• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - 3. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - 3. BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Secara konsep penelitian ini menggunakan konsep teori Community Nursing Center, Nursing Center, Health Promotion Model, konsep teori Perilaku

Kinerja, dan konsep Ponkesdes.

2.1 Konsep Community Nursing Center

Community Nursing Center (CNC) berfungsi sebagai penghubung pada

tingkat pertama antara anggota populasi yang rentan dan juga memberikan sistem pelayanan kesehatan sedekat mungkin dengan masyarakat (Newman, 2005). CNC menetapkan pedoman untuk memberikan perawatan oleh organisasi yang menyediakan layanan untuk meningkatkan status kesehatan individu, keluarga dan masyarakat melalui akses langsung ke keperawatan (CHAP, 2014).

Organisasi kesehatan dunia (WHO) membagi keperawatan kesehatan masyarakat menjadi tiga bidang praktek, Hemingway (2012):

1. Family oriented care (perawatan berorientasi pada keluarga)

Keperawatan fokus pada kebutuhan individu dan keluarga dilakukan dengan kesadaran dari penilaian yang seksama terhdap keadaan social dan ekonomi dan kondisi hidup secara keseluruhan keluarga.

2. Public health action

Kesehatan masyarakat membutuhkan berbagai pengetahuan sosial,

(2)

kepemimpinan dan advokasi juga diperlukan untuk menjadi efektif dalam pengembangan masyarakat dan keterlibatan dalam bekerja. Tujuan dari penelitian di jurnal ini perlindungan kesehatan sebagai melindungi orang, mencegah bahaya dan mempersiapkan ancaman. Sedangkan promosi kesehatan didefinisikan sebgai proses yang memungkinkan orang untuk meningkatkan kontrol atas kesehatan mereka dan faktor-faktor penentunya dan dengan demikian meningkatkan kesehatan masyarakat.

3. Policy Making

WHO membuat kebijakan dengan jelas menayatakan bahwa perawat harus memiliki kemampuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan dan mengelola perubahan. Pemahaman tentang politik sebagai proses sosial dan kapasitas untuk berfikir diperlukan. Diplomatik, jaringan, dan keterampilan negosiasi untuk bekerja dengan kelompok yang beragam yang sangat penting.

Ada tujuh elemen inti untuk perawat umum dalam model Reproduced with Permission from the Scottish Government. Sementara banyak

(3)

mereka didesain ulang dan menjebatani kesenjangan antara rumah sakit, masayarakat dan perawatan tersier.

Gambar. 2.3 Seven core elements (Scottish Executive 2006) Reproduced with Permission from the Scottish Government).

Perubahan yang terjadi dimasyarakat sebaiknya dimulai dari tingkat individu, keluarga, masyarakat, dan sistem dimasyarakat. Ada beberapa model berubah (Ervin, 2002), yaitu:

1. Model berubah Kurt Lewin

Proses berubah terjadi pada saat individu, keluarga, dan komunitas tidak lagi nyaman dengan kondisi yang ada. Model ini terdiri dari: 1) Unfreezing, bila ada perasaan butuh untuk berubah baru

implementasi dilakukan, dengan tujuan membantu komunitas menjadi siap untuk melakukan perubahan.

2) Change, yaitu intervensi mulai diperkenalkan kepada

kelompok.

3) Refreezing, meliputi bagaimana membuat suatu program

menjadi stabil, melalui pemantauan dan evaluasi.

2. Strategi berubah Chin & Benne

Nurses working

team working Co-ordinating services

(4)

Strategi berubah sangat cocok digunakan oleh perawat komunitas dalam mengkaji status individu, kelompok, dan masyarakat dalam membuat keputusan untuk berubah. Strategi untuk melakukan perubahan di komunitas, bukan tahap proses berubah. Menurut model ini, untuk melakukan perubahan diperlukan strategi perubahan, yaitu:

3. Rational empiris, dikatakan bahwa untuk melakukan perubahan dikomunitas perlu terdapat fakta dan pertimbangan tentang seberapa besar keuntungan yang diperoleh dengan adanya perubahan tersebut. Contoh: adanya kebiasaan merokok yang banyak terjadi dimasyarakat, terutama remaja, diperlukan peran perawat komunitas untuk memfasilitasi perubahan dengan memberikan promosi kesehatan bahaya merokok melalui media, seperti poster, leaflet, modul data kejadian kesakitan dan kematian akibat merokok atau mengajak melihat langsung kondisi korban akibat rokok. Dengan adanya fakta, diharapkan terjadi perubahan pada individu.

1) Normative reedukatif, yaitu pertimbangan tentang

keselarasan perubahan dengan norma yang ada dimasyarakat.

2) Power coercive, yaitu strategi perubahan yang menggunakan

sanksi baik politik maupun sanksi ekonomi. Misalnya, sanksi terhadap perokok yang merokok di tempat umum berupa denda atau kurungan.

(5)

Menurut model ini, first order bertujuan mengubah substansi atau isi di dalam sistem, sedangkan pada second order, perubahan ditujukan pada sistemnya.

2.1.1 Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan merupakan sasaran utama promosi kesehatan. Menurut WHO, terdapat tiga strategi pokok untuk dapat mewujudkan visi dan misi promosi kesehatan secara efektif, yakni melalui advokasi, dukungan sosial dan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan sesungguhnya tidak terlepas dari pemberdayaan masyarakat pada umumnya,dimana pemberdayaan secara umum merupakan suatu upaya atau proses untuk menumbuhkan kesadaran, kemauan, mengatasi, memelihara, melindungi serta meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri.

Menurut Depkes RI, pemberdayaan masyarakat dirumuskan sebagai upaya fasilitas yang bersifat non-instruktif, dimana melalui peningkatan pengetahuan dan kemampuan masyarakat, mereka akan mampu mengidentifikasi, merencanakan, dan melakukan pemecahan masalah-masalah kesehatan setempat, fasilitas dari lintas sektor dan LSM. Selanjutnya bahwa tujuan yang akan dicapai dari pemberdayaan masyarakat adalah masyarakat yang mandiri, lebih berdaya dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya.

(6)

(misalnya diare) adalah masalah baginya dan bagi masyarakatnya. Sepanjang orang yang bersangkutan belum mengetahui dan dan menyadari bahwa suatu itu merupakan masalah, maka orang tersebut tidak akan bersedia menerima informasi apapun lebih lanjut. Manakala ia telah menyadari masalah yang dihadapinya, maka kepadanya harus diberikan informasi umum lebih lanjut tentang masalah yang bersangkutan (Depkes RI, 2006)

Bilamana sasaran sudah akan berpindah dari mau ke mampu melaksanakan boleh jadi akan terkendala oleh dimensi ekonomi. Dalam hal ini kepada yang bersangkutan dapat diberi bantuan langsung, tetapi yang seringkali dipraktikan adalah dengan mengajaknya ke dalam proses pengorganisasian masyarakat (community organization) atau pembangunan masyarakat (community development).

2.1.2 Pendekatan dalam Pemberdayaan Masyarakat

Khusus untuk bidang kesehatan tentu saja mengenai hal-hal yang terkait dengan peningkatan kesehatan. Adapun pendekatan yang ditempuh di lapangan umumnya melalui 3 (tiga) langkah,yakni :

1. Melakukan lobi (pendekatan) kepada pimpinan (para pengambil keputusan)

(7)

3. Pada tahap selanjutnya, petugas bersama-sama tokoh, masyarakat melakukan penyuluhan dan konseling untuk meningkatkan pengetahuan sikap dan perilaku masyarakat. Tahap ini dapat dilakukan pada berbagai kesempatan dan media yang ada.

2.1.3 Arah Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan

Mengacu pada tujuan pembangunan jangka panjang bidang untuk kesehatan yaitu:

1. Peningkatan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya sendiri dalam bidang kesehatan.

2. Perbaikan mutu lingkungan hidup yang dapat menjamin kesehatan. 3. Peningkatan status gizi masyarakat.

4. Pengurangan kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas), serta 5. Pengembangan keluarga berkualitas.

Pelaksanaan dan pembinaan peberdayaan masyarakat bidang kesehatan, secara umum ditujukan pada meningkatnya kemandirian masyarakat dan keluarga dalam bidang kesehatan sehingga masyarakat dapat memberikan andil dalam meningkatkan derajat kesehatannya. Secara khusus ditujukan pada:

1. Meningkatnya pengetahuan masyarakat dalam bidang kesehatan.

2. Meningkatnya kemampuan masyarakat dalam pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatannya sendiri.

3. Meningkatnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh masyarakat, dan

(8)

2.1.4 Metode Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan

Dalam upaya mencapai tujuan pembedayaan masyarakat dibidang kesehatan diperlukan peran fasilitator, dimana fasilitator bertanggung jawab dalam mengkomunikasikan inovasi di bidang kesehatan kepada masyarakat penerimaan manfaat.

Tujuannya adalah agar penerima manfaat tahu, mau, dan mampu menerapkan inovasi tersebut demi tercapainya perbaikan mutu hidupnya dibidang kesehatan. Perlu diingat bahwa keberadaan masyarakat penerima manfaat sangat beragam dalam hal budaya, sosial, kebutuhan, motivasi, dan tujuan yang diinginkan.

Mengingat keberadaan masyarakat penerima manfaat pemberdayaan yang sangat beragamnya maka metode yang digunakan dalam pemberdayaan tersebut tidaklah paten dengan menggunakan suatu metode tertentu saja, bahwa tidak ada satupun metode yang selalu efektif untuk diterapkan dalam setiap kegiatan pemberayaan masyarakat. Bahkan dalam banyak kasus penerapan metode dalam suatu kegiatan pemberdayaan masyarakat harus menggunakan beragam metode sekaligus yang saling menunjang dan melengkapi. Untuk itu, seorang fasilitator harus mampu memilih metode yang paling tepat dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat dan mengkonteksitualisasikan inovasi yang dimilki ke dalam budaya masyarakat penerima manfaat untuk tercapainya tujuan pemberdayaan masyarakat yang dilaksankannya.

(9)

setempat, dalam pemilihan metode tersebut seorang fasilitator harus memperhatikan beberapa prinsip beikut:

1. Pengembangan untuk berpikir kreatif dimana masyarakat harus diajak untuk berpikir kreatif, bisa mencari solusi sendiri atas masalah yang dihadapinya.

2. Tempat yang paling baik adalah di tempat kegiatan penerima manfaat sehingga tidak banyak menyita waktu kegiatan rutinnya, fasilitator bisa memahami betul keadaan penerima manfaat dan penerima manfaat dapat ditunjukan beberapa contoh nyata tentang potensi masalah dan peluang yang dapat ditemukan dilingkungan pekerjaannya sendiri sehingga penerima manfaat mudah memahami dan mengingatnya.

3. Setiap individu terikat dengan lingkungan sosialnya sehingga kegiatan pemberdayaan akan lebih efisien jika diterapkan kepada masyarakat khususnya kepada mereka yang diakui masyarakat setempat sebagai panutan atau tokoh masyarakat.

4. Menciptakan hubungan yang akrab antara fasilitator dengan penerima manfaat karena suasana akrab akan memperlancar kegiatan pemberdayaan masyarakat.

5. Memberikan suasana untuk terjadinya perubahan agar terjadi perbaikan mutu dan kualitas hidup baik diri, keluarga dan masyarakat.

2.1.5 Kemitraan dalam Kesehatan Masyarakat

(10)

juga merupakan sesuatu yang kompleks yang dipengaruhi banyak faktor. Oleh karena itu, masalah kesehatan adalah tanggung jawab bersama setiap individu, masyarakat, pemerintah dan pihak swasta.

Pemerintah/Kemenkes tetap sektor yang paling bertanggung jawab (leading sector), namun dalam implementasi program, kebijakan bersama sektor lain. Sektor kesehatan pemrakarsa dalam menjalin kerjasama atau kemitraan (partnership) dengan sektor terkait.

2.1.5.1Pengertian

Kemitraan adalah upaya untuk melibatkan berbagai sektor, kelompok masyarakat, lembaga pemerintah maupun bukan pemerintah, untuk bekerjasama dalam mencapai suatu tujuan bersama berdasarkan atas kesepakatan prinsip dan peranan masing-masing. Kemitraan dibidang kesehatan adalah kemitraaan yang dikembangkan dalam rangka pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.

2.1.5.2Syarat Kemitraan

1) Kesamaan perhatian (common interest) atau kepentingan 2) Saling mempercayai dan saling menghormati

3) Harus saling menyadari pentingnya arti kemitraan 4) Ada kesepakatan visi, misi, tujuan, dan nilai yang sama 5) Berpijak pada landasan yang sama

6) Kesediaan untuk berkorban 2.1.5.3Landasan Kemitraan (7 Saling)

1) Saling memahami kedudukan, tugas, dan fungsi masing-masing (structure)

(11)

3) Saling menghubungi (linkage)

4) Saling mendekati (proximity); kekeluargaan & pertemanan (freindship) 5) Saling terbuka dan bersedia membantu (openes)

6) Saling mendorong dan saling mendukung (synergy) 7) Saling menghargai (reward)

2.1.5.4Tujuan Kemitraan 1) Tujuan Umum

Meningkatkan percepatan, efektivitas dan efisiensi upaya kesehatan dan upaya pembangunan pada umumnya.

2) Tujuan Khusus

(1) Meningkatkan koordinasi untuk memenuhi peran masing-masing dalam pembangunan kesehatan.

(2) Meningkatkan komunikasi antar sektoral.

(3) Meningkatkan kemampuan bersama dalam menanggulangi masalah kesehatan

(4) Meningkatkan apa yang menjadi komitmen bersama tercapainya upaya kesehatan yang efisien dan efektif.

2.1.5.5Langkah-langkah Kemitraan

1) Penjajakan/persiapan; identifikasi mitra yang potensial untuk diajak bermitra dalam rangka pemecahan masalah yang dihadapi bersama. 2) Penyamaan persepsi; pertemuan awal, agar masing-masing memahami

kedudukan, tugas, peran dan fungsi.

(12)

4) Komunikasi intensif; untuk menjalin dan mengetahui perkembangan program perlu komunikasi teratur dan terjadwal, apabila ada masalah penting dilakukan penanganan secara cepat dan tepat.

5) Melaksanakan kegiatan; kegiatan yang disepakati dilaksanakan sesuai rencana kerja.

6) Pemantauan dan penilaian; evaluasi pelaksanaan upaya penanggulangan masalah kesehatan.

2.1.5.6Pilar Kemitraan

Mengembangkan kemitraan di bidang kesehatan 3 tahap yaitu;

1) Tahap pertama adalah kemitraan lintas program di lingkungan sektor kesehatan sendiri.

2) Tahap kedua adalah kemitraan lintas sektor di lingkungan institusi pemerintah.

3) Tahap ketiga adalah membangun kemitraan yang lebih luas, lintas program, lintas sektor. lintas bidang dan lintas organisasi.

2.1.5.7Indikator Keberhasilan 1) Input

(1) Banyaknya mitra yang terlibat (2) Sumber daya yang tersedia

(3) Proses pertemuan-pertemuan / lokakarya (4) Kesepakatan bersama

(13)

(8) Keberlangsungan 2) Output

(1) Terbentuknya jaringan kerja

(2) Tersusun program dan pelaksanaan kegiatan bersama (3) Percepatan upaya

(4) Efektifitas (5) Efisiensi 3) Hasil

(1) Membaiknya indikator derajat kesehatan

(2) Peran tenaga kesehatan dalam kemitraan bidang kesehatan (3) Initiator; memprakarsai kemitraan

(4) Motor atau dinamisator; sebagai penggerak kemitraan melalui pertemuan, kegiatan bersama, dan lain-lain

(5) Anggota aktif; berperan sebagai anggota kemitraan yang aktif (6) Peserta kreatif; memberi masukan, ide, pendapat.

(7) Fasilitator; memfasilitasi, memberi kemudahan sehingga kemitraan dapat berjalan lancer.

(8) Pemasok input teknis; memberi masukan program kesehatan dukungan sumber daya; sesuai keadaan, masalah dan potensi yang ada

(14)

Komunitas sebagai klien/partner berarti bahwa kelompok masyarakat tersebut turut berperan serta secara aktif meningkatkan kesehatan, mencegah dan mengatasi masalah kesehatannya.

Agregat klien dalam model community as partner ini meliputi intrasistem dan ekstrasistim. Intrasistem terkait adalah sekelompok orang-orang yang memiliki satu atau lebih karakteristik (Stanhope & Lancaster, 2004). Agregat ekstrasistem meliputi delapan subsistem yaitu komunikasi, transportasi dan keselamatan, ekonomi, pendidikan, politik dan pemerintahan, layanan kesehatan dan sosial, lingkungan fisik dan rekreasi (Helvie, 1998; Anderson & McFarlane, 2000; Ervin, 2002; Hitchcock, Schubert, Thomas, 1999; Stanhope & Lancaster, 2004; Allender & Spradley, 2005).

Delapan subsistem dipisahkan dengan garis putus-putus artinya sistem satu dengan yang lainnya saling mempengaruhi. Di dalam komunitas ada lines of resistance, merupakan mekanisme internal untuk bertahan dari stressor. Rasa kebersamaan dalam komunitas untuk bertanggung jawab terhadap kesehatan contoh dari line of resistance Anderson dan McFarlane (2000) mengatakan bahwa dengan menggunakan model community as partner terdapat dua komponen utama yaitu roda pengkajian komunitas dan proses keperawatan. Roda pengkajian komunitas terdiri dari dua bagian utama yaitu inti dan delapan subsistem yang mengelilingi inti yang merupakan bagian dari pengkajian keperawatan, sedangkan proses keperawatan terdiri dari beberapa tahap mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

(15)

manusia) verbal maupun non verbal yang disadari maupun tidak disadari yang bertujuan untuk memengaruhi sikap orang lain. Komunikasi adalah proses dimana individu atau komunikator mengoperkan stimulan biasanya dengan lambang-lambang bahasa (verbal maupun non verbal) untuk mengubah tingkah laku orang lain (Carl. I Hovland).

Ekonomi adalah sains praktikal tentang sebuah pengeluaran dan pendapatan (Mill. J. S., 1928). Suatu bidang pengajian yang mencoba menyelesaikan masalah keperluan asa kehidupan manusia melalui penggemblengan segala sumber ekonomi yang ada dengan berdasakan prinsip serta teori tertentu dalam suatu sistem ekonomi yang dianggap efektif dan efesien.

Lingkungan adalah Suatu konsep yang memiliki arti beragam pada setiap orang. Di dalam istilah kesehatan lingkungan, lingkungan bukan hanya mencakup alam saja namun juga dunia buatan manusia di rumah, sekolah tempat kerja dan lingkungan tetangga, kesehatan lingkungan bukan hanya pengaruh fisik dan kimia saja tetapi juga faktor sosial dan faktor-faktor lainnya yang dapat mempengaruhi kesehatan kita.

Pelayanan kesehatan adalah pelayanan yang bersifat publik (public goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit dan pemulihan kesehatan.

2.1.5.9Konsep Model Community As Partner:

Model Community As Partner Anderson & McFarlane (2000) merupakan

(16)

Pengkajian pada model ini berdasarkan pada data inti masyarakat, dengan delapan subsistem lain, seperti lingkungan fisik, pendidikan, komunikasi, layanan kesehatan dan sosial, keamanan dan transportasi, ekonomi, rekreasi, serta politik dan pemerintahan. Setelah data dianalisis, ditegakkan diagnosis berdasarkan tingkat reaksi komunitas terhadap stresor. Fokus intervensi keperawatan yang dilakukan berdasarkan perencanaan yang telah disusun, digunakan untuk menurunkan stressor dengan memperkuat garis pertahanan. Ketiga garis pertahanan tersebut akan dilalui oleh stresor manusia yang menyebabkan ketidakseimbangan.

Reaksi manusia terhadap stresor digambarkan melalui tiga garis pertahanan (fleksibel, normal, resistan). Asuhan keperawatan yang bertujuan mempertahankan keseimbangan berupa intervensi promosi bertujuan mempertahankan keseimbangan berupa intervensi promosi (intervensi primer) dilakukan apabila terdapat gangguan pada garis pertahanan fleksibel guna meningkatkan kesehatan dan menyeimbangkan garis pertahanan normal. Intervensi yang bersifat prevensi (intervensi sekunder) berupa deteksi dini adanya gangguan pada garis pertahanan kesehatan normal. Sementara itu, intervensi kuratif rehabilitasi (intervensi tersier) dilakukan apabila terdapat gangguan pada garis pertahanan resistan.

2.2 Konsep Nursing center 2.2.1 Pengertian nursing center

Nursing center merupakan pengelolaan terpadu dalam pelayanan,

(17)

yang ada secara optimal. Dalam nursing center selalu diupayakan untuk memandang keperawatan sebagai satu kesatuan yang utuh, sehingga nursing center memiliki karakteristik tertentu (Suharyati, 2002).

Konsep nursing center pertama kali dicetuskan dalam seminar nasional keperawatan yang diselenggarakan dalam rangka memperingati sewindu Program Studi ilmu Kedokteran Universitas Padjajaran (PSIK FK Unpad) tanggal 23 Maret tahun 2002. Dalam seminar nasional yang dilanjutkan dengan loka karya tersebut, konsep nursing center mendapatkan masukan dan kritik yang sangat positif dari peserta semiloka, yang digunakan untuk memperbaiki konsep yang telah ada. Pada tahun yang sama, Nursing center diuji cobakan penerapannya di Kecamatan Paseh Kabupaten Sumedang, dengan melibatkan dua institusi pendidikan keperawatan, yaitu PSIK FK Unpad dan Akademi Keperawatan Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang dan berkolaborasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang.

(18)

Penelitian yang dilakukan oleh Mundinger terhadap 1316 pasien diare pelayanan kesehatan menunjukkan tidak adanya berbedaan bermakna dalam hasil pelayanan pada pasien yang dilayani oleh Nurse Practisioner (Vivian De Back, 2000). Berdasarkan hasil penelitian tersebut, Mundinger menyarankan agar pendidikan keperawatan ditekankan pada upaya pencegahan penakit, promosi kesehatan dan pendidikan kesehatan serta upaya mengkoordinasikan sumber-sumber yang ada dimasyarakat.

2.2.2 Tujuan Nursing Center

Nursing center memiliki tujuan khusus sebagai berikut :

1. Teridentifikasinya kebutuhan klien dan mahasiswa atau peserta latihan baik aktual maupun potensial untuk itu perlu dipersiapkan instrumen pengkajian yang komprehensif, valid dan reliable yang juga dapat digunakan untuk penelitian.

2. Tersusunnya rencana pelayanan dan pengalaman belajar lapangan yang terpadu, dalam hal ini kebutuhan belajar mahasiswa atau peserta latihan sesuai dengan kebutuhan pelayanan klien.

3. Terselenggaranya pengalaman belajar lapangan dan pelayanan keperawatan sesuai dengan rencana yang telah disusun bersama.

4. Terselenggaranya monitoring dan evaluasi pengalaman belajar dan pelayanan keperawatan.

5. Tersusunnya rencana penelitian keperawatan dan pelaksanannya.

(19)

Melihat tujuan yang hendak dicapai oleh nursing center seperti tersebut diatas, maka perlu ditetapkan criteria nursing center yang baik.

Adapun kriteria nursing center yang baik adalah sebagai berikut :

1. Memenuhi kebutuhan pelayanan keperawatan komunitas dan kebutuhan belajar mahasiswa atau peserta latihan secara terpadu.

2. Memberikan arahan pengkajian

3. Memberikan arah dalam analisa dan perencanaan 4. Memberikan arahan implementasi

5. Memfasilitasi evaluasi

6. Merupakan garis besar kurikulum suatu pendidikan (dalam hal mi pendidikan keperawatan komunitas)

7. Representasi kerangka kerja penelitian untuk pcngcmbangan teori maupun praktik.

2.2.3 Karateristik Nursing Center

Sesuai dengan batasan nursing center, maka yang menjadi ciri utama nursing center adalah:

1. Keterpaduan dalam perencanaan dan pelaksanaan serta evaluasi program penidikan, pelayanan, dan penelitian atau pengembangan keperawatan. Keterpaduan pengelolaan dalam pendidikan, pelayanan, dan penelitian keperawatan diperlukan untuk mencapai sinergitas dalam setiap langkah pengelolaan.

(20)

pelaksanaan tugas pelayanan, pendidikan, dan penelitian yang dipandang sebagai tanggung jawab bersama.

3. Untuk dapat mengoptimalisasikan seluruh potensi yang ada tersebut, diperlukan persepsi seluruh personal yang terlibat terhadap keperawatan komunitas baik eksternal maupun internal keperawatan komunitas. 4. Secara internal keperawatan, persamaan persepsi dapat diperoleh

melalui membangun masyarakat ilmiah keperawatan komunitas, dimana seluruh anggota profesi bersatu padu dalam mengembangkan keperawatan komunitas baik dalam teori maupun praktik.

5. Secara eksternal, persamaan persepsi juga mutlak diperlukan dari seluruh stake holder yang terkait dengan semua upaya kesehatan masyarakat melalui kolaborasi dengan berbagai sektor (Suharyati, 2007).

2.2.4 Nursing Center sebagai Model Keperawatan Komunitas

Model adalah suatu ide atau gagasan yang dijelaskan dengan menggunakan simbol dan visualisasi fisik. Model konseptual keperawatan merupakan rancangan terstruktur yang terdiri dari berbagai konsep yang memilki hubungan spesifik dan dapat digunakan sebagai landasan dalam praktik keperawatan.

Nursing center sebagai model keperawatan komunitas beranjak dari

(21)

Gambar 2.2 Model Nursing Center (Suhariyati, 2007) 2.2.5 Asumsi Dasar Nursing Center

Kualitas pelayanan keperawatan komunitas menjadi tanggung jawab seluruh anggota profesi keperawatan. Untuk dapat memikul tanggung jawab profesi, maka anggota keperawatan komunitas dituntut untuk memiliki kemampuan yang memadai, yang hanya dapat ditumbuh kembangkan melalui proses pendidikan yang memungkinkan pengembangan potensi maksimal bagi calon perawat dan pembinaan selama kehidupan karirnya sebagai perawatan. Pelayanan dan pendidikan keperawatan komunitas merupakan satu kesatuan utuh yang harus dikembangkan secara logis dan sistematis serta berkesinambungan melalui penelitian ilmiah.

Berdasarkan ketiga asumsi dasar tersebut diatas, disusunlah model pelayanan keperawatan komunitas yang menggambarkan hubungan antara konsep keperawatan komunitas sebagai sistem, caring, serta penelitian pendidikan, organisasi profesi dan pelayanan keperawatan komunitas dalam seluruh proses pengelolaan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

2.2.6 Konsep yang Digunakan untuk Menyusun Model Nursing Center

(22)

2.2.7 Tahapan Pengembangan Nursing Center 1. Tahap Initial/Persiapan

Dalam tahap initial atau tahap persiapan dilakukan sosialisasi tentang konsep nursing center kesemua pihak terkait untuk memperoleh komitmen dan dukungan.

2. Tahap Begining/Awal

Tahap awal mulai diidentifikasi dan dipersiapkan berbagai faktor pendukung pelaksanaan nursing center baik perangkat keras maupun perangkat lunak sesuai dengan kebutuhan pelayanan, pendidikan dan penelitian keperawatan.

3. Tahap Working/Kerja

Nursing center pada tahap ini sudah dapat dimulai sesuai kesiapan

sumber dan kebutuhan yang ada. Pada tahun pertama biasanya kegiatan difokuskan pada pelayanan dan pendidikan. Sedangkan kegiatan penelitian baru dapat dimulai setelah kegiatan pelayanan dan pendidikan berlangsung. Hal ini dilakukan untuk memperoleh data dasar dari hasil pendataan atau survei mawas diri yang dilakukan oleh masyarakat didampingi oleh staf puskesmas, mahasiswa atau peserta pelatihan dan dosen.

4. Tahap Terminal

(23)

didapat. Pada tahap ini perlu dilakukan kerjasama lintas sektor seperti pendidikan, dinas kesehatan, puskesmas, pemda, dan sektor terkait. 5. Tahap Adopsi

Nursing center yang telah berlangsung beberapa waktu dan telah

dievaluasi serta dianggap bermanfaat bagi kesehatan masyarakat, biasanya akan dikembangkan di daerah lain. pada tahap ini nursing center yang lama dapat melakukan fungsi pendamping dan bimbingan

bagi nursing center yang baru memasuki tahap persiapan dan awal. 2.2.8 Pelayanan Keperawatan Komunitas sebagai Suatu Sistem

Sebagai suatu system, keperawatan komunitas memiliki supra sistem dan sub sistem. Supra sistem keperawatan komunitas adalah keperawatan dan kesehatan serta pembangunan nasional. Sedangkan sub sistem keperawatan komunitas adalah pendidikan, pelayanan, penelitian, serta organisasi profesi dan caring serta masyarakat seluruh komponen sub sistem keperawtan komunitas saling pengaruh mempengaruhi. Untuk lebih jelasnya keenam sub sistem keperawatan komunitas akan dibahas lebih rinci.

(24)

Pencegahan primer merupakan perlindungan khusus untuk meningkatkan kesehatan dan penyakit, misalnya makan makanan sehat dan imunisasi serta olahraga. Pencegahan sekunder adalah identifikasi dini dan treatement terhadap masalah kesehatan yang timbul, misalnya skrining masalah kesehatan yang terjadi di suatu kelompok masyarakat dan upaya penanggulangannya. Pencegahan tertier merupakan pengembalian fungsi optimal klien setelah mengalami sakit, misalnya setelah tirah baring yang cukup lama, klien dilatih untuk duduk, berdiri, dan berjalan secara bertahap.

Dalam melakukan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit tersebut, perawat komunitas mempunyai berbagai peran, yaitu peran yang berorientasi pada individu dan pada kelompok. Sasaran kegiatan merupakan konsep yang jelas tentang siapa atau apa yang dilakukan untuk rnencapai tujuan. Untuk dapat mencapai tujuan nursing center, maka yang menjadi sasaran utama adalah peserta didik/pelatihan keperawatan dan klien (individu, keluarga, kelompok khusus maupun masyarakat umum) dan semua umur. Sedangkan yang dilakukan nursing center adalah kegiatan pelayanan, pendidikan dan atau pelatihan dan penelitian pengembangan keperawatan.

2.3 Konsep Teori Health Promotion Model

(25)

kesehatan dari kuratif kearah promotif dan preventif ini telah direspon oleh ahli teori keperawatan Pender dengan menghasilkan karya tentang Health Promotion Model atau model promosi kesehatan.

Health Promotion Model atau Model Promosi Kesehatan pertama kali

dikembangkan oleh Nola J. Pender pada tahun 1987 dan direvisi pada tahun 2006. Model ini menggabungkan 2 teori yaitu teori nilai harapan (expectancy value) dan teori kognitif sosial (social cognitive theory) yang konsisten dengan semua teori yang memandang pentingnya promosi kesehatan dan pencegahan penyakit adalah suatu hal yang logis dan ekonomis.

Model ini menunjukkan bahwa manusia tidak akan mengubah perilaku mereka saat ini kecuali mereka pertama termotivasi atau cenderung untuk mengambil tindakan (misalnya untuk bergerak menuju terlibat dalam perilaku yang berkelanjutan). Kedua, individu termotivasi harus diaktifkan untuk melakukan tindakan. Ketiga, orang yang mengambil tindakan harus dihargai atau diperkuat. Perilaku yang tidak dihargai tidak akan bertahan (Savelson, 2005) 2.3.1 Komponen Teori Model Promosi Kesehatan

Adapun komponen elemen dari teori ini adalah sebagai berikut: 1. Teori Nilai Harapan (Expectancy value Theory)

Menurut teori nilai harapan, perilaku sehat bersifat rasional dan ekonomis. Seseorang akan mulai bertindak dari perilakunya yang akan tetap digunakan dalam dirinya, ada 2 hal pokok yaitu:

1) Hasil tindakan bersifat positif

(26)

2. Teori Kognitif Sosial (Social Cognitive Theory)

Teori model interaksi yang meliputi Iingkungan, manusia dan perilaku yang saling mempengaruhi. Teori ini menekankan pada:

1) Pengarahan diri (self direction) 2) Pengaturan diri (self regulation)

3) Persepsi terhadap kemajuan diri (self efficacy)

Teori ini mengemukakan bahwa manusia memiliki kemampuan dasar yaitu:

1) Simbolisasi yaitu proses dan transformasi pengalaman sebagai petunjuk untuk tindakan yang akan datang.

2) Pikiran kedepan, mengantisipasi kejadian yang akan muncul dan merencanakan tindakan untuk mencapai tujuan yang bermutu 3) Belajar dari pengalaman orang lain. Menetapkan peraturan untuk

generasi dan mengatur perilaku melalui observasi tanpa perlu me1akukan trial and error

4) Pengaturan diri menggunakan standar internal dan reaksi evaluasi diri untuk memotivasi dan mengatur perilaku, mengatur lingkungan ekstemal untuk menciptakan motivasi dalam bertindak

5) Refleksi diri, berfikir tentang proses pikir seseorang dan secara aktif memodifikasinya

Menurut teori ini kepercayaan diri dibentuk melalui observasi dan refleksi diri. Kepercayaan diri terdiri dari:

(27)

3) Kemajuan diri (self efficacy)

Kemajuan diri adalah kemampuan seseorang untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang berkembang melalui pengalaman, belajar dari pengalaman yang lain, persuasi verbal dan respons badaniah terhadap situasi tertentu. Kemajuan diri merupakan fungsi dari kemampuan (capability) yang berlebihan yang membentuk kompetensi dan kepercayaan diri. Kemajuan adalah konstruksi sentral dari HPM. 2.3.2 Asumsi dari Model Promosi Kesehatan

1. Manusia mencoba menciptakan kondisi agar mereka tetap hidup dan dapat mengekspresikan keunikannya

2. Manusia mempunyai kapasitas untuk merefleksikan kesadaran dirinya, termasuk penilaian terhadap kemampuannya

3. Manusia menilai perkembangan sebagai suatu nilai yang positif dan mencoba mencapai keseirnbangan perubahan diri yang stabil.

4. Setiap individu secara aktif berusaha mengatur perilakunya.

5. Individu dalam biopsikososial yang kompleks berinteraksi dengan lingkungannya secara terus menerus

6. Profesional kesehatan merupakan bagian dari lingkungan interpersonal yang berpengaruh terhadap manusia sepanjang hidupnya.

7. Pembentukan kembali konsep diri manusia dengan lingkungan adalah penting untuk perubahan perilaku

2.3.3 Proposisi Model Pomosi Kesehatan

(28)

2. Manusia melakukan perubahan perilaku dimana mereka mengharapkan keuntungan yang bernilai bagi dirinya.

3. Rintangan yang dirasakan dapat menjadi penghambat kesanggupan melakukan tindakan, suatu mediator perilaku seperti perilaku nyata. 4. Promosi atau pemanfaatan diri akan menambah kemampuan untuk

melakukan tindakan.

5. Pengaruh positif pada perilaku akibat pemanfaatan diri yang baik dapat menambah hasil positif.

6. Ketika emosi yang positif atau pengaruh yang berhubungan dengan perilaku, maka kemungkinan menambah komitmen untuk bertindak 7. Manusia lebih suka melakukan promosi kesehatan ketika model

perilaku itu menarik, perilaku yang diharapkan terjadi dan dapat mendukung perilaku yang sudah ada.

8. Keluarga, kelompok dan pemberi layanan kesehatan adalah sumber interpersonal yang penting yang mempengaruhi, menambah atau mengurangi keinginan untuk berperilaku promosi kesehatan. 9. Pengaruh situasional pada lingkungan eksternal dapat menambah atau

mengurangi keinginan berpartisipasi dalam perilaku promosi kesehatan. 10. Komitmen terbesar pada suatu rencana kegiatan yang spesifik lebih memungkinkan perilaku promosi kesehatan dipertahankan untuk jangka waktu yang lama.

(29)

12. Seseorang dapat memodifikasi kognisi, mempengaruhi interpersonal dan lingkungan fisik yang mendorong rnelakukan tindakan kesehatan

Gambar 2.1 Health promotion Model in nursing practice (Pender, 2006) 2.3.4 Penjelasan Health Promotion Model Pender

1. Karakteristik dan pengalaman individu

(30)

otomatis. Pengaruh tidak langsungnya adalah melalui persepsi pada self efficacy, manfaat, hambatan dan pengaruh aktivitas yang muncul dari

perilaku tersebut. Pengaruh positif atau negatif dari perilaku baik sebelum, saat itu ataupun setelah perilaku tersebut dilaksanakan akan dimasukan kedalam memori sebagai informasi yang akan dimunculkan kembali saat akan melakukan perilaku tersebut dikemudian waktu. Perawat dapat membantu pasien membentuk suatu riwayat perilaku yang positif bagi masa depan dengan memfokuskan pada tahap perilaku tersebut. Membantu pasien bagaimana mengatasi rintangan dalam melaksanakan perilaku tersebut dan meningkatkan kadar efficacy dan pengaruh positif melalui pengalaman yang sukses dan feed back yang positif.

1) Faktor Personal

Faktor personal meliputi aspek biologis, psikologis dan social budaya. Faktor ini merupakan prediksi dari perilaku yang didapat dan dibentuk secara alami oleh target perilaku

2) Faktor Biologis Personal

Termasuk dalam faktor ini adalah umur, indeks massa tubuh, status pubertas, status menopause, kapasitas erobik, kekuatan, kecerdasan atau keseimbangan.

3) Faktor Psikologis Personal

(31)

5) Faktor ini meliputi suku, etnis, pendidikan, dan status ekonomi 2. Perilaku Spesifik Pengetahuan dan Sikap (Behaviour-Spesific

Cognitionsand Affect)

1) Manfaat Tindakan (Perceived Benefits of Actions)

Manfaat tindakan secara langsung memotivasi perilaku dan tidak langsung mendetermin rencana kegiatan untuk mencapai manfaat sebagai hasil. Manfaat tadi menjadi gambaran mental positif atau reinforcement positif bagi perilaku.

(32)

2) Hambatan Tindakan yang dirasakan (Perceived Barriers to Actions)

Hambatan yang diantisipasi secara berulang telah terlihat dalam penelitian empiris, mempengaruhi intensitas untuk terlibat dalam suatu perilaku nyata yang dilaksanakan. Dalam hubungannya dengan perilaku promosi kesehatan, hambatan-hambatan ini dapat berupa imaginasi maupun nyata. Hambatan ini terdiri atas: persepsi mengenai ketidaktersediaan, tidak menyenangkan, kesulitan biaya atau penggunaan waktu untuk tindakan tertentu. Hambatan-hambatan ini sering dilihat sebagai suatu blocks, rintangan dan personal cost dari perilaku yang diberikan. Hilangnya kepuasan dalam menghindari atau menghilangkan perilaku yang merusak kesehatan seperti merokok atau makan makanan tinggi lemak, untuk mengadopsi gaya hidup yang lebih sehat juga dapat menjadi suatu halangan. Halangan ini biasanya membangunkan motivasi untuk menghindari perilaku yang dikerjakan. Bila kesiapan untuk bertindak rendah dan hambatan tinggi maka tindakan ini tidak mungkin terjadi. Jika kesiapan untuk bertindak tinggi dan harnbatan rendah kemungkinan untuk melakukan tindakan lebih besar. Barier tindakan seperti yang dilukiskan dalam HPM mempengaruhi prornosi kesehatan secara langsung dengan bertindak sebagai locks terhadap tindakan seperti penurunan komitmen untuk merencanakan tindakan.

(33)

Self efficacy seperti didefinisikan oleh Bandura adalah judgment

atau keputusan dari kapabilitas seseorang untuk mengorganisasi dan menjalankan tindakan secara nyata. Judgment dari personal efficacy dibedakan dari harapan yang ada dalarn tujuan. Perceived

self efficacy adalah judgment dari kemampuan untuk

menyelesaikan tingkat performance yang pasti, dimana tujuannya atau harapannya adalah suatu judgment dari suatu konsekuensi (contohnya benefit dan cost) sebanyak perilaku yang akan dihasilkan. Persepsi dari ketrampilan dan kompetensi dalam domain Motivasi individu untuk melibatkan perilaku-perilaku yang mereka lalui. Perasaan efficacy dan ketrampilan dalam performance seseorang sepertinya mendorong untuk melibatkan/menjalankan perilaku yang lebih banyak daripada perasaan ceroboh dan tidak terampil. Pengetahuan individu tentang self efficacy didasarkan pada 4 tipe informasi:

(1) Pencapaian performance dari perilaku yang dilaksanakan secara nyata dan evaluasi performance yang berhubungan dengan beberapa standar pribadi atau umpan balik yang diberikan.

(34)

(3) Ajakan secara verbal kepada orang lain bahwa mereka mempunyai kemampuan untuk melaksanakan tindakan tertentu.

(4) Kondisi psikologis (kecemasan, ketakutan, ketenangan) di mana seseorang menyatakan kemampuannya.

Dalam Health Promotion Model, self efficacy yang diperoleh dipengaruhi oleh aktivity related affect. Makin positif affeck, makin besar persepsi eficacynya, sebaliknya self efficacy mempengaruhi hambatan tindakan, dimana efficacy yang tinggi akan mengurangi persepsi terhadap hambatan untuk melaksanakan perilaku yang ditargetkan. Self efficacy memotivasi perilaku promosi kesehatan secara langsung dengan harapan efficacy dan secara tidak langsung dengan mempengaruhi hambatan dan komitmen dalam melaksanakan rencana tindakan.

4) Activity-Related Affect (sikap yang berhubungan dengan aktivitas) (1) Perasaan subjektif muncul sebelum, saat dan setelah

(35)

(2) Perasaan yang dihasilkan kemungkinan akan mempengaruhi apakah individu akan mengulang perilaku itu lagi atau mempertahankan perilaku lamanya. Perasaan yang tergantung pada perilaku ini telah diteliti sebagai determinan perilaku kesehatan pada penelitian terakhir. Perilaku yang berhubungan dengan afek positif kemungkinan akan di ulang dan yang negatif kemungkinan akan dihindari. Beberapa perilaku bisa menimbulkan perasaan positif dan negatif. Dengan demikian, keseimbangan di antara afek positif dan negatif sebelum, saat dan setelah perilaku tersebut merupakan hal yang penting untuk diketahui.

Activity-related Affect ini berbeda dari dimensi evaluasi terhadap

(36)

McAulay dan Courneya menemukan bahwa respon afek positif saat latihan merupakan predictor yang penting terhadap efficacy setelah latihan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bandura bahwa respon emosional dan pengaruhnya terhadap keadaan psikologis saat melakukan suatu perilaku berperan sebagai sumberi informasi efficacy. Dengan demikian, activity-related affect dikatakan

mempengaruhi perilaku kesehatan secara langsung maupun tidak langsung melalui self efficacy dan komitmen terhadap rencana tindakan.

5) Interpersonal Influences

(37)

diberikan oleh orang lain. Modeling menggambarkan komponen berikutnyadari perilaku kesehatan dan merupakan strategi yang penting bagi perubahan perilaku dalam teori kognitif social. Pengaruh interpersonal mernpengaruhi perilaku promosi kesehatan secara langsung maupun tidak langsung melalui tekanan sosial atau dorongan untuk komitmen terhadap rencana tindakan. Individu sangat berbeda dalam sensitivitas mereka terhadap harapan, contoh pujian orang lain. Namun, diberikan motivasi yang cukup untuk berperilaku dalam cara yang konsisten dengan pengaruh interpersonal, individu mungkin akan melakukan perilaku-perilaku yang akan menimbulkan pujian dan dukungan sosial bagi mereka. 6) Pengaruh Situasional (Situational Influences)

(38)

Dalarn HPM, pengaruh situasional telah dikemukakan sebagai pengaruh langsung atau tidak langsung pada perilaku kesehatan. Situasi dapat secara langsung mempengaruhi perilaku dengan menyediakan suatu lingkungan yang diisi dengan petunjuk-petunjuk yang akan menimbulkan tindakan. Sebagai contoh, sutau lingkungan yang ditulis dilarang merokok akan menciptakan karakteristik perilaku tidak merokok di lingkungan tersebut seperti yang diminta. Kedua situasi ini mendukung komitmen untuk tindakan kesehatan. Pengaruh situasional telah memberikan sedikit perhatian pada penelitian HPM sebelumnya dan dapat diteliti lebih lanjut sebagai determinan yang secara potensial penting bagi perilaku kesehatan. Mereka dapat dipegang sebagai kunci penting dalam mengembangkan stategi baru yang lebih efektif untuk memfasilitasi penerimaan dan pemelihaman perilaku kesehatan. 3. Hasil Perilaku

(39)

1) Tanggung jawab untuk merencanakan tindakan (POA) merupakan awal dari suatu peristiwa perilaku. Tanggung jawab ini akan mendorong individu ke arah perilaku yang diharapkan

2) Tanggung Jawab Untuk Merencanakan Tindakan (POA). Manusia umumnya meningkatkan perilaku berorganisasi dari pada tidak. Kesengajaan adalah faktor utama yang menentukan kemauan berperilaku. Tanggung dalam merencanakan tindakan pada HPM yang telah direvisi menunjukkan pokok yang mendasari proses kognitif.

3) Tanggung jawab untuk melakukan tindakan yang spesifik pada waktu dan tempat yang telah diberikan dengan orang-orang tertentu atau secara sendirian, dengan mengabaikan pilihan berkompetensi. 4) Mengidentifikasi strategi-strategi yang menentukan untuk

mendapatkan, membawa dan memperkuat perilaku.

5) Kebutuhan mengidentifikasi strategi-strategi spesifik digunakan pada tempat yang berbeda didalam rangkaian perilaku, kedepannya merupakan kemungkinan yang disengaja dan yang lebih lanjut bahwa perencanaan tindakan (POA) yang dikembangkan oleh perawat dan klien akan sukses diimplementasikan. Tanggung jawab sendiri tanpa strategi-strategi dari teman sejawat sering mengahasilkan tujuan yang baik, namun gagal membentuk suatu nilai perilaku kesehatan.

(40)
(41)

tidak diantisipasi berdasarkan pada kebutuhan eksternal atau hasil yang tidak baik/tidak terhitungkan dapat terjadi. Pilihan kompetisi dapat berbeda dari rintangan seperti kekurangan waktu, karena pilihan kompetisi adalah dorongan terakhir yang didasari pada hirarki pilihan yang menggelincirkan suatu rencana untuk tindakan kesehatan yang positif.

Terdapat macam kemampuan untuk individu untuk mendukung perhatian dan menghindari gangguan. Beberapa individu dapat mempengaruhi perkembangan atau secara biologis menjadi lebih mudah dipengaruhi selama tindakan daripada yang lain. Hambatan pilihan kompetensi memerlukan latihan dari pengaturan diri sendiri. Komitmen yang kuat untuk melakukan tindakan dapat mendukung pengabdian untuk melengkapi suatu perilaku mengingat kebutuhan akan kompetisi atau pilihan. Di dalam HPM, kebutuhan kompetisi dengan segera dan pilihan secara langsung mempengaruhi kemungkinan terjadinya perilaku kesehatan sebagaimana pengganti tanggung jawab moderate.

4. Perilaku Promosi Kesehatan

(42)

berintegrasi menjadi gaya hidup sehat yang meliputi semua aspek kehidupan, menghasilkan pengalarnan kesehatan yang positif disepanjang proses kehidupan.

2.3.5 Analisis Teori

Analisis teori Health Promotion Model, pada tahun 1975 Dr. Pender mempublikasikan model konseptual kesehatan preventif. Dasar studinya adalah bagaimana individu membuat keputusan tentang perawatan kesehatan mereka sendiri dalam komteks keperawatan. Artikel tersebut mengidentifikasi faktor yang ditemukan dalam pengambilan keputusan dan tindakan yang diperlukan individu dalam pencegahan penyakit. Pada tahun 1982, edisi pertama promosi kesehatan dalam praktek keperawatan dipublikasikan dengan konsep promosi optimal tentang kesehatan pertama kali dimuat tahun 1975 dan mengalami revisi pada tahun 1987 di buku edisi kedua. Edisi ketiga tahun 1996 memuat revisi terakhir tentang model promosi kesehatan dan dipresentasikan.

(43)

2. Tingkat Generalisasi Teori

Teori dan model yang dikemukan oleh Pender adalah berfokus pada upaya promosi kesehatan dan prevensi penyakit. Sehingga teori bersifat spesifik dan sederhana, namun demikian teori ini dapat didemonstrasikan dan diaplikasikan sehingga dapat diberikan justifikasi dan pembenaran bagaimana konsep yang dikemukakan saling berhubungan. Teori ini dikemukakan dengan menampilkan contoh yang berdasarkan pengalaman pribadi dan hasil penelitian, sehingga dapat digeneralisasikan dan konsep yang dikemukakan dalam teori dapat diaplikasikan.

3. Tingkat Kelogisan Teori

Teori ini cukup logis untuk dipahami karena memberi pemahaman yang luas dan komperehensif tentang promosi kesehatan dan pencegahan penyakit pada klien. Pandangan tentang aspek promotif adalah lebih murah daripada aspek kuratif dan rehabilitati sangat logis dan telah diterima dimasyarakat.

4. Testabilitas Teori

Teori Health Promotion Model dikembangkan berdasarkan atas riset kualitatif dan kuantitatif, baik di Amerika maupun Negara lain. Bahkan teori ini saat ini terlibat dalam prakarsa kesehatan global dan telah diuji oleh para sarjana dari Jepang, China, dan Taiwan. Selama perkembangan teori banyak studi yang berhubungan dengan pengaplikasian teori yang dapat dijadikan sebagai dasar riset.

(44)

Riset yang berhubungan dengan Health Promotion Model memberikan kontribusi secara umum bagi pengembangan body of knowledge dari ilmu keperawatan. Pergeseran paradigma dari kuaratif rehabilitatif kearah promotif dan preventif. Pender meyakini bahwa dengan mutu kepedulian terhadap promosi kesehatan akan memperbaiki sistem kesehatan secara integral.

6. Konsistensi Teori

Teori pender konsisten dengan semua teori yang memandang pentingnya promosi kesehatan dan pencegahan penyakit adalah sesuatu yang logis dan eknomis. Teori ini telah mengalami 2 kali revisi namun fokus teori ini tetap pada aspek promotif.

2.3.6 Kelebihan dan Kekurangan Teori 1. Kelebihan

1) Health Promotion Model, menjadi sumber informasi penting dan bermanfaat bagi setiap orang yang ingin mengetahui bahwa promosi kesehatan sesorang sangat didukung oleh nilai yang diharapkan serta teori kognitif sosial yang menekankan pada self regulation, self direction dan persepsi terhadap self efficacy. Pengambilan keputusan, tindakan dan efficacy diri akan menentukan status kesehatan. Nola J Pender telah belajar dari pengalaman pribadi dan hasil penelitiannya untuk memunculkan teori ini.

(45)

2. Kekurangan

1) Seseorang cacat mental kemungkinan tidak mampu memiliki harapan nilai dan kognisi sosial. Demikian juga dengan sesorang yang sudah mendapat cacat bawaan sejak lahir seperti malfungsi sel yang berperan untuk daya tahan tubuh.

2) Teori ini juga sangat sulit diterapkan pada klien dengan ekonomi lemah dan tingkat pendidikan yang rendah karena sesorang dengan sosial ekonomi rendah lebih termotivasi atau cenderung untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dibandingkan dengan motivasi meningkatkan status kesehatannya.

3) Membutuhkan role model yang sempurna untuk mempengaruhi masyarakat disekitarnya. Tenaga kesehatan sendiri apakah telah mengetahui teori ini dan kalau telah mengetahui apakah telah mengamalkannya sehingga bisa mempengaruhi klien atau masyarakat.

4) Masyarakat masih lebih mempercayai budayanya sendiri yang menjadi hambatan dalam mensosialisasikan dan mengamalkan teori ini.

2.3.7 Kemanfaatan Teori Pada Pengembangan Praktek Keperawatan

(46)

dalam partnership antar ilmuan dan konsumen serta praktisi untuk mengembangkan strategi kepedulian sesuai dengan spesifikasi populasi.

2.4 Konsep Komitmen

2.4.1 Pengertian Komitmen

Dalam hal ini komitmen yang dimaksud adalah komitmen dalam organisasi. Banyak para ahli mendefinisikan arti komitmen organisasi antara lain,

Menurut L. Mathis-John H. Jackson, komitmen organisasi adalah tingkat sampai

dimana karyawan yakin dan menerima tujuan organisasional, serta berkeinginan

untuk tinggal bersama atau meninggalkan perusahaan pada akhirnya tercermin

dalam ketidakhadiran dan angka perputaran karyawan.

Menurut Griffin, komitmen organisasi (organisational commitment)

adalah sikap yang mencerminkan sejauh mana seseorang individu mengenal dan

terikat pada organisasinya. Seseorang individu yang memiliki komitmen tinggi

kemungkinan akan melihat dirinya sebagai anggota sejati organisasi. Cut Zurnali

(2010) mendefinisikan pengertian komitmen organisasional dengan mengacu pada

pendapat-pendapat Meyer and Allen (1993), Curtis and Wright (2001), dan

S.G.A. Smeenk, et.al. (2006) dimana komitmen organisasional didefinisikannya

sebagai sebuah keadaan psikologi yang mengkarakteristikkan hubungan karyawan

dengan organisasi atau implikasinya yang mempengaruhi apakah karyawan akan

tetap bertahan dalam organisasi atau tidak, yang teridentifikasi dalam tiga

komponen yaitu: komitmen afektif, komitmen kontinyu dan komitmen normatif.

Definisi komitmen organisasional ini menarik, dikarenakan yang dilihat adalah

(47)

Menurut Fred Luthan (2005), komitmen organisasi didefinisikan sebagai:

1. Keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu;

2. Keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi; dan

3. Keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi.

Dengan kata lain, ini merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas

karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan di mana anggota organisasi

mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta

kemajuan yang berkelanjutan.

2.4.2 Dimensi Komitmen

1. Dimensi Komitmen Menurut Mowday

Mowday et.al., dalam Curtis, Susan, and Dennis Wright (2001),

mengemukakan komitmen telah didefinisikan sebagai kekuatan

identifikasi individu yang berada dalam sebuah organisasi. Curtis and

Wright (2001) menjelaskan bahwa konsep ini dapat dipecah menjadi tiga

komponen, yaitu:

1) Keinginan memelihara keanggotaan dalam organisasi;

2) Keyakinan dan penerimaan terhadap nilai dan tujuan organisasi; dan

3) Kesediaan bekerja keras sebagai bagian dari organisasi

2. Dimensi Komitmen Organisasional Menurut Porter

Porter et.al. dalam Ik-Whan dan Banks (2004), bahwa telah dikembangkan

tiga bagian dari definisi komitmen organisasional:

1) Keyakinan dan penerimaan yang kuat dari tujuan dan nilai organisasi;

2) Kesediaan untuk bekerja keras sebagai bagian dari organisasi, dan

(48)

3. Dimensi Komitmen Organisasional Menurut Newstrom and Davis

Menurut Newstrom and Davis (2002), komitmen organisasional

merupakan tingkat dimana individu memihak dan ingin secara kontinyu

berpartisipasi aktif dalam organisasi, yang tercermin melalui

karakteristik-karakteristi sebagai berikut:

1) Adanya keyakinan yang kuat dan penerimaan atas nilai dan tujuan

organisasi,

2) Kesediaan untuk mengusahakan yang terbaik bagi organisasi, dan

3) Adanya keinginan yang pasti untuk bertahan dalam organisasi.

4. Dimensi Komitmen Organisasional Menurut Allen and Meyer

Menurut Cut Zurnali (2010), hal menarik dalam pengertian komitmen

organisasional adalah apa yang dikemukakan oleh Durkin (1999:127),

bahwa komitmen organisasional merupakan perasaan yang kuat dan erat

dari seseorang terhadap tujuan dan nilai suatu organisasi dalam

hubungannya dengan peran mereka terhadap upaya pencapaian tujuan dan

nilai-nilai tersebut. Kemudian dinyatakan bahwa gambaran yang lebih

jelas mengenai definisi komitmen organisasional adalah yang

dikemukakan oleh Allen and Meyer (1993), yang mengemukakan:

"commitment organizational is identified three types of commitment;

affective commitment, continuance commitment, and normative

commitment as a psychological state “that either characterizes the

employee’s relationship with the organization or has the implications to

(49)

Lebih lanjut Cut Zurnali (2010) mengemukakan bahwa pendapat Allen

and Meyer (1993) ini sering digunakan oleh para peneliti di bidang Ilmu

Perilaku Organisasi dan Ilmu Psikologi. Bahwa komitmen organisasional

sebagai sebuah keadaan psikologi yang mengkarakteristikkan hubungan

karyawan dengan organisasi atau implikasinya yang mempengaruhi

apakah karyawan akan tetap bertahan dalam organisasi atau tidak, yang

teridentifikasi dalam tiga komponen yaitu:

1) Komitmen afektif (affective commitment), yaitu: keterlibatan

emosional seseorang pada organisasinya berupa perasan cinta pada

organisasi.

2) Komitmen kontinyu (continuance commitment), yaitu: persepsi

seseorang atas biaya dan resiko dengan meninggalkan organisasi saat

ini. Artinya, terdapat dua aspek pada komitmen kontinyu, yaitu:

melibatkan pengorbanan pribadi apabila meninggalkan organisasi dan

ketiadaan alternatif yang tersedia bagi orang tersebut.

3) Komitmen normatif (normative commitment) ), yaitu: sebuah dimensi

moral yang didasarkan pada perasaan wajib dan tanggung jawab pada

organisasi yang mempekerjakannya.

Secara umum, riset yang berkaitan dengan para karyawan yang memiliki

komitmen afektif yang kuat akan tetap tinggal bersama organisasi dikarenakan

mereka ingin tinggal (because they want to). Para karyawan yang memiliki

komitmen kontinyu yang kuat dikarenakan mereka harus tinggal bersama

(50)

normative yang kuat dikarenakan mereka merasa bahwa mereka harus tinggal

bersama (because they fell that they have to).

Dalam riset-riset tentang komitmen organisasional yang mencoba

menganalisis karyawan-karyawan perusahaan yang dalam menjalankan aktivitas

organisasi bersentuhan dengan teknologi informasi dan komunikasi seperti

perusahaan telekomunikasi dan informasi, perbankan, pertambangan, pemasaran,

konsultan perencanaan, otomotif, semi konduktor, dan bioteknologi, Cut Zurnali

(2010) mendefinisikan masing-masing dimensi komitmen organisasional tersebut

sebagai berikut:

1) Komitmen afektif (affective commitment) adalah perasaaan cinta pada

organisasi yang memunculkan kemauan untuk tetap tinggal dan

membina hubungan sosial serta menghargai nilai hubungan dengan

organisasi dikarenakan telah menjadi anggota organisasi.

2) Komitmen kontinyu (continuance commitment) adalah perasaan berat

untuk meninggalkan organisasi dikarenakan kebutuhan untuk bertahan

dengan pertimbangan biaya apabila meninggalkan organisasi dan

penghargaan yang berkenaan dengan partisipasi di dalam organisasi.

3) Komitmen normatif (normative commitment) adalah perasaan yang

mengharuskan untuk bertahan dalam organisasi dikarenakan kewajiban

dan tanggung jawab terhadap organisasi yang didasari atas

pertimbangan norma, nilai dan keyakinan karyawan.

2.5 Konsep Teori Perilaku Kinerja

(51)

Kinerja berasal dari kata to perform artinya: (1) melakukan, menjalankan, melaksanakan (to do or carry of a execute), (2) memenuhi atau melaksanakan kewajiban suatu intense atau niat (to discharge of fulfill), (3) melaksanakan atau menyempurnakan sesuatu yang diharapkan oleh sesorang atau mesin (to execute or complete an understanding), (4) melakukan sesuatu yang diharapkan oleh

sesorang atau mesin (to do what is expected of a person, machine) (supriyanto, 2010).

Kinerja dalam organisasi diartikan sebagai keberhasilan menyelesaikan tugas atau memenuhi target yang ditetapkan. Definisi kinerja menurut (Wirawan, 2009), adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi atau indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu. Kinerja atau prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu, 2001). Sedangkan menurut Rivai & Basri (2004) kinerja adalah hasil seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.

Kinerja bila dikaitkan dengan kata benda adalah terjemahan dari kata performance, maka pengertian performance atau kinerja adalah hasil kerja yang

(52)

Kinerja mengandung 2 komponen penting yaitu: (1) kompetensi berarti individu atau organisasi memiliki kemampuan untuk mengidentifikasikan tingkat kinerjanya, (2) produktifitas yaitu kompetensi tersebut dapat diterjemahkan kedalam tindakan atau kegiatan yang tepat untuk mencapai hasil kinerja (outcome). Penentuan kinerja sangat diperlukan agar suatu lembaga atau individu dapat mengetahui apakah mereka telah berhasil dalam mencapai tujuan.

Dari beberapa pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai selama periode waktu tertentu dalam menjalankan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Prestasi atau kinerja individu memberikan kontribusi pada prestasi kelompok dan kinerja kelompok memberikan kontribusi pada kinerja organiasi. Kinerja individu adalah dasar dari kinerja organisasi (Gibson, James L., Ivancevich, John M., and Donelly JR, James H., 1997). Kinerja yang tidak efektif dari tiap tingkatan merupakan tanda bagi manajemen untuk segera melakukan perbaikan.

Ada beberapa pengertian tentang indikator yang disampaikan oleh para pakar yaitu : (1) indikator adalah pengukuran tidak langsung suatu peristiwa atau kondisi, (2) indikator adalah variabel yang mengindikasikan atau menunjukkan satu kecenderungan situasi, yang dapat dipergunakan untuk mengukur perubahan, (3) indikator adalah variabel untuk mengukur suatu perubahan baik langsung maupun tidak langsung (WHO, 1981).

(53)

(reliable): mampu menunjukkan hasil yang sama pada saat yang berulang kali, untuk waktu sekarang maupun yang akan datang, (3) peka (sensitive): cukup peka untuk mengukur sehingga jumlahnya tidak perlu banyak, (4) spesifik (specific) memberikan gambaran perubahan ukuran yang jelas dan tidak tumpang tindih, (5) relevan: sesuai dengan aspek kegiatan yang akan diukur dan kritikal.

Untuk mengukur tingkat hasil suatu kegiatan digunakan indikator sebagai alat atau petunjuk untuk mengukur prestasi suatu pelaksanaan kegiatan. Monitoring dilakukan terhadap indikator kunci guna dapat mengetahui penyimpangan atau prestasi yang dicapai. Dengan demikian setiap individu akan dapat menilai tingkat prestasinya sendiri (self assesment).

Gambar 2.1 model perilaku kinerja Gibson (1997)

Sesuai analisa (Gibson,1997) terhadap tiga variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja undividu, variabel individu yang dikelompokan pada sub variabel kemampuan dan ketrampilan, latar belakang dan demografis sub variabel kemampuan dan ketrampilan yang merupakan faktor utama mempengaruhi kinerja individu. Kemampuan ketrampilan yang dimiliki oleh pelaksana keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan akan mempengaruhi kinerja individu.

(54)

Penilaian kinerja yang efektif mempunyai kurang lebih dua syarat utama yang diperlukan yaitu: (1) adanya criteria yang dapat diukur secara objektif dan (2) adanya objektifitas dalam proses evaluasi (Gomes. 2003). Sudut pandang kegunaan kinerja menurut Siagian (2008) menjelaskan bahwa bagi individu penilaian kinerja berperan sebagai umpan balik tentang berbagai hal seperti kemampuan, keletihan, kekurangan dan pootensinya yang pada gilirannya bermanfaat untuk menentukan tujuan, alur, rencana dan pengembangan karirnya. Sedangkan bagi organisasi, hasil penelitian kinerja sangat penting dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan tentang berbagai hal seperti identifikasi kebutuhan program pendidikan dan pelatihan, rekrutmen, seleksi, program pengenalan, penempatan, promosi, sistem balas jasa, serta berbagai aspek lain dalam proses manajemen sumber daya manusia. Berdasarkan kegunaan tersebut, maka penilaian yang baik harus dilakukan secara formal berdasarkan serangkaian kriteria yang ditetapkan secara rasional serta diterapkan secara objektif serta didokumentasikan secara sistemik. Dengan demikian, dalam melakukan penilaian atas prestasi kerja para pegawai harus terdapat interaksi positif dan kontinu antara para pejabat pimpinan dan bagian kepegawaian.

2.5.3 Metode Penilaian Kinerja

Metode dalam mengukur prestasi kinerja, sebagaimana diungkapakan oleh Gomes (2003), adalah sebagai berikut:

1. Metode Tradisional

(55)

scale, employee comparation, chek list, free form essay, dan critical incident. a) rating scale, metode ini merupakan metode penilaian yang

paling tua yang banyak digunakan, dimana penilaian yang dilakukan oleh atasan atau supervisor untuk mengukur karakteristik, misalnya mengenai inisiatif, ketergantungan, kematangan dan kontribusinya terhadap tujuan kerjanya. b) employee comparation, metode ini merupakan metode penilaian yang dilakukan dengan cara membandingkann antara seorang pegawai dengan pegawai lainnya. Metode ini terdiri dari: (1) alternation ranking yaitu metode penilaian dengan cara mengurutkan peringkat pegawai dari yang terendah sampai yang tertinggi berdasarkan kemampuan yang dimilikinya. (2) paired comporation yaitu metode penilaian dengan cara seorang pegawai dibandingkan dengan seluruh pegawai lainnya, sehingga terdapat berbagai alternatif keputusan yang akan diambil. Metode ini dapat digunakan untuk jumlah pegawai yang relatif sedikit. (3) porced

comporation (grading) yaitu metode ini sama dengan paired

comporation, tetapi digunakan untuk jumlah pegawai yang relatif

banyak. c) check list metode ini hanya memberikan asukan/informasi bagi penilaian yang dilakukan oleh bagian personalia. d) freeform essay, dengan metode ini seorang penilai diharuskan membuat karangan

(56)

terdiri dari berbagai macam kategori tingkah laku bawahannya. Misalnya mengenai inisiatif, kerjasama dan keselamatan.

3. Metode Modern

Metode ini merupakan perkembangan dari metode tradisional dalam menilai prestasi kerja. Yang termasuk kedalam metode ini adalah : assessment centre, management by objective (MBO = MBS), dan

human asset accounting.

2.5.4 Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Individu

Kinerja merupakan penampilan hasil kerja pegawai baik secara kuantitas maupun kualitas. Kinerja dapat berupa penampilan kerja perorangan maupun kelompok (Ilyas, 1993). Kinerja organisasi merupakan hasil interaksi yang kompleks dan agregasi kinerja sejumlah individu dalam organisasi. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi (determinant) kinerja individu, perlu dilakukan pengkajian terhadap teori kinerja. Secara umum faktor fisik sangat mempengaruhi kondisi karyawan dalam bekerja. Selain itu, kondisi lingkungan fisik juga akan mempengaruhi berfungsinya faktor lingkungan non fisik. Pada kesempatan ini pembahasan kita fokuskan pada lingkungan non-fisik, yaitu kondisi-kondisi yang sebenarnya sangat melekat dengan sistem manajerial perusahaan.

(57)

Kelompok variabel individu terdiri dari variabel kemampuan dan ketrampilan, latar belakang pribadi dan demografis. Gibson (1987) juga menyatakan bahwa variabel kemampuan dan ketrampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja individu. Variabel demografis mempunyai pengaruh yang tidak langsung. Kelompok variabel psikologis terdiri dari variabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Variabel ini menurut Gibson (1987) terdiri dari variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan. Kopelman (1986) menjelaskan, variabel imbalan akan berpengaruh terhadap variabel motivasi, yang pada akhirnya secara langsung mempengaruhi kinerja individu. Penelitian Robinson dan Larsen (1990) terhadap para pegawai penyuluh kesehatan pedesaan di Colombia menunjukan bahwa pemberian imbalan mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap kinerja pegawai dibanding pada kelompok pegawai yang tidak diberi. Mitchell dalam Timpe (1999) menyatakan bahwa motivasi bersifat individual, dalam arti bahwa setiap orang termotivasi oleh berbagai pengaruh hingga berbagai tingkat. Peningkatan kinerja individu dalam organisasi nmenuntut para manajer untuk mengambil pendekatan tidak langsung, menciptakan motivasi melalui suasana organisasi yang mendorong para pegawai untuk lebih produkstif. Suasana ini tercipta melalui pengelolaan faktor-faktor organisasi dalam bentuk pengaturan sistem imbalan, struktur, desain pekerjaan serta pemeliharaan komunikasi melalui praktek kepemimpinan yang mendorong rasa saling percaya.

2.6 Konsep Ponkesdes

(58)

Pondok Kesehatan Desa (Ponkesdes) adalah sarana kesehatan yang berada di desa atau kelurahan yang merupakan pengembangan dari Pondok Bersalin Desa (Polindes) sebagai jaringan pelayanan kesehatan (Pergub, 2010).

2.6.2 Tujuan Ponkesdes

Ponkesdes didirikan dengan tujuan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berkualitas serta meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di Desa/Kelurahan, agar terwujud derajat kesehatan masyarakat di Desa/Kelurahan yang setinggi-tingginya.

2.6.3 Misi Ponkesdes

1. Menggerakkan masyarakat Desa/Kelurahan, agar menciptakan lingkungan Desa/Kelurahan yang sehat.

2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di Desa/Kelurahan

3. Memelihara dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di Ponkesdes 4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga,

masyarakat desa.

5. Ponkesdes bertujuan menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berkualitas serta meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di desa/kelurahan, agar terwujud derajat kesehatan masyarakat di desa/kelurahan yang setinggi-tingginya.

Gambar

Gambar. 2.3 Seven core elementsReproduced with Permission from the Scottish Government (Scottish Executive 2006) )
Gambar 2.1 Health promotion Model in nursing practice2.3.4 (Pender, 2006)  Penjelasan Health Promotion Model Pender
Gambar 2.1 model perilaku kinerja Gibson (1997)

Referensi

Dokumen terkait

Lemak babi merupakan lemak yang berasal dari hewan atau sering. disebut dengan lemak hewani yaitu yang berasal dari babi yang

Sebagai contoh, kelinci merupakan hewan percobaan yang paling cocok dan sering digunakan pada penelitian mengenai hiperkolesterolemia karena kelinci menyimpan lemak

Cara lain untuk mengekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak adalah gabungan dari proses wet rendering dengan pengepresan

Netralisasi ialah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga

Selera konsumen merupakan faktor psikologis yang dimiliki setiap konsumen dalam memilih suatu produk ataupun jasa. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen untuk memilih

Rohman et al., (2012) menyatakan bahwa lemak babi adalah salah satu lemak hewani yang biasanya dipakai dengan lemak dari tumbuhan seperti minyak zaitun dan minyak sawit

Minyak dan lemak merupakan ester yang dibentuk dari gliserol dari asam lemak dan terkadang dengan gugus hidroksil.Suatu ester dapat dibentuk secara langsung

Ekstraksi lemak adalah suatu cara untuk mendapatkan lemak dari bahan yang mengandung minyak atau lemak dengan menggunakan pelarut.. Metode ekstraksi bermacam - macam