• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbaikan Ketahanan Tanaman Padi terhadap Penyakit Tungro Improvement of Resistance to Tungro Disease on Rice Variety

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Perbaikan Ketahanan Tanaman Padi terhadap Penyakit Tungro Improvement of Resistance to Tungro Disease on Rice Variety"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Perbaikan Ketahanan Tanaman Padi terhadap Penyakit Tungro

Improvement of Resistance to Tungro Disease on Rice Variety

Ahmad Muliadi1 dan I Nyoman Widiarta2

1Loka Penelitian Penyakit Tungro

Jl. Bulo 101 Lanrang Rappang Sidrap, Sulawesi Selatan E-mail: ahdimb@ymail.com

2Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan

Jl. Merdeka 147, Bogor, Indonesia E-mail: manwidiarta@yahoo.com

Naskah diterima 15 November 2017, direvisi 8 Desember 2017, dan disetujui diterbitkan 11 Desember 2017

ABSTRACT

Tungro is an important rice disease caused by virus which is transmitted by green leafhopper (Nephotettix spp.) in semipersisten way. Resistant variety when available is considered as an effective control technique and is more environmental friendly. Rice breeding program to overcome the disease initially was aimed to produce green leafhopper resistant varieties. But a few years after releasing the resistant variety, it became susceptible because the green leafhopper could easily adapt to resistant varieties. There was an indication that the virus strains vary greatly. Broadening the genetic background of resistant varieties to green leafhopper and tungro viruses could be an alternative to build more durable resistance varieties. Rice breeding activities for resistance to tungro disease were to be continued to obtain more durable tungro resistant lines. Conventional breeding activities was considered justified, including the selection of tungro resistant lines applying pedigree or backcross methods, followed by observation of resistance genotypes to several strains of virus inoculums and to green leafhoppers. Selected resistant lines from the observation nurseries were followed by yield trials. Resistant lines that showed good yielding potential and good agronomic character would be proposed to be named as new tungro resistant varieties or as sources of tungro resistant genes. Varieties or genotypes that had been produced need to be tested for their resistance to green leafhopper colonies and to some virus strains from source of inoculum derived from endemic areas, to obtain resistance genotypes to be assembled as tungro resistant varieties, to be planted in the virus endemic areas. Keywords: Breeding, tungro disease, rice plants, resistant varieties.

ABSTRAK

Tungro merupakan salah satu penyakit pada tanaman padi disebabkan oleh virus dan ditularkan oleh wereng hijau (Nephotettix spp.) secara semipersisten. Salah satu teknik pengendalian penyakit tungro yang murah dan efisien adalah penggunaan varietas tahan. Pada awalnya program pemuliaan padi diarahkan untuk menghasilkan varietas tahan wereng hijau. Namun beberapa tahun kemudian menjadi rentan karena wereng hijau dapat beradaptasi terhadap verietas tersebut. Di lain pihak, ada indikasi bahwa virulensi virus tungro terhadap varietas tahan dan strain virus tungro sangat bervariasi, sehingga perluasan latar belakang genetik ketahanan varietas terhadap vektor wereng hijau dan virus tungro merupakan salah satu alternatif untuk memperpanjang ketahanan varietas. Berkaitan dengan hal tersebut, kegiatan pemuliaan tanaman padi untuk ketahanan terhadap penyakit tungro perlu terus dilakukan untuk mendapatkan galur-galur tahan tungro. Kegiatan pemuliaan meliputi seleksi galur-galur tahan tungro dengan metode silsilah atau silang balik, dilanjutkan dengan observasi ketahanan terhadap beberapa sumber inokulum dan wereng hijau. Hasil observasi dilanjutkan dengan uji daya hasil. Galur dengan potensi hasil dan karakter agronomi yang baik dapat diusulkan menjadi varietas unggul baru tahan tungro atau sebagai tetua sumber gen tahan terhadap tungro. Varietas/galur yang telah dihasilkan perlu terus dilakukan uji kesesuaian terhadap koloni wereng hijau dan sumber inokulum dari daerah endemis tungro untuk memperoleh sumber tetua dalam perakitan varietas tahan tungro.

