IKA SULISTYANINGSIH
K EBER AOAAN S U R A T K E P U TU S A N M E N TE R I TE N A G A KER JA
N O . K EP . 3 4 2 / M E N / 1 9 8 6
D A LAM P E N Y E L E S A I A N P ER S ELI S I H A N P ER BUR U H AN
i i- i a.
P t < > i - 'i , : * j > \ x . A A N I
» A S A i K i - A ^ C X i A "
|
__ j L> * A B A Y A I
t u . n ^ i / p
F A K U L TA S H U K U M U N I V E R S I TA S A I R L A N G G A
S U R A B A Y A
KEBERADAAN SURAT KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA
NO. KEP. 342/MEN/198&
DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN PERBURUHAN
SKRrPSI
DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS
DAN MEMENUHI SY ARAT-SY ARAT UNTUK
MENCAPAI GELAR SARJANA HUKUM
OLEH
IKA SULISTYANINGSIH
0389129^5
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA
S U R A B A Y A
Skripsi' ini telah diuji pada tanggal : 24 JullL 1993
KETUA
SEKRETARIS
ANGGOTA
TIM PSNGUJI
: SRI WGELAN AZIS, S.H’.
: Dra. H. SOENDARI KABAT, S.Hi
: 1. R. rNDIARSORO, S.H... . ...
KATA PENGANTAR
Puji syukur" saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Ma-
ha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga saya dapat'. menyele-
saikann skripsi ini tepat pada waktunya. Dengan tersusunnya
skripsi yang berjudul " KEBERADAAN SURAT KEPUTUSAN MENTERI
TENAGA KERJA NO. KEP. 342/MEN/1986 DALAM PENYELESAIAN PER
SELISIHAN PERBURUHAN 11 ini maka salah satu syarat yang di-
perlukan untuk memperoleh geXar Sarjana Hukum dari Fakul-
tas Hukunr Universitas Airlangga sudah terpenuhi.
MeXaXui kesempatan ini, saya ingirr menyampaikan
terima kasih kepada :
1. Bapak Indiarsoro, S.H. selaku dosen pembimbing yang te
Xah bersedia meluangkan1 waktunya untuk memberikan bim-
bingan1 dan bantuan' serta petunjuk-petunjuk dengan penuh
kesabaran hingga seXesainya skripsi ini.
2. Bapak Drs. Moenajato seXaku nara sumber dari' Departemen
Tenaga Kerja Kotamadya Surabaya yang telah memberfkam
petunjuk dan keterangan-keterangan penting untuk menja-
wab' permasalahan daXam skripsi. yang telah saya ajukan;
3. Bapak Indro, S.H., Mas Munir, S.H., Mas Minanurrah -
marr* S.H. f Mas Eko Nuryanto, S.H. beserta seluruh' staf
Lembaga* Bantuan Hukum Surabaya yang dengan segala kere-
laannya telah memberikan data-data yang sangat- berarti
tepat pada waktunya.
9
4, Seluruh Bapak dan Ibu dosen Fakultas Hukum Universitas
Airlangga yang telah raenanamkan semua ilmu pengetahuan
dan memberikan1 bimbingan kepaida saya selama kuliah di
Fakultas Hukum,
5, Bapak dan Ibu tercinta yang dengan penuh kesabaraw se
lalu memberikan dorongan semangat dan doa kepada saya,
serta terima kasih untuk dik Nur dan dik A^ijung- (adik-
adikku) tercinta.
6, Terakhir saya sampaikan ucapan terima kasih' kepada se
mua personil di Karangmenjangan 52 yang selalu meng-
ganggu saya menyelesaikan skripsi ini, tap! juga sela
lu menyenangka n.
Akhirnya seperti kata pepatah, w Tidak ada gading
yang tak retak ”, saya menyadari. bahwa skripsi ini masih
ada kekurangannya sehingga sarari yang bersifat membangun:
selalu saya harapkan.
Surabaya, 18 Juli 1993
Penyusun
c --
:---Ika Sulistyaningsih
Pada saat ini jumlah perselisihan perburuhan semakin meningkat. Di pihak majikan,
kepentingan akan keuntungan yang sebesar-besarnya telah mengorbankan kepentingan dan
kesejahteraan buruh. Sedang di pihak buruh, keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
dan keluarganya yang semakin melambung tinggi setiap saat, telah mendesak buruh untuk
mengajukan tuntutan kepada majikannya. Faktor ini yang sering mengakibatkan semakin
meningkatnya perselisihan perburuhan. Apalagi pada masa sekarang, sedang dirintis usaha
untuk mewujudkan Hubungan Industrial Pancasila, sehingga hak masing-masing harus
diperhatikan dan tidak boleh ada yang dikorbankan. HIP yang mengandung asas Partnership
ini harus menjembatani dua kepentingan yang pada prinsipnya berbeda, sehingga tidak ada
lagi tindakan saling menekan, misalnya pemogokan atau penutupan usaha (Lock Out).
Apabila harus terjadi kesalahpahaman yang menjadi dasar perselisihan, perselisihan ini
hendaknya diselesaikan dengan musyawarah untuk mufakat dan tidak lupa untuk
daftar isr
Kata Pengantar ... ... ii*
Daftar Tsi ... v
Bab> I : Pendahuluan 1. Permasalahan : Latar Belakang dan Rumus- annya ... 1
2. Penjelasan Judul ... ,. 5
3. Alasan Pemilihan Judul •... *
6-4. Tujuan Penulisan ... ,... 8
5. Metodologi ... 8
6. Pertanggungjawaban Sistematika ... 10
Bab II : Penyelesaian Ketidakberesan Upah Lembur 12 1. Cidera j'anji dalam penetapan jumlah jam lembur dengan perhitungan upahnya ... 13
2. Adanya beda pendapat antara buruh dengan pengusaha karena pengusaha tidak mampu membayar upah lembur yang telah disepa - kati bersama •••*••••••••••••••••••••• 17 3. Selisih perhitungan dalam menetapkan be sarnya upah lembur •••••••••••••••••••• 22 Bab III : Penyelesaian adanya pemogokan yang dilaku -kan buruh ... 26
1. Pemogokan akibat tidak terselenggaranya KKB (Kesepakatan Kerja Bersama) ... 26
2. Koordinasi pihak lain dalam penyelesaian
pemogokan yang dilakukan buruh ... .38
Bab XV : Mengatasi Pemutusan Hubungan Kerja ...45
1. Pemogokan liar yang dilakukan buruh ,h , 49 2. Usaha penyelamatan perusahaan ... .56
Bab- V : Penutup ... ... ..66
1* Kesimpulan ... ... 66
2. Saran ... .68 !
Daftar Bacaan
Lampiran
BAB; I
PENDAHULUAN
1. Permasalahan : Latar Belakang dan Rumusannya
Kegiatan perekonomian di negara kita dewasa ini sema-
kirn meningkat, Kegairahan dari kegiatan perekonomian yang
terus meningkat itu telah mendorong tumbuhnya pabrik baru.
Pabrik ini tentu saja membutuhkan tenaga kerja yang banyak.
Jika jumlah tenaga kerja meningkat sebagai konsekwensi lo-
gisnya merupakan raeningkatnya jumlah perselisihan antara
dua pihak yang saling berlawanan status sosialnya, dalam
hal ini buruh dan pengusaha. Kedua pihak ini: semuanya ha
rus dilindungi. Buruh'! harus bebas dari tekanan dan kesewe-
nang-wenangan pengusaha dan pengusaha juga terlindungi. da
ri tuntutan burutv yang terlalu mengada-ada.
Kegairahan kegiatan perekonomian yang berkembang deng
an pesat- ini juga membawa serta iklim persaingan: yang ke-
tat dan semangat efisiensi yang tinggi. Semangat efisiensi
ini justru diterapkan pada buruh dan tanpa sadar telah me-
rugikan kepentingan buruh. Sehingga kesejahteraan buruh
menjadi terabaikan. Padahal dalara Hubungan Industrial Pan
casila, buruh itu merupakan partner in production, partner
in profit, dan partner in responsibility.
