• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategis I nfrastr uktu r Bidang Cipta Kar ya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Strategis I nfrastr uktu r Bidang Cipta Kar ya"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

B

B

a

a

b

b

3

3

A

A

r

r

a

a

h

h

a

a

n

n

K

K

e

e

b

b

i

i

j

j

a

a

k

k

a

a

n

n

d

d

a

a

n

n

R

R

e

e

n

n

c

c

a

a

n

n

a

a

S

S

t

t

r

r

a

a

t

t

e

e

g

g

i

i

s

s

I

I

nf

n

fr

ra

as

st

tr

ru

u

k

k

tu

t

ur

r

B

Bi

i

da

d

an

ng

g

C

Ci

ip

pt

ta

a

K

Ka

ar

ry

ya

a

3.1 ARAHAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA DAN ARAHAN PENATAAN RUANG

3.1.1. Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya

Arahan pembangunan Bidang Cipta Karya terdiri dari konsep perencanaan bidang Cipta Karya, amanat pembangunan Nasional terkait bidang Cipta Karya, peraturan perundangan di bidang Cipta Karya, dan amanat Internasional dalam pengembangan kebijakan dan program bidang Cipta Karya

A. Konsep Perencanaan Bidang Cipta Karya

Dalam rangka mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan, konsep

perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya disusun dengan berlandaskan pada

berbagai peraturan perundangan dan amanat perencanaan pembangunan. Untuk mewujudkan

keterpaduan pembangunan permukiman, Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota perlu

memahami arahan kebijakan tersebut, sebagai dasar perencanaan, pemrograman, dan

pembiayaan pembangunan Bidang Cipta Karya.

Gambar 3.1 memaparkan konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta

Karya, yang membagi amanat pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya dalam 4 (empat)

bagian, yaitu amanat penataan ruang/spasial, amanat pembangunan nasional dan direktif

presiden, amanat pembangunan Bidang Pekerjaan Umum, serta amanat internasional.

Dalam pelaksanaannya, pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya dihadapkan pada

beberapa isu strategis, antara lain bencana alam, perubahan iklim, kemiskinan, reformasi

(2)

sehingga dukungan seluruh stakeholders pada penyusunan RPI2-JM Bidang Cipta Karya sangat

diperlukan.

Gambar 3.1. Konsep Perencanaan Infrastruktur Bidang Cipta Karya

B. Amanat Pembangunan Nasional Terkait Bidang Cipta Karya

Infrastruktur permukiman memiliki fungsi strategis dalam pembangunan nasional karena

turut berperan serta dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi angka kemiskinan,

maupun menjaga kelestarian lingkungan. Oleh sebab itu, Ditjen Cipta Karya berperan penting

dalam implementasi amanat kebijakan pembangunan nasional.

1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025

RPJPN 2005-2025 yang ditetapkan melalui UU No. 17 Tahun 2007, merupakan dokumen

perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah dan prioritas pembangunan secara

menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu 2005-2025. Dalam

dokumen tersebut, ditetapkan bahwa Visi Indonesia pada tahun 2025 adalah “Indonesia yang

Mandiri, Maju, Adil dan Makmur”. Dalam penjabarannya RPJPN mengamanatkan beberapa hal sebagai berikut dalam pembangunan bidang Cipta Karya, yaitu:

a. Dalam mewujudkan Indonesia yang berdaya saing maka pembangunan dan penyediaan

(3)

masyarakat serta kebutuhan sektor-sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan,

transportasi, pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi.

Pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan melalui pendekatan tanggap kebutuhan

(demand responsive approach) dan pendekatan terpadu dengan sektor sumber daya alam

dan lingkungan hidup, sumber daya air, serta kesehatan.

b. Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan maka Pemenuhan

kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan sanitasi diarahkan pada (1)

peningkatan kualitas pengelolaan aset (asset management) dalam penyediaan air minum

dan sanitasi, (2) pemenuhan kebutuhan minimal air minum dan sanitasi dasar bagi

masyarakat, (3) penyelenggaraan pelayanan air minum dan sanitasi yang kredibel dan

profesional, dan (4) penyediaan sumber-sumber pembiayaan murah dalam pelayanan air

minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin.

c. Salah satu sasaran dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan

adalah terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana

pendukungnya bagi seluruh masyarakat untuk mewujudkan kota tanpa permukiman

kumuh. Peran pemerintah akan lebih difokuskan pada perumusan kebijakan

pembangunan sarana dan prasarana, sementara peran swasta dalam penyediaan sarana

dan prasarana akan makin ditingkatkan terutama untuk proyek-proyek yang bersifat

komersial.

d. Upaya perwujudan kota tanpa permukiman kumuh dilakukan pada setiap tahapan

RPJMN, yaitu:

1) RPJMN ke 2 (2010-2014): Daya saing perekonomianditingkatkan melalui percepatan pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan kerjasama antara

pemerintah dan dunia usaha dalam pengembangan perumahan dan permukiman.

2) RPJMN ke 3 (2015-2019): Pemenuhan kebutuhan hunian bagi seluruh masyarakat terus meningkat karena didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang dan

berkelanjutan, efisien, dan akuntabel. Kondisi itu semakin mendorong terwujudnya

kota tanpa permukiman kumuh.

(4)

2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014

RPJMN 2010-2014 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010

menyebutkan bahwa infrastruktur merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional untuk

mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkeadilan dengan mendorong partisipasi

masyarakat Dalam rangka pemenuhan hak dasar untuk tempat tinggal dan lingkungan yang

layak sesuai dengan UUD 1945 Pasal 28H, pemerintah memfasilitasi penyediaan perumahan bagi

masyarakat berpendapatan rendah serta memberikan dukungan penyediaan prasarana dan

sarana dasar permukiman, seperti air minum, air limbah, persampahan dan drainase. Dokumen

RPJMN juga menetapkan sasaran pembangunan infrastruktur permukiman pada periode

2010-2014, yaitu:

a. Tersedianya akses air minum bagi 70 % penduduk pada akhir tahun 2014, dengan

perincian akses air minum perpipaan 32 persen dan akses air minum non-perpipaan

terlindungi 38 %.

b. Terwujudnya kondisi Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) hingga akhir tahun 2014,

yang ditandai dengan tersedianya akses terhadap sistem pengelolaan air limbah

terpusat (off-site) bagi 10% total penduduk, baik melalui sistem pengelolaan air limbah terpusat skala kota sebesar 5% maupun sistem pengelolaan air limbah terpusat skala

komunal sebesar 5 % serta penyediaan akses dan peningkatan kualitas sistem

pengelolaan air limbah setempat (on-site) yang layak bagi 90 % total penduduk.

c. Tersedianya akses terhadap pengelolaan sampah bagi 80 % rumah tangga di daerah

perkotaan.

d. Menurunnya luas genangan sebesar 22.500 Ha di 100 kawasan strategis perkotaan.

Untuk mencapai sasaran tersebut maka kebijakan pembangunan diarahkan untuk

meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap layanan air minum dan sanitasi yang memadai,

melalui:

a. Menyediakan perangkat peraturan di tingkat Pusat dan/atau Daerah,

b. Memastikan ketersediaan air baku air minum,

c. Meningkatkan prioritas pembangunan prasarana dan sarana permukiman,

d. Meningkatkan kinerja manajemen penyelenggaraan air minum, penanganan air

(5)

e. Meningkatkan sistem perencanaan pembangunan air minum dan sanitasi,

f. Meningkatkan cakupan pelayanan prasarana permukiman,

g. Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya perilaku hidup

bersih dan sehat (PHBS),

h. Mengembangkan alternatif sumber pendanaan bagi pembangunan infrastruktur,

i. Meningkatkan keterlibatan masyarakat dan swasta,

j. Mengurangi volume air limpasan, melalui penyediaan bidang resapan.

3. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

Dalam rangka transformasi ekonomi menuju negara maju dengan pertumbuhan ekonomi 7-9

persen per tahun, Pemerintah menyusun MP3EI yang ditetapkan melalui Perpres No. 32 Tahun

2011. Dalam dokumen tersebut pembangunan setiap koridor ekonomi dilakukan sesuai tema pembangunan masing-masing dengan prioritas pada kawasan perhatian investasi (KPI MP3EI).