(2)

PENDAHULUAN

Tungro merupakan penyakit penting tanaman padi yang disebabkan oleh dua partikel virus, yaitu virus berbentuk batang (Rice tungro bacilliform virus/RTBV) dan virus berbentuk bulat (Rice tungro spherical virus/RTSV). Secara taksonomi dua partikel tersebut berbeda dan dapat ditularkan oleh beberapa spesies wereng hijau

(Nephotettix spp.) secara semipersisten (Dai and Roger

2009).

Di Indonesia, penyakit tungro awalnya dijumpai di beberapa wilayah produksi padi di Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Utara. Saat ini penyebaran tungro sudah menyebar ke 27 provinsi, meliputi 142 kabupaten dan menjadi ancaman dalam upaya peningkatan produksi padi (Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan 2007).

Varietas tahan penyakit tungro merupakan tujuan pemuliaan yang penting untuk perbaikan tanaman padi di beberapa negara Asia (Hibino et al. 1990), termasuk Indonesia. Varietas tahan tungro dapat berupa varietas tahan wereng hijau dan tahan virus tungro (Imbe 1991). Varietas tahan wereng hijau awalnya digunakan untuk mengendalikan penyakit tungro (Hibino et al. 1987) namun kebanyakan varietas tahan wereng hijau tidak bertahan lama apabila ditanam secara terus menerus (Angeles and Khush 2000, Dahal et al. 1990). Puluhan plasma nutfah ditemukan sangat tahan terhadap RTSV (Hibino et al. 1990), meskipun pengujian perbedaan antara ketahanan terhadap RTSV dan wereng hijau masih harus dilakukan pada plasma nutfah padi yang tahan RTSV (Sebastian et al. 1996, Shibata et al. 2007, Zenna et al. 2008). Hingga saat ini varietas yang efektif untuk mengendalikan RTBV secara praktis di lapangan masih terbatas (Hibino et al. 1990, Zenna et al. 2006).

Salah satu teknik pengendalian penyakit tungro yang murah dan efisien adalah penggunaan varietas tahan. Menurut Holt (1996), penanaman varietas tahan efektif mencegah ledakan penyakit virus tular vektor seperti penyakit tungro. Praptana dan Muliadi (2013) menyatakan perbaikan ketahanan varietas terhadap tungro dapat dilakukan melalui perakitan varietas dengan berbagai sumber gen ketahanan, baik terhadap virus maupun vektor atau perakitan varietas berdasarkan kesesuaian tetua dengan varian virus tungro dan koloni wereng hijau. Untuk memperpanjang masa ketahanan varietas padi terhadap penyakit tungro diperlukan diversitas genetik ketahanan varietas terhadap vektor dan virus tungro.

Tulisan ini membahas strategi pemuliaan ketahanan tanaman padi terhadap penyakit tungro meliputi sumber ketahanan, pola pewarisan dan metode pemuliaan, dan hasil yang telah diperoleh.

PEMULIAAN TANAMAN TAHAN TUNGRO

Pemuliaan padi tahan tungro di Indonesia dimulai sejak tahun 1935 oleh Van der Meulen (Khush 1977) dengan menyilangkan varietas Latisail (tahan) dengan varietas Tjina (rentan). Persilangan tersebut menghasilkan varietas tahan tungro di beberapa negara seperti India (tungro), Malaysia (penyakit merah), Filipa (tungro), Thailand (yellow orange leaf) (Sogawa 1976). Menurut Daradjat et al. (1999), sampai tahun 1986 telah dilakukan seleksi terhadap 47.503 aksesi plasma nutfah padi dan diperoleh 6.864 akses yang tergolong tahan. Dari aksesi tahan tersebut diperoleh 12 galur harapan tahan tungro.

