• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBERADAAN SURAT KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA NO. KEP. 3 4 2 /M E N / 1986 DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN PERBURUHAN Repository - UNAIR REPOSITORY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KEBERADAAN SURAT KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA NO. KEP. 3 4 2 /M E N / 1986 DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN PERBURUHAN Repository - UNAIR REPOSITORY"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

IKA SULISTYANINGSIH

K EBER AOAAN S U R A T K E P U TU S A N M E N TE R I TE N A G A KER JA

N O . K EP . 3 4 2 / M E N / 1 9 8 6

D A LAM P E N Y E L E S A I A N P ER S ELI S I H A N P ER BUR U H AN

i i- i a.

P t < > i - 'i , : * j > \ x . A A N I

» A S A i K i - A ^ C X i A "

|

__ j L> * A B A Y A I

t u . n ^ i / p

F A K U L TA S H U K U M U N I V E R S I TA S A I R L A N G G A

S U R A B A Y A

(2)

KEBERADAAN SURAT KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA

NO. KEP. 342/MEN/198&

DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN PERBURUHAN

SKRrPSI

DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS

DAN MEMENUHI SY ARAT-SY ARAT UNTUK

MENCAPAI GELAR SARJANA HUKUM

OLEH

IKA SULISTYANINGSIH

0389129^5

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA

S U R A B A Y A

(3)

Skripsi' ini telah diuji pada tanggal : 24 JullL 1993

KETUA

SEKRETARIS

ANGGOTA

TIM PSNGUJI

: SRI WGELAN AZIS, S.H’.

: Dra. H. SOENDARI KABAT, S.Hi

: 1. R. rNDIARSORO, S.H... . ...

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur" saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Ma-

ha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga saya dapat'. menyele-

saikann skripsi ini tepat pada waktunya. Dengan tersusunnya

skripsi yang berjudul " KEBERADAAN SURAT KEPUTUSAN MENTERI

TENAGA KERJA NO. KEP. 342/MEN/1986 DALAM PENYELESAIAN PER­

SELISIHAN PERBURUHAN 11 ini maka salah satu syarat yang di-

perlukan untuk memperoleh geXar Sarjana Hukum dari Fakul-

tas Hukunr Universitas Airlangga sudah terpenuhi.

MeXaXui kesempatan ini, saya ingirr menyampaikan

terima kasih kepada :

1. Bapak Indiarsoro, S.H. selaku dosen pembimbing yang te­

Xah bersedia meluangkan1 waktunya untuk memberikan bim-

bingan1 dan bantuan' serta petunjuk-petunjuk dengan penuh

kesabaran hingga seXesainya skripsi ini.

2. Bapak Drs. Moenajato seXaku nara sumber dari' Departemen

Tenaga Kerja Kotamadya Surabaya yang telah memberfkam

petunjuk dan keterangan-keterangan penting untuk menja-

wab' permasalahan daXam skripsi. yang telah saya ajukan;

3. Bapak Indro, S.H., Mas Munir, S.H., Mas Minanurrah -

marr* S.H. f Mas Eko Nuryanto, S.H. beserta seluruh' staf

Lembaga* Bantuan Hukum Surabaya yang dengan segala kere-

laannya telah memberikan data-data yang sangat- berarti

(5)

tepat pada waktunya.

9

4, Seluruh Bapak dan Ibu dosen Fakultas Hukum Universitas

Airlangga yang telah raenanamkan semua ilmu pengetahuan

dan memberikan1 bimbingan kepaida saya selama kuliah di

Fakultas Hukum,

5, Bapak dan Ibu tercinta yang dengan penuh kesabaraw se­

lalu memberikan dorongan semangat dan doa kepada saya,

serta terima kasih untuk dik Nur dan dik A^ijung- (adik-

adikku) tercinta.

6, Terakhir saya sampaikan ucapan terima kasih' kepada se­

mua personil di Karangmenjangan 52 yang selalu meng-

ganggu saya menyelesaikan skripsi ini, tap! juga sela­

lu menyenangka n.

Akhirnya seperti kata pepatah, w Tidak ada gading

yang tak retak ”, saya menyadari. bahwa skripsi ini masih

ada kekurangannya sehingga sarari yang bersifat membangun:

selalu saya harapkan.

Surabaya, 18 Juli 1993

Penyusun

c --

:---Ika Sulistyaningsih

(6)

Pada saat ini jumlah perselisihan perburuhan semakin meningkat. Di pihak majikan,

kepentingan akan keuntungan yang sebesar-besarnya telah mengorbankan kepentingan dan

kesejahteraan buruh. Sedang di pihak buruh, keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya

dan keluarganya yang semakin melambung tinggi setiap saat, telah mendesak buruh untuk

mengajukan tuntutan kepada majikannya. Faktor ini yang sering mengakibatkan semakin

meningkatnya perselisihan perburuhan. Apalagi pada masa sekarang, sedang dirintis usaha

untuk mewujudkan Hubungan Industrial Pancasila, sehingga hak masing-masing harus

diperhatikan dan tidak boleh ada yang dikorbankan. HIP yang mengandung asas Partnership

ini harus menjembatani dua kepentingan yang pada prinsipnya berbeda, sehingga tidak ada

lagi tindakan saling menekan, misalnya pemogokan atau penutupan usaha (Lock Out).

Apabila harus terjadi kesalahpahaman yang menjadi dasar perselisihan, perselisihan ini

hendaknya diselesaikan dengan musyawarah untuk mufakat dan tidak lupa untuk

(7)

daftar isr

Kata Pengantar ... ... ii*

Daftar Tsi ... v

Bab> I : Pendahuluan 1. Permasalahan : Latar Belakang dan Rumus- annya ... 1

2. Penjelasan Judul ... ,. 5

3. Alasan Pemilihan Judul •... *

6-4. Tujuan Penulisan ... ,... 8

5. Metodologi ... 8

6. Pertanggungjawaban Sistematika ... 10

Bab II : Penyelesaian Ketidakberesan Upah Lembur 12 1. Cidera j'anji dalam penetapan jumlah jam lembur dengan perhitungan upahnya ... 13

2. Adanya beda pendapat antara buruh dengan pengusaha karena pengusaha tidak mampu membayar upah lembur yang telah disepa - kati bersama •••*••••••••••••••••••••• 17 3. Selisih perhitungan dalam menetapkan be­ sarnya upah lembur •••••••••••••••••••• 22 Bab III : Penyelesaian adanya pemogokan yang dilaku -kan buruh ... 26

1. Pemogokan akibat tidak terselenggaranya KKB (Kesepakatan Kerja Bersama) ... 26

2. Koordinasi pihak lain dalam penyelesaian

(8)

pemogokan yang dilakukan buruh ... .38

Bab XV : Mengatasi Pemutusan Hubungan Kerja ...45

1. Pemogokan liar yang dilakukan buruh ,h , 49 2. Usaha penyelamatan perusahaan ... .56

Bab- V : Penutup ... ... ..66

1* Kesimpulan ... ... 66

2. Saran ... .68 !

Daftar Bacaan

Lampiran

(9)

BAB; I

PENDAHULUAN

1. Permasalahan : Latar Belakang dan Rumusannya

Kegiatan perekonomian di negara kita dewasa ini sema-

kirn meningkat, Kegairahan dari kegiatan perekonomian yang

terus meningkat itu telah mendorong tumbuhnya pabrik baru.

Pabrik ini tentu saja membutuhkan tenaga kerja yang banyak.

Jika jumlah tenaga kerja meningkat sebagai konsekwensi lo-

gisnya merupakan raeningkatnya jumlah perselisihan antara

dua pihak yang saling berlawanan status sosialnya, dalam

hal ini buruh dan pengusaha. Kedua pihak ini: semuanya ha­

rus dilindungi. Buruh'! harus bebas dari tekanan dan kesewe-

nang-wenangan pengusaha dan pengusaha juga terlindungi. da­

ri tuntutan burutv yang terlalu mengada-ada.

Kegairahan kegiatan perekonomian yang berkembang deng­

an pesat- ini juga membawa serta iklim persaingan: yang ke-

tat dan semangat efisiensi yang tinggi. Semangat efisiensi

ini justru diterapkan pada buruh dan tanpa sadar telah me-

rugikan kepentingan buruh. Sehingga kesejahteraan buruh

menjadi terabaikan. Padahal dalara Hubungan Industrial Pan­

casila, buruh itu merupakan partner in production, partner

in profit, dan partner in responsibility.

i

Dewasa ini berkembang sistem manajemen baru yang

(10)

lai mengikutsertakan buruh dalam meningkatkan produktivitas

perusahaan, yaitu sistem TQC (Total Quality Control),

Prinsip TQC adalah bahwa seluruh unsur perusahaan seca­ ra bersama-sama berupaya meningkatkan mutu, Pirapinan' dan karyawannya membahas bersama mutu pekerjiaarop perusa­ haan kemudian menentukan: sasaran peningkatan mutu yang harus dicapai dan kapan sasaran tersebut diselesaikam Dengan pelibatan seperti ini seluruh karyawan raerasa ikut memiliki perusahaan. dan kemajuan perusahaan akan: memberikan rasa kepuasan,

