil hutan kayu dan bukan kayu dapat diperoleh melalui kegiatan pembangunan MDK. Pada

(14)

dasarnya semua desa yang dikategorikan sebagai daerah penyangga sedapat mungking dibangun MDK pada desa tersebut.

Kriteria desa yang dapat menjadi lokasi MDK yaitu:

o Seluruh desa yang berbatasan langsung dengan kawasan konservasi.

o Desa yang secara ekologis akan berpengaruh dengan kawasan konservasi.

o Desa yang masyarakatnya miskin, mempunyai pendapatan rendah dan ketergantungan hidupnya terhadap kawasan konservasi tinggi.

o Desa yang dapat difungsikan sebagai perlindungan atau dapat melindungi kawasan konservasi dari berbagai gangguan.

o Desa yang dapat dikembangkan menjadi tujuan wisata alam.

o Desa yang mempunyai potensi sumber daya alam (SDA) yang dapat dikembangkan.

o Bentuk kegiatan semaksimal mungkin berhubungan dengan program kehutanan.

Setelah penetapan suatu desa menjadi MDK berdasarkan hasil pengkajian desa secara partisipatif (melalui PRA) yang telah dilakukan pada desa tersebut, maka langkah selanjutnya adalah perlu ditentukan masing-masing kegiatan yang berbasis konservasi yang akan dikembangkan.

Kegiatan bidang PHKA yang terkait dengan pengelolaan kawasan konservasi, antara lain:

o Penangkaran tumbuhan dan satwa,

o Penelitian dan pengembangan tanaman obat,

o Budidaya tanaman hias,

o Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK),

o Pengembangan pariwisata alam,

o Pengambilan bibit/jenis dari zona pemanfaatan tradisional dan zona khusus yang tidak termasuk Appendix I untuk dibudidayakan di daerah penyangga sesuai daya dukung kawasan.

o Pengambilan biji dari kawasan sebagai sumber benih sesuai dengan daya dukung untuk dikembangkan di daerah penyangga.

Untuk pengembangan kegiatan tersebut oleh masyarakat di MDK, maka Kepala UPT dapat menetapkan koridor-koridor sesuai dengan fungsi pengelolaan kawasan konservasi.

Kegiatan di bidang Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial,

Untuk pengembangan kegiatan RLPS pada MDK, Direktorat PJLWA telah menerbitkan 7 Judul Juknis untuk pengembangan ekonomi produktif dan 27 Judul Modul Agroforestry. Judul dan uraian penggunaan juknis dan modul tersebut sebagaimana Lampiran 1.

Hasil akhir yang diharapkan adalah adanya peta desa MDK yang secara detail menggambarkan lokasi-lokasi kegiatan berbasis konservasi yang dilaksanakan, atau sudah terdapat plotting lokasi yang jelas dimana bisa

(15)

dikembangkan penangkaran, budidaya tanaman obat, budidaya tanaman hias, agroforestry, hutan tanaman rakyat, dll.

C. Pengembangan Ekonomi Pedesaan Berbasis Konservasi

Kegiatan pengembangan ekonomi pedesaan didahului dengan peningkatan kapasitas/ketrampilan masyarakat di sekitar kawasan melalui pelatihan teknis pengembangan potensi ekonomi sesuai dengan RKD (Rencana Kegiatan Desa), RKK (Rencana Kegiatan Kelompok), RUK (Rencana Usaha Keluarga) yang telah disusun. Diharapkan melalui kegiatan ini masyarakat menguasai teknologi pengembangan kegiatan yang ada sesuai dengan potensi yang dimiliki, dalam perencanaan.

Sesuai dengan potensi obyek dan daya tarik wisata alam yang terdapat di kawasan konservasi, maka kedepan MDK diarahkan pada kegiatan ekowisata berbasis pedesaan. Pelibatan masyarakat dalam konservasi keanekaragaman hayati seperti ekowisata berbasis pedesaan, merupakan salah satu bentuk kegiatan pengembangan ekonomi masyarakat yang memungkinkan untuk dapat dikembangkan pada MDK.

Pengembangan ekowisata berbasis pedesaan, pada implementasinya akan beragam, tergantung pada ciri khas dan keunggulan potensi yang dimiliki oleh suatu kawasan konservasi dan juga kemampuan masyarakat yang tinggal di sekitarnya.

Kegiatan selanjutnya adalah dengan mengembangkan kegiatan /komoditas yang sesuai dengan rencana yang telah dibuat (baik ditingkat desa, kelompok, maupun keluarga) serta berdasarkan peta desa MDK tersebut di atas. Diharapkan dalam kegiatan ini tersedia fasilitas pendanaan dari berbagai stakeholders sesuai dengan Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI)-nya masing-masing.

Sumber pendanaan untuk penyelenggaraan kegiatan pengembangan ekonomi pedesaan di sekitar kawasan konservasi dapat bersumber dari:

o Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN);

o Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD); dan/atau

o Sumber-sumber lain yang tidak mengikat, yang dapat berasal dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Swasta, dan Pemerintah Daerah, CSR (Corporate Social Responsibility);

o Skema Program Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), yang dikoordinasikan oleh Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah.

o Skema Program Kredit Usaha Rakyat (KUR), yang dikoordinasikan oleh Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah.

o Dan skema lainnya yang tersedia.

Upaya yang perlu dilakukan dalam pengembangan ekonomi pedesaan

(16)

Artinya setiap rumah tangga yang ada dalam wilayah pembangunan MDK, agar setiap hari atau setiap minggu menyisihkan hasil pendapatannya untuk ditabung, atau dikoordinasikan melalui kelembagaan yang telah dibentuk.

o Peningkatan pengelolaan modal usaha

Setiap modal yang diperoleh baik melalui kredit ataupun pinjaman koperasi, agar dikelola dan dimanfaatkan pada kegiatan yang produktif, hindari penggunaan modal usaha pada kegiatan yang bersifat konsumtif.

o Pelaksanaan usaha bersama

Dalam mengembangkan kegiatan pada MDK, yang memiliki prospek pasar maka sebaiknya dilakukan secara bersama-sama antara kelompok yang ada dalam desa yang sama atau antara kelompok pada desa yang lain.

Perlunya pengetahuan tentang pengelolaan keuangan

Dalam pengembangan MDK, jika memperoleh modal dari pihak luar, maka diperlukan pelatihan pengelolaan keuangan pada tingkat lembaga desa, sehingga petugas yang ditunjuk sebagai bendahara lembaga, dapat memiliki pengetahuan tentang pengelolaan keuangan lembaga ditingkat desa.