Di IRRI pemuliaan ketahanan padi terhadap tungro dimulai pada tahun 1966. Hasil penelitian menunjukkan ketahanan genotipe Pankhari 203 dikendalikan oleh dua gen dominan komplementer, ketahanan Latisail diberikan oleh gen-gen duplikat. Kedua gen dapat membawa ketahanan pada varietas yang sama (Khush 1977). Keturunan dari persilangan tetua Gam Pai 15, HR 21, Ptb 18, Pankhari 203, Sigadis, dan TKM 6 berdaya hasil tinggi, tahan wereng hijau dan tungro. Gam Pai 15, Peta, Sigadis, dan TKM 6 digunakan sebagai tetua donor untuk ketahanan terhadap tungro (Khush 1977).

Pada awalnya ketahanan varietas hasil seleksi tahan terhadap wereng hijau tetapi tidak tahan terhadap virus (Hibino et al. 1987; Dahal et al. 1990). Namun beberapa tahun kemudian, varietas menjadi rentan karena wereng hijau dapat beradaptasi terhadap verietas tersebut (Suzuki

et al. 1992; Azzam et al. 2001). Pada tahun 1980an setelah ditemukannya teknik deteksi virus tungro dengan ELISA, strategi pemuliaan tanaman dilakukan dengan menggabungkan ketahanan terhadap virus dan wereng hijau. Sebagai usaha perluasan latar belakang genetik beberapa varietas tetua donor gen disilangkan untuk memperbaiki ketahanan varietas (Khush et al. 2004).

SUMBER KETAHANAN

Menurut Azzam dan Chancellor (2002), sumber gen ketahanan tanaman padi terhadap wereng hijau diperoleh dari verietas Pankhari 203, ASD 7, IR8, Ptb8, ASD8, TAPL 796, Maddai Karuppan, DV85, IR28, IR36, IR20965-26-1-2, ARC10313, dan Asmaita. Masing-masing varietas mempunyai gen yang berbeda. Menurut Brar et al. (2009), varietas Ptb8, DV85, dan IR36 dikendalikan oleh gen resesif sedangkan verietas Pankhari 203, ASD 7, IR8, ASD8, TAPL 796, Maddai Karuppan, IR28, IR20965-26-1-2, ARC10313, dan Asmaita dikendalikan oleh gen dominan.

(3)

T4 berdasarkan gen tahan wereng hijau pada tetua. Varietas golongan T0 tidak membawa gen tahan wereng hijau seperti IR5, Pelita, Atomita, Cisadane, Cikapundung, dan Lusi. Varietas golongan T1 membawa gen tahan Glh1 seperti varietas IR20, IR30, IR26, IR46, Citarum, dan Serayu. Golongan T2 membawa gen tahan Glh6 seperti varietas IR36, IR38, IR32, IR47, Semeru, Asahan, Ciliwung, Krueng Aceh, Bengawan Solo. Golongan T3 membawa gen Glh5 seperti varietas IR50, IR48, IR54,IR52, dan IR64. Golongan T4 membawa gen tahan glh4 seperti IR66, IR70, IR72, IR68, Barumun, dan Klara. Penggolongan empat varietas tahan wereng hijau ini dibuat sebagai dasar pergiliran varietas dari musim kemarau ke musim hujan. Hasanuddin et al. (2006) menyatakan varietas tertentu tahan terhadap wereng hijau di wilayah tertentu. Tetua tahan yang membawa gen tahan Glh1 digunakan untuk merakit varietas tahan pada agroekologi Jawa Barat dan Jawa Tengah. Glh2 tidak dianjurkan digunakan Bali dan NTB. Glh6 dianjurkan digunakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sulawesi Selatan. Gen Glh5 tidak lagi dianjurkan penggunaannya. Gen glh4 dapat digunakan di semua lokasi, kecuali NTB. Glh7 dapat digunakan di Bali maupun NTB. Delapan tahun kemudian, Widiarta et al. (2014) menyatakan varietas tahan wereng hijau golongan T4 direkomendasikan ditanam di semua provinsi, kecuali Bali dan Nusa Tenggara Barat, golongan T3 tidak direkomendasikan di daerah endemis tungro, golongan T2 direkomendasikan di Jawa Timur, Yogyakarta, dan Papua, dan golongan T1 direkomendasikan untuk Jawa Barat, Jawa Timur, Lampung, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Barat.