Sistem ini sebenarnya bagus untuk dilaksanakan' dan bisa

diharapkan untuk mengurangi perselisihan perburuhan karena

asas musyawarah diterapkan dalam sistem manajemen ini;, Na-

murr> untuk pelaksanaannya perlu sikap mental pimpinan peru-

sahaan yang terbuka dan karyawan juga bisa mengimbanginya

dengan dlsiplin tinggi, dedikasi, loyalitas, keberanian ber-

inisiatif dan kemampuan mengutarakan pandangannya dengan

baik, Namun karena jenjang pengetahuan dan pendidikan yang

terbatas dari buruh* sistem tersebut belum bisa diterapkan

secara penufr, Berkat adanya perbedaan itu, buruh selalu

berada di pihak yang lemah dan sering diabaikan kepenting. -

annya. Ini yang menjadi sumber perselisihan antara majikan

dengan buruh. Buruh tidak berdaya atas kesewenang-wenangan

majikan, tetapi bila semua buruh bersatu, majikan yang akan

kebingungan. mencari perlindungan. biasanya majikan akan me-

minta pihak keamanan untuk mencoba mengatasi keadaan terse­

but. Ini merupakan cara yang dianggap paling praktis dalam

(11)

mengatasi perselisihan perburuhan dan sebagai akibatnya pu­

tusan dewan perantara semakin diragukan keefektifannya da­

lam menyelesaikan suatu perselisihan perburuhan, Kuantitas

perselisihan perburuhan semakin meningkat tetapi kualitas

penyelesaiannya semakin diragukan keadilannya* Surat Kepu­

tusan Menteri Tenaga Kerja No, Kep, 342/MEN/1986, sebagai

salah satu pelaksanaan undang-undang No. 22 tahun 1957', te­

lah memberikan peluang hadirnya pihak lainj dalam perunding­

an penyelesaian perselisihan perburuhan -antara majikan dan

buruh, Sedangkan menurut Undang-undang No. 22 tahun 1957,

keterlibatan pihak lain dalam perundingan itu tidak pernah

diatur, kecuali keterlibatan pemerintah sebagai pegawai pe­

rantara saja dan yang membuat putusan tetap pihak yabg ber-

kepentingan (pihak yang berselisih) saja. Menurut Undang-

undang No, 22 tahun 1957, yang diraaksud dengan perselisihan

perburuhan adalah :

perselisihan perburuhan, ialah pertentangan antara ma­ jikan atau perkumpulan majikan dengan serikat buruh) atau gabungan serikat buruh berhubung dengan* tidak ada­ nya persesuaian paham mengenai hubungan-kerja, syarat- syarat kerja dan/atau keadaan perburuhan,

Dari bunyi pasal 1 ayat 1 (c) Undang-undang No. 22 tahun

1957 tersebut dapat diketahui bahwa pihak-pihak yang

seha-rusnya ada dalam perundingan perselisihan perburuhan hanya

Iman Soepomo, Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta.

1985, h. 252. . :

(12)

majikan dengan buruh, pemerintah. (Menteri perburuhan^ pani-

tia perantara, dan unsur pemerintah dalam tim P4D atau tinr

P4P) hanya sebagai perantara, sehingga raencerrainkan hubung­

an Tripartite yang diharapkan bisa memberikan putusan yang

adil bagi kedua pihak. Undang-undang No. 22 tahun 1957 ini

sama sekali tidak memberikan peluang keterlibatan- pihak ke­

amanan. secara aktif dalam penyelesaian perselisihan perbu­

ruhan. Selain itu SK MENAKER RI No. Kep. 342/MEN 1986 ini

ternyata juga membuka peluang perusahaan mengadakan PHK dan

mengatur pula perayelesaian pemogokan liar secara sepihak ,

istilah pemogokan liar tersebut sebenarnya secara yuridis

formal tidak pernah ditemukan dalam Undang-undang NO. 22 ta­

hun 1957'. Oleh karena itu saya mengajukan beberapa permasta-

lahan>untuk mengupas sejauh mana SK MENAKER RI No. Kep,342/

MEN/1986 tersebut masuk dalara usaha penyelesaian perselisi­

han perburuhan, sebagai berikut :

1. Bagaimanakah penerapan SK MENAKER RI No. Kep. 342/MEN/

1986^ dalara menyelesaikan ketidakberesan upah lembur ?

2. , Bagaimanakah penerapan SK MENAKER RI No. Kep. 342/MEN/

'-1986 dalam penyelesaian pemogokan yang dilakukan oleh

buruh ?

3. Bagaimanakah penerapan SK MENAKER RI No. Kep. 342/MEN/

(13)

2. Penjelasan Judul

Skripsi ini saya beri Judul : 11 KEBERADAAN SURAT

KEPUTUSAN' MENTERr TENAGA KERJA RX NO. KEP. 342/MEN/1986

DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN PERBURUHAN ».

Yang diraaksud dengan perselisihan perburuhan menurut

Undang-undang- Md. 22 tahun 1957 adalah s

pertentangan antara raajikan atau perkumpulan majikan dengan serikat buruh atau gabungan serikat buruh berhu- bung dengan tidak adanya persesuaian paham mengenal hu- bungan kerja, syarat-syarat kerja dan/atau keadaan per­ buruhan. ^

Jadi dalam perselisihan perburuhan, pihak yang berselisih

itu hanya majikan dan buruh saja, sedangkan pemerintah ha-

nya sebagai pihak perantara dan terdiri atas Menteri Per­

buruhan, Panitia Perantara, dan unsur pemerintah di dalam

tim P^D atau P4P,

Sedangkan Surat Keputusan Menteri' Tenaga Kerja RI No

Kep. 3^2/MEN/l936f merupakan keputusan yang mengatur ten-

tang pedoman1 atau petunjuk umum pemerantaraan perselisihan

hubungan industrial, khususnya dalam menghadapi kasus upah

lembur, pemogokan, pekerja kontrak, PHK, dan perubahan

status atau pemilikan perusahaan. Namun dalam skripsi ini

saya mengkhususkan masalah pada upah lembur, pemogokan, dan

PHK. Surat Keputusan ini memiliki fungsi dan menunjukkan

(14)

tanggung' jawab pegawai perantara dalam memberikan peranta-

raan penyelesaian perselisihan hubungati industrial sebagai

lembaga pertama dalam suatu sistem penyelesaian perselisih­

an' hubungan industrial dirasakan semakin penting, karena

itu p&ranannya perlu ditingkatkaa lagi, baik kuantitas mau-

pun kualitas hasil penyelesaiannya. Jalan yang ditempuh SK

Menteri irtfj dengan mengddakan koordinasi dengan pihak lain

yaitu PEMDA, POLRES, KODIM. . Dengan adanya koordinasi ini

biasanya pihak-pihak tersebut akan memperkuat kedudukan

pengusaha yang sudah' kuat dan semakin memperlemah keduduk-

an/posisi buruh dalam perselisihani perburuhan tersebut. Dan

tentunya, putusan yang dihasilkan tidak obyekttf lagi dan

lebih1 memihak majikan', sehingga putusan. yang dihasilkan ti-

dak akan1 mencapai keadilan yang diinginkan' oleh semua pl^

hak yang berunding, karena hanya mewakili aspirasi satu

pihak saja.

3* Alasan Pemilihan Judul

Pada saat- ini jumlah perselisihan perburuhan .semakin

meningkat, Di pihak majikan, kepentingan akan keuntungan

yang sebesar-besarnya telah mengorbankan kepentingan dan

kesejahteraan buruh; Sedang di pihak buruh* keinginan un-

tuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya yang sema-

kin melambung tinggi setiap saat, telah mendesak buruh un-

(15)

sering mengakibatkan semakirr meningkatnya perselisihan per­

buruhan. Apalagi pada masa sekarang, sedang dirintis usaha

untuk mewujudkan Hubungan Industrial Pancasila, sehingga

hak masing-masing harus diperhatikan dan tidak boleh ada

yang dikorbankan, HPP yang mengandung asas Partnership ini

harus menjembatani dua kepentingan yang pada prinsipnya

berbeda, sehingga tidak ada lagi tindakan saling menekan,

misalnya pemogokan atau penutupan usaha (Lock Out). Apabila

harus terjadi kesalahpahaman yang menjadi dasar perselisih­

an, perselisihan ini' hendaknya diselesaikan dengan musyawa-

rah untuk raufakat dan tidak lupa untuk memperhatikan rasa

keadilan. Sekarang ini apakah hal seperti itu sudah terca-

pai dengan adanya banyak peraturan yang mengatur tentang

ketenagakerjaan khususnya mengenai penyelesaian' perselisih­

an perburuhan ?

Jelasnya peraturan itu belum terkodifikasi. Peraturan yang

mengatur perselisihan perburuhan antara lain : Undang-un-

dang No. 22 tahun 1957' yang diperkuat oleh SEMA No. 1 tahun

1980 dan SK MENAKER RT No. Kep. 342/MEN/1986. SK Menteri

itu yang sempat mengacaukan maksud HPP, karena menawarkan

penyelesaian perselisihan perburuhan yang bertentangan

dengan maksud UU No. 22 tahun 1957, sehingga untuk menyele-

saikan perselisihan dengan menghasilkan putusan yang saling

memberikan rasa keadilan dan ketenangan pada semua pihak

(16)

4* T'ujuan Penulisan

Penulisan skripsi ini untuk melihat bagaimana penera-

pan SK MENAKER RI No* Kep. 342/MEN/1986 dalam menyelesaikan

■%

perselisihan perburuhan yang banyak terjadi-*di kalangan

usaha dan semakin, meningkat jumlahnya, setiap harl. Juga

untuk melihat keefektifannya dalam masalah perselisihan

perburuhan kita.

Selain itu, sudah menjadi kewajiban bagi mahasiswa

Fakultas Hukum Universitas Airlangga untuk menyusun skripsi

sebelum berhak menyandang gelar Sarjana Hukum; Berkenaan

dengan itu, penulisan skripsi ini' juga untuk memenuhi per-

syaratan tersebut.