i
Dewasa ini berkembang sistem manajemen baru yang
lai mengikutsertakan buruh dalam meningkatkan produktivitas
perusahaan, yaitu sistem TQC (Total Quality Control),
Prinsip TQC adalah bahwa seluruh unsur perusahaan seca ra bersama-sama berupaya meningkatkan mutu, Pirapinan' dan karyawannya membahas bersama mutu pekerjiaarop perusa haan kemudian menentukan: sasaran peningkatan mutu yang harus dicapai dan kapan sasaran tersebut diselesaikam Dengan pelibatan seperti ini seluruh karyawan raerasa ikut memiliki perusahaan. dan kemajuan perusahaan akan: memberikan rasa kepuasan,
Sistem ini sebenarnya bagus untuk dilaksanakan' dan bisa
diharapkan untuk mengurangi perselisihan perburuhan karena
asas musyawarah diterapkan dalam sistem manajemen ini;, Na-
murr> untuk pelaksanaannya perlu sikap mental pimpinan peru-
sahaan yang terbuka dan karyawan juga bisa mengimbanginya
dengan dlsiplin tinggi, dedikasi, loyalitas, keberanian ber-
inisiatif dan kemampuan mengutarakan pandangannya dengan
baik, Namun karena jenjang pengetahuan dan pendidikan yang
terbatas dari buruh* sistem tersebut belum bisa diterapkan
secara penufr, Berkat adanya perbedaan itu, buruh selalu
berada di pihak yang lemah dan sering diabaikan kepenting. -
annya. Ini yang menjadi sumber perselisihan antara majikan
dengan buruh. Buruh tidak berdaya atas kesewenang-wenangan
majikan, tetapi bila semua buruh bersatu, majikan yang akan
kebingungan. mencari perlindungan. biasanya majikan akan me-
minta pihak keamanan untuk mencoba mengatasi keadaan terse
but. Ini merupakan cara yang dianggap paling praktis dalam
mengatasi perselisihan perburuhan dan sebagai akibatnya pu
tusan dewan perantara semakin diragukan keefektifannya da
lam menyelesaikan suatu perselisihan perburuhan, Kuantitas
perselisihan perburuhan semakin meningkat tetapi kualitas
penyelesaiannya semakin diragukan keadilannya* Surat Kepu
tusan Menteri Tenaga Kerja No, Kep, 342/MEN/1986, sebagai
salah satu pelaksanaan undang-undang No. 22 tahun 1957', te
lah memberikan peluang hadirnya pihak lainj dalam perunding
an penyelesaian perselisihan perburuhan -antara majikan dan
buruh, Sedangkan menurut Undang-undang No. 22 tahun 1957,
keterlibatan pihak lain dalam perundingan itu tidak pernah
diatur, kecuali keterlibatan pemerintah sebagai pegawai pe
rantara saja dan yang membuat putusan tetap pihak yabg ber-
kepentingan (pihak yang berselisih) saja. Menurut Undang-
undang No, 22 tahun 1957, yang diraaksud dengan perselisihan
perburuhan adalah :
perselisihan perburuhan, ialah pertentangan antara ma jikan atau perkumpulan majikan dengan serikat buruh) atau gabungan serikat buruh berhubung dengan* tidak ada nya persesuaian paham mengenai hubungan-kerja, syarat- syarat kerja dan/atau keadaan perburuhan,
Dari bunyi pasal 1 ayat 1 (c) Undang-undang No. 22 tahun
1957 tersebut dapat diketahui bahwa pihak-pihak yang
seha-rusnya ada dalam perundingan perselisihan perburuhan hanya
Iman Soepomo, Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta.
1985, h. 252. . :
majikan dengan buruh, pemerintah. (Menteri perburuhan^ pani-
tia perantara, dan unsur pemerintah dalam tim P4D atau tinr
P4P) hanya sebagai perantara, sehingga raencerrainkan hubung
an Tripartite yang diharapkan bisa memberikan putusan yang
adil bagi kedua pihak. Undang-undang No. 22 tahun 1957 ini
sama sekali tidak memberikan peluang keterlibatan- pihak ke
amanan. secara aktif dalam penyelesaian perselisihan perbu
ruhan. Selain itu SK MENAKER RI No. Kep. 342/MEN 1986 ini
ternyata juga membuka peluang perusahaan mengadakan PHK dan
mengatur pula perayelesaian pemogokan liar secara sepihak ,
istilah pemogokan liar tersebut sebenarnya secara yuridis
formal tidak pernah ditemukan dalam Undang-undang NO. 22 ta
hun 1957'. Oleh karena itu saya mengajukan beberapa permasta-
lahan>untuk mengupas sejauh mana SK MENAKER RI No. Kep,342/
MEN/1986 tersebut masuk dalara usaha penyelesaian perselisi
han perburuhan, sebagai berikut :
1. Bagaimanakah penerapan SK MENAKER RI No. Kep. 342/MEN/
1986^ dalara menyelesaikan ketidakberesan upah lembur ?
2. , Bagaimanakah penerapan SK MENAKER RI No. Kep. 342/MEN/
'-1986 dalam penyelesaian pemogokan yang dilakukan oleh
buruh ?
3. Bagaimanakah penerapan SK MENAKER RI No. Kep. 342/MEN/
2. Penjelasan Judul
Skripsi ini saya beri Judul : 11 KEBERADAAN SURAT
KEPUTUSAN' MENTERr TENAGA KERJA RX NO. KEP. 342/MEN/1986
DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN PERBURUHAN ».
Yang diraaksud dengan perselisihan perburuhan menurut
Undang-undang- Md. 22 tahun 1957 adalah s
pertentangan antara raajikan atau perkumpulan majikan dengan serikat buruh atau gabungan serikat buruh berhu- bung dengan tidak adanya persesuaian paham mengenal hu- bungan kerja, syarat-syarat kerja dan/atau keadaan per buruhan. ^
Jadi dalam perselisihan perburuhan, pihak yang berselisih
itu hanya majikan dan buruh saja, sedangkan pemerintah ha-
nya sebagai pihak perantara dan terdiri atas Menteri Per
buruhan, Panitia Perantara, dan unsur pemerintah di dalam
tim P^D atau P4P,
Sedangkan Surat Keputusan Menteri' Tenaga Kerja RI No
Kep. 3^2/MEN/l936f merupakan keputusan yang mengatur ten-
tang pedoman1 atau petunjuk umum pemerantaraan perselisihan
hubungan industrial, khususnya dalam menghadapi kasus upah
lembur, pemogokan, pekerja kontrak, PHK, dan perubahan
status atau pemilikan perusahaan. Namun dalam skripsi ini
saya mengkhususkan masalah pada upah lembur, pemogokan, dan
PHK. Surat Keputusan ini memiliki fungsi dan menunjukkan
tanggung' jawab pegawai perantara dalam memberikan peranta-
raan penyelesaian perselisihan hubungati industrial sebagai
lembaga pertama dalam suatu sistem penyelesaian perselisih
an' hubungan industrial dirasakan semakin penting, karena
itu p&ranannya perlu ditingkatkaa lagi, baik kuantitas mau-
pun kualitas hasil penyelesaiannya. Jalan yang ditempuh SK
Menteri irtfj dengan mengddakan koordinasi dengan pihak lain
yaitu PEMDA, POLRES, KODIM. . Dengan adanya koordinasi ini
biasanya pihak-pihak tersebut akan memperkuat kedudukan
pengusaha yang sudah' kuat dan semakin memperlemah keduduk-
an/posisi buruh dalam perselisihani perburuhan tersebut. Dan
tentunya, putusan yang dihasilkan tidak obyekttf lagi dan
lebih1 memihak majikan', sehingga putusan. yang dihasilkan ti-
dak akan1 mencapai keadilan yang diinginkan' oleh semua pl^
hak yang berunding, karena hanya mewakili aspirasi satu
pihak saja.
3* Alasan Pemilihan Judul
Pada saat- ini jumlah perselisihan perburuhan .semakin
meningkat, Di pihak majikan, kepentingan akan keuntungan
yang sebesar-besarnya telah mengorbankan kepentingan dan
kesejahteraan buruh; Sedang di pihak buruh* keinginan un-
tuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya yang sema-
kin melambung tinggi setiap saat, telah mendesak buruh un-
sering mengakibatkan semakirr meningkatnya perselisihan per
buruhan. Apalagi pada masa sekarang, sedang dirintis usaha
untuk mewujudkan Hubungan Industrial Pancasila, sehingga
hak masing-masing harus diperhatikan dan tidak boleh ada
yang dikorbankan, HPP yang mengandung asas Partnership ini
harus menjembatani dua kepentingan yang pada prinsipnya
berbeda, sehingga tidak ada lagi tindakan saling menekan,
misalnya pemogokan atau penutupan usaha (Lock Out). Apabila
harus terjadi kesalahpahaman yang menjadi dasar perselisih
an, perselisihan ini' hendaknya diselesaikan dengan musyawa-
rah untuk raufakat dan tidak lupa untuk memperhatikan rasa
keadilan. Sekarang ini apakah hal seperti itu sudah terca-
pai dengan adanya banyak peraturan yang mengatur tentang
ketenagakerjaan khususnya mengenai penyelesaian' perselisih
an perburuhan ?
Jelasnya peraturan itu belum terkodifikasi. Peraturan yang
mengatur perselisihan perburuhan antara lain : Undang-un-
dang No. 22 tahun 1957' yang diperkuat oleh SEMA No. 1 tahun
1980 dan SK MENAKER RT No. Kep. 342/MEN/1986. SK Menteri
itu yang sempat mengacaukan maksud HPP, karena menawarkan
penyelesaian perselisihan perburuhan yang bertentangan
dengan maksud UU No. 22 tahun 1957, sehingga untuk menyele-
saikan perselisihan dengan menghasilkan putusan yang saling
memberikan rasa keadilan dan ketenangan pada semua pihak
4* T'ujuan Penulisan
Penulisan skripsi ini untuk melihat bagaimana penera-
pan SK MENAKER RI No* Kep. 342/MEN/1986 dalam menyelesaikan
■%
perselisihan perburuhan yang banyak terjadi-*di kalangan
usaha dan semakin, meningkat jumlahnya, setiap harl. Juga
untuk melihat keefektifannya dalam masalah perselisihan
perburuhan kita.
Selain itu, sudah menjadi kewajiban bagi mahasiswa
Fakultas Hukum Universitas Airlangga untuk menyusun skripsi
sebelum berhak menyandang gelar Sarjana Hukum; Berkenaan
dengan itu, penulisan skripsi ini' juga untuk memenuhi per-
syaratan tersebut.