Ditjen Cipta Karya diharapkan dapat mendukung penyediaan infrastruktur permukiman pada KPI

Prioritas untuk menunjang kegiatan ekonomi di kawasan tersebut. Kawasan Perhatian Investasi

atau KPI dalam MP3EI adalah adalah satu atau lebih kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang

terikat atau terhubung dengan satu atau lebih faktor konektivitas dan SDM IPTEK. Pendekatan

KPI dilakukan identifikasi, pemantauan, dan evaluasi atas kegiatan ekonomi atau sentra

(6)

4. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengentasan Kemiskinan Indonesia

Sesuai dengan agenda RPJMN 2010-2014, pertumbuhan ekonomi perlu diimbangi dengan

upaya pembangunan yang inklusif dan berkeadilan. Untuk itu, telah ditetapkan MP3KI dimana

semua upaya penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk mempercepat laju penurunan angka

kemiskinan dan memperluas jangkauan penurunan tingkat kemiskinan di semua daerah dan di

semua kelompok masyarakat. Dalam mencapai misi penanggulangan kemiskinan pada tahun

2025, MP3KI bertumpu pada sinergi dari tiga strategi utama, yaitu:

a. Mewujudkan sistem perlindungan sosial nasional yang menyeluruh, terintegrasi,dan

mampu melindungi masyarakat dari kerentanan dan goncangan,

b. Meningkatkan pelayanan dasar bagi penduduk miskin dan rentan sehingga dapat

terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar dan meningkatkan kualitas sumberdaya

manusia di masa mendatang,

c. Mengembangkan penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood) masyarakat miskin

dan rentan melalui berbagai kebijakan dan dukungan di tingkat lokal dan regional dengan

memperhatikan aspek.

d. Kementerian Pekerjaan Umum, khususnya Ditjen Cipta Karya, berperan penting dalam

pelaksanaan MP3KI, terutama terkait dengan pelaksanaan program pemberdayaan

masyarakat (PNPM Perkotaan/P2KP, PPIP, Pamsimas, Sanimas dsb) serta Program Pro

Rakyat.

5. Kawasan Ekonomi Khusus

UU No. 39 Tahun 2009 menjelaskan bahwa Kawasan Ekonomi Khusus adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang

ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.

KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan

geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan

ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional. Di samping zona

ekonomi, KEK juga dilengkapi zona fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja. Ditjen

Cipta Karya dalam hal ini diharapkan dapat mendukung infrastruktur permukiman pada kawasan

(7)

6. Direktif Presiden Program Pembangunan Berkeadilan

Dalam Inpres No. 3 Tahun 2010, Presiden RI mengarahkan seluruh Kementerian, Gubernur,

Walikota/Bupati, untuk menjalankan program pembangunan berkeadilan yang meliputi Program

pro rakyat, Keadilan untuk semua, dan Program Pencapaian MDGs. Ditjen Cipta Karya memiliki

peranan penting dalam pelaksanaan Program Pro Rakyat

terutama program air bersih untuk rakyat dan program peningkatak\n kehidupan masyarakat

perkotaan. Sedangkan dalam pencapaian MDGs, Ditjen Cipta Karya berperan dalam peningkatan

akses pelayanan air minum dan sanitasi yang layak serta pengurangan permukiman kumuh.

C. Peraturan Perundangan Bidang PU/Cipta Karya

Ditjen Cipta Karya dalam melakukan tugas dan fungsinya selalu dilandasi peraturan

perundangan yang terkait dengan bidang Cipta Karya, antara lain UU No. 1 Tahun 2011 tentang

Perumahan dan Kawasan Permukiman, UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, UU

No. 7 tahun 2008 tentang Sumber Daya Air, dan UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan

Persampahan.

1. UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

UU Perumahan dan Kawasan Permukiman membagi tugas dan kewenangan Pemerintah

Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Pemerintah Kabupaten/Kota

dalam penyelenggaraan permukiman mempunyai tugas:

a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota

di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada

kebijakan dan strategi nasional dan provinsi.

b. Menyusun dan rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan

kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

c. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap pelaksanaan

ke penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan

permukiman.

d. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan

perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan

(8)

f. Melaksanakan melaksanakan peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan

strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat

kabupaten/kota.

g. Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman.

h. Melaksanakan kebijakan dan strategi provinsi dalam penyelenggaraan perumahan

dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional.

i. Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan

kawasan permukiman.

j. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di bidang

perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

k. Menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba.

Adapun wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menjalankan tugasnya yaitu:

a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman

pada tingkat kabupaten/kota.

b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan bidang

perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan

permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

d. Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundangundangan serta

kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman

pada tingkat kabupaten/kota.

e. Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan dan

permukiman bagi MBR.

f. Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi MBR pada

tingkat kabupaten/kota.

g. Memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota antara pemerintah

kabupaten/kota dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan

kawasan permukiman.

h. Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh dan

(9)

i. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman

kumuh pada tingkat kabupaten/kota.

Di samping mengatur tugas dan wewenang, UU ini juga mengatur penyelenggaraan

perumahan dan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan

peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah

pendanaan dan pembiayaan, hak kewajiban dan peran masyarakat.

UU ini mendefinisikan permukiman kumuh sebagai permukiman yang tidak layak huni karena

ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan

serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Untuk itu perlu dilakukan upaya

pencegahan, terdiri dari pengawasan, pengendalian, dan pemberdayaan masyarakat, serta

upaya peningkatan kualitas permukiman, yaitu pemugaran, peremajaan, dan permukiman

kembali.

2. UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun

Dalam memenuhi kebutuhan hunian yang layak, Ditjen Cipta Karya turut serta dalam

pembangunan Rusunawa yang dilakukan berdasarkan UU No. 20 Tahun 2011. Dalam

undang-undang tersebut Rumah susun didefinisikan sebagai bangunan gedung bertingkat yang

dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan

secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan

yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat

hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.

Peraturan ini juga mengatur perihal pembinaan, perencanaan, pembangunan, penguasaan,

pemilikan, dan pemanfaatan, pengelolaan, peningkatan kualitas, pengendalian,

kelembagaan, tugas dan wewenang, hak dan kewajiban, pendanaan dan sistem pembiayaan,

dan peran masyarakat.

D. Amanat Internasional

Pemerintah Indonesia secara aktif terlibat dalam dialog internasional dan perumusan

kesepakatan bersama di bidang permukiman. Beberapa amanat internasional yang perlu

(10)

Habitat, Konferensi Rio+20, Millenium Development Goals, serta Agenda Pembangunan Pasca

2015.

1. Agenda Habitat

Pada tahun 1996, di Kota Istanbul Turki diselenggarakan Konferensi Habitat II sebagai

kelanjutan dari Konferensi Habitat I di Vancouver tahun 1976. Konferensi tersebut

menghasilkan Agenda Habitat, yaitu dokumen kesepakatan prinsip dan sasaran

pembangunan permukiman yang menjadi panduan bagi negara-negara dunia dalam

menciptakan permukiman yang layak dan berkelanjutan.

Salah satu pesan inti yang menjadi komitmen negara-negara dunia, termasuk Indonesia,

adalah penyediaan tempat hunian yang layak bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali, serta

meningkatkan akses air minum, sanitasi, dan pelayanan dasar terutama bagi masyarakat

berpenghasilan rendah dan kelompok rentan.

2. Konferensi Rio+20

Pada Juni 2012, di Kota Rio de Janeiro, Brazil, diselenggarakan KTT Pembangunan

Berkelanjutan atau lebih dikenal dengan KTT Rio+20. Konferensi tersebut menyepakati

dokumen The Future We Want yang menjadi arahan bagi pelaksanaan pembangunan

berkelanjutan di tingkat global, regional, dan nasional. Dokumen memuat kesepahaman

pandangan terhadap masa depan yang diharapkan oleh dunia (common vision) dan

penguatan komitmen untuk menuju pembangunan berkelanjutan dengan memperkuat

penerapan Rio Declaration 1992 dan Johannesburg Plan of Implementation 2002.

Dalam dokumen The Future We Want, terdapat 3 (tiga) isu utama bagi pelaksanaan

pembangunan berkelanjutan, yaitu: (i) Ekonomi Hijau dalam konteks pembangunan

berkelanjutan dan pengentasan kemiskinan, (ii) pengembangan kerangka kelembagaan

pembangunan berkelanjutan tingkat global, serta (iii) kerangka aksi dan instrumen

pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Kerangka aksi tersebut termasuk penyusunan

Sustainable Development Goals (SDGs) post-2015 yang mencakup 3 pilar pembangunan

berkelanjutan secara inklusif, yang terinspirasi dari penerapan Millennium Development

Goals (MDGs). Bagi Indonesia, dokumen ini akan menjadi rujukan dalam pelaksanaan

(11)

Jangka Menengah Nasional 2014-2019, dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional

(2005-2025).

3. Millenium Development Goals

Pada tahun 2000, Indonesia bersama 189 negara lain menyepakati Deklarasi Millenium

sebagai bagian dari komitmen untuk memenuhi tujuan dan sasaran pembangunan

millennium (Millenium Development Goals). Konsisten dengan itu, Pemerintah Indonesia

telah mengarusutamakan MDGs dalam pembangunan sejak tahap perencanaan sampai

pelaksanaannya sebagaimana dinyatakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang

2005-2025, Rencana Kerja Tahunan berikut dokumen penganggarannya. Sesuai tugas dan

fungsinya, Ditjen Cipta Karya memiliki kepentingan dalam pemenuhan target 7C yaitu

menurunkan hingga setengahnya proporsi rumah tangga tanpa akses berkelanjutan

terhadap sumber air minum layak dan fasilitas sanitasi dasar layak hingga tahun 2015. Di

bidang air minum, cakupan pelayan air minum saat ini (2013) adalah 61,83%, sedangkan target

cakupan pelayanan adalah 68,87% yang perlu dicapai pada tahun 2015.