5. Metodologl

a. Pendekatan Masalah

Dalam skripsi ini saya menggunakan pendekatan masalah:

secara yuridis dan sosiologis. Pendekatan secara yuridis,

yaitu menganalisa permasalahan dengan melihatnya dari segl

hukum. ■ Didasarkan pada peraturan yang telah ditetapkaw se-

belumnya sebagai hukum bag! permasalahan-permasalahan yang

dihadapi oleh' buruh, majikan dan pemerintah sebagai peran-

tara. Pendekatan secara sosiologis, yaitu melihat permasa­

lahan dari segi empiriknya seperti kenyataan yang terjadi

dalam masyarakat perindustrian. Bagaimanakah kenyataan dan

akibatnya yang akan terjadi. bila SK tersebut diberlakukan

(17)

da-ri putusan yang telah dihasilkan itu ?

b; Sumber Data

Suraber data skripsi ini, saya gunakan data primer dan

data sekunder, Data primer saya peroleh dari hasil wawanca-

ra dengan LBH. Surabaya dan Departemen Tenaga Kerja Kotama-

dya Surabaya, baik wawancara berstruktur maupun tidak ber­

struktur. Sedangkan data sekunder, saya peroleh dari' ba-

han kepustakaan dari Perpustakaan Universitas Airlangga dan

Perpustakaan Universitas Brawijaya, koleksi pribadi dan ju-

ga tullsan dari surat kabar dan majalah.

c. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan' Data

Teknik pengumpulan data yang saya gunakan adalah

mengadakan interview baik berstruktur (Structured Inter­

view/Guided Interview) maupun tidak berstruktur (Uniguided

Structured). Data dari LBB Surabaya, saya peroleh dengan

unguided structured. Sedangkan data dari DBPNAKER Surabaya,

saya peroleh dengan guided structured. Setelah data terkum-

pul, akan diteliti (diedit) untuk raenjarain apakah sudah bi-

sa dipertanggungjawabkan sesuai dengan kenyataan ataukah

belum. Setelah itu dikategorisasikan . pada * masing-masing

permasalahan, yang akhirnya digunakan untuk raerabahas perma-

(18)

d, Analisis Data

Data yang telah saya peroleh itu saya analisa dengan

menggunakan raetode deskriptif analitis, yaitu memaparkan

makna yang terkandung dalam suatu peraturan1, dalam hal ini

adalah' SK MENAKER RI No. Kep. 3^2/MEN/1 986. ' Sesudah'itu

dianalisa apakah makna peraturan tersebut sesuai dengan

kenyataan dalam kehidupan perburuhan di kalangan usaha

atau tidak, sehingga kebenarannya bisa diungkapkan dan

dipahami.

*

6. Pertanggungjawabati Slstematlka

Saya mengemukakan' dan menyusun sistematikanya sede-

mikian rupa seperti yang tercantum dalam daftar isi dengan1

alasan untuk memberikan pandangan sedikit'. demi sedikit dan

runtutr ke arafr penyelesaian perselisihan perburuhan dengan

menggunakan SK MENAKER RI No, Kep. 342/MEN/1986. Skripsi

ini terdiri dari lima bab, bab pertama merupakan pendahu-

luan, pembahasan saya masukkan pada tiga bab berikutnya,

dan penutup saya letakkan pada bab: kelima.

Bab I tentang pendahuluan, meliputi'. latar belakang

permasalahan dan rumusannya, penjelasan judul, alasan pe-

milihan judul, tujuan penulisan, metodologi dan pertang-

gungjawaban sistematika.

Bab II, saya masukkan'pembahasan mengenai upah lem­

bur, bagaimana kalau terjadi cidera janji oleh majikan,

(19)

ba-gaimana seandainya terjadi selisih perhitungan dalara mene-

tapkan upah lembur.

Mengenai pemogokan sebagai akibat ketidakpuasan . bu-

ruh atas pemenuhan kepentingannya, dalam bab III, Tidak

terselenggaranya KKB juga mengakibatkan kepentingan buruh

tidak terpenuhi dengan baik, Ketidakpuasan buruh ini masih

ditambah lagi dengan adanya pihak lain khususnya apanat

keamanan masuk dalam perselisihan dan ikut andil dalam rae-

nyelesaikan perselisihan,

Bab IV, dibahas cara mengatasi PHK, sebagai jalan

yang dilakukan oleh majikan sebagai langkah terakhir dalam

menghadapi buruh baik itu diakibatkan pemogokan buruh ma-

upun sebagai' usaha untuk menyelamatkan perusahaan karena

perusahaan sudah diambang kehancuran. Supaya tetap eksis,

raajikan merasa perlu untuk raengurangi jumlah tenaga kerja-

nya.

(20)

BAB IX

PENYELESAIAN KETIDAKBERESAN UPAH LEMBUR

Sistem pengupahan di Indonesia saat ini' masih memehak.

Sehingga memunculkan' gejolak sosiaX yang mengakibatkan ke-

tidakpuasan buruh yang sering mewarnai dunia ketenagaker-

jaannya. HaX ini disebabkan sampai kini, Indonesia belum

merailiki sistem pengupahan nasional yang adil dan demokra-

tis, Belum adanya sistem pengupahan yang berlaku secara na­

sional sering memunculkan komunikasi terputus (miss Commu­

nication) antara pengusaha dan pekerja. Akibatnya gejoXak

sosial sebagai refleksi ketidakpuasan pekerja masih menjadt

agenda rutin ketenagakerjaan di Indonesia. SeXama ini sis­

tem pengupahan yang berXaku cenderung menguntungkan pihak

pengusaha sebab beXum ada penerapan upah yang mampu .

meng-angkat harkat para pekerja. Hak-hak pekerja sering

dikebi-i

ri. Akibatnya, pemogokan dan unjuk rasa pekerja pabrik su­

dah menjadi pemandangan umum yang mewarnai ketenagakerjaan

di Indonesia, Menurut Agus Sudono ;

Sistem pengupahan nasional yang ideal adaXah sistem pengupahan yang adil dan demokratis dengan raengaitkan ketrampllan dan produktivitas kerja. Adil dan demo­ kratis yang dimaksud menyangkut tingkat pemanfaatan po- tensi ketenagakerjaan.

Karena adanya sistem pengupahan yang seperti itu maka

(21)

lu diadakan penetapan upah lembur yang, mempunyai kekuatan

dan kepastian hukum, Hal ini untuk menghindari terjadinya

kesimpangsiuran dalam menetapkan upah lembur, Perlunya di-

berikan penetapan upah lembur adalah supaya terjadi suatu

kesatuan pengertian daripada komponen upah< yang dip^rguna-

kan sebagai dasar perhitungan upah lembur. Dasar perhi­

tungan upah lembur ini ditetapkan dalam SK MENAKER No.Kep.

72/MEN/l9£&. Seandainya terjadi ketidakcocokani pendapat.

antara buruh dan majikan dalam menetapkan upah lembur, hal

tersebut bisa dijadikan perselisihan. Penyelesaian perse­

lisihan ini diatur dengan Undang-undang No. 22 tahun 1957

dan sebagai pelaksanaannya ditetapkanlah' SK MENAKER RI No.

Kep. 3^2/MEN/l986.

1. Cidera Janjl Dalam Penetapan' Jumlah Jam Lembur Dengan1

Perhitungan' Upahnya

Setiap peker^a yang akan memasuki dunia pekerjaannya

akan selalu dihadapkan pada peraturan perusahaan, Peratu-

ran ini disebut dengan perjanjian kerja. Majikan dan buruh

yang terikat oleh perjanjian kerja, wa,jib melaksanakannya

dengan sebaik-baiknya. Dalam perjanjian kerja, yang domi-

nan adalah pengusaha (pihak yang menentukan) dan perjanji-

an kerja yang telah ditetapkan oleh pengusaha tersebut ke-

mudian disodorkan pada pekerja itu sehingga buruh tinggal

(22)

di-inginkan oleh pekerja. Kadang-kadang ada yang tidak ditun-

jukkan dengan jelas apa yang menjadi hak para pekerja,te-

tapi hanya kewajiban saja yang disediakan untuk para peker­

ja itu. Padahal secara yuridis hak dan kewajiban masing-

masing harus jelas dan tegas, Ini menyebabkan kurang adanya

kepastiarc hukum walaupun perusahaan itu sudah' mempunyai pe-

raturan perusahaan, namun peraturan tersebut merupakan pe­

raturan yang dibuat secara sepihak oleh pengusaha, Keduduk-

an'1 perjanjian kerja masih dalam'bentuk dominasl pengusaha,

namun. demikian perjanjian kerja tetap dibutuhkan sebab' pa­

ling tidak pengusaha bisa mengendalikan dirinya sendiri

dengan peraturan yang telah ditetapkannya. ■

Demikian juga halnya dengan perhitungan upah lembur,

Walaupun sudah diatur dalam SK MENAKER No, Kep, 72/MEN/1984

para pihak masih diberi kesempatan untuk bersepakat; atas

perhitungan upah lembur dan upah lembur ini dimasukkan da­

lam perjanjian kerja juga sehingga upah lembur harus diba-

yar oleh pengusaha bila buruhnya bekerja di luar jam kerja,

karena kesepakatan tersebut telah dimasukkan dalam perjan­

jian kerja, Dalam hal ini majikan wajib' member! upah lembur

di atas nilai upah pokoknya. Namun demikian harus merujuk

pada SK MENAKER yang mengatur masalah perhitungan upah

lembur dalam mengadakan kesepakatan itu, tidak boleh ber-

tentangan dengan SK Menteri tersebut, Apabila perhitungan

(23)

persetujuan dari Direktur Jendral Bina Hubungan Ketenaga-

kerjaan dan Pengawasan Norma Kerja. Namun apabila perusa-

haan telah melaksanakan dasar perhitungan upah lembur yang

nilainya lebih balk daripada menurut SK perhitungan upah?

lembur tersebut, untuk selanjutnya dasar'perhitungan'upah

lembur tersebut tetap berlaku.