5. Metodologl
a. Pendekatan Masalah
Dalam skripsi ini saya menggunakan pendekatan masalah:
secara yuridis dan sosiologis. Pendekatan secara yuridis,
yaitu menganalisa permasalahan dengan melihatnya dari segl
hukum. ■ Didasarkan pada peraturan yang telah ditetapkaw se-
belumnya sebagai hukum bag! permasalahan-permasalahan yang
dihadapi oleh' buruh, majikan dan pemerintah sebagai peran-
tara. Pendekatan secara sosiologis, yaitu melihat permasa
lahan dari segi empiriknya seperti kenyataan yang terjadi
dalam masyarakat perindustrian. Bagaimanakah kenyataan dan
akibatnya yang akan terjadi. bila SK tersebut diberlakukan
da-ri putusan yang telah dihasilkan itu ?
b; Sumber Data
Suraber data skripsi ini, saya gunakan data primer dan
data sekunder, Data primer saya peroleh dari hasil wawanca-
ra dengan LBH. Surabaya dan Departemen Tenaga Kerja Kotama-
dya Surabaya, baik wawancara berstruktur maupun tidak ber
struktur. Sedangkan data sekunder, saya peroleh dari' ba-
han kepustakaan dari Perpustakaan Universitas Airlangga dan
Perpustakaan Universitas Brawijaya, koleksi pribadi dan ju-
ga tullsan dari surat kabar dan majalah.
c. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan' Data
Teknik pengumpulan data yang saya gunakan adalah
mengadakan interview baik berstruktur (Structured Inter
view/Guided Interview) maupun tidak berstruktur (Uniguided
Structured). Data dari LBB Surabaya, saya peroleh dengan
unguided structured. Sedangkan data dari DBPNAKER Surabaya,
saya peroleh dengan guided structured. Setelah data terkum-
pul, akan diteliti (diedit) untuk raenjarain apakah sudah bi-
sa dipertanggungjawabkan sesuai dengan kenyataan ataukah
belum. Setelah itu dikategorisasikan . pada * masing-masing
permasalahan, yang akhirnya digunakan untuk raerabahas perma-
d, Analisis Data
Data yang telah saya peroleh itu saya analisa dengan
menggunakan raetode deskriptif analitis, yaitu memaparkan
makna yang terkandung dalam suatu peraturan1, dalam hal ini
adalah' SK MENAKER RI No. Kep. 3^2/MEN/1 986. ' Sesudah'itu
dianalisa apakah makna peraturan tersebut sesuai dengan
kenyataan dalam kehidupan perburuhan di kalangan usaha
atau tidak, sehingga kebenarannya bisa diungkapkan dan
dipahami.
*
6. Pertanggungjawabati Slstematlka
Saya mengemukakan' dan menyusun sistematikanya sede-
mikian rupa seperti yang tercantum dalam daftar isi dengan1
alasan untuk memberikan pandangan sedikit'. demi sedikit dan
runtutr ke arafr penyelesaian perselisihan perburuhan dengan
menggunakan SK MENAKER RI No, Kep. 342/MEN/1986. Skripsi
ini terdiri dari lima bab, bab pertama merupakan pendahu-
luan, pembahasan saya masukkan pada tiga bab berikutnya,
dan penutup saya letakkan pada bab: kelima.
Bab I tentang pendahuluan, meliputi'. latar belakang
permasalahan dan rumusannya, penjelasan judul, alasan pe-
milihan judul, tujuan penulisan, metodologi dan pertang-
gungjawaban sistematika.
Bab II, saya masukkan'pembahasan mengenai upah lem
bur, bagaimana kalau terjadi cidera janji oleh majikan,
ba-gaimana seandainya terjadi selisih perhitungan dalara mene-
tapkan upah lembur.
Mengenai pemogokan sebagai akibat ketidakpuasan . bu-
ruh atas pemenuhan kepentingannya, dalam bab III, Tidak
terselenggaranya KKB juga mengakibatkan kepentingan buruh
tidak terpenuhi dengan baik, Ketidakpuasan buruh ini masih
ditambah lagi dengan adanya pihak lain khususnya apanat
keamanan masuk dalam perselisihan dan ikut andil dalam rae-
nyelesaikan perselisihan,
Bab IV, dibahas cara mengatasi PHK, sebagai jalan
yang dilakukan oleh majikan sebagai langkah terakhir dalam
menghadapi buruh baik itu diakibatkan pemogokan buruh ma-
upun sebagai' usaha untuk menyelamatkan perusahaan karena
perusahaan sudah diambang kehancuran. Supaya tetap eksis,
raajikan merasa perlu untuk raengurangi jumlah tenaga kerja-
nya.
BAB IX
PENYELESAIAN KETIDAKBERESAN UPAH LEMBUR
Sistem pengupahan di Indonesia saat ini' masih memehak.
Sehingga memunculkan' gejolak sosiaX yang mengakibatkan ke-
tidakpuasan buruh yang sering mewarnai dunia ketenagaker-
jaannya. HaX ini disebabkan sampai kini, Indonesia belum
merailiki sistem pengupahan nasional yang adil dan demokra-
tis, Belum adanya sistem pengupahan yang berlaku secara na
sional sering memunculkan komunikasi terputus (miss Commu
nication) antara pengusaha dan pekerja. Akibatnya gejoXak
sosial sebagai refleksi ketidakpuasan pekerja masih menjadt
agenda rutin ketenagakerjaan di Indonesia. SeXama ini sis
tem pengupahan yang berXaku cenderung menguntungkan pihak
pengusaha sebab beXum ada penerapan upah yang mampu .
meng-angkat harkat para pekerja. Hak-hak pekerja sering
dikebi-i
ri. Akibatnya, pemogokan dan unjuk rasa pekerja pabrik su
dah menjadi pemandangan umum yang mewarnai ketenagakerjaan
di Indonesia, Menurut Agus Sudono ;
Sistem pengupahan nasional yang ideal adaXah sistem pengupahan yang adil dan demokratis dengan raengaitkan ketrampllan dan produktivitas kerja. Adil dan demo kratis yang dimaksud menyangkut tingkat pemanfaatan po- tensi ketenagakerjaan.
Karena adanya sistem pengupahan yang seperti itu maka
lu diadakan penetapan upah lembur yang, mempunyai kekuatan
dan kepastian hukum, Hal ini untuk menghindari terjadinya
kesimpangsiuran dalam menetapkan upah lembur, Perlunya di-
berikan penetapan upah lembur adalah supaya terjadi suatu
kesatuan pengertian daripada komponen upah< yang dip^rguna-
kan sebagai dasar perhitungan upah lembur. Dasar perhi
tungan upah lembur ini ditetapkan dalam SK MENAKER No.Kep.
72/MEN/l9£&. Seandainya terjadi ketidakcocokani pendapat.
antara buruh dan majikan dalam menetapkan upah lembur, hal
tersebut bisa dijadikan perselisihan. Penyelesaian perse
lisihan ini diatur dengan Undang-undang No. 22 tahun 1957
dan sebagai pelaksanaannya ditetapkanlah' SK MENAKER RI No.
Kep. 3^2/MEN/l986.
1. Cidera Janjl Dalam Penetapan' Jumlah Jam Lembur Dengan1
Perhitungan' Upahnya
Setiap peker^a yang akan memasuki dunia pekerjaannya
akan selalu dihadapkan pada peraturan perusahaan, Peratu-
ran ini disebut dengan perjanjian kerja. Majikan dan buruh
yang terikat oleh perjanjian kerja, wa,jib melaksanakannya
dengan sebaik-baiknya. Dalam perjanjian kerja, yang domi-
nan adalah pengusaha (pihak yang menentukan) dan perjanji-
an kerja yang telah ditetapkan oleh pengusaha tersebut ke-
mudian disodorkan pada pekerja itu sehingga buruh tinggal
di-inginkan oleh pekerja. Kadang-kadang ada yang tidak ditun-
jukkan dengan jelas apa yang menjadi hak para pekerja,te-
tapi hanya kewajiban saja yang disediakan untuk para peker
ja itu. Padahal secara yuridis hak dan kewajiban masing-
masing harus jelas dan tegas, Ini menyebabkan kurang adanya
kepastiarc hukum walaupun perusahaan itu sudah' mempunyai pe-
raturan perusahaan, namun peraturan tersebut merupakan pe
raturan yang dibuat secara sepihak oleh pengusaha, Keduduk-
an'1 perjanjian kerja masih dalam'bentuk dominasl pengusaha,
namun. demikian perjanjian kerja tetap dibutuhkan sebab' pa
ling tidak pengusaha bisa mengendalikan dirinya sendiri
dengan peraturan yang telah ditetapkannya. ■
Demikian juga halnya dengan perhitungan upah lembur,
Walaupun sudah diatur dalam SK MENAKER No, Kep, 72/MEN/1984
para pihak masih diberi kesempatan untuk bersepakat; atas
perhitungan upah lembur dan upah lembur ini dimasukkan da
lam perjanjian kerja juga sehingga upah lembur harus diba-
yar oleh pengusaha bila buruhnya bekerja di luar jam kerja,
karena kesepakatan tersebut telah dimasukkan dalam perjan
jian kerja, Dalam hal ini majikan wajib' member! upah lembur
di atas nilai upah pokoknya. Namun demikian harus merujuk
pada SK MENAKER yang mengatur masalah perhitungan upah
lembur dalam mengadakan kesepakatan itu, tidak boleh ber-
tentangan dengan SK Menteri tersebut, Apabila perhitungan
persetujuan dari Direktur Jendral Bina Hubungan Ketenaga-
kerjaan dan Pengawasan Norma Kerja. Namun apabila perusa-
haan telah melaksanakan dasar perhitungan upah lembur yang
nilainya lebih balk daripada menurut SK perhitungan upah?
lembur tersebut, untuk selanjutnya dasar'perhitungan'upah
lembur tersebut tetap berlaku.