Bentuk-bentuk kegiatan pengembangan ekonomi pada MDK yang berbasis konservasi disesuaikan dengan kondisi fisik lingkungan dan sumber daya lahan yang ada antara lain sebagai berikut:

Bidang Kehutanan:

 Pengembangan dan pembangunan agroforestry,

 Pembangunan hutan keluarga,

 Pengembangan dan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (lebah madu, ulat sutera, bambu, rotan, budidaya jamur kayu, gaharu, sarang burung walet, dll.),

 Penangkaran satwa, antara lain: rusa, burung, kupu-kupu, dll,

 Pemanfaatan jasa lingkungan air (misal; mikrohidro),

 Pemanfaatan jasa lingkungan keanekaragaman hayati (misal; mendirikan taman obat, transplantasi terumbu karang, dan lain sebagainya),

 Ekowisata berbasis pedesaan (misal; pelibatan masyarakat pada kegiatan ekowisata baik sebagai pemandu wisata, penyedia jasa interpreter, penyedia jasa transportasi, penyedia makanan dan minuman, kerajinan, penyedia homestay, porter, kesenian tradisional, dll.),

 Pembibitan tanaman.

Bidang Pertanian:

 Usaha tani terpadu,

 Budidaya tanaman lorong,

(17)

 Usaha tani dengan pola konservasi melalui pembuatan terasering (teras bangku, teras individu, teras kredit, dan teras gulungan),

 Pembuatan saluran pengendalian air, bangunan terjunan air, sumur resapan, gully flag, rorak, dll,

 Pengembangan pagar hidup pada batas kebun dan rumah-rumah penduduk,

 Budidaya pekarangan, melalui tanaman sayuran, bunga-bungaan, dan tanaman obat,

 Beternak kambing, kelinci, bekicot, domba, sapi, kerbau, ayam, itik, dll,

 Pengembangan padi sawah dengan pupuk organik.

Bidang Perikanan:

 Beternak ikan di pekarangan,

 Beternak ikan di arus deras jika terdapat sungai,

 Budidaya ikan pada kolam di rawa, sawah, dll,

 Budidaya belut,

 Pengembangan empang parit,

 Budidaya keramba pada rawa-rawa yang ada.

Jenis kegiatan lain yang berpotensi untuk menambah pendapatan masyarakat.

Selain itu skema pendanaan juga dapat berasal dari:

o Skema Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, yang dikoordinasikan oleh Menteri Koordinasi Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra).

PNPM Mandiri adalah program nasional dalam wujud kerangka kebijakan sebagai dasar acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Tujuan umum dari pelaksanaan program PNPM Mandiri adalah meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri. Dalam upaya mencapai tujuan tersebut terdapat strategi, prinsip dasar, dan pendekatan yang menjadi acuan dalam pelaksanaan program. Strategi PNPM Mandiri terdiri atas:

 Mengintensifkan upaya-upaya pemberdayaan untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat.

 Menjalin kemitraan yang seluas-luasnya dengan berbagai pihak untuk bersama-sama mewujudkan keberdayaan dan kemandirian masyarakat.

 Menerapkan keterpaduan dan sinergi pendekatan pembangunan sektoral, pembangunan kewilayahan, dan pembangunan partisipatif. Pelaksanaan PNPM Mandiri menekankan prinsip-prinsip dasar berikut ini:

(18)

 Otonomi.

 Desentralisasi.

 Berorientasi pada masyarakat miskin.

 Partisipasi.

 Kesetaraan dan keadilan gender.

 Demokratis.

 Transparansi dan Akuntabel.

 Prioritas.

 Kolaborasi.

 Keberlanjutan.

 Sederhana.

Pendekatan atau upaya-upaya rasional dalam mencapai tujuan program dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan program adalah pembangunan yang berbasis masyarakat dengan:

 Menggunakan desa sebagai fokus program untuk

mengharmonisasikan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian program.

 Memposisikan masyarakat sebagai penentu/pengambil kebijakan dan pelaku utama pembangunan pada tingkat lokal.

 Mengutamakan nilai-nilai universal dan budaya lokal dalam proses pembangunan partsipatif.

 Menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat yang sesuai dengan karakteristik sosial, budaya, dan geografis.

 Melalui proses pemberdayaan yang terdiri atas pembelajaran, kemandirian, dan keberlanjutan.

MDK merupakan desa yang dijadikan model/contoh bagi desa lain di sekitar kawasan konservasi baik yang di darat maupun di perairan dalam upaya pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan konservasi, dengan memperhatikan aspek konservasi, sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat setempat, serta akan menjadi contoh dalam pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan konservasi. Dengan terlaksananya 3 (tiga) kegiatan pokok tersebut pada MDK, diharapkan dapat diperoleh manfaat ekologi, sosial dan ekonomi.

Manfaat Ekologi/Lingkungan, diantaranya:

o MDK dapat menyangga kawasan konservasi dari berbagai gangguan. Dengan adanya berbagai kegiatan pada MDK, maka ketergantungan masyarakat terhadap kawasan dapat berkurang.

o MDK dapat memperluas habitat flora dan fauna yang ada di kawasan konservasi. Melalui pembangunan MDK diharapkan dapat tercipta kondisi lingkungan yang sesuai dengan habitat flora dan fauna yang ada di sekitarnya.

(19)

o MDK dapat meningkatkan kapasitas daya serap air jika terletak di bagian hulu sungai. Dengan adanya MDK diharapkan lahan terbuka dapat ditiadakan sehingga wilayah tersebut mampu memperbesar resapan.

o MDK dapat menangkal bencana alam berupa banjir, erosi, angin, serta bencana lainnya. Dengan adanya MDK diharapkan tidak terjadi longsor di musim hujan karena seluruh areal lahan yang ada dikelola dengan baik.

Manfaat Sosial, antara lain:

o Dengan adanya pemberdayaan masyarakat pada MDK, pengetahuan dan ketrampilan masyarakat dapat meningkat. Karena masyarakat mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya untuk menolong dirinya sendiri, sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap orang lain.

o Masyarakat diharapkan dapat bersikap positif dan mendukung pengelolaan kawasan konservasi. Melalui pembangunan MDK diharapkan masyarakat dapat merasakan fungsi dan manfaat kawasan konservasi.

o Kesehatan masyarakat dapat meningkat karena kondisi lingkungan pedesaan yang sehat. Melalui pembangunan MDK diharapkan masyarakat dapat merasakan fungsi dan manfaat kawasan konservasi.

o Melalui MDK diharapkan ketergantungan masyarakat terhadap kawasan berkurang. Melalui pembangunan MDK, kebutuhan masyarakat akan sandang, pangan dan papan sudah tersedia di luar kawasan konservasi.

Aspek Ekonomi, antara lain:

o Melalui MDK diharapkan pendapatan masyarakat dapat meningkat. Dengan adanya kegiatan MDK, diharapkan dapat tercipta berbagai variasi aktivitas berupa intensifikasi dan ekstensifikasi usaha tani di masing-masing rumah tangga.

o Tercipta berbagai aktivitas masyarakat untuk menambah pendapatan. Dari berbagai kegiatan yang ada diharapkan masyarakat mampu melakukan perhitungan antara ongkos produksi dengan keuntungan bersih yang diperoleh.

o Potensi SDA yang ada dapat bernilai ekonomi melalui pengelolaan dengan teknologi yang sesuai. Dengan adanya kegiatan MDK diharapkan masyarakat mampu menggunakan teknologi yang digunakan dalam berbagai kegiatan yang akan dilakukan.

o Melalui MDK diharapkan modal dapat masuk kedesa dengan berbagai program sehingga roda perekonomian pedesaan dapat berputar. Dengan adanya MDK diharapkan adanya pengembangan usaha yang dapat dijual, sehingga membutuhkan modal usaha, dan masyarakat berusaha untuk memperoleh modal dalam rangka pengembangan kegiatan sesuai dengan potensi dan sumber daya alam yang tersedia.