Demikian juga halnya apabila upah lembur telah dite-

tapkan dalam perjanjian kerja, kemudian majikan raelakukan

cidera janji atas perjanjian kerja yang merupakan kesepa-

katan kerja bersama itu, pekerja bisa raelakukan penuntutan

atas upah lemburnya itu karena pada dasarnya upah lembur

merupakan suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha

kepada buruh untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah

. atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk

uang yang ditetapkan menurut* suatu persetujuan atau pera­

turan, perundang-undangan dan dibayarkan atas dasar suatu

perjanjian kerja antara pengusaha dengan buruh, termasuk

tunjangan baik untuk buruh sendiri maupun keluarganya (pa-

sal 1 a Bab I PP. No. 8 tahun- 1981), Dalam hal ini buruh

adalah tenaga kerja, yang bekerja pada pengusaha dengan

meneriraa upah. Prinsipnya tiada pekerjaan tanpa upah se­

hingga a contrarionya bila pekerja telah melakukan peker-

jaannya harus pula dibayar upahnya, begitu juga dengan

pengaturan upah lembur. Dalam KEPPRES RI No. 251/1977 di

atur tentang hari-hari libur. Dalam hari-hari libur terse­

(24)

di atas upah pada hari-hari biasa. Bila raajikan cidera jan-

ji pekerja akan dirugikan. Menurut instruksl no.1 Direktur

Perabinaan norma-norma perlindungan tenaga kerja tahun 1970

tentang waktu kerja 5 hari seminggu a 8 jam'disebutkan bah-

wa apabila upafr tidak dibayarkan pada hari-hari istirahat

mingguan, raaka harus dijaga, jangan sampai penerimaan buruh

yang bersangkutan dalam waktu seminggu sebelumnya kurang

daripada penerimaannya dalam seminggu dengan lima hari ter-

maksud. Apabila pengusaha tetap tidak mau membayar, hal itu

bisa dijadikan perselisihan dan bisa diadukan ke Departemen

Tenaga Kerja, bukan instansi yang lainnya, Departemen Tena­

ga Kerja adalah satu-satunya instansi yang menerima penga-

duan semacam itu. DEPNAKER akan berusaha untuk mencarikan

jalan fceluar sebagai penyelesaian. Menurut SK Menteri Tena­

ga Kerja No, Kep, 342/MEN/1986 sebagai pelaksanaan Undang-

undang No. 22 tahun 1957, dinyatakan bahwa perubahan ten­

tang besarnya jumlah pembayaran upah lembur hanya dapat di­

lakukan oleh adanya kesepakatan antara pengusaha dengan pe­

kerja atas bantuan dan bimbingan perantaraan dari pegawai

perantara. Dalam hal perantara memberi anjuran secara ter-

tulis maka anjuran pegawai perantara itu tidak boleh me-

nyimpa.ng. dari peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sehingga dari SK tersebut, pengaturan tentang cidera janji-

nya majikan pada buruhnya mengenai upah lembur itu penyele-

saiannya harus kembali ke SK MENAKSR No. 7.2/MEN/1984 seba­

(25)

deng-an menggunakdeng-an perhitungdeng-an upah lembur seperti ydeng-ang tertu-

ang dalam Surat Keputusan.

2. Adanya Beda Pendapat Antara Buruh dan Pengusaha Karena

Pengusaha Tidak Mampu Membayar Upah Lembur yang Telah Dl-

sepakatl

Dalara menjalankan usahanya, adakalanya-'pengusaha .rae-

nemui/mengalarai masa-masa kemunduran. Dalam masa ini bia-

asanya pengusaha mengadakan pemotongan atas upah yang ha­

rus diberikan pada pekerjanya. Dan bisa jadi setelah pe-

kerja bekerja keras sampai lembur, namun upah yang disepa-

kati tidak juga diberikan karena keterbatasan jumlah uang

untuk membayar upah lembur pekerjanya. Dalam hal ini maji-

kan ingin mengadakan pemotongan upah lembur pekerjanya dan

pekerja tentunya tidak menerima perlakuan majikannya kare­

na dia'telah bekerja keras diluar jam-jam kerjanya tanpa

harus menerima haknya sebagai hasil lemburannya. Masalah-

masalah tersebut bisa dijadikan perselisihan dalam suatu

hubungan kerja. Namun seandainya antara.pengusaha dengan

pekerjanya mau berusaha untuk mengadakan perdamaian dengan

merabuat kesepakatan baru yang dirasa lebih menguntungkan

kedua belah pihak maka langkah tersebut akan lebih baik.

Masing-masing pihak dapat merasa lebih puas daripada apa­

bila harus mengangkat masalah upah lembur menjadi perseli­

(26)

bisa memuaskan kedua pihak dengan sebaik-baiknya, maka

langkah yang lebih baik untuk ditempuh terlebih dahulu

adalah dengan jalan mengadakan perundingan dua pihak anta-

ra pengusaha dengan pekerjanya. Apabila langkah perdamai-

an tidak bisa ditempuh bagaimanapun juga harus mengangkat

masalah pembayaran upah lembur tersebut menjadi .perse­

lisihan. Dalam penyelesaiannya akan melibatkan'-pihak De­

partemen Tenaga Kerja. Penyelesaian yang akan dilakukan

oleh pihak Departemen Tenaga Kerja sesuai peraturan perun-

dang-undangan yang berlaku yang merujuk pada SK Menteri

Tenaga Kerja No. 72/M5N/1984 yang mengatur tentang perhi­

tungan upah lembur.

Bila terjadi beda pendapat antara majikan dengan

pekerjanya mengenai upah lembur, karena majikan tidak mara-

pu membayar, menurut perhitungan upah lembur yang dida-

sarkan pada SK M3NAKER No, 72/MEN/1984 (penjelasan) adalah

sebagai berikut :

a, Untuk menghindarkan agar penerimaan karyawan yang ber-

wujud upah lembur terlalu kecil dibandingkan dengan

jumlah keseluruhan upah yang dibayarkan serta untuk

menuju ke arah bentuk-bentuk tunjangan yang sederhana

yang dipergunakan sebagai komponen upah, walaupun te­

lah ditetapkan komponen-komponen upah yang diperguna­

kan sebagai dasar perhitungan upah lembur, diperlukan

pula adanya batas minimal nilai dsri jumlah komponen

(27)

perhitung-an upah lembur.

b; Apabila nilai jumlah komponen upah yang dipergunakan se-

bagai dasar perhitungan upah lembur sebagaimana ditetap-

kan dalam diktura kedua Surat Keputusan ini kurang dari

15% dari nilai jumlah keseluruhan upah yang dibayarkan

dalam satuan waktu yang sama, maka dasar perhitungan

upah lembur tidak berdasarkan komponen yang telah dite-

tapkan dalam diktum kedua Surat Keputusan ini,tetapi da­

sar perhitungan upah lembur harus didasarkan atas jumlah

keseluruhan upah yang dibayarkan yaitu 15% - nya.

Diktum Kedua Surat' Keputusan ini adalah komponen upah seba­

gai dasar perhitungan upah lembur, antara lain ;

1. Upah pokok

2. Tunjangan jabatan

3. Tunjangan kemahalan

4. Nilai pemberian catu untuk karyawan sendiri

Perhitungan-upah lembur ini■berdasarkan SK' Menteri‘Te­

naga Kerja No. 72/MEN/1934 dalam menyelesaikan masalah per­

selisihan dalam hal majikan tidak mampu membayar upah buruh-

nya. Apabila perhitungan upah lembur menyimpang dari keten-

tuan tersebut, harus memperoleh ijin dari Direktur Jendral

Bina Hubungan Ketenagakerjaan dan Pengawasan Norma Kerja.

Apabila penyelesaian dengan menggunakan batas minimal

nilai upah lembur sebesar 15% dari nilai upah keseluruhan

seperti yang diperantarai' oleh Pegawai Perantara menurut SK

(28)

menghasilkan hasil yang memuaskan, roaka pihak Departemen'

Tenaga Kerja akan mengangkat masalah tersebut ke P4D (Pa-

nitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah) karena

masalah upah lembur tersebut telah menjadi perselisihan.

Prosedurnya menurut-Undang-undang no, 22 tahun 1957, se-

telah P4D berusaha untuk menyelesaikan perselisihan yang

berkaitan dengan upah lembur tersebut, namun pihak- pihak

yang berselisih (pengusaha dan pekerja) merasa belum puas

atas putusan P4D, salah satu pihak bisa mengajukan perma-

salahan tersebut ke P4p (Panitia Penyelesaian Perselisi­

han Perburuhan Pusat) dan minta P4P untuk mengadakan pe-

meriksaan ulang atas putusan P4D. Setelah P4P melaksana -

kan permintaan pihak tersebut, jika perlu untuk melaksa-

nakan putusan Panitia Pusat, oleh pihak yang bersangkutan

dapat dimintakan pada Pengadilan Negeri di Jakarta, supa-

ya putusan itu dinyatakan dapat dijalankan dan ■ -;kemudian

putusan dapat dijalankan menurut aturan yang biasa untuk

menjalankan sesuatu putusan perdata. Dalam hal ini jpenga?-

dilan tidak:;bertindak'selaku hakim banding, ^iRetigadilan

tidak boleh menilai kebenaran isi atau raateri* putusan,

yang dilihat oleh hakim hanya yang menyangkut bidang

formalnya saja. Khususnya masalah kompetenslnya saja.

Dalam SEMA No. 1 tahun 1980 telah diatur masalah kewe -

nangan pengadilan dalam menilai suatu putusan P4D maupun

P4P. Dalam hal ini Menteri Tenaga Kerja dapat membatal

-i

(29)

(P^P), jika yang deraikian itu dipandangnya perlu untuk rae-

lindun^i kepentingan negara. Ini merupakan , penyelesaian

atas perselisihan masalah upah lembur apabila pengusaha

tidak mau menepati janjinya untuk membayar upah lembur

yang telah menjadi kewajibannya dan pekerja tetap menuntut

haknya atas upah lembur tersebut dan kemudian' masalah itu

tidak cukup diselesaikan dengan pegawai perantara saja te-

tapi diangkat menjadi perselisihan oleh pihak-pihak terse­

but.

