• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peningkatan jumlah lansia juga terjadi di negara Indonesia. Persentase penduduk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peningkatan jumlah lansia juga terjadi di negara Indonesia. Persentase penduduk"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut World Health Organization (2014), proporsi penduduk di atas 60 tahun di dunia tahun 2000 sampai 2050 akan berlipat ganda dari sekitar 11% menjadi 22%, atau secara absolut meningkat dari 605 juta menjadi 2 milyar lansia. Peningkatan jumlah lansia juga terjadi di negara Indonesia. Persentase penduduk lansia tahun 2008, 2009 dan 2012 telah mencapai di atas 7% dari keseluruhan penduduk, dengan spesifikasi 13,04% berada di Yogyakarta, 10,4% berada di Jawa Timur, 10,34% berada di Jawa Tengah, dan 9,78% berada di Bali (Susenas, 2012). Penduduk lansia terbesar di Yogyakarta berasal dari Kabupaten Sleman, yaitu berkisar 135.644 orang atau 12,95% dari jumlah penduduk Sleman (Pemkab Sleman, 2015).

Meningkatnya populasi usia lanjut ditandai dengan umur harapan hidup yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal tersebut membutuhkan pemeliharaan serta peningkatan kesehatan dalam rangka usaha mencapai masa tua yang sehat, bahagia, berdaya guna, dan produktif (UU No. 23 Tahun 1992 Pasal 19 tentang Kesehatan. Menurut Susenas (2012), usia harapan hidup lansia pada tahun 2000 adalah 64,5 tahun. Angka ini meningkat menjadi 69,43 tahun pada tahun 2010 dan pada tahun 2011 menjadi 69,65 tahun. Menurut Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Kabupaten Sleman tahun 2014, usia harapan hidup lansia di Yogyakarta mencapai 74 tahun dan untuk Kabupaten Sleman mencapai

(2)

76,08 tahun (laki-laki 73,46 tahun dan perempuan 77,12 tahun), yang menjadi angka harapan hidup tertinggi nasional.

Meningkatnya jumlah lansia dan umur harapan hidup berdampak besar terhadap kesehatan masyarakat, terlebih dengan perubahan-perubahan yang dialami lansia dari berbagai sistem tubuh, baik dari segi fisik, psikologis, sosial dan spiritual (Wirahardja dan Satya, 2014). Menurut Granacher et al. (2011) perubahan yang paling terlihat adalah kemunduran dan penurunan fisik, misalnya penurunan massa dan kekuatan otot, melemahnya koordinasi motorik, dan hilangnya kemampuan bergerak dan mempertahankan keseimbangan. Menurut Tainaka (2009), penuaan dan penurunan fungsi fisiologis, menyebabkan kelainan cara berjalan dan instabilitas postural. Selain itu terjadi penurunan kemampuan fungsional, yaitu kemampuan lansia dalam melakukan gerak untuk beraktivitas termasuk kemampuan mobilitas dan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan diri lansia termasuk aktivitas perawatan diri. Ketidakmampuan menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari mengakibatkan lansia sangat ketergantungan dengan anggota keluarganya (Brach dan Vanswearingen, 2002).

Penurunan kemampuan tersebut dapat menyebabkan lansia rawan mengalami masalah. Jatuh merupakan suatu masalah fisik yang sering terjadi pada lansia. Tingkat ketergantungan lansia yang tinggi berhubungan positif dengan penurunan fungsi tubuh dalam melakukan aktivitas sehari-hari, sehingga kejadian jatuh semakin meningkat (Aslan, 2008).

Angka kejadian jatuh dalam penelitian Smulders et al. (2012) adalah sebesar 45% dengan rata-rata jumlah jatuh satu kali selama setahun. Di Indonesia,

(3)

prevalensi cedera pada penduduk usia lebih dari 55 tahun mencapai 22%, dimana 65% diantaranya dikarenakan jatuh (Riskesdas, 2013). Penelitian Fong et al. (2011) melaporkan persentase lansia yang mengalami jatuh di dalam rumah sekitar 47,7%, sedangkan lansia yang mengalami jatuh di luar rumah sebanyak 52,3%. Kurang dari separuh lansia yang jatuh melaporkan ke pelayanan kesehatan (Stevens et al., 2012). Hanya sebanyak 22,9% lansia yang mencari pengobatan ke rumah sakit, sedangkan 14,6% memilih untuk tidak melakukan pengobatan apapun (Shin et al., 2009).