Sumber ketahanan terhadap RTBV dan RTSV adalah Utri Merah (Acc 16680), Utri Merah (Acc 16682), Utri Rajapan, ARC 11554, Balimau Putih, Adday Selection, Habiganj DW8, TKM 6, Oryza longstaminata, O. rufipogon, dan O. officinalis (Azzan and Chancellor 2002). Hasanuddin et al. (2006) menyatakan tetua tahan virus Utri Merah, Utri Rajapan, Habiganj, dan ARC dapat digunakan untuk merakit varietas tahan tungro pada semua lokasi, kecuali ARC tidak direkomendasikan digunakan di Yogyakarta.

Berdasarkan sumber tetua varietas tahan virus tungro yang dilepas di Indonesia, Widiarta (2014) mengelompokkan varietas tahan menjadi empat golongan yaitu V1 dengan tetua tahan Utri Merah (Tukad Petanu dan Inpari 7 Lanrang), V2 tetua tahan TKM6 (Tukad Balian dan kalimas), V3 tetua tahan TKM6 dan Gampai (Bondoyudo, Inpari 8 dan Inpari 9 Elo), V4 tetua tahan Balimau Putih (Tukad Unda). Hasil penelitian Widiarta et al. (2015) menggunakan sumber inokulum tungro dari 15 provinsi di Indonesia menyatakan golongan V1 paling tahan sedangkan golongan V3 paling rentan. Golongan

V1 sesuai hampir 15 provinsi sumber inokulum, kecuali Sulawesi Utara. Golongan V4 tidak sesuai untuk Yogyakarta dan Banten, Golongan V2 tidak sesuai untuk Bali, Sulawesi Utara, Banten dan Kalimantan Selatan. Golongan V3 tidak sesuai di Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Banten.

POLA PEWARISAN KETAHANAN

Informasi tentang genetika ketahanan diperlukan bagi pemulia tanaman dalam menentukan metode dan strategi pemuliaan yang akan digunakan. Gen ketahanan yang beragam diperlukan untuk mengatasi perkembangan populasi biotipe baru. Model pewarisan sifat ketahanan terhadap wereng hijau diturunkan secara sederhana oleh sepasang gen (Hasanuddin 2008). Analisis genetik memperoleh 11 gen dominan dan tiga gen resesif yang mengendalikan sifat ketahanan terhadap wereng hijau yaitu Glh1, Glh2, Glh3, glh4, Glh5, Glh6, Glh7, glh8, Glh9, glh10, Glh11, Glh12, Glh13, Glh14, dan beberapa gen telah diketahui letaknya dalam kromosom (Tabel 1).

Ling (1969) melaporkan bahwa ketahanan terhadap tungro pertama kali ditemukan oleh Ou di IRRI dengan menggunakan Pankhari 203 sebagai tetua tahan dan ’TN1’ sebagai tetua rentan. Dengan inokulasi virus tungro pada fase bibit didapat tanaman F1 tahan dominan sempurna, dan tanaman generasi F2 memiliki sifat tahan dikendalkan oleh dua gen dominan komplementer. Shastry et al.

(1972), Seetharaman et al. (1976), dan beberapa peneliti lain seperti yang dilaporkan oleh Matsuo et al. (1997) menyimpulkan bahwa gen ketahanan terhadap tungro dikendalikan oleh gen dominan. Shahjahan et al. (1990) menyatakan ketahanan terhadap RTBV dikendalikan oleh

Tabel 1. Gen ketahanan terhadap wereng hijau.