Demikian juga halnya apabila upah lembur telah dite-
tapkan dalam perjanjian kerja, kemudian majikan raelakukan
cidera janji atas perjanjian kerja yang merupakan kesepa-
katan kerja bersama itu, pekerja bisa raelakukan penuntutan
atas upah lemburnya itu karena pada dasarnya upah lembur
merupakan suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha
kepada buruh untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah
. atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk
uang yang ditetapkan menurut* suatu persetujuan atau pera
turan, perundang-undangan dan dibayarkan atas dasar suatu
perjanjian kerja antara pengusaha dengan buruh, termasuk
tunjangan baik untuk buruh sendiri maupun keluarganya (pa-
sal 1 a Bab I PP. No. 8 tahun- 1981), Dalam hal ini buruh
adalah tenaga kerja, yang bekerja pada pengusaha dengan
meneriraa upah. Prinsipnya tiada pekerjaan tanpa upah se
hingga a contrarionya bila pekerja telah melakukan peker-
jaannya harus pula dibayar upahnya, begitu juga dengan
pengaturan upah lembur. Dalam KEPPRES RI No. 251/1977 di
atur tentang hari-hari libur. Dalam hari-hari libur terse
di atas upah pada hari-hari biasa. Bila raajikan cidera jan-
ji pekerja akan dirugikan. Menurut instruksl no.1 Direktur
Perabinaan norma-norma perlindungan tenaga kerja tahun 1970
tentang waktu kerja 5 hari seminggu a 8 jam'disebutkan bah-
wa apabila upafr tidak dibayarkan pada hari-hari istirahat
mingguan, raaka harus dijaga, jangan sampai penerimaan buruh
yang bersangkutan dalam waktu seminggu sebelumnya kurang
daripada penerimaannya dalam seminggu dengan lima hari ter-
maksud. Apabila pengusaha tetap tidak mau membayar, hal itu
bisa dijadikan perselisihan dan bisa diadukan ke Departemen
Tenaga Kerja, bukan instansi yang lainnya, Departemen Tena
ga Kerja adalah satu-satunya instansi yang menerima penga-
duan semacam itu. DEPNAKER akan berusaha untuk mencarikan
jalan fceluar sebagai penyelesaian. Menurut SK Menteri Tena
ga Kerja No, Kep, 342/MEN/1986 sebagai pelaksanaan Undang-
undang No. 22 tahun 1957, dinyatakan bahwa perubahan ten
tang besarnya jumlah pembayaran upah lembur hanya dapat di
lakukan oleh adanya kesepakatan antara pengusaha dengan pe
kerja atas bantuan dan bimbingan perantaraan dari pegawai
perantara. Dalam hal perantara memberi anjuran secara ter-
tulis maka anjuran pegawai perantara itu tidak boleh me-
nyimpa.ng. dari peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sehingga dari SK tersebut, pengaturan tentang cidera janji-
nya majikan pada buruhnya mengenai upah lembur itu penyele-
saiannya harus kembali ke SK MENAKSR No. 7.2/MEN/1984 seba
deng-an menggunakdeng-an perhitungdeng-an upah lembur seperti ydeng-ang tertu-
ang dalam Surat Keputusan.
2. Adanya Beda Pendapat Antara Buruh dan Pengusaha Karena
Pengusaha Tidak Mampu Membayar Upah Lembur yang Telah Dl-
sepakatl
Dalara menjalankan usahanya, adakalanya-'pengusaha .rae-
nemui/mengalarai masa-masa kemunduran. Dalam masa ini bia-
asanya pengusaha mengadakan pemotongan atas upah yang ha
rus diberikan pada pekerjanya. Dan bisa jadi setelah pe-
kerja bekerja keras sampai lembur, namun upah yang disepa-
kati tidak juga diberikan karena keterbatasan jumlah uang
untuk membayar upah lembur pekerjanya. Dalam hal ini maji-
kan ingin mengadakan pemotongan upah lembur pekerjanya dan
pekerja tentunya tidak menerima perlakuan majikannya kare
na dia'telah bekerja keras diluar jam-jam kerjanya tanpa
harus menerima haknya sebagai hasil lemburannya. Masalah-
masalah tersebut bisa dijadikan perselisihan dalam suatu
hubungan kerja. Namun seandainya antara.pengusaha dengan
pekerjanya mau berusaha untuk mengadakan perdamaian dengan
merabuat kesepakatan baru yang dirasa lebih menguntungkan
kedua belah pihak maka langkah tersebut akan lebih baik.
Masing-masing pihak dapat merasa lebih puas daripada apa
bila harus mengangkat masalah upah lembur menjadi perseli
bisa memuaskan kedua pihak dengan sebaik-baiknya, maka
langkah yang lebih baik untuk ditempuh terlebih dahulu
adalah dengan jalan mengadakan perundingan dua pihak anta-
ra pengusaha dengan pekerjanya. Apabila langkah perdamai-
an tidak bisa ditempuh bagaimanapun juga harus mengangkat
masalah pembayaran upah lembur tersebut menjadi .perse
lisihan. Dalam penyelesaiannya akan melibatkan'-pihak De
partemen Tenaga Kerja. Penyelesaian yang akan dilakukan
oleh pihak Departemen Tenaga Kerja sesuai peraturan perun-
dang-undangan yang berlaku yang merujuk pada SK Menteri
Tenaga Kerja No. 72/M5N/1984 yang mengatur tentang perhi
tungan upah lembur.
Bila terjadi beda pendapat antara majikan dengan
pekerjanya mengenai upah lembur, karena majikan tidak mara-
pu membayar, menurut perhitungan upah lembur yang dida-
sarkan pada SK M3NAKER No, 72/MEN/1984 (penjelasan) adalah
sebagai berikut :
a, Untuk menghindarkan agar penerimaan karyawan yang ber-
wujud upah lembur terlalu kecil dibandingkan dengan
jumlah keseluruhan upah yang dibayarkan serta untuk
menuju ke arah bentuk-bentuk tunjangan yang sederhana
yang dipergunakan sebagai komponen upah, walaupun te
lah ditetapkan komponen-komponen upah yang diperguna
kan sebagai dasar perhitungan upah lembur, diperlukan
pula adanya batas minimal nilai dsri jumlah komponen
perhitung-an upah lembur.
b; Apabila nilai jumlah komponen upah yang dipergunakan se-
bagai dasar perhitungan upah lembur sebagaimana ditetap-
kan dalam diktura kedua Surat Keputusan ini kurang dari
15% dari nilai jumlah keseluruhan upah yang dibayarkan
dalam satuan waktu yang sama, maka dasar perhitungan
upah lembur tidak berdasarkan komponen yang telah dite-
tapkan dalam diktum kedua Surat Keputusan ini,tetapi da
sar perhitungan upah lembur harus didasarkan atas jumlah
keseluruhan upah yang dibayarkan yaitu 15% - nya.
Diktum Kedua Surat' Keputusan ini adalah komponen upah seba
gai dasar perhitungan upah lembur, antara lain ;
1. Upah pokok
2. Tunjangan jabatan
3. Tunjangan kemahalan
4. Nilai pemberian catu untuk karyawan sendiri
Perhitungan-upah lembur ini■berdasarkan SK' Menteri‘Te
naga Kerja No. 72/MEN/1934 dalam menyelesaikan masalah per
selisihan dalam hal majikan tidak mampu membayar upah buruh-
nya. Apabila perhitungan upah lembur menyimpang dari keten-
tuan tersebut, harus memperoleh ijin dari Direktur Jendral
Bina Hubungan Ketenagakerjaan dan Pengawasan Norma Kerja.
Apabila penyelesaian dengan menggunakan batas minimal
nilai upah lembur sebesar 15% dari nilai upah keseluruhan
seperti yang diperantarai' oleh Pegawai Perantara menurut SK
menghasilkan hasil yang memuaskan, roaka pihak Departemen'
Tenaga Kerja akan mengangkat masalah tersebut ke P4D (Pa-
nitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah) karena
masalah upah lembur tersebut telah menjadi perselisihan.
Prosedurnya menurut-Undang-undang no, 22 tahun 1957, se-
telah P4D berusaha untuk menyelesaikan perselisihan yang
berkaitan dengan upah lembur tersebut, namun pihak- pihak
yang berselisih (pengusaha dan pekerja) merasa belum puas
atas putusan P4D, salah satu pihak bisa mengajukan perma-
salahan tersebut ke P4p (Panitia Penyelesaian Perselisi
han Perburuhan Pusat) dan minta P4P untuk mengadakan pe-
meriksaan ulang atas putusan P4D. Setelah P4P melaksana -
kan permintaan pihak tersebut, jika perlu untuk melaksa-
nakan putusan Panitia Pusat, oleh pihak yang bersangkutan
dapat dimintakan pada Pengadilan Negeri di Jakarta, supa-
ya putusan itu dinyatakan dapat dijalankan dan ■ -;kemudian
putusan dapat dijalankan menurut aturan yang biasa untuk
menjalankan sesuatu putusan perdata. Dalam hal ini jpenga?-
dilan tidak:;bertindak'selaku hakim banding, ^iRetigadilan
tidak boleh menilai kebenaran isi atau raateri* putusan,
yang dilihat oleh hakim hanya yang menyangkut bidang
formalnya saja. Khususnya masalah kompetenslnya saja.
Dalam SEMA No. 1 tahun 1980 telah diatur masalah kewe -
nangan pengadilan dalam menilai suatu putusan P4D maupun
P4P. Dalam hal ini Menteri Tenaga Kerja dapat membatal
-i
(P^P), jika yang deraikian itu dipandangnya perlu untuk rae-
lindun^i kepentingan negara. Ini merupakan , penyelesaian
atas perselisihan masalah upah lembur apabila pengusaha
tidak mau menepati janjinya untuk membayar upah lembur
yang telah menjadi kewajibannya dan pekerja tetap menuntut
haknya atas upah lembur tersebut dan kemudian' masalah itu
tidak cukup diselesaikan dengan pegawai perantara saja te-
tapi diangkat menjadi perselisihan oleh pihak-pihak terse
but.