Apabila penyelesaian seperti ini tetap belum menun-

taskan masalah upah lembur .itu dan majikan tetap tidak mau

menepati janjinya, maka pekerja dapat menuntut, majikan dli.

depan sidang Pengadilan Negeri (pengadilan Umum) karena

majikan telah melakukan wanprestasi atas perjanjian yang

telah dibuat oleh pihak-pihak. Karena dalam pasal 1338

ayat 1 disebutkan bahwa : " Semua persetujuan yang dibu­

at secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka

yang membuatnya

Sehingga penyelesaian terakhir yang bisa dijalankan oleh

I

pekerja adalah melakukan penuntutan secara perdata, dengan

beracara di Pengadilan Negeri dan apabila

(30)

ka sudah keluar dari kewenangan Departemen Tenaga Kerja,

3. Sellslfr Perhitungan Dalam Menetapkarr- Besarnya Upah: Lem­

bur

Adakalanya penetapan besar upah lembur menjadi sumber

sengketa bagi majikan dan pekerjanya karena majikan meng-

hendaki upah lembur sekian per jam, namun pekerja tidak mau

atau tidak sepakat* dengan putusan tersebut atas perhitungan'

upah lembur. Ini juga bisa dijadikan-sumber sengketa, Menu­

rut' SK MENAKER RI No. Kep. 342/MEN/1986, perselisihan masa­

lah besarnya pembayaran upah lembur dapat diperantarai oleh

Pegawai Perantara. Yang dimaksud pegawai perantara disini

adalah pegawai yang ditunjuk Menteri Tenaga Kerja dengan

surat keputusan, Tugasnya adalah memberi petunjuk awal pada

pengusaha dengan pekerjanya mengenai segala sesuatu1 yang

menjadi keluh kesahnya, sehingga pegawai perantara ini. men­

jadi tempat' penyampaian keluh kesah' baik buruh, serikat

pekerja, maupun pengusaha sendiri, Hal ini disebabkan

karena pegawai perantara diangkat untuk menerima keluh

ke-i

sah, bukan untuk memberi putusan atas suatu perselisihan.

Pegawai Perantara hanya mengharap supaya kedua pihak bisa

mengadakan kesepakatan kembali mengenai masalah yang diseng-

ketakan. Pegawai Perantara akan memeriksa konflik secara

terpisah dan kemudian memberikan advis-advisnya yang tentu

(31)

lepas dari SK Menteri Tenaga Kerja No. Kep. 72/MEN/1984

karena menyangkut masalah upah lembur.

Menurut perhitungan upah lembur yang didasarkan pada SK ME-

NAKER RI. No. Kep. 72/MEN/1984, ditetapkan sebagai berikut :

a. Komponen-komponen upah sebagai dasar perhitungan upah

lembur adalah sebagai berikut :

1• Upah pokok

2. Tunjangan jabatan

3. Tunjangan kemahalan

4. Nilai pemberian catu untuk karyawan sendiri

b. Jumlah nilai komponen y*ng. dipergunakan sebagai dasar

perhitungan upah lembur sebagaimana dimaksud dalam amar

kedua, tidak boleh kurang dari 15% dari jumlah keselu­

ruhan upah*yang dibayarkan di dalam satuan waktu yang

sama.

c. Cara perhitungan upah kerja lembur adalah sebagai beri­

kut t

A. Apabila kerja lembur dilakukan pada hari biasa :

1. Untuk jam kerja lembur pertama harus dibayar

upah sebesar li (satu setengah) kali upah se-

jara.

2. Untuk setiap jam kerja lembur berikutnya harus

dibayar upah sebesar 2 (dua kali) upah sejara.

B, Apabila kerja lembur dilakukan pada hari' istlrahat

(32)

1* Untuk setiap jam dalam batas 7 (tujuh) jam atau

5 (lima) jam apabila hari raya tersebut jatuh

pada hari kerja terpendek pada salah satu hari

dalam 6 (enam) hari kerja seminggu harus diba­

yar upah sedikit-dikitnya 2 (dua) kali upah se­

jam.

2. Untuk jam kerja pertama selebihnya 7 (tujuh)jam

atau 5 (lima) jam apabila hari raya tersebut

jatuh pada hari kerja terpendek pada salah satu

hari dalam 6 (enam) hari kerja seminggu, harus

dibayar upah sebesar 3 (tiga) kali upah sejam.

3. Untuk jam kerja kedua setelah 7 (tujuh) jam

atau 5(lima) jam apabila hari raya tersebut

jatuh pada hari kerja terpendek pada salah satu

hari dalam 6 (enam) hari kerja seminggu dan se-

terusnya, harus dibayar upah sebesar 4 (empat)

kali upah sejara.

d. Untuk menghitung upah sejam adalah sebagai berikut :

a. Upah sejam bag! pekerja bulanan s 1/173 upah se-

bulan,

b. Upah sejam bagi pekerja harian : 3/20 upah seha-

ri.

c. Upah sejam bagi pekerja borongan atau satuan sama

dengan 1/7 rata-rata hasil kerja sehari.

(33)

menghindarise-lisih perhitungan dalam menetapkan: besarnya upah lembur yang

telah ditentukan oleh Menteri Tenaga Kerja dalam SK-nya No.

72/MEN/19B4 yang harus dijadikan pedoman dalam setiap menye-

lesaikan perselisihan masalah sellsih perhitungan dalam me­

netapkan upah1 lembur. Perhitungan itu' berlaku secara nasi-

onal, sehingga harus dijadikan: pedoman oleh setiap pengusaha

bila tidak menginginkan pekerjanya menuntut: upah lembur yang^

nilainya lebih baik dari yang telah ditetapkannya.

Apabila selisih perhitungan tersebut belum juga menca-

pai suatu kesepakatan* maka selisih perhitungan dalam mene­

tapkan besarnya upah lembur bisa diangkat menjadi

perselisi-t

han perdata, pekerja mempunyai hak untuk me.nuntut-- majikanpya

(34)

BAB III

PENfELESAIAN PEMOGOKAN YANG DILAKUKAN BURUH:

MENURUT SK HENAKER NO. KEP. 342/MEN/1986

1. Pemogokan- Aklbat Tidak Terselenggaranya KKB

Walaupun peraturan perusahaan tidak sama dengan KKB,

akan tetapi keduanya mempunyai makna yang sama, yaitu me-

muat hak dan kewajiban pekerja serta hak dan kewajiban peng­

usaha. KKB dan peraturan perusahaan sama-sama memuat keten-

tuan bagaimana hak dan kewajiban tersebut dilindungi dan

diterapkan. Baik isi KKB’ maupun isi peraturan perusahaan

selalu diteliti terlebih dulu oleh pemerintah, c. q. Depar-

temen Tenaga Kerja, supaya tidak bertentangan dengan keten-

tuan hukum. Setelah disepakati oleh pengusaha dan wakil

pekerja, pemerintah ikut menyaksikan penandatanganan KKB.

Setelah diteliti dengan seksama, pemerintah mengesahkan pe­

raturan perusahaan. Dilihat dari isi atau kepentingan pe­

kerja, KKB tidak selalu lebih baik dari peraturan perusaha­

an. Bila di perusahaan terjadi kasus hubungan industrial,

KKB dan peraturan perusahaan mempunyai bobot yang sama se­

bagai referensi utama.

Sedikit perbedaan terletak pada proses pembentukan.

Diperusahaan yang sudah memiliki serikat' pekerja, hak dan

kewajiban masing-masing dimusyawarahkan, dirundingkan dan

(35)

dituangkan dalam KKB. Di perusahaan yang karena sesuatu hal

belura terbentuk serikat pekerja, konsep ketentuan hak dan

kewajiban tersebut disusun oleh pengusaha menjadi peraturan

pengusaha, Pemerintah selalu menganjurkan pengusaha untuk

raengkonsultasikannya dengan wakil pekerja. Kemudian pe­

merintah meneliti isi peraturan perusahaan tersebut supaya

tidak menyimpang dari ketentuan’ hukum. Peraturan' perusa­

haan .disahkan\ oleh pemerintah. Dengan demikian peraturan'

perusahaan menjadi dapat’ berfungsi sebagai sumber hukum da-

lam arti menjadi dipatuhi.

Setiap permasalahan di dalam perusahaan supaya diusa-

hakan diselesaikan sendiri di tlngkat perusahaan dengan ja-

lan musyawarah untuk mufakat, serta penyelesaian setiap ma­

salah secara kekeluargaan. Jalan terbaik untuk menyelesai-

kan keluhan, perbedaan pendapat atau perselisihan antara

pengusaha dengan. pekerjanya adalah musyawarah berdasarkan

KKB atau peraturan perusahaan yang telah disahkan. Keduduk-

an dan peranan pengusaha dan perusahaan iti!i penting bag!

negara karena merupakan sumber kesempatan kerja, sumber

penghasilan, sumber pertumbuhan ekonomi, sumber devisa bagl

negara, sumber pendapatan negara (pajak perusahaan dan pa-

jak penghasilan para pekerja). Sebenarnya yang tidak kalah

penting, bagaimana hubungan kerja yang terjadi antara para

pekerja dengan perusahaan itu berlangsung, apakah sudah

(36)

Diperkirakan perselisihan dalam tahun mendatang, kasus per­

selisihan dan unjuk rasa cenderung masih meningkat, meng-

ingat. :

a. Pasaran tenaga kerja sampai dengan akhir PELITA VI te-

tap belum seimbang, karena jumlah tenaga,kerja yang me-

merlukan’lapangan kerja lebih besar daripada lapangan.

kerja yang tersedia.

b, Masih banyak pengusaha yang cenderung menekan upah' deng­

an harapan dapat mengakumulasi keuntungan yang lebih>

besar. Sikap yang demikian membuka peluang untuk mening-

katnya perselisihan hubungan industrial.

Akibat dari suatu kondisi bidang ketenagakerjaan' saat ini,

yaitu dimana para pekerja sering melakukan' upaya pemagokan'

untuk menuntut'-. hak-hak normatifnya yang 'bagaimanapun juga

suka atau tidak suka akan merapengaruhi pertumbuhan dan per-

kembangan1ekonomi khususnya perusahaan.

Angka pemogokan buruh industri pada tahun 1992 me­

ningkat tajam, hingga sampai akhir bulan; Qktober telah men-

capai kurang lebih 120 kasus unjuk rasa, dan melibatkan.ti­

dak kurang dari 45. 725 orang buruh. Hal ini merupakan' pe-

ningkatan yang sangat tajam bila dibandingkan dengan kasus

unjuk rasa selama tahun 1991, yaitu hanya mencapai 59 kasus.