Gen Sumber ketahanan Letak gen pada

kromosom

Glh1 Pankhari 203 5

Glh2 ASD7 11

Glh3 IR8 6

glh4 Ptb8 3

Glh5 ASD8, O. rufipogon 8

Glh6 TAPL796 5

(4)

gen poligenik. Ketahanan terhadap RTSV dikendalikan oleh gen resesif komplementer (Shahjahan et al. 1991). Sebastian et al. (1996) menyatakan ketahanan terhadap RTSV dikendalikan oleh gen tunggal dominan dan ketahanan terhadap RTBV dikendalikan oleh dua gen resesif. Muliadi et al. (2011) menyatakan gen ketahanan pada galur OBSTG02-28 dikendalikan oleh dua gen dominan komplementer sedangkan pada galur OBSTG02-124 dikendalikan oleh dua gen resesif komplementer, masing-masing mengikuti model aksi gen aditif (Muliadi

et al. 2014). Studi genetika menunjukkan resistensi RTSV

pada Utri Merah ditentukan oleh dua gen resesif, tsv1 dan tsv2 (Ebron et al. 1994) dan pola pewarisan toleransi RTBV pada Utri Merah dikontrol oleh banyak gen (Shahjahan et al. 1990).

METODE PEMULIAAN TANAMAN

Metode pemuliaan yang sering digunakan pada pengembangan galur yang memiliki beberapa gen ketahanan adalah metode silsilah (pedigree) dan silang balik (backcross) (Azzam et al. 2000). Metode bulk tidak dianjurkan untuk seleksi ketahanan terhadap wereng hijau karena tidak bisa dilakukan skrining secara bersamaan terhadap hama dan penyakit. Metode silsilah lebih sesuai untuk memilih individu tanaman tahan wereng hijau yang dikendalikan oleh gen mayor. Dengan metode ini, seleksi didasarkan pada pencatatan sifat-sifat setiap galur secara lengkap terhadap reaksi hama dan penyakit (Azzam et al. 2000).

Metode silang balik umumnya digunakan untuk memindahkan sifat tahan tungro dari tetua donor gen seperti dari padi liar O. longistaminata dan O. rufipogon. Melalui 4-5 silang balik diperoleh galur yang sama dengan varietas unggul semula dengan gen tahan dari tetua donor. Metode silang balik telah digunakan untuk mentransfer ketahanan tungro ke dalam varietas populer seperti IR64. Varietas IR64 telah digunakan sebagai recurrent parent

dalam memindahkan gen-gen tahan tungro dari Utri Merah, Habiganj DW8, dan O. rufipogon (Azzam et al. 2000).

Beberapa peneliti menyatakan bahwa sifat ketahanan beberapa varietas tahan yang telah dilepas bersifat spesifik lokasi, baik terhadap koloni wereng hijau maupun sumber inokulum tungro (Hasanuddin et al. 2006, Widiarta dan Pakki 2015). Atas dasar informasi tersebut tersebut, pembentukan populasi dasar atau gen pool baru yang mengandung gen-gen tahan penyakit tungro melibatkan sejumlah tetua donor, terdiri dari strain dan varietas tahan tungro.

Kegiatan utama pada pemuliaan tanaman untuk ketahanan penyakit tungro adalah mengidentifikasi tetua tahan tungro, pada strain dan varietas lokal, strain liar dan varietas introduksi. Apabila tetua donor gen ketahanan telah ditemukan, maka selanjutnya dilakukan persilangan buatan untuk mengintrogresikan gen tahan ke dalam genom varietas unggul (Azzam et al. 2000). Penanganan generasi turunan hasil persilangan dilakukan sesuai medote silsilah dengan menerapkan seleksi individu secara ketat berdasarkan tingkat ketahanan penyakit tungro. Seleksi individu terhadap rumpun tanaman yang sehat dilakukan secara visual pada saat setelah tanam berumur 6-8 minggu. Dengan menggunakan seleksi individu sejumlah populasi turunan hasil persilangan, terbentuk sejumlah galur generasi lanjut yang tahan tungro dan berpotensi hasil tinggi yang dapat diusulkan sebagai calon varietas unggul (Daradjat dan Burhanuddin 2008).