Pembangunan MDK di kawasan konservasi perairan, pengembangannya diarahkan pada kegiatan-kegiatan yang mendukung pengelolaan kawasan konservasi perairan, seperti budidaya rumput laut, transplantasi karang, rehabilitasi padang lamun, penangkaran ikan, penyu, rehabilitasi kawasan pesisir, rehabilitasi hutan mangrove, wisata bahari, dll.

(20)

Pembangunan MDK bertujuan agar pengelolaan Kawasan Pelestarian Alam (KPA) dan Kawasan Suaka Alam (KSA) dapat dilakukan dengan baik, sehingga dapat berfungsi secara optimal dan lestari, serta mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat disekitarnya.

Hal yang perlu diperhatikan dalam pembangunan MDK meliputi 3 (tiga) kegiatan penting, yaitu: Pemberdayaan Masyarakat, Penataan Ruang/Wilayah Pedesaan Berbasis Konservasi, dan Pengembangan Ekonomi Pedesaan Berbasis Konservasi.

(21)

III. PRINSIP DASAR PEMBANGUNAN MDK

Untuk mencapai tujuan pembangunan MDK, agar dapat berdampak positif terhadap perbaikan lingkungan, ekonomi dan sosial maka diperlukan beberapa hal yang dapat dijadikan prinsip dasar dalam membangun MDK sebagai berikut:

Partisipatif

Dalam membangun MDK diperlukan dukungan dari seluruh stakeholders terkait, antara lain Pemerintah Daerah, diharapkan dapat memberikan dukungan berupa pembinaan dan bimbingan serta pendanaan terhadap kegiatan yang strategis dan berdampak terhadap lingkungan, sosial, dan ekonomi.

Terhadap pengelola KPA dan KSA diharapkan dapat memberikan bimbingan/pendampingan, mediator, serta dukungan pendanaan terhadap kegiatan yang sesuai dengan Tupoksi, dukungan dari LSM, dan pengusaha, dapat berupa kemitraan/kolaborasi, permodalan, pemasaran, dan lain-lain sesuai kebutuhan.

Warga masyarakat pada desa MDK diharapkan semua ikut terlibat untuk merubah potret desanya kearah yang lebih baik, dimulai dari tingkat keluarga, kelompok dan desa, agar dapat berkomitmen memperbaiki kondisi lingkungan ekonominya dan kehidupan sosial didesanya.

Demokrasi

Dalam menetapkan jenis kegiatan yang menjadi prioritas untuk perbaikan lingkungan, ekonomi, dan sosial pada tingkat rumah tangga (keluarga) harus merupakan kesepakatan anggota keluarga, pada tingkat kelompok dan desa, harus merupakan kesepakatan mayoritas masyarakat desa.

Transparansi

Dalam pelaksanaan pembangunan MDK, harus secara terbuka diketahui seluruh masyarakat, terutama dalam hal pengelolaan dana bantuan dari luar dan penggunaannya harus disepakati oleh semua pihak yang terkait, tidak perlu ada yang dirahasiakan.

Selanjutnya perencanaan kegiatan pembangunan MDK harus dipahami oleh semua pihak, terutama masyarakat setempat memahami Juknis kegiatan yang dapat dilaksanakan masing-masing untuk perbaikan kondisi lingkungan, ekonomi dan sosial, pada tingkat rumah tangga, kelompok/dusun/kampung dan tingkat desa atau kelurahan.

Desentralisasi

Dalam rangka membangun dan mengembangkan MDK diperlukan adanya agenda aktifitas, diantaranya memilih apakah pemberdayaan masyarakat yang didahulukan atau penataan ruang wilayah pedesaan yang berbasis konservasi, atau pengembangan ekonomi pedesaan yang berbasis konservasi, atau dilakukan secara simultan. Dalam menentukan pilihan tersebut merupakan kesepakatan setempat, tidak tergantung dengan pihak luar dan dalam pengembangan kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan aturan yang ada pada tingkatan Kecamatan, Kabupaten, Propinsi dan Nasional.

(22)

Akuntabel

Dalam membangun dan mengembangkan MDK, untuk perbaikan kondisi lingkungan, ekonomi dan sosial budaya masyarakat desa setempat harus dapat dipertanggungjawabkan, dengan adanya MDK, dapat mendukung pengelolaan KPA dan KSA, serta fungsi kawasan tersebut dapat tercapai secara maksimal sesuai dengan tujuan pengelolaannya.

Kemitraan

Dalam membangun dan mengembangkan MDK diperlukan adanya kerjasama melalui kemitraan dengan stakeholders terkait. Hal-hal yang diperlukan dalam kemitraan antara lain dukungan modal, pemasaran hasil, sarana prasarana, bimbingan/pendampingan, informasi teknologi, dan pengkajian/penelitian, serta hal lain yang diperlukan. Pihak-pihak yang dapat dijadikan mitra bagi pengelola MDK adalah Dinas-dinas terkait ditingkat kecamatan dan kabupaten, LSM, pengusaha, lembaga penelitian, perguruan tinggi, masyarakat desa penyangga, dan pihak lain sesuai kepentingan yang dibutuhkan.

Kemandirian

Dalam membangun dan mengembangkan MDK dalam hal pemberdayaan masyarakat, penataan wilayah pedesaan dan pembangunan ekonomi berbasis konservasi, harus bisa dilakukan dengan memanfaatkan/menggunakan potensi yang ada pada tingkat rumah tangga (keluarga), kelompok/kampung dan pada tingkat desa/kelurahan, tidak perlu tergantung pada pihak luar selama masih ada potensi SDM, SDA, dan modal yang dimiliki oleh masyarakat setempat.

Konservasi

Dalam membangun dan mengembangkan MDK tetap mengutamakan 3 (tiga) pilar konservasi, yaitu perlindungan, pengawetan, dan pemanfaaan secara lestari.

(23)

IV. PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN MDK

Kegiatan pembangunan MDK meliputi beberapa tahapan kegiatan, yaitu:

 Perencanaan (Planning),  Pengorganisasian (Organizing),  Pelaksanaan (Actuating),  Pengawasan (Controlling).  Mekanisme Pendanaan. A. Perencanaan (Planning),

Ruang lingkup kegiatan pembangunan MDK meliputi 3 kegiatan/aspek penting seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya, yaitu pemberdayaan masyarakat, penataan ruang/wilayah berbasis konservasi, dan pengembangan ekonomi pedesaan berbasis konservasi. Oleh karena itu maka perencanaan dari masing-masing kegiatan tersebut adalah sebagai berikut:

Rencana pemberdayaan masyarakat pada desa calon MDK

Langkah awal yang dilakukan yaitu mengumpulkan data sosial ekonomi (jumlah kepala keluarga, mata pencaharian, dll) penduduk desa yang akan dijadikan MDK.