Apabila penyelesaian seperti ini tetap belum menun-
taskan masalah upah lembur .itu dan majikan tetap tidak mau
menepati janjinya, maka pekerja dapat menuntut, majikan dli.
depan sidang Pengadilan Negeri (pengadilan Umum) karena
majikan telah melakukan wanprestasi atas perjanjian yang
telah dibuat oleh pihak-pihak. Karena dalam pasal 1338
ayat 1 disebutkan bahwa : " Semua persetujuan yang dibu
at secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya
Sehingga penyelesaian terakhir yang bisa dijalankan oleh
I
pekerja adalah melakukan penuntutan secara perdata, dengan
beracara di Pengadilan Negeri dan apabila
ka sudah keluar dari kewenangan Departemen Tenaga Kerja,
3. Sellslfr Perhitungan Dalam Menetapkarr- Besarnya Upah: Lem
bur
Adakalanya penetapan besar upah lembur menjadi sumber
sengketa bagi majikan dan pekerjanya karena majikan meng-
hendaki upah lembur sekian per jam, namun pekerja tidak mau
atau tidak sepakat* dengan putusan tersebut atas perhitungan'
upah lembur. Ini juga bisa dijadikan-sumber sengketa, Menu
rut' SK MENAKER RI No. Kep. 342/MEN/1986, perselisihan masa
lah besarnya pembayaran upah lembur dapat diperantarai oleh
Pegawai Perantara. Yang dimaksud pegawai perantara disini
adalah pegawai yang ditunjuk Menteri Tenaga Kerja dengan
surat keputusan, Tugasnya adalah memberi petunjuk awal pada
pengusaha dengan pekerjanya mengenai segala sesuatu1 yang
menjadi keluh kesahnya, sehingga pegawai perantara ini. men
jadi tempat' penyampaian keluh kesah' baik buruh, serikat
pekerja, maupun pengusaha sendiri, Hal ini disebabkan
karena pegawai perantara diangkat untuk menerima keluh
ke-i
sah, bukan untuk memberi putusan atas suatu perselisihan.
Pegawai Perantara hanya mengharap supaya kedua pihak bisa
mengadakan kesepakatan kembali mengenai masalah yang diseng-
ketakan. Pegawai Perantara akan memeriksa konflik secara
terpisah dan kemudian memberikan advis-advisnya yang tentu
lepas dari SK Menteri Tenaga Kerja No. Kep. 72/MEN/1984
karena menyangkut masalah upah lembur.
Menurut perhitungan upah lembur yang didasarkan pada SK ME-
NAKER RI. No. Kep. 72/MEN/1984, ditetapkan sebagai berikut :
a. Komponen-komponen upah sebagai dasar perhitungan upah
lembur adalah sebagai berikut :
1• Upah pokok
2. Tunjangan jabatan
3. Tunjangan kemahalan
4. Nilai pemberian catu untuk karyawan sendiri
b. Jumlah nilai komponen y*ng. dipergunakan sebagai dasar
perhitungan upah lembur sebagaimana dimaksud dalam amar
kedua, tidak boleh kurang dari 15% dari jumlah keselu
ruhan upah*yang dibayarkan di dalam satuan waktu yang
sama.
c. Cara perhitungan upah kerja lembur adalah sebagai beri
kut t
A. Apabila kerja lembur dilakukan pada hari biasa :
1. Untuk jam kerja lembur pertama harus dibayar
upah sebesar li (satu setengah) kali upah se-
jara.
2. Untuk setiap jam kerja lembur berikutnya harus
dibayar upah sebesar 2 (dua kali) upah sejara.
B, Apabila kerja lembur dilakukan pada hari' istlrahat
1* Untuk setiap jam dalam batas 7 (tujuh) jam atau
5 (lima) jam apabila hari raya tersebut jatuh
pada hari kerja terpendek pada salah satu hari
dalam 6 (enam) hari kerja seminggu harus diba
yar upah sedikit-dikitnya 2 (dua) kali upah se
jam.
2. Untuk jam kerja pertama selebihnya 7 (tujuh)jam
atau 5 (lima) jam apabila hari raya tersebut
jatuh pada hari kerja terpendek pada salah satu
hari dalam 6 (enam) hari kerja seminggu, harus
dibayar upah sebesar 3 (tiga) kali upah sejam.
3. Untuk jam kerja kedua setelah 7 (tujuh) jam
atau 5(lima) jam apabila hari raya tersebut
jatuh pada hari kerja terpendek pada salah satu
hari dalam 6 (enam) hari kerja seminggu dan se-
terusnya, harus dibayar upah sebesar 4 (empat)
kali upah sejara.
d. Untuk menghitung upah sejam adalah sebagai berikut :
a. Upah sejam bag! pekerja bulanan s 1/173 upah se-
bulan,
b. Upah sejam bagi pekerja harian : 3/20 upah seha-
ri.
c. Upah sejam bagi pekerja borongan atau satuan sama
dengan 1/7 rata-rata hasil kerja sehari.
menghindarise-lisih perhitungan dalam menetapkan: besarnya upah lembur yang
telah ditentukan oleh Menteri Tenaga Kerja dalam SK-nya No.
72/MEN/19B4 yang harus dijadikan pedoman dalam setiap menye-
lesaikan perselisihan masalah sellsih perhitungan dalam me
netapkan upah1 lembur. Perhitungan itu' berlaku secara nasi-
onal, sehingga harus dijadikan: pedoman oleh setiap pengusaha
bila tidak menginginkan pekerjanya menuntut: upah lembur yang^
nilainya lebih baik dari yang telah ditetapkannya.
Apabila selisih perhitungan tersebut belum juga menca-
pai suatu kesepakatan* maka selisih perhitungan dalam mene
tapkan besarnya upah lembur bisa diangkat menjadi
perselisi-t
han perdata, pekerja mempunyai hak untuk me.nuntut-- majikanpya
BAB III
PENfELESAIAN PEMOGOKAN YANG DILAKUKAN BURUH:
MENURUT SK HENAKER NO. KEP. 342/MEN/1986
1. Pemogokan- Aklbat Tidak Terselenggaranya KKB
Walaupun peraturan perusahaan tidak sama dengan KKB,
akan tetapi keduanya mempunyai makna yang sama, yaitu me-
muat hak dan kewajiban pekerja serta hak dan kewajiban peng
usaha. KKB dan peraturan perusahaan sama-sama memuat keten-
tuan bagaimana hak dan kewajiban tersebut dilindungi dan
diterapkan. Baik isi KKB’ maupun isi peraturan perusahaan
selalu diteliti terlebih dulu oleh pemerintah, c. q. Depar-
temen Tenaga Kerja, supaya tidak bertentangan dengan keten-
tuan hukum. Setelah disepakati oleh pengusaha dan wakil
pekerja, pemerintah ikut menyaksikan penandatanganan KKB.
Setelah diteliti dengan seksama, pemerintah mengesahkan pe
raturan perusahaan. Dilihat dari isi atau kepentingan pe
kerja, KKB tidak selalu lebih baik dari peraturan perusaha
an. Bila di perusahaan terjadi kasus hubungan industrial,
KKB dan peraturan perusahaan mempunyai bobot yang sama se
bagai referensi utama.
Sedikit perbedaan terletak pada proses pembentukan.
Diperusahaan yang sudah memiliki serikat' pekerja, hak dan
kewajiban masing-masing dimusyawarahkan, dirundingkan dan
dituangkan dalam KKB. Di perusahaan yang karena sesuatu hal
belura terbentuk serikat pekerja, konsep ketentuan hak dan
kewajiban tersebut disusun oleh pengusaha menjadi peraturan
pengusaha, Pemerintah selalu menganjurkan pengusaha untuk
raengkonsultasikannya dengan wakil pekerja. Kemudian pe
merintah meneliti isi peraturan perusahaan tersebut supaya
tidak menyimpang dari ketentuan’ hukum. Peraturan' perusa
haan .disahkan\ oleh pemerintah. Dengan demikian peraturan'
perusahaan menjadi dapat’ berfungsi sebagai sumber hukum da-
lam arti menjadi dipatuhi.
Setiap permasalahan di dalam perusahaan supaya diusa-
hakan diselesaikan sendiri di tlngkat perusahaan dengan ja-
lan musyawarah untuk mufakat, serta penyelesaian setiap ma
salah secara kekeluargaan. Jalan terbaik untuk menyelesai-
kan keluhan, perbedaan pendapat atau perselisihan antara
pengusaha dengan. pekerjanya adalah musyawarah berdasarkan
KKB atau peraturan perusahaan yang telah disahkan. Keduduk-
an dan peranan pengusaha dan perusahaan iti!i penting bag!
negara karena merupakan sumber kesempatan kerja, sumber
penghasilan, sumber pertumbuhan ekonomi, sumber devisa bagl
negara, sumber pendapatan negara (pajak perusahaan dan pa-
jak penghasilan para pekerja). Sebenarnya yang tidak kalah
penting, bagaimana hubungan kerja yang terjadi antara para
pekerja dengan perusahaan itu berlangsung, apakah sudah
Diperkirakan perselisihan dalam tahun mendatang, kasus per
selisihan dan unjuk rasa cenderung masih meningkat, meng-
ingat. :
a. Pasaran tenaga kerja sampai dengan akhir PELITA VI te-
tap belum seimbang, karena jumlah tenaga,kerja yang me-
merlukan’lapangan kerja lebih besar daripada lapangan.
kerja yang tersedia.
b, Masih banyak pengusaha yang cenderung menekan upah' deng
an harapan dapat mengakumulasi keuntungan yang lebih>
besar. Sikap yang demikian membuka peluang untuk mening-
katnya perselisihan hubungan industrial.
Akibat dari suatu kondisi bidang ketenagakerjaan' saat ini,
yaitu dimana para pekerja sering melakukan' upaya pemagokan'
untuk menuntut'-. hak-hak normatifnya yang 'bagaimanapun juga
suka atau tidak suka akan merapengaruhi pertumbuhan dan per-
kembangan1ekonomi khususnya perusahaan.