VARIETAS TAHAN TUNGRO

Hingga tahun 2000 telah dilepas varietas tahan virus tungro yaitu Tukad Petanu dari persilangan IR61009-37-2-1-1/// IRI 1561-228-3-3/Utri Merah//IR1561-228-3-3, Tukad Balian dari persilangan IR48613-54-9-9-1/IR28239-94-2-3-6-2, Tukad Unda hasil persilangan IR64 dengan Balimau Putih, Bondoyudo dari persilangan tetua introduksi dari IRRI IR72(IR48525-100-1-2), dan Kalimas hasil persilangan PSBRc2 dan IRRI39292-142-3-3-3 (Suprihanto et al. 2009). Pada tahun 2009 dilepas tiga varietas tahan tungro, yaitu varietas Inpari 7 Lanrang dari hasil persilangan antara S3052-2D-12-2/Utri Merah-2, Inpari 8 dari hasil persilangan antara IR68064-18-1-1-2-2/IR61979-138-1-3-2-2, dan Inpari 9 Elo hasil persilangan antara IR65469-161-2-2-2-3-2-2/ IR61979-138-1-3-2-2 (Suprihatno et al. 2010). Tahun 2015 dilepas dua varietas tahan tungro dengan nama Inpari 36 Lanrang dari dari hasil persilangan antara IR58773-35-3-1-2/IR65475-62-3-1-3-1-3-1 dan Inpari 37 Lanrang dari hasil persilangan antara CT9162-12/Seratus Hari T36// Memberamo/Cibodas/// IR66160-121-4-5-3/Membramo (Wahab et al. 2017).

(5)

KESIMPULAN

Pemuliaan tanaman padi untuk ketahanan terhadap penyakit tungro telah berhasil mendapatkan galur-galur tahan tungro, baik terhadap vektor maupun virus tungro. Galur tahan tungro yang sifat agronominya baik dan hasilnya tinggi diusulkan sebagai varietas unggul baru tahan tungro. Varietas unggul tahan tungro telah dihasilkan dari program pemuliaan Badan Litbang Pertanian.

Pemuliaan tanaman untuk ketahanan penyakit tungro akan terus dilakukan karena terjadi perubahan strain baru penyakit di lapangan dan memerlukan gen-gen baru untuk menangkalnya. Introgresi gen-gen tahan tungro dari padi liar diharapkan bersifat awet (durable) dalam menanggulangi strain tungro di lapangan. Pergiliran varietas tahan merupakan strategi penjajaran gen-gen tahan (resistance genes deployment) terhadap multistrain tungro di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA

Angeles, E. R., and Khush, G. S. 2000. Genetic analysis of resistance to green leafhopper, Nephotettix virescens

(Distant) in three varieties of rice. Plant Breed. 119:446-448.

Azzam1,O., T. Imbe, R. Ikeda, P.D.Nath and E. Coloquio. 2001. Inheritance of resistance to rice tungro spherical virus in a near-isogenic line derived from Utri Merah and in rice cultivar TKM6. Euphytica 122: 91-97. Azzam, O., Chancellor, T.C.B. 2002. The biology,

epidemiology, and management of rice tungro disease in Asia. Plant Disease 86: 88-100.

Azzam, O., Rogelio C, Cabunagan, adn T. Chancellor. 2000. Methods for evaluating resistance to rice tungro disease. International Rice research Institute. 40p. Brar, D.S., P.S. Virk, K.K. Jena, and G.S. Khush. 2009.

Breeding for resistance to planthoppers in rice. In Heong KL, Hardy B, editors. Planthoppers: new threats to the sustainability of intensive rice production systems in Asia. Los Baños (Philippines): International Rice Research Institute. Pp. 401-428.

Dahal, G., Hibino, H., Cabunagan, R. C., Tiongco, E. R., Flores, Z. M., and Aguiero, V. M. 1990. Changes in cultivar reaction to tungro due to changes in “virulence” of the leafhopper vector. Phytopathology 80:659-665. Dai, S., and R.N. Beachy. 2009. Genetic engineering of rice

to resist rice tungro disease. In Vitro Cell. Dev. Biol. 45:517-524.