Data tersebut digunakan untuk merencanakan kegiatan pra kondisi pembangunan MDK, antara lain :

 Membangun kesepahaman tentang MDK,

 Sosialisasi MDK,

 Pelaksanaan pelatihan PRA (Participatory Rural Appraisal),

 Pelaksanaan pelatihan peningkatan ketrampilan pengembangan usaha ekonomi produktif.

Langkah selanjutnya yaitu mengumpulkan data tentang jenis usaha tani dan jenis tanaman pertanian, kehutanan, serta potensi perikanan yang ada pada lokasi calon MDK.

Data tersebut digunakan untuk:

 Menentukan jenis pelatihan yang akan diberikan kepada masyarakat,

 Menyusun rencana pengembangan dari potensi yang ada.

Rencana penataan ruang/wilayah pedesaan berbasis konservasi

Dalam menyusun rencana penataan wilayah, data yang diperlukan antara lain:

 Peta/sketsa wilayah desa yang didalamnya memuat informasi tentang kondisi desa saat ini, dengan memplotkan lokasi pemukiman, lokasi

(24)

pertanian/sawah, lokasi kebun, lahan kering, lahan kosong, hutan tanaman rakyat, sungai, kolam, dll.

Data tersebut digunakan untuk merencanakan pengembangan potensi yang ada, serta dapat pula digunakan untuk merencanakan pembangunan hutan rakyat, agroforestry, terasering, pengembangan lebah madu, penangkaran satwa, dan pengembangan perikanan air deras, pengembangan desa wisata, dan lainnya sesuai dengan potensi yang ada.

 Profil keluarga dan sketsa usaha tani keluarga, dari seluruh kepala keluarga yang ada pada desa calon MDK.

Data tersebut diperlukan dalam merencanakan peningkatan aktifitas keluarga secara maksimal sesuai dengan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang ada pada masing-masing keluarga.

 Data pekarangan rumah penduduk.

Data tersebut diperlukan untuk menyusun rencana intensifikasi pekarangan rumah, pengembangan pagar hidup pada setiap rumah penduduk, pengembangan kolam ikan di pekarangan, dll, sesuai potensi yang mungkin dikembangkan di setiap pekarangan rumah penduduk di lokasi MDK.

Salah satu tantangan utama pengembangan kegiatan ekonomi berbasis konservasi adalah adanya jaminan manfaat langsung kawasan konservasi bagi masyarakat setempat melalui pengembangan kegiatan ekonomi berbasis konservasi. Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam hal ini adalah:

 Adanya penguatan jaringan informasi tentang hal teknis dan sistem produksi antara kelompok usaha sejenis.

 Didorongnya keikutsertaan masyarakat secara adil dalam jejaring pemasaran.

 Adanya keberagaman usaha dan sumber-sumber mata pencaharian berdasarkan potensi lokal.

 Adanya pola usaha ekonomi masyaakat yang ramah lingkungan dan tidak melebihi daya dukung sumber daya alam dan sosial.

 Terjalinnya kemitraan antara kelompok ekonomi masyarakat dengan pelaku usaha serta kalangan yang peduli lingkungan dan kepentingan masyarakat.

Berbagai kegiatan ekonomi berwawasan konservasi yang sedang dan telah dikembangkan di lokasi kerja WWF Indonesia, yang memungkinkan dapat direplikasi di wilayah lain antara lain adalah:

 TN. Kayan Mentarang; kerajinan tangan, produk pertanian dan hasil hutan, ekowisata, Credit Union.

 TN. Ujung Kulon; Micro-credit, ukiran patung badak dari kayu, ekowisata, pembuatan krupuk dari bahan melinjo, dan industri rumah tangga gula aren.

(25)

 TN. Betung Kerihun; Credit Union, pertanian organik, agroforestry (jenis kayu lokal), budidaya ikan air tawar, ekowisata.

 TN. Bukit Barisan Selatan; agroforestry dan pertanian organik.

 CA. Mutis Timau; pertanian organik dan pengandangan sapi.

 TN. Sebangau; budidaya dan pengembangan produk olahan lidah buaya (Aloevera), kerajinan tangan, pembuatan bahan obat nyamuk bakar dari kulit kayu gemor.

Rencana pengembangan ekonomi pedesaan berbasis konservasi

Dengan meningkatnya keberdayaan masyarakat dan meningkatnya aktifitas dari penataan wilayah pedesaan dengan memaksimalkan pemanfaatan lahan dan ruang wilayah pedesaan yang berbasis konservasi. Sesuai dengan tujuan pembangunan MDK, dapat berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan masyarakat di MDK maka diperlukan berbagai strategi pengembangan ekonomi masyarakat di MDK, yaitu:

 Produk yang dihasilkan oleh masyarakat di MDK harus mempunyai kualitas yang bagus dan kuantitas yang konstan agar memiliki daya saing serta harga yang dapat menguntungkan masyarakat.

 Kelembagaan masyarakat yang ada di MDK harus mampu membangun jaringan pemasaran, sehingga masyarakat tidak dipermainkan oleh tengkulak.

 Kelembagaan masyarakat yang ada di MDK harus mampu melakukan kemitraan dengan pihak-pihak lain diantaranya lembaga keuangan dan pihak swasta lainnya agar dapat mudah memperoleh pinjaman modal usaha, saprodi, serta fasilitas pengembangan usaha dan pemasaran hasil.

 Untuk menjamin stabilitas harga produk, masyarakat sebaiknya membangun koperasi di tingkat pedesaan.

 Kelembagaan masyarakat MDK dapat memanfaatkan berbagai fasilitas yang diprogramkan pemerintah, antara lain KUR (Kredit Usaha Rakyat), PNPM Mandiri, dan mendirikan lembaga keuangan mikro di tingkat desa.

B. Pengorganisasian (Organizing),

Pelaksana kegiatan pembangunan MDK, terdiri dari:

o Pembina, yaitu Kepala Balai beserta jajarannya termasuk Kepala Desa dan perangkat desa lainnya.

o Pendamping/Fasilitator, yaitu Penyuluh Kehutanan, Penyuluh Pertanian, dan Penyuluh lapangan lainnya yang ada di lokasi MDK, serta LSM yang ada.

o Pelaksana, yaitu masyarakat pemilik lahan secara perorangan atau kelompok yang ada dan dikoordinasikan melalui kelembagaan di tingkat desa.

o Pengawas, yaitu Kepala Seksi Wilayah atau Kepala Resort setempat. Pengawasan dimaksud adalah pengembangan kegiatan masyarakat di MDK

(26)

yang tidak bertentangan dengan tujuan pengelolaan kawasan konservasi sehingga dapat mendukung kegiatan pengelolaan kawasan konservasi agar dapat berfungsi secara maksimal.

o Tim Monitoring dan Evaluasi, dapat dibentuk oleh Kepala UPT bersama dengan LSM dan unsur pemerintahan desa setempat sesuai dengan kebutuhan.