Peningkatan yang mencapai lebih dari dua kali lipat. ini me-

nunjukkan dua variabel utama atau aspek pendorong, yaitu

tingkat kesadaran buruh yang meningkat. dan. kondisi- penghi-

(37)

kesejahtera-an buruh pada umumnya memberikkesejahtera-an catatkesejahtera-an ykesejahtera-ang cukup spekula-

tif. Termasuk persoalan penyimpangan KKB mencapai 8 kali

unjuk rasa. Dalam beberapa kasus, tuntutan atau isu yang di-

angkat tidak saja sekedar normatif. Dalam hal i:ni:. tampaknya

buruh- telah mulal memahami hak mereka secara lebih'. luas. Se-

perti yang diungkapkan oleh Cosmas Batubara dalam menanggapi

kasus pemogokan'nampak jauh lebih toleran, seperti ucapannya

yang menyatakan bahwa pemogokan merupakan pencerminan1 me-

ningkatnya kesadaran buruh akan. hak dan kewajibannya '[(waktu

Sudomo dulu pemogokan dianggap tidak sesuai dengan HIP (Hu­

bungan Industrial Pancasila)).

Banyak model tuntutan yang diajukan buruh dalam ' aksi.

unjuk rasa yang menyangkut belasan tuntutan sekaligus. Tam­

paknya resiko yang akan diambil buruh dalam setiap - * upaya

perjuangannya sangat besar, tanpa melihat banyaknya hal yang

dituntut. Tuntutan seminimal apapun harus dihadapi dengan

resiko berat;

Menurut" pihak Departemen Tenaga Kerja, dalam kasus pe­

mogokan akibat tidak terselenggaranya KKB, penyelesaiannya

adalah para pihak yang mengadakan-pelanggaran wajib melaksa-

nakan KKB. karena sudah' menjadi kewajibani masing-masing untuk

melaksanakan perjanjian yang telah disepakati bersama. Dalam

Undang-undang No. 21 tahun 1954 yaitu tentang perjanjiian

perburuhan antara serikat pekerja dan majikan dalam pasal 5-

(38)

" Majikan dan buruh yang terikat oleh perjanjian* perburuh­

an, wajib-melaksanakan perjanjian itu sebaik-baiknya.

Penyelesaian perselisihan bisa dengan jalan mengadakan1 pe-

rundingan secara bipartite antara pengusaha dan pekerja dan

bisa juga dengan meminta perantaraan pegawai perantara.

Menurut' Bab H (PEMOGOKAN) dari SK Menteri Tenaga

Kerja No, Kep. 342/MEN/1986, langkah-langkah penyelesaian

pemogokan liar adalah sebagai berikut :

1. Mendatangi lokasi pemogokan dan menganjurkan kepada pe­

kerja yang mogok agar dapat segera bekerja kembali deng­

an memberikan pengarahan/pembinaan sebagai berikut :

a. Usaha penyelesaian perselisihan raengenai tuntutan pe­

kerja akan diselesaikan melalui Kandep Tenaga Kerja.

b. Mengemukakan kerugian yang akan diderita oleh pekerja

yang raelakukan tindakan mogok liar bila tidak mau be­

kerja lagi, raisalnya upah selama mogok tidak dibayar­

kan dan kemungkinan akan mengarah ke PHK, dan seba-

gainya.

Mengadakan koordinasi dengan Pemda, Polres, Kodim dalam

rangka menanggulangi tindakan fisik.

2. Mengadakan perundingan dengan pihak-pihak yang berseli-

sih dalam rangka usaha penyelesaian secara ,musyawarah

(39)

untuk mufakat.

3. Mengambil langkah-langkah untuk menghentikan pemogokan

melalui :

a. Pengumuman dari pengusaha agar pekerja bekerja kera-

bali dengan batas waktu tertentu dan kepada pekerja

diharapkan untuk mengisi' formulir kesediaan untuk

bekerja kembali.

b. Menetapkan sanksi selama mogok, tanpa perabayaran

upah.

c. Tindakan tidak mau bekerja kembali menunjukkan sikap

tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja dan tidak

raembutuhkan~ peker jaan.

4. Membuat anjuran penyelesaian bila usaha -penyelesaian

secara musyawarah untuk mufakat tidak berhasil.

5. Menyerahkan penyelesaian lebih lanjut kepada Kanwil

Depnaker untuk diteruskan kepada P4 Daerah guna diputus

penyelesaiannya.

Dalam penyelesaian pemogokan menurut SK Menteri Tenaga Ker­

ja No. 342/MEN/1986 ini sepertinya sangat menekan buruh.

Buruh dalam melakukan pemogokan (yang mana pemogokan ini

sudah diperbolehkan kembali oleh presiden dengan Keputusan

Presiden No. 27 tahun 1990 tentang pencabutan . ■ Keputusan

Presiden no, 123 tahun 1963 tentang pencegahan pemogokan^

dan/atau penutupan (lock out) di perusahaan-perusahaan, ja-

watan-jawatan dan badan-badan yang vital) seperti selalu

(40)

dibayangi oleh ancaman yang selalu merugikan*kepentingannya.

Buruh diberi ancaman dengan berbagai macam tindakan yang

sangat memojokkan dan selalu mengarah pada PHK. Padahal PHK

itu sendirl mempunyai prosedur yang cukup sulit. dan rumit.

Namun hal itu diberi ke'mudahari oleh SK Menteri Tenaga Kerja

No, Kep. 342/MEN/1986 tersebut. SK Ini terlalu membela ke-

pentingan pengusaha dengan dalih untuk menjaga . kestabilan

nasional,

Dalam penyelesaian perselisihan, SK Menteri Tenaga

Kerja No, Kep. 342/MEN/1986 ini didukung oleh Kesepakatarr

Kerja Bersama Lembaga Kerjasama Tripartite Daerah Tingkat

II. Kotamadya Surabaya, No, 04 tahun 1993 tentang penyelesa­

ian. unjuk rasa, yang dalam penyelesaian kasus unjuk rasa

harus ditempuh langkah-langkah sebagai berikut s

1. Bahwa'kasus unjuk rasa harus diselesaikan dengan raengi-

kutsertakam pihak pekerja dan pihak pengusaha ke meja

perundingan.

2. Bahwa pada saat perundingan, pekerja menunjuk wakilnya

dan apabila di perusahaan sudah terbentuk UK-SPSI, maka

wakil pekerja terdiri dari PUK-SPSI dan bila .perlu di-

tambah dengan beberapa pekerja lainnye.

3. Bahwa selama perundingan semua pekerja harus bekerja se-

perti. biasa.

I

4. Bahwa apabila pekerja tidak bergedia bekerja, pengusaha

(41)

bila perlu dinyatakan bahwa bagi pekerja yang tidak masuk

bekerja dalam 1 atau s/d 2 hari dianggap mengundurkan dl-

ri.

5. Bahwa batas waktu 6 hari tidak raasuk bekerja sebagaimana

diatur pada pasal 6 ayat 2 Peraturan' Menteri Tenaga Kerja

No, Ok tahun 1986 tidak berlaku bagi pekerja yang sengaja

tidak masuk bekerja karena unjuk rasa.

Ini merupakan keputusan lembaga Kerjasama Tripartite Daerah'

tingkat II Kotamadya Surabaya dalam sidangnya yang diadakan

pada tanggal 3 Maret 1993 dan dihadiri oleh unsur pemerintah

(EEPNAKER, PEMDA), pekerja (DPC-SPSI), pengusaha i. (APINDO)

dalam rangka penyelesaian kasus unjuk rasa.

Sebenarnya kalau dilihat, penyelesaian ini terlalu menekan

pekerja. Pekerja selalu dianggap bersalah dalam penyelesaian

menurut SK MENAKER No. Kep. 342/MEN/l986: dan Kesepakatan

Kerja Bersama Lembaga Kerjasama Tripartite Daerah tingkat II

Kotamadya Surabaya No. 04 tahun 1993. ■■ . Padahal sebenarnya

suraber dari adanya pemogokan tersebut adalah pengusaha. Apa­

bila pengusaha mau memenuhi tuntutan buruh maka ’kasus unjuk

rasa itu sendiri akan tidak pernah terjadi'-. Tuntutan itu sen-

diri sebenarnya tidak pernah jmelampaul batas* Ambil saja con-

toh kasus unjuk rasa yang terjadi saat' ini, karena adanya

kenaikan BBM yang mengimbas pada kenaikan gaji pegawai nege­

ri', harga barang dan pelayanan jasa pun melonjak naik, se­

(42)

me-nyangkut kesejahteraan karyawan karena hasil perusahaan yang

didapatkan itu berasal dari jerih payah para pekerja, :Se-

hingga sudah sepatutnya para .pengusaha meningkatkan upah se-

mua pekerja yang bekerja keras meningkatkan produksl perusa­

haan tersebut. Dalam suatu perusahaan, biasanya apabila pe­

kerjanya melakukan unjuk rasa maka pengusaha akan memberi

penjelasan bahwa yang akan menderita kerugian itu bukan ha-

nya perusahaan saja, tetapi kepentingan negara juga akan di-

rugikan. Dari sisi ini', dapat diketahui bahwa sebenarnya ke­

pentingan dan keuntungan itu hanya untuk perusahaan, tanpa

$au tahu nasib'pekerjanya. Pekerja sebenarnya tahu ..sejauh'

mana dia harus mengajukan tuntutan, yang tentunya tuntutan

i

itu tidak akan melenceng jauh dari isi KKB kalau dalam peru­

sahaan tersebut ada serikat pekerjanya. Pengusaha sebenarnya

harus bisa membaca situasi kapan dia harus memperhatikan ke-

sejahteraan (meningkatkan kesejahteraah) pekerjanya sehingga

unjuk rasa tidak akan sampai terjadi, sebab apabila sampai

terjadi, maka paraor yang dimiliki oleh perusahaan akan pu-

dar. Pemberi order akan ragu-ragu apabila akan memberi pada

perusahaan tersebut, karena keadaan dalam tubuh perusahaan

tersebut sedang labile Ini berakibat pada pendapatan perusa­

haan. Pendapatan perusahaan akan turun dengan drastis dan'

ada kemungkinan apabila perusahaan tidak cepat tanggap akan

mengakibatkan gulung tikar. Ini akan menimbulkan .kerugian

(43)

kerugian-bagi negara. Sebelum mengadakan unjuk rasa,

biasa-i

nya pekerja sudah mengajukan tuntutan terlebih dahulu pada

pengusaha, namun dari pihak perusahaan tidak menggubrisnya.