Daradjat, A.A. dan Burhanuddin. Perakitan padi inbrida tahan penyakit virus tungro. Prosiding Seminar Nasional Strategi Pengendalian Penyakit Tungro Mendukung Peningkatan Produksi Bersama. Puslitbang Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian. pp. 41-52.

Daradjat A.A., N. Widiarta, and A. Hasanuddin. 1999. Breeding for rice tungro virus resistance in Indonesia. In Chancellor T.C.B., O. Azzam, and K.L. Heong (edt) Rice Tungro Disease Management. IRRI. pp. 31-37 Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan. 2007. Informasi

perkembangan serangan OPT padi tahun 2006, tahun 2005, dan rerata 5 tahun (2000-2004). Direktorat Jendral Tanaman Pangan, Jakarta. 192p.

Ebron, L. A., Yumol, R. R., Ikeda, R., and Imbe, T. 1994. Inheritance of resistance to rice tungro spherical virus in some rice cultivars. Int. Rice Res. Notes 19:10-11. Gallun, R.I., and G.S. Khush. 1980. Genetics factors affecting

expression and stability of resistance. In F.G. Maxwell and P.R. Jenings (ed). Breeding Plant Resistant to Insect. Jhon Wiley and Sons. New York.

Harahap, Z.T., Soewito dan B. Kustianto. 1983. Perbaikan ketahanan varietas padi terhadap hama utama. Dalam: Prosiding kongres entomologi II. 24-26 Januari 1983. Perhimpunan Entomologi Indonesia. Jakarta. pp. 618-631.

Hasanuddin, A. 2009. Perbaikan ketahanan varietas padi terhadap penyakit tungro. Iptek Tanaman Pangan 3(2): 215-228.

Hasanuddin A, Widiarta I.N, Siwi S.S, Daradjat A.A. 2006. Identifikasi tetua untuk perkitan varietas tahan tungro spesifik lokasi. Prosiding Seminar Nasional Pekan Padi Nasional II, Sukamandi. Puslitbang Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian. Pp 309-317. Hibino, H., Daquiaog, R. D., Mesina, E. M., and Aguiero, V. M.

1990. Resistances in rice to tungro-associated viruses. Plant Dis. 74:923-926.

Hibino, H., Tiongco, E.R., Cabunagan, R.C., and Florest, Z.M. 1987. Resistance to rice tungro associated viruses in rice under experimental and nantural conditions. Phytopathology 77:871-875.

Imbe, T. 1991. Breeding for resistance to tungro disease of rice. Tropical Agriculture Research Center, Tokyo. 136p. IRRI. 1996. Standard Evaluation System for Rice. INGER genetic resources center. International Rice Research Institute (IRRI), Los Banos, Philippines. 52p.

Khush, G.S. 1977. Disease and insect resistance in rice. Adv Agron 29: 265-341.

Khush, G.S., E. Angeles, P.S. Virk, and D.S. Brar. 2004. Breeding rice for resistance to tungro virus at IRRI. SABRAO Breeding and Genetics 36: 101-106. Matsuo, T., Y. Futsuhara, F. Kikuchi, and H. Yamaguchi. 1997.

Science of the rice plant. Food and Agricuture Policy Research Center. Tokyo. 1003p.

Muliadi, A., Nasrullah, Y.B. Sumardiyono, dan Y. Andi Trisyono. 2011. Pewarisan Ketahanan Penyakit Tungro pada Galur Padi OBSTG02-28. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 30(2): 121-126.

(6)

Praptana, R.H, dan Ahmad Muliadi. 2013. Durabilitas ketahanan varietas padi terhadap penyakit tungro. IPTEK Tanaman pangan 8(1): 15-21.

Sama, S., Hasanuddin, A., Manwan, I., Cabunagan, R.C., and Hibino, H. 1991. Integrated rice tungro disease management in South Sulawesi, Indonesia. Crop Protection 10: 34-40.