C. Pelaksanaan Pembangunan MDK (Actuating),

o Dalam tahap pelaksanaan pembangunan MDK sebaiknya dilakukan sesuai sesuai rencana yang telah disusun. Oleh karena kegiatan MDK meliputi 3 kegiatan/aspek penting maka yang paling pertama dilakukan adalah pemberdayaan masyarakat melalui 9 tahapan, kemudian diikuti dengan penataan wilayah pedesaan berbasis konservasi konservasi. Hasil penataan wilayah pedesaan berbasis konservasi dimaksud meletakkan kegiatan masyarakat pada ruang/wilayah yang ada dan dalam pengembangannya sesuai dengan kondisi fisik dan sosial budaya masyarakat setempat.

o Selanjutnya pengembangan ekonomi pedesaan berbasis konservasi dapat dilakukan setelah aktifitas masyarakat sudah mulai berkembang dan usaha masyarakat sudah harus memperhitungkan antara biaya produksi dengan hasil yang diperoleh, dengan harapan masyarakat dapat mengetahui keuntungan/laba yang diperoleh dan setiap usaha yang dilakukan.

o Apabila daerah penyangga yang ada merupakan kawasan hutan lindung

dan hutan produksi maka sedapat mungkin kegiatan yang dikembangkan yaitu Hutan Kemasyarakatan (HKm) sesuai dengan Permenhut No. 37 /Menhut-II/2007 dan pembangunan Hutan Desa sesuai dengan Permenhut No. 49/Menhut-II/2008.

o Lokasi pengembangan MDK dilakukan di luar kawasan konservasi/daerah penyangga dan di dalam kawasan dengan catatan telah ditetapkan sebagai zona khusus serta masyarakat yang ada telah turun temurun

ada sebelum kawasan tersebut ditetapkan sebagai kawasan konservasi.

D. Pengawasan (Controlling),

Dalam pembangunan MDK, perlu dilakukan pengawasan (controlling) terhadap aktifitas pada MDK. Tujuan pengawasan disini adalah mengarahkan kepada pelaku MDK, apakah kegiatan yang dilakukan sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi, dan apakah jenis tanaman yang dibudidayakan tidak merusak flora dan fauna yang ada di kawasan konservasi. Selain itu diperlukan pula monitoring dan evaluasi untuk melakukan pembinaan dan perbaikan setiap aktifitas/perkembangan yang ada di MDK untuk bahan/acuan perencanaan berikutnya. Dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi agar mengacu pada Pedoman Monitoring dan Evaluasi Pemberdayaan Masyarakat yang sudah ada.

(27)

E. Mekanisme Pendanaan (Mechanism Fund).

Dalam pelaksanaan pembangunan MDK pendanaan dapat diperoleh dari berbagai sumber, antara lain dapat berasal dari Masyarakat, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan sumber lainnya yang tidak mengikat.

Pendanaan yang bersumber dari masyarakat adalah aktifitas/kegiatan yang dilaksanakan di lahan usaha tingkat keluarga, dapat dilakukan sendiri oleh rumah tangga. Sedangkan sumber pendanaan dari APBD dapat berupa alokasi anggaran dari program kegiatan setiap instansi yang ada sesuai dengan tugas dan fungsi, yang didasarkan pada apa yang ada di setiap desa yang dapat berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat.

Sumber dana APBN dialokasikan pada UPT sesuai dengan rencana pengelolaan kawasan dengan melibatkan masyarakat setempat. Dana dari sumber lain dapat berasal dari CSR (Corporate Social Responsibility), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) luar dan dalam negeri baik berupa grand ataupun loan, dll. Dalam pelaksanaan pembangunan MDK harus jelas, kegiatan dengan swadaya masyarakat, kegiatan yang dibiayai oleh pemerintah baik pusat maupun daerah, serta LSM. Sebaiknya alokasi pendanaan pada setiap MDK yang bersumber lebih dari satu, saling mendukung dan tidak terjadi duplikasi pendanaan, sehingga jelas siapa berbuat apa. Sebaiknya yang mengatur penggunaan pembiayaan tersebut dilakukan oleh pengurus kelembagaan di MDK, dipandu oleh fasilitator/pendamping.

Untuk menghindari terjadinya tumpang tindih pendanaan dalam membangun MDK, maka dalam perencanaan awal telah ditetapkan sumber-sumber pendanaan dari masing-masing stakeholder, dengan jenis kegiatan antara lain sebagai berikut:

o Untuk kegiatan yang sifatnya peningkatan kapasitas, penguatan kelembagaan, serta pengembangan kegiatan yang terkait dengan tupoksi PHKA, dapat bersumber dari APBN/DIPA UPT setempat, dan LSM/Mitra PHKA.

o Untuk kegiatan yang bersifat peningkatan sarana prasarana sosial, peningkatan pendapatan dapat bersumber dari APBD, PNPM Mandiri.

o Untuk kegiatan yang bersifat pengembangan usaha masyarakat sedapat mungkin dananya bersumber dari CSR (dunia usaha), program Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), dan skema Kredit Usaha Rakyat (KUR) melalui Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah.

Beberapa contoh praktek pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan di beberapa lokasi antara lain:

(28)

Madu hutan kawasan konservasi Tesso Nilo sebagai contoh pengembangan kegiatan ekonomi berbasis konservasi.

Masyarakat lokal di TN. Tesso Nilo telah mengembangkan usaha perlindungan hutan kepungan pohon lebah hutan (sialang) berdasarkan aturan adat dan peraturan desa. WWF-Indonesia mendukung usaha-usaha masyarakat untuk pemanfaatan potensi madu dari pohon sialang sebagai alternative sumber pendapatan ekonomi yang berkesinambungan melalui kegiatan pemanenan yang lestari, pengolahan pasca panen madu yang higienis, dan pemasaran hasil produk madu.

Pemasaran telah dilakukan ke beberapa wilayah seperti Batam, Medan, Pekanbaru, Tembilahan, Jakarta bekerjasama dengan para pengecer.

Pohon-pohon sialang yang dihinggapi oleh lebah liar (Avis dorsata) adalah pohon jenis

Kruing, Kempas, Ara, Kedundung Terap, Jelutung, Meranti Batu, dan lainnya. Potensi madu ini banyak terdapat di dalam dan di luar kawasan hutan TN. Tesso Nilo dan di hutan adat di sekitarnya. Contohnya; di Kecamatan Logas Tanah Darat, Kabupaten Kuantan Singingi, terdapat 154 pohon sialang, dan di Desa Lubuk Kembang Bunga Kecamatan Ukui Kabupaten Pelalawan tercatat 193 pohon.

Ada 112 Kepala Keluarga yang terlibat aktif dalam kegiatan usaha pemanenan madu di 6 desa di Kecamatan Logas Tanah Darat dengan dukungan 16 kelompok pemanjat pohon sialang.