Angka pemogokan buruh industri pada tahun 1992 me
ningkat tajam, hingga sampai akhir bulan; Qktober telah men-
capai kurang lebih 120 kasus unjuk rasa, dan melibatkan.ti
dak kurang dari 45. 725 orang buruh. Hal ini merupakan' pe-
ningkatan yang sangat tajam bila dibandingkan dengan kasus
unjuk rasa selama tahun 1991, yaitu hanya mencapai 59 kasus.
Peningkatan yang mencapai lebih dari dua kali lipat. ini me-
nunjukkan dua variabel utama atau aspek pendorong, yaitu
tingkat kesadaran buruh yang meningkat. dan. kondisi- penghi-
kesejahtera-an buruh pada umumnya memberikkesejahtera-an catatkesejahtera-an ykesejahtera-ang cukup spekula-
tif. Termasuk persoalan penyimpangan KKB mencapai 8 kali
unjuk rasa. Dalam beberapa kasus, tuntutan atau isu yang di-
angkat tidak saja sekedar normatif. Dalam hal i:ni:. tampaknya
buruh- telah mulal memahami hak mereka secara lebih'. luas. Se-
perti yang diungkapkan oleh Cosmas Batubara dalam menanggapi
kasus pemogokan'nampak jauh lebih toleran, seperti ucapannya
yang menyatakan bahwa pemogokan merupakan pencerminan1 me-
ningkatnya kesadaran buruh akan. hak dan kewajibannya '[(waktu
Sudomo dulu pemogokan dianggap tidak sesuai dengan HIP (Hu
bungan Industrial Pancasila)).
Banyak model tuntutan yang diajukan buruh dalam ' aksi.
unjuk rasa yang menyangkut belasan tuntutan sekaligus. Tam
paknya resiko yang akan diambil buruh dalam setiap - * upaya
perjuangannya sangat besar, tanpa melihat banyaknya hal yang
dituntut. Tuntutan seminimal apapun harus dihadapi dengan
resiko berat;
Menurut" pihak Departemen Tenaga Kerja, dalam kasus pe
mogokan akibat tidak terselenggaranya KKB, penyelesaiannya
adalah para pihak yang mengadakan-pelanggaran wajib melaksa-
nakan KKB. karena sudah' menjadi kewajibani masing-masing untuk
melaksanakan perjanjian yang telah disepakati bersama. Dalam
Undang-undang No. 21 tahun 1954 yaitu tentang perjanjiian
perburuhan antara serikat pekerja dan majikan dalam pasal 5-
" Majikan dan buruh yang terikat oleh perjanjian* perburuh
an, wajib-melaksanakan perjanjian itu sebaik-baiknya.
Penyelesaian perselisihan bisa dengan jalan mengadakan1 pe-
rundingan secara bipartite antara pengusaha dan pekerja dan
bisa juga dengan meminta perantaraan pegawai perantara.
Menurut' Bab H (PEMOGOKAN) dari SK Menteri Tenaga
Kerja No, Kep. 342/MEN/1986, langkah-langkah penyelesaian
pemogokan liar adalah sebagai berikut :
1. Mendatangi lokasi pemogokan dan menganjurkan kepada pe
kerja yang mogok agar dapat segera bekerja kembali deng
an memberikan pengarahan/pembinaan sebagai berikut :
a. Usaha penyelesaian perselisihan raengenai tuntutan pe
kerja akan diselesaikan melalui Kandep Tenaga Kerja.
b. Mengemukakan kerugian yang akan diderita oleh pekerja
yang raelakukan tindakan mogok liar bila tidak mau be
kerja lagi, raisalnya upah selama mogok tidak dibayar
kan dan kemungkinan akan mengarah ke PHK, dan seba-
gainya.
Mengadakan koordinasi dengan Pemda, Polres, Kodim dalam
rangka menanggulangi tindakan fisik.
2. Mengadakan perundingan dengan pihak-pihak yang berseli-
sih dalam rangka usaha penyelesaian secara ,musyawarah
untuk mufakat.
3. Mengambil langkah-langkah untuk menghentikan pemogokan
melalui :
a. Pengumuman dari pengusaha agar pekerja bekerja kera-
bali dengan batas waktu tertentu dan kepada pekerja
diharapkan untuk mengisi' formulir kesediaan untuk
bekerja kembali.
b. Menetapkan sanksi selama mogok, tanpa perabayaran
upah.
c. Tindakan tidak mau bekerja kembali menunjukkan sikap
tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja dan tidak
raembutuhkan~ peker jaan.
4. Membuat anjuran penyelesaian bila usaha -penyelesaian
secara musyawarah untuk mufakat tidak berhasil.
5. Menyerahkan penyelesaian lebih lanjut kepada Kanwil
Depnaker untuk diteruskan kepada P4 Daerah guna diputus
penyelesaiannya.
Dalam penyelesaian pemogokan menurut SK Menteri Tenaga Ker
ja No. 342/MEN/1986 ini sepertinya sangat menekan buruh.
Buruh dalam melakukan pemogokan (yang mana pemogokan ini
sudah diperbolehkan kembali oleh presiden dengan Keputusan
Presiden No. 27 tahun 1990 tentang pencabutan . ■ Keputusan
Presiden no, 123 tahun 1963 tentang pencegahan pemogokan^
dan/atau penutupan (lock out) di perusahaan-perusahaan, ja-
watan-jawatan dan badan-badan yang vital) seperti selalu
dibayangi oleh ancaman yang selalu merugikan*kepentingannya.
Buruh diberi ancaman dengan berbagai macam tindakan yang
sangat memojokkan dan selalu mengarah pada PHK. Padahal PHK
itu sendirl mempunyai prosedur yang cukup sulit. dan rumit.
Namun hal itu diberi ke'mudahari oleh SK Menteri Tenaga Kerja
No, Kep. 342/MEN/1986 tersebut. SK Ini terlalu membela ke-
pentingan pengusaha dengan dalih untuk menjaga . kestabilan
nasional,
Dalam penyelesaian perselisihan, SK Menteri Tenaga
Kerja No, Kep. 342/MEN/1986 ini didukung oleh Kesepakatarr
Kerja Bersama Lembaga Kerjasama Tripartite Daerah Tingkat
II. Kotamadya Surabaya, No, 04 tahun 1993 tentang penyelesa
ian. unjuk rasa, yang dalam penyelesaian kasus unjuk rasa
harus ditempuh langkah-langkah sebagai berikut s
1. Bahwa'kasus unjuk rasa harus diselesaikan dengan raengi-
kutsertakam pihak pekerja dan pihak pengusaha ke meja
perundingan.
2. Bahwa pada saat perundingan, pekerja menunjuk wakilnya
dan apabila di perusahaan sudah terbentuk UK-SPSI, maka
wakil pekerja terdiri dari PUK-SPSI dan bila .perlu di-
tambah dengan beberapa pekerja lainnye.
3. Bahwa selama perundingan semua pekerja harus bekerja se-
perti. biasa.
I
4. Bahwa apabila pekerja tidak bergedia bekerja, pengusaha
bila perlu dinyatakan bahwa bagi pekerja yang tidak masuk
bekerja dalam 1 atau s/d 2 hari dianggap mengundurkan dl-
ri.
5. Bahwa batas waktu 6 hari tidak raasuk bekerja sebagaimana
diatur pada pasal 6 ayat 2 Peraturan' Menteri Tenaga Kerja
No, Ok tahun 1986 tidak berlaku bagi pekerja yang sengaja
tidak masuk bekerja karena unjuk rasa.
Ini merupakan keputusan lembaga Kerjasama Tripartite Daerah'
tingkat II Kotamadya Surabaya dalam sidangnya yang diadakan
pada tanggal 3 Maret 1993 dan dihadiri oleh unsur pemerintah
(EEPNAKER, PEMDA), pekerja (DPC-SPSI), pengusaha i. (APINDO)
dalam rangka penyelesaian kasus unjuk rasa.
Sebenarnya kalau dilihat, penyelesaian ini terlalu menekan
pekerja. Pekerja selalu dianggap bersalah dalam penyelesaian
menurut SK MENAKER No. Kep. 342/MEN/l986: dan Kesepakatan
Kerja Bersama Lembaga Kerjasama Tripartite Daerah tingkat II
Kotamadya Surabaya No. 04 tahun 1993. ■■ . Padahal sebenarnya
suraber dari adanya pemogokan tersebut adalah pengusaha. Apa
bila pengusaha mau memenuhi tuntutan buruh maka ’kasus unjuk
rasa itu sendiri akan tidak pernah terjadi'-. Tuntutan itu sen-
diri sebenarnya tidak pernah jmelampaul batas* Ambil saja con-
toh kasus unjuk rasa yang terjadi saat' ini, karena adanya
kenaikan BBM yang mengimbas pada kenaikan gaji pegawai nege
ri', harga barang dan pelayanan jasa pun melonjak naik, se
me-nyangkut kesejahteraan karyawan karena hasil perusahaan yang
didapatkan itu berasal dari jerih payah para pekerja, :Se-
hingga sudah sepatutnya para .pengusaha meningkatkan upah se-
mua pekerja yang bekerja keras meningkatkan produksl perusa
haan tersebut. Dalam suatu perusahaan, biasanya apabila pe
kerjanya melakukan unjuk rasa maka pengusaha akan memberi
penjelasan bahwa yang akan menderita kerugian itu bukan ha-
nya perusahaan saja, tetapi kepentingan negara juga akan di-
rugikan. Dari sisi ini', dapat diketahui bahwa sebenarnya ke
pentingan dan keuntungan itu hanya untuk perusahaan, tanpa
$au tahu nasib'pekerjanya. Pekerja sebenarnya tahu ..sejauh'
mana dia harus mengajukan tuntutan, yang tentunya tuntutan
i
itu tidak akan melenceng jauh dari isi KKB kalau dalam peru
sahaan tersebut ada serikat pekerjanya. Pengusaha sebenarnya
harus bisa membaca situasi kapan dia harus memperhatikan ke-
sejahteraan (meningkatkan kesejahteraah) pekerjanya sehingga
unjuk rasa tidak akan sampai terjadi, sebab apabila sampai
terjadi, maka paraor yang dimiliki oleh perusahaan akan pu-
dar. Pemberi order akan ragu-ragu apabila akan memberi pada
perusahaan tersebut, karena keadaan dalam tubuh perusahaan
tersebut sedang labile Ini berakibat pada pendapatan perusa
haan. Pendapatan perusahaan akan turun dengan drastis dan'
ada kemungkinan apabila perusahaan tidak cepat tanggap akan
mengakibatkan gulung tikar. Ini akan menimbulkan .kerugian
kerugian-bagi negara. Sebelum mengadakan unjuk rasa,
biasa-i
nya pekerja sudah mengajukan tuntutan terlebih dahulu pada
pengusaha, namun dari pihak perusahaan tidak menggubrisnya.