Di samping itu, akses sanitasi yang layak saat ini baru mencapai 58,60%, masih kurang

dibandingkan target 2015 yaitu 62,41%. Selain itu, Ditjen Cipta Karya juga turut berperan serta

dalam pemenuhan target 7D yaitu mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan

penduduk miskin di permukiman kumuh (minimal 100 juta) pada tahun 2020. Pemerintah

Indonesia menargetkan luas permukiman kumuh 6%, padahal data terakhir (2009) proporsi

penduduk kumuh mencapai 12,57%. Untuk memenuhi target MDGs di bidang permukiman,

diperlukan perhatian khusus dari seluruh pemangku kepentingan, baik di tingkat pusat

maupun daerah. Oleh karena itu, pemerintah kabupaten/kota perlu melakukan optimalisasi

kegiatan penyediaan infrastruktur permukiman dalam rangka percepatan pencapaian target

MDGs.

4. Agenda Pembangunan Pasca 2015

Pada Juli 2012, Sekjen PBB membentuk sebuah Panel Tingkat Tinggi untuk memberi

masukan kerangka kerja agenda pembangunan global pasca 2015. Panel ini diketuai bersama

(12)

dari berbagai negara. Pada Mei 2013, panel tersebut mempublikasikan laporannya kepada

Sekretaris Jenderal PBB berjudul “A New Global Partnership: Eradicate Poverty and Transform

Economies Through Sustainable Development”. Isinya adalah rekomendasi arahan kebijakan

pembangunan global pasca-2015 yang dirumuskan berdasarkan tantangan pembangunan

baru, sekaligus pelajaran yang diambil dari implementasi MDGs. Dalam dokumen tersebut,

dijabarkan 12 sasaran indikatif pembangunan global pasca 2015, sebagai berikut:

a. Mengakhiri kemiskinan

b. Memberdayakan perempuan dan anak serta mencapai kesetaraan gender

c. Menyediakan pendidikan yang berkualitas dan pembelajaran seumur hidup

d. Menjamin kehidupan yang sehat

e. Memastikan ketahanan pangan dan gizi yang baik

f. Mencapai akses universal ke Air Minum dan Sanitasi

g. Menjamin energi yang berkelanjutan

h. Menciptakan lapangan kerja, mata pencaharian berkelanjutan, dan pertumbuhan

berkeadilan

i. Mengelola aset sumber daya alam secara berkelanjutan

j. Memastikan tata kelola yang baik dan kelembagaan yang efektif

k. Memastikan masyarakat yang stabil dan damai

l. Menciptakan sebuah lingkungan pemungkin global dan mendorong

m. Pembiayaan jangka panjang

Dari sasaran indikatif tersebut, Ditjen Cipta karya berkepentingan dalam pencapaian

sasaran 6 yaitu mencapai akses universal ke air minum dan sanitasi. Adapun target yang

diusulkan dalam pencapaian sasaran tersebut adalah:

a. Menyediakan akses universal terhadap air minum yang aman di rumah, dan di

sekolah, puskesmas, dan kamp pengungsi,

b. Mengakhiri buang air besar sembarangan dan memastikan akses universal ke

sanitasi di sekolah dan di tempat kerja, dan meningkatkan akses sanitasi di rumah

tangga sebanyak x%,

c. Menyesuaikan kuantitas air baku (freshwater withdrawals) dengan pasokan air

minum, serta meningkatkan efisiensi air untuk pertanian sebanyak x%, industri

(13)

d. Mendaur ulang atau mengolah semua limbah cair dari daerah perkotaan dan dari

industri sebelum dilepaskan.

Selain memperhatikan sasaran dan target indikatif, dokumen laporan tersebut juga

menekankan pentingnya kemitraan baik secara global maupun lokal antar pemangku

kepentingan pembangunan. Kemitraan yang dimaksud memiliki prinsip inklusif, terbuka, dan

akuntabel dimana seluruh pihak duduk bersama-sama untuk bekerja bukan tentangbantuan

saja, melainkan juga mendiskusikan kerangka kebijakan untuk mencapai pembangunan

berkelanjutan.

3.1.2. Arahan Penataan Ruang

A.Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) 1. Rencana Struktur Ruang Nasional

Rencana struktur ruang nasional yang terkait dengan Provinsi Kalimantan Selatan, meliputi:

a. Sistem Perkotaan Nasional

PROVINSI PKN PKW

Kalimantan

Selatan

Banjarmasin Amuntai,

Martapura,

Marabahan,

Kotabaru

Kabupaten Tapin tidak terdapat pada sistem perkotaan nasional diatas sehingga dalam

pembahasan tentang arahan penataan ruangnya tidak meliputi Kabupaten Tapin.

2. Rencana Pola Ruang Nasional

(1) Kawasan Lindung Nasional

1) Suaka Margasatwa Pelaihari - Martapura

2) Suaka Margasatwa Kuala Lupak

3) Cagar Alam Teluk Kelumpang, Selat Laut, Selat Sebuku

(14)

6) Cagar Alam Teluk Pamukan

7) Taman Hutan Raya Sultan Adam

8) Taman Wisata Alam Pleihari Tanah Laut

9) Taman Wisata Alam Laut Pulau Laut Barat – Selatan dan Pulau Sembilan

(2) Kawasan Andalan Nasional

10)Kawasan Kandangan dan sekitarnya

11) Kawasan Banjarmasin Raya dan sekitarnya

12) Kawasan Batulicin

13) Kawasan Andalan Laut Pulau Laut

(3) Rencana Pengembangan Infrastruktur Nasional

a). Jalan Bebas Hambatan

1) Banjarmasin - Liang Anggang

2)Liang Anggang - Pelaihari

3)Kuala Kapuas - Banjarmasin

4)Marabahan - Banjarmasin

5)Liang Anggang - Martapura

6)Pelaihari - Pagatan

7)Pagatan - Batulicin

8)Batulicin - Tanah Grogot (Kuaro)

b). Pelabuhan Sebagai Simpul Transportasi Laut Nasional

1) Pelabuhan Internasional : Pelabuhan Banjarmasin

2) Pelabuhan Nasional : Pelabuhan Batulicin

c). Bandar Udara Sebagai Simpul Transportasi Udara Nasional

1) Pusat Penyebaran Sekunder : Bandara Syamsuddin Noor

2) Pusat Penyebaran Tersier : Bandara Stagen

d). Wilayah Sungai

(15)

3. Rencana Kawasan Strategis Nasional

Penetapan kawasan strategis nasional dilakukan berdasarkan kepentingan pertahanan

dan keamanan, pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pendayagunaan sumber daya alam

dan/atau teknologi tinggi, serta fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.

Sesuai dengan amanat dalam Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana

Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), bahwa kawasan strategis nasional di Provinsi

Kalimantan Selatan hanya ditetapkan 1 lokasi yaitu Kawasan Pengembangan Ekonomi

Terpadu (Kapet) Batulicin (Lampiran X PP. No. 26 Tahun 2008) yang berlokasi di Kabupaten

Tanah Bumbu. Dengan demikian mengingat kawasan strategis nasional tersebut berada

diluar wilayah Kabupaten Tapin, maka terkait dengan penyusunan RPIJM Kabupaten Tapin ini

tidak ada arahan kawasan strategis nasional yang dapat dikutip dalam kebijakan tersebut di

Kabupaten Tapin.