Masa panen madu sebanyak 3-4 kali setahun dan produksi sekitar 250-300 kilogram per pohon. Pengembangan budidaya madu Tesso Nilo secara langsung telah meningkatkan harga jual madu masyarakat yang dulu harganya hanya Rp. 5.000,-/kilogram menjadi Rp. 12.000,-/kilogram dan juga telah menumbuhkan kesadaran dan komitmen perlindungan pohon sialang sebagai sumber potensi ekonomi tambahan masyarakat melalui peraturan desa dan kesepakatan tokoh adat.

(29)

Usaha intensifikasi peternakan di kawasan penyangga Hutan Lindung dan Cagar Alam Mutis Timau sebagai sebagian dari upaya konservasi kawasan.

Banyak masyarakat yang tinggal di sekitar Hutan Lindung (HL) dan Cagar Alam (CA) Mutis Timau memanfaatkan wlayah hutan untuk melakukan kegiatan gembala ternak, mengumpulkan kayu bakar dan bercocok tanam. Kegiatan-kegiatan seperti ini memberikan tekanan terhadap hutan dan mengancam tugas konservasi air wilayah ini. Selain itu, masyarakat tidak mendapatkan hasil ekonomi yang signifikan karena daya tahan ternak rendah terhadap perubahan musim yang menyebabkan tingginya angka kematian ternak dan berat ternak di bawah rata-rata.

Dari permasalahan ini maka WWF-Indonesia bersama masyarakat mencoba untuk mengatasi persoalan dengan melakukan kegiatan intensifikasi ternak dengan pengandangan sapi di halaman rumah oleh 12 kelompok masyarakat dari 10 desa untuk peningkatan kualitas dan nilai ternak.

Dalam hal ini yang dilakukan WWF-Indonesia adalah:

1. Advokasi ke pemerintah agar mendukung kegiatan intensifikasi ternak dengan

menyediakan pelatihan dan investasi peralatan inseminasi.

2. Membuka potensi pasar, misalnya mengajak masyarakat untuk ikut pameran dan

memperluas jaringan penjualan sapi ke wilayah perkotaan.

Salah satu capaian intensifikasi ternak adalah harga jual ternak mengalami peningkatan lebih dari 100% dan masyarakat mampu membayar kader peternakan yang melakukan inseminasi secara mandiri. Terjadi juga penurunan jumlah ternak di kawasan hutan lindung dan cagar alam sebanyak 20%.

Petikan pelajaran dan tantangan ke depan……….

Pengalaman kegiatan intensifikasi ternak menunjukkan bahwa upaya konservasi bisa bersamaan dengan upaya peningkatan pendapatan masyarakat. Hal ini dimungkinkan karena proses usaha menggunakan nilai-nilai sosial setempat, yaitu nilai kehidupan yang mencerminkan hubungan “hutan-sapi-manusia” sebagai satu kesatuan yang saling tergantung.

Keberhasilan bersama masyarakat dapat mengundang dukungan pemerintah kabupaten berupa alokasi anggaran APBD untuk usaha intensifikasi ternak dan replikasi program di kecamatan lainnya.

Upaya penyadaran konservasi harus terus menerus berjalan seiring dengan pengembangan ekonomi dan peningkatan pemasaran untuk mendorong masyarakat menjaga kawasan hutan Mutis Timau.

(30)

Meraup masa depan melalui penyulingan minyak kayu putih di TN. Wasur sebagai contoh pengembangan kegiatan ekonomi berbasis konservasi.

Masyarakat Kanume Suku Marind terdiri dari 3 sub suku dan tinggal di 4 kampung di dalam kawasan TN. Wasur di Kabupaten Merauke, Propinsi Papua. Mereka mengusahakan penyulingan kayu putih dari pohon kayu putih jenis Asteromyrthus simpocarpa dan Maleleuca sp

(Cajuputi). Kegiatan ini dilakukan oleh 8 kelompok penyuling dengan pendampingan dari Yayasan Wasur Lestari yang melanjutkan kegiatan WWF-Indonesia. Pendampingan yang dilakukan termasuk pelatihan dan peningkatan ketrampilan serta pengelolaan usaha minyak kayu putih.

Proses penyulingan dimulai dari memetik langsung daun atau rantingnya. Berbeda dengan cara terdahulu, kini masyarakat sepakat bahwa pohon tidak boleh ditebang, daun tidak boleh dipetik habis, dan lokasi pengambilan dirotasi secara berkala. Hal ini dilakukan untuk mempertimbangkan masa daun tumbuh kembali dan layak petik. Pemerintah dusun bersama penduduk juga membuat sanksi untuk pemetik yang melakukan penebangan yaitu tidak diperkenankan lagi mengambil daun atau memasuki dusun/hutan tersebut.

Proses penyulingan minyak kayu putih ini melibatkan semua anggota keluarga termasuk kaum perempuan yang dibuatkan alat penyulingan khusus. Sambil menyuling, mereka juga menyiapkan kemasan botol kayu putih berupa anyaman keranjang kecil dari rumput rawa yang sudah dikeringkan, serat pelepah pisang, dan serat daun nenas. Kegiatan-kegiatan ini dapat dilakukan sambil menjaga dan menyusui anak-anak mereka yang masih balita.

Minyak kayu putih yang siap dijual dikumpulkan di salah satu anggota kelompok penyuling atau Koperasi Unit Desa (KUD). Jika jumlah mencapai minimum 40 liter maka dibawa ke kantor Yayasan Wasur Lestari (YWL) di Merauke untuk pengemasan. Minyak kayu putih ini dikemas dalam botol kaca, dengan label “WALABI” Taman Nasional Wasur, dan dipasarkan melalui apotik, toko, dan hotel di Merauke. Selain itu YWL juga membantu pemasaran ke produsen obat gosok di Jakarta sesuai pesanan.

Penyulingan ini bisa menghasilkan 30 liter/minggu dengan nilai jual Rp. 30.000,-/liter. Masyarakat bisa mengumpulkan Rp. 800.000,- - Rp. 900.000,- per minggu. Mikael Dnimar, misalnya, dapat menyekolahkan anak-anaknya sampai SMP, memiliki alat transportasi minimum, misalnya sepeda, dan menabung secara rutin di Kota Merauke yang berjarak sekitar 60 km dari Kampung Yanggandur. Selain itu, kaum perempuan mempunyai penghasilan dan mengatur sendiri penggunaannya.

Sebagian masyarakat juga menanam anakan kayu putih di sekitar pekarangn rumah. Ini berdampak positif karena mengurangi tingkat perburuan satwa dan penebangan pohon illegal di kawasan TN. Wasur.

Petikan pelajaran dan tantangan ke depan………

Kegiatan penyulingan kayu putih ini memberikan pilihan sumber penghasilan masyarakat, selain meramu dan berburu ke hutan. Sehingga kegiatan ini merupakan pintu masuk yang penting untuk bermitra dengan masyarakat melakukan pelestarian pengelolaan sumber daya alam. Bermitra dengan organisasi lokal seperti YWL, memberikan manfaat untuk pengembangan usaha masyarakat secara optimal.