Kejadian jatuh pada lansia bukan hanya disebabkan oleh satu faktor, melainkan keterlibatan faktor internal dan eksternal. Walaupun tidak bisa terlepas dari kedua faktor, faktor internal merupakan faktor risiko utama lansia mengalami jatuh (WHO, 2004). Faktor yang paling berpengaruh adalah gangguan keseimbangan postural yang diakibatkan oleh kekuatan otot yang menurun dan fungsi visual yang terganggu (Scott et al., 2006).

Penurunan kekuatan otot dan daya tahan otot pada anggota gerak bawah berhubungan dengan kemampuan fungsional, khususnya mobilitas seperti penurunan kecepatan jalan, penurunan keseimbangan, dan peningkatan risiko jatuh (Utomo, 2010). Hal tersebut didukung oleh Sudoyo et al. (2010) yang menjelaskan proses menua mengakibatkan perubahan kontrol postural yang memegang peran penting pada sebagian besar kasus jatuh. Kemampuan mengontrol keseimbangan sangat diperlukan untuk menjaga kestabilan secara statik maupun dinamik pada saat seseorang bergerak dari satu postur ke postur lain sambil(Bougie dan Morghental, 2001).

(4)

Penelitian Stevens et al. (2006) menunjukkan bahwa 10% lansia yang jatuh menimbulkan cedera serius. Penelitian Hu et al. (2015) menyebutkan sebanyak 12,1% lansia mengalami patah tulang, 33,3% terkilir, 45,9% memar, dan 8,7% lain-lain. Bagian tubuh yang terkena cedera paling sering adalah kaki dan lengan. Hal tersebut akan mengakibatkan kualitas hidup menurun (Kane et al., 2009) serta waktu masuk panti wredha menjadi lebih dini (Becker dan Rapp, 2010). Bougie dan Morghental (2001) juga menyampaikan bahwa gangguan keseimbangan postural mengakibatkan kesulitan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) baik dasar maupun instrumental secara mandiri. Untuk itu mempertahankan keseimbangan pada lansia menjadi hal yang penting sehingga dapat meningkatkan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari dan mengurangi dampak merugikan yang ditimbulkan.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, tidak ditemukan data mengenai jumlah lansia dengan masalah keseimbangan di Kabupaten Sleman. Oleh karena itu, peneliti memilih lokasi penelitian dengan populasi lansia paling banyak. Menurut data Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman pada tahun 2013, Kecamatan Turi adalah salah satu kecamatan dengan jumlah lansia terbanyak yaitu 5901 orang. Menurut data RKPD Kabupaten Sleman Tahun 2014, komposisi penduduk tahun 2012 usia 14 tahun ke bawah adalah 19,75%, penduduk usia 15-60 tahun sebesar 67,18%, dan usia di atas 60 tahun sebesar 13,85%. Jumlah penduduk lansia meningkat dua kali lipat dari tahun sebelumnya (6,46%). Kebanyakan penduduk lansia di Turi masih tinggal bersama keluarga.

(5)

Hasil wawancana peneliti terhadap beberapa warga lansia di Turi, didapatkan tiga dari lima orang (60%) lansia mengaku pernah jatuh. Hal ini melebihi hasil penelitian Smulders (2012) yang menyatakan prevalensi lansia jatuh sebesar 45%. Dua lansia yang jatuh mengaku merasa mendadak pusing sehingga membuat mereka kehilangan keseimbangan dan satu lansia lainnya terjatuh akibat faktor eksternal yaitu karena membawa beban terlalu berat. Bahkan salah satu warga mengaku sering terjatuh dengan frekuensi rata-rata tiga kali dalam satu bulan. Warga tersebut mengaku lebih memilih untuk diurut atau mencari pengobatan tradisional daripada melakukan pengobatan medis, karena merasa takut akan tindakan medis. Sebagian lagi memilih untuk tidak melakukan pengobatan walaupun akses pelayanan kesehatan sangat mudah.