Sebenarnya ini bisa diartikan sebagai pemberitahuan dari

pekerja atas kebutuhan yang harus dipenuhl dan supaya tidak

terjadi pemogokan, pengusaha bisa langsung memberikan kebi-

jaksanaannya dan ini hendaknya dilakukan sebagai upaya un­

tuk menjaga paraor dari perusahaan itu sendiri, sehinggapem-

beri order tidak enggan, Dari sini dapat diharapkan adanya

hubungan yang saling membutuhkan antara pengusaha dan' pe­

kerja sebagai mitra atau partner kerja. Seperti yang diung-

kapkan oleh Sutomo (ketua DPRD Sidoarjo) bahwa :

Sutomo menyayangkan sikap perusahaan yang maunya untung sendiri, sementara kesejahteraan karyawannya diabaikan, Menurut dia* selama mogok itu dilaksanakan karyawan un­ tuk menuntut haknya tak ada masalah, asal tak melakukan. perusakan. Namun Sutomo berharap seharusnya pimpinan perusahaan tak menaikkan upah menunggu pemogokan.

11 Kalau perusahaan hanya ingin untung sendiri biar- kan mogok kerja menjadi sarana yang efektif untuk mena­ ikkan upah dan itu hak karyawannya, 11 Katanya.

Tuntutan pekerja biasanya sekitar kenaikkan gaji, upah ha­

ri libur nasional dimasukkan lembur, bila pekerja tidak ma­

suk tetap diberi upah utuh bila ada ijin dari perusahaan,

kenaikan; upah lembur khusus pada jam-jam1 akhir hari Sabtu,

jika pabrik meliburkan- atau memulangkan karyawan gaji tetap

(44)

ut'uh, dan pekerja diberi cuti tahunan, juga masalah kesejah-

teraan dan kesehatan pekerja. Hal-hal seperti itu sudah di­

masukkan dalam KKB dan itu harus dilaksanakan dengan konsek-

wen oleh para pihak yang membuat kesepakatan.

Penyelesaian pemogokan dari SK tersebut dinilai .terla-

lu menekan buruh dan menguntungkan pengusaha, dimapa buruh'

selalu dianggap bersalah. Karena dianggap bersalah maka pe­

kerja sebagai orang yang lemah harus selalu patuh. SK ter -

sebut berusaha untuk menghalangi hak mogok buruh, .. jjadahal

hak mogok itu sudah’ diakui oleh Kepres No. 27 tahun 1990.:.-• •

Penekanan ini jelas terlihat pada bagian bahwa pekerja yang

mogok harus dapat segera bekerja kembali dan apabila tidak,

pegawai perantara akan mengemukakan kerugian yang akan^ dide-

rita oleh pekerja dan tindakan tersebut selalu mengarah pada

terjadinya PHK. Disinyalir pegawai perantara, PEMDA, POLRES,

KODIM yang mengkoordinasi penyelesaian pemogokan tersebut:

hanya sebagai corong pengusaha dalam melaksanakan semua ke-

putusan-keputusan pengusaha tanpa mengadakan kesepakatan.

dengan para pekerja (secara sepihak). Ditambah lagi depgan

adanya batas waktu tidak melakukan pekerjaan pada saat pe­

kerja mengadakan pemogokan, Padahal mogok itu sendiri arti-

nya adalah dengan sengaja melalaikan atau menolak melakukan

pekerjaan atau meskipun diperintah dengan sah enggan menja-

lankan atau lambat menjalankan pekerjaan yang harus dilaku­

(45)

dengan lesan atau yang harus dijalankan karena jabatan.

Dalara SK MENAKER No. Kep. 342/MEN/1986 ini dijelaskan bahwa

pekerja diharapkan mengisi formulir kesediaan untuk bekerja

kembali. Dari sini jelas bahwa pekerja dipaksa dan ditekan

untuk melakukan pekerjaannya kembali selama mengadakan pe­

mogokan dan bila tidak mau melakukan pekerjaannya, menun-

jukkan sikap tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja dan

dianggap tidak membutuhkan pekerjaan, padahal sebenarnya ke-

inginan pekerja itu hanyalah supaya tuntutannya yang telah

disesuaikan dengan KKB1 itu dipenuhi. Selain penekanan se-

perti itu, juga ada sanksi selama mogok yaitu upahnya tidak

dibayar, SK MENAKER No. 342/MEN/1986 ini hanya mengatur. ba-

gaimana penyelesaiannya seandainya pekerja melakukan perno-

gokan dan hanya melihat dari segil pekerjanya saja. ■ Untuk

pengusaha tidak ada perlakuan/sanksi bila tidak melaksana-

kan isi KKB* Sehingga SK MENAKER Ini hanya membicarakan tin-

dakan-tindakan'! apa yang harus dilakukan apabila peke.rja su­

atu perusahaan mengadakan pemogokan, bukannya menyelesaikan

I

suatu perselisihan perburuhan yang menyebabkan pekerja

mengadakan pemogokan, dan penyelesaian perselisihan perbu­

ruhan tersebut tetap diserahkan pada P^D bila para 1 pihak

yang berselisih tidak mencapai mufakat dalam musyawarah itu,

padahal SK MENAKER tersebut berfungsi sebagai pedoman bagi

pihak perantara dalam memerantarai suatu perselisihan tanpa

(46)

tersebut hanya tinggal harapan, .dan pekerja (buruh) tetap

menjadi pihak yang terkalahkan.

2. Koordinasi' Pihak Lain Dalam Penyelesaian Pemogokan yang

Dilakukan Buruh.

SK Menteri Tenaga Kerja RI No. Kep. 342/MEN/1986 me­

rupakan pelaksanaan dari Undang-undang No. 22 tahurr 1957,

tetapi nampaknya ada perbedaan antara kebijakan pemerintah'

dengan peraturan perundangan yang berlaku. Tatacara penye­

lesaian perselisihan perburuhan. sebagaimana diatur dalam'

Undang-undang No. 22 tahun 1957 serta Undang-undang No.12

tahun 1964 berbeda dari peraturan. Menteri Tenaga Kerja No.

Kep. 342/MEN/1986, ini sebenarnya tidak secara eksplisit dl-

larang, akan tetapi karena perselisihan perburuhan diarjggap

sebagai perselisihan perdata maka adanya campur tangan itu

tidak dapat dibenarkan. Dilihat dari segi sejarahnya, cam­

pur tangan aparat keamanan' ini bermula dari jaman Sudomo

sebagai Pangkopkamtib’ yang meminta agar KOREM dan: KODIM

ikut serta membantu menangani kasus pemogokan' dan PHK mas-

sal. Keputusan Sudomo ini kemudian dikukuhkan Menteri Tena­

ga Kerja sebagaimana sudah dinyatakan sebelumnya. Dari be-

berapa kasus yang timbul, nampak bahwa lembaga Tripartite

sudah tidak jelas lagi, karena dalam'proses peruntfingan se-

telahi aksi mogok, maka yang ikut: berunding bukan hanya wa­

(47)

tetapl ada juga aparat" keamanan, serta PEMDA seterapat' (dinas

perburuhan), slkap DEPNAKER dalam kasus tersebut narapak se-

gera membagi tuntutan buruh menjadi dua kategori, yaitu tun­

tutan normatif (yang sudah jelas peraturannya) dan tuntutan

yang bersifat kepentingan (yang belum atau tidak diatur ae-

cara Jelas dalam peraturan perundangan). Tuntutan yang ber­

sifat normatif biasanya segera diminta untuk dipenuhi, se-

mentara tuntutan yang berupa kppentingan diminta untuk disa-

lurkan lewat SPSI dan dirundingkan. Dari sini dapat diketa-

hui bahwa ada jarak antara peraturan^ perundangan dengan ke-

bijakan pemerintah dan dari sudut Jcepentingan pekerja, jarak

itu lebih merugikan pekerja, Sehlngga antara kebijakan peme­

rintah dan praktek di lapangan narapak ada semacam kontradik-

si. Suatu contoh misalnya Menteri Cosmas Batubara berpenda-

pat' bahwa pemogokan dapat dianggap sebagai wujud semakitr sa-

darnya buruh akan. hak-hak mereka, sementara itu masih sering

terjadi bahwa pelaku pemogokan ditahan* serta diinterogasi

oleh aparat'- keamanan. Dalam pasal 6 undang-undang no. 22 ta­

hun 1957 ditegaskan bahwa pekerja berhak melakukan tindakan

terhadap pengusaha dengan raengikuti prosedur yaitu memberi-

tahukannya terlebih dahulu kepada pengusaha dan P4D. Unjuk

rasa yang terjadi selama ini pada umumnya tidak mengikuti

prosedur. sesuai Undang-undang no. 22 tahun^ 1957’ tersebut.se-

hingga menimbulkan ekses-ekses yang merugikan masyarakat lu-

(48)

dan pengrusakan, gangguan lalu lintas atau pembakaran, Oleh

karena itu kehadiran aparat keamanan semata-mata hanya un­

tuk menjaga keamanan dan mencegah agar tindakan tersebut

tidak menjalar ke lokasi perusahaan yang lain, Sebenarnya

banyak pemogokan yang berjalan dengan tertib' tanpa diwarnai

kekerasan, seperti yang telah terjadi di Gresik*

Para buruh mau bekerja kembali setelah dibubarkan 'petu- gas POLRES Gresik, Sebenarnya para buruh itu tidak mau bekerja kembali sebelum memperoleh keputusan dari peru­ sahaan atas tuntutannya. Berkat kesigapan petugas, pe­ mogokan dapat dibubarkan,

Pemogokan tidak diwarnai kekerasan, Pekerja juga tidak terlihat membawa spanduk. Dalam pemogokan Itu sebaglan karyawan ada yang membawa fotokopi surat edaran1 Guber-

nur tentang imbauan upah 20% itu,

i Hal ini membuktiknn bahwa sebenarnya para pekerja yang me­

lakukan pemogokan masih mempunyai niat‘ untuk bekerja kem­

bali dan mereka hanya menginginkan tuntutan yang telah di-

ajukannya pada pengusaha itu dipenuhi, tanpa harus melalui

tindakan yang bisa merugikan majikannya. Namun dalam hal

ini' pihak POLRES Gresik ternyata masih turut campur juga

dalam penanganan pemogokan itu walaupun sebenarnya kehadir-

annya tidak dibutuhkan karena pekerja melakukan penjogokan

dengan tertib.