Dengan semakin meningkatnya permintaan minyak kayu putih dari wilayah ini maka kepastian dan kualitas produksi harus ditingkatkan. Sementara itu, masyarakat melakukan penyulingan minyak kayu putih masih belum rutin, tergantung pada kebutuhan uang saat itu. Sehingga upaya untuk menjaga kapasitas produksi merupakan tantangan ke depan. Hal lainnya adalah kesiapan YWL sebagai mitra usaha masyarakat untuk mengantisipasi situasi pasar dan menerjemahkan informasi tersebut kepada masyarakat.

(31)

V. PENUTUP

Pembangunan MDK dalam rangka pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan konservasi dilakukan melalui suatu tahapan kegiatan seperti telah dijelaskan di atas, dan merupakan kegiatan jangka panjang sehingga perlu komitmen yang kuat serta dukungan pendanaan yang berkelanjutan dari semua pihak terkait. Apabila hal tersebut dapat dilaksanakan dengan baik, maka tujuan akhir yang hendak dicapai adalah kelestarian kawasan konservasi dan pengembangan ekonomi produktif masyarakat di sekitar kawasan.

Mengingat desakan yang begitu kuat terhadap kawasan konservasi belakangan ini, maka diharapkan melalui pembangunan MDK ini dapat menjadi benteng pertahanan bagi kawasan konservasi.

Pada desa-desa yang berada di tengah kawasan (di dalam KPA dan KSA), terlebih dahulu ditetapkan statusnya, melalui sistem zonasi kemudian ditentukan Petunjuk Teknis (Juknis) tentang pengelolaan zona tersebut, misalnya zona tradisional, zona khusus, atau enclave. Selanjutnya baru dapat dibangun MDK sesuai dengan juknis pengelolaan zona tersebut. Dalam menetapkan jenis kegiatan yang akan dikembangkan pada MDK, perlu disesuaikan dengan agroklimat setempat.

Semua desa yang telah ditetapkan sebagai desa penyangga KPA dan KSA sedapat mungkin secara bertahap dibangun MDK. MDK dapat juga dikembangkan di desa lain terutama desa-desa di sekitar DAS pada hutan lindung dan hutan produksi.

Dalam pengembangan MDK, diharapkan dapat menjadi desa wisata yang berwawasan lingkungan. Sesuai hasil survei yang dilakukan oleh World Tourism Organization (WTO), faktor lingkungan memberikan pengaruh bagi turis dalam pemilihan daerah tujuan wisata, dengan angka prosentase adalah sebagai berikut; pemandangan alam yang indah (51%), alam yang tidak tercemar (23%), kwalitas air (27%), kwalitas udara (22%), adat istiadat tradisional (16%). Angka prosentase tersebut merupakan pilihan dari wisatawan yang sering melakukan perjalanan tour wisata dibeberapa tempat.

Terkait dengan hal tersebut, jika MDK dapat berkembang, maka keinginan para wisatawan dapat terpenuhi, sehingga MDK menjadi andalan wisata pedesaan yang berbasis lingkungan yang dapat dipromosikan ke luar negeri.

Pedoman ini perlu disosialisasikan di tingkat desa, kecamatan dan kabupaten agar dipahami secara bersama-sama oleh pihak-pihak terkait.

(32)
(33)

Lampiran 1. Daftar Judul Juknis dan Modul Publikasi Direktorat PJLWA

1. Petunjuk Teknis Pengembangan Ekonomi Produktif Dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Kawasan Konservasi.

Buku ini sangat relevan untuk membangun MDK sebagai bahan pembelajaran bagi kelembagaan (SPKP) di lokasi MDK yang sedang dibangun pada setiap Unit Pelaksana Teknis (UPT). Terdiri dari 7 judul buku, yaitu:

Dasar-Dasar Pengawetan Tanah dan Air

Tujuan pengawetan tanah dan air adalah mencegah tanah terkikis dan hanyut oleh air, mengusahakan supaya tanah tetap subur, dan mengendalikan air supaya menyerap ke dalam tanah. Salah satu cara untuk mencegah hanyutnya tanah (erosi) adalah memasang penahan-penahan melintang di kebun mengikuti garis kontur, tujuannya adalah untuk membagi kebun menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, sehingga kekuatan aliran air yang mengikis tanah akan berkurang. Di kebun yang tanahnya cukup tebal dapat dibuat parit dan pematang di sepanjang garis kontur, dengan tujuan selain untuk menahan tanah, juga untuk menahan air agar lebih banyak yang meresap ke dalam tanah dan tidak mengalir di kebun. Pada tanah yang tebal juga bisa dibuat teras bangku. Teras bangku hasilnya lebih cepat tampak, tetapi membutuhkan lebih banyak tenaga dalam pembuatannya.

Tanaman yang baik untuk mempertahankan kesuburan tanah adalah tanaman yang dapat menyuburkan tanah, menahan tanah dengan baik, membantu penyerapan air, tumbuh cepat, dan mempunyai manfaat lain seperti kayu bakar dan makanan ternak. Jenis-jenis tanaman tersebut antara lain Kaliandra, Gamal, dan Lamtoro.

Supaya pekerjaan yang sudah dilakukan bermanfaat, maka perlu dilakukan pemeliharaan yang teratur, yaitu pembersihan dan penggalian parit kontur setiap kali terisi tanah, penyiangan dan penggemburan tanah, dan pemangkasan.

Pemanfaatan Lahan dan Penanamannya

Tahap persiapan meliputi pemilihan tempat penanaman; pemilihan jenis sayur mayur; pembuatan teras, saluran air dan pagar; dan pengolahan tanah. Tempat penanaman sayur mayur bisa di kebun secara tumpangsari dengan tanaman pangan atau di kebun khusus sayur mayur. Syarat tempat penanaman adalah cukup sinar matahari, dan dekat dengan sumber air. Jenis sayur mayur yang akan ditanam disesuaikan dengan keadaan alam di tempat yang akan ditanami, dan harus diperhatikan sifat-sifat sayur mayur yang akan ditanam seperti ketahanannya terhadap hujan, umur tanaman, maupun bagian tanaman yang diinginkan. Kegiatan pengolahan tanah meliputi penggalian tanah yang dalam, penggemburan dan pemupukan.

Penanaman ada 2 cara yaitu penanaman langsung (benih, stek atau umbi) dan tidak langsung (disemaikan dulu).

(34)

Pemeliharaan yang dilakukan yaitu penaungan; penyulaman; penyiraman; penyiangan, penggemburan dan pembubunan; pemberian mulsa; pemupukan; pengajiran (penyanggaan); serta pengendalian hama dan penyakit.

Pemanenan harus dilakukan pada saat yang tepat, jangan terlalu cepat dan jangan terlalu lambat (cepat busuk, dll).

Usaha Tani Terpadu

Usaha tani terpadu merupakan salah satu cara yang sudah biasa dilakukan. Usaha tani terpadu meliputi usaha pertanian, usaha peternakan, dan usaha perkebunan. Usaha pengawetan tanah dan air pada umumnya mencakup pembuatan larikan tanaman yang tumbuh cepat pada teras di kebun. Pelaksanaan pengawetan tanah dan air akan mengurangi erosi, meningkatkan kesuburan tanah, dan memanfaatkan air hujan dengan sebaik-baiknya. Peningkatan produksi pertanian juga mencakup usaha peternakan yang lebih baik. Melestarikan dan meningkatkan produksi kebun dengan usaha tanaman umur panjang juga membawa banyak manfaat bagi keluarga petani, baik untuk memenuhi kebutuhan keluarga maupun sebagai sumber pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi berbagai keperluan lain.