Sebastian, L. S., Ikeda, R., Huang, N., Imbe, T., Coffman, W. R., and Mc Couch, S. R. 1996. Molecular mapping of resistance genes to rice tungro spherical virus and green leafhopper in rice. Phytopathology 86:25-30. Shahjahan, M., Jalant, A. H., Zakri, A. H., Imbe, T., and

Othman, O. 1990. Inheritance of tolerance to rice tungro bacilliform virus (RTBV) in rice (Oryza sativa L.). Theor. Appl. Genet. 80: 513-517.

Shahjahan, M., T. Imbe, B.S. Jalani, A.H. Zakri, and O. Othman. 1991. Inheritance of resistance to rice tungro spherical virus in rice (Oryza sativa L.). Proc. Int. Rice Genetics Symp. 2nd. Los banos, Phillippines. p.247-254.

Shibata, Y., Cabunagan, R. C., Cabauatan, P. Q., and Choi, I.-R. 2007. Characterization of Oryza rufipogon-derived resistance to tungro disease in rice. Plant Dis. 91:1386-1391.

Suprihatno, B., Aan A. Daradjat, Satoto, Baehaki S.E., I.N. Widiarta, Agus Setyono, S. Dewi Indrasari, dan Ooy S. Lesmana. 2009. Deskripsi varietas padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 105p.

Suprihatno, B., Aan A. Daradjat, Satoto, Baehaki S.E.,Suprihanto, Agus Setyono, S. Dewi Indrasari, I. Putu Wardana, dan Hasil Sembiring. 2010. Deskripsi varietas padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 117p.

Suzuki, Y., I.G.N. Astika., I.K.R. Widrawan, I.G.N. Gede, I.N. Raga, and Soeroto. 1992. Rice tungro disease transmitted by the green leafhopper: Its epidemiology and forecasting technology. JARQ 26: 98-104. Wahab, M.I., Satoto, R. Rahmat, A. Guswara, dan Suhama.

2017. Deskripsi varietas unggul baru padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. 87p

Widiarta, I.N. 2014. Strategi Pengendalian terpadu penyakit tungro berdasarkan dinamika populasi vektor, patologi, dan epidemiologi virus. Jurnal Litbang Pertanian 33(2): 61-68.

Widiarta, I.N, dan Syahrir Pakki. 2015. Variasi virulensi virus tungro bersumber dari inokulum di daerah endemis tungro di Indonesia. J. HPT Tropika 15(1): 1-9. Zenna, N. S., Cabauatan, P. Q., Baraoidan, M., Leung, H.,

and Choi, I.-R. 2008. Characterization of a putative rice mutant for reaction to rice tungro disease. Crop Sci. 48:480-486.

Gambar

Tabel 1. Gen ketahanan terhadap wereng hijau.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tutupan karang hidup di lokasi Daerah Perlindungan Laut (DPL), yakni di Kampung Nusi Inarusdi Pulau Nusi dan Kampung Wundi

Beberapa analit tidak dapat dititrasi dalam air karena kelarutannya rendah atau memiliki kekuatan asam/ basa yang tidak memadai untuk mencapai titik akhir,

Sedangkan dari segi sensoris, mie kering yang disukai panelis baik dalam segi rasa, aroma, warna, tekstur, dan tingkat kesukaan adalah mie kering dengan tepung pisang Tanduk 25%

Segala puji dan ungkapan syukur teruntuk Alloh SWT atas limpahan kasih sayang dan cinta-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul

Berdasarkan hasil pengujian sistem yang telah dibuat, maka selanjutnya dapat disimpulkan sebagai berikut : 1) S istem kontrol portal irigasi sawah berbasis Internet

Objek rancangan edu-wisata pertambangan minyak dan merupakan tempat wisata yang terdapat edukasi yang dapat diberikan pada pengunjung dengan fokus pada tema pertambangan minyak

Komponen dasar keilmuan menyiapkan (calon) tenaga profesional dengan landasan dan arah tentang wawasan, pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap (WPKNS) berkenaan

Pencarian abjad (hanya berlaku untuk sumber ANDROID) Anda dapat mencari file sesuai dengan karakter pertama.. • Untuk kembali ke item pengaturan