Pada dasarnya apabila proses penyelesaian perselisih­

an hubungan Industrial dilakukan sesuai dengan

(49)

dang no. 22 tahun 1957, aparat keamanan tidak pernah ' men-

campuri urusan perselisihan tersebut. Selain itu langkah

pengamanan oleh pengusaha juga dilakukan dalam bentuk peru-

bahan kebijakan sistem hubungan kerja yang semakin merugi-

kan buruh, tetapi sangat praktis untuk raeredam tuntutan

bu-I

ruh1 dengan model kontrak per tiga bulan (misalnya yang ter­

jadi pada PT. Sido Bariguir Lawang ; catatan kasus LBH Su­

rabaya). Dalam hal ini pekerja punya model unjuk rasa deng­

an berbagai macam model, antara lain: dengan tulisan poster,

aksi diam semata, atau aksi yang bersifat kekerasan. Hal

ini tidak dapat sama sekali dipersalahkan pada pekerja.

Apapun gerakan buruh merupakan langkah praktis yang palitig

dapat dan mampu dilakukan mengingat kondisi pengaturan hu­

kum di bidang hukum perburuhan yang sama sekali tidak memi-

hak kepadanya, Hilangnya kesempatan untuk melakukan tuntut­

an yang lebih bersifat konseptual dan berimplikasi nasional

dilahirkan akibat jauhnya aktifitas buruh dari konstruksi

gerakan politik klasnya, buruh telah teraleniasi dari kewa­

jiban politiknya. Dalam keadaan tertentu pengusaha meredam

gerakan buruh dengan jalan membuat ancaman yang berupaya

mengidentlfikasikan dirinya sebagai’ bagian dari negara. Pa­

da kasus pemogokan buruh PT Morodadi Rungkut, dalam upaya

meredakan ketegangan, pengusaha mengeluarkan pengumuman

yang bertuliskan " Bahwa semua yang ada adalah milik negara

(50)

kebe-ranian pengusaha mengeluarkan' pengurouman tersebut, menunjuk-

kan begitu kuatnya pengusaha rnenggunakan kepentingan peme­

rintah sebagai alat proteksi dari berbagai penggunaan uang

dari bank-bank negara. Begitu juga halnya dengan^ peranan* rai-

liter yang muncul dalam aksi pemogokan buruh telah mencapai

angka 6l% atau 3 6 kasus, yang didalamnya terdiri atas banyak

peran dan kepentingan yang berbeda. Kewenangan; raengundang

aparat" telah diligitimasi dengan-SK Menteri' Tenaga Kerja no,

Kep, 342/MEN/1986. Sejauh ini memang belum diperoleh infor-

masi yang tepat tentang pada sisi mana peran aparait keamanan

dalam mengatasi pemogokan buruh tersebut, sehlngga peran se­

bagai penjaga keamanan semata atau sebagai kekuatan penekan

bag! gerakan buruh untuk kepentingannya dan pengusaha yang

mengundangnya, masih kabur. Karena ini disebabkan aparat mi-

liter telah bertindak aktif dalam setiap aks'i-aksl buruh',

dalam kapasitas tertentu terlalu jauh dalam mencampuri ke­

pentingan salah satu pihak dalam konflik yang terjadi. Keha-

diran aparat- keamanan dalam aksi pemogokan buruh biasanya

raerupakan suatu aktifitas pengamanan yang lebih menguntung -

kan pengusaha. Seperti yang dikatakan Komandan KODIM .0816

Sidoarjo dalam sebuah pemogokan, "Berharap mereka (buruh)ti­

dak menghasut atau merusak pabrik, jika sampai ada yang me-

lakukannya, ia akan berhadapan dengan. aparat" keamanan?*, (Su­

rabaya Pos, 26: Pebruari 1991). Dalam keadaan- tertentu justru

(51)

Perundingan-perundingarryang dilakukan oleh buruh melalui'1

wakil-wakilnya dengan pengusaha tidak sedikit yang diikuti

oleh kehadiran aparat militer didalamnya* Pejnberian kewe-

nangan pada aparat keamanan yang semula hanya sebagai pen-

jaga keamanan (polisionil) bergeser menjadi badan yang ber-

peran aktif. Bagaimanapun hal ini berakibat. semakin rnemper-

buruk hubungan- buruh dan pengusaha. Nilai ketidakpuasan: bu­

ruh saraa sekali dapat diselesaikan dengan penekanan oleh

aparat keamanan. Dalam kondisi tertentu Justru aparat: kea-

roanan telah bertindak melampaui kewenangannya, yaitu ikut

dalam perundingan sebagai pihak dalam perselisihan tersebut.

Dalam hal ini P0I3EK dan XORAMIL bertindak sebagai atau me-

wakili pengusaha, ini terjadi pada kasus di PT Barindo Ang-

gun'Industri di Surabaya, dalam menghadapi perselisihan

dengan' buruhnya menolak jalan musyawarah, dan raenyerahkan

kasus tersebut pada pihak aparat- keamanan (Memorandum, . 27

Maret-1992). Petugas keamanan (petugas POLWILTABES) telafr

menjadi pihak penengah dalam perselisihan antara buruh dan

pengusaha. Untuk melihat.dengan lebih arif dan bijaksana,

bahwa ketentuan hukum yang melibatkan aparat keamanan di

dalamnya sudah tidak proporsional lagi dengan upaya pengem-

bangan konsep HIP. Memberikan wawasan serta kesempatan yang

lebih leluasa kepada buruh dan pengusaha dalam menyelesai -

kan permasalahan raereka sendiri, sehingga secara wajar pula

(52)

mela-kukan upaya perjuangan hak diperhatikan sebagai ancaman ke-

pada industri dan upaya pembangunan, maka kasus atau pro­

blem perburuhan di Indonesia akan semakin meningkat.

Bagai-manapun akses buruh untuk menciptakan suasana aman *bagi

i

pengembangan usaha sudah ada, tinggal bagaimana memelihara

kesamaan kepentingan antara pengusaha dan buruh' s6hingga

dapat berjalan secara wajar. Keterlibatan aparat keamanan

hanya dibutuhkan dalam hal apabila para pihak telah jelas

dan dapat diduga dengan kuat melakukan1 tindak kriminal. Da-

lam hal ini' meletakkan asas "Praduga selalu bersalah'1

pada buruh dalam melakukan pemogokan, dan juga asas "Pradu-

ga tidak pernah salah" untuk majikan sehingga majikan'1 ter-

(53)

BAB I V

M EN G A TA Sr PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

Di tanah air kita, masalah pengangguran masih sulit

untuk dipecahkan, yaitu selama kedua belah pihak (pengusa­

ha dan pekerja) kurang mengutamakan kepentingan nasional

yang artinya kurang berperan serta dalam pembangunan -yang

sedang kita galakkan. Dari segi peraturan masih sering ter­

jadi kesirapangsiuran, dalam satu masalafr diatur oleh1 bebe-

rapa peraturan, sehingga terjadi tumpang tindih. Pengatur -

an masalah perburuhan disini masih belum lugas dan gamblang.

Pelbagai peraturan yang sudah ketinggalan1 zaman dan' sudah

tidak sesuai lagi dengan keadaan, belum dicabut. Sebaliknya

ada bidang-bidang yang sudah tumbuh belum memperoleh tata-

nan yang sesuai. Akibatnya kita masih menemukan pelbagai

peraturan yang tumpang tindih atau sudah tidak valid lagi.

Kepentingan nasional harus diutamakan, sehingga ter-

cipta harapan dari adanya sistem Hubungan Industrial Panca-

sila yang ideal bagi bangsa Indonesia. Sistem Hubungan. In­

dustrial Pancasila menentang suatu sistem yang memungkinkan

buruh dapat dlperas seenaknya oleh pengusahaj sebab jelas-

jelas bertentangan dengan perikemanusiaan, dan itu berarti

bertentangan dengan Pancasila. Demikian juga sebaliknya,

Indonesia juga tidak bisa menerima sistem yang memungkinkan

pekerja merongrong kepentingan raajikannya sebab cara ini

Referensi

Dokumen terkait

Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) efektif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas X SMA Negeri 8 Makassar yang berdasarkan pada

Berdasarkan Peraturan Bupati Melawi Nomor 38 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas Pokok dan Fungsi, Serta Tata Kerja Inspektorat Kabupaten Melawi

Dari siklus PDCA diperoleh perencanaan perbaikan yang dapat dilakukan dilantai produksi yakni: Menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan bersih dengan melengkapi ruangan

Berdasarkan analisis tes kemampuan pemahaman konsep pada materi teorema pythagoras siswa kelas VIII MTs Kebun Bunga Banjarmasin menunjukkan bahwa nilai hasil posttest

Untuk mengetahui kualitas media pembelajaran berbasis android dengan Program Adobe Flash CS5.5 untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa SMP Kelas VIII pada

Untuk penelitian yang melibatkan pasien dengan penyakit yang luas (biasanya didefinisikan sebagai penyakit yang mempengaruhi &gt;10% luas permukaan tubuh),

Gambar IV.2 Flow Map Diagram pada Sistem yang sedang berjalan Start Data Properti Kavling, Ruko dan Perumahan Proses Legalitas Properti Proses Teknis Properti Stop

Suaka Margasatwa Lamandau (Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten.. Bengkayang), Taman Nasional Gunung Palung (Kabupaten Kayong Utara dan Kabupaten.. Ketapang), Taman