Mengembangkan Hutan Keluarga

Hutan keluarga banyak memberikan manfaat, yaitu terpenuhinya kebutuhan pokok keluarga, memperbaiki kesuburan tanah, meningkatkan penyerapan air ke dalam tanah serta menjaga kelembaban tanah dan menyegarkan udara, mengurangi pengambilan yang berlebihan terhadap hasil hutan, menjadi pembatas lahan yang menjadi milik atau hak garap keluarga, dan menambah pendapatan keluarga. Dalam mengembangkan hutan keluarga, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu lokasi (tergantung luas dan jumlah lahan, tingkat kesuburan tanah dan kemiringan lahan), jenis pohon (dikombinasikan jenis tanaman yang dapat dipanen dalam jangka pendek, menengah, dan panjang disesuaikan dengan kebutuhan keluarga), jarak tanam (berdasarkan jenis pohon, kesuburan tanah, dan kemiringan lahan), sumber dan mutu benih (dilakukan penjemuran, pengupasan, pemilihan, dan penyimpanan), dan tenaga kerja.

Tahapan pelaksanaan pengembangan hutan keluarga yaitu perencanaan, penentuan lokasi, pengumpulan benih, persemaian, pengokeran, persiapan lahan, pengangkutan, penanaman, dan pemeliharaan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan hutan keluarga adalah keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan, keadaan lingkungan, kekurangan benih/bibit yang bermutu baik, ternak lepas dan kebakaran, status lahan, keterbatasan air, harga dan pemasaran hasil, dan kebijakan/peraturan yang mengatur pengembangan kenis pohon tertentu. Pengantar Beternak Kambing

Keuntungan beternak kambing adalah sebagai sumber penghasilan dan tabungan, kotorannya dapat digunakan sebagai pupuk, mudah diurus, dan modal tidak terlalu besar. Yang perlu diperhatikan dalam beternak

(35)

kambing adalah jenis kambing (disesuaikan dengan tujuan, untuk diambil dagingnya atau diambil susunya), pakan (termasuk vitamin, mineral, air minum, dan garam), kandang, kesehatan dan penyakit kambing, pembiakan, dan pemeliharaan.

Pengantar Bertanam Tanaman Keras

Kebutuhan akan kayu bakar, kayu untuk bahan bangunan, perabot, pagar, dll harus mulai dipikirkan untuk mulai menanam pohon-pohon untuk memenuhi keperluan tersebut. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penenaman tanaman keras adalah perencanaan (kebutuhan, jenis pohon, ketinggian dan iklim setempat, kemiringan tanah dan kesuburannya, pemilihan tempat), penanaman langsung (benih, stek, anakan), penanaman tidak langsung (persemaian, pencangkokan, penyambungan), pemeliharaan, dan perbanyakan.

Pemeliharaan Ikan Di Kolam Pekarangan

Keuntungan yang diperoleh dari usaha ini adalah tidak membutuhkan biaya yang besar, mudah mengerjakannya, hasilnya dapat diperoleh dalam waktu yang tidak terlalu lama. Syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum membuat kolam ikan adalah sumber air yang mengalir sepanjang tahun, lahan pekarangan, modal, keamanan, dan jenis tanah.

Yang harus diperhatikan dalam usaha ini adalah Cara membuat kolam (menentukan bentuk kolam, menentukan ukuran pematang, membuat pematang dan saluran air, mencangkul kolam, mengeringkan kolam, membuat kolam perbenihan di dekat kolam utama), memupuk kolam dengan pupuk kandang atau kompos, mengairi kolam, pemeliharaan ikan (memilih benih ikan yang baik, menentukan jumlah benih ikan, mengangkut benih ke lokasi kolam, menabur benih ikan ke kolam), pakan ikan (waktu memberi pakan, macam pakan ikan, jumlah pakan, dan cara memberipakan pada ikan), merawat kolam (merawat pematang, mengontrol ketinggian air kolam, dan mengatur peredaran air kolam), hama dan penyakit (jenis-jenis hama ikan, cara-cara menanggulangi hama ikan, penyakit ikan, cara-cara menanggulangi penyakit ikan), panen ikan (menguras kolam, dan memancing ikan), dan membiakkkan ikan (membuat kolam perbenihan, memilih induk iken, masa perkawinan, mengeluarkan induk ikan dari kolam perbenihan, dan membersihkan lumpur).

2. Modul Pelatihan Agroforestry Bagi Petani Dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Kawasan Konservasi.

Modul ini disusun sebagai alat bantu pembelajaran petani secara terbuka. Dengan demikian, pelaksanaan seluruh tahapan kegiatan akan terjamin dilaksanakan secara taat azas karena prinsip keterbukaannya diharapkan akan membangun fungsi kontrol secara partisipatif. Terdiri dari 27 judul buku, yaitu:

2.1. Petunjuk Penggunaan Modul dan Mengenal Agroforestry

Dalam petunjuk penggunaan modul ini ditulis mengenai tujuan, materi pembelajaran, metode pembelajaran, prinsip-prinsip pembelajaran, dan cara menggunakan modul.

Gambar

Tabel  1.  Tahapan  Kegiatan  Pemberdayaan  Masyarakat  dalam  Pembangunan

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Surat dukungan resmi, brosur atau spesifikasi teknis lampu LED yang di cap basah oleh distributor resmi yang ditunjuk oleh pabrikan (asli dan salinan). Bukti Distributor yang

Berdasarkan Hasil Evaluasi Dokumen Kualifikasi tanggal 21 Juli 2017 s.d 25 Juli 2017, untuk Paket Pekerjaan Pemberian Bantuan Sanitasi Jamban Terapung dalam..

Supaya presentasi tidak terlihat monoton, Kamu dapat menambahkan efek animasi pada saat perpindahan dari satu tayangan ( slide ) ke tayangan (slide) yang lain atau disebut

Dari program di atas, saat di eksekusi maka program akan menghasilkan output “Bilangan A lebih besar dari bilangan B” karena saat melakukan perbandingan nilai Register AL yaitu 67

Pemegang Saham Akhir (Ultimate Shareholders) atas kepemilikan bank adalah : PT.Victoria Sekuritas 43,73% (dimiliki oleh Suzanna Tanojo dan Christien Tanoyo melalui PT.

4.2 Mempraktikkan variasi dan kombinasi pola gerak dasar lokomotor, non-lokomotor, dan manipulatif dalam permainan bola kecil yang dilandasi konsep gerak dalam berbagai permainan

[r]

Menu-menu tersebut diantaralain adalah menu form master untuk menginputkan data-data master, menu sumbangan yang berfungsi untuk melakukan approval data dana sumbangan yang