Banjarmasin - Koridor Ekonomi (KE)

Kalimantan Kabupaten Kotabaru dan Kabupaten Tanah Bumbu

-

Kawasan Strategis Nasional di Kalimantan Selatan dapat dilihat pada tabel berikut Tabel 3.1. Kawasan Strategis Nasional di Kalimantan Selatan

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Nasional (RTRWN), bahwa Kabupaten Tapin belum termasuk dalam kawasan

Kawasan Strategis Nasional

Sudut Kepentingan Kabupaten Provinsi Status Hukum

(16)

B. Arahan Rencana Tata Ruang Pulau Kalimantan (RTR Pulau Kalimantan)

Rencana Tata Ruang Wilayah Pulau Kalimantan disyahkan pada tanggal 5 Januari 2012

dalam bentuk Peraturan Presiden No. 3 Tahun 2012 tanggal 5 Januari 2012 tentang RTRW Pulau

Kalimantan. Tujuan dari penyusunan RTRW Pulau Kalimantan adalah untuk mewujudkan :

1. Kelestarian kawasan konservasi keanekaragaman hayati dan kawasan berfungsi lindung

yang bervegetasi hutan tropis basah paling sedikit 45% (empat puluh lima persen) dari luas

Pulau Kalimantan sebagai Paru-paru Dunia;

Kemandirian energi dan lumbung energi nasional untuk ketenagalistrikan;

2. Pusat pertambangan mineral, batubara, serta minyak dan gas bumi di Pulau Kalimantan;

3. Pusat perkebunan kelapa sawit, karet, dan hasil hutan secara berkelanjutan;

4. Kawasan perbatasan negara sebagai beranda depan dan pintu gerbang negara yang

berbatasan dengan Negara Malaysia dengan memperhatikan keharmonisan aspek

kedaulatan, pertahanan dan keamanan negara, kesejahteraan masyarakat, dan kelestarian

lingkungan hidup;

5. Pusat pengembangan kawasan perkotaan nasional yang berbasis pada air;

6. Kawasan ekowisata berbasis hutan tropis basah dan wisata budaya Kalimantan;

7. Jaringan transportasi antarmoda yang dapat meningkatkan keterkaitan antar wilayah,

efisiensi ekonomi, serta membuka keterisolasian wilayah;

8. Swasembada pangan dan lumbung pangan nasional.

Arahan RTRW Pulau Kalimantan berupa rencana struktur ruang, rencana infrastruktur

dan rencana pemanfaatan ruang di Provinsi Kalimantan Selatan sebagai berikut :

3.3.1. Rencana Struktur Ruang Pulau Kalimantan

2) Pusat industri hilir pengolahan hasil perkebunan kelapa sawit dan karet di PKN

Banjarmasin,

3) Pusat industri pengolahan hasil perkebunan kelapa sawit dan karet di PKW Amuntai,

PKW Martapura, PKW Marabahan, dan PKW Kotabaru

4) Pusat industri pengolahan dan industri jasa hasil pertanian tanaman pangan PKN

Banjarmasin, PKW Amuntai, PKW Martapura, PKW Marabahan, dan PKW Kotabaru.

5) Pusat industri pengolahan dan industri jasa hasil perikanan yang ramah lingkungan di

(17)

6) Pusat pengembangan ekowisata di PKN Banjarmasin, dan PKW Kotabaru

7) Pusat pengembangan wisata budaya di PKN Banjarmasin, dan PKW Amuntai

8) Pusat kegiatan ekonomi di PKN Banjarmasin, PKW Martapura, dan PKW Marabahan

3.3.2. Rencana Pola Ruang

Rencana pola ruang pada RTRW Pulau Kalimantan, terdiri dari

A. Perlindungan dan pelestarian keanekaragaman hayati tumbuhan dan satwa endemik

kawasan di kawasan hutan lindung dilakukan pada kawasan hutan lindung di Kabupaten

Kapuas Hulu, Kabupaten Sintang, Kabupaten Melawi, Kabupaten Ketapang, Kabupaten

Landak, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Katingan,

Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten

Banjar, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Tapin, Kabupaten Hulu Sungai Tengah,

Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Balangan, Kabupaten

Tanah Bumbu, Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Kutai Barat,

Kabupaten Berau, Kabupaten Bulungan, dan Kabupaten Kutai Kartanegara.

B. Pemertahanan luasan kawasan bervegetasi hutan tetap yang memberikan perlindungan

terhadap kawasan bawahannya dilakukan pada kawasan hutan lindung di Kabupaten

Kapuas Hulu, Kabupaten Sintang, Kabupaten Melawi, Kabupaten Ketapang, Kabupaten

Landak, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Katingan,

Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten

Banjar, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Tapin, Kabupaten Hulu Sungai Tengah,

Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Balangan, Kabupaten

Tanah Bumbu, Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Kutai Barat,

Kabupaten Berau, Kabupaten Bulungan, dan Kabupaten Kutai Kartanegara.

C. Pengendalian kegiatan pemanfaatan ruang di kawasan hutan lindung dilakukan pada

kawasan hutan lindung di Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Sintang, Kabupaten

Melawi, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Landak, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten

Gunung Mas, Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Kapuas,

Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten Banjar, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Tapin,

(18)

Nunukan, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Berau, Kabupaten Bulungan, dan

Kabupaten Kutai Kartanegara.

D. Rehabilitasi kawasan berfungsi lindung yang terdegradasi dalam rangka memelihara

keseimbangan ekosistem pulau dilakukan pada kawasan hutan lindung di Kabupaten

Kapuas Hulu, Kabupaten Sintang, Kabupaten Melawi, Kabupaten Ketapang, Kabupaten

Landak, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Katingan,

Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten

Banjar, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Tapin, Kabupaten Hulu Sungai Tengah,

Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Balangan, Kabupaten

Tanah Bumbu, Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Kutai Barat,

Kabupaten Berau, Kabupaten Bulungan, dan Kabupaten Kutai Kartanegara.

E. Pemertahanan permukiman masyarakat adat dan penyediaan akses bagi masyarakat adat

yang tidak mengganggu kawasan berfungsi lindung dilakukan pada kawasan berfungsi

lindung di Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Sintang, Kabupaten Melawi, Kabupaten

Ketapang, Kabupaten Landak, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Gunung Mas,

Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Barito

Selatan, Kabupaten Banjar, Kabupaten \ Kotabaru, Kabupaten Tapin, Kabupaten Hulu

Sungai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tabalong, Kabupaten

Balangan, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Malinau,

Kabupaten Nunukan, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Berau, Kabupaten Bulungan,

dan Kabupaten Kutai Kartanegara.

F. Pemertahanan luasan dan pelestarian kawasan bergambut untuk menjaga sistem tata air

alami dan ekosistem kawasan dilakukan pada kawasan bergambut di Kabupaten Sambas,

Kabupaten Pontianak, Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten

Ketapang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan,

Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau,

Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten Barito Timur, Kabupaten Hulu Sungai Utara,

Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Bulungan, dan Kabupaten Nunukan.

G. Pemertahanan dan peningkatan fungsi kawasan resapan air, khususnya pada hulu sungai

(19)

Sungai Kapuas, hulu Sungai Melawi, hulu Sungai Seruyan, hulu Sungai Sesayap, hulu

Sungai Sembakung, hulu Sungai Berau, hulu Sungai Kayan dan hulu Sungai Mahakam.

H. Pengendalian kegiatan pemanfaatan ruang di kawasan resapan air dilakukan pada hulu

Sungai Barito, hulu Sungai Kahayan, hulu Sungai Katingan, hulu Sungai Kapuas, hulu

Sungai Melawi, hulu Sungai Seruyan, hulu Sungai Sesayap, hulu Sungai Sembakung, hulu

Sungai Berau, hulu Sungai Kayan, dan hulu Sungai Mahakam.

I. Pengendalian pemanfaatan ruang pada sempadan pantai yang berpotensi mengganggu

dan/atau merusak fungsi sempadan pantai dilakukan pada sempadan pantai di pesisir

barat, pesisir selatan, dan pesisir timur Pulau Kalimantan.

J. Pengendalian perkembangan kawasan terbangun yang mengganggu dan/atau merusak

fungsi sempadan sungai dilakukan di:

1. sempadan Sungai Kapuas, sempadan Sungai Ambawang, sempadan Sungai Kubu,

sempadan Sungai Landak, sempadan Sungai Nipah, sempadan Sungai Paduan,

sempadan Sungai Peniti, sempadan Sungai Tayan, sempadan Sungai Sekadau,

sempadan Sungai Sepauk, sempadan Sungai Tempunak, sempadan Sungai

Melawi, sempadan Sungai Silat, sempadan Sungai Palin, sempadan Sungai Sibau,

sempadan Sungai Mendalam, dan sempadan Sungai Keriyau di WS Kapuas;

2. sempadan Sungai Pawan, sempadan Sungai Simpang, sempadan Sungai

Semandang, dan sempadan Sungai Semanai di WS Pawan;

3. sempadan Sungai Seruyan di WS Seruyan;

4. sempadan Sungai Kahayan dan sempadan Sungai Sebangau di WS Kahayan;

5. sempadan Sungai Mahakam, sempadan Sungai Semboja, sempadan Sungai

Senipah, dan sempadan Sungai Semoi di WS Mahakam;

6. sempadan Sungai Sesayap, sempadan Sungai Sebakung, sempadan Sungai

Sebakis, sempadan Sungai Sebuku, sempadan Sungai Sembaleun, sempadan

Sungai Simanggaris, sempadan Sungai Noteh, sempadan Sungai Sinualan,

sempadan Sungai Itai, sempadan Sungai Sekata, sempadan Sungai Linuang Kayan,

sempadan Sungai Ansam, dan sempadan Sungai Belayau di WS Sesayap;

7. sempadan Sungai Jelai dan sempadan Sungai Kendawangan di WS

(20)

8. sempadan Sungai Kapuas, sempadan Sungai Barito, sempadan Sungai Murung,

sempadan Sungai Martapura, sempadan Sungai Riam Kanan, sempadan Sungai

Riam Kiwa, sempadan Sungai Nagara, dan sempadan Sungai Tapin di WS

Barito-Kapuas.

K. Pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan sekitar danau atau waduk yang

berpotensi mengganggu dan/atau merusak fungsi kawasan sekitar danau atau waduk

dilakukan pada:

1. Kawasan sekitar Danau Sentarum (Kabupaten Kapuas Hulu), Danau Bekuan

(Kabupaten Kapuas Hulu), Danau Belida (Kabupaten Kapuas Hulu), Danau Genali

(Kabupaten Kapuas Hulu), Danau Tang (Kabupaten Kapuas Hulu), Danau Bangkau

(Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah), Danau Bitin

(Kabupaten Hulu Sungai Utara), Danau Cembulu (Kabupaten Seruyan), Danau

Ganting (Kabupaten Barito Selatan), Danau Bambenan (Kabupaten Barito

Selatan), Danau Limut (Kabupaten Barito Selatan), Danau Mepara (Kabupaten

Barito Selatan), Danau Raya (Kabupaten Barito Selatan), Danau Gatel (Kabupaten

Kotawaringin Barat), Danau Kenamfui (Kabupaten Kotawaringin Barat), Danau

Terusan (Kabupaten Kotawaringin Barat), Danau Jempang (Kabupaten Kutai

Barat), Danau Melintang (Kabupaten Kutai Kartanegara), Danau Semayang

(Kabupaten Kutai Kartanegara), Danau Sembuluh (Kabupaten Seruyan), dan

Danau Tete (Kabupaten Barito Utara); dan

2. Kawasan sekitar Waduk Kelian (Kabupaten Kutai Barat), Waduk Riam Kanan

(Kabupaten Banjar dan Kota Banjarbaru), Waduk Lambakan (Kabupaten Paser),

Waduk Manggar (Kota Balikpapan), Waduk Wain (Kota Balikpapan), Waduk

Benanga (Kota Samarinda), Waduk Merancang (Kabupaten Berau), dan Waduk

Tumbang Jutuh (Kabupaten Gunung Mas).

3. Pemertahanan dan rehabilitasi luasan suaka margasatwa, cagar alam, taman

nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam dilakukan pada:

a. Suaka Margasatwa Lamandau (Kabupaten Kotawaringin Barat dan

Kabupaten Sukamara), Suaka Margasatwa Pelaihari Martapura (Kabupaten

(21)

b. Cagar Alam Mandor (Kabupaten Landak), Cagar Alam Gunung Raya Pasi

(Kota Singkawang dan Kabupaten Bengkayang), Cagar Alam Muara

Kendawangan (Kabupaten Ketapang), Cagar Alam Niyut- Penrissen

(Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Landak, dan Kabupaten Sanggau),

Cagar Alam Bukit Sapat Hawung (Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten

Gunung Mas), Cagar Alam Bukit Tangkiling (Kota Palangkaraya), Cagar Alam

Pararawen I/II (Kabupaten Barito Utara), Cagar Alam Muara Kaman Sedulang

(Kabupaten Kutai Kartanegara), Cagar Alam Padang Luwai (Kabupaten Kutai

Barat), Cagar Alam Teluk Apar (Kabupaten Paser), Cagar Alam Teluk Adang

(Kabupaten Paser), Cagar Alam Teluk Kelumpang – Selat Laut – Selat Sebuku

(Kabupaten Kotabaru), Cagar Alam Teluk Pamukan (Kabupaten Kotabaru),

dan

c. Cagar Alam Sungai Lulan dan Sungai Bulan (Kabupaten Kotabaru);

d. Taman Nasional Betung Kerihun (Kabupaten Kapuas Hulu), Taman Nasional

Danau Sentarum (Kabupaten Kapuas Hulu), Taman Nasional Gunung Palung

(Kabupaten Kayong Utara dan Kabupaten Ketapang), Taman Nasional Bukit

Baka-Bukit Raya (Kabupaten Melawi, Kabupaten Sintang, dan Kabupaten

Katingan), Taman Nasional Tanjung Putting (Kabupaten Kotawaringin Barat

dan Kabupaten Seruyan), Taman Nasional Sebangau (Kabupaten Katingan,

Kabupaten Pulang Pisau, dan Kota Palangkaraya, Taman Nasional Kayan

Mentarang (Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan, dan Kabupaten

Bulungan), dan Taman Nasional Kutai (Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten

Kutai Kartanegara, dan Kota Bontang);

e. Taman Hutan Raya Sultan Adam (Kabupaten Banjar dan Kabupaten Tanah

Laut) dan Taman Hutan Raya Bukit Suharto (Kabupaten Kutai Kartanegara

dan Kabupaten Penajam Paser Utara); dan

f. Taman Wisata Alam Belimbing (Kabupaten Sambas), Taman Wisata Alam

Asuansang (Kabupaten Sambas), Taman Wisata Alam Dungan (Kabupaten

Sambas), Taman Wisata Alam Gunung Melintang (Kabupaten Sambas),

(22)

Barat), dan Taman Wisata Alam Pelaihari Tanah Laut (Kabupaten Tanah

Laut).

L. Perlindungan dan pelestarian keanekaragaman hayati tumbuhan dan satwa endemik

kawasan pada suaka margasatwa, cagar alam, dan taman nasional dilakukan pada:

1. Suaka Margasatwa Lamandau (Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten

Sukamara), Suaka Margasatwa Pelaihari Martapura (Kabupaten Tanah Laut), Suaka

Margasatwa Kuala Lupak (Kabupaten Tapin);

2. Cagar Alam Mandor (Kabupaten Landak), Cagar Alam Gunung Raya Pasi (Kota

Singkawang dan Kabupaten Bengkayang), Cagar Alam Muara Kendawangan

(Kabupaten Ketapang), Cagar Alam Niyut- Penrissen (Kabupaten Bengkayang,

Kabupaten Landak, dan Kabupaten Sanggau), Cagar Alam Bukit Sapat Hawung

(Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Gunung Mas), Cagar Alam Bukit Tangkiling

(Kota Palangkaraya), Cagar Alam Pararawen I/II (Kabupaten Barito Utara), Cagar Alam

Muara Kaman Sedulang (Kabupaten Kutai Kartanegara), Cagar Alam Padang Luwai

(Kabupaten Kutai Barat), Cagar Alam Teluk Apar (Kabupaten Paser), Cagar Alam Teluk

Adang (Kabupaten Paser), Cagar Alam Teluk Kelumpang – Selat Laut – Selat Sebuku

(Kabupaten Kotabaru), Cagar Alam Teluk Pamukan (Kabupaten Kotabaru), Cagar

Alam Sungai Lulan dan Sungai Bulan (Kabupaten Kotabaru), dan Cagar Alam Gunung

Sebatung (Kabupaten Kotabaru); dan

3. Taman Nasional Betung Kerihun (Kabupaten Kapuas Hulu), Taman Nasional Danau

Sentarum (Kabupaten Kapuas Hulu), Taman Nasional Gunung Palung (Kabupaten

Kayong Utara-Kabupaten Ketapang), Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya

(Kabupaten Melawi-Kabupaten Sintang-Kabupaten Katingan), Taman Nasional

Tanjung Putting (Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten Seruyan), Taman

Nasional Sebangau (Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau dan Kota

Palangkaraya), Taman Nasional Kayan Mentarang (Kabupaten Malinau, Kabupaten

Nunukan dan Kabupaten Bulungan), dan Taman Nasional Kutai (Kabupaten Kutai

Timur, Kabupaten Kutai Kartanegara, dan Kota Bontang).

M. Pengembangan pengelolaan terhadap kawasan suaka alam laut, cagar alam laut, dan

(23)

1. Suaka Alam Laut Sambas (Kabupaten Sambas) dan Suaka Alam Laut Pulau Sebatik

(Kabupaten Nunukan);

2. Cagar Alam Laut Kepulauan Karimata (Kabupaten Kayong Utara); dan

3. Taman Wisata Alam Laut Bengkayang (Kabupaten Bengkayang), Taman Wisata Alam

Laut Berau (Kabupaten Berau), serta Taman Wisata Alam Laut Pulau Laut

Barat-Selatan dan Pulau Sembilan (Kabupaten Kotabaru).

N. Pelestarian kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan dilakukan di:

1. Gereja Tua Sejiram (Kabupaten Kapuas Hulu), Keraton Kerajaan Tayan (Kabupaten

Sanggau), Rumah Adat Betang Panjang (Kabupaten Kapuas Hulu), Keraton Sanggau

(Kabupaten Sanggau), Keraton Kerajaan Sintang (Kabupaten Sintang), Tugu

Khatulistiwa (Kota Pontianak), Loksado (Kabupaten Hulu Sungai Selatan), Pasar

Terapung Dayak Meratus (Kota Banjarmasin), Bukit Batu Kasongan (Kabupaten

Katingan), Keraton Kutai Kartanegara (Kabupaten Kutai Kartanegara), Kampung

Masyarakat Suku Dayak Benuaq Ohong (Kabupaten Kutai Barat), dan Kampung

Masyarakat Suku Dayak Kenyah (Kota Samarinda); dan

2. Benda, bangunan, struktur atau situs lainnya yang ditetapkan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

O. Pemertahanan kawasan pantai berhutan bakau di wilayah pesisir untuk perlindungan

pantai dan kelestarian biota laut dilakukan pada kawasan pantai berhutan bakau di

wilayah pesisir Kabupaten Pontianak, Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Kayong Utara,

Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten

Kotawaringin Timur, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Tanah Laut,

Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Banjar, Kabupaten Tapin,

Kabupaten Paser, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten

Berau, Kabupaten Bulungan, dan Kabupaten Nunukan.

P. Kawasan rawan bencana alam terdiri atas kawasan rawan banjir.

Q. Pengembangan jaringan drainase yang terintegrasi dengan sungai pada kawasan

perkotaan yang rawan banjir dilakukan di:

1. Kota Pontianak, Kota Palangkaraya, Kota Banjarmasin, Kota Balikpapan, Kota

(24)

2. Kota Mempawah, Kota Ketapang, Kota Putussibau, Kota Sanggau, Kota Sintang, Kota

Kuala Kapuas, Kota Pangkalan Bun, Kota Buntok, Kota Muara Teweh, Kota Sampit,

Kota Martapura, Kota Marabahan, Kota Tanjung Redeb, Kota Sangata, Kota Tanjung

Selor, dan Kota Tanah Grogot.

R. Kawasan lindung geologi terdiri atas:

1. Kawasan cagar alam geologi;

2. Kawasan rawan bencana alam geologi; dan

3. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah.

S. Kawasan cagar alam geologi terdiri atas:

1. Kawasan keunikan batuan dan fosil; dan

2. Kawasan keunikan bentang alam.

T. Kawasan rawan bencana alam geologi terdiri atas:

1. kawasan rawan gempa bumi;

2. kawasan rawan gerakan tanah; dan

3. kawasan rawan tsunami.

U. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah terdiri atas kawasan

imbuhan air tanah.

V. Rehabilitasi dan pelestarian kawasan cagar alam geologi yang memiliki keunikan batuan

dan fosil dilakukan di Kabupaten Kutai Timur.

W. Pemertahanan fungsi kawasan cagar alam geologi yang memiliki keunikan bentang alam

berupa karst dilakukan pada kawasan karst di Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Berau,

Kabupaten Malinau, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Barito Utara,

Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Tabalong, dan Kabupaten Tapin.

X. Pengendalian perkembangan kegiatan budi daya terbangun pada kawasan rawan

bencana alam geologi dilakukan pada:

a. kawasan rawan gempa bumi di Kota Tarakan, Kabupaten Berau, Kabupaten Bulungan,

Kabupaten Tana Tidung, dan Kabupaten Nunukan;

b. kawasan rawan gerakan tanah di Kabupaten Melawi, Kabupaten Sintang, Kabupaten

Kapuas Hulu, Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Lamandau, Kota

Balikpapan, Kabupaten Kutai Barat, Kota Bontang, Kabupaten Sangata, Kota Samarinda,

(25)

Sungai Selatan, Kabupaten Tapin, Kabupaten Banjar, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten

Kotabaru, dan Kabupaten Tanah Bumbu; dan

c. kawasan rawan tsunami di pesisir timur Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten

Kutai Timur, Kabupaten Berau, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Tana Tidung, Kabupaten

Nunukan, Kota Bontang, dan Kota Tarakan.

Y. Penyelenggaraan upaya mitigasi dan adaptasi bencana melalui penetapan lokasi dan jalur

evakuasi bencana, pembangunan prasarana dan sarana pemantauan bencana, serta

penetapan standar bangunan gedung untuk mengurangi dampak akibat bencana alam

geologi dilakukan pada:

a. kawasan rawan gempa bumi di Kota Tarakan, Kabupaten Berau, Kabupaten Bulungan,

Kabupaten Tana Tidung, dan Kabupaten Nunukan;

b. kawasan rawan gerakan tanah di Kabupaten Melawi, Kabupaten Sintang, Kabupaten

Kapuas Hulu, Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Lamandau, Kota

Balikpapan, Kabupaten Kutai Barat, Kota Bontang, Kabupaten Sangata, Kota Samarinda,

Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Balangan, Kabupaten Hulu

Sungai Selatan, Kabupaten Tapin, Kabupaten Banjar, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten

Kotabaru, dan Kabupaten Tanah Bumbu; dan

c. kawasan rawan tsunami di pesisir timur Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten

Kutai Timur, Kabupaten Berau, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Tana Tidung, Kabupaten

Nunukan, Kota Bontang, dan Kota Tarakan.

Z. Pengendalian perkembangan kegiatan budi daya terbangun pada kawasan imbuhan air

tanah dilakukan pada kawasan imbuhan air tanah di CAT Paloh (Kabupaten Sambas dan

Negara Malaysia), CAT Tanjung Selor (Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Berau,

Kabupaten Bulungan, Kabupaten Nunukan, dan Negara Malaysia), CAT

Palangkaraya-Banjarmasin (Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan,

Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Pulang Pisau, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten Gunung Mas,

Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Barito Timur, Kota Palangkaraya, Kabupaten Tanah

Laut, Kabupaten Banjar, Kabupaten Tapin, Kabupaten Tapin, Kabupaten Hulu Sungai

(26)

Muarapayang (Kabupaten Barito Utara dan Kabupaten Paser), dan CAT Muara Lahai

(Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Murung Raya, dan Kabupaten Barito Utara).

AA.Kawasan lindung lainnya terdiri atas:

a. Pemertahanan dan pelestarian sistem tata air dan ekosistem alamiah pada

kawasan ramsar dilakukan di kawasan Ramsar Danau Sentarum (Kabupaten

Kapuas Hulu).

b. Pemertahanan, pelestarian, dan pengembangan kawasan laut yang memiliki

ekosistem terumbu karang dilakukan pada terumbu karang di wilayah perairan

Pulau Panjang, Pulau Derawan, Pulau Kakaban, Gosong Aling, Gosong Aruba,

Gosong Awing, Gosong Baras Basah, dan Karang Anyir Sabon.

BB.Penetapan koridor ekosistem antarkawasan suaka alam dan pelestarian alam meliputi:

a. koridor ekosistem bekantan dan orang utan yang menghubungkan antarekosistem

dataran tinggi, yaitu koridor satwa yang menghubungkan Cagar Alam Bukit Sapat

Hawung (Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Gunung Mas), Taman Nasional

Betung Kerihun (Kabupaten Kapuas Hulu), Taman Nasional Danau Sentarum

(Kabupaten Kapuas Hulu), Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya (Kabupaten Melawi,

Kabupaten Sintang, dan Kabupaten Katingan), dan Taman Nasional Kayan Mentarang

(Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan, dan Kabupaten Bulungan);

b. koridor ekosistem bekantan, gabon, gajah, dan orang utan yang menghubungkan

antarekosistem dataran rendah, yaitu:

1. koridor ekosistem yang menghubungkan Suaka Margasatwa Lamandau

(Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten Sukamara), Cagar Alam Gunung

Raya Pasi (Kota Singkawang dan Kabupaten Bengkayang), Taman Nasional

Gunung Palung (Kabupaten Kayong Utara dan Kabupaten Ketapang), Taman

Nasional Tanjung Puting (Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten

Seruyan), dan Taman Wisata Alam Tanjung Keluang (Kabupaten Kotawaringin

Barat);

2. koridor ekosistem yang menghubungkan Cagar Alam Pararawen I/II

(Kabupaten Barito Utara), Cagar Alam Bukit Tangkiling (Kota Palangkaraya), dan

Taman Nasional Sebangau (Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau, dan

(27)

3. koridor ekosistem yang menghubungkan Cagar Alam Mandor (Kabupaten

Landak), Cagar Alam Muara Kendawangan (Kabupaten Ketapang), Cagar Alam

Niyut-Penrissen (Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Landak, dan Kabupaten

Sanggau), Taman Wisata Alam Belimbing (Kabupaten Sambas), Taman Wisata

Alam Asuansang (Kabupaten Sambas), dan Taman Wisata Alam Dungan

(Kabupaten Sambas);

4. koridor ekosistem yang menghubungkan Cagar Alam Muara Kaman Sedulang

(Kabupaten Kutai Kartanegara), Cagar Alam Padang Luwai (Kabupaten Kutai

Barat), dan Taman Nasional Kutai (Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai

Kartanegara, dan Kota Bontang);

c. koridor ekosistem burung endemik yang menghubungkan antarekosistem pesisir,

yaitu:

1. koridor ekosistem yang menghubungkan Cagar Alam Teluk Apar (Kabupaten

Paser), Cagar Alam Teluk Adang (Kabupaten Paser), Cagar Alam Teluk

Kelumpang-Selat Laut-Selat Sebuku (Kabupaten Kotabaru), Cagar Alam Sungai

Lulan dan Sungai Bulan (Kabupaten Kotabaru), Cagar Alam Teluk Pamukan

(Kabupaten Kotabaru); dan

2. koridor ekosistem yang menghubungkan Taman Hutan Raya Sultan Adam

(Kabupaten Banjar dan Kabupaten Tanah Laut) dan Taman Wisata Alam

Pelaihari Tanah Laut (Kabupaten Tanah Laut).

CC.Pengendalian pemanfaatan ruang kegiatan budi daya dengan prinsip berkelanjutan pada

kawasan yang merupakan kawasan koridor ekosistem dilakukan pada:

a. koridor ekosistem bekantan dan orang utan yang menghubungkan Cagar Alam Bukit

Sapat Hawung (Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Gunung Mas), Taman Nasional

Betung Kerihun (Kabupaten Kapuas Hulu), Taman Nasional Danau Sentarum (Kabupaten

Kapuas Hulu), Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya (Kabupaten Melawi, Kabupaten

Sintang, dan Kabupaten Katingan), dan Taman Nasional Kayan Mentarang (Kabupaten

Malinau, Kabupaten Nunukan, dan Kabupaten Bulungan);

b. koridor ekosistem bekantan, gabon, gajah, dan orang utan yang menghubungkan:

(28)

Bengkayang), Taman Nasional Gunung Palung (Kabupaten Kayong Utara dan Kabupaten

Ketapang), Taman Nasional Tanjung Puting (Kabupaten Kotawaringin Barat dan

Kabupaten Seruyan), dan Taman Wisata Alam Tanjung Keluang (Kabupaten

Kotawaringin Barat);

2. Cagar Alam Pararawen I/II (Kabupaten Barito Utara), dan Cagar Alam Bukit Tangkiling

(Kota Palangkaraya), dan Taman Nasional Sebangau (Kabupaten Katingan, Kabupaten

Pulang Pisau, dan Kota Palangkaraya);

3. Cagar Alam Mandor (Kabupaten Landak), Cagar Alam Muara Kendawangan

(Kabupaten Ketapang), Cagar Alam Niyut-Penrissen (Kabupaten Bengkayang,

Kabupaten Landak, dan Kabupaten Sanggau), Taman Wisata Alam Belimbing

(Kabupaten Sambas), Taman Wisata Alam Asuansang (Kabupaten Sambas), dan Taman

Wisata Alam Dungan (Kabupaten Sambas);

4. Cagar Alam Muara Kaman Sedulang (Kabupaten Kutai Kartanegara), Cagar Alam

Padang Luwai (Kabupaten Kutai Barat) dan Taman Nasional Kutai (Kabupaten Kutai

Timur-Kabupaten Kutai Kartanegara-Kota Bontang);

c. Koridor ekosistem burung endemik yang menghubungkan: 1. Cagar Alam Teluk Apar

(Kabupaten Paser), Cagar Alam Teluk Adang (Kabupaten Paser), Cagar Alam Teluk

Kelumpang-Selat Laut-Selat Sebuku (Kabupaten Kotabaru), Cagar Alam Sungai Lulan

dan Sungai Bulan (Kabupaten Kotabaru), Cagar Alam Teluk Pamukan (Kabupaten

Kotabaru); dan

2. Taman Hutan Raya Sultan Adam (Kabupaten Banjar dan Kabupaten Tanah Laut) dan

Taman Wisata Alam Pelaihari Tanah Laut (Kabupaten Tanah Laut).

DD. Pengembangan prasarana yang ramah lingkungan sebagai pendukung koridor

ekosistem dilakukan pada:

a. koridor ekosistem bekantan dan orang utan yang menghubungkan Cagar Alam Bukit

Sapat Hawung (Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Gunung Mas), Taman Nasional

Betung Kerihun (Kabupaten Kapuas Hulu), Taman Nasional Danau Sentarum

(Kabupaten Kapuas Hulu), Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya (Kabupaten Melawi,

Kabupaten Sintang, dan Kabupaten Katingan), dan Taman Nasional Kayan Mentarang

(Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan, dan Kabupaten Bulungan);

(29)

1. Suaka Margasatwa Lamandau (Kabupaten Kotawaringin Barat-Kabupaten

Sukamara), Cagar Alam Gunung Raya Pasi (Kota Singkawang dan Kabupaten

Bengkayang), Taman Nasional Gunung Palung (Kabupaten Kayong Utara dan

Kabupaten Ketapang), Taman Nasional Tanjung Puting (Kabupaten Kotawaringin Barat

dan Kabupaten Seruyan), dan Taman Wisata Alam Tanjung Keluang (Kabupaten

Kotawaringin Barat);

2. Cagar Alam Pararawen I/II (Kabupaten Barito Utara), dan Cagar Alam Bukit Tangkiling

(Kota Palangkaraya), dan Taman Nasional Sebangau (Kabupaten Katingan, Kabupaten

Pulang Pisau, dan Kota Palangkaraya);

3. Cagar Alam Mandor (Kabupaten Landak), Cagar Alam Muara Kendawangan

(Kabupaten Ketapang), Cagar Alam Niyut-Penrissen (Kabupaten Bengkayang,

Kabupaten Landak, dan Kabupaten Sanggau), Taman Wisata Alam Belimbing

(Kabupaten Sambas), Taman Wisata Alam Asuansang (Kabupaten Sambas), dan Taman

Wisata Alam Dungan (Kabupaten Sambas);

4. Cagar Alam Muara Kaman Sedulang (Kabupaten Kutai Kartanegara), Cagar Alam

Padang Luwai (Kabupaten Kutai Barat) dan Taman Nasional Kutai (Kabupaten Kutai

Timur, Kabupaten Kutai Kartanegara, dan Kota Bontang);

c. Koridor ekosistem burung endemik yang menghubungkan:

1. Cagar Alam Teluk Apar (Kabupaten Paser), Cagar Alam Teluk Adang (Kabupaten

Paser), Cagar Alam Teluk Kelumpang-Selat Laut-Selat Sebuku (Kabupaten Kotabaru),

Cagar Alam Sungai Lulan dan Sungai Bulan (Kabupaten Kotabaru), Cagar Alam Teluk

Pamukan (Kabupaten Kotabaru); dan

2. Taman Hutan Raya Sultan Adam (Kabupaten Banjar dan Kabupaten Tanah Laut) dan

Taman Wisata Alam Pelaihari Tanah Laut (Kabupaten Tanah Laut).

Kawasan Budi Daya yang Memiliki Nilai Strategis Nasional Strategi perasionalisasi

perwujudan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis nasional terdiri atas strategi

operasionalisasi perwujudan:

a. kawasan peruntukan hutan;

b. kawasan peruntukan pertanian;

(30)

e. kawasan peruntukan industri;

f. kawasan peruntukan pariwisata; dan

g. kawasan peruntukan permukiman.

EE. Pengembangan kawasan peruntukan hutan yang didukung dengan industri pengolahan

dengan prinsip berkelanjutan dilakukan pada kawasan peruntukan hutan di Kabupaten

Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Landak, Kabupaten Pontianak, Kabupaten

Sanggau, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Sekadau, Kabupaten Sintang, Kabupaten

Kapuas Hulu, Kabupaten Melawi, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Kubu Raya,

Kabupaten Lamandau, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten

Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau,

Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito

Utara, Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Balangan, Kabupaten

Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tapin, Kabupaten

Banjar, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Tanah Laut,

Kabupaten Paser, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten

Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Berau, Kabupaten Bulungan,

Kabupaten Nunukan, dan Kabupaten Malinau.

FF. Pemertahanan kelestarian keanekaragaman hayati tumbuhan dan satwa endemik

kawasan dengan meningkatkan fungsi ekologis di kawasan peruntukan hutan dilakukan

pada kawasan peruntukan hutan di Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang,

Kabupaten Landak, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Ketapang,

Kabupaten Sekadau, Kabupaten Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Melawi,

Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Lamandau, Kabupaten

Sukamara, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin

Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Gunung Mas,

Kabupaten Kapuas, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Barito

Selatan, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Balangan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah,

Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tapin, Kabupaten Banjar, Kabupaten

Kotabaru, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Paser,

(31)

Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Berau, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Nunukan,

dan Kabupaten Malinau.

GG. Pengendalian perubahan peruntukan dan/atau fungsi kawasan peruntukan hutan

dilakukan pada kawasan peruntukan hutan di Kabupaten Sambas, Kabupaten

Bengkayang, Kabupaten Landak, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Sanggau, Kabupaten

Ketapang, Kabupaten Sekadau, Kabupaten Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten

Melawi, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Lamandau,

Kabupaten Sukamara, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten

Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Gunung

Mas, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Utara, Kabupaten

Barito Selatan, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Balangan, Kabupaten Hulu Sungai

Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tapin, Kabupaten Banjar, Kabupaten

Kotabaru, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Paser,

Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara,

Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Berau, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Nunukan,

dan Kabupaten Malinau.

HH. Pemertahanan luasan kawasan peruntukan pertanian beririgasi, rawa pasang surut dan

sawah non irigasi, termasuk yang merupakan lahan pertanian pangan berkelanjutan

dilakukan pada kawasan peruntukan pertanian di Kabupaten Sambas, Kabupaten

Pontianak, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Landak, Kabupaten Ketapang,

Kabupaten Sanggau, Kabupaten Singkawang, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Kapuas,

Kabupaten Barito Timur, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Banjar, Kabupaten Tapin,

Kabupaten Tapin, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah,

Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten

Tanah Bumbu, Kabupaten Kotabaru, Kota Samarinda, Kota Tenggarong, dan Kabupaten

Malinau.

II. Pengendalian alih fungsi lahan kawasan pertanian sawah menjadi non sawah dilakukan

pada kawasan peruntukan pertanian di Kabupaten Sambas, Kabupaten Pontianak,

Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Landak, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Sanggau,

(32)

Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai

Utara, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Tanah Bumbu,

Kabupaten Kotabaru, Kota Samarinda, Kota Tenggarong, dan Kabupaten Malinau.

JJ. Pengembangan kawasan peruntukan pertanian sesuai dengan kesesuaian lahan serta

kelayakan rawa dan lahan kering/tadah hujan dilakukan pada kawasan peruntukan

pertanian di Kabupaten Sambas, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Bengkayang,

Kabupaten Landak, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Singkawang,

Kabupaten Sukamara, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Barito Timur, Kabupaten Pulang

Pisau, Kabupaten Banjar, Kabupaten Tapin, Kabupaten Tapin, Kabupaten Hulu Sungai

Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kabupaten

Tabalong, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Kotabaru, Kota

Samarinda, Kota Tenggarong, dan Kabupaten Malinau.

KK. Pengembangan kawasan budi daya perkebunan kelapa sawit dengan prinsip tata kelola

perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan dilakukan di Kabupaten Paser, Kabupaten

Berau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Kartanegara,

Kabupaten Penajam Paser Utara, Kota Balikpapan, Kota Samarinda, Kabupaten

Kotawaringin Barat, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Barito Selatan,

Kabupaten Barito Utara, Kota Palangkaraya, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten

Kotabaru, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tapin, Kabupaten Banjar,

Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Sambas, Kabupaten

Pontianak, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Sintang, Kabupaten

Kapuas Hulu, Kabupaten Bengkayang, dan Kabupaten Landak.

LL. Pengembangan kawasan budi daya perkebunan karet dengan prinsip berkelanjutan

dilakukan di Kabupaten Sambas, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Ketapang, Kabupaten

Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Sekadau,

Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Landak, Kabupaten Pontianak, Kabupaten

Kotawaringin Barat, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Kapuas, Kabupaten

Barito Selatan, Kabupaten Barito Utara, Kota Palangkaraya, Kabupaten Tanah Laut,

Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Banjar, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Tapin,

Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai

(33)

Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Penajam Paser Utara,

Kota Balikpapan, dan Kota Samarinda.

MM. Pengendalian perkembangan kawasan budi daya perkebunan kelapa sawit dan karet

yang mengganggu kawasan berfungsi lindung dilakukan pada kawasan perkebunan

kelapa sawit dan karet di Kabupaten Nunukan, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Berau,

Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Barat,

Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten Banjar, Kabupaten Tapin,

Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Tanah Bumbu,

Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Katingan, Kabupaten Kotawaringin

Timur, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Pontianak,

Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten

Sambas, dan Kota Palangkaraya.

NN. Pengembangan sentra produksi perikanan dengan memperhatikan potensi lestari

dilakukan di wilayah pesisir Kabupaten Pontianak, Kabupaten Sambas, Kabupaten

Bengkayang, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Kayong Utara,

Kota Tanah Grogot, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Tanah

Laut, Kabupaten Banjar, Kabupaten Bulungan, dan Kota Samarinda.

OO. Pengembangan kawasan minapolitan berbasis masyarakat dilakukan di Kabupaten

Sambas, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Kayong Utara,

Kabupaten Pontianak, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten

Katingan, Kota Palangkaraya, Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten Kotawaringin Barat,

Kabupaten Banjar, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kabupaten Tabalong, Kabupaten

Kotabaru, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Malinau,

Kabupaten Nunukan, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Kutai Kartanegara,

Kabupaten Bulungan, Kabupaten Kutai Timur, dan Kota Balikpapan.

PP. Pengembangan kegiatan perikanan budi daya dengan memperhatikan daya dukung

dan daya tampung lingkungan hidup dilakukan pada kawasan peruntukan perikanan di

Kabupaten Sambas, Kabupaten Pontianak, Kota Singkawang, Kabupaten Ketapang,

Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Kotawaringin Barat,

(34)

Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kota

Samarinda, Kabupaten Kutai Timur, dan Kabupaten Bulungan.

QQ. Pengendalian kegiatan perikanan tangkap pada kawasan peruntukan perikanan yang

memiliki terumbu karang dilakukan di wilayah perairan Kabupaten Sambas, Kabupaten

Kayong Utara, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Ketapang, Kota Tanah Grogot,

Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten

Banjar, Kabupaten Bulungan, dan Kabupaten Kutai Kartanegara.

RR. Pengembangan kawasan peruntukan pertambangan mineral, batubara, serta minyak

dan gas bumi dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup

meliputi:

a. kawasan peruntukan pertambangan mineral di Kabupaten Pontianak, Kabupaten

Landak, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sintang, Kabupaten

Ketapang, Kabupaten Sambas, Kabupaten Sekadau, Kabupaten Melawi, Kabupaten

Kayong Utara, Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Banjar, Kabupaten Banjarbaru, Kota

Martapura, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Tanah

Laut, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Kotabaru,

Kabupaten Kapuas Hulu,

Kabupaten Lamandau, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Kotawaringin Timur,

Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kota Palangkaraya,

Kabupaten Gunung Mas, Kota Muara Teweh, Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten

Barito Timur, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Paser,

Kabupaten Berau, Kota Samarinda, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai

Timur, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Malinau, dan Kota

Balikpapan;

b. kawasan peruntukan pertambangan batubara di Kabupaten Sintang, Kabupaten

Kapuas Hulu, Kabupaten Melawi, Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang,

Kabupaten Landak, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Murung

Raya, Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Barito Timur, Kabupaten Gunung Mas,

Kabupaten Sukamara, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Kotawaringin Timur,

Kabupaten Seruyan, Kabupaten Katingan, Kota Palangkaraya, Kabupaten Kapuas,

Gambar

Gambar 3.1 memaparkan konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta
Gambar 3.1. Konsep Perencanaan Infrastruktur Bidang Cipta Karya
Tabel  3.1. Kawasan Strategis Nasional di Kalimantan Selatan
Tabel  3.2. Arahan Sistem Pusat-Pusat Permukiman
+5

Referensi

Dokumen terkait

Simpulan : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kadar kortisol pada kedua kelompok yang diberi obat analgetik ketorolak ataupun kelompok yang diberi

--- Bahwa ia terdakwa Ir.MUHARMAN REGE selaku Pejabat Pembuat Komitmen/Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan pada Proyek Peningkatan Jalan Pulau Sumatera Lk.II s/d

Dalam upaya untuk membuat daftar faktor yang menyebabkan rendahnya produktivitas sapi Bali di NTT, mungkin pada akhirnya hanya sampai pada keyakinan bahwa faktor

Sejalan dengan fungsi BPKP melakukan pengkoordinasian penyelenggaraan pengawasan intern terhadap perencanaan dan pelaksanaan kegiatan yang dapat menghambat kelancaran

Oleh karena jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yang sosiologis, yakni penelitian tentang berlakunya hukum yang meliputi penelitian efektivitas hukum

Sebuah tag RFID selangkah lebih maju dengan mengemisikan sebuah nomor seri unik di antara jutaan obyek yang identik, sehingga ia dapat mengindikasikan “Ini

Jalan simpang semambang – batas pendopo merupakan ruas jalan yang menghubungkan Kabupaten Musi Rawas dan Kabupaten Pali, jalan tersebut juga menghubungkan jalur

besi cor yang mana membuat kualitas produk rendah karena adanya bagian permukaan dari molten metal yang meleleh menempel pada permukaan pipa.. rendah dan umur