Sebenarnya ini bisa diartikan sebagai pemberitahuan dari
pekerja atas kebutuhan yang harus dipenuhl dan supaya tidak
terjadi pemogokan, pengusaha bisa langsung memberikan kebi-
jaksanaannya dan ini hendaknya dilakukan sebagai upaya un
tuk menjaga paraor dari perusahaan itu sendiri, sehinggapem-
beri order tidak enggan, Dari sini dapat diharapkan adanya
hubungan yang saling membutuhkan antara pengusaha dan' pe
kerja sebagai mitra atau partner kerja. Seperti yang diung-
kapkan oleh Sutomo (ketua DPRD Sidoarjo) bahwa :
Sutomo menyayangkan sikap perusahaan yang maunya untung sendiri, sementara kesejahteraan karyawannya diabaikan, Menurut dia* selama mogok itu dilaksanakan karyawan un tuk menuntut haknya tak ada masalah, asal tak melakukan. perusakan. Namun Sutomo berharap seharusnya pimpinan perusahaan tak menaikkan upah menunggu pemogokan.
11 Kalau perusahaan hanya ingin untung sendiri biar- kan mogok kerja menjadi sarana yang efektif untuk mena ikkan upah dan itu hak karyawannya, 11 Katanya.
Tuntutan pekerja biasanya sekitar kenaikkan gaji, upah ha
ri libur nasional dimasukkan lembur, bila pekerja tidak ma
suk tetap diberi upah utuh bila ada ijin dari perusahaan,
kenaikan; upah lembur khusus pada jam-jam1 akhir hari Sabtu,
jika pabrik meliburkan- atau memulangkan karyawan gaji tetap
ut'uh, dan pekerja diberi cuti tahunan, juga masalah kesejah-
teraan dan kesehatan pekerja. Hal-hal seperti itu sudah di
masukkan dalam KKB dan itu harus dilaksanakan dengan konsek-
wen oleh para pihak yang membuat kesepakatan.
Penyelesaian pemogokan dari SK tersebut dinilai .terla-
lu menekan buruh dan menguntungkan pengusaha, dimapa buruh'
selalu dianggap bersalah. Karena dianggap bersalah maka pe
kerja sebagai orang yang lemah harus selalu patuh. SK ter -
sebut berusaha untuk menghalangi hak mogok buruh, .. jjadahal
hak mogok itu sudah’ diakui oleh Kepres No. 27 tahun 1990.:.-• •
Penekanan ini jelas terlihat pada bagian bahwa pekerja yang
mogok harus dapat segera bekerja kembali dan apabila tidak,
pegawai perantara akan mengemukakan kerugian yang akan^ dide-
rita oleh pekerja dan tindakan tersebut selalu mengarah pada
terjadinya PHK. Disinyalir pegawai perantara, PEMDA, POLRES,
KODIM yang mengkoordinasi penyelesaian pemogokan tersebut:
hanya sebagai corong pengusaha dalam melaksanakan semua ke-
putusan-keputusan pengusaha tanpa mengadakan kesepakatan.
dengan para pekerja (secara sepihak). Ditambah lagi depgan
adanya batas waktu tidak melakukan pekerjaan pada saat pe
kerja mengadakan pemogokan, Padahal mogok itu sendiri arti-
nya adalah dengan sengaja melalaikan atau menolak melakukan
pekerjaan atau meskipun diperintah dengan sah enggan menja-
lankan atau lambat menjalankan pekerjaan yang harus dilaku
dengan lesan atau yang harus dijalankan karena jabatan.
Dalara SK MENAKER No. Kep. 342/MEN/1986 ini dijelaskan bahwa
pekerja diharapkan mengisi formulir kesediaan untuk bekerja
kembali. Dari sini jelas bahwa pekerja dipaksa dan ditekan
untuk melakukan pekerjaannya kembali selama mengadakan pe
mogokan dan bila tidak mau melakukan pekerjaannya, menun-
jukkan sikap tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja dan
dianggap tidak membutuhkan pekerjaan, padahal sebenarnya ke-
inginan pekerja itu hanyalah supaya tuntutannya yang telah
disesuaikan dengan KKB1 itu dipenuhi. Selain penekanan se-
perti itu, juga ada sanksi selama mogok yaitu upahnya tidak
dibayar, SK MENAKER No. 342/MEN/1986 ini hanya mengatur. ba-
gaimana penyelesaiannya seandainya pekerja melakukan perno-
gokan dan hanya melihat dari segil pekerjanya saja. ■ Untuk
pengusaha tidak ada perlakuan/sanksi bila tidak melaksana-
kan isi KKB* Sehingga SK MENAKER Ini hanya membicarakan tin-
dakan-tindakan'! apa yang harus dilakukan apabila peke.rja su
atu perusahaan mengadakan pemogokan, bukannya menyelesaikan
I
suatu perselisihan perburuhan yang menyebabkan pekerja
mengadakan pemogokan, dan penyelesaian perselisihan perbu
ruhan tersebut tetap diserahkan pada P^D bila para 1 pihak
yang berselisih tidak mencapai mufakat dalam musyawarah itu,
padahal SK MENAKER tersebut berfungsi sebagai pedoman bagi
pihak perantara dalam memerantarai suatu perselisihan tanpa
tersebut hanya tinggal harapan, .dan pekerja (buruh) tetap
menjadi pihak yang terkalahkan.
2. Koordinasi' Pihak Lain Dalam Penyelesaian Pemogokan yang
Dilakukan Buruh.
SK Menteri Tenaga Kerja RI No. Kep. 342/MEN/1986 me
rupakan pelaksanaan dari Undang-undang No. 22 tahurr 1957,
tetapi nampaknya ada perbedaan antara kebijakan pemerintah'
dengan peraturan perundangan yang berlaku. Tatacara penye
lesaian perselisihan perburuhan. sebagaimana diatur dalam'
Undang-undang No. 22 tahun 1957 serta Undang-undang No.12
tahun 1964 berbeda dari peraturan. Menteri Tenaga Kerja No.
Kep. 342/MEN/1986, ini sebenarnya tidak secara eksplisit dl-
larang, akan tetapi karena perselisihan perburuhan diarjggap
sebagai perselisihan perdata maka adanya campur tangan itu
tidak dapat dibenarkan. Dilihat dari segi sejarahnya, cam
pur tangan aparat keamanan' ini bermula dari jaman Sudomo
sebagai Pangkopkamtib’ yang meminta agar KOREM dan: KODIM
ikut serta membantu menangani kasus pemogokan' dan PHK mas-
sal. Keputusan Sudomo ini kemudian dikukuhkan Menteri Tena
ga Kerja sebagaimana sudah dinyatakan sebelumnya. Dari be-
berapa kasus yang timbul, nampak bahwa lembaga Tripartite
sudah tidak jelas lagi, karena dalam'proses peruntfingan se-
telahi aksi mogok, maka yang ikut: berunding bukan hanya wa
tetapl ada juga aparat" keamanan, serta PEMDA seterapat' (dinas
perburuhan), slkap DEPNAKER dalam kasus tersebut narapak se-
gera membagi tuntutan buruh menjadi dua kategori, yaitu tun
tutan normatif (yang sudah jelas peraturannya) dan tuntutan
yang bersifat kepentingan (yang belum atau tidak diatur ae-
cara Jelas dalam peraturan perundangan). Tuntutan yang ber
sifat normatif biasanya segera diminta untuk dipenuhi, se-
mentara tuntutan yang berupa kppentingan diminta untuk disa-
lurkan lewat SPSI dan dirundingkan. Dari sini dapat diketa-
hui bahwa ada jarak antara peraturan^ perundangan dengan ke-
bijakan pemerintah dan dari sudut Jcepentingan pekerja, jarak
itu lebih merugikan pekerja, Sehlngga antara kebijakan peme
rintah dan praktek di lapangan narapak ada semacam kontradik-
si. Suatu contoh misalnya Menteri Cosmas Batubara berpenda-
pat' bahwa pemogokan dapat dianggap sebagai wujud semakitr sa-
darnya buruh akan. hak-hak mereka, sementara itu masih sering
terjadi bahwa pelaku pemogokan ditahan* serta diinterogasi
oleh aparat'- keamanan. Dalam pasal 6 undang-undang no. 22 ta
hun 1957 ditegaskan bahwa pekerja berhak melakukan tindakan
terhadap pengusaha dengan raengikuti prosedur yaitu memberi-
tahukannya terlebih dahulu kepada pengusaha dan P4D. Unjuk
rasa yang terjadi selama ini pada umumnya tidak mengikuti
prosedur. sesuai Undang-undang no. 22 tahun^ 1957’ tersebut.se-
hingga menimbulkan ekses-ekses yang merugikan masyarakat lu-
dan pengrusakan, gangguan lalu lintas atau pembakaran, Oleh
karena itu kehadiran aparat keamanan semata-mata hanya un
tuk menjaga keamanan dan mencegah agar tindakan tersebut
tidak menjalar ke lokasi perusahaan yang lain, Sebenarnya
banyak pemogokan yang berjalan dengan tertib' tanpa diwarnai
kekerasan, seperti yang telah terjadi di Gresik*
Para buruh mau bekerja kembali setelah dibubarkan 'petu- gas POLRES Gresik, Sebenarnya para buruh itu tidak mau bekerja kembali sebelum memperoleh keputusan dari peru sahaan atas tuntutannya. Berkat kesigapan petugas, pe mogokan dapat dibubarkan,
Pemogokan tidak diwarnai kekerasan, Pekerja juga tidak terlihat membawa spanduk. Dalam pemogokan Itu sebaglan karyawan ada yang membawa fotokopi surat edaran1 Guber-
nur tentang imbauan upah 20% itu,
i Hal ini membuktiknn bahwa sebenarnya para pekerja yang me
lakukan pemogokan masih mempunyai niat‘ untuk bekerja kem
bali dan mereka hanya menginginkan tuntutan yang telah di-
ajukannya pada pengusaha itu dipenuhi, tanpa harus melalui
tindakan yang bisa merugikan majikannya. Namun dalam hal
ini' pihak POLRES Gresik ternyata masih turut campur juga
dalam penanganan pemogokan itu walaupun sebenarnya kehadir-
annya tidak dibutuhkan karena pekerja melakukan penjogokan
dengan tertib.
Pada dasarnya apabila proses penyelesaian perselisih
an hubungan Industrial dilakukan sesuai dengan
dang no. 22 tahun 1957, aparat keamanan tidak pernah ' men-
campuri urusan perselisihan tersebut. Selain itu langkah
pengamanan oleh pengusaha juga dilakukan dalam bentuk peru-
bahan kebijakan sistem hubungan kerja yang semakin merugi-
kan buruh, tetapi sangat praktis untuk raeredam tuntutan
bu-I
ruh1 dengan model kontrak per tiga bulan (misalnya yang ter
jadi pada PT. Sido Bariguir Lawang ; catatan kasus LBH Su
rabaya). Dalam hal ini pekerja punya model unjuk rasa deng
an berbagai macam model, antara lain: dengan tulisan poster,
aksi diam semata, atau aksi yang bersifat kekerasan. Hal
ini tidak dapat sama sekali dipersalahkan pada pekerja.
Apapun gerakan buruh merupakan langkah praktis yang palitig
dapat dan mampu dilakukan mengingat kondisi pengaturan hu
kum di bidang hukum perburuhan yang sama sekali tidak memi-
hak kepadanya, Hilangnya kesempatan untuk melakukan tuntut
an yang lebih bersifat konseptual dan berimplikasi nasional
dilahirkan akibat jauhnya aktifitas buruh dari konstruksi
gerakan politik klasnya, buruh telah teraleniasi dari kewa
jiban politiknya. Dalam keadaan tertentu pengusaha meredam
gerakan buruh dengan jalan membuat ancaman yang berupaya
mengidentlfikasikan dirinya sebagai’ bagian dari negara. Pa
da kasus pemogokan buruh PT Morodadi Rungkut, dalam upaya
meredakan ketegangan, pengusaha mengeluarkan pengumuman
yang bertuliskan " Bahwa semua yang ada adalah milik negara
kebe-ranian pengusaha mengeluarkan' pengurouman tersebut, menunjuk-
kan begitu kuatnya pengusaha rnenggunakan kepentingan peme
rintah sebagai alat proteksi dari berbagai penggunaan uang
dari bank-bank negara. Begitu juga halnya dengan^ peranan* rai-
liter yang muncul dalam aksi pemogokan buruh telah mencapai
angka 6l% atau 3 6 kasus, yang didalamnya terdiri atas banyak
peran dan kepentingan yang berbeda. Kewenangan; raengundang
aparat" telah diligitimasi dengan-SK Menteri' Tenaga Kerja no,
Kep, 342/MEN/1986. Sejauh ini memang belum diperoleh infor-
masi yang tepat tentang pada sisi mana peran aparait keamanan
dalam mengatasi pemogokan buruh tersebut, sehlngga peran se
bagai penjaga keamanan semata atau sebagai kekuatan penekan
bag! gerakan buruh untuk kepentingannya dan pengusaha yang
mengundangnya, masih kabur. Karena ini disebabkan aparat mi-
liter telah bertindak aktif dalam setiap aks'i-aksl buruh',
dalam kapasitas tertentu terlalu jauh dalam mencampuri ke
pentingan salah satu pihak dalam konflik yang terjadi. Keha-
diran aparat- keamanan dalam aksi pemogokan buruh biasanya
raerupakan suatu aktifitas pengamanan yang lebih menguntung -
kan pengusaha. Seperti yang dikatakan Komandan KODIM .0816
Sidoarjo dalam sebuah pemogokan, "Berharap mereka (buruh)ti
dak menghasut atau merusak pabrik, jika sampai ada yang me-
lakukannya, ia akan berhadapan dengan. aparat" keamanan?*, (Su
rabaya Pos, 26: Pebruari 1991). Dalam keadaan- tertentu justru
Perundingan-perundingarryang dilakukan oleh buruh melalui'1
wakil-wakilnya dengan pengusaha tidak sedikit yang diikuti
oleh kehadiran aparat militer didalamnya* Pejnberian kewe-
nangan pada aparat keamanan yang semula hanya sebagai pen-
jaga keamanan (polisionil) bergeser menjadi badan yang ber-
peran aktif. Bagaimanapun hal ini berakibat. semakin rnemper-
buruk hubungan- buruh dan pengusaha. Nilai ketidakpuasan: bu
ruh saraa sekali dapat diselesaikan dengan penekanan oleh
aparat keamanan. Dalam kondisi tertentu Justru aparat: kea-
roanan telah bertindak melampaui kewenangannya, yaitu ikut
dalam perundingan sebagai pihak dalam perselisihan tersebut.
Dalam hal ini P0I3EK dan XORAMIL bertindak sebagai atau me-
wakili pengusaha, ini terjadi pada kasus di PT Barindo Ang-
gun'Industri di Surabaya, dalam menghadapi perselisihan
dengan' buruhnya menolak jalan musyawarah, dan raenyerahkan
kasus tersebut pada pihak aparat- keamanan (Memorandum, . 27
Maret-1992). Petugas keamanan (petugas POLWILTABES) telafr
menjadi pihak penengah dalam perselisihan antara buruh dan
pengusaha. Untuk melihat.dengan lebih arif dan bijaksana,
bahwa ketentuan hukum yang melibatkan aparat keamanan di
dalamnya sudah tidak proporsional lagi dengan upaya pengem-
bangan konsep HIP. Memberikan wawasan serta kesempatan yang
lebih leluasa kepada buruh dan pengusaha dalam menyelesai -
kan permasalahan raereka sendiri, sehingga secara wajar pula
mela-kukan upaya perjuangan hak diperhatikan sebagai ancaman ke-
pada industri dan upaya pembangunan, maka kasus atau pro
blem perburuhan di Indonesia akan semakin meningkat.
Bagai-manapun akses buruh untuk menciptakan suasana aman *bagi
i
pengembangan usaha sudah ada, tinggal bagaimana memelihara
kesamaan kepentingan antara pengusaha dan buruh' s6hingga
dapat berjalan secara wajar. Keterlibatan aparat keamanan
hanya dibutuhkan dalam hal apabila para pihak telah jelas
dan dapat diduga dengan kuat melakukan1 tindak kriminal. Da-
lam hal ini' meletakkan asas "Praduga selalu bersalah'1
pada buruh dalam melakukan pemogokan, dan juga asas "Pradu-
ga tidak pernah salah" untuk majikan sehingga majikan'1 ter-
BAB I V
M EN G A TA Sr PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
Di tanah air kita, masalah pengangguran masih sulit
untuk dipecahkan, yaitu selama kedua belah pihak (pengusa
ha dan pekerja) kurang mengutamakan kepentingan nasional
yang artinya kurang berperan serta dalam pembangunan -yang
sedang kita galakkan. Dari segi peraturan masih sering ter
jadi kesirapangsiuran, dalam satu masalafr diatur oleh1 bebe-
rapa peraturan, sehingga terjadi tumpang tindih. Pengatur -
an masalah perburuhan disini masih belum lugas dan gamblang.
Pelbagai peraturan yang sudah ketinggalan1 zaman dan' sudah
tidak sesuai lagi dengan keadaan, belum dicabut. Sebaliknya
ada bidang-bidang yang sudah tumbuh belum memperoleh tata-
nan yang sesuai. Akibatnya kita masih menemukan pelbagai
peraturan yang tumpang tindih atau sudah tidak valid lagi.
Kepentingan nasional harus diutamakan, sehingga ter-
cipta harapan dari adanya sistem Hubungan Industrial Panca-
sila yang ideal bagi bangsa Indonesia. Sistem Hubungan. In
dustrial Pancasila menentang suatu sistem yang memungkinkan
buruh dapat dlperas seenaknya oleh pengusahaj sebab jelas-
jelas bertentangan dengan perikemanusiaan, dan itu berarti
bertentangan dengan Pancasila. Demikian juga sebaliknya,
Indonesia juga tidak bisa menerima sistem yang memungkinkan
pekerja merongrong kepentingan raajikannya sebab cara ini