Sebagian besar lansia mengaku masih dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri apabila dalam keadaan sehat. Kegiatan yang paling banyak dilakukan oleh lansia di Turi adalah membersihkan rumah dan kebun, serta beternak ayam dan angsa. Walaupun penduduk Kecamatan Turi terkenal sebagai petani salak, setelah mereka memasuki usia tua dan mengalami banyak penurunan fungsi fisik, mereka menjadi lebih terbatas dalam hal bertani. Mereka masih tetap datang ke ladang, tetapi tidak ikut serta dalam mengolah ladang. Sebagian besar lansia datang untuk membersihkan rumput atau ilalang dan menyebar benih. Hal-hal tersebut dilakukan untuk mengisi waktu luang lansia. Mereka merasa harus tetap beraktivitas karena sudah menjadi kebiasaan untuk melakukan berbagai aktivitas seperti saat usia produktif. Namun, dengan adanya kejadian jatuh,

(6)

pergerakan lansia menjadi terbatas, sehingga aktivitas sehari-hari mengalami penurunan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, peneliti dapat merumuskan masalah yaitu “Apakah terdapat hubungan tubuh antara tingkat keseimbangan dengan kemampuan activity of daily living (ADL) pada lanjut usia di Kecamatan Turi?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk menganalisis hubungan antara tingkat keseimbangan tubuh dengan kemampuan activity of daily living (ADL) pada lansia di Kecamatan Turi. 2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran tingkat keseimbangan tubuh lansia di daerah rural dan suburban Kecamatan Turi.

b. Mengetahui gambaran kemampuan activity of daily living (ADL) pada lansia di daerah rural dan suburban Kecamatan Turi.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat dan para professional kesehatan khususnya perawat untuk menambah pengetahuan tentang hubungan tingkat keseimbangan dengan kemampuan activity of daily living pada lansia di Kecamatan Turi.

(7)

2. Manfaat praktis a. Bagi masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan

pertimbangan dalam membuat kebijakan-kebijakan sesuai keadaan komunitas.

b. Bagi instansi pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada

mahasiswa mengenai hubungan tingkat keseimbangan dengan

kemampuan activity of daily living pada lansia. c. Bagi tenaga kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dalam hal tingkat keseimbangan terhadap kemampuan activity of daily living pada lansia. Pengetahuan tersebut dapat dijadikan dasar bagi perawat gerontik untuk memberikan asuhan keperawatan kepada lansia, sehingga dapat mencegah terjadinya dampak yang buruk pada lansia.

d. Bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman dan meningkatkan wawasan serta kemampuan peneliti dalam melakukan penelitian.

E. Keaslian Penelitian

1. Penelitian oleh Daniel et al. (2011) yang berjudul “Correlation Between Static Balance and Functional Autonomy in Elderly Women”. Penelitian

(8)

tersebut menggunakan metode kuantitatif. Status keseimbangan dikaji dengan menggunakan pengkajian stabilometrik dengan baropodometer elektrik, sedangkan pengkajian kemandirian fungsional diukur menggunakan Latin-American Development for Elderly Group (LADEG). Hasil penelitian menyatakan bahwa responden yang membutuhkan waktu lama untuk melakukan aktivitas berhubungan positif dengan ketidakseimbangan statis.

Persamaan penelitian dengan penelitian peneliti terletak pada subjek penelitian yaitu sama-sama lansia, serta variabel yang diteliti sama-sama meneliti mengenai tingkat keseimbangan dan status kemandirian lansia. Perbedaannya terletak pada instrumen yang digunakan. Peneliti menggunakan Berg Balance Scale untuk mengukur tingkat keseimbangan dan Barthel Index untuk mengukur kemampuan activity of daily living, sedangkan penelitian Daniel et al. menggunakan pengkajian stabilometrik dengan baropodometer elektrik dan LADEG untuk mengukur tingkat kemandirian lansia.

2. Penelitian oleh Riani (2010) yang berjudul “Hubungan Antara Hasil Pemeriksaan Keseimbangan Tubuh dengan Riwayat Jatuh pada Lansia di PSTW Unit Budhi Luhur Yogyakarta”. Penelitian tersebut menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Instrumen yang digunakan untuk mengukur tingkat keseimbangan adalah Berg Balance Scale. Hasil penelitian menyatakan terdapat hubungan antara hasil pemeriksaan keseimbangan tubuh dengan riwayat jatuh pada lansia di PSTW Budhi Luhur Yogyakarta.

(9)

Persamaan penelitian terletak pada metode penelitian, yaitu kuantitatif dengan pendekatan cross sectional, serta instrumen yang digunakan yaitu sama-sama menggunakan Berg Balance Scale. Perbedaan penelitian Riani dengan penelitian peneliti terletak pada variabel dependen. Variabel dependen penelitian Riani adalah riwayat jatuh, sedangkan variabel peneliti adalah kemampuan activity of daily living (ADL). Selain itu, penelitian Riani mengambil tempat di panti jompo, sedangkan peneliti di posyandu lansia. 3. Penelitian oleh Yumin et al. (2011) yang berjudul “The Effect of Functional

Mobility and Balance on Health-Related Quality of Life (HRQoL) among Elderly People Living at Home and Those Living in Nursing Home”. Penelitian tersebut menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Instrumen yang digunakan untuk mengukur tingkat mobilitas dan keseimbangan adalah time up and go rest (TUG) dan Berg balance scale (BBS), Nottingham health profile (NHP) untuk kualitas hidup berhubungan dengan kesehatan, Barthel index (BI) untuk kemandirian, dan Rivermead mobility index (RMI) untuk mobilitas dasar aktivitas sehari-hari. Hasil penelitian menyatakan bahwa TUG, BBS, NHP memberikan hasil yang signifikan terhadap kualitas hidup.

Persamaan penelitian Yumin et al. dengan penelitian peneliti terletak pada instrumen yang digunakan, yaitu sama-sama menggunakan Barthel Index (BI) untuk kemandirian dan Berg Balance Scale untuk mengukur keseimbangan. Perbedaannya terletak pada variabel dependen yang diteliti. Variabel terikat penelitian Yumin et al. adalah kualitas hidup, sedangkan

(10)

variabel peneliti adalah kemampuan activity of daily living (ADL). Pada penelitian Yumin et al. ADL merupakan variabel bebas.

4. Penelitian oleh Burge, Gunten, Berchtold (2013) yang berjudul “Factors Favoring A Degradation or An Improvement in Activities of Daily Living (ADL) Performance among Nursing Home (NH) Residents: A Survival Analysis”. Penelitian ini dilakukan selama sepuluh tahun, yaitu mulai tahun 1997 sampai 2007. Intrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan ADL adalah Resident Assessment Instrument Minimum Data Set (RAI-MDS). Penelitian ini menyebutkan bahwa keseimbangan yang buruk, inkontinensia, gangguan kognitif, IMT yang rendah, gangguan penglihatan dan pendengaran, dan adanya depresi merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap penurunan kemampuan lansia dalam melaksanakan ADL.

Persamaan penelitian Burge, Gunten, Berchtold dan penelitian peneliti sama-sama meneliti hubungan tingkat keseimbangan terhadap ADL pada lansia. Perbedaanya adalah penelitian Burge, Gunten, Berchtold meneliti lebih banyak faktor dan dilakukan selama 10 tahun, sedangkan peneliti hanya meneliti sekali waktu. Intrumen yang digunakan untuk mengukur ADL juga berbeda. Peneliti menggunakan Barthel Index, sedangkan penelitian Burge, Gunten, Berchtold menggunakan RAI-MDS.

Referensi

Dokumen terkait

4) Bagaimana pengaruh kepatuhan wajib pajak membayar pajak hotel, pajak restoran dan pajak hiburan terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah di Kota Denpasar. Manfaat teoritis

Pada pengertian lain hampir senada dengan pengertian diatas, bahwa ilmu asbab al-wurud adalah ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi SAW menuturkan sabdanya dan

Upaya pelestarian Rusa Sambar Di Pusat Penangkaran Rusa Di Desa Api-Api Kecamatan Waru Kabupaten Penajam Paser Utara ( Ditinjau Dari Peraturan Pemerintah Nomor 7

Hal ini disebabkan oleh Penjualan Perseroan mengalami kenaikan sebesar dari Rp15,43 triliun Semester I 2013 menjadi Rp17,58 triliun pada Semester I 2014.. Sedangkan Beban

diakses pada 9 Januari 2014.. Informasi ini berkaitan dengan presentasi perusahaan, produk baru atau layanan dari perusahaan yang menawarkan, atau perubahan nama

Berdasarkan analisis data dan pembahasan seperti yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, ditemukan beberapa hal sebagai berikut. 1) Ada perbedaan hasil

Oleh karena itu dilakukan penelitian tentang pengembangan bahan ajar Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi yang berbasiskan pada 4 subtansi kajian yakni Pancasila,

Posted at the Zurich Open Repository and Archive, University of Zurich. Horunā, anbēru, soshite sonogo jinruigakuteki shiten ni okeru Suisu jin no Nihon zō. Nihon to Suisu